pbl 21 sindrom metabolik

19
1 Tinjauan Pustaka Sindrom Metabolik Arista Juliani Wala y/10201027 4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6  Jakarta Barat 11470  No. Telp. 021-56 942061. Email: [email protected] Pendahuluan Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang  berkembang, jumlah orang dengan kelainan sindrom metabolic semakin banyak. Oleh karena itu telah banyak peringatan dan anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah timbulnya sindrom metabolik. Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu kelainan, faktor-faktor yang berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya  pencegahan dan penatalaksanaannya Dalam upaya tersebut telah dikemukakan beberapa definisi mengenai kelainan apa saja yang perlu diperhatikan dan kriteria batasan nilainya. Antara beberapa rekomendasi tersebut banyak persamaannya tetapi ada pula perbedaannya,  bahkan timbul perdebatan kontroversial antara para ahli sehingga membingungkan para  pengguna, yaitu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Diinginkan adanya suatu  pedoman yang bersifat universal yang dapat d ipakai bersama di semua negara.

Transcript of pbl 21 sindrom metabolik

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 1/19

1

Tinjauan Pustaka 

Sindrom Metabolik 

Arista Juliani Walay/102010274

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470

 No. Telp. 021-56942061.

Email: [email protected] 

Pendahuluan

Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang

 berkembang, jumlah orang dengan kelainan sindrom metabolic semakin banyak. Oleh karena

itu telah banyak peringatan dan anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah

timbulnya sindrom metabolik. Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu

kelainan, faktor-faktor yang berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya

 pencegahan dan penatalaksanaannya Dalam upaya tersebut telah dikemukakan beberapa

definisi mengenai kelainan apa saja yang perlu diperhatikan dan kriteria batasan nilainya.

Antara beberapa rekomendasi tersebut banyak persamaannya tetapi ada pula perbedaannya,

 bahkan timbul perdebatan kontroversial antara para ahli sehingga membingungkan para

 pengguna, yaitu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Diinginkan adanya suatu

 pedoman yang bersifat universal yang dapat dipakai bersama di semua negara.

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 2/19

2

Anamnesis

Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi

 pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami

 pasien. Berdasarkan kasus di atas, anamnesis yang dilakukan secara auto-anamnesis yaitu

anamnesis dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter.

Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit.

Berdasarkan kasus, yang harus ditanyakan pada anamnesis:

  Identitas mencakup :

-   Nama

-  Umur 

-  Pekerjaan

-  Agama

-  Alamat

-  Pendidikan terakhir dll

  Keluhan utama pasien

Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Adapun keluhan

utama pasien yaitu: gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 38 tahun.

  Keluhan tambahan pasien

Sering lelah dan mudah haus pada 1 tahun belakangan ini.

  Riwayat Penyakit Terdahulu dan Perjalanan penyakit

Tidak ada, tapi riwayat penyakit turunan (faktor genetik) yaitu ayahnya menderita

hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap penyakit kencing manis. Sebelumnya

 pasien jarang memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan karena tidak merasakan

adakeluhan seputar kesehatannya.

  Riwayat mengkonsumsi obat

  Riwayat adanya perubahan berat badan

  Aktifitas fisik sehari-hari

  Asupan makanan sehari-hari.1 

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 3/19

3

Pemeriksaan Fisik 

Antropometrik 

Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah , tingkat kesadaran,frekuensi nafas, denyut nadi, dan suhu tubuh

- Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus

Berat badan (kg)

 ——————————  

Tinggi badan (m)2

IMT: 88 = 30, 81 (Buruk)

(169)2 

Klasifikasi IMT.

BB kurang: <18,5

BB normal: 18,5-22,9

BB lebih: >23,0

  Preobesitas: 23,0-24,9 

  Obesitas I: 25,0-29,9 

  Obesitas II: >30 

-  Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap

risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.1 

Abdomen

Inspeksi

Bentuk simetris, datar Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak efloresensi,

roseola spot (-),caput medusae (-).Umbilikus normal, tidak menonjol.

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 4/19

4

Palpasi

Teraba supel, defense muscular (-), tidak teraba benjolan, terdapat nyeri tekan

 padaepigastrium, nyeri lepas (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien, ballotemen

ginjalkanan dan kiri (-), undulasi (-)

Perkusi

Timpani di seluruh lapangan abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-), CVA -/-

Auskultasi

Bising usus (+) normal.2

Pemeriksaan Penunjang

Panel Sindrom Metabolik  

Merupakan sekelompok pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk mengetahui

adanya sindrom metabolik beserta komplikasinya. 

1. Trigliserida, HDL Kolesterol, Glukosa Puasa

Manfaat: Mendeteksi adanya sindrom metabolik berdasarkan kriteria IDF 2005.

2. Apo B dan LDL Kolesterol Direk

Manfaat: Melihat adanya  small dense LDL. Small dense LDL merupakan faktor risiko

 penting untuk Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan lebih aterogenik bila dibandingkan

dengan LDL biasa. Dengan menentukan konsentrasi apo B plasma, kita dapatmenentukan jumlah partikel  small dense  LDL, di mana dengan menggunakan rasio

kolesterol LDL/ApoB (konsentrasi kolesterol LDL diukur dengan metode direk) dapat

ditentukan adanya  small dense LDL. Pada rasio kolesterol LDL direk/ApoB < 1,2,

terdapat small dense LDL dalam sirkulasi tubuh .

3. Adiponektin

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 5/19

5

Manfaat: Melihat apakah terjadi penurunan konsentrasi adiponektin

(hipoadiponektinemia), di mana peningkatan jaringan adiposa viseral akan

mengakibatkan penurunan konsentrasi adiponektin dan peningkatan sitokin proinflamasi

yang berperan penting dalam efek kardiovaskular sindrom metabolik.

4. Glukosa Puasa, Glukosa 2 jam pp dan HbA1c

Manfaat : Mendiagnosis dan memantau pengendalian hiperglikemia (glukosa darah puasa

terganggu, toleransi glukosa terganggu dan T2DM).

5. hsCRP

Manfaat : Menilai kondisi inflamasi kronis pada individu sindrom metabolik. penanda

untuk memprediksi penyakit pembuluh darah koroner pada sindrom metabolik, dan baru-

 baru ini digunakan prediktor untuk penyakit lemak hati non-alkohol dalam hubungan

dengan penanda serum yang menunjukkan lipid dan metabolisme glukosa.

6. NT-proBNP

Manfaat : Melihat risiko gagal jantung pada individu obes. Peningkatan indeks massa

tubuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi, T2DM dan dislipidemia, sehingga

meningkatkan risiko infark miokardial yang mendahului terjadinya gagal jantung. Selain

itu, hipertensi dan T2DM secara independen akan meningkatkan risiko gagal jantung.

7. Albumin Urin Kuantitatif (Sewaktu)

Manfaat : Membantu menentukan pengobatan yang dapat mencegah atau memperlambat

onset penyakit ginjal kronik (PGK) dan penyakit kardiovaskular (PKV). Albumin Urin

Kuantitatif merupakan penanda prognosis untuk risiko PKV pada individu dengan

diabetes maupun tanpa diabetes, sebagai penanda risiko mortalitas pada individu infark 

miokardial, dan merupakan prediktor PKV pada individu dengan hipertensi tidak 

terkontrol.

8. SGPT dan Collagen Type IV

Manfaat : Melihat risiko NASH pada individu dengan sindrom metabolik. NASH

merupakan bagian dari spektrum luas nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 6/19

6

ditandai dengan hepatomegali, peningkatan serum aminotransferase dan gambaran

histologi yang menyerupai hepatitis alkoholik tanpa adanya penggunaan alkohol

 berlebihan. Terjadinya  fatty liver  (yang dideteksi melalui ultrasonografi) yang disertai

dengan adanya inflamasi (ditandai dengan peningkatan hsCRP dan

hipoadiponektinemia), proses fibrosis (ditandai dengan peningkatan collagen type IV )

serta adanya kematian sel (ditandai dengan peningkatan enzim SGPT) merupakan

kondisi yang terjadi pada NASH. 

USG Abdomen

USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini dapat

dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.

3

Diagnosis

Diagnosis Kerja

Sindrom Metabolik 

Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha membuat

kriteria sindrom metabolik supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari. Secaraumum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis

sondrom metabolik atau sindrom resistensi insulin. World Health Organization (WHO)

merupakan organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindrom metabolik pada tahun

1998. Menurut WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada penyandang! DM

mengingat penyandang DM juga dapat memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan

 besarnya risiko terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian pada tahun 1999, the

European Group for Study of Insulin Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria

WHO. EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi insulin. Berbeda dengan

WHO, EGIR lebih memlih obesitas sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi

insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena resistensi insulin merupakan faktor 

risiko timbulnya DM. Pada tahun 2001, National Cholesterol Education Program (NCEP)

Adult Treatment Panel III (ATP III) mengajukan kriteria baru yang tidak mengharuskan

adanya komponen resistensi insulin. Meski tidak pula mewajibkan adanya komponen

obesitas sentral, kriteria ini menganggap bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama

yang mendasari sindrom metabolik. Nilai cut off lingkar perut diambil dari National Institute

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 7/19

7

of Health Obesity ClinicaI Guidelines; > 102 cm untuk pria dan > 88 cm untuk wanita. Untuk 

etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar perut lebih rendah dari ATP III, sudah

 berisiko terkena sindrom metabolik. Pada tahun 2003, American Association of ClinicaI

Endocrinologists (AACE) memodifikasi definisi dari ATP III. Sama seperti EGIR, bila sudah

ada DM, maka istilah sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian,

 pada tahun 2005, International Diabetes Federation (IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP

III. IDF menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan resistensi insulin, sehingga

memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. Nilai cut-off yang digunakan juga

dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-off\ lingkar perut > 90 cm untuk pria dan > 80

cm untuk wanita. Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Beberapa Kriteria Sindrom Metabolik.4

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 8/19

8

Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih

memudahkan seorang klinisi untuk mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik.

Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga) kriteria.4

Obesitas

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh

yang berlebihan. 

Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai

 penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak 

tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh

dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan

lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap

mengalami obesitas. 

Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat

 badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. 

Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:

  Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%

  Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%

  Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak 

5% dari antara orang-orang yang gemuk).

Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga

kepada lokasi penimbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita

cenderung berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga

memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di

sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel. Tetapi hal tersebut bukan

merupakan sesuatu yang mutlak, kadang pada beberapa pria tampak seperti buah pir dan

 beberapa wanita tampak seperti buah apel, terutama setelah masa menopause. 

Seseorang yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih mudah mengalami

 berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Mereka memiliki risiko yang

lebih tinggi. Gambaran buah pir lebih baik dibandingkan dengan gambaran buah apel. 

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 9/19

9

Untuk membedakan kedua gambaran tersebut, telah ditemukan suatu cara untuk menentukan

apakah seseorang berbentuk seperti buah apel atau seperti buah pir, yaitu dengan menghitung

rasio pinggang dengan pinggul. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan

 pinggul diukur pada titik yang terlebar; lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul.

Seorang wanita dengan ukuran pinggang 87,5 cm dan ukuran pinggul 115 cm, memiliki rasio

 pinggang-pinggul sebesar 0,76. Wanita dengan rasio pinggang:pinggul lebih dari 0,8 atau pria

dengan rasio pinggang:pinggul lebih dari 1, dikatakan berbentuk apel.

Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam

menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang teijadi. Studi

menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off 

yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan

vis- ceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi

metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada

 peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak 

metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak 

 berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan

 pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan

memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.  

Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur obersitas adalah BMI

(BodyMass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari

tinggi badan (meter)> nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.

Keterbatasan BMI adalah yang tidak dapat digunakan lagi:

  Anak-anak dalam masa pertumbuhan

  Wanita hamil

  Orang yang sangat berotot, contohnya atlet

BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko

 penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatan obes dam

membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI diatas , dengan kata lain orang tersebut

memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 10/19

10

Etiologi 

Beberapa faktor yang menyebabkan sindrom metabolic telah ditemukan oleh para

ahli, diantaranya :

1.  Diet yang salah

Pada sindrom metabolic yang menjadi perhatian adalah bukan berapa

 banyak makanan yang dimakan, tapi apa jenis makanan yang dimakan. Konsumsi

makanan dengan tinggi karbohidrat yang mengandung gula putih dan tepung

terigu menyababkan terjadinya sindrom metabolic dalam masyarakat modern

sekarang ini.5

2.  Kelebihan berat badan

Sindrom metabolic lebih banyak ditemui pada orang dengan kelebihan

 berat badan, dengan penimbunan lemak pada tubuh bagian atas. Jadi sindrom

metabolic banyak ditemui pada orang dengan bentuk tubuh seperti apel.

Timbunan lemak pada daerah aras tubuh mempermudah produksi hormone pria

seperti androstenedione. Bila kadar hormone tersebut meningkat maka dapat

menyebabkan resistensi insulin.5

3.  Sindrom ovarium polikistik 

Sindrom ini merupakan bentuk gangguan hormonal yang sering ditemui

 pada wanita, diderita oleh 6-10% wanita premenopause. Pada keadaan ini

 produksi hormone pria meningkat, sehingga ovulasi dihambat. Karena ovulasi

tidak terjadi, maka produksi hormone wanita progesterone menjadi terhambat,

menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Wanita dengan sindrom

ovarium polikistik mempunyai tendensi mengalami sindrom metabolic lebih

 besar, dan tujuh kali lebih sering mengalami diabetes mellitus tipe 2, terutama jika

,mereka juga mengalami kelebihan berat badan.5

4.  Faktor genetik 

Bila diantara anggota keluarga mempunyai riwayat obesitas, diabetes

mellitus tipe 2, hipertensi, sindrom ovarium polikistik atau penyakit jantung, maka

resiko untuk mengalami sindrom metaboolik meningkat.5

5.  Finess dan exercise

Resistensi insulin lebih umum ditemui pada orang yang biasa hidup

dengan cara sedentary lifestyle dan tidak melakukan olahraga secara teratur.

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 11/19

11

Kekurangan latihan olahraga akan meningkatkan resiko sindrom metabolic

sebanyak 20-25%. Meskipun latihan olahraga teratur akan menurunkan resistensi

insulin, manfaatnya akan hilang bila latihan olahraga tersebut dihentikan.

Merokok dapat sedikit meningkatnkan resistensi insulin, sedangkan minuman

 beralkohol 1-2 gelas/hari tidak meningkatkan tendensi sindrom metabolic.5

Epidemiologi

Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik.

Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50

tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan

 peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi

yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan

kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III)

dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian

Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan

menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok 

untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu

26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%). Laporan prevalensi

sindrom metabolik di beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Prevelensi Sindrom Metabolik di Beberapa Daerah di Indonesia.4

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 12/19

12

Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas sentral paling

dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studi di wilayah

Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan komponen yang paling

 banyak ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik.4

Patofisiologi

Pengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing komponen sindrom metabolik sebaiknya

diketahui untuk dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup dan medikamentosa

dalam penatalaksanaan sindrom metabolik.4

Obesitas Sentral

Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam

menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi

menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off 

yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik 

dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan

visceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi

metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada

 peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak 

metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak 

 berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan

 pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan

memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.

Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai

faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor α (TNF -α),

Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM

tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini dipreaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan

manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan

obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor 

risiko tradisional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP Sejauh ini belum diketahui

apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari jaringan adiposa lebih baik daripada

 pengukuran secara anatomi dala memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan

metabolik yang terkait.4

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 13/19

13

Resistensi Insulin

Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini

 belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp

merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan

glukosa plaama puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya

dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA)

dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat

dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin.

Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem

kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan

insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya,

 penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun disepakati.4

Dislipidemia

Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan

trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun

mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan

konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas kehati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan

menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya

diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.

Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi

transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi

trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat

mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan

trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post

 prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein

A-I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran

sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada

subyek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun

akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang

 berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.4

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 14/19

14

Peran sistem imunitas pada resistensi insulin

Inflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Marker 

inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular. C reactive protein

(CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tambahan tentang keparahan inflamasi pada subyek 

wanita sehat dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan kesepakatan alur 

diagnosis yang mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan

fibrinolisis dalam memprediksi risiko kardiovaskular.4

Hipertensi

Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang

sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation

dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut

dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi

akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor.

The Insulin Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan hubungan antara resistensi insulin

dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2.4

Manifestasi Klinik 

Sindrom metabolik biasanya tidak diasosiasikan dengan gejala. Pada pemeriksaan

fisik, lingkar perut dan tekanan darah yang meningkat. Kehadiran satu atau salah satu dari

tanda-tanda ini harus diwaspadai dokter untuk mencari kelainan biokimia lain yang mungkin

terkait dengan sindrom metabolik. Kurang sering, lipoatrofi atau acanthosis nigricans

ditemukan pada penelitian. Karena temuan fisik biasanya terkait dengan resistensi insulin

yang berat, komponen lain dari sindrom metabolik harus diprediksi.

1)  Obesitas Abdominal

2)  Atherogenic Dislipidemia

3)  Peningkatan tekanan darah

4)  Resistensi Insulin

5)  Komponen Proinflammatory

6)  Prothrombotic State

7)  Vascular abnormalities (disfungsi endothelial, ACR ≥ 30mg/g) 

8) 

Hiperurisemia

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 15/19

15

Penatalaksanaan

Non-medikamentosa

Latihan Fisik : 

Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam

tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti

dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan

fisik terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24  – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4

hari. Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk 

memperbaiki resistensi insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan

meningkatkan derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien

menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka panjang. Kombinasi latihan

fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan

menggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik 

untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari

 juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa

mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.6

Diet

Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko

 penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database 

mendukung peranan intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

Bukti-bukti dari suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat

membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil-hasil dari studi klinis diet

rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian

komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angka kematian total. 

 The Seventh Report of the J oint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (J NC 7) merekomendasikan tekanan

darah sistolik antara 120 – 139 mmHg atau diastolik 80 – 89 mmHg sebagai stadium pre

hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini

untuk mencegah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches

to Stop Hypertension (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dantinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang berarti walaupun

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 16/19

16

tanpa disertai penurunan berat badan.

Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah

kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery

Risk Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah

lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna.

Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan

menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk 

menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien

dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan

makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau

asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola

diet Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular.

Suatu studi menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-

 bijian dan kentang. Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian,

 buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka

 panjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka

 pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-

cholesterol dan menurunkan berat badan.

Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan yang

mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak 

mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar 

glukosa post prandial dan insulin. 6 

Medika mentosa

  Obat untuk obesitas:

  Derivat amfetamin (dexfenfluramin, fenfluramin) dapat menekan nafsu

makan. Es: valvulopati jantung

  Orlistat: menghambat lipase lambung dan pankreas, serta mengurangi absorpsi

lemak.

  Sibutramin: mempercepat rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan.

  Obat untuk menurunkan kadar glukosa :

  METFORMIN

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 17/19

17

Metformin diperkenalkan sejak tahun 1995, mempunyai efek 

menurunkan kadar glukosa darah tanpa meningkatan sekresi insulin dan

meningkatkan beratbadan. Mekanisme utamanya adalah dnegan menurunkan

glukoneogenesis pada tingkat mitokondriadi hepatosit yang berakibat

terjadinya penurunan produksi glukosa di hati, dengan demikian menurunkan

kadar gula darah puasa. Metformin juga berkhasiat meningkatkan up take

glukosa perifer. Efek tersebut diduga multiple efek yang meliputi peningkatan

afinitas ikatan insulin dengan reseptor insulin, baik pada sel otot dan sel

eritrosit (Hardiman, 2005). Terdapat 7 kelebihan dari metformin pada sistem

cardiovasculair :

1. Menurunkan resistensi insulin

2. Efek homeostasis dan fungsi pembuluh darah

3. Potensial terhadap terapi sindrom metabolik pada DM tipe II

4. Antiartherogenik 

5. Menghambat proses glikasi

6. Proteksi pembuluh darah

7. Mencegah komplikasi cardiovasculair disease pada DM tipe II dengan

faktor resiko tinggi.

  Obat untuk hiperlipidemia :

  GEMFIBROZIL

Gemfibrozil termasuk dalam obat golongan fibrat. Obat-obat yang

tergolong kelompok ini dapat dianggap sebagai hipolipidemik berspektrum

luas. Selain menurunkan kadar trigliserida Serum, kelompok fibrat juga

cenderung menurunkan kadar kolesterol-LDL dan menaikkan kolesterol-HDL.

Fibrat bekerja sebagai ligan untuk reseptor transisi nukleus, reseptor alfa

 peroksisom yang diaktivasi proliferator, dan menstimulasi aktivitas lipoprotein

lipase.

Indikasi:

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 18/19

18

  hiperlipidemia tipe IIa, IIb, III, IV dan V, serta pencegahan penyakit

 jantung pada pria usia 40-55 tahun yang merespon dengan cukup

terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai.

 Dislipidemia yang berhubungan dengan diabetes mellitus (DM).

  Xanthoma yang berhubungan dengan dislipidemia.7 

Komplikasi

  DM

  Stroke

  Penyakit jantung koroner 

  Hipertensi

Prognosis

Jika ditangani dengan baik maka akan dapat hidup seperti orang normal. Jika tidak,

maka akan terjadi komplikasi yang lebih buruk. 

Pencegahan

Ada 3 cara untuk mencegah sindrom metabolik yaitu :

a.  Mengurangi kadar insulin yang meningkat

  mengurangi intake refined carbohydrat

  makan protein berkelas tinggi

  makan sayur dan buah – buahan segar 

 b.  Membantu insulin bekerja lebih baik 

  Selenium

  Chromium picolinat

  Lipoic acid

c.  Perbaiki fungsi liver 5 

7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 19/19

19

Kesimpulan

Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan dari gejala  –  gejala penyakit ibarat

gunung es, masih terbenam dibawah permukaan laut, sehingga tidak nampak sebagai suatu

 penyakit. Misalnya yang paling sering adalah dijumpainya peningkatan kadar lemak darah,

 baik itu kolesterol atau disertai dengan peningkatan trigliserida, maka keadaan ini akan

langsung diberi pengobatan obat  –  obat hipolipidemik, tanpa melihat gejala  –  gejala lain

seperti resistensi insulin, peningkatan kadar insulin, obesitas. Sehingga pengobatan seperti ini

hanya menghilangkan sebagian gejala dari sindrom metabolik. Selain itu bila penderita

obesitas yang sulit menurunkan berat badannya hanya disarankan untuk menjalani bermacam

 –  macam diet, tanpa melihat ketidakseimbangan metabolisme tubuh yang terjadi pada

sindrom metabolik, sehingga dapat diperkirakan penurunan berat badan yang diharapkan

tidak tercapai. Dengan mengenali penderita obesitas yang juga menderita sindrom metabolik,

kita dapat membuat suatu rencana diet yang sesuai dan pemberian suplemen yang sesuai pula,

sehingga gangguan metabolisme insulin sebagai akar penyebab obesitas dan sindrom

metabolik ini dapat ditanggulangi dengan tepat. 

Daftar Pustaka

1.  Bickley, LS. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta:

EGC.2008. Hal 56-63

2.  Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EGC; 2003. h.98-9.

3.  Patel PR. Lecturn notes radiologi. Edisi ke 2. Jakarta : 2006

4.  Suyodo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal : 1865-1872.

5.  Kurnia, Y. sindrom X dan Obesitas. Dalam Majalah Kedokteran Fakultas Kedokteran

UKRIDA Meditek . Agustus-Desember 2003; Hal 12-27.6.  Aru WS Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid III. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007. Hal 1977-1979

7.  Syarif, Aamir.  Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.2008. Hal 523-32