Geolistrik

27
1 IDENTIFIKASI AIR TANAH (GROUNDWATER) MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITY (GEOLISTRIK with IP2WIN Software) RUNI ASMARANTO e-book learning, MK Hidrogeologi Jurusan Teknik Pengairan FT-Universitas Brawijaya Tahun 2012

description

geolistrik

Transcript of Geolistrik

Page 1: Geolistrik

1

IDENTIFIKASI AIR TANAH (GROUNDWATER)

MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITY

(GEOLISTRIK with IP2WIN Software)

RUNI ASMARANTO

e-book learning, MK Hidrogeologi

Jurusan Teknik Pengairan FT-Universitas Brawijaya

Tahun 2012

Page 2: Geolistrik

2

1.1. Umum.

Sebagian besar airtanah berasal dari air permukaan yang meresap masuk

kedalam tanah, dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Kandungan airtanah di suatu

daerah dapat dipengaruhi oleh kondisi lapisan geologi bawah permukaan di daerah

tersebut terutama berkaitan dengan porositas batuan.

1.2. Sifat Batuan Sebagai Media Aliran Airtanah.

Batuan yang bertindak sebagai media aliran airtanah mempunyai sifat kelulusan

air, kapasitas jenis, keterusan air, daya simpan air. (Suharyadi, 1984:41)

1. Koefisien Kelulusan air.

Koefisien kelulusan air (Coeficient of Permeability/Hydraulic Conductivity) adalah

kemampuan untuk meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan tanpa mengubah

sifat-sifat airnya. Koefisien kelulusan air terdiri dari koefisien kelulusan air di lapangan

(Kf) dan koefisien kelulusan air di laboratorium atau standart (Ks). Menurut hukum darcy,

koefisien kelulusan air dinyatakan sebagai :

K = hari

m

T

L

LLxLT

L

dldhxAQ 2

3

(2-1)

Tabel 2.1. Koefisien kelulusan air dari berbagai batuan (K).

Macam Batuan K (mm/hari) Macam Batuan K (mm/hari)

Kerikil 450 Batu Pasir Menengah 3.1000

Kerikil Menengah 270 Batu Pasir Halus 0.2000

Kerikil Kasar 150 Silt 0.0800

Pasir Kasar 45 Lempung 0.0002

Pasir Menengah 12 Batu Gamping 0.9400

Pasir Halus 3 Dolomit 0.0010

(Sumber: Bisri, 2008 : 12)

2. Kapasitas Jenis.

Kapasitas Jenis (Specific Capacity) adalah debit yang dapat diperoleh setiap

penurunan permukaan airtanah bebas ataupun airtanah tertekan, sepanjang satu satuan

panjang dalam satu sumur pompa pada akhir periode pemompaan. Secara sedarhana

harga kapasitas jenis dapat digunakan untuk menentukan besarnya debit pemompaan.

Kapasitas jenis secara umum dinyatakan dalam:

SQ = det

223 m

T

L

LTL

S

Q (2-2)

3. Koefisien Keterusan Air.

Koefisien keterusan air koefisien transmisivitas (Coeficient of Transmisivity)

merupakan banyaknya air yang dapat mengalir melalui suatu bidang vertikal setebal

akuifer, selebar satu satuan panjang. Harga koefisien keterusan dapat ditentukan

dengan uji pompa (pumping test), atau melalui perhitungan secara teoritis.

Koefisien keterusan air dinyatakan dalam:

Page 3: Geolistrik

3

Transmisivity = det

223 m

T

L

LTL (2-3)

Tabel 2.2. Nilai Porositas dan Permeabilitas Lapisan.

Lapisan Tanah Porositas

(%)

Porositas Efektif

(%)

Koefisien

Permeabilitas

( m2/det )

Lempung (alluvium) 45-50 5,00-10,00 10-4

-10-5

Silt (alluvium) 35-45 5,00-8,00 10-4

-10-5

Pasir (alluvium) 30-35 20,00-25,00 10-1

-10-6

Pasir dan kerikil (alluvium) 25-30 15,00-20,00 10-1

-10-6

Lempung (dillivium) 50-60 3,00-5,00 10-5

-10-6

Silt (dillivium) 40-50 5,00-10,00 10-5

-10-6

Pasir (dillivium) 35-40 15,00-20,00 10-2

-10-3

Pasir dan kerikil (dillivium) 30-35 10,00-20,00 10-2

-10-3

Batu lumpur (neo-tersier) 55-65 3,00-5,00 10-5

-10-6

Batu pasir (neo-tersier) 40-50 5,00-10,00 10-3

-10-4

Tufa (neo-tersier) 30-65 3,00-10,00 10-3

-10-6

(Sumber: Sosrodarsono dan Takeda, 1976 : 96)

4. Koefisien Daya Simpan Air.

Koefisien daya simpan air (Coeficient of Water Storage) adalah volume air yang

dilepaskan atau dapat disimpan oleh suatu akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada

satu satuan perubahan kedudukan muka airtanah baik airtanah bebas maupun airtanah

tertekan. Koefisien daya simpan air dapat digunakan untuk menentukan jenis akuifer,

disamping itu juga dapat digunakan untuk menghitung jumlah kandungan airtanah di

suatu daerah.

Berdasarkan sifat fisik lapisan batuan dan perlakuannya sebagai media aliran

air, maka lapisan batuan tersebut dapat dibedakan menjadi 4 (suharyadi, 1984 : 12)

yaitu:

a. akuifer.

Akuifer (aguifer) merupkan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan

yang sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan melepaskan air dalam

jumlah yang cukup berarti. Misalnya kerikil, pasir, batu kapur, batuan gunung

berapi.

b. Akuitar.

Akuitar (Aquitards) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan

batuan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan air tetapi hanya dapat

mengalirkan air dalam jumlah yang terbatas. Misalnya tampak adanya

kebocoran-kebocoran atau rembesan yang terletak antara akuifer dan

akuiklud.

c. Akuiklud.

Akuiklud (Aquiclude) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan

batuan sedemikian rupa, sehingga dapat menampung air tetapi tidak dapat

melepaskan air dalam jumlah yang cukup berarti. Hal ini terjadi dikarenakan

nilai konduktivitasnya kecil sekali, misalnya lapisan lempung dan lapisan

Lumpur (silt).

Page 4: Geolistrik

4

d. Akuifug.

Akuifug (Aquifuge) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan

sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menampung maupun melepaskan air

(sama sekali kedap terhadap air), misalnya granit yang keras, kuarsit, lapisan

batuan yang kompak (rock) atau batuan sedimen yang tersemen penuh.

1.3. Penyebaran Vertikal Airtanah.

Distribusi airtanah secara vertikal dibawah permukaan tanah dibagi dalam

beberapa zona yaitu zona jenuh dan zona tidak jenuh. Zona tidak jenuh sendiri terdiri

atas: zona air dangkal (soil water zona), zona antara (intermediate vadoze water zona)

dan zona kapiler (capillary water zona). Penjelasan selengkapnya mengenai susunan

vertikal airtanah adalah sebagai berikut:

A. Zona Jenuh.

Dalam zona jenuh (Zona of Saturation) semua rongga-rongga atau pori-pori berisi

air. Bagian bawah dari zona jenuh merupakan lapisan kedap air, zona jenuh dapat

berupa tanah liat atau batuan dasar (bedrock). Air yang berada dalam zona jenuh

dinamakan airtanah. Air yang ditampung dalam zona ini adalah air yang ditahan oleh

lapisan setempat terhadap gaya gravitasi. (Bisri, 1988 : 4)

Gambar 2.1. Penyebaran Vertikal Airtanah.

(Sumber, Bisri, 1988 : 4)

B. Zona tidak jenuh.

Zona tidak jenuh (zona of aeration) terletak di atas zona jenuh sampai ke

permukaan tanah, sedangkan air yang berada di dalam zona tidak jenuh dinamakan air

mengambang atau air dangkal.

Zona tidak jenuh terdiri dari zona dangkal, zona antara dan zona kapiler.

Besarnya masing-masing zona tersebut serta distribusi air dalam masing-masing zona itu

diuraikan sebagai berikut:

Page 5: Geolistrik

5

1. Zona Kapiler.

Zona kapiler (Capilary Zona) berada diantara permukaan airtanah sampai ke

batas kenaikan kapiler air. Beberapa penelitian telah mempelajari kenaikan dan

distribusi air dalam zona kapiler dari sudut media berpori. Jika ruang porinya dapat

diandaikan sebagai pipa kapiler dengan kenaikan kapiler, makin tinggi kenaikannya di

atas permukaan airtanah maka besar kadar kejenuhannya makin menurun. (Soemarto,

1995 : 165)

2. Zona Antara.

Zona antara (Intermediate Vadose Zona) terletak di antara batas bawah zona air

dangkal sampai dengan batas atas zona kapiler. Tebal dari zona antara sangat beragam,

zona antara berguna untuk mengalirnya air kebawah, sampai ke muka airtanah.

(Soemarto, 1995 : 165)

3. Zona Air Dangkal.

Zona air dangkal (Soil Water Zona) dimulai dari permukaan tanah sampai ke

zona perakaran utama (major root zona). Tanah di zona air dangkal dalam keadaan tidak

jenuh, kecuali bila terdapat banyak air di permukaan tanah seperti berasal dari curah

hujan, irigasi.

Air yang berada di zona dangkal dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori

berdasarkan konsentrasinya di dalam zona tersebut. (Soemarto, 1995 : 164)

a) Air higroskopis.

Air higroskopis merupakan air yang diisap dari udara membentuk lapisan air

yang sangat tipis dipermukaan partikel-partikel tanah. Air higroskopis memiliki gaya

adhesi yang sangat besar, sehingga tidak dapat diserap oleh akar-akar tanaman.

b) Air kapiler.

Air kapiler merupakan air yang berada dalam lapisan tipis di seputar partikel-

partikel tanah. Air kapiler ditahan oleh tegangan permukaan (surface tension) yang

digerakan oleh aksi kapiler sehingga dapat diserap oleh tanaman.

c) Air gravitasi.

Air gravitasi merupakan kelebihan air dangkal yang mengalir melewati sela-sela

butiran tanah di bawah pengaruh gaya gravitasi.

1.4. Akuifer.

Akuifer sendiri berasal dari kata aqua yang berarti air dan fere yang berarti

mengandung. Jadi akuifer dapat juga diartikan sebagai lapisan pembawa air atau lapisan

permeabel. (Suharyadi 1984 : 12)

Gambar 2.2. Lapisan Akuifer.

Page 6: Geolistrik

6

1.4.1. Jenis Akuifer.

Berdasarkan susunan lapisan geologi (litologinya) dan besarnya koefisien

kelulusan air (K), akuifer dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu Akuifer Bebas

(Unconfined Aquifer), Akuifer Tertekan (Confined Aquifer), Akuifer Setengah Tertekan

(Semiconfined Aguifer), Akuifer Menggantung (Perched Aquifer). (Suharyadi 1984 : 19)

A. Akuifer Bebas.

Akuifer bebas (Unconfined Aquifer) merupakan akuifer dengan hanya memiliki

satu lapisan pembatas kedap air yang terletak dibagian bawahnya. Dengan kata lain

muka airtanah merupakan bidang batas sebelah atas daripada daerah jenuh air. Akuifer

ini disebut juga sebagai phreatic aquifer. Sedangkan nilai (K`) = (K).

Gambar 2.3. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer)

B. Akuifer Tertekan.

Akuifer tertekan (Confined Aqufer) merupakan suatu akuifer jenuh air yang pada

lapisan atas dan lapisan bawahnya merupakan lapisan kedap air sebagai pembatasnya.

Pada lapisan pembatasnya dipastikan tidak terdapat air yang mengalir (no flux). Pada

akuifer ini tekanan airnya lebih besar daripada tekanan atmosfer. Oleh karena itu akuifer

ini disebut juga dengan pressure aquifer. Sedangkan nilai (K`) = 0, (K) > (K`)

Gambar 2.4. Akuifer Tertekan (Confined akuifer)

C. Akuifer Setengah Tertekan.

Akuifer setengah tertekan (Semiconfined Aquifer) ialah suatu akuifer jenuh air,

dengan bagian atas dibatasi oleh lapisan setengah kedap air (nilai kelulusannya terletak

antara akuifer dan akuitar) dan pada bagian bawah dibatasi oleh lapisan kedap air. Pada

lapisan pembatas dibagian atasnya dimungkinkan masih ada air yang mangalir ke akuifer

tersebut. Akuifer ini disebut juga dengan leaky-artesian aquifer.

ふKげぶ Lapisaミ Kedap Air

(K)Akuifer Tertekan

Lapisan Kedap Air

ふKげぶ Lapisaミ Tidak Kedap Air

(K) Akuifer Bebas

Lapisan Kedap Air

Page 7: Geolistrik

7

Lapisan Kedap Air

Muka Air tergantung

Permukaan Tanah

Lapisan Kedap Air

Muka Air Tergantung

Gambar 2.5. Akuifer Setengah Tertekan (Semiconfined Aquifer)

D. Akuifer Menggantung

Akuifer menggantung (Perched Aquifer) merupakan akuifer yang massa

airtanahnya terpisah dari airtanah induk. Dipisahkan oleh suatu lapisan yang relatif

kedap air yang begitu luas dan terletak diatas daerah jenuh air. Biasanya akuifer ini

terletak di atas suatu lapisan formasi geologi yang kedap air. Kadang-kadang lapisan

bawahnya tidak murni kedap air namun berupa aquitards yang juga bisa memberikan

distribusi air pada akuifer dibawahnya.

Gambar 2.6. Akuifer Menggantung (Perched aguifer)

1.4.2. Lapisan Geologi Sebagai Akuifer.

Menurut Todd (1980), batuan yang dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air

terbaik adalah pasir, kerakal, dan kerikil. Sedangkan 90% dari akuifer terdiri dari batuan

tidak terkonsolidasi, terutama kerikil dan pasir.

Jika ditinjau dari permeabilitas batuannya, lapisan pembawa air dapat dibagi menjadi

tiga kelompok yaitu:

a) Lapisan permeabel (serap air) seperti kerikil, kerakal, dan pasir.

b) Lapisan semi permeabel (semi menyerap air) seperti pasir argullasis, tanah los.

c) Lapisan kedap air, seperti batuan kristalin, tanah liat.

1.5. Daerah Terdapatnya Airtanah.

Terdapatnya akuifer di alam berdasarkan material penyusunnya dapat

dibedakan menjadi dua. (Bisri, 1988: 4)

A. Material Lepas.

Terdapatnya airtanah pada material lepas berdasarkan daerah pembentuknya

dibedakan menjadi 4 yaitu :

1. Daerah Dataran.

ふKげぶ Lapisaミ ½ Kedap Air

(K)Akuifer ½ Tertekan

Lapisan Kedap Air

Page 8: Geolistrik

8

Daerah dataran yang dimaksud berupa dataran yang luas dengan endapan yang

belum mengeras seperti pasir dan kerikil. Pengisian (recharge) pada umumnya diperoleh

dari perkolasi air hujan atau sungai, sebagai contoh: dataran pantai.

2. Daerah Alluvial (daerah aliran sungai).

Volume airtanah dalam didaerah alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran dan

permeabilitas akuifer. Bila muka air disekitar daerah alluvial lebih tinggi dari muka

airtanah, maka potensi airtanahnya cukup besar. Airtanah pada daerah alluvial dapat

dibagi menjadi tiga macam. (Takeda dan Sosrodarsono, 1976 : 98)

a. Airtanah Susupan.

Airtanah susupan merupakan airtanah yang mengendap di dataran banjir ditambah

langsung dari peresapan sungai. Titik permulaan peresapan air sungai dapat

diperkirakan dari garis kontur permukaan airtanah. Makin panjang jaraknya dari

titik permukaan, biasanya makin kecil tahanan listriknya, karena makin panjang

penyusupan itu, makin banyak bahan-bahan lisrik yang larut dalam airtanah.

b. Airtanah yang Dalam.

Airtanah yang dalam, berupa lapisan alluvium dan diluvium yang diendapkan

setebal seratus sampai beberapa ratus meter di dataran alluvium yang berganti-

ganti dari lapisan pasir dan krikil, lapisan loam dan lapisan lempung.

c. Airtanah Sepanjang Pantai.

Airtanah di daerah pantai dipengaruhi oleh pasang surut air laut, bila muka air laut

pasang maka airtanah yang tersedia akan banyak.

3. Daerah Lembah Mati.

Daerah lembah mati merupakan suatu lembah yang tidak dilewati sungai.

Potensi airtanahnya cukup besar akan tetapi suplai air yang diterima tidak sebesar

daerah aliran air.

4. Daerah Lembah antar Gunung.

Daerah lembah antar gunung merupakan daerah lembah yang dikelilingi oleh

pegunungan biasanya terdiri dari material lepas dalam jumlah yang sangat besar.

Materialnya berupa pasir dan kerikil yang akan menerima air dari pengisian.

B. Material Kompak.

Sedangkan beberapa material kompak yang mempunyai potensi airtanah cukup

besar antara lain : (suharyadi, 1984 : 24)

1. Batu Gamping.

Batu gamping apabila dalam keadaan kompak tidak dapat bertindak sebagai

akuifer, tetapi apabila memiliki banyak retakan, lubang diantara retakan tersebut dapat

juga memungkinkan untuk bertindak sebagai akuifer. Dalam hal ini jenis batu gamping

sangat menentukan disamping topografinya.

2. Batuan Beku Dalam.

Batuan beku dalam tidak termasuk sebagai akuifer yang baik, akan tetapi bisa

mengandung airtanah jika memiliki banyak rekahan-rekahan didalamnya.

3. Batuan Vulkanik.

Batuan vulkanik primer misalnya lava basalt dapat sangat lulus air apabila

banyak lubang-lubang bekas gas maupun retakan. Batuan endapan vulkanik dapat

bertindak sebagai akuifer yang baik, terutama batuan yang berumur muda.

1.6. Metode-metode Geofisika.

Ada beberapa metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui

kondisi lapisan geologi bawah permukaan (Verhoef, 1992 : 199) diantaranya:

Page 9: Geolistrik

9

A. Metode Seismik.

Dalam metode seismik penyelidikan didasarkan pada kecepatan rambat dari

getaran suara, yang tergantung dari kerapatan material dan massa. Metode seismik

terdiri dari metode refraksi seismik dan metode refleksi seismik.

B. Metode Geolistrik.

Pada metode geolistrik penyelidikan didasarkan pada variasi vertikal dan

horizontal yang menyangkut perubahan dalam hantaran elektrik suatu arus listrik.

Metode ini banyak digunakan dalam penentuan struktur geologi, ketebalan lapisan

penutup, kadar kelembaban tanah dan permukaan airtanah.

C. Metode Magnetik.

Metode magnetik merupakan salah satu bentuk pengukuran terhadap variasi

dalam medan magnetik bumi. Metode ini banyak digunakan dalam pencarian material

magnetik dalam lingkungan yang tidak magnetis atau sebaliknya.

D. Metode Elektromagnetik VLF (Very Low Frequency)

Salah satu metode yang banyak digunakan dalam prospeksi geofisika adalah

metode elektromagnetik. Metode elektromagnetik biasanya digunakan untuk eksplorasi

benda-benda konduktif. Perubahan komponen-komponen medan akibat variasi

konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawah permukaan. Medan

elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan

medan elektromagnetik di sekitar daerah observasi, pengukuran semacam ini disebut

teknik pengukuran aktif. Contoh metode ini adalah Turam elektromagnetik.

Metode ini kurang praktis dan daerah observasi dibatasi oleh besarnya sumber

yang dibuat. Teknik pengukuran lain adalah teknik pengukuran pasif, teknik ini

memanfaatkan medan elektromagnetik yang berasal dari sumber yang tidak secara

sengaja dibangkitkan di sekitar daerah pengamatan. Gelombang elektromagnetik seperti

ini berasal dari alam dan dari pemancar frekuensi rendah (15-30 Khz) yang digunakan

untuk kepentingan navigasi kapal selam. Teknik ini lebih praktis dan mempunyai

jangkauan daerah pengamatan yang luas.

1.7. Pendugaan Geolistrik.

Penyelidikan airtanah secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa

metode, salah satunya adalah penyilidikan geofisika. Untuk kepentingan airtanah sering

digunakan metode geolistrik, karena lebih mudah dan murah. Dengan geolistrik dapat

diukur harga tahanan jenis dari lapisan batuan lokasi tertentu. Secara umum cara kerja

alat geolistrik ini dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah.

Gambar 2.7. Cara kerja alat Geolistrik

Page 10: Geolistrik

10

Harga tahanan jenis batuan tergantung macam materialnya, densitas, porositas

batuan, kandungan air, sifat air dan suhu. Dengan demikian tidak ada kepastian harga

tahanan jenis untuk setiap batuan. Batuan beku dan batuan malihan mempunyai harga

tahanan jenis berkisar antara 102 sampai dengan 10

8 Ohmmeter. Batuan endapan dan

batuan malihan yang lepas mempunyai harga tahanan jenis berkisar antara 1 sampai

dengan 104 Ohmmeter.

Akuifer berupa material lepas mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang

apabila makin besar kandungan air semakin besar kandungan garamnya (misalnya air

asin). Mineral lempung bersifat menghantarkan arus listrik sehingga tahanan jenisnya

akan kecil.

Cara kerja metode geolistrik ini didasarkan pada sifat-sifat listrik dari batuan

penyusun kerak bumi. Alat ini sering digunakan untuk memetakan penyebaran akuifer.

Alat untuk pendugaan geolistrik lebih dikenal dengan nama resistivitymeter yang

ditampilkan pada gambar 2.8. Dengan mengalirkan arus listrik ke bumi lewat elektroda

yang dipasang dan dicatat pula tegangan yang ditimbulkan oleh arus tersebut, maka

dapat ditutup besaran tahanan jenis setiap kedalaman yang diinginkan, maka jarak antar

elektroda diubah, dimana semakin jauh jarak antara elektroda maka semakain dalam

tahanan jenis batuan yang didapat.

Metode pendugaan geolistrik pada lokasi tertentu akan menghasilkan penampang

tahanan jenis. Dari penampang tahanan jenis dapat ditarik kesimpulan mengenai lapisan

batuan daerah tersebut. Kemudian pendugaan geolistrik akan diinterpretasikan dalam

dua tahap :

1. Menentukan penampang tahanan jenis

2. Interpretasi geologi.

Untuk tahap kedua ini diharapkan adanya perbandingan hasil interpretasi dengan peta

penampang hidrogeologi dari pemboran sebelumnya.

Gambar 2.8. Tampak atas dan samping dari alat resistivity meter

Page 11: Geolistrik

11

LxI

VxA

1.7.1. Tanahanan Jenis Batuan

Tahanan jenis atau resistivitas, dapat ditentukan menggunakkan hukum Ohm:

IV1

AA

L

V2

Gambar 2.9. Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah silinder dengan beda

potensial antara kedua ujungnya. (Sumber, Waluyo, 1984 : 149)

(2-4)

Dimana: ρ = Tahanan Jenis (Ohm-m)

V = Tegangan (Volt)

I = Arus listrik yang melewati bahan berbentuk silinder

(Ampere)

A = Luas Penampang (m2)

L = Panjang (m)

Menurut (Telford et al., 1990) aliran arus listrik di dalam batuan dapat

digolongkan menjadi tiga macam besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga

dipengaruhi oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan, yaitu :

1. Konduksi elektronik jika batuan mempunyai elektron bebas sehingga arus listrik

dialirkan oleh elekron-elektron bebas.

2. Konduksi elektrolit terjadi jika batuan bersifat poros dan pori-pori terisi oleh

cairan elektrolit. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh lektrolit.

3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus

listrik yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri arus listrik.

Tabel 2.3. Harga tahanan jenis berbagai mineral, batuan maupun fluida.

Material Bumi Resistivitas Semu

ふΏ-m) Material Bumi

‘esistivitas “eマu ふΏ-

m)

Logam Batuan sedimen

Tembaga 1,7 x 10-8

Batu Lempung 10 – 1 x 103

Emas 2,4 x 10-8

Batu Pasir 1 – 1 x 108

Perak 1,6 x 10-8

Batu Gamping 50 – 1 x 107

Grafit 1 x 10-3

Dolomit 100 – 1 x 104

Besi 1 x 10-7

Nikel 7,8 x 10-8

Sedimen Lepas

Timah 1,1 x 10-7

Pasir 1 – 1 x 103

Lempung 1 – 1 x 102

Batuan Kristalin

Granit 102 - 10

6 Airtanah

Diorit 104 – 10

5 Air Sumur 0,1 – 1 x 10

3

Gabbro 103 – 10

6 Air Payau 0,3 – 1

Andesit 102 – 10

4 Air Laut 0,2

Basalt 10 – 107 Air Asin (Garam) 0,05 – 0,2

Sekis 10 – 104

Page 12: Geolistrik

12

Gneiss 104 - 10

6

(Sumber: Waluyo, 1984 : 179)

Tabel 2.4. Harga resistivitas spesifik batuan

Material Harga resistivitas ( M)

Air Permukaan 80-200

Air Tanah 30-100

Silt-lempung 10-200

Pasir 100-600

Pasir dan Kerikil 100-1000

Batu Lumpur 20-200

Batu Pasir 50-500

Konglomerat 100-500

Tufa 20-200

Kelompok Adesit 100-2000

Kelompok Granit 1000-10000

Tanah Lempung 1,5-3,0

Lempung Lanau 3,0-15

Tanah Lanau Pasiran 15-150

Batuan Dasar Lembab 150-300

Pasir Kerikil Kelanauan 300

Batuan Dasar Tak lapuk 2400

terdapat Air Tawar 20-60

Air Asin 20-200

Kelompok Chert, Slate 0,18-0,24

Unconsolidated Sedimen

Sand 1-1000

Clay 1-100

Marl 1-100

Ground Water

Portable well water 0,1-1000

Breckish water 0,3-1

Sea Water 0,05-0,2

(Sumber: Telford et al., 1990)

Secara teknis hubungan antara besarnya nilai tahanan jenis dengan macam

batuan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Nilai tahanan jenis batuan yang lepas lebih rendah dari batuan yang kompak.

2. Nilai tahanan jenis batuan akan lebih rendah, jika airtanah berkadar garam tinggi.

3. Tidak terdapat batas yang jelas antara nilai tahanan jenis dari tiap-tiap batuan.

4. Tahanan jenis batuan dapat berbeda secara menyolok, tidak saja dari lapisan yang

satu terhadap lapisan yang lain, tetapi juga didalam satu lapisan batuan.

5. Batuan yang pori-porinya mengandung air, hambatan jenisnya lebih rendah dari yang

kering. Kandungan air didalam batuan akan menunjukan harga resistivitas.

Ketentuan umum dari sifat kelistrikan batuan adalah besarnya tahanan

dinyatakan dengan perantaraan nilai tahanan jenisnya. Tahanan jenis berbanding

terbalik dengan daya hantar listrik, sehingga:

Page 13: Geolistrik

13

(2-5)

Dimana: ρ = Tahanan Jenis (Ohm-meter).

ゝ = Daya hantar listrik.

1.7.2. Metode tahanan jenis

Tahanan jenis didefinisikan sebagai hambatan suatu unit bahan terhadap arus

(searah) yang mengalir melalui media tersebut atau arah tegak lurus terhadap dua

bidang yang berhadapan. Besarnya tahanan ini tergantung pada dimensi unit satuan

yaミg dialiriミya. “atuaミ tahaミaミ iミi laziマ diミyatakaミ dalaマ さOhママeterざ atau さOhママiliマeterざ.

Berbagai satuan batuan adalah bersifat sebagai pengantar listrik yang baik

dalam penimbangan terhadap beberapa factor berikut:

Kandungan mineral atau jenis bahan

Kandungan air atau kejenuhan

Hambatan berbagai garam dan kandungan ion bebas di dalamnya

Struktur dan tekstur batuan

Kebanyakan berbagai mineral pembentuk batuan termasuk silikat memiliki

Tahanan Jenis yang tinggi, sedangkan mineral sulfida dan beberapa oksida logam, dan

oleh karena itu, dalam keadaan kurang dan kondisi tidak kotor, kebanyakan batuan atau

mineral tersebut praktis bukanlah bersifat penghantar listrik yang baik dan dengan

demikian memiliki sifat Tahanan Jenis yang tinggi.

Keterdapatan cairan atau air dalam sistem atau ruang antar butir dapat

menurunkan nilai tahanan jenis batuan tersebut. Jenis batuan beku, ubahan (metamorf),

atau batuan sedimen termampatkan umumnya memiliki tahanan jenis tinggi,

sebaliknya, jenis batuan lepas seperti pasir, kerikil, apabila jenuh air tawar akan memiliki

tahanan jenis sedang; tahanan jenis itu akan lebih rendah atau lebih rendah lagi apabila

terdapat air payu atau air asin di dalamnya. Batuan lempung yang mengandung air dan

larutan berbagai ion didalamnya mempunyai nilai tahanan jenis rendah. Pada umumnya

tahanan jenis batuan sedimen ditentukan oleh komposisi mineral dan struktur

geologinya. Batauan yang keras dan padat memiliki tahanan jenis yang lebih tinggi

dibandingkan dengan batuan yang kurang padat atau bahan yang lepas sifatnya.

Metode tahanan jenis batuan merupakan suatu cara untuk menyelidiki variasi

tahanan jenis batuan baik secara vertikal maupun lateral. Untuk pengukuran tahanan

jenis kelistrikan suatu formasi batuan bawah permukaan atau akuifer digunakan suatu

perangkat alat geolistrik, berikut perlengkapannya. Untuk mendapatkan nilai tahanan

jenis semu setiap lapisan dapat diperoleh dari beberapa konfigurasi penempatan

elektroda. Konfigurasi penempatan elektroda yang umum digunakan adalah konfigurasi

Schlumberger, Wenner, Pole-Dipole, Pole-Pole, Equatorial Dipole-Dipole dan Dipole-

Dipole.

1.7.3. Konfigurasi elektroda dan Tahanan Jenis Semu

Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis semu setiap lapisan maka elektroda

diatur sedemikian rupa, sehingga arus dan potensial dapat terhubung satu sama lain.

Pada prinsipnya semakain jauh bentangan antar elektroda, maka makin dalam pula hasil

interpretasi yang didapat.

Dalam melaksanakan pengukurannya, empat elektroda yaitu elektroda

potensial; (P1, P2) dan elektroda arus; (A1, A2) ditanam (dipatok) kedalam tanah. Untuk

pelaksanaan pengukuran arus (dalam milivolt) dari baterai dialirkan ke dalam bumi

1

Page 14: Geolistrik

14

melalui elektroda arus C1 dan C2. Hasil dari perbedaan tegangan µ (P1-P2) yang

dihasilkan oleh arus ini di dalam bumi diukur melalui dua elektroda potensial P1 dan P2.

Adapun konfigurasi posisi elektroda yang umum digunakan yakni konfigurasi

Schlumberger, sedangkan metode-metode lain sangatlah jarang digunakan.

1.7.3.1. Konfigurasi Schlumberger

Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada

tahun 1912. Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit

yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah

permukaan dengan biaya survei yang relatif murah.

Kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat

permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Pada konfigurasi

Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara

teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak

AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN

hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada

elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga

diperlukaミ alat ukur マultiマeter yaミg マeマpuミyai karakteristik けhigh iマpedaミIeげ deミgaミ akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di

belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang

mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.

Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk

mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan

membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.

a. Posisi Elektroda

Pada pendugaan geolistrik Schlumberger, elektroda ditempatkan dalam satu

garis lurus, simetris terhadap tititk pusat, seperti terlihat dalam Gambar 2.10. Jarak

elektorda C1 dan C2 (AB) dibuat lebih besar dari jarak antara dua elektroda potensial P1

dan P2 (MN). Biasanya dalam praktek di lapangan digunakan jarak AB = 5 MN dan

hasilnya cukup baik. Titik duga 0 terletak ditengah-tengah sebagai titik duga. Arus listrik I

dialirkan dan diukur antara kutub-kutub arus listrik C1 dan C2 sedangkan tegangan listrik

V diukur antara kutub-kutub P1 dan P2.

b. Analisa Nilai Tahanan Jenis Semu

Kalau bumi bersifat homogen isotropic, maka tahanan jenis yang diperoleh

tahanan jenis yang sebenarnya. Tahanan jenis sebenarnya ini dihitung dengan

menggunakan Persamaan (2-6):

(2-6)

dengan :

ヾ = tahanan jenis sebenarnya (Ohm meter)

∆V = beda potensial (volt)

I = kuat arus yang material (ampere)

A = luas penampang material (m2)

L = Panjang jarak pengukuran (m)

Page 15: Geolistrik

15

Karena di bumi tidak ada lapisan batuan yang homogen isotropic, maka tahanan

jenis yang diperoleh adalah tahanan jenis semu. Tahanan jenis semu ini dinyatakan

dengan Persamaan (2-7):

(2-7)

dimana:

ヾa = tahanan jenis semu (Ohm meter)

k = factor geometri yang tergantung dari kedudukan elektroda

Dengan mengunakan konfigurasi Schlumberger, maka factor koreksi geometri

dihitung dengan persamaan (2-8):

(2-8)

dimana:

a = Jarak dari penempatan dua elektroda potensial (m)

L = Jarak dari penempatan dua elektroda arus listrik (m

ヽ = 3.14

Pendugaan geolistrik yang terdiri dari satu seri tahanan jenis semu (Ra) yang

diplot terhadap jarak (1/2) pada kertas logaritma akan menghasilkan penampang

tahanan jenis bahwa permukaan.

Untuk memperoleh hasil interpretasi yang baik menggunakan program

komputer yang memiliki kriteria sebagai berikut:

Konfigurasi lapisan

Koreksi vertikal kurva lapangan dengan mengeser percabangan dan koreksi harga

tahanan jenis dan kedalaman yang benar.

Penyimpangan dan penyajian kurva tahanan jenis dengan interpretasi tahanan jenis.

Program yang memiliki kriteria di atas adalah program Res2Dinv, IP2WIN dan

Progres3.

Gambar 2.10. Konfigurasi Schlumberger

1.7.3.2. Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-empat

buah elektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah. Jarak

I

C1

V

P1 P2 C2

M N MN ≤ 1/5AB

A B L = AB

Page 16: Geolistrik

16

MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB. Bila jarak AB

diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak

AB.

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan

pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN

yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter

dengan impedansi yang relatif lebih kecil.

Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan

faktor non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.

a. Posisi elektroda

Penyusunan titik ukur mengunakan mengunakan system grid, sehingga lokasi tersebut

dapat terukur dari berbagai arah. Jarak antara grid dan intervalnya diatur sesuai luas

lokasi. Pada gambar 2.11. memperlihatkan empat buah kutub listrik yang ditancapkan

dengan interval yang sama pada sebuah garis lurus. Cara rangkaian seperti ini disebut

konfigurasi Wenner.

Jarak elektroda C1 dan C2 (AB) dibuat tiga kali dari jarak antara dua elektroda

potensial (MN). Titik duga no 0 terletak di tengah-tengah. Arus listrik I dihubungkan

antara arus listrik C1 dan C2 lalu dialirkan secara bertahap. Kemudian hasil pembacaan

tegangan V diukur selisihnya antara kutub tegangan P1 dan P2. Tahap demi tahap

interval kutup AB diperpanjang dengan titik duga sebagai pusat untuk memperoleh hasil

pengukuran yang baik.

b. Analisa Nilai Tahanan Jenis Semu

Rumus untuk tahanan jenis sebenarnya dan tahanan jenis semu pada konfigurasi

Wenner tidak terlalu jauh berbeda dengan konfigurasi Schlumberger, perbedaannya

hanya terletak pada faktor koreksi geometri.

K = 2 ヽ a

Dimana:

K = Faktor koreksi geometri

a = jarak dari penempatan elektroda potensial (m)

Π = 3.14

Gambar 2.11. Konfigurasi Wenner

c. Analisa Nilai Tahanan Jenis Semu

Setelah mendapat nilai tahanan jenis semu dari hasil analisis tahanan jenis

batuan hasil pengukuran, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan tahanan jenis

I

C1

V

P1 P2 C2

M N MN = 1/3AB

A B L = AB

Page 17: Geolistrik

17

sebenarnya dan interpretasi geologi. Biasanya perhitungan tahanan jenis sebenarnya

dilakukan cara kurva karateristik dan kurva matching (Bisri, 2008 :57).

Langka-langkah pengerjaan dengan cara Macthing Curve adalah sebagai berikut:

1. Plot ミilai a daミ ヾa pada kertas kalkir deミgaミ skala logaritマa, hasil peミgeplotaミ ini merupakan kurva lapangan.

2. Tarik garis horizontal pada titik pertama, pada perpotongan ini merupakan

ketebalan lapisan pertama dan besar tahanan jenis sebenarnya lapisan pertama.

3. MeミIoIokaミ kurva lapaミgaミ deミgaミ kurva staミdar sehiミgga diperoleh ミilai ヾ2/

ヾ1

4. Perpotongan kurva standar dengan garis horisontal merupakan ketebalan

lapisan kedua dan besar tahanan jenis sebenarnya lapisan kedua dan begitu

seterusnya.

5. Tentukan jenis lapisan tanah berdasarkan nilai tahanan jenis berdasrkan tabel

tahanan jenis batuan.

Selain cara kurva karateristik kurva matching nilai tahanan jenis dapat dianalisis

dengan cepat menggunakan komputer.

1.7.3.3. Analisis Tahanan Jenis sebenarnya dengan Program IPI2WIN dan Progres3

Penyelesaian dengan program aplikasi komputer akan lebih cepat dan mudah.

Program untuk penentuan tahanan jenis yang sebenarnya ini adalah program IPI2WIN

dan Progres3. Dengan program ini kita tinggal memasukan besarnya nilai tahanan jenis

semu dari perhitungan sebelumnya, kemudian akan menampilkan besarnya nilai

tahanan jenis yang sebenarnya dan jumlah lapisan bantuan.

Pada awal program ini di buka, tampilan menu utama dengan sub-sub menu

pilihan, dijelaskan sebagai berikut :

1. Buka Aplikasi IPI2WIN.exe. dari aplikasi tersebut akan muncul tampilan

seperti gambar 2.12.

Gambar 2.12. Menu utama

2. Kemudian buat VES point baru dengan mengklik icon atau menekan tombol

Ctrl+Alt+N untuk memulai proses input data tahanan jenis seperti gambar

2.13

Page 18: Geolistrik

18

Gambar 2.13. membuat VES point baru

3. Setelah itu pilih jenis konfigurasi yang dipakai, misalnya Schlumberger.

Kemudian nilai AB/2, MN, dan nilai Rho-a. Secara otomatis perangkat lunak

akan menghitung nilai K dan Resistivitas semunya. Kemudian klik OK dan

simpan dengan memberikan nama yang mudah diingat.

Gambar 2.14. Pemilihan Konfigurasi

4. Dari input data tersebut selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan

mengklik icon inversi . Program IPI2WIN akan menghitung nilai resistivitas

serta menampilkan bentuk kurva log dari perhitungan tersebut seperti

gambar 2.15 dibawah.

Page 19: Geolistrik

19

Gambar 2.15. Input dan Inversi data

5. Setelah mendapat nilai Resistivity, data hasil analisis akan menampilkan

tingkat kesalahan yang mungkin dilakukan oleh peneliti, pada saat

pengolahan data atau pada saat pengambilan data dilapangan. Pengolahan

data yang baik disarangkan agar nilai error ≤ 15%. ApaHila マeleHihi Hatas tersebut diperlukan editing data.

6. Editing data dilakukan dengan mengklik icon , kemudian mengeser kurva

data lapangan seperlunya mendekati kurva standard sehingga perbedaan

nilai error tidak terlalu ekstrim. Kemudian klik OK dan lakukan inversi, dengan

demikian nilai errornya dapat diperkecil.

Gambar 2.16. Editing error data

7. Kemudian simpan data, dan eksport ke dalam bentuk gambar. Klik file menu

kemudian sorot export dan pilih dalam bentuk BMP.

Page 20: Geolistrik

20

Gambar 2.17. Save data dalam bentuk gambar

8. Exit. Untuk keluar dari paket program IPI2WIN pilih menu Exit.

9. Untuk memudahkan interpertasi susunan geologi, data tahanan jenis

ditransfer ke Program Progress untuk memudahkan interpretasi lapisan

geologi dengan menampilkkan gambar borlog persumur dari analisis data

tahanan jenis yang sebenarnya.

Gambar 2.18. Contoh interpertasi dari program Progres

Untuk lebih jelasnya berikut adalah uraian langkah-langkah kerja Software

Progress:

1. Buka Aplikasi Progress.

2. Input data data AB/2, ヾa dan ヾ dari Ipi2Win.

3. Klik Forward modeling untuk menampilkan trend dari kurva data pengukuran

atau data tahanan jenis semu.

4. Klik Processing Modeling untuk memasukan data tahanan jenis sebenarnya

dari IPI2Win.

Page 21: Geolistrik

21

5. Klik Invers Modeling untuk menganalisa data tahanan jenis yang sebenarnya,

kemudian klik Invers Processing sampai mendapatkan nilai error kecil. Kalau

bisa mendekati nilai error pada IPI2Win.

6. Untuk melihat hasil Interpretasi lapisan batuan, klik Interpreted Data Gambar

Litologi batuan akan tampil dengan nilai tahanan jenisnya pada masing-

masing lapisan batuan.

1.7.3.4. Penentuan Lapisan Batuan

Penentuan lapisan batuan diperoleh dari hasil tahanan jenis yang sebenarnya

dengan melihat tabel harga tahanan batauan. Harga-harga tahanan spesifisk bantuan

banyak dikeluarkan oleh beberapa instalasi, akan tetapi harga tersebut bersifat hanya

melengkapi (lihat tabel 2.5, 2.6, 2.7, 2.8). Secara umum harga tahanan spesifik disajikan

dalam Tabel 2.3. dan Selain cara di atas penentuan lapisan bantuan bisa

membandingkan harga tahanan jenis sebenarnya dengan hasil dari log, sehingga dari

pembandingan itu kita bisa mengetahui tahanan jenis sebenarnya dari bantuan

tersebut, harga tahanan jenis bantuannya itu kita jadikan pedoman interprestasi di

kawasan daerah itu.

Tabel 2.5.Harga tahan jenis spesifik bantuan

Material Harga Tahanan Spesifik

(Ohm meter)

Air pemasuan

Airtanah

Silt–lempung

Pasir

Pasir dan keripik

Batu Lumpur

Batu pasir

Konglomerat

Tufa

Kelompok adesit

Kelompok granit

Kelompok chert, state

80-200

30-100

10-200

100-600

100-1000

20-200

50-500

100-500

20-200

100-2000

1000-10000

200-2000

Sumber Suara:Suyono, 1978

Tabel 2.6.Harga tahan jenis spesifik bantuan

Jenis Material Harga Resistivitas (ohm.meter)

Tanah lempung

Lempung

Lemauan

Tanah lanau pasiran

Batuan dasar lembab

Pasi kerikil kelanauan

Batuan dasar tak lapuk

Kelompok cheret

1.5 – 3

3 – 15

15 – 150

150 – 300

300

2400

2400

20 – 200

Page 22: Geolistrik

22

Shale 0.18 – 0.24

Sumber Roy E. Hunt, 1984

Tabel 2.7. Nilai Resistivitas Batuan

Sumber : Suyono, 1999

Tabel.2.8. Nilai Resistivitas Batuan

Rock Type Resistivity Range (Ω.m)

Igneous and Metamorphic Rocks

Granite

Andesite

Lavas

Basalt

Tuffs

Slates various

Marble

Quartzites various

Sediments Rocks

Consolidates Shales

Argilites

Conglomerates

Sandstones

Limestones

Dolomite

Unconsolidates wet clay

Marls

Clays

Alluvium and sands

Oil sands

Soils and water

3 x 102

- 106

1.7 x 102

– 4.5 x 104

102

– 5 x 104

10 – 1.3 x 107

2 x 103

- 105

6 x 102

– 4 x 107

102

– 2.5 x 108

10 – 2 x 108

20 – 2 x 103

10 – 8 x 102

2 x 10 3

- 104

1 – 6.4 x 108

50 – 107

3.5 x 102

– 5 x 103

20

3 – 70

1 – 100

10 – 800

Jenis Material Harga Resistivitas (ohm.meter)

Silt – lempung

Pasir

Pasir dan kerikil

Batu pasir

Konglomerat

Tufa

Kelompok andesit

Kelompok granit

Kelompok chart

Shale

10 – 200

100 – 600

100 – 1000

20 – 200

50 – 500

100 – 500

20 – 200

100 – 200

1000 – 10000

200 – 2000

Page 23: Geolistrik

23

Groundwater

Brackish water

Sea water

4 – 800

0.1 – 103

0.2 – 1

0.3 0.2

Sumber : Blaricom, 1988

Page 24: Geolistrik

24

Gambar 3.2. Diagram alir penelitian pendugaan susunan

lapisan geologi bawah permukaan.

Mulai

Data Peta Lokasi,Peta Topografi dan

Peta Geologidan Hidrogeologi

Perhitungan Tahanan Jenis SemuModel Konfigurasi Schlumberger dan

Wenner

Pengukuran GeolistrikKonfigurasi Schlumberger

Analisa Data Tahanan Jenis Sebenarnyadengan Program IPI2Win dan Progres

Interpretasi dan Korelasi Hasil Pendugaan denganPeta Geologi dan Tabel Resistivity

Penentuan Titik pendugaan Geolistrik

Menentukan TargetPemboran

Selesai

Page 25: Geolistrik

25

Gambar 3.3. Diagram alir langkah-langkah kerja Software

IPI2Win dan Progress.

Mulai

Buka Aplikasi exe.

Buat VES point baru (Ctrl+Alt+N)

Pilih konfigurasi yang dipakai

Analisa Data

Tahanan Jenis Semu

Analisa Data

Tahanan Jenis Sebenarnya

Pilih OK: Simpang data dalam bentuk

IPI-format

Tidak

Pilih inversi: Menghitung

nilai Resistivitas

Editing Data tahanan

jeミis ふヾぶ ミilai error > 15%

Nilai error ≤ 15% Data “udah

Benar

Ya

Simpang data dalam bentuk file BMP

Mulai

Forward Modeling

Input Data ρ dan Depth Lapisan Tanah

Input Observasi Data ρa dan AB/2

Procesing Modeling

Invers

Modeling dan Prosesing

Print Out

Selesai

Interpretasi Data

Litologi Batuan

PROGRAM IPI2WIN PROGRAM PROGRESS

Resistivity Log

Page 26: Geolistrik

26

Gambar 3.3. Diagram alir langkah-langkah kerja Software

IPI2Win dan Progress.

Mulai

Buka Aplikasi exe.

Buat VES point baru (Ctrl+Alt+N)

Pilih konfigurasi yang dipakai

Analisa Data Tahanan Jenis Semu

Analisa Data Tahanan Jenis Sebenarnya

Pilih OK: Simpang data dalam bentuk IPI-format

Tidak

Pilih inversi: Menghitung

nilai Resistivitas

Editing Data tahanan

jenis (ρ) nilai error > 15%

Nilai error ≤ 15% Data Sudah Benar

Ya

Simpang data dalam bentuk file BMP

Mulai

Forward Modeling Input Data ρ dan Depth Lapisan Tanah

Input Observasi Data ρa dan AB/2

Procesing Modeling

Invers Modeling dan Prosesing

Print Out

Selesai

Interpretasi Data

Litologi Batuan

PROGRAM IPI2WIN PROGRAM PROGRESS

Resistivity Log

Page 27: Geolistrik

27

DAFTAR PUSTAKA

Asmaranto,R., Soemitro,R.A.A., Anwar, N (2012)

http://jurnalpengairan.ub.ac.id/index.php/jtp/article/download/150/148

Anderson, M. P., and Woessner, W. W., 1992, Applied Groundwater Modeling,

Simulation of Flow and Adventive Transport, San Diego, Academic. Press.,

www.csun.edu/~hcgeo008/geol578.pdf

Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Bisri, M. 1991. Aliran Airtanah. Malang : UPT. Penerbit Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya

Boonstra, J., 1999, Well Hydraulic and Aquifer Test, International Institute for Land

Reclamation and Improvement The Netherlands.

Bruin, Jack and Hudson, Jr, HE, 1961, Selected Methods for Pumping Test Analysis, State

of Illionis, USA.

DeFosset, Kevin L. and Richards Christopher J., 2003, Analysis of Sand and Gravel

Aquifer Pump Test, Wright Landfill, Okaloosa County, Florida. Dingman, SL., 2002,

Physical Hydrology, 2nd Edition, Upper Saddler River, New

Jersey, Prentice Hall.

Duffield, Glenn M., 2010, Pumping Test (Pump Test), HydroSOLVE, Inc. Gregg, Neil,

1996, Water Resources Management¸ Principles, Regulation and Cases, MC Graw Hill.

Hendrayana, Heru, DR., 2002, Dampak Pemanfaatan Airtanah, Modul Kuliah Teknik

Geologi, UGM.

Herrera, Ismael, 1970., Theory of Multiple Leaky Aquifer, Water Resources Research,

vol 6, no. 1.

Irianto, S.G., 2007, Pedoman Teknis Pengembangan Irigasi Airtanah Dangkal, Jakarta,

Direktorat Pengelolaan Air, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian.

Kodoatie, Riobert J, Sjarief, Rustam,2010, Tata Ruang Air, ANDI Offset, Yogyakarta.

Kruseman G.P, de Ridder N.A, Verweij J.M, 1994, Analysis and Evaluation of Pumping

Test Data (Second Edition; completely revised), ILRI (International Institute for Land

Reclamation and Improvement, Wageningen, The Netherlands

Suharyadi. 1984. Geohidrologi. Yogyakarta : Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada