Gizi Dan Sindrom Metabolik

41
GIZI DAN SINDROM METABOLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abad ke-20 memang tepat disebut sebagai era modernisasi. Penyakit-penyakit infeksi mulai bergeser menjadi penyakit degeneratif. Sindrom metabolikmenjadi hal yang patut diwaspadai. Masalahnya, gaya hidup memang sulit diubah. Gaya hidup makan berlebihan, kurang olah raga, stress, dan serba mudah menjadi tren masyarakat perkotaan. Para dokter yang bergerak di bidang sindrom metabolik dan diabetes pun ekstra kerja keras mencari faktor-faktor risiko, status gizi, dan berbagai variabel penentu pada pasien-pasien ini. Semuanya agar ditemukan berbagai faktor yang memudahkan seseorang terkena sindrom metabolic. 1)

description

makalah

Transcript of Gizi Dan Sindrom Metabolik

Page 1: Gizi Dan Sindrom Metabolik

GIZI DAN SINDROM METABOLIK

 BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Abad ke-20 memang tepat disebut sebagai era modernisasi. Penyakit-

penyakit infeksi mulai bergeser menjadi penyakit degeneratif. Sindrom

metabolikmenjadi hal yang patut diwaspadai. Masalahnya, gaya hidup memang

sulit diubah. Gaya hidup makan berlebihan, kurang olah raga, stress, dan serba

mudah menjadi tren masyarakat perkotaan. Para dokter yang bergerak di bidang

sindrom metabolik dan diabetes pun ekstra kerja keras mencari faktor-faktor risiko,

status gizi, dan berbagai variabel penentu pada pasien-pasien ini. Semuanya agar

ditemukan berbagai faktor yang memudahkan seseorang terkena sindrom

metabolic.1)

Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor risiko pada pasien-

pasien dengan resistensiinsulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit

kardiovaskuler yang disebut sebagai sindrom X. Selanjutnya, sindrom X ini

dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindrom metabolik. 2)

Page 2: Gizi Dan Sindrom Metabolik

Sindrom resistensi insulin merupakan suatu kondisi dimana terjadi

penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan

sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Disfungsi metabolik

ini menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yangs erius berupa

penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik

dan perlemakan hati non alkohol serta penyakit-penyakit lainnya. 2)

Pandemi sindrom metabolik berkembang seiring dengan prevalensi obesitas

yang terjadi pada populasiAsia. Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan bahwa

kategori indeks massa tubuh (IMT) obesitas > 25 kg/m2 lebih cocok diterapkan

untuk orang Indonesia, dan pada penelitiannya didapatkan prevalensi sindrom

metabolik adalah 13,13%. Penelitian lain di Depok menunjukkan (2001)

prevalensi sindrom metabolik menggunakan

kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III

(NCEP-III) dengan modifikasi Asian, terdapat pada 25,7% pria dan 25% wanita. 2)

Angka kejadian sindroma metabolik semakin meningkat sejalan dengan terjadinya modernisasi, perubahan pola makan serta kurangnya aktivitas fisik. SM merupakan suatu faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2. Beberapa studi retrospektif menunjukkan bahwa individu SM terkait dengan beberapa keadaan disfungsi dan gangguan patologis seperti hiperinsulinemia, diabetes, penyakit kardiovaskular, hipertensi, gangguan imunologis dan terjadinya beberapa jenis kanker. 3)

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka disusun rumusan masalah pada makalah ini yakni :

1. Bagaimana konsep dasar sindrom metabolik?2. Bagaimana hubungan pola makanan dengan kejadian sindrom metabolik ?3. Bagaimana hubungan aktivitas fisik terhadap kejadian sindrom metabolik?

Page 3: Gizi Dan Sindrom Metabolik

4. Bagaimana hubungan konsumsi alkohol terhadap kejadian sindrom metabolik?

5. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap kejadian sindrom metabolik?6. Bagaimana pengaruh pelayanan kesehatan terhadap kejadian sindrom

metabolik?7. Bagaimana kejadian sindrom metabolik di kalangan perokok?8. Bagaimana pengaruh peningkatan umur dan berat badan dapat meningkatkan

prevalensi sindrom metabolik?9. Bagaimana hubungan obesitas abdominal dengan sindrom metabolik?10. Bagaimana peranan glukokortikoid pada sindrom metabolik?11. Bagaimana hubungan hiperurekemia dengan sindrom metabolik?12. Bagaimana hubungan sindrom metabolik dengan berbagai penyakit

degenaratif ?13. Bagaimana hubungan diabetes mellitus tipe 2 dengan kejadian sindrom

metabolik?

C. Tujuan PenulisanTujuan UmumTujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan

gizi dengan sindrom metabolik.Tujuan Khusus

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :1. Konsep dasar sindrom metabolic.2. Hubungan pola makanan dengan kejadian sindrom metabolic.3. Hubungan aktivitas fisik terhadap kejadian sindrom metabolic.4. Hubungan konsumsi alkohol terhadap kejadian sindrom metabolic.5. Adanya pengaruh lingkungan terhadap kejadian sindrom metabolic.6. Pengaruh pelayanan kesehatan terhadap kejadian sindrom metabolic.7. Gambaran kejadian sindrom metabolik di kalangan perokok.8. Pengaruh peningkatan umur dan berat badan dapat meningkatkan prevalensi

sindrom metabolic.9. Hubungan obesitas abdominal dengan sindrom metabolic.10. Peranan glukokortikoid pada sindrom metabolic.11. Hubungan hiperurekemia dengan sindrom metabolic.12. Hubungan sindrom metabolik dengan berbagai penyakit degenaratif.13. Hubungan diabetes mellitus tipe 2 dengan kejadian sindrom metabolic.

D. Manfaat Penulisan

Page 4: Gizi Dan Sindrom Metabolik

1. Bagi PenulisDengan adanya makalah ini, maka penulis dapat mengetahui lebih jauh

mengenai sindrom metabolic.2. Bagi Pembaca

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat mengetahui seluk beluk sindrom metabolik.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sindrom Metabolik

Sindrom resistensi insulin merupakan suatu kondisi dimana terjadi

penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan

sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Disfungsi metabolik

ini menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yangs erius berupa

penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik

dan perlemakan hati non alkohol serta penyakit-penyakit lainnya. 2)

Sindroma metabolik merupakan suatu faktor risiko multipel untuk penyakit

kardioserebrovaskular, dan sindrom ini berkembang melalui kerjasama yang saling

terkait antara obesitas dan kerentanan metabolik. Sindroma ini merupakan salah

satu risiko untuk penyakit kardiovaskular aterosklerotik – atherosclerotic

cardiovascular disease (ASCVD).

Sindroma ini pertama kali diamati dan dilaporkan pada tahun 1923 yang

mengkategorikannya sebagai gabungan dari hipertensi, hiperglikemia, dan gout.

Berbagai abnormalitas metabolik lain dikaitkan dengan sindroma ini diantaranya

obesitas, mikroalbuminuria, dan abnormalitas fibribolisis dan koagulasi. Pada

Page 5: Gizi Dan Sindrom Metabolik

tahun 1998, WHO memperkenalkan istilah sindroma metabolik. Beberapa kriteria

diagnosa untuk menegakkan sindrom ini kemudian dikemukakan diantaranya

kriteria WHO dan kriteria dari The Third Report of the National

Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Tretment Panel III.4)

WHO sendiri menyebutnya dengan nama sindrom metabolic yang di tandai

paling sedikit tiga di antara lima criteria dalam NCEP-ATP III (the National

Cholesterol Education Program – Adult Treatment Panel III). Menurut Profesor

Askandar, lingkaran perut yang melebihi 90 cm (pada laki-laki) atau 80 cm (pada

wanita) dengan kadar trigliserida di atas normal (lebih dari 175 mg%) sudah

menunjukkan kemungkinan besar adanya sindrom metabolik. 5)

B. Epidemiologi Sindrom MetabolikPrevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang

digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki-laki kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.6-7)

Laporan yang dipublikasikan oleh NCEP ATP III tahun 2001 memperkirakan bahwa paling kurang 47 juta orang Amerika akan menderita sindrom metabolik pada tahun 2010. Sedangkan di eropa, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hu G et al. pada tahun 2004, ditemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik adalah 15,7% pada pria dan 14,2% pada wanita. Untuk wilayah mediterania, Ferrannini et al pada tahun 1991 menemukan bahwa lebih dari 70% orang dewasa memiliki minimal satu karakteristik utama dari sindrom metabolik. Penelitian yang dilaksananakan oleh ATTICA pada tahun 2006

Page 6: Gizi Dan Sindrom Metabolik

yang membandingkan 1500 pria dan wanita Yunani, menemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik sebesar 25% pada pria dan 15% pada wanita.8)

Prevalensi sindrom metabolik pada masyarakat Portugis sebesar 27% pada wanita dan 19% pada pria (Santos AC et al, 2004). Hasil yang hampir sama ditemukan pula di masyarakat Korea pada penelitian yang dilakukan oleh Oh JY et al (2004), yaitu prevalensi sindrom metabolik sebesar 29% pada pria dan 17% pada wanita, sedangkan pada penelitian yang juga dilakukan di Korea oleh Lee WY et al (2004) menemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13%. Athyros (2005) yang meneliti populasi yunani utara, melaporkan bahwa prevalensi sindrom metabolik pada sampel dengan penyesuaian umur berdasarkan defenisi NCEP ATP III sebesar 25%, sedangkan menurut defenisi IDF prevalensi sindrom metabolik sebesar 43%.9)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh John MF Adam (2006) di kota Makassar, diketahui bahwa prevalensi sindrom metabolik sebesar 19%. Sedangkan penelitian yang dilakukan di RS Akademis Jaury Yusuf Makassar menemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik sebesar 33,4% dengan total penderita sebanyak 407 orang. Kelompok usia dengan persentase tertinggi yang menderita sindrom metabolik di Kota Makassar adalah 46–55 tahun yakni 35,9%. Meskipun demikian usia <>8)

Salah satu faktor gaya hidup yang sangat berkaitan erat dengan kejadian sindrom metabolik adalah pola konsumsi. Konsumsi karbohidrat merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan berat badan, obesitas, diabetes, dan sejumlah penyaktit lainnya. Penting untuk diketahui bahwa permasalahan seperti ini kemungkinan terkait erat dengan konsumsi karbohidrat yang salah, misalnya konsumsi karbohidrat sederhana yang tinggi (misalnya gula pasir), bukan karbohidrat kompleks. Proporsi karbohidrat kompleks yang besar dalam diet sangat dianjurkan. Diet tinggi serat telah mendapat perhatian besar dalam beberapa tahun terakhir disebabkan karena hubungannya dengan peningkatan insiden beberapa gangguan metabolik seperti hipertensi, diabetes, obesitas, penyakit jantung dan kanker usus. Lemak merupakan istilah umum yang digunakan untuk minyak, lemak dan lilin. Biasanya intake energi setiap hari mengandung 30% lemak, akan tetapi tidak boleh lebih dari 10% dari kalori ini bersumber dari lemak jenuh (hewani). Energi selebihnya seharusnya didapatkan dari lemak polyunsaturated atau monounsaturated.8)

C. Etiologi Sindrom MetabolikEtiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu

hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga

Page 7: Gizi Dan Sindrom Metabolik

dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin, dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark miokard.9-10)

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan sindroma metabolik, yaitu:1. Obesitas

Pola hidup barat atau westernized seperti gemar mengonsumsi junk food, makanan berlemak dan makanan yang manis-manis dalam waktu agak lama akan mengakibatkan obese, terutama yang berbahaya adalah jenis obesitas abdominal. Obesitas jenis ini banyak terjadi pada orang Indonesia. Sejatinya lemak disimpan terutama di jaringan adiposit pada jaringan subkutan dan pada rongga intraperitoneal, walaupun hati dan jaringan tubuh lainnya sering kali menimbun cukup lemak pada orang obeses.10)

Lemak mudah ditimbun di daerah perut (peritonium) namun lebih mudah pula untuk mengalami lipolisis sehingga akan terdapat dalam jumlah besar di peredaran darah. Komposisi lemak yang tinggi dalam darah memicu timbulnya atherosklerosis, kecenderungan trombosis dan kelainan kardiovaskuler lain. Pada stadium tiga mulailah masuk stadium preklinik. Sindroma metabolik pada umumnya mulai terjadi pada stadium ini. Sampai sekarang obese dianggap sebagai faktor yang memberikan kontribusi pada tingginya risiko penyakit jantung dan penyakit metabolik lain yang dikenal dengan sindrom metabolik.11)

2. Pengangkutan dan Penyempitan Lipid

Peristiwa yang dialami unsur-unsur makanan setelah dicerna dan diserap

adalah mengalami metabolisme intermediat. Tapi sebelumnya unsur makanan akan

melalui pengangkutan dan penyimpanan. Yang terjadi pada obese sangat erat

hubungannya dengan gangguan pengangkutan dan penyimpanan lipid. Lipid

adalah senyawa yang sukar larut dalam air, sehingga tubuh memerlukan perantara

yang dapat membuatnya terabsorbsi yaitu apolipoprotein. Apolipoprotein adalah

salah satu bentuk senyawa protein yang sebagian besar diproduksi hati dan

Page 8: Gizi Dan Sindrom Metabolik

dikhususkan untuk membantu transpor lipid dalam jaringan. Ketika apolipoprotein

telah bergabung dengan lipid maka disebut lipoprotein. Ada 5 jenis lipoprotein

berdasarkan susunan apolipoprotein yang membentuknya.12)

Kilomikron berperan dalam transpor lemak pre-hepar yaitu membantu lemak

terabsorbsi ke dalam mukosa usus halus, selanjutnya ditranspor keatas melalui

duktus torasikus yang bersirkulasi ke hati (Guyton, 2003). VLDL punya peran

penting dalam mentranspor lemak dalam bentuk trigliserida ke jaringan adiposa.

Penumpukan lemak pada adiposa inilah yang menyebabkan seseorang obese

terlihat gemuk. LDL adalah salah satu lipoprotein yang bersifat buruk dalam tubuh,

fungsinya berkaitan dengan pengangkutan kolesterol keluar dari hati. Tingginya

kadar LDL merupakan tanda buruk yang memungkinkan terjadinya

atherosklerosis. HDL punya fungsi yang berkontradiksi dengan LDL. Jika LDL

membawa kolesterol keluar dari hati, maka HDL membawa kolesterol tadi masuk

ke sirkulasi hati untuk dipecah menjadi ester kolesteril. 12)

3. Tingginya kadar Trigliserid dan Perlemakan HatiPada orang obese terjadi akumulasi lemak khususnya trigliserid dalam jumlah besar di jaringan adiposa. Hal ini disebabkan karena sel-sel hati sudah tidak mampu menampung cadangan lipid sehingga mobilisasi lipid berlangsung sangat cepat ke jaringan adiposa. Akumulasi yang ekstensif dianggap sebagai suatu keadaan patologik (Mayes, 2003). Bila lemak yang telah disimpan dalam jaringan adiposa hendak digunakan dalam tubuh untuk menghasilkan energi, pertama-tama lemak harus ditranspor dari jaringan adiposa ke jaringan lain.12)

Lemak ditranspor terutama dalam bentuk asam lemak bebas. Keadaan ini dicapai dengan hidrolisis trigliserida kembali menjadi asam lemak dan gliserol sewaktu meninggalkan sel lemak, asam lemak mengalami ionisasi kuat dalam plasma dan gugus ioniknya segera bergabung dengan molekul albumin protein plasma. 16)Ketidakseimbangan pada kecepatan pembentukan dan pengeluaran triasilgliserol menyebabkan perlemakan hati. Perlemakan hati dapat digolongkan

Page 9: Gizi Dan Sindrom Metabolik

ke dalam 2 kategori utama. Tipe pertama berkaitan dengan kenaikan kadar asam lemak bebas di dalam plasma darah sebagai akibat dari tingginya kadar trigliserida. Tipe kedua biasanya disebabkan oleh penyekatan metabolik pada produksi lipoprotein plasma, yang memungkinkan triasilgliserol terakumulasi. 12)

4. Abnormalitas Kadar HDL dan LDLSejumlah penelitian dengan menggunakan VLDL berlabelkan apo B-100 telah memperlihatkan bahwa VLDL merupakan prekursor IDL, dan IDL adalah prekursor LDL. Tingginya VLDL yang digunakan untuk memobilisasi lemak mengakibatkan kadar LDL naik diatas normal. Namun, naiknya kadar LDL tidak dibarengi dengan naiknya kadar HDL. Yang terjadi justru sebaliknya, ketika pasokan lemak di hati melebihi normal, VLDL akan disintesis dengan cepat sehingga apoprotein C dan E berada di bawah kadar normal untuk biosintesis HDL. Secara tidak langsung dikatakan bahwa konsentrasi HDL bervariasi timbal-balik dengan konsentrasi triasilgliserol plasma dan secara langsung dengan aktivitas VLDL. 12)

5. Resistensi InsulinHasil penelitian menunjukkan orang obese sangat rentan dengan resistensi insulin yang dapat mengakibatkan Diabetes Melitus tipe 2. Berbeda dengan tipe 1, jika dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi insulin plasma. Hal ini terjadi sebagai upaya kompensasi oleh sel beta pankreas terhadap penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi yang dikenal sebagai resistensi insulin. Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan obesitas dengan resistensi insulin masih belum pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah reseptor insulin pada orang obese lebih sedikit dibandingkan jumlah reseptor pada orang kurus. 13) Insulin adalah hormon anabolik dengan berbagai efek metabolik yang kuat. Secara garis besar dapat dijelaskan bahwa bilamana reseptor insulin terphosphorilasi segera setelah terjadi ikatan dengan insulin, maka signal interaksi tersebut akan dilanjutkan melalui dua jalur yang berbeda.

Jalur pertama akan terjadi ikatan dengan protein IRS (insulin receptor

substrate) yaitu IRS-1, dan jalur kedua berikatan dengan Shc (Srchomology and

collagen-like protein) (Bloomgarden Gatot, 2003). Aktifasi kedua komponen

tersebut berikatan dengan protein signal downstream yang sesuai dengan

kebutuhan fisiologis tubuh. Konsekuensi aktifasi komponen intraseluler tersebut

akan mengaktifasi transporter glukosa yang sensitif terhadap insulin yaitu GLUT4,

Page 10: Gizi Dan Sindrom Metabolik

yang terutama terdapat pada jaringan otot skeletal dan adiposa.14)Dalam keadaan

terjadinya gangguan phosphorilasi reseptor insulin, walaupun ketersediaan insulin

banyak (hiperinsulinemia), maka tetap saja tidak terjadi aktifasi GLUT4 yang

mengakibatkan transporter tersebut tidak dapat mengangkut glukosa masuk ke

dalam jaringan otot (glucose uptake disorder). Keadaan ini disebut sebagai

resistensi insulin.15)

D. Patofisiologi Sindrom Metabolik Suatu sindrom adalah suatu kumpulan tanda yang secara tipikal terjadi bersama-sama. Sindrom semacam ini acapkali berasal dari kesalahan (error) bukan pada satu organ atau jaringan tunggal, seperti pada infarksi myocardial, sirosis liver, atau tumor otak, tapi dari control sistemik fungsi dari beberapa organ yang menolak. 16)

Sindrom metabolic biasanya dianggap mencakup dua symptom utama, resistensi insulin dan obesitas visceral, dengan penambahan hipertensi dan dislipidemia dalam bentuk naiknya konsentrasi trigliserida yang bersirkulasi dan partikel-partikel very low concentration of high-density lipoprotein (VLDL) yang kaya trigliserida dan konsentrasi yang rendah dari partikel high-density lipoprotein (HDL). 16)

Resistensi Insulin - DislipidemiaSindroma metabolik dan diabetes melitus mempunyai kelainan dasar yang

sama, yaitu adanya resistensi insulin. Pada mereka, metabolism lipoprotein sedikit berbeda dengan mereka yang bukan resistensi insulin. Dalam keadaan normal tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energy. Namun, pada resistensi insulin, hormone sensitive lipase di jaringan adipose akan menjadi semakin aktif sehingga lipolisis trigliserdia di jaringan adipose akan semakin meningkat. Keadaan ini akan menghasilkan asam lemak bebas (free fatty acid) yang berlebihan. Asam lemak bebas akan memasuki aliran darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energy, dan sebagian akan dibawa ke hati sebagai bahan baku pembentukan trigliserid. Di hati asam lemak bebas akan menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Oleh karena itu VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya akan trigliserid, disebut VLDL kaya trigliserid atau VLDL besar. 17)

Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester dari kolesterol-LDL. Hal mana akan menghasilkan LDL yang kaya

Page 11: Gizi Dan Sindrom Metabolik

akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester deleted LDL). Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase yang biasanya meningkat pada resistensi insulin, sehingga menghasilkan LDL yang kecil tetapi padat (small dense LDL). Partikel LDL kecil padat ini sifatnya mudah teroksidasi oleh karena itu sangat aterogenik. Trigliserid VLDL besar juga dipertukarkan dengan kolesterol ester dari HDL dan menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tapi kaya trigliserid. Kolesterol bentuk demikian lebih mudah dikatabolisme oleh ginjal sehingga jumlah HDL serum menurun. Oleh karena itu pada resistensi insulin terjadi kelainan profil lipid serum yang khas yaitu kadar trigliserid tinggi, kolesterol HDL-rendah, dan meningkatnya subsfraksi LDL kecil padat. 17)

Dislipidemia – AtherosklerosisDislipidemia yang akan menimbulkan sters oksidatif umum terjadi pada

keadaan resistensi insulin atau sindrom metabolik. Keadaan ini terjadi akibat gangguan metabolism lipoprotein yang disebut lipid triad, meliputi: 1. Peningkatan kadar VLDL atau trigliserida, 2. Penurunan kadar kolesterol HDL, 3. Terbentuknya small denseLDL yang lebih bersifat aterogenik.18)

Penigkatan kadar VLDL, trigliserida, dan small dense LDL kolesterol, serta penurunan kadar HDL kolesterol yang bersifat anti-aterogenik, anti oksidan, dan anti inflamasi akan mengurangi cadangan anti oksidan alamiah.18)

Lipoprotein mempunyai fungsi mengangkut lipid ke seluruh tubuh, dimana LDL terutama berperan dalamtransport apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalam transport trigliserid yang mengandung Apo E, sedangkan HDL berperan dalam mengangkut kembali kolesterol yang mengandung anti inflamasi dan anti oksidan alamiah, yaitu Apo A. Molekul protein dari lipoprotein ini akan akan mengalami modifikasi karena proses oksidasi, glikosilasi, dan glikoksidasi dengan hasil akhir akan terjadi peningkatan stress oksidatif dan terbentuknya spesies oksigen radikal. Disamping itu, modifikasi lipoprotein akan mengalami retensi di dalam tunica intima yang memicu terjadinya aterogenesis.18)

HDL membawa lemak keluar sel untuk diuraikan, dan diketahui bersifat protektif melawan aterosklerosis. Namun, LDL dan VLDL membawa lemak ke seluruh sel tubuh, termasuk sel endotel arteri. Lipoprotein merembes ke dalam sel akibatnya kolesterol dan trigliserida dilepaskan ke dalam sel. Di dinding arteri, oksidasi kolesterol dan trigliserida menyebabkan pembentukan radikal-radikal bebas yang diketahui merusak sel-sel endotel.19)

Resistensi Insulin – Obesitas SentralLipogenesis adalah proses deposisi lemak dan meliputi proses sintesis asam

lemak dan kemudian sintesis trigliserida yang terjadi di dalam hati pada daerah sitoplasma dan mitokondria dan jaringan adipose. Energy yang berasal dari lemak dan melebihi kebutuhan tubuh akan tersimpan dalam jaringan lemak. Lipogenesis dirangsang oleh diet tinggi karbohidrat, namun juga dihambat oleh adanya asam

Page 12: Gizi Dan Sindrom Metabolik

lemak tak jenuh ganda dan dengan berpuasa. Efek tersebut sebagian diperantarai oleh hormone yang menghambat (seperti hormone pertumbuhan, leptin) atau merangsang (seperti insulin) lipogenesis.20)

Insulin mungkin merupakan factor hormonal terpenting yang mempengaruhi lipogenesis. Insulin menstimulasi lipogenesis dengan cara meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan adipose melalui transporter glukosa menuju membrane plasma. Insulin juga mengaktivasi enzim lipogenik dan glikolitik melalui modivikasi kovalen. Efek tersebut dicapai dengan mengikat insulin pada reseptor insulin di permukaan sel sehingga mengaktivasi kerja tirosin kinase-nya dang meningkatkan efek downstream melalui fosforilasi tirosin. Insulin juga mempunyai efek jangka panjang pada gen lipogenik, mungkin melalui factor transkripsi Sterol Regulatory Element Binding Protein-1 (SREBP-1). Selain itu insulin menyebabkan SREBP-1 meningkatkan ekspresi dan kerja enzim glukokinase, dan sebagai akibatnya, meningkatkan konsentrasi metabolit glukosa yang dianggap menjadi perantara dan efek glukosa pada ekspresi gen lipogenik. 20)

Insulin mempunyai peran penting dalam lipogenesis. Apabila terjadi resistensi insulin/hiperinsulinemia, maka hal tersebut dapat mengganggu proses penyimpanan maupun sintesis lemak (lipogenesis). Insulin merangsang terjadinya lipogenesis, sehingga ketika terjadi hiperinsulinemia, maka insulin akan merangsang penyimpanan dan sintesis lemak. Peningkatan penyimpanan dan sintesis lemak tersebut dapat menyebabkan obesitas. 20)

Obesitas disebabkan oleh keseimbangan energi positif, baik oleh peningkatan intake energi maupun menurunnya output energi, atau keduanya. Pasien yang diobati dengan glucocorticoid seringkali menjadi obesitas dengan lokalisasi sentral akibat lemak berlebihan. Pasien semacam itu seringkali melaporkan rasa lapar yang besar sekali, yang dapat diamati secara objektif di bangsal-bangsal klinik. Ukuran eksperimen langsung pada manusia memperlihatkan bahwa dengan pemberian glucocorticoid, level leptin meningkat, yang diperkirakan akan menurunkan intake makanan melalui induksi satietas (kepuasan yang berlebih).16)

Bukti menyarankan bahwa kemungkinan bahwa sekresi cortisol pada kenyataannya dapat terlibat bukan hanya dalam distribusi lemak tubuh ke depot sentral, tapi juga dapat meningkatkan total massa lemak tubuh melalui peningkatan intake makanan. Bidang ini menarik minat besar dan seharusnya mendapat perhatian lebih jauh. Khususnya, diperlukan studi jangka panjang. Cortisol di-oversekresi setelah penolakan stres. Bahwa cortisol dapat meningkatkan intake makanan, memunculkan pertanyaan tentang keberadaan fenomena “stres eating.” 16)

Sekelompok subjek dijadikan sasaran test stres laboratorium yang terstandarisasi, dan diukurlah saliva cortisol. Selanjutnya mereka diizinkan makan

Page 13: Gizi Dan Sindrom Metabolik

snack, tidak sadar kalau konsumsinya ikut dicatat. Yang dihasilkan kemudian bahwa mereka yang memperlihatkan peningkatan cortisol selama test stres juga makan lebih banyak setelahnya. 16)

Ringkasnya, sindrom metabolik dengan peningkatan depot lemak viskeral seringkali disatukan dengan obesitas yang digeneralisir. Ada kemungkinan bahwa ini diakibatkan oleh interferensi/gangguan regulasi intake energi secara bersamaan melalui gangguan neuroendokrin dari sindrom tersebut. Inaktivitas fisik barangkali merupakan bagian penting dari hal tersebut, karena aktivitas fisik merupakan pengobatan yang efisien pada sindrom tersebut.16)

Resistensi Insulin – HipertensiHubungan antara tekanan darah, obesitas dan insulin hingga kini masih

menjadi bahan perdebatan, dengan hasil-hasil yang kontroversial. Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan antara tekanan darah, resistensi/daya tahan insulin, dan hiperinsulinemia; beberapa lainnya tidak ditemukan; sementara yang lainnya menunjukkan hasil-hasil beragam dalam beberapa sub grup.16)

Mekanisme-mekanisme tersebut termasuk meningkatkan retensi-sodium, tapi gambarannya masih kabur. Terdapat bukti-bukti yang patut dipertimbangkan bahwa insulin menyebabkan retensi-sodium pada percobaan akut, tapi konsekuensi pra-asumsi jangka panjang – pembesaran volume dengan meningkatnya tekanan darah – nampaknya belum menunjukkan hasil yang meyakinkan. 16)

Hipotesis mekanistis lain adalah bahwa insulin bisa beraksi melalui rangsangan sistem saraf simpatik pusat. Hipotesis ini sulit dibuktikan pada manusia karena susahnya mengukur aktivitas sistem saraf simpatik. Misalnya, konsentrasi plasma atau aliran kencing catecholamine mengukur aktivitas total sistem saraf simpatik, tapi konsentrasi yang cukup untuk mengatur tekanan darah barangkali terlalu kecil untuk dideteksi. 16)

Pasien pengidap insulinoma dan meningkatnya tingkat insulin secara berkesinambungan tidak menjadi hipertensif, dan keberhasilan pembedahan tidak diikuti dengan perubahan pada tekanan darah. Satu-satunya masalah utama pada keseluruhan pendekatan ini adalah, kadang-kadang hipertensi primer/utama pada manusia berkembang melalui beberapa tahap: Meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik pada tahap awal, dan menghilang pada tahap berikutnya. 16)

Pengaruh faktor-faktor tekanan lingkungan adalah ciri utama patogenik dari hipertensi utama. Ketika sindrom metabolik dengan resistensi insulin dan hyperinsulinemia ditambahkan, kemungkinan besar insulin dapat memperkuat tingginya tekanan darah tinggi dengan insulin sebagai unsur aktif. 16)

Perkembangan terbaru lainnya dari ketertarikan pathogenesis hipertensi pada sindrom metabolik adalah hubungan antara leptin dengan sistem saraf simpatik. Leptin dihasilkan utamanya di jaringan adipose dan berkembang pada hewan yang gemuk dan manusia gemuk, sebanding dengan massa jaringan adipose. Walaupun

Page 14: Gizi Dan Sindrom Metabolik

awalnya leptin ditemukan tidak hanya meningkatkan kejenuhan melalui reseptor hypothalamic dan rangsangan thermogenesis, studi-studi terbaru mengindikasikan bahwa leptin juga mengaktifkan/menggerakkan sebagian sistem saraf simpatik yang mengatur tekanan darah. 16)

Sistem leptin juga penting bagi regulasi tekanan darah pada manusia, dan bisa menunjukkan mengapa tidak semua orang gemuk tidak terkena hipertensi. Sindrom metabolik seringkali digabungkan dengan obesitas, sehingga mekanisme ini menjadi penting bagi regulasi tekanan darah pada sindrom ini, terutama karena sistem saraf simpatik pusat dengan jelas dapat dilihat terlibat. 16)

Kesimpulan, jadi ada tiga penjelasan utama hipertensi pada sindrom metabolik, yaitu meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik pusat, insulin dan meningkatnya leptin dari obesitas pendampingan. Faktor pemicu pada tahap awal hipertensi primer kemungkinan besar seringnya aktivitas sistem saraf simpatik. Meratanya tinggi hipertensi pada sindrom metabolik dengan obesitas kemungkinan besar disebabkan oleh efek tambahan meningkatnya leptin dan insulin, dan rangsangan sistem saraf simpatik pusat. 16)

Resistensi Insulin – Diabetes MelitusDalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan

tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Sekresi insulin normal yang biphasic ini akan muncul setelah adanya rangsangan seperti glukosa dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan berfungsi menjaga regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapatkan beban. Kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah normal, sekaligus mencerminkan metabolism glukosa yang fisiologis.21)

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion response = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relative tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Selanjtnya, setelah sekresi fase 1 berakhir muncul sekresi fase 2 (sustainable phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang relative lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relative lebih lama, puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Hal tersebut terjadi untuk memnuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (pascaprandial) tetap dalam batas-batas normal. 21)

Page 15: Gizi Dan Sindrom Metabolik

Adanya gangguan pada mekanisme kerja insulin, menimbulkan hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal dengan sebutan diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), gangguan metabolism glukosa disebabkan oleh dua factor, yaitu tidak adekuatnya sekresi insulin secara kuantitatif (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan disfungsi sel beta beta dan resistensi insulin adalah dua factor etiologi yang bersifat bawaan (genetic). 21)

Gangguan metabolism glukosa yang terjadi, pada mulanya disebabkan oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin. Kelainan tersebut berupa gangguan sekresi insulin oleh sel beta, dimana sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin yang terjadi, menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP), yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum) atau disebut juga dengan lonjakan glukosa darah setelah makan. 21)

HAP yang muncul akibat tidak normalnya fase 1, memberi dampak yang ditimbulkan oleh gangguan fase 2 sekresi insulin. Secara etiologis, HAP pada gangguan metabolism glukosa sebenarnya bukan semata-mata disebabkan oleh inadekuatnya sekresi insulin fase 1. Ada satu factor lainnya yang juga ikut berperan yakni jaringan tubuh subyek bersangkutan yang secara genetic kurang sensitive (resisten) terhadap insulin. 21)

Secara fisiologis, dampak peningkatan kadar glukosa darah yang diakibatkan gangguan fase 1, diusahakan mengatasinya oleh fase 2 sekresi insulin. Pada mulanya, melalui mekanisme kompensasi, bahkan sering overkompensasi, insulin disekresi secara berlebihan untuk tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Dapat dipahami bahwa lambat laun usaha ini akan berakhir pada tahap kelelahan sel beta (exhaustion) yang disebut tahap dekompensasi sehingga terjadi defisiensi insulin secara absolute. Pada tahap akhir ini, metabolism glukosa semakin buruk karena peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) tidak hanya oleh karena resistensi insulin, tapi disertai pula oleh kadar insulin yang telah begitu rendahnya. 21)

Dengan berlanjutnya penyakit, tingkat atau derajat resistensi tubuh terhadap insulin akan semakin tinggi. Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase toleransi glukosa terganggu (TGT) menjadi diabetes mellitus tipe 2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut factor resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia serta berbagai kerusakan jaringan. 21)

Dikatakan bahwa pada saat tersebut factor resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia serta berbagai kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan yang terjadi terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada saat

Page 16: Gizi Dan Sindrom Metabolik

diabetes. Tingginya tingkat resistensi insulin pada tahap ini dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa. Hal tersebut sejalan dengan apa yang terjadi di jaringan hepar, semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar. Hiperglikemia yang terjadi pada gangguan metabolism glukosa akibat gangguan kinerja insulin (defisiensi dan resistensi), selanjutnya memberi dampak metabolism dan kerusakan jaringan lainnya secara langsung atau tidak langsung. 21)

Jadi, perjalanan penyakit diabetes mellitus tipe 2, pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negative terhadap kinerja fase 2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan metabolism glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolism lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. 21)

E. Kriteria Sindrom MetabolikHingga saat ini ada 3 definisi SM yang telah diajukan, yaitu definisi World

Health Organization (WHO), NCEP ATP-III dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda.22)

Pada tahun 1988, Alberti dan Zimmet atas nama WHO menyampaikan definisi SM dengan komponen-komponennya antara lain : (1) gangguan pengaturan glukosa atau diabetes (2) resistensi insulin (3) hipertensi (4) dislipidemia dengan trigliserida plasma > 150 mg/dL dan/atau kolesterol high density lipoprotein (HDL-C) <> 0,90; wanita: waist-to-hip ratio > 0,85) dan/atau indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2; dan (6) mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate > 20 μg/min atau rasio albumin/kreatinin > 30 mg/g). SM dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut. 22)

Kriteria diagnosis telah ditetapkan oleh NCEP ATP dan IDF tahun 2005, namun pada beberapa kasus mungkin ditemukan tingginya LDL dan risiko asam urat.

Tabel 1.

Kriteria Diagnosis oleh NCEP ATP III dan IDF

Page 17: Gizi Dan Sindrom Metabolik

Common definitions for metabolic syndrome

CriterionNCEP ATP III*

(3 or more criteria)

IDF *(abdominal obesity

plus 2 or more other criteria)

Abdominal obesity- Men- Women

> 40 inches>35 inches

≥ 37 inches≥ 31,5 inches

Hypertriglyceridemia ≥ 150 mg/dl ≥ 150 mg/dlLow HDL

- Men- Women

<><>

<><>

Hypertension

≥ 130/85 mm HgOr on antihypertensive medication

≥130/85 mm Hg

Impaired fasting glucose diabetes

110 mg/dL*Or taking insulin or hypoglycemic meditation

100 mg/dL

Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP-ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida > 150 mg/ dL), kadar HDL-C <> 130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL. 22)

Belum ada kesepakatan kriteria sindroma metabolik secara internasional, sehingga terdapat beberapa definisi yang sering digunakan. Berikut ini adalah gambaran perbedaan tiga defenisi yang sering digunakan :

Tabel 2Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik menurut WHO (World Health Organization) dan NCEP-ATP III (the National Cholesterol Education

Program- Adult Treatment Panel III)

Komponen

Kriteria diagnosis WHO:

Resistensi insulin plus :

Kriteria diagnosis ATP III :

3 komponen dibawah ini

Obesitas Waist to hip ratio : Lingkar pinggang :

Page 18: Gizi Dan Sindrom Metabolik

abdominal/ sentral Laki2 : > 0.90;Wanita : > 0.85, atauIMB > 30 kg/m2

Laki2 : > 102 cm (40 inchi)Wanita : > 88 cm (35 inchi)

Hipertrigliseridemia

³ 150 mg/dl (³ 1.7 mmol/L)

³ 150 mg/dl (³ 1.7 mmol/L)

HDL Cholesterol ♂ <>♀ <>

♂ <>♀ <>

Hipertensi TD ³ 140/90 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensif

TD ³ 130/85 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensif

Kadar glukosa darah tinggi

Toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa terganggu, resistensi insulin atau DM

³ 110 mg/dl atau ³ 6.1 mmol/L

Mikroalbuminuri Ratio albumin urin dan kreatinin 30 mg/g atau laju ekskresi albumin 20 mcg/menit

F. Cara Diagnosis Sindrom MetabolikHingga saat ini ada 3 definisi SM yang telah diajukan, yaitu definisi World

Health Organization (WHO), NCEP ATP-III dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda. Pada tahun 1988, Alberti dan Zimmet atas nama WHO menyampaikan definisi SM dengan komponenkomponennya antara lain : (1) gangguan pengaturan glukosa atau diabetes (2) resistensi insulin (3) hipertensi (4) dislipidemia dengan trigliserida plasma > 150 mg/dL dan/atau kolesterol high density lipoprotein (HDL-C) <> 0,90; wanita: waist-to-hip ratio > 0,85) dan/atau indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2; dan (6) mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate > 20 μg/min atau rasio albumin/kreatinin > 30 mg/g). SM dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut.22)

Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP-ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliseridemia (kadar serum

Page 19: Gizi Dan Sindrom Metabolik

trigliserida > 150 mg/ dL), kadar HDL-C <> 130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL. 22)

Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas sentral menjadi indikator utama terjadinya SM sebagai dasar pertimbangan dikeluarkannya diagnosis terbaru oleh IDF tahun 2005. Seseorang dikatakan menderita SM bila ada obesitas sentral (lingkar perut > 90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut > 80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida > 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL-C: <> 130 mmHg atau diastolik > 85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula darah puasa (GDP) > 100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2. Hingga saat ini masih ada kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator SM yang terbaru tersebut. 22)

G. Evaluasi Klinik Sindrom MetabolikTerhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah

dilakukan evaluasi klinis, yang meliputi :23-24)

1. Anamnesis, tentang :a. Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.b. Riwayat adanya perubahan berat badan.c. Aktifitas fisik sehari-hari.d. Asupan makanan sehari-hari

2. Pemeriksaan fisik, meliputi :a. Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darahb. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus :

c. Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.

3. Pemeriksaan laboratorium, meliputi :a. Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.b. Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model

assessment) untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis.

c. Highly sensitive C-reactive proteind. Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH. e. USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena

kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.

Page 20: Gizi Dan Sindrom Metabolik

H. Penatalaksanaan Sindrom MetabolikSaat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang

penatalaksanaan Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan agresif terhadap komponen-komponen Sindrom Metabolik dapat mencegah atau memperlambat onset diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi semua penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan pasien mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan. Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin.25)

1. Latihan Fisik :Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin

didalam tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.23,24)

2. DietSasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan

risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database mendukung peranan intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil2 dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angka kematian total.23)

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC

Page 21: Gizi Dan Sindrom Metabolik

7) merekomendasikan tekanan darah sistolik antara 120 – 139 mmHg atau diastolik 80 – 89 mmHg sebagai stadium pre hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini untuk mencegah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.

Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola diet Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang. Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan berat badan.24)

Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post prandial dan insulin.24)

3. EdukasiDokter-dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan

pasien dengan Sindrom Metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta hambatan-hambatan yang dialami mereka dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut. Dokter keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien tentang hubungan gaya hidup dengan kesehatan, yang kemudian memberikan pesan-pesan tentang peranan diet dan latihan fisik yang teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari Sindrom Metabolik. Dokter keluarga hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi sasaran jangka pendek dan jangka panjang dari diet dan latihan fisik yang diterapkan. Pertanyaan-

Page 22: Gizi Dan Sindrom Metabolik

pertanyaan seperti : “ Bagaimana pendapat anda apakah diet dan latihan fisik yang diterapkan dapat mempengaruhi kesehatan anda ?” atau “ Permasalahan apa yang anda hadapi dalam mencoba menerapkan perubahan diet atau aktifitas fisik ?” , dapat membantu dokter keluarga dalam menerapkan langkah-langkah berikutnya terhadap masing-masing pasien. Jawaban pasien hendaklah dicatat dalam rekam medik dan direview pada kunjungan berikutnya. Hal ini dapat membantu dokter mengidentifikasi adanya hambatan2 dalam menerapkan perubahan gaya hidup.24,25)

4. Farmakoterapi :Terhadap pasien-pasien yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat

ditatalaksana hanya dengan perubahan gaya hidup, intervensi farmakologik diperlukan untuk mengontrol tekanan darah dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive protein dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Intervensi farmakologik yang agresif terhadap factor-faktor risiko telah terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2.25)

Jika ternyata olahraga dan diet tidak cukup optimal untuk mengobati sindrom metabolik, maka mau tidak mau pada bagian inilah obat-obatan diperlukan. Jika ternyata Anda memilki gejala-gejala sindrom metabolik maka, diskusi terperinci diperlukan antara pasien dengan dokter, dikarenakan pengobatan untuk tiap pasien sifatnya unik, dan yang terpenting adalah kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi, karena terapi ini sifatnya berkelanjutan, komunikasi antara dokter dan pasien mutlak diperlukan, misalkan saja mengenai pemilihan obat, menyangkut harga dan efek samping yang mungkin terjadi.26)

I. Pencegahan Sindrom MetabolikThe US Preventive Services Task Force merekomendasi konsultasi diet intensif terhadap pasien-pasien dewasa yang mempunyai factor-faktor risiko untuk terjadinya penyulit kardiovaskular. Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien menerapkan kebiasaan hidup sehat. The Diabetes Prevention Program telah membuktikan bahwa intervensi gaya hidup yang ketat pada pasien prediabetes dapat menghambat progresivitas terjadinya diabetes lebih dari 50% ( dari 11% menjadi 4,8%).25)

 Tips untuk pencegahan sindrom metabolik, antara lain: 26)

a. Olahraga secara teratur sepanjang hidup kita, supaya tidak bosan cobalah untuk mengikut sertakan keluarga, tetangga, rekan kerja, jika perlu ikutlah klub olahraga di sekitar rumah Anda

b. Memberi dukungan kepada putra dan putri Anda untuk memiliki aktivitas fisik tiap harinya, berikanlah pilihan permainan yang memerlukan aktivitas fisik, seperti outbond, dll. Jangan lupa untuk selalu memilih makanan sehat.

Page 23: Gizi Dan Sindrom Metabolik

c. Mengkonsumsi makanan sehat, seimbang gizi, hindari lemak jenuh, perbanyak mengkonsumsi sayuran dan buah.

d. Hentikan kebiasaan merokok.e. Kenali diri Anda, apakah Anda memiliki kecenderungan secara genetic

(keturunan) terkena penyakit diabetes, penyakit jantung, dan sindrom metabolik 

f. Usahakan melakukan medical check-up secara teratur dan terapi secara dini tekanan darah bila Anda menderita tekanan darah tinggi. 

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanKesimpulan yang dapat kami ambil dari makalah ini antara lain:a. Sindrom resistensi insulin merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan

sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas.

b. Penelitian yang dilakukan di RS Akademis Jaury Yusuf Makassar menemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik sebesar 33,4% dengan total penderita sebanyak 407 orang.

c. Penyebab dari sindrom metabolik adalah penurunan sensitivitas insulin yang kemudian menyebabkan terjadinya resistensi insulin.

d. Salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan sindrom metabolik itu adalah cacat di metabolisme glukosa, penolakan terhadap insulin mengakibatkan pengeluaran insulin berlebihan untuk mengregulasikan gula darah

e. Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP-ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida > 150 mg/ dL), kadar HDL-C <> 130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL.

f. Ada beberapa factor resiko dari sindrom metabolik, yaitu kegemukan, kadar gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tidak normal, trigliserida, serta kolesterol HDL.

g. Evaluasi klinis sindrom metabolik dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

h. Penatalaksanaan sindrom metabolik dapat dilakukan dengan latihan fisik, pengaturan diet, edukasi, farmakoterapi.

Page 24: Gizi Dan Sindrom Metabolik

i. Sindrom metabolik dapat dicegah melalui olahraga, mengkonsumsi makanan sehat, menghentikan merokok, serta melakukan medical check-up secara teratur.

B. Sarana. Perlu adanya penelitian lebih banyak mengenai kejadian sindrom metabolik. b. Perlu ditingkatkan penyuluhan atau edukasi terhadap masyarakat mengenai

sindrom metabolic ini.  

DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji, dkk, Pengkajian Status Gizi, Studi Epidemiologi, Dikutip dari http://www.perkeni.net/index.php?page=buletin_mengamati_status_gizi. Akses tanggal 15 Februari 2009.

2. Soegondo, S. & Reno Gustaviani, 2006, Sindrom Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Editor oleh: Aro W. Sudoyo, dkk, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

3. Gatot, S.L 2005, ‘Sindrom metabolik merupakan manifestasi dari keadaan inflamasi’, Unhas, Vol. 26, no. 21,Dikutip dari http://forstuma.blogspot.com/2009/01/review-sindrom-metabolik.html. Akses 15 Februari 2009

4. Erpinz, Sindrom Metabolik dan Stroke, Bethesda Stroke Center Literatur, Dikutip darihttp://www.strokebethesda.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=107 , Akses 15 Februari 2009.

5. Hartono, A., 2006, Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit, editor: Monica Ester.---Ed.2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

6. Ford ES, Giles WH. A comparison of the prevalence of the metabolic syndrome using two proposed definitions. Diabetes Care 2003;26:575-81. Dikutip dari http://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html. Akses 27 Februari 2009.

7. Ford ES, Giles WH, Dietz WH. Prevalence of the metabolic syndrome among U.S. adults: findings from the Third National Health and Nutrition Examination Survey. JAMA 2002;287:356-9. Dikutip darihttp://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html. Akses 27 Februari 2009.

8. WHO Study Group, 2003. Diet, nutrition, and the prevention of chronic diseases. Geneva, Switzerland,World Health Organization, Technical Report Series, 916.

9. Alberti KG, Zimmet PZ. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes

Page 25: Gizi Dan Sindrom Metabolik

mellitus, provisional report of a WHO consultation. Diabet Med 1998;15:539-53. Dikutip dari http://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html. Akses 27 Februari 2009.

10. Bjorntorp P. Heart and soul: stress and the metabolic syndrome. Scand Cardiovasc J 2001;35:172-7. Dikutip dari http://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html. Akses 27 Februari 2009.

11. Wira S. et al, 2006, ‘Hubungan antara obesitas sentral dengan adenopektin pada pasien geritari dengan penyakit jantung koroner’, Google, Vol. 7, no. 2, dilihat tanggal 20 Desember 2008, Dikutip darihttp://forstuma.blogspot.com/2009/01/review-sindrom-metabolik.html. Akses 15 Februari 2009.

12. Granner, DK, Mayes, PA, Murray, RK, & Rodwell, VW 2003, Biokimia harper, edisi 25, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Dikutip dari http://forstuma.blogspot.com/2009/01/review-sindrom-metabolik.html. Akses 15 Februari 2009.

13. Guyton, A.C and Hall, J.E 2003, Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi 11, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Dikutip dari http://forstuma.blogspot.com/2009/01/review-sindrom-metabolik.html. Akses tanggal 15 Februari 2009.

14. Bloomgarden, Z.T 2003, ‘Inflammation and Insulin Resistance (Part I of II)’, Diabetes Care, vol. 26, hh. 1619-1623. Dikutip dari http://forstuma.blogspot.com/2009/01/review-sindrom-metabolik.html. Akses 15 Februari 2009.

15. Gatot, S.L 2005, ‘Sindrom metabolik merupakan manifestasi dari keadaan inflamasi’, Unhas, Vol. 26, no. 21,Dikutip dari http://forstuma.blogspot.com/2009/01/review-sindrom-metabolik.html. Akses 15 Februari 2009.

16. Per Bjo”rntorp, Etiology of The Syndrome Metabolic, Handbook of Obesity Etiology and Pathophysiology Second Edition, Editor oleh: George A. Bray % Claude Bouchard, Marcel Dekker, Inc., New York.

17. Adam, J. MF., 2006, Dislipidemia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Editor oleh: Aro W. Sudoyo, dkk, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

18. Shahab, A., 2006, Komplikasi Kronik DM Jantung Koroner, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Editor oleh: Aro W. Sudoyo, dkk, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

19. Corwin, E.J., 1997, Buku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Page 26: Gizi Dan Sindrom Metabolik

20. Sugondo, S., 2006, Obesitas, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Editor oleh: Aro W. Sudoyo, dkk, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

21. Manaf, A., 2006, Insulin: Mekansime Sekresi dan Aspek Metabolisme, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Editor oleh: Aro W. Sudoyo, dkk, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

22. Sartika, RC., 2006. Penanda Inflamasi, Stres Oksidatif, dan Disfungsi Endotel pada Sindrom Metabolik. Forum Diagnosticum 2006. 2: 0854-7173.

23. Lopez-Candales A. Metabolic syndrome X: a comprehensive review of the pathophysiology and recommended therapy. J Med 2001;32:283-300. Dikutip dari http://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html. Akses 27 Februari 2009.

24. Hark L, Deen D Jr. Taking a nutrition history: a practical approach for family physicians. Am Fam Physician 1999;59:1521-8,1531-2. Dikutip dari http://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html. Akses 27 Februari 2009.

25. Deen D. Metabolic Syndrome : Time of Action. Am Fam Physician 2004;69: 2875-82. Dikutip darihttp://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html. Akses 27 Februari 2009. 

26. Melani, S. N., 2008, Mengenal Lebih Dekat Sindrom Metabolik, Dikutip darihttp://bandungadvertiser.com/bos/index.php?option=com_content&task=view&id=563&Itemid=218. Akses 27 Februari 2009