Glaukoma Dan Katarak
-
Upload
thaliah-jihan-nabillah -
Category
Documents
-
view
32 -
download
0
description
Transcript of Glaukoma Dan Katarak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemapuan penglihatan setiap orang dapat di katakan berbeda-beda
meskipun dalam keadaan yang normal mereka mempunyai kecenderungan
memepunyai tingkat penglihatan yang sama. Namun menjadi berbdeda
ketika seseornag tersebut mengalami gangguana pada penglihatan.
Sebagian mereka akan mengalami penurunan dan gangguan pada
penglihatan mereka. Apalagi masalah kebutaan hal ini meruapak masalah
yang kompleks yang terjadi pada penglihatan manusia. Menurut data dari
WHO pada tahun 2010 diperkirakan setiap 1 menit ada 1 orang yang
mengalami kebutaan di Indonesia. Menurut data Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 1996. Angka kebutaan di indonesia telah
mencapai 1,5% atau dapat di katakan lebih dari 2 juta orang di Indonesia
mengalami kebutaan . Penyebab utama dari banyaknya kasus kebutaan
yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh penyakit katarak dengan kasus
eebanyak 0,78%, glaukoma sebanyak 0,12%, kelainan retraksi sebanyak
0,14% serta peyakit lain yang berhubngan dengan usia lanjut 0,38%.
Glaukoma dan katarak ini merupakan suatu gangguan yang terjadi
di penglihatan manusia. Glaukoma adalah kumpulan penyakit yang
mempunyai karakteristik umum neuropatik yang berhubungan dengan
hilangnya fungsi penglihatan. Glaukoma bukanlah sebuah penyakit,
melainkan kekomplekan dari gangguan tekanan intraokuler yang mana
mempunyai karakteristik gejala peningkatan tekanan intraokular pada
orang dewasa.
Katarak Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa
menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa,
sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan
penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan
berkurang.
1
Kedua gangguan pada mata ini merupakan sebuah gangguan yang
terjadi pada penglihatan manusia namun masih dapat di sembuhkan
dengan di lakukannya penatalksanaan medis pada penderitanya. Sebagi
seoramng perawat kita juga harus dapat melakukan asuhan keperawatan
dengan klien dengan penderita glaukoma dan katarak. Hal ini menjadi
penting karena proses penyembuhan pada klien tersebut, perawat
memegang perana penting dalam pemantauannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definfisi Glaukoma dan Katarak ?
2. Apa saja tipe dan klasifikasi dari Gluokoma dan Katarak ?
3. Bagaimana etiologi dari Glaukoma dan Katarak ?
4. Bagaimana patofisiologi dar Glaukoma dan Katarak ?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Glaukoma dan Katarak ?
6. Apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien Glaukoma
dan Katarak ?
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Dapat melakukan dan memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan ganguan penglihatan yaitu Glukoma dan
Katarak
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Dapat mengetahui definisi dari Galukoma dan Katarak
2. Memahami tipe dan klasifikasi Hlaukoma dan Katarak
3. Mengetahui etiologi dari Glukoma dan Katarak
4. Mengetahu patofisologi dari Glaukoma dan Katarak
5. Memahami manifestasi klinis pada klien dengan Glaukoma dan Katarak
6. Dapat memahami dan mempraktikan penatalaksanaan pada klien
dnegan klien penderita Glaukoma dan Katarak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glaukoma
2.1.1. Definisi Galukoma
Menurut Herman tahun 2010, glaukoma merupakan suatu
kumpulan penyakit yang mempunyai karakteristik umum
neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya f ungsi
penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler adalah satu
dari resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah
definisi penyakit.
Glaukoma bukanlah sebuah penyakit, melainkan
kekomplekan dari gangguan tekanan intraokuler yang mana
mempunyai karakteristik gejala peningkatan tekanan intraokular
pada orang dewasa.
Normalnya, tekanan intraokular adalah 10-20 mmHg. Jika
hasil pemeriksaan tekanan bola mata lebih dari 20, maka kita patut
curiga terhadap adanya glaukoma. Apabla hasil menunjukkan
angka lebih dari 25, maka dipastikan orang tersebut terkena
glaukoma.
Untuk mengetahui, seseorang tersebut terkena glaukoma
atau tidak, bisa dengan pemeriksaan tonometri (pemeriksaan
tekanan bola mata). Pengukuran tonometri rutin ini penting, untuk
mengidentifikasi adanya glaukoma sebelum mata terkena bahaya
permanen dari peningkatan tekanan di dalamnya.
Glaukoma biasanya diderita oleh klien yang berumur di
atas 40 th. Pada orang yang memiliki kecenderungan hereditas
glaukoma dalam keluarganya, mereka harus melakukan
pengukuran tonometri ritin setiap hari.(Luckman, 1980).
3
Pendapat yang lain mengatakan bahwa Glaukoma adalah
suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat,
sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan.
Dari beberapa definisi glaukoma diatas, dapat disimpulakan
bahwa glaukoma adalah penyakit mata yang terjadi karena
peningkatan tekanan bola mata dan mempengaruhi kepekaan atau
kejelasan penglihatan.
2.1.2. Tipe Glaukoma
1. Glaukoma Sudut Terbuka / Kronis
Glaukoma jenis ini umumnya terjadi karena keturunan.
Glaukoma jenis ini sering terjadi pada orang yang mempunyai
sudut ruang terbuka yang normal tapi mempunyai resistensi aliran
aquous humor keluar dari ruang sudut.
2. Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma jenis inin jarang terjadi. Ada kesalahan tempat
yang maju dari ujung akar dan gulungan iris yang melawan kornea.
3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma ini biasa di bangun dari banyak sebab seperti
uveitis, gangguan neuvaskuler, trauma tumor, penyakit degenerasi
mata, dll.
4. Glaukoma Kongenital
Glaukoma ini terjadi di mata selama ada dalam masa awal
tumbuh dan berkembang. Biasanya terlihat selama 6 bulan
kelahiran.
5. Glaukoma Absolut
4
Glakoma ini biasanya adalah hasil dari beberapa kejadian
glaukoma dan itu berarti mengarah pada kebutaan yang mana
tekanan intraokuler meningkat. Aqueous humor adalah cairan
pada bola mata yang di produksi oleh badan siliari yang
mnerupakan kristal jernih.
2.1.3. Klasifikasi Glaukoma
Banyak sekali pola yang digunakan untuk
mengklasifikasikan glaukoma, namun, klasifikasi yang secara luas
digunakan adalah glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut
tertutup, karena pembagian tersebut terfokus pada patofisiologi
terjadinya glaukoma dan merupakan titik awal ditentukannya
penatalaksanaan klinis yang sesuai.
A. Klasifkasi Vaughen untuk glaukoma adalah:
1. Glaukoma Primer
Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan
dengan penyakit mata atau sistenik yang menyebabkan
meningkatnya resistensi aliran aqueous humor. Glaukoma primer
biasanya terjadi pKlasifikasada kedua mata.
a. Glaukoma Sudut Terbuka (Glaukoma Simpleks)
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma yang
tidak diketahui penyebabnya dan ditandai dengan sudut bilik mata
terbuka. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit
kronis dan progresif lambat dengan atrofi dancupping dari papil
nervus optikus dan pola gangguan lapang pandang yang khas.
Glaukoma primer sudut terbuka memiliki kecenderungan familial.
Pada umumnya, glaukoma primer sudut terbuka terjadi pada usia
lebih dari 40 tahun. Prevalensi juga lebih tinggi pada orang berkulit
gelap atau berwarna dibandingkan dengan orang berkulit putih.
5
Gambaran patologi utama pada glaukoma sudut terbuka
adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk
pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalan trabekular dan di
bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah
penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra okuler.
Tekanan intraokuler merupakan faktor resiko utama untuk
glaukoma primer sudut terbuka. Terdapat faktor resiko lain yang
berhubungan dengan glaukoma primer sudut terbuka, yaitu;
miopia, diabetes mellitus, hipertensi dan oklusi vena sentralis
retina.
Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang
progresif lambat maka timbulnya gejalanya pun lambat dan tidak
disadari sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Keluhan
pasien biasanya sangat sedikit atau samar, misalnya mata terasa
berat, kepala pusing sebelah, dan anamnesis tidak khas lainnya.
Biasanya pasien tidak mengeluh adanya halo dan tidak tampak
mata merah. Tekanan intraokuler sehari-hari biasanya tinggi atau
lebih dari 20 mmHg. Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atrofi
papil serta ekskavasio glaukomatosa. Kerusakan dimulai dari tepi
lapang pandang, dengan demikian penglihatan sentral tetap baik,
sehingga penderita seolah-olah melihat melalui teropong.
Diagnosis glaukoma primer sudut terbuka ditegakkan
apabila ditemukan kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus
optikus dan lapangan pandang disertai peningkatan tekanan
intraokuler, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan
tidak ditemukan sebab lain yang dapat meningkatkan tekanan
intraokuler.
b. Glaukoma Sudut Tertutup
6
Pasien yang menderita glaukoma primer sudut tertutup cenderung
memiliki segmen anterior yang kecil dan sempit, sehingga menjadi
faktor predisposisi untuk timbulnya pupillary block relatif. Resiko
terjadinya hal tersebut meningkat dengan bertambahnya usia,
seiring dengan berkembangnya lensa dan pupil menjadi miosis.
c. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
Glaukoma primer sudut tertutup akut adalah kondisi yang
timbul saat TIO meningkat secara cepat akibat blokade relatif
mendadak dari jaringan trabekular. Hal ini dapat menimbulkan
manifestasi berupa rasa sakit, penglihatan buram, halo, mual dan
muntah. Peningkatan TIO yang tinggi menyebabkan edema epitel
kornea yang bertanggung jawab dalam timbulnya keluhan
penurunan penglihatan.
Tanda-tanda pada glaukoma sudut tertutup akut antara lain:
a) TIO yang tinggi
b) Pupil yang lebar dan terkadang irreguler
c) Edema epitel kornea
d) Kongesti pembuluh darah episkleral dan konjungtiva
e) Kamera okuli anterior yang sempit
Selama serangan akut, TIO cukup tinggi sehingga dapat
menyebabkan gangguan nervus optikus dan oklusi pembuluh darah
retina. Sinekia anterior perifer dapat terbentuk dengan cepat dan
TIO yang tinggi menyebabkan terjadinya iskemia sehingga dapat
terjadi atrofi sektoral dari iris. Atrofi pada iris menimbulkan
pelepasan pigmen iris dan pigmen-pigmen tersebut menempel dan
mengotori permukaan iris dan endotel kornea. Akibat iskemia iris,
maka pupil dapat berdilatasi dan terfiksasi.
7
Diagnosis pasti didapatkan dengan gonioskopi. Gonioskopi
juga membantu menentukan apakah blokade iris dan jaringan
trabekular reversibel atau irreversibel.
d. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Subakut
Glaukoma primer sudut tertutup subakut (intermiten) adalah
kondisi yang ditandai dengan adanya penglihatan yang buram,
halo, dan rasa sakit yang ringan, disertai dengan peningkatan TIO.
Gejala ini membaik dengan sendirinya, terutama selama tidur, dan
muncul kembali secara periodik dalam hitungan hari atau minggu.
Diagnosis yang tepat dapat dibantu ditegakkan dengan pemeriksaan
gonioskopi.
e. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronis
Glaukoma primer sudut tertutup kronis merupakan kondisi
yang timbul setelah glaukoma sudut tertutup akut atau saat sudut
kamera anterior tertutup secara bertahap dan tekanan intraokuler
meningkat secara perlahan. Gejala klinisnya serupa dengan
glaukoma primer sudut terbuka, yaitu keluhan yang samar, cupping
papil nervus optikus yang progresif dan gangguan lapang pandang
glaukomatosa. Sehingga, pemeriksaan gonioskopi diperlukan
untuk menentukan diagnosis yang tepat.
f. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital primer atau infantil adalah glaukoma
yang timbul sesaat setelah lahir sampai beberapa tahuh pertama
setlah kelahiran. Selain itu, glaukoma kongenital juga dapat timbul
menyertai anomali kongenital lainnya.
Glaukoma infantil atau dikenal dengan istilah buphthalmos,
dipercaya terjadi akibat displasia dari sudut kamera anterior tanpa
disertai abnormalitas okular dan sistemik lainnya. Terdapat dua
teori yang menerangkan patofisiologi terjadinya glaukoma infantil,
8
yaitu: terjadi abnormalitas membran atau sel pada jaringan
trabekular, sehingga jaringan trabekuler menjadi impermeabel;
teori lain mengatakan bahwa terjadi anomali luas pada kamera
okuli anterior termasuk insersi abnormal dari muskulus siliaris.
Dengan adanya anomali-anomali tersebut, maka aliran aqueous
akan terganggua dan terjadi pembendungan aqueous humor, maka
akan timbul buphtalmos karena jaringan sklera pada neonatus
masih lunak.
Keadaan klinis yang khas dari glaukoma infantil adalah
trias klasik pada bayi baru lahir, yaitu; epifora, fotofobia, dan
blefarospasme. Diagnosis tergantung dari pemeriksaan klinis yang
hati-hati, termasuk pemeriksaan TIO, pengukuran diameter kornea,
gonioskopi dan oftalmoskopi.
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang berhubungan
dengan penyakit mata atau sistemik yang menyebabkan
menurunnya aliran aqueous humor. Glaukoma sekunder sering
terjadi hanya pada satu mata.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui
penyebab yang menimbulkannya.
Glaukoma sekunder dapat terlihat dalam bentuk sudut tertutup
maupun sudut terbuka. Kelainan-kelainan tersebut dapat terletak
pada:
a) Sudut bilik mata, akibat goniosinekia, hifema, leukoma adheren
dan kontusi sudut bilik mata
b) Pupil, akibat seklusio dan oklusi relatif pupil
c) Badan siliar, seperti rangsangan akibat luksasio lensa
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan glaukoma, yaitu:
9
a. Uveitis, dimana glaukoma terjadi akibat adanya sinekia anterior
maupun posterior, penimbunan sel radang di sudut bilik mata
dan seklusio pupil yang biasanya disertai dengan iris bombé.
b. Pasca trauma serta ulkus kornea, yang mengakibatkan leukoma
adheren sehingga bilik mata tertutup dan mengganggu aliran
aqueous humor.
c. Hifema, akan mengakibatkan tersumbatnya sudut bilik mata
Glaukoma yang disebabkan oleh lensa. Katarak yang
immatur akan menyerap cairan sehingga ukurannya membesar
sehingga menyumbat sudut bilik mata, sedangkan katarak yang
hipermatur, lensa akan pecah dan komposisi lensa dapat
menyumbat sudut bilik mata. Pascabedah katarak, yang
mengakibatkan terbentuknya sinekia dan terbentuknya blokade
pupil akibat radang di daerah pupil.
3. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
dimana sudah terjadi kebutaan total. Pada glaukoma absolut,
kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasio galukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit. Mata dengan kebutaan ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris.
B. Berdasarkan lamanya, glaukoma diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Glaukoma Akut
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh
tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
2) Glaukoma Kronik
10
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala
peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi
dan fungsi mata yang permanen.
2.1.4. Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah
perubahan anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik
lainnya, trauma mata, dan predisposisi faktor genetik. Glaukoma
sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses patologik
dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor risiko timbulnya
glaukoma antara lain riwayat glaukoma pada keluarga, diabetes
militus, dan pada orang kulit hitam.
2.1.5. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya
produksi humor aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya
keluar. Besarnya aliran keluar humor aqueus melalui sudut bilik
mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan
keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal
bila kurang dari 20mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer
Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih
dari 23mmHg, diperlukan evalusai lebih lanjut. Secara fisiologis,
tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatnya
aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini
akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila
terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan
dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa
faktor :
1. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan
degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik.
11
2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil
saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling
lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih
kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi penggaungan
pada papil saraf optik.
3. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh
kerusakan serabut saraf optik.
2.1.6. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga)
2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu
3. Mual, muntah, berkeringat
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar
5. Visus menurun
6. Edema kornea
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma
sudut terbuka)
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
9. TIO meningkat
2.1.7. Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan
tekanan intraokuler, membuka sudut yang tertutup (pada glaukoma
sudut tertutup), melakukan tindakan suportif (mengurangi nyeri,
mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya sudut
tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik
(sebelahnya).
Upaya menurunkan tekanan intraokular dilakukan dengan
memberikan cairan hiperosmotik seperti gliserin per oral atau
dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor aqueus
ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti
acetazolamide (Acetazolam, Diamox), dorzolamide (TruShop),
methazolamide (Nepthazane). Penurunan humor aqueus dapat juga
12
dilakukan dengan memberikan agens penyekat beta adrenergik
seperti latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic), atau levobunolol
(Begatan).
Untuk melancarkan aliran humor aqueus, dilakukan
konstriksi pupil dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride
2-4% setiap 3-6 jam. Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur
setelah 1-2 jam penggunaan. Pemberian miotikum dilakukan
apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan tekanan intraokular.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan
dilakukan dengan memberikan analgesik seperti pethidine
(Demerol), antimuntah, atau kortikosteroid untuk reaksi radang.
Jika tindakan di atas tidak berhasil, dilakukan operasi untuk
membuka saluran Schlemm sehingga cairan yang banyak
diproduksi dapat keluar dengan mudah. Tindakan pembedahan
dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser trabekuloplasti.
Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi
(pemasangan selaput beku).
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada
pendidikan kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena
90% dari penyakit glaukoma merupakan penyakit kronis dengan
hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam
pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian
untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan
gambaran tentang penyakit ini serta penatalaksanannya, efek
pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu. Pendidikan kesehatan
yang diberikan harus menekankan bahwa pengobatan bukan untuk
mengembalikan fungsi penglihatan tetapi hanya mempertahankan
fungsi penglihatan yang masih ada.
13
2.2 Katarak
2.2.1. Definisi Katarak
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata,
sehingga menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009).
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak
merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan
seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif
kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin,
2000). Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana
lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein
lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa
yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan,2009).
Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi
untuk menangkap cahaya dan gambar. Retina merupakan jaringan yang
berada di bagian belakang mata, bersifat sensitive terhadap cahaya. Pada
keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa
mata, kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya
atau gambar tadi akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan
diteruskan ke otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan
diterjemahkan sehingga dapat dipahami. Tetapi bila jalan cahaya tertutup
oleh keadaan lensa yang katarak maka impuls tidak akan dapat diterima
oleh otak dan tidak akan bisa diterjemahkan menjado suatu gambaran
penglihatan yang baik.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan
ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak
akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas
selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang
salah arah. Misalnya dengan mengenakan topi berkelapak lebar atau kaca
mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil
pada siang hari.
14
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat
disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia
kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah
katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi
berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab
kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus,
aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,
displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-
kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi
pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur
dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan
karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus,
fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik
dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita
katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang
muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan
15
lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan
katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit
penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile
biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa
dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit
Mata, ed. 3).
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien)
kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat
tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya
tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga
cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini
dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap
untuk waktu yang lama (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed.
2,).
b. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan
yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa
sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan
indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini
akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata
depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh,
ed. 2,)
16
c. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan
terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul.
Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong
ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal
kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila
dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif ( Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair
sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan
korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak
morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis
fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa
Mata Keruh, ed. 2,).
e. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa
akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam
celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar
yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi
lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan
miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa
disertai peregangan jarak lamel serat lensa (Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
f. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam
(katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak
pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan
lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada
17
orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya
katarak kortikal posterior (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3).
Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukom
a
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
1) Katarak Inti ( Nuclear )
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus
atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2) Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan
kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.
3) Katarak Subkapsular
18
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan
sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam
jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat
terlihat pada kedua mata.
2.2.2. Etiologi
Katarak disebabkan oleh berbagai faktor seperti :
1. Fisik
2. Kimia
3. Penyakit predisposisi
4. Genetik dan gangguan perkembangan
5. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
6. Usia
2.2.3. Patofisiologi
Lensa berisi 65% air, 35% protein, dan mineral penting. Katarak
merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air,
peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut
menjadi tidak dapat larut. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap
kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya.
Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serat lensa yang
lebih tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi di korteks, serat lensa
ditekan menuju sentral. Serat-serat lensa yang padat lama-lama
menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak terasa nyeri dan
sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak di atas
menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan
metabolisme ini, menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang
ada di dalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa.
Kekeruhan dapat berkembang di berbagai bagian lensa atau kapsulnya.
Pada gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea dihalangi oleh lensa
yang keruh/buram. Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang sampai
19
pada retina. Akibatnya otak menginterpretasikan sebagai bayangan yang
berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu,
kemudian berubah kuning, bahkan menjadi cokelat atau hitam dan klien
mengalami kesulitan dalam membedakan warna.
2.2.4. Manifestasi Klinis
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan
mata atau sistemik atau kelainan (katarak senil, juvenil, herediter) atau
kelainan kongenital mata. Lensa yang sedang dalam proses pembentukan
katarak ditandai adanya sembap lensa, perubahan protein, nekrosis, dan
terganggunya kesinambungan normal serabut-serabut lensa. Pada
umumnya, terjadi perubahan lensa sesuai dengan tahap perkembangan
katarak. Kekeruhan lensa pada katarak imatur (insipien) tipis. Akan tetapi,
pada katarak matur, (perkembangan agak lanjut) kekeruhan lensa sudah
sempurna dan agak sembap. Jika kandungan airnya maksimal dan kapsul
lensa teregang, katarak ini dinamakan intumesens (sembap). Katarak
hipermatur (katarak lanjut) ditandai keluarnya air meninggalkan lensa
yang relatif mengalami dehidrasi, sangat keruh, dan kapsulnya keriput.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat yang awam
sampai kekeruhannya sudah cukup padat (matur atau hipermatur) yang
menyebabkan kebutaan. Walaupun demikian, katarak stadium dini dapat
dipantau dengan oftalmoskop, lup, atau lampu celah dengan pupil yang
telah dilebarkan. Semakin padat kekeruhan lensa, semakin sulit memantau
fundus okuli, sampai akhirnya refleks fundus negatif. Pada tahap ini,
katarak sudah masak dan pupilnya tampak putih.
Tingkatan klinis terjadinya katarak dengan asumsi tidak adanya
penyakit lain, ditentukan oleh tajam penglihatan secara langsung
sebanding dengan kepadatan katarak. Pada beberapa orang, secara klinis
ditemukan katarak yang bermakna, jika diperiksa memakai oftalmoskop
atau lampu celah, tetapi yang bersangkutan masih dapat melihat cukup
baik untuk kerja sehari-hari. Pada kasus lain, penurunan tajam penglihatan
20
tidak sebanding dengan derajat kekeruhan lensa. Hal ini disebabkan oleh
adanya distorsi bayangan karena kekruhan sebagian lensa.
Klien katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam
penglihatan menurun secara progesif. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan
lensa tidak transparan sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu.
Pada mata, akan tampak kekeruhan lensa dalam beragam bentuk dan
tingkat. Kekeruhan ini juga ditemukan pada berbagai lokasi di lensa
seperti korteks dan nukleus.
Pemeriksaan yang dilakukan pada klien katarak adalah
pemeriksaan dengan lampu celah (splitlamp), funduskopi pada kedua mata
bila mungkin, dan tonometer selain pemeriksaan prabedah yang
diperlukan lainnya.
2.2.5. Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat
dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang
lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap
ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan
tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut
juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam
21
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal
sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih
tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot
silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan.
Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid
disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma,
dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi
jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang
mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila
mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas,
Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan
dalam melakukan rutinitas pekerjaan
2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma
3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari
jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) yaitu dengan
mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun
1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam
yakni :
22
a) Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan
mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa.
Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan
lebih lama.
b) Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang
terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk
menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek
dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan
tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan
bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal,
sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa
buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara
permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya
memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih
cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan
antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah
beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi
visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat
dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat
berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk
pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak
jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa
intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan. Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina,
saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari
operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus
komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
23
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata
orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh.
Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh
tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
24
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA GLUKOMA
3.1.1 Pengkajian
3.1.1.1Anamnesis
Anamnesis mencakup data demografi yang meliputi :
Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur >40 tahun.
Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5
kali dari kulit putih (deWit, 1998).
Pekerjaan, terutama yang berisiko besar mengalami trauma mata.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau
yang ada saat ini, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi
pupil yang akhirnya dapat menyebabkan angle-closure glaucoma), riwayat
keluarga dengan glaukoma, riwayat trauma (terutama yang mengenai
mata), riwayat penyakit lain yang sedang diderita (diabetes melitus,
arteriosklerosis, miopia tinggi).
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai
dengan bicara cepat, mudah berganti topik, sulit berkonsentrasi dan
sensitif; dan berduka karena kehilangan penglihatan.
3.1.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaukoma akut primer,
kamera anterior dangkal, aqueous humor keruh dan pembuluh darah
menjalar keluar dari iris.
25
Pemeriksaan lapang pandnag perifer, pada keadaan akut lapang
pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan
menurun secara bertahap.
Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan tekanan intraokuler, terasa lebih
keras dibanding mata yang lain.
Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau
open angle didapat nilai 22-32mmHg, sedangkan keadaan akut atau
angle closure 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan
didapat sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika
telah timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada
kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut
ketika tekanan intraokuler meningkat, sduut COA akan tertutup,
sedang pada waktu tekanan intraokuler normal sudutnya sempit.
3.1.2 Diagnosis dan Intervensi Keperawatan
1. Perubahan sensori/persepsi (visual) yang berhubungan dengan
kerusakan saraf akibat peningkatan tekanan intraokuler.
Tujuan, klien akan :
Mengidentifikasi tipe perubahan visual yang dapat terjadi saat tekanan
intraokuler meningkat di atas level aman.
Mencari bantuan saat terjadi perubahan visual.
Mendapatkan kembali dan mempertahankan visus normal dengan
pengobatan.
Intervensi Keperawatan :
Kolaborasi dalam pemberian :
- Miotik, untuk konstriksi pupil dan kontraksi otot silier (seperti
Pilocarpin) yang dapat menyebabkan pandangan kabur selama 1-2
26
jam setelah penggunaan dan adaptasi pada lingkungan gelap
mengalami kesulitan, karena konstriksi pupil.
- Agens penghambat pembentuk akueos humor, seperti Timolol, dll.
- Inhibitor karbonat anhidrase (seperti Asetazolamid) untuk
mengurangi produksi akueos humor, dengan efek samping mati
rasa, rasa gatal pada kaki dan tangan, mual/malaise.
- Agens osmotik sistemik (mis. gliserin oral) untuk klien glaukoma
akut untuk mengurangi tekanan okular.
Lakukan tindakan untuk mencegah semakin tingginya tekanan
intraokular, meliputi :
- Diet rendah natrium
- Pembatasan kafein
- Mencegah konstipasi
- Mencegah manuver Valsava
- Mengurangi stres
Pantau kemampuan klien untuk melihat dengan jelas. Tanyai klien
secara rutin tentang terjadinya perubahan visual.
2. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular.
Tujuan, klien akan :
Klien akan mengalami pengurangan nyeri.
Intervensi Keperawatan :
Pertahankan tirah baring ketat pada posisi semi-Fowler dan cegah
tindakan yang dapat meningkatkan tekanan okuler (batuk, bersin,
mengejan).
Rasional : tekanan pada mata meningkat jika tubuh datar dan manuver
Valsava diaktifkan seperti pada aktivitas tersebut.
Berikan lingkungan gelap dan tenang.
Rasional : stres dan sinar akan meningkatkan tekanan intraokular yang
dapat mencetuskan nyeri.
27
Observasi tekanan darah, nadi, dan pernapasan tiap 24 jam jika klien
tidak menerima agens osmotik secara intravena dan tiap 2 jam jika
klien menerima agens osmotik intravena.
Rasional : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Observasi derajat nyeri mata setiap 30 menit selama fase akut.
Rasional : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Observasi asupan-haluaran tiap 8 jam saat klien mendapatkan agens
osmotik intravena.
Rasional : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Observasi ketajaman penglihatan setiap waktu sebelum penetesan obat
mata yang diresepkan.
Rasional : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Berikan obat mata yang diresepkan untuk glaukoma dan beri tahu
dokter jika terjadi hipotensi, haluaran urine <24 ml/jam, nyeri pada
mata tidak hilang dalam waktu 30 menit setelah terapi obat, tajam
penglihatan turun terus-menerus.
Rasional : agens osmotik intravena akan menurunkan tekanan
intraokular dengan cepat. Agens osmotik bersifat hiperosmolar dan
dapat menyebabkan dehidrasi; manitol dapat mencetuskan
hiperglikemis pada klien diabetes melitus, tetes mata miotik
memperlancar drainase akuos humor dan menurunkan produksinya.
Pengontrolan tekanan intraokular adalah esensial untuk memperbaiki
penglihatan.
Berikan analgesik narkotik yang diresepkan jika klien mengalami nyeri
hebat dan evaluasi keefektifannya.
Rasional : mengontrol nyeri. Nyeri berat akan mencetuskan manuver
Valsava dan meningkatkan tekanan intraokular.
28
3. Ketidakpatuhan (pada program medikasi) yang berhubungan dengan
efek samping pengobatan, kurangnya motivasi, kesulitan mengingat
regimen terapi atau implikasi finansial.
Defisit pengetahuan (tentang proses penyakit, kondisi klinis, rencana
terapi, dan penatalaksanaan di rumah) berhubungan dengan kurangnya
informasi dan/atau mispersepsi informasi yang didapat sebelumnya.
Tujuan, klien akan :
Klien mengetahui penatalaksanaan penyakitnya dan mamou
mengulang dan mendemonstrasikan kembali pendidikan kesehatan
yang diberikan.
Intervensi Keperawatan :
Jika gejala akut terkontrol, berikan informasi tentang kondisinya.
Tekankan bahwa glaukoma memerlukan pengobatan sepanjang hidup,
harus teratur dan tidak terputus.
Rasional : meningkatkan kerja sama klien. Kegagalan klien untuk
mengikuti penatalaksanaan yang ditentukan dapat menyebabkan
kehilangan pandangan progresif dan bhakan kebutaan.
Instruksikan klien untuk mencari pertolongan medis jika
ketidaknyamanan mata dan gejala peningkatan tekanan intraokular
terulang saat menggunakan obat-obatan. Ajari klien tanda dan gejala
yang memerlukan perhatian medis dengan segera.
Rasional : upaya tindakan perlu dilakukan untuk mencegah
kehilangan penglihatan lebih lanjut/komplikasi lain.
Ajarkan klien dan keluarga serta izinkan klien mempraktikkan sendiri
cara pemberian tetes mata. Gunakan teknik aseptik yang baik saat
meneteskan obat mata.
Rasional : meningkatkan keefektifan pengobatan, memberikan
kesempatan untuk klien menunjukkan kompetensi dan mengajukan
pertanyaan.
29
Berikan informasi tentang dosis, nama, jadwal, tujuan, dan efek
samping yang dapat dilaporkan dari semua obat-obatan yang
diresepkan di rumah. Ingatkan klien untuk memberikan tetes mata
sikloplegik hanya pada mata yang terkena karena pada mata yang tidak
sakit obat tetes ini dapat mencetuskan serangan glaukoma tertutup dan
mengancam sisa pandangan klien.
Rasional : penyakit ini dapat dikontrol, bukan diobati dan
mempertahankan konsistensi program pengobatan adalah hal vital.
Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan tekanan
intraokular dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.
Ingatkan klien agar menggunakan obat-obat resep dan jangan membeli
obat-obat bebas atau yang lain tanpa sepengetahuan dokter.
Rasional : penyakit ini dapat dikontrol, bukan diobati dan
mempertahankan konsistensi program pengobatan adalah hal vital.
Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan tekanan
intraokular dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.
Jamin semua instruksi dan informasi tentang obat yang diresepkan
telah diberikan secara tertulis.
Rasional : instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan klien.
Identifikasi efek samping atau reaksi yang merugikan dari pengobatan:
penurunan selera makan, mual/muntah, diare, kelemahan, perasaan
mabuk, penurunan libido, impoten, disritmia, pingsan, gagal jantung
kongestif.
Rasional : efek samping/merugikan obat memengaruhi dari rentang
tak nyaman sampai ancaman kesehatan berat. Sekitar 50% klien akan
mengalami sensitivitas atau alergi terhadap obat parasimpatik (contoh
Pilokarpin) atau obat antikolinesterase. Masalah ini memerlukan
evaluasi medik dan kemungkinan perubahan program terapi.
Tinjau ulang praktik umum untuk keamanan mata.
Rasional : melindungi terhadap cedera mata.
30
- Jika menggunakan bahan kimia sprei di luar ruangan, yakinkan
lubang menghadap jauh dari wajah dan berdiri dengan punggung
melawan angin sehingga tiupan angin jauh dari zat.
- Gunakan kacamata untuk pemajanan yang lama pada sinar
matahari. Jangan pernah secara langsung melihat pada matahari
untuk periode yang lama.
- Jamin sinar yang baik jika membaca.
Dorong klien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup.
Rasional : pola hidup tenang menurunkan respons emosi terhadap
stres, mencegah perubahan okuler yang mendorong iris ked epan.
Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.
Rasional : kecenderungan herediter, dangkalnya bilik anterior,
menempatkan anggota keluarga berisiko pada kondisi ini.
3.1.3 Evaluasi
1. Klien dapat mempertahankan visus optimal.
2. Tidak terjadi komplikasi.
3. Klien mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari secara aman.
4. Klien mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
3.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA KATARAK
3.2.1 Pengkajian
3.2.1.1 Anamnesis
Umur, katarak bisa terjadi pada semua umur tetapi umumnya pada usia
lanjut.
Riwayat trauma, trauma tembus ataupun tidak tembus dapat merusak
kapsul lensa.
Riwayat pekerjaan, pada pekerja laboratorium atau yang berhubungan
dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X.
31
Riwayat penyakit/masalah kesehatan yang ada : beberapa jenis katarak
komplikata terjadi akibat penyakit mata yang lain dan penyakit
sistemik.
Riwayat penggunaan obat-obatan.
3.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Klien mengeluhkan penurunan pandangan bertahap dan tidak nyeri.
Pandangan kabur, berkabut atau pandangan ganda.
Klien juga melaporkan melihat glare/halo di sekitar sinar lampu saat
berkendaraan di malam hari, kesulitan dengan pandangan malam,
kesulitan untuk membaca, sering memerlukan perubahan kacamata dan
gangguan yang menyilaukan serta penurunan pandangan pada cuaca
cerah. Klien juga memberikan keluhan bahwa warna menjadi kabur
atau tampak kekuningan atau kecoklatan. Perlu peningkatan cahaya
untuk membaca.
Jika klien mengalami kekeruhan sentral, klien mungkin melaporkan
dapat melihat lebih baik pada cahaya suram daripada terang, karena
katarak yang terjadi di tengah dan pada saat pupil dilatasi klien dapat
melihat melalui daerah di sekitar keruhan.
Jika nukleus lensa terkena, kemampuan refraksi mata (kemampuan
memfokuskan bayangan ke retina) meningkat. Kemampuan ini disebut
second sight, yang memungkinkan klien membaca tanpa lensa.
Katarak hipermatur dapat membocorkan protein lensa ke bola mata,
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler dan kemerahan
pada mata.
Kaji visus, terdapat penurunan signifikan.
Inspeksi dengan penlight menunjukkan pupil putih susu dan pada
katarak lanjut terdapat area putih keabu-abuan di belakang pupil.
Pada pengkajian ini akan didapatkan kecemasan dan ketakutan kehilangan
pandangan.
3.2.2 Diagnosis dan Intervensi Keperawatan
32
1. Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan
kekeruhan pada lensa mata.
Tujuan, klien akan :
Mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk memproses
rangsangan visual dan mengomunikasikan pembatasan pandangan.
Intervensi Keperawatan :
Kaji dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus) dasar.
Rasional : menentukan seberapa bagus visus klien.
Dapatkan deskripsi fungsi tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat
oleh klien.
Rasional : memberikan data dasar tentang pandangan akurat klien dan
bagaimana hal tersebut memengaruhi keperawatan.
Adaptasikan lingkungan dengan kebutuhan visual klien dengan cara :
- Orientasikan klien dengan lingkungan.
Rasional : memfasilitasi kebebasan bergerak dengan aman.
- Letakkan alat-alat yang sering digunakan dalam pandangan klien
(seperti call light, TV control, teko, tisu).
Rasional : mengembangkan tindakan independen dan meningkatkan
keamanan.
- Berikan pencahayaan yang paling sesuai bagi klien.
Rasional : meningkatkan penglihatan klien. Lokasi katarak akan
memengaruhi apakah cahaya gelap atau terang yang lebih baik.
- Cegah glare (sinar yang menyilaukan).
Rasional : mencegah distres. Katarak akan memecah sinar lampu yang
akan menyebabkan distres.
- Letakkan barang-barang pada tempat yang konsisten.
Rasional : menguatkan atau mendorong penggunaan memori sebagai
pengganti penglihatan.
- Gunakan materi dengan tulisan besar dan kontras (mis. tulisan hitam
pada kertas putih).
33
Rasional : memfasilitasi membaca.
- Cegah penggunaan warna biru, hijau, dan ungu pada materi
cetakan/tulisan.
Rasional : menguningnya lensa akan memantulkan warna-warna
tersebut dan menyebabkan tulisan tersebut hilang atau menjadi
bayangan abu-abu.
- Gunakan sistem “jarum jam” untuk mengorientasikan klien tentang
lokasi makanan pada plate.
Rasional : membantu klien makan.
Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang disukai klien.
Rasional : meningkatkan stimulasi.
Beritahu klien bentuk-bentuk rangsangan alternatif (radio, TV, dan
percakapan).
Rasional : meningkatkan stimulasi. Saat pandangan menjadi terbatas,
beberapa klien mengganti dengan stimulasi yang lain seperti radio dan
TV untuk membaca.
Berikan sumber rangsangan sesuai permintaan.
Rasional : meningkatkan stimulasi.
Rujuk klien ke pelayanan yang memberikan bantuan seperti buku
percakapan dll.
Rasional : meningkatkan stimulasi.
Kolaborasi : pembedahan.
2. Risiko cedera yang berhubungan dengan penurunan visus, umur atau
berada pada lingkungan yang tidak dikenal.
Tujuan :
- Klien tidak mengalami cedera atau gangguan visual akibat jatuh :
- Klien mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan risiko
cedera (jatuh).
- Klien mampu mengidentifikasi dan menyingkirkan benda-benda
berbahaya dari lingkungan.
- Klien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh).
34
- Klien mampu mencegah aktivitas yang meningkatkan risiko cedera.
- Klien mampu menggunakan peralatan untuk mencegah cedera.
Intervensi Keperawatan :
Beritahu klien bahwa penutupan mata dengan bebat dan/atau shield
menyebabkan pandangan monokuler, yang akan mengubah kedalaman
persepsi dan mempersempit lapang pandang.
Rasional : Meningkatkan kepatuhan klien. Klien akan lebih mungkin
melakukan intervensi jika rasional diberikan.
Kurangi risiko bahaya dari lingkungan klien.
Rasional : Mencegah cedera.
o Kunci roda brankart atau tempat tidur.
o Berikan pencahayaan yang adekuat.
o Turun dari tempat tidur dari sisi mata yang tidak sakit dan
tempat tidur berada dalam posisi rendah.
o Pasang pengaman tempat tidur.
o Singkirkan benda-benda yang mudah jatuh (seperti tempat
sampah, tisu, kursi tanpa sandaran) atau benda berbahaya dari
area yang dilewati klien untuk ambulasi.
o Letakkan alat-alat seperti bel pemanggil, tisu, telepon, atau
pengontrol di tempat yang mudah dijangkau klien pada sisi
yang tidak terpengaruh.
o Dorong kien untuk menggunakan pegangan kamar mandi jika
mungkin.
o Bersihkan lantai dari objek kecil seperti peniti, pensil, jarum.
Beritahu klien untuk mengubah posisi secara perlahan.
Rasional : mencegah pusing.
Beritahu klien agar tidak meraih benda untuk stabilitas saat ambulasi.
Rasional : mencegah jatuh akibat perubahan kedalaman persepsi.
Benda/objek mungkin tidak terletak di tempat seperti yang dilihat
35
klien. Meraih yang berlebihan akan mengubah pusat gravitasi yang
akan menyebabkan klien jatuh.
Dorong klien untuk menggunakan peralatan adaptif (tongkat, walker)
untuk ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan sumber stabilitas.
Beritahu klien untuk naik turun tangga 1 kali dalam satu waktu.
Rasional : meningkatkan rasa keseimbangan.
Tekankan pentingnya menggunakan pelindung mata saat melakukan
aktivitas berisiko tinggi seperti ambulasi pada malam hari dan saat berada
di tengah anak-anak atau binatang peliharaan.
Rasional : mencegah cedera.
3. Defisit pengetahuan yang berhubungan degan terbatasnya informasi
atau kesalahan interpretasi informasi yang sudah didapat
sebelumnya.
Hambatan manajemen pemeliharaan rumah yang berhubungan dengan
umur, terbatasnya pandnagan, atau pembatasan aktivitas akibat
pembedahan.
Tujuan, klien akan :
Kembali ke rumah dan bisa merawat diri dengan aman dalam
lingkungan yang telah disiapkan.
Mengembangkan rencana perawatan diri dalam perubahan hidup
yang diinginkan.
Intervensi Keperawatan :
Diskusikan tempat yang diinginkan klien untuk pemulihan
pascaoperasi.
Rasional : Meningkatkan pemulihan. Klien yang paling tahu di tempat
mereka bisa memulihkan keadaannya.
Diskusikan kemampuan klien sekarang untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri dan aktivitas sehari-hari klien.
Rasional : menentukan kebutuhan bantuan, karena sebagian didasarkan
pada tingkat fungsi klien sekarang.
36
Evaluasi bagaimana kemampuan fungsi klien sekarang akan
terpengaruh oleh pembatasan aktivitas dan kebutuhan perawatan
pascaoperasi.
Rasional : menentukan kesadaran klien terhadap pembatasan. Klien
mungkin tidak menyadari perlunya perawatan dan bagaimana aktivitas
normal perlu diubah.
Bantu klien menentukan sisi realistik untuk pemulihan
pascaoperasi.
Rasional : memfasilitasi penerimaan terhadap rencana. Klien seharusnya
terlibat dalam pembuatan keputusan.
Ajarkan klien aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : meningkatkan kepatuhan klien. Klien harus memiliki
pengetahuan sebelum mereka dapat mengimplementasikan tindakan
perawatan di rumah.
- Perawatan diri
- Pemasangan shield
- Penetesan obat mata
- Aktivitas yang diperbolehkan
- Aktivitas yang dibatasi
- Medikasi
- Pemantauan komplikasi
Bantu klien untuk menentukan aktivitas apa yang akan
memerlukan bantuan.
Rasional : menentukan kebutuhan bantuan. Klien mempunyai
pengetahuan terbaik tentang bantuan apa yang diperlukan.
- Perawatan diri
- Menyiapkan makan
- Penetesan obat mata
- Berbelanja
Evaluasi sumber-sumber bantuan (teman/keluarga, perawat
komunitas [perawat terlatih, bantuan perawatan di rumah]).
37
Rasional : menentukan keterjangkauan bantuan. Klien mungkin
memerlukan bantuan yang bervariasi mulai dari belanja (karena mereka
tidak bisa berkendaraan) hingga bantuan dalam menggunakan tetes mata.
Beberapa klien memerlukan bantuan dari orang yang tidak terlatih untuk
pekerjaan rumah tangga dan belanja. Perawat terlatih biasanya mengajari
keluarga klien tentang cara menggunakan obat mata.
Tinjau keamanan rumah klien (lokasi telepon, rencana emerjensi,
adanya karpet).
Rasional : menjamin bahwa klien mempunyai rencana untuk kondisi
emerjensi. Jatuh pada populasi klien ini sering terjadi. Usahakan meja
telepon dapat diraih dari lantai. Mendiskusikan rencana emerjensi akan
membantu klien untuk keluar dari kondisi yang penuh tekanan.
Adaptasi lingkungan rumah untuk memfasilitasi kepatuhan
terhadap pembatasan aktivitas.
Rasional : meningkatkan kepatuhan. Ketidakpatuhan terhadap
pembatasan aktivitas dapat meningkatkan tekanan intraokuler dan
mengancam tajam penglihatan klien.
- Letakkan benda-benda yang diperlukan pada sudut tinggi.
- Menyiapkan makanan
- Menyingkirkan benda-benda kecil dari lantai.
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Katarak dna glaukoma merupakan gangguan yang terjadi pada sistem
penglihatan manusia yang mempunyai tingkatdan klasifikasi masing-
masing sesuai dengan tingkat keparahannya. Katarak Katarak
merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan
seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif
kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang.
Glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang mempunyai
karakteristik umum neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya
fungsi penglihatan. Gangguan pada mata seperti sangat mengganggu
ssitem penglihatan pada manusia karean mereka cenderung akan
menjadi buram dan tidak jelas dalam melihat hal ini juga dapat di
lakukan penyembuhan dengan penatalaksanaan medis seperti operasi.
Kita sebagai seorang perawat harus dapt menerapka asuhan
keperawatan pada klie tersebut gna ntuk mendukung kesembuhan klien
dan memeperbaiki keadaan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Sidarta, Ilyas.2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3.
Jakarta:Balai Pustaka.
Hartono.2007. Oftalmoskopidasar dan klinis. Yogyakarta : Pustaka Cendekia.
Sidarta, Ilyas. 2009. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
Istiqomah, Indriana N..2003.ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN
MATA.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
40