pbl 21 sindrom metabolik
Transcript of pbl 21 sindrom metabolik
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 1/19
1
Tinjauan Pustaka
Sindrom Metabolik
Arista Juliani Walay/102010274
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470
No. Telp. 021-56942061.
Email: [email protected]
Pendahuluan
Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang
berkembang, jumlah orang dengan kelainan sindrom metabolic semakin banyak. Oleh karena
itu telah banyak peringatan dan anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah
timbulnya sindrom metabolik. Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu
kelainan, faktor-faktor yang berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya
pencegahan dan penatalaksanaannya Dalam upaya tersebut telah dikemukakan beberapa
definisi mengenai kelainan apa saja yang perlu diperhatikan dan kriteria batasan nilainya.
Antara beberapa rekomendasi tersebut banyak persamaannya tetapi ada pula perbedaannya,
bahkan timbul perdebatan kontroversial antara para ahli sehingga membingungkan para
pengguna, yaitu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Diinginkan adanya suatu
pedoman yang bersifat universal yang dapat dipakai bersama di semua negara.
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 2/19
2
Anamnesis
Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi
pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami
pasien. Berdasarkan kasus di atas, anamnesis yang dilakukan secara auto-anamnesis yaitu
anamnesis dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter.
Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit.
Berdasarkan kasus, yang harus ditanyakan pada anamnesis:
Identitas mencakup :
- Nama
- Umur
- Pekerjaan
- Agama
- Alamat
- Pendidikan terakhir dll
Keluhan utama pasien
Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Adapun keluhan
utama pasien yaitu: gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 38 tahun.
Keluhan tambahan pasien
Sering lelah dan mudah haus pada 1 tahun belakangan ini.
Riwayat Penyakit Terdahulu dan Perjalanan penyakit
Tidak ada, tapi riwayat penyakit turunan (faktor genetik) yaitu ayahnya menderita
hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap penyakit kencing manis. Sebelumnya
pasien jarang memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan karena tidak merasakan
adakeluhan seputar kesehatannya.
Riwayat mengkonsumsi obat
Riwayat adanya perubahan berat badan
Aktifitas fisik sehari-hari
Asupan makanan sehari-hari.1
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 3/19
3
Pemeriksaan Fisik
Antropometrik
-
Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah , tingkat kesadaran,frekuensi nafas, denyut nadi, dan suhu tubuh
- Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus
Berat badan (kg)
——————————
Tinggi badan (m)2
IMT: 88 = 30, 81 (Buruk)
(169)2
Klasifikasi IMT.
BB kurang: <18,5
BB normal: 18,5-22,9
BB lebih: >23,0
Preobesitas: 23,0-24,9
Obesitas I: 25,0-29,9
Obesitas II: >30
- Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap
risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.1
Abdomen
Inspeksi
Bentuk simetris, datar Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak efloresensi,
roseola spot (-),caput medusae (-).Umbilikus normal, tidak menonjol.
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 4/19
4
Palpasi
Teraba supel, defense muscular (-), tidak teraba benjolan, terdapat nyeri tekan
padaepigastrium, nyeri lepas (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien, ballotemen
ginjalkanan dan kiri (-), undulasi (-)
Perkusi
Timpani di seluruh lapangan abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-), CVA -/-
Auskultasi
Bising usus (+) normal.2
Pemeriksaan Penunjang
Panel Sindrom Metabolik
Merupakan sekelompok pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk mengetahui
adanya sindrom metabolik beserta komplikasinya.
1. Trigliserida, HDL Kolesterol, Glukosa Puasa
Manfaat: Mendeteksi adanya sindrom metabolik berdasarkan kriteria IDF 2005.
2. Apo B dan LDL Kolesterol Direk
Manfaat: Melihat adanya small dense LDL. Small dense LDL merupakan faktor risiko
penting untuk Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan lebih aterogenik bila dibandingkan
dengan LDL biasa. Dengan menentukan konsentrasi apo B plasma, kita dapatmenentukan jumlah partikel small dense LDL, di mana dengan menggunakan rasio
kolesterol LDL/ApoB (konsentrasi kolesterol LDL diukur dengan metode direk) dapat
ditentukan adanya small dense LDL. Pada rasio kolesterol LDL direk/ApoB < 1,2,
terdapat small dense LDL dalam sirkulasi tubuh .
3. Adiponektin
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 5/19
5
Manfaat: Melihat apakah terjadi penurunan konsentrasi adiponektin
(hipoadiponektinemia), di mana peningkatan jaringan adiposa viseral akan
mengakibatkan penurunan konsentrasi adiponektin dan peningkatan sitokin proinflamasi
yang berperan penting dalam efek kardiovaskular sindrom metabolik.
4. Glukosa Puasa, Glukosa 2 jam pp dan HbA1c
Manfaat : Mendiagnosis dan memantau pengendalian hiperglikemia (glukosa darah puasa
terganggu, toleransi glukosa terganggu dan T2DM).
5. hsCRP
Manfaat : Menilai kondisi inflamasi kronis pada individu sindrom metabolik. penanda
untuk memprediksi penyakit pembuluh darah koroner pada sindrom metabolik, dan baru-
baru ini digunakan prediktor untuk penyakit lemak hati non-alkohol dalam hubungan
dengan penanda serum yang menunjukkan lipid dan metabolisme glukosa.
6. NT-proBNP
Manfaat : Melihat risiko gagal jantung pada individu obes. Peningkatan indeks massa
tubuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi, T2DM dan dislipidemia, sehingga
meningkatkan risiko infark miokardial yang mendahului terjadinya gagal jantung. Selain
itu, hipertensi dan T2DM secara independen akan meningkatkan risiko gagal jantung.
7. Albumin Urin Kuantitatif (Sewaktu)
Manfaat : Membantu menentukan pengobatan yang dapat mencegah atau memperlambat
onset penyakit ginjal kronik (PGK) dan penyakit kardiovaskular (PKV). Albumin Urin
Kuantitatif merupakan penanda prognosis untuk risiko PKV pada individu dengan
diabetes maupun tanpa diabetes, sebagai penanda risiko mortalitas pada individu infark
miokardial, dan merupakan prediktor PKV pada individu dengan hipertensi tidak
terkontrol.
8. SGPT dan Collagen Type IV
Manfaat : Melihat risiko NASH pada individu dengan sindrom metabolik. NASH
merupakan bagian dari spektrum luas nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 6/19
6
ditandai dengan hepatomegali, peningkatan serum aminotransferase dan gambaran
histologi yang menyerupai hepatitis alkoholik tanpa adanya penggunaan alkohol
berlebihan. Terjadinya fatty liver (yang dideteksi melalui ultrasonografi) yang disertai
dengan adanya inflamasi (ditandai dengan peningkatan hsCRP dan
hipoadiponektinemia), proses fibrosis (ditandai dengan peningkatan collagen type IV )
serta adanya kematian sel (ditandai dengan peningkatan enzim SGPT) merupakan
kondisi yang terjadi pada NASH.
USG Abdomen
USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini dapat
dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.
3
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Sindrom Metabolik
Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha membuat
kriteria sindrom metabolik supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari. Secaraumum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis
sondrom metabolik atau sindrom resistensi insulin. World Health Organization (WHO)
merupakan organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindrom metabolik pada tahun
1998. Menurut WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada penyandang! DM
mengingat penyandang DM juga dapat memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan
besarnya risiko terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian pada tahun 1999, the
European Group for Study of Insulin Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria
WHO. EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi insulin. Berbeda dengan
WHO, EGIR lebih memlih obesitas sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi
insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena resistensi insulin merupakan faktor
risiko timbulnya DM. Pada tahun 2001, National Cholesterol Education Program (NCEP)
Adult Treatment Panel III (ATP III) mengajukan kriteria baru yang tidak mengharuskan
adanya komponen resistensi insulin. Meski tidak pula mewajibkan adanya komponen
obesitas sentral, kriteria ini menganggap bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama
yang mendasari sindrom metabolik. Nilai cut off lingkar perut diambil dari National Institute
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 7/19
7
of Health Obesity ClinicaI Guidelines; > 102 cm untuk pria dan > 88 cm untuk wanita. Untuk
etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar perut lebih rendah dari ATP III, sudah
berisiko terkena sindrom metabolik. Pada tahun 2003, American Association of ClinicaI
Endocrinologists (AACE) memodifikasi definisi dari ATP III. Sama seperti EGIR, bila sudah
ada DM, maka istilah sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian,
pada tahun 2005, International Diabetes Federation (IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP
III. IDF menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan resistensi insulin, sehingga
memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. Nilai cut-off yang digunakan juga
dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-off\ lingkar perut > 90 cm untuk pria dan > 80
cm untuk wanita. Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Beberapa Kriteria Sindrom Metabolik.4
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 8/19
8
Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih
memudahkan seorang klinisi untuk mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik.
Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga) kriteria.4
Obesitas
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh
yang berlebihan.
Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai
penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak
tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh
dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan
lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap
mengalami obesitas.
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat
badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak
5% dari antara orang-orang yang gemuk).
Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga
kepada lokasi penimbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita
cenderung berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga
memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di
sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel. Tetapi hal tersebut bukan
merupakan sesuatu yang mutlak, kadang pada beberapa pria tampak seperti buah pir dan
beberapa wanita tampak seperti buah apel, terutama setelah masa menopause.
Seseorang yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih mudah mengalami
berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Mereka memiliki risiko yang
lebih tinggi. Gambaran buah pir lebih baik dibandingkan dengan gambaran buah apel.
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 9/19
9
Untuk membedakan kedua gambaran tersebut, telah ditemukan suatu cara untuk menentukan
apakah seseorang berbentuk seperti buah apel atau seperti buah pir, yaitu dengan menghitung
rasio pinggang dengan pinggul. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan
pinggul diukur pada titik yang terlebar; lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul.
Seorang wanita dengan ukuran pinggang 87,5 cm dan ukuran pinggul 115 cm, memiliki rasio
pinggang-pinggul sebesar 0,76. Wanita dengan rasio pinggang:pinggul lebih dari 0,8 atau pria
dengan rasio pinggang:pinggul lebih dari 1, dikatakan berbentuk apel.
Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam
menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang teijadi. Studi
menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off
yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan
vis- ceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi
metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada
peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak
metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak
berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan
pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan
memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.
Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur obersitas adalah BMI
(BodyMass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari
tinggi badan (meter)> nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Keterbatasan BMI adalah yang tidak dapat digunakan lagi:
Anak-anak dalam masa pertumbuhan
Wanita hamil
Orang yang sangat berotot, contohnya atlet
BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko
penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatan obes dam
membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI diatas , dengan kata lain orang tersebut
memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 10/19
10
Etiologi
Beberapa faktor yang menyebabkan sindrom metabolic telah ditemukan oleh para
ahli, diantaranya :
1. Diet yang salah
Pada sindrom metabolic yang menjadi perhatian adalah bukan berapa
banyak makanan yang dimakan, tapi apa jenis makanan yang dimakan. Konsumsi
makanan dengan tinggi karbohidrat yang mengandung gula putih dan tepung
terigu menyababkan terjadinya sindrom metabolic dalam masyarakat modern
sekarang ini.5
2. Kelebihan berat badan
Sindrom metabolic lebih banyak ditemui pada orang dengan kelebihan
berat badan, dengan penimbunan lemak pada tubuh bagian atas. Jadi sindrom
metabolic banyak ditemui pada orang dengan bentuk tubuh seperti apel.
Timbunan lemak pada daerah aras tubuh mempermudah produksi hormone pria
seperti androstenedione. Bila kadar hormone tersebut meningkat maka dapat
menyebabkan resistensi insulin.5
3. Sindrom ovarium polikistik
Sindrom ini merupakan bentuk gangguan hormonal yang sering ditemui
pada wanita, diderita oleh 6-10% wanita premenopause. Pada keadaan ini
produksi hormone pria meningkat, sehingga ovulasi dihambat. Karena ovulasi
tidak terjadi, maka produksi hormone wanita progesterone menjadi terhambat,
menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Wanita dengan sindrom
ovarium polikistik mempunyai tendensi mengalami sindrom metabolic lebih
besar, dan tujuh kali lebih sering mengalami diabetes mellitus tipe 2, terutama jika
,mereka juga mengalami kelebihan berat badan.5
4. Faktor genetik
Bila diantara anggota keluarga mempunyai riwayat obesitas, diabetes
mellitus tipe 2, hipertensi, sindrom ovarium polikistik atau penyakit jantung, maka
resiko untuk mengalami sindrom metaboolik meningkat.5
5. Finess dan exercise
Resistensi insulin lebih umum ditemui pada orang yang biasa hidup
dengan cara sedentary lifestyle dan tidak melakukan olahraga secara teratur.
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 11/19
11
Kekurangan latihan olahraga akan meningkatkan resiko sindrom metabolic
sebanyak 20-25%. Meskipun latihan olahraga teratur akan menurunkan resistensi
insulin, manfaatnya akan hilang bila latihan olahraga tersebut dihentikan.
Merokok dapat sedikit meningkatnkan resistensi insulin, sedangkan minuman
beralkohol 1-2 gelas/hari tidak meningkatkan tendensi sindrom metabolic.5
Epidemiologi
Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik.
Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50
tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan
peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi
yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan
kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III)
dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian
Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan
menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok
untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu
26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%). Laporan prevalensi
sindrom metabolik di beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Prevelensi Sindrom Metabolik di Beberapa Daerah di Indonesia.4
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 12/19
12
Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas sentral paling
dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studi di wilayah
Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan komponen yang paling
banyak ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik.4
Patofisiologi
Pengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing komponen sindrom metabolik sebaiknya
diketahui untuk dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup dan medikamentosa
dalam penatalaksanaan sindrom metabolik.4
Obesitas Sentral
Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam
menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi
menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off
yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik
dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan
visceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi
metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada
peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak
metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak
berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan
pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan
memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.
Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai
faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor α (TNF -α),
Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM
tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini dipreaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan
manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan
obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor
risiko tradisional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP Sejauh ini belum diketahui
apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari jaringan adiposa lebih baik daripada
pengukuran secara anatomi dala memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan
metabolik yang terkait.4
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 13/19
13
Resistensi Insulin
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini
belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp
merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan
glukosa plaama puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya
dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA)
dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat
dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin.
Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem
kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan
insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya,
penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun disepakati.4
Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan
trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun
mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan
konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas kehati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan
menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya
diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.
Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi
transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi
trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat
mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan
trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post
prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein
A-I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran
sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada
subyek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun
akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang
berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.4
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 14/19
14
Peran sistem imunitas pada resistensi insulin
Inflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Marker
inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular. C reactive protein
(CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tambahan tentang keparahan inflamasi pada subyek
wanita sehat dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan kesepakatan alur
diagnosis yang mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan
fibrinolisis dalam memprediksi risiko kardiovaskular.4
Hipertensi
Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang
sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation
dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut
dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi
akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor.
The Insulin Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan hubungan antara resistensi insulin
dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2.4
Manifestasi Klinik
Sindrom metabolik biasanya tidak diasosiasikan dengan gejala. Pada pemeriksaan
fisik, lingkar perut dan tekanan darah yang meningkat. Kehadiran satu atau salah satu dari
tanda-tanda ini harus diwaspadai dokter untuk mencari kelainan biokimia lain yang mungkin
terkait dengan sindrom metabolik. Kurang sering, lipoatrofi atau acanthosis nigricans
ditemukan pada penelitian. Karena temuan fisik biasanya terkait dengan resistensi insulin
yang berat, komponen lain dari sindrom metabolik harus diprediksi.
1) Obesitas Abdominal
2) Atherogenic Dislipidemia
3) Peningkatan tekanan darah
4) Resistensi Insulin
5) Komponen Proinflammatory
6) Prothrombotic State
7) Vascular abnormalities (disfungsi endothelial, ACR ≥ 30mg/g)
8)
Hiperurisemia
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 15/19
15
Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
Latihan Fisik :
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam
tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti
dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan
fisik terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4
hari. Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk
memperbaiki resistensi insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien
menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka panjang. Kombinasi latihan
fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan
menggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik
untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari
juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa
mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.6
Diet
Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database
mendukung peranan intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Bukti-bukti dari suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat
membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil-hasil dari studi klinis diet
rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian
komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angka kematian total.
The Seventh Report of the J oint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (J NC 7) merekomendasikan tekanan
darah sistolik antara 120 – 139 mmHg atau diastolik 80 – 89 mmHg sebagai stadium pre
hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini
untuk mencegah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches
to Stop Hypertension (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dantinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang berarti walaupun
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 16/19
16
tanpa disertai penurunan berat badan.
Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah
kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery
Risk Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah
lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna.
Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan
menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk
menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien
dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan
makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau
asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola
diet Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular.
Suatu studi menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-
bijian dan kentang. Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian,
buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka
panjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka
pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-
cholesterol dan menurunkan berat badan.
Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan yang
mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak
mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar
glukosa post prandial dan insulin. 6
Medika mentosa
Obat untuk obesitas:
Derivat amfetamin (dexfenfluramin, fenfluramin) dapat menekan nafsu
makan. Es: valvulopati jantung
Orlistat: menghambat lipase lambung dan pankreas, serta mengurangi absorpsi
lemak.
Sibutramin: mempercepat rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan.
Obat untuk menurunkan kadar glukosa :
METFORMIN
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 17/19
17
Metformin diperkenalkan sejak tahun 1995, mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah tanpa meningkatan sekresi insulin dan
meningkatkan beratbadan. Mekanisme utamanya adalah dnegan menurunkan
glukoneogenesis pada tingkat mitokondriadi hepatosit yang berakibat
terjadinya penurunan produksi glukosa di hati, dengan demikian menurunkan
kadar gula darah puasa. Metformin juga berkhasiat meningkatkan up take
glukosa perifer. Efek tersebut diduga multiple efek yang meliputi peningkatan
afinitas ikatan insulin dengan reseptor insulin, baik pada sel otot dan sel
eritrosit (Hardiman, 2005). Terdapat 7 kelebihan dari metformin pada sistem
cardiovasculair :
1. Menurunkan resistensi insulin
2. Efek homeostasis dan fungsi pembuluh darah
3. Potensial terhadap terapi sindrom metabolik pada DM tipe II
4. Antiartherogenik
5. Menghambat proses glikasi
6. Proteksi pembuluh darah
7. Mencegah komplikasi cardiovasculair disease pada DM tipe II dengan
faktor resiko tinggi.
Obat untuk hiperlipidemia :
GEMFIBROZIL
Gemfibrozil termasuk dalam obat golongan fibrat. Obat-obat yang
tergolong kelompok ini dapat dianggap sebagai hipolipidemik berspektrum
luas. Selain menurunkan kadar trigliserida Serum, kelompok fibrat juga
cenderung menurunkan kadar kolesterol-LDL dan menaikkan kolesterol-HDL.
Fibrat bekerja sebagai ligan untuk reseptor transisi nukleus, reseptor alfa
peroksisom yang diaktivasi proliferator, dan menstimulasi aktivitas lipoprotein
lipase.
Indikasi:
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 18/19
18
hiperlipidemia tipe IIa, IIb, III, IV dan V, serta pencegahan penyakit
jantung pada pria usia 40-55 tahun yang merespon dengan cukup
terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai.
Dislipidemia yang berhubungan dengan diabetes mellitus (DM).
Xanthoma yang berhubungan dengan dislipidemia.7
Komplikasi
DM
Stroke
Penyakit jantung koroner
Hipertensi
Prognosis
Jika ditangani dengan baik maka akan dapat hidup seperti orang normal. Jika tidak,
maka akan terjadi komplikasi yang lebih buruk.
Pencegahan
Ada 3 cara untuk mencegah sindrom metabolik yaitu :
a. Mengurangi kadar insulin yang meningkat
mengurangi intake refined carbohydrat
makan protein berkelas tinggi
makan sayur dan buah – buahan segar
b. Membantu insulin bekerja lebih baik
Selenium
Chromium picolinat
Lipoic acid
c. Perbaiki fungsi liver 5
7/29/2019 pbl 21 sindrom metabolik
http://slidepdf.com/reader/full/pbl-21-sindrom-metabolik 19/19
19
Kesimpulan
Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan dari gejala – gejala penyakit ibarat
gunung es, masih terbenam dibawah permukaan laut, sehingga tidak nampak sebagai suatu
penyakit. Misalnya yang paling sering adalah dijumpainya peningkatan kadar lemak darah,
baik itu kolesterol atau disertai dengan peningkatan trigliserida, maka keadaan ini akan
langsung diberi pengobatan obat – obat hipolipidemik, tanpa melihat gejala – gejala lain
seperti resistensi insulin, peningkatan kadar insulin, obesitas. Sehingga pengobatan seperti ini
hanya menghilangkan sebagian gejala dari sindrom metabolik. Selain itu bila penderita
obesitas yang sulit menurunkan berat badannya hanya disarankan untuk menjalani bermacam
– macam diet, tanpa melihat ketidakseimbangan metabolisme tubuh yang terjadi pada
sindrom metabolik, sehingga dapat diperkirakan penurunan berat badan yang diharapkan
tidak tercapai. Dengan mengenali penderita obesitas yang juga menderita sindrom metabolik,
kita dapat membuat suatu rencana diet yang sesuai dan pemberian suplemen yang sesuai pula,
sehingga gangguan metabolisme insulin sebagai akar penyebab obesitas dan sindrom
metabolik ini dapat ditanggulangi dengan tepat.
Daftar Pustaka
1. Bickley, LS. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta:
EGC.2008. Hal 56-63
2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EGC; 2003. h.98-9.
3. Patel PR. Lecturn notes radiologi. Edisi ke 2. Jakarta : 2006
4. Suyodo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal : 1865-1872.
5. Kurnia, Y. sindrom X dan Obesitas. Dalam Majalah Kedokteran Fakultas Kedokteran
UKRIDA Meditek . Agustus-Desember 2003; Hal 12-27.6. Aru WS Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007. Hal 1977-1979
7. Syarif, Aamir. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2008. Hal 523-32