refrat sindrom metabolik

20
BAB I PENDAHULUAN Sindrom metabolik adalah kumpulan dari berbagai faktor risiko yang termasuk obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa yang ditandai dengan kenaikan risiko diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler. Sindrom ini pada awalnya diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama sindrom X atau Reaven atau sindrom resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, intoleransi glukosadan dislipidemia. Pada tahun 1999, WHO mengubahnya menjadi sindrom metabolik dengan kumpulan faktor risiko yang terdiri dari hiper insulinemia, dislipidemi, obesitas sentral dan mikroalbuminuria dengan resistensi insulin sebagai titik sentral dari komponen faktor resiko. Selanjutnya NCEP ATP III melakukan modifikasi dengan kumpulan faktor resiko yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa, dimana semua komponen dari faktor resiko saling berhubungan satu sama lain. Pandemi sindrom metabolik berkembang seiring dengan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia. Hal ini berkaitan dengan penelitian yang berkembang sekarang bahwa obesitas sentral berperan dalam menyebabkan resistensi insulin yang berperan penting dalam patofisiologi sindrom metabolik. Berdasarkan tinjauan dari beberapa studi, didapatkan angka prevalensi Sindrom Metabolik pada populasi urban laki-laki yaitu 1

description

refrat koass interna sindrom metabolik

Transcript of refrat sindrom metabolik

Page 1: refrat sindrom metabolik

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom metabolik adalah kumpulan dari berbagai faktor risiko yang termasuk obesitas

sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa yang ditandai dengan

kenaikan risiko diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler. Sindrom ini pada awalnya

diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama sindrom X atau Reaven atau sindrom

resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, intoleransi

glukosadan dislipidemia. Pada tahun 1999, WHO mengubahnya menjadi sindrom metabolik

dengan kumpulan faktor risiko yang terdiri dari hiper insulinemia, dislipidemi, obesitas sentral

dan mikroalbuminuria dengan resistensi insulin sebagai titik sentral dari komponen faktor resiko.

Selanjutnya NCEP ATP III melakukan modifikasi dengan kumpulan faktor resiko yang

terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa,

dimana semua komponen dari faktor resiko saling berhubungan satu sama lain. Pandemi sindrom

metabolik berkembang seiring dengan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia. Hal

ini berkaitan dengan penelitian yang berkembang sekarang bahwa obesitas sentral berperan

dalam menyebabkan resistensi insulin yang berperan penting dalam patofisiologi sindrom

metabolik.

Berdasarkan tinjauan dari beberapa studi, didapatkan angka prevalensi Sindrom Metabolik

pada populasi urban laki-laki yaitu dari 8% (India) sampai24% (Amerika Serikat), sedang untuk

wanita dari 7% (Perancis) sampai 46% (India). Sedangkan di Indonesia prevalensi Sindrom

Metabolik sekitar 13,13%. Pada penelitian Soegondo (2004) didapatkan prevalensi sindrom

metabolik adalah 13,13%. Penelitian lain yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan

prevalensi sindrom metabolic menggunakan kriteria NCEP-ATP III dengan modifikasi Asia

terdapat 25,7% pria dan wanita 25%.

1

Page 2: refrat sindrom metabolik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

II.1. Definisi

Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risiko yang terdiri dari

obesitas sentral, dislipidemia (meningkatnya trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL),

hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah puasa.

Disfungsi metabolik ini dapat menimbulkan konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit

kardiovaskuler,diabetes mellitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non-

alkoholik.1

II.2. Epidemiologi

Konsep dari Sindrom Metabolik telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1920, Kylin,

seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan sekumpulan dari

gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskuler aterosklerosis

yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout.2

Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan berbagai faktor resiko: dislipidemi, hiperglikemi dan

hipertensi secara bersamaan dikenal sebagai multiple risk factor untuk penyakit kardiovaskuler

dan disebut dengan sindrom X. Selanjutnya sindrom X ini dikenal dengan sindrom resistensi

insulin. Dan kemudian NCEP-ATP III menamakan dengan istilah Sindrom Metabolik. Konsep

Sindrom Metabolik ini telah banyak diterima secara Internasional.3

Berdasarkan tinjauan dari beberapa studi, didapatkan angka prevalensi Sindrom Metabolik

pada populasi urban laki-laki yaitu dari 8% (India) sampai24% (Amerika Serikat), sedang untuk

wanita dari 7% (Perancis) sampai 46% (India). Sedangkan di Indonesia prevalensi Sindrom

Metabolik sekitar 13,13%.2

2

Page 3: refrat sindrom metabolik

II.3 Etiologi

Etiologi dari sindrom metabolik bersifat multifaktor. Penyebab primer yang menyebabkan

gangguan metabolik yang ditemukan pada sindrom metabolik adalah resistensi insulin yang

berhubungan dengan obesitas sentral yang ditandai dengan timbunan lemak viseral yang dapat

ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang. Hubungan antara resistensi insulin dan

penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan

disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma.

Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari adalah terjadinya

obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami

peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami

obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia.4

II.4. Faktor Resiko

1) Genetik

Banyak penelitian menyebutkan bahwa orang dengan sindrom metabolik memiliki riwayat

keluarga dengan hipertensi dan diabetes mellitus.2

2) Obesitas sentral

Faktor risiko utama dalam perkembangan sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Obesitas

sentral ini merupakan faktor risiko utama penyebab resistensi insulin sebagai penyebab dari

berbagai gangguan yang dapat berkembang dari sindrom metabolik.2

3) Kurangnya aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik dapat menyebabkan obesitas karena ketidakseimbangan antara

pemasukan dan pengeluaran energi.2

4) Usia

Pada sebuah studi di Amerika serikat, terjadi peningkatan jumlah orang dengan sindrom

metabolik seiring dengan peningkatan usia. Ditemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar

6.7% pada usia 20-29 tahun dan43.5% pada usia 60-69 tahun.2

3

Page 4: refrat sindrom metabolik

II.5. Kriteria Diagnosis6

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

Unsur Sindrom

Metabolik

NCEP ATP III WHO AHA IDF

Hipertensi

Dislipidemia

Obesitas

Gangguan

metabolisme

Glukosa

Lain-lain

Dalam

pengobatan

antihipertensi

atau TD

≥130/85 mmHg

Plasma TG

≥150 mg/dL,

HDL-C

L < 40 mg/dL

P< 50 mg/dL

Lingkar

pinggang L

>102 cm,

P>88cm

GD puasa ≥ 110

mg/dL

Dalam

pengobatan

antihipertensi

atau TD ≥

140/90 mmHg

Plasma TG ≥

150 mg/dL dan

atau HDL-C

L < 35 mg/dL

P< 40 mg/dL

IMT > 30 kg/m2

dan atau rasio

perut-pinggul L

>0,90; P>0,85

DM tipe 2 atau

TGT

Mikroalbuminur

i ≥20 μg/menit

(rasio albumin:

Dalam

pengobatan

antihipertensi

atau TD

≥130/85 mmHg

Plasma TG

≥150 mg/dL,

HDL-C

L < 40 mg/dL

P< 50 mg/dL

Lingkar

pinggang L

>102 cm,

P>88cm

GD puasa ≥100

mg/dL

Dalam pengobatan

antihipertensi atau

TD ≥130/85

mmHg

Plasma TG≥150

mg/dL HDL-C

L < 40 mg/dL

P< 50 mg/dL atau

dalam pengobatan

dislipidemia

Obesitas sentral

(lingkar perut)

Asia:L>90 cm

P>80 cm (nilai

tergantung etnis)

GD puasa ≥100

mg/dL atau

diagnosis DM tipe

2

4

Page 5: refrat sindrom metabolik

Kriteria Diagnosa

Minimal 3

kriteria

kreatinin ≥ 30)

DM tipe 2 atau

TGT dan 2

kriteria di atas.

Jika toleransi

glukosa normal,

diperlukan 3

kriteria.

Minimal 3

kriteria

Obesitas sentral +

2 kriteria di atas

Keterangan: TD = Tekanan Darah; L = Laki-laki; P = Perempuan; TG = Trigliserida; HDL-C =

Kolesterol HDL; IMT = Indeks Massa Tubuh; DM = Diabetes Melitus; TGT = Toleransi

Glukosa Terganggu; GD = Gula Darah

II.6. Patofisiologi

5

Page 6: refrat sindrom metabolik

Patofisiogi dari sindrom resistensi insulin tidak didasarkan dari satu faktor utama dan bersifat

multifaktor. Namun, dari beberapa penelitian didapatkan bahwa resistensi insulin dan obesitas

sentral merupakan patofisiologi dasar yang saling berkaitan erat satu sama lain tanpa

mengesampingkan faktor lainnya dari sindrom metabolik.3

1) Obesitas sentral

Obesitas adalah penimbunan lemak tubuh melebihi nilai normal sehingga dapat

menyebabkan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas penyakit. Obesitas dapat disebabkan

oleh banyak faktor tetapi prinsip dasarnya adalah sama yaitu ketidakseimbangan dalam

penyimpanan dan pengeluaran energi. Energi yang dimasukkan dalam tubuh tidak digunakan

secara efektif sehingga tertimbun dalam jaringan lemak. Terdapat dua tipe obesitas yaitu obesitas

sentral dan perifer. Pada obesitas sentral terjadi penimbunan lemak dalam tubuh melebihi nilai

normal di daerah abdomen. Sedangkan, obesitas perifer adalah penimbunan lemak didaerah

gluteofemoral. Obesitas sentral merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam mencetuskan

terjadinya resistensi insulin. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin, antara

lain :

a. Lipotoksisitas

Pemaparan asam lemak bebas yang lama pada sel beta pancreas meningkatkan

pengeluaran insulin basal tapi menghambat sekresi insulin yang disebabkan oleh glukosa.

Selain itu asam lemak bebas juga dapat menghambat ekspresi insulin pada keadaan glukosa

plasma yang tinggi dan menginduki apoptosis sel beta pankreas. Asam lemak bebas yang

meningkat mengganggu kemampuan insulin untuk menghambat penghasilan glukosa hepatik

dan menghambat pemasokan glukosa ke dalam otot skelet, juga menghambat sekresi insulin

dari sel beta pankreas. Hal ini menyebabkan resistensi insulin pada organ hati dan otot.5

b. Adipositokin

Sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak seperti TNF-α, IL -6 dan resistin dapat

mencetuskan terjadinya resistensi insulin karena adanya efek proinflamasi. Efek-efek ini

dapat mengganggu fungsi GLUT-4 sebagai transporter glukosa sehingga tidak dapat

memasukkan glukosa ke dalam sel. Jaringan lemak yang dulu dianggap sebagai deposit

trigliserid ternyata mempunyai fungsi endokrin sitokin dengan menghasilkan hormon TNF-

α, leptin, interleukin 6, resistin. TNFα, interleukin dan resitin menyebabkan resistensi insulin

sedang adiponektin dan leptin menghambat resistensi insulin.5

- Adiponektin 6

Page 7: refrat sindrom metabolik

Adiponektin adalah protein sekretorik mirip kolagen yang dihasilkan oleh sel lemak. Kadar

adiponektin dalam serum berbanding terbalik dengan berat badan. adiponektin juga memiliki

peran dalam meningkatkan sensitifitas insulin, anti-inflamasi dan anti-aterogenik.

Gambar.1 Patofisiologi dari adipose5

Pada gambar diatas menjelaskan bahwa adiponektin yang dihasilkan oleh sel lemak dapat

menyebabkan peningkatan sensitivitas insulin di otot, pada pangkreas terjadi penurunan influx

FFA, penurunan trigliserid dan glukosa dan meningkatkan sensitivitas insulin. Dan terjadi

penurunan inflamasi di vaskuler yang menyebabkan ateroma.

- Leptin

Kadar leptin serum sangat berhubungan dengan ekspresi mRNA leptin pada sel lemak

dan kadar trigliserida dalam sel tersebut. Tempat kerja leptin di hipotalamus, dimana leptin

bekerja sebagai regulator pemasukan dan pengeluaran energi. Leptin memiliki efek

menurunkan sintesis lemak, menurunkan sintesis trigliserida dan meningkatkan oksidasi

asam lemak sehingga bisa meningkatkan sensitifitas insulin. Selain itu leptin berfungsi

menurunkan nafsu makan dan meningkatkan penggunaan energy.5

- Interleukin-6

7

Page 8: refrat sindrom metabolik

IL-6 adalah sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak dimana peningkatan kadarnya

dipengaruhi oleh peningkatan jumlah dan ukuran sel lemak. IL-6 disekresi 2-3 kali lebih

banyak oleh jaringan lemak visceral daripada jarigan lemak subkutan pada orang yang obes

berat. IL-6 memiliki sifat pro-inflamasi yang dapat dihubungkan dengan terjadinya resistensi

insulin. IL-6 diperkirakan dapat mengirimkan sinyal-sinyal secara sistemik untuk

menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin khususnya sel hati.5

- Resistin

Resistin adalah hormon yang diekspresi dan disekresi oleh sel lemak. Ekspresi gen

resistin diinduksi pada saat diferensiasi sel lemak. Resistin diperkirakan memiliki peran

dalam obesitas dan resistensi insulin.

- TNF-α

Sel lemak merupakan sumber dan target dari sitokin TNF-α. Orang yang mengalami

obesitas mengekspresikan mRNA TNF-α 2 -3 kali lebih banyak daripada orang kurus. Kadar

TNF- α akan menurun dengan penurunan berat badan. Efek TNF- α pada jaringan lemak

yaitu penurunan eksresi transporter glukosa GLUT-4 dan peningkatan hormon lipase. TNF- α

memiliki potensi untuk mencetuskan resistensi insulin karena glukosa plasma yang masuk ke

sel berkurang.5

2. Resistensi insulin

Perkembangan resistensi insulin pada sindrom metabolik disebabkan oleh banyaknya asam

lemak bebas yang beredar di plasma pada orang dengan obesitas sentral.

8

Page 9: refrat sindrom metabolik

Gambar 2. Patofisiologi gangguan pada sindrom metabolik5

Berdasarkan gambar diatas, adanya resistensi insulin ini akan semakin meningkatkan pemecahan

asam lemak bebas (lipolisis) di jaringan adiposa yang menyebabkan terjadinya beberapa

gangguan pada sistem organ antara lain:5

- Jaringan otot

Terjadi penurunan ambilan glukosa (Glucose uptake)

- Hati

Terjadi peningkatan pemecahan glukosa di hati (glukoneogenesis)

- Pankreas

Terjadi peningkatan sekresi insulin oleh sel-β pancreas

- Pembuluh darah

Terjadinya vasokonstriksi dan penurunan relaksasi pembuluh darah akibat penurunan

Nitrit oxide.

Resistensi insulin dapat menyebabkan dislipidemia melalui peningkatan asam lemak bebas

yang dapat meningkatkan sintesis dan sekresi apoB100 sebagai kofaktor dari trigliserid dan

VLDL. Pada hipertrigliseridemia terjadi penurunan isi ester kolesterol dari inti lipoprotein

menyebabkan penurunan isi kolesterol HDL dengan peningkatan beragam trigliserida

menjadikan partikel kecil dan padat. Hal ini menyebabkan peningkatan bersihan HDL di

sirkulasi.5

9

Page 10: refrat sindrom metabolik

Gambar 3. Patofisiologi dislipidemia pada sindrom metabolik5

Resistensi insulin menyebabkan dislipidemia melalui peningkatan asam lemak bebas yang dapat

meningkatkan sintesis dan sekresi apoB100 sehingga terjadi peningkatan VLDL dan menyebabkan

penurunan isi kolesterol HDL.

Hipertensi pada sindrom metabolik dapat disebabkan oleh mekanisme yang sulit dipisahkan satu

sama lain karena adanya resistensi insulin dan obesitas. Adanya resistensi insulin akan

mengganggu produksi endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS) sehingga menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah.

Gambar 4. Patofisiologi hipertensi pada sindrom metabolik5

Pada gambar diatas resistensi insulin dan obesitas akan mengganggu produksi endothelial Nitric Oxide

Synthase (eNOS) sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menyebabkan hipertensi.

Selain itu, obesitas juga dapat menimbulkan hipertensi melalui beberapa mekanisme berikut:

- Pada individu obest terjadi peningkatan volume darah, stroke volume dan cardiac output

sehingga terjadi peningkatan peripheral vascular resistance pada individu obese yang dapat

menimbulkan kondisi hipertensi

- Obesitas dikaitkan dengan disfungsi endotel, resistensi insulin, perubahan sistem saraf

simpatik, dan pelepasan mediator proinflamasi (Tumor NecrosisFactor/TNF-α dan

Intrleukin/IL6) sehingga terjadi peningkatan peripheral vascular resistance.5

10

Page 11: refrat sindrom metabolik

II.7. Penatalaksanaan

Penatalksanaan sindrom metabolik terutama berujuan untuk menurunkan risiko penyakit

kardiovaskular aterosklerosis dan risiko diabetes mellitus tipe 2 pada pasien yang belum

diabetes. Apabila kondisi tersebut ada maka perlu di ajukan pengobatan untuk sindrom

metabolik. Penatalakasanaan sindrom metabolik terdiri atas 2 pilar yaitu tatalaksana penyebab

(berat badan lebih / obesitas dan inaktif fisik) serta tatalaksana faktor resiko lipid dan non lipid.3

Pengaturan berat badan merupakan dasar, tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom

metabolik. Penurunan 5-10% sudah dapat memberikan perbaikan profil metabolik.

Penanganannya yang terintegrasi mencakup diet, aktivitas fisik yang terpenting adalah

perubahan perilaku.6

Namun kebanyakan pasien mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan.

Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki

kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin.3

1. Latihan Fisik

Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan

merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan

kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap

sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadi aktivitas

fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin.

Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan derajat aktifitas fisiknya.

Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur

dalam jangka panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban

merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan dumbbell ringan dan elasticexercise band

merupakan pilihan terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging

selama 1 jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada

laki-laki tanpa mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.6

2. Diet

Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko penyakit

kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database mendukung peranan

intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari suatu

11

Page 12: refrat sindrom metabolik

studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan

penurunkan tekanan darah. Hasil dari studi klinis, diet rendah lemak selama lebih dari 2

tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan

menurunkan angka kematian total.6

Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), pasien

yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti mengalami

penurunan tekanan darah yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.

Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah

kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk

Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk-produk rendah lemak

dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah

lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar. HDL

kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau

meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasiendengan diet rendah lemak, asupan

karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak

jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yangmempunyai

indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola diet Mediterrania yang terbukti dapat

menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya korelasi

antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang. Para peneliti

merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk

menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah

karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti dapat

menurunkan kada trigliserida, meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan berat

badan. Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan

yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak

mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar

glukosa post prandial dan insulin.6

3. Medikamentosa

Obat-obatan dapat dipakai sebagai bagian pengaturan berat badan. Obat yang dapat

diberikan adalah sibutramin dan orlistat. Sibutramin bekerja disentral memberikan efek

mengurangi asupan energi melalui efek memberikan rasa kenyang dan mempertahankan

pengeluaran energi. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek penurunan berat 12

Page 13: refrat sindrom metabolik

badan pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktifitas fisik,

memperbaiki kolesterol HDL dan kadar trigliserida.6

Untuk hipertensi pada sindrom metabolik, dapat digunakan golongan ACE-inhibitor yang

memiliki makna dalam meregresi hipertrofi ventrikel. Selain itu, valsartan sebagai

penghambat reseptor angiotensin dapat mengurangi albuminuria yang diketahui sebagai

faktor risiko independen kardiovaskular. Tiazolidindion juga memilki pengaru persisten

dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga

dapat menurunkan kadar asam lemak bebas. Pada diabetes prevention program, penggunaan

metformin dapat mengurangi progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda

dengan obesitas. Pilihan terapi untuk dislipidemia selain dengan modifikasi gaya hidup

adalah dengan pemberian obat. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil

lipid tapi juga menurunkan risiko kardiovaskuler. Fenofibrat juga secara khusus digunakan

untuk menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah meningkatkan

perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular.6

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risiko yang terdiri dari

hipertensi, gangguan toleransi glukosa, obesitas sentral dan dislipidemia yang ditandai dengan

meningkatnya trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL yang dapat menimbulkan

konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus tipe 2, sindrom

ovarium polikistik dan perlemakan hati non-alkoholik. Sindrom metabolik dapat didiagnosis

dengan menggunakan kriteria NCEP ATP dengan modifikasi. Faktor resiko yang mendasari

terdiri dari faktor genetik, diet, inaktifitas fisik dan usia. Patofisologi mendasar terjadinya

13

Page 14: refrat sindrom metabolik

gangguan adalah obesitas sentral dan resistensi insulin. Penatalksanaan sindrom metabolic

terutama berujuan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis dan risiko

diabetes mellitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes. Apabila kondisi tersebut ada maka

perlu di ajukan pengobatan untuk sindrom metabolic. Penatalakasanaan sindrom metabolic

terdiri atas 2 pilar yaitu tatalaksana penyebab (berat badan lebih / obesitas dan inaktif fisik) serta

tatalaksana faktor resiko lipid dan non lipid. Pengaturan berat badan merupakan dasar, tidak

hanya bagi obesitas tapi juga sindrom metabolic. Penurunan 5-10% sudah dapat memberikan

perbaikan profil metabolic. Penanganannya yang terintegrasi mencakup diet, aktivitas fisik yang

terpenting adalah perubahan perilaku. Tindakan pengobatan sangat bermanfaatuntuk mencegah

manifestasi klinis akibat perkembangan penyakit.

14