Konfigurasi Schlumberger Geolistrik

39
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada teknik geofisika terdapat salah satu metode yaitu metode geolistrik atau metode tahanan jenis, metode ini mengukur sifat kelistrikan suatu medium atau batuan yang berada di bawah permukaan bumi metode ini dapat memberikan gambaran di bawah permukaan dan gambaran ini tergantung dari target atau tujuan dari eksplorasi tersebut pada metode ini arus yang diinjeksikan ke dalam permukaan bumi kemudian akan memberikan respon nilai dari resistivitas dan konduktivitas dan metode geolistrik ini mengukur nilai resistivitas batuan dan digunakan sebagai dasar dalam tujuan eksplorasi. Pada metode geolistrik ini terdapat banyak konfigurasi elektroda yang digunakan seperti konfigurasi wanner , schumberger, dipoldipol dan masih banyak lagi dan yang digunakan adalah konfigurasi wanner beta , yaitu dengan menggunakan 4 susunan elektroda yang masing-masing 2 untuk eletroda arus, dan yang 2 lagi untuk elektroda potensial konfigurasi ini di gunakan untuk horizontal profiling (mapping) yang memberikan hasil penampang horizontal. Dan setiap konfigurasi wanner mempunyai ciri yang khusus pada lapangan ini 1

description

Geolistrik, Geofisika, Geoelectrical, Geophysics

Transcript of Konfigurasi Schlumberger Geolistrik

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada teknik geofisika terdapat salah satu metode yaitu metode geolistrik

atau metode tahanan jenis, metode ini mengukur sifat kelistrikan suatu medium

atau batuan yang berada di bawah permukaan bumi metode ini dapat memberikan

gambaran di bawah permukaan dan gambaran ini tergantung dari target atau

tujuan dari eksplorasi tersebut pada metode ini arus yang diinjeksikan ke dalam

permukaan bumi kemudian akan memberikan respon nilai dari resistivitas dan

konduktivitas dan metode geolistrik ini mengukur nilai resistivitas batuan dan

digunakan sebagai dasar dalam tujuan eksplorasi.

Pada metode geolistrik ini terdapat banyak konfigurasi elektroda yang

digunakan seperti konfigurasi wanner , schumberger, dipoldipol dan masih

banyak lagi dan yang digunakan adalah konfigurasi wanner beta , yaitu dengan

menggunakan 4 susunan elektroda yang masing-masing 2 untuk eletroda arus, dan

yang 2 lagi untuk elektroda potensial konfigurasi ini di gunakan untuk horizontal

profiling (mapping) yang memberikan hasil penampang horizontal. Dan setiap

konfigurasi wanner mempunyai ciri yang khusus pada lapangan ini menggunakan

konfigurasi wanner beta. Yang digunakan mendeteksi lapisan yang ada pada

bawah permukaan.

I.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari acara lapangan ini adalah agar dapat mengolah data dan

akusisi data dengan menggunakan konfigurasi wanner beta dengan menggunakan

software ms.excel dan software res2dinv . tujuan dari acara lapangan ini adalah

menghasilkan suatu profil bawah permukaan pseudosection 2D dan

membandingkan dengan penampang apparent resistivity dan penampang yang

telah diinversi dan penampang topografi dan dari penampang-penampang ini di

interpretasikan

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Geologi Regional

DIY terletak di bagian tengah-selatan pulau jawa, secara geografis terletak

pada 703’-8012’ Lintang Selatan dan 110000’-110050’ Bujur Timur.

A. Fisiografi

Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi

kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan

dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan

(Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.1). Zona Solo merupakan bagian dari Zona

Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa.

Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo.

Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan beda tinggi 125 – 264

m. Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat (± 264 m) di

Perbukitan Jiwo bagian barat dan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo

bagian timur.

Gambar II.1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari

van Bemmelen, 1949).

2

Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah

barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri

dan di sebelah selatan oleh Lautan India.Di sebelah barat, antara Pegunungan

Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di

bagian utara berupa gawir Baturagung.

Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu

Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu

(Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Subzona

Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat

(tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ±

828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m).

B.  Stratigrafi

Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak

dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian

barat (Parangtritis – Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari – Pacitan).

Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara lain oleh

Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), Sartono

(1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Wartono dan Surono

dengan perubahan (1994) (Tabel 3.1).

3

Tabel II.1. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penulis.

.

Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut

penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)

adalah :

1.  Formasi Wungkal-Gamping

Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya

di Perbukitan Jiwo.Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini

di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa

batugamping.Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa

batugamping.Jadi umur Formasi Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah

sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).

2.  Formasi Kebo-Butak

Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di

lereng dan kaki utara gawir Baturagung.Litologi penyusun formasi ini di bagian

bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan

aglomerat.Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi

oleh arus turbid.Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.

3.  Formasi Semilir

4

Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten.Litologi

penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan

serpih serta terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal.Penyebaran lateral

Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan.Ketebalan

formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.

Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun

secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949).Formasi ini menjemari

dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak

selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).

4.  Formasi Nglanggran

Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa

Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan

aliran lava andesit-basal dan lava andesit serta kepingannya terdiri dari andesit

dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada

breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau

berupa kepingan.

Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah

barat hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur.Ketebalan formasi ini di dekat

Nglipar sekitar 530 meter.Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan

Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan

Formasi Wonosari.Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping

terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di

dalam laut.

5.  Formasi Sambipitu

Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu.Secara lateral,

penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki

selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di

sebelah timur.Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.

5

Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,

kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan

serpih, batulanau dan batulempung.Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan

adanya percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut

dalam.Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan

karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan

dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan

Hartono, 2001).

6.  Formasi Oyo

Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo.Batuan penyusunnya pada bagian

bawah terdiri dari tuf dan napal tufan.Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai

oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.Ketebalan

formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras

di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta

menjemari dengan Formasi Oyo.Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal

(zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.

7.  Formasi Wonosari

Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi

Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan

keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung.

Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter.Kedudukan stratigrafinya di

bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas

menjemari dengan Formasi Kepek.Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat

yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu.Lingkungan

pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah

selatan (Surono dkk, 1992).

8.  Formasi Kepek

Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek.Batuan penyusunnya

adalah napal dan batugamping berlapis.Tebal satuan ini lebih kurang 200

6

meter.Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o

dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Lingkungan pengendapannya adalah laut

dangkal (zona neritik).

9.  Endapan Permukaan

Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua

yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini.Terdiri dari bahan lepas

sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal.Surono dkk.(1992)

membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan

Aluvium (Qa).

C.  Endapan Tersier

Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda

adalah endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak selaras menutupi

seri endapan Tersier

Gambar II.2. Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan menurut beberapa peneliti (Samodro, 1990)

D.  Tektonik

Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan bagian barat berupa

perlapisan homoklin, sesar, kekar dan lipatan.Pada Formasi Semilir di sebelah

barat, antara Prambanan-Patuk, perlapisan batuan secara umum miring ke arah

baratdaya. Sementara itu, di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan Dusun

7

Jentir, perlapisan batuan miring ke arah timur. Perbedaan jurus dan kemiringan

batuan ini mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks;

Bemmelen, 1949) atau sebab lain, misalnya pengkubahan (updoming) yang

berpusat di Perbukitan Jiwo atau merupakan kemiringan asli (original dip) dari

bentang alam kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi Zaman Tersier

(Bronto dan Hartono, 2001).

Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic

fault blocks (van Bemmelen,1949). Sesar utama berarah baratlaut-tenggara dan

setempat berarah timurlaut-baratdaya.Di kaki selatan dan kaki timur Pegunungan

Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri.

II.2. Geologi Lokal Sleman

Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 107°15’03”

sampai dengan 100°29’30” Bujur Timur dan 7°34’51” sampai dengan

7°47’03” Lintang Selatan. Di sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman

berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa

Tengah, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa

Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi

Daerah IstimewaYogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah,dan

di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan

Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Daerah Kabupaten Sleman merupakan daerah dataran, perbukitan dan kaki

gunung api. Daerah dataran dengan kemiringan lereng < 5%, terletak pada

ketinggian < 5,00 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh endapan alluvial dan

satuan batuan gunung api Merapi (Qvm) yang berupa lempung, lanau dan pasir.

Daerah perbukitan membentuk deretan perbukitan memanjang dari barat ke timur

dengan kemiringan lereng agak terjal hingga terjal (15 - >50%), terletak pada

ketinggian 200 - 400 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh satuan batuan dari

Formasi Sentolo (Tmps), Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Wonosari (Tmw),

Formasi Oyo (Tmo), Formasi Sambipitu (Tms), Formasi Nglanggran (Tmn), dan

Formasi Semilir (Tmse). Daerah kaki gunung api dengan kemiringan lereng 15 -

30%, terletak pada ketinggian 500 - 1000 m dpl dan dibentuk oleh endapan

volkanik gunung Merapi (Qvm).

8

Sungai - sungai yang mengalir umumnya bersifat permanen (mengalir

sepanjang tahun), antara lain S. Opak, S. Oyo, S. Bedog, S. Dengkeng, S.

Gondang bersama-sama anak sungainya membentuk pola aliran subdendritik -

trellis dan subparalel. Air tanah di daerah penyelidikan berupa air permukaan dan

air tanah bebas. Air permukaan berupa air sungai dan air genangan (air rawa),

sedang air tanah bebas merupakan air yang tersimpan dalam suatu lapisan

pembawa air tanpa lapisan kedap air di bagian atasnya.

Secara fisiografis daerah telitian (sungai tambakbayan, babarsari) terletak

pada jajaran gunungapi kuarter pada depresi Jawa Tengah, tepatnya berada pada

kaki gunung Merapi bagian selatan. Kemiringan lereng daerah telitian umumnya

berkisar antara 0° – 4° (0 – 7%) dan beberapa tempat di sekitar sungai

menunjukkan kemiringan yang berbeda, yaitu 0° – 45° (5 – 70%). Pada tempat-

tempat tertentu di tepi sungai, kemiringan lerengnya adalah 60° – 80°, dan di

tempat ini ditemui gejala longsoran. Litologi sekitar Sungai Tambakbayan,

Babarsari dapat dibedakan dalam 2 golongan, yaitu batuan dasar dan tanah.

Batuan dasar mempunyai kedudukan horizontal, terdiri dari pasir yang di

beberapa tempat dijumpai mengandung fragmen-fragmen yang mengandung

sedikit fragmen batuan beku dan batuapung berukuran butir (2 – 4mm), kerakal (4

– 64mm) dan bongkah (>256mm) setempat-setempat dijumpai endapan

konglomerat berbentuk lensa dengan ukuran fragmen berkisar antara butiran-

kerakal. Seluruh material yang ada belum mengalami litifikasi, sehingga masih

bersifat material lepas. Komposisi batuan pada Sungai Tambakbayan, Babarsari

ini merupakan andesitik yang berasal dari endapan vulkanik Gunung Merapi. Dari

adanya struktur laminasi sejajar, laminasi bersusun, lensa-lensa konglomerat dan

pemilahan butir yang sedang, tidak dijumpai fosil laut, sehingga dapat

disimpulkan adalah florofulkanik dengan sistem arus fraksi. Selain itu, dijumpai

pada endapan alluvial, yaitu endapan sungai dan endapan limpah banjir pada

sungai Renduwen dan Tambakbayan dan sungai Maguwo. Tanah di sungai

Tambakbayan, Babarsari ini berdasarkan cara terjadinya ada 2 cara, yaitu tanah

residu dengan kemiringan 0 – 5%, dan tanah tertransportasikan akibat air

permukaan, banjir, dan longsor yang menempati tempat-tempat di sekitar sungai

9

dengan relief yang bervariasi (bergelombang, dataran banjir, sekitar lereng terjal).

Tanah ini disebut juga tanah alluvium.

BAB III DASAR TEORI

III.1. Geolistrik

Geolistrik adalah metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik

dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya dipermukaan bumi. Dalam hal ini

meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi,

baik secara almiah maupun akibat injeksi arus kedalam bumi. Oleh karena itu

metode geolistrik mempunyai banyak macam, termasuk didalamnya potensial diri,

arus telluric, magnetoteluric, elektromagnetik, induksi polarisasi, dan resistivity

(tahanan jenis). Oleh karena itu metode geolistrik sendiri secara garis besar dibagi

menjadi dua macam, yaitu :

1. Geolistrik yang bersifat pasif

Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu sehingga tidak

diperlukan adanya injeksi/pemasukan arus terlebih dahulu. Geolistrik macam ini

disebut Self Potensial (SP). Pengukuran SP dilakukan pada lintasan tertentu

dengan tujuan untuk mengukur beda potensial antara dua titik yang berbeda

sebagai V1 dan V2. cara pengukurannya dengan menggunakan dua buah porouspot

dimana tahanannya selalu diusahakan sekecil mungkin. Kesalahan dalam

pengukuran SP biasanya terjadi karena adanya aliran fluida dibawah permukaan

yang mengakibatkan lompatan-lompatan tiba-tiba terhadap terhadap nilai beda

potensial. Oleh karena itu metode ini sangat baik untuk eksplorasi geothermal.

2. Geolistrik yang bersifat aktif

Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan ada karena penginjeksian arus ke dalam

bumi terlebih dahulu. Geolistrik macam ini ada dua metode, yaitu metode

Resistivitas (resistivity) dan Polarisasi Terimbas (Induce Polarization). Yang

akan dibahas lebih lanjut adalah geolistrik yang bersifat aktif. Metode yang

diuraikan ini dikenal dengan nama Geolistrik tahanan jenis atau disebut dengan

metode Resistivitas (resistivity).

10

Tiap-tiap media mempunyai sifat yang berbeda terhadap aliran listrik yang

melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenisnya. Pada metode ini, arus listrik

diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektrode arus dan beda potensial

yang terjadi diukur melalui dua buah elektrode potensial. Dari hasil pengukuran

arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektrode berbeda kemudian dapat

diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan bawah permukaan

bumi, dibawah titik ukur (sounding point).

Metode ini lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif

dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang lebih

dari 1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk

eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang engineering

Geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoar air,

eksplorasi geothermal, dan juga untuk geofisika lingkungan. Jadi metode

resistivitas ini mempelajari tentang perbedaan resistivitas batuan dengan cara

menentukan perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Setiap medium pada

dasarnya memiliki sifat kelistrikan yang dipengaruhi oleh batuan penyusun/

komposisi mineral, homogenitas batuan, kandungan mineral, kandungan air,

permeabilitas, tekstur, suhu, dan umur geologi. Beberapa sifat kelistrikan ini

adalah potensial listrik dan resistivitas listrik. Geolistrik resistivitas memanfaatkan

sifat konduktivitas batuan untuk mendeteksi keadaan bawah permukaan. Sifat dari

resistivitas batuan itu sendiri ada 3 macam, yaitu :

1. Medium konduktif

Medium yang mudah menghantarkan arus listrik. Besar resistivitasnya adalah

10-8 ohm m sampai dengan 1 ohm m.

2. Medium semikonduktif

Medium yang cukup mudah untuk menghantarkan arus listrik. Besar

resistivitasnya adalah 1 ohm m sampai dengan 107 ohm m.

3. Medium resesif

Medium yang sukar untuk menghantarkan arus listrik. Besar resistivitasnya

adalah lebih besar 107 ohm m.

11

Dalam batuan, atom-atom terikat secara kovalen, sehingga batuan mempunyai

sifat menghantar arus listrik. Aliran arus listrik didalam batuan/mineral dapat

digolongkan menjadi 3, yaitu :

1. Konduksi secara elektronik

Terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus

listrik dapat mengalir karena adanya elektron bebas.

2. Konduksi elektrolitik

Terjadi jika batuan/mineral bersifat porous/pori-pori tersebut terisi oleh

cairan-cairan elektrolit dimana arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit secara

perlahan-lahan.

3. Konduksi dielektrik

Terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, yaitu

terjadi polarisasi saat bahan-bahan dialiri arus listrik.

Batuan yang mempunyai resistivitas (tahanan jenis) tinggi maka konduktivitasnya

(kemampuan mengahantarkan arus listrik) akan semakin kecil, demikian pula

sebaliknya bila batuan dengan resistivitas rendah maka konduktivitasnya akan

semakain besar. Sifat kelistrikan batuan itu sendiri digolongkan menjadi 3, yaitu :

1. Resisitivitas

Batuan dianggap sebagai medium listrik yang mempunyai tahanan listrik.

Suatu arus listrik berjalan pada suatu medium/batuan akan menimbulakn densitas

arus dan intensitas arus.

2. Aktivitas elektro kimia

Aktivitas elektro kimia batuan tergantung dari komposisi mineralnya serta

konsentrasi dan komposisi elektrolit yang terlarut dalam air tanah (ground water)

yang kontak dengan batuan tersebut.

3. Konstanta dielektrik

Konstanta dielektrik pada batuan biasanya berhubungan dengan permeabilitas

dalam material/batuan yang bersifat magnetik.

Kita juga dapat melihat bahwa sifat kelistrikan batuan dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain adalah :

1. Kandungan mineral logam

2. Kandungan mineral non logam

12

3. Kandungan elektrolit padat

4. Kandungan air garam

5. Perbedaan tekstur batuan

6. Perbedaan porositas batuan

7. Perbedaan permeabilitas batuan

8. Perbedaan temperatur

Keuntungan dari metode resistivity (tahanan jenis) ini adalah :

1. Dapat membedakan macam-macam batuan tanpa melakukan pengeboran

2. Biayanya relatif murah

3. Pemakaiannya mudah

III.2. Metode Resisitivity

Metode Resistivitas adalah salah satu metode yang cukup banyak

digunakan dalam dunia eksplorasi khususnya eksplorasi air tanah karena

resistivitas dari batuan sangat sensitif terhadap kandungan airnya. Sebenarnya ide

dasar dari metode ini sangatlah sederhana, yaitu dengan menganggap bumi

sebagai suatu resistor.

Gambar III.1. Konsep Geolistrik

Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari

kelompok metode geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah

permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah

permukaan bumi. Metode resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi

dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus listrik

diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus, sedangkan beda potensial

13

yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil pengukuran arus

dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada

lapisan di bawah titik ukur.

Metode kelistrikan resistivitas dilakukan dengan cara menginjeksikan arus

listrik dengan frekuensi rendah ke permukaan bumi yang kemudian diukur beda

potensial diantara dua buah elektrode potensial. Pada keadaan tertentu,

pengukuran bawah permukaan dengan arus yang tetap akan diperoleh suatu

variasi beda tegangan yang berakibat akan terdapat variasi resistansi yang akan

membawa suatu informasi tentang struktur dan material yang dilewatinya. Prinsip

ini sama halnya dengan menganggap bahwa material bumi memiliki sifat resistif

atau seperti perilaku resistor, dimana material-materialnya memiliki derajat yang

berbeda dalam menghantarkan arus listrik.

Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dibedakan

menjadi dua yaitu mapping dan sounding. Metode geolistrik resistivitas mapping

merupakan metode resistivitas yang bertujuan mempelajari variasi rasistivitas

lapisan bawah permukaan secara horisontal. Oleh karena itu, pada metode ini

digunakan jarak spasi elektrode yang tetap untuk semua titik datum di permukaan

bumi. Sedangkan metode resistivitas sounding bertujuan untuk mempelajari

variasi resistivitas lapisan bawah permukaan bumi secara vertikal. Pada metode

ini pengukuran pada satu titik ukur dilakukan dengan cara mengubah-ubah jarak

elektrode. Pengubahan jarak elektrode tidak dilakukan secara sembarang, tetapi

mulai jarak elektrode kecil kemudian membesar secara gradual.

III.3 Konfigurasi Wenner Alpha

Pada konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial

diletakkan seperti pada gambar.

14

Gambar III.2. Konfigurasi Wenner Alpha

Dalam hal ini, elektrode arus dan elektrode potensial mempunyai jarak

yang sama yaitu C1P1= P1P2 = P2C2 = a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah

tiga kali jarak antar elektrode potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode

dengan titik datum harus membentuk satu garis.

Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk

setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas

sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a

kecil sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi

elektrode ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan

makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar

jarak spasi elektrode tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau

teramati. Dari gambar, dapat diperoleh besarnya Faktor Geometri untuk

Konfigurasi Wenner adalah

(III.2)

sehingga pada konfigurasi Wenner berlaku hubungan

(III.3)

III.4. Konfigurasi Wenner Beta

Konfigurasi Wenner Beta memiliki susunan elektroda seperti dengan

konfigurasi dipole-dipole. Namun, yang membedakan disini adalah faktor n.

Dalam wenner beta faktor n yaitu 0,416, karena jarak antara elektrode dibuat

sama.

Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk

setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas

sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a

15

kecil sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi

elektrode ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan

makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar

jarak spasi elektrode tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau

teramati. Faktor Geometri untuk Konfigurasi Wenner Beta adalah:

k=6 πa (III.4)

III.5. Konfigurasi Wenner Gamma

Wenner gamma memiliki pengaturan yang relatif tidak biasa dimana

elektroda arus dan elektroda potensial disisipkan. Bagian sensitivitas yang

menunjukan bahwa daerah-daerah terdalam dipetakan oleh konfigurasi ini adalah

di bawah dua elektroda luar (C1 dan P2), dan bukan di bawah pusat konfigurasi.

Faktor Geometri untuk Konfigurasi Wenner Gamma adalah:

k=3 πa (III.5)

16

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

IV.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai metode geolistrik Konfigurasi Wenner beta

dilaksanakan di sebelah timur gedung rektorat UPN Veteran Yogyakarta pada hari

Sabtu tanggal 3 Oktober 2015 pukul 12.00 sampai 15.30.

Gambar IV.1 Desain survei daerah penelitian

17

IV.2. Alat yang Digunakan

Instrumen geolistrik saat akusisi data menggunakan beberapa alat sebagai berikut :

Gambar IV.2. Gambar alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada acara lapangan yaitu :

Alat yang digunakan jenis resistivitymeter naniura .

Accu 12 volt, sebagai sumber arus yang digunakan dalam pengambilan

data.

Kabel konektor, digunakan sebagai alat penghubung dari accu ke

resistivitymeter.

Palu, digunakan untuk memukul menanamkan elektroda

Tabel data, untuk mencatat nilai yang terbaca oleh resistivitymeter,

Kabel

18

2 Elektroda arus dan 2 elektroda potensial

Alat tulis dan kalkulator.

Payung

Meteran

Kompas

Gps

IV.3. Diagram Alir Pengambilan Data

Gambar IV.6 Diagram Alir Pengambilan Data

Dari diagram diatas, dapat dijelaskan langkah-langkah pengambilan data

sebagai berikut :

1. Siapkan alat.

19

Mulai

Merangkai Alat

Setting Alat

Mengambil data ( V dan I )

Mencatat nilai V dan I

Selesai

Menyiapkan Medan

2. Bentangkan meteran sepanjang 42 m untuk lintasan pengukuran, ukur

azimuth, dan catat koordinat lintasan yang diukur.

3. Pasangkan kabel konektor pada resistivitymeter dengan Accu pasangkan

elektroda pada resisitivitymeter dengan kabel konektor yang sesuai dengan

kabel untuk arus dan potensial.

4. Susun elektroda sesuai konfigurasi beta.

5. Setting resistivitimeter :

Nyalakan alat dengan memilih tombol on/off.

Liat monitor untuk nilai v dan I

Kemudian sebelum dilakukan pembacaan alat pata layar untuk nilai V

harus angka 0

Lalu dilakukan run atau pembacaan alat

Dicatat nilai V dan I pada tabulasi data.

20

IV.3. Diagram Alir Pengolahan Data

Gambar IV.7 Diagram Alir Pengolahan Data

21

Software Res2Dinv

Selesai

Kesimpulan

Interpretasi

Pseudosection

Notepad (*dat)

Didapatkan nilai R, K, Rho, DP dan depth

Ms. Excel

Lembar data

Mulai

Dari diagram diatas, dapat dijelaskan langkah-langkah atau tahapan-

tahapan pengolahan data sebagai berikut :

1. Tahap pertama, melakukan penginputan data lapangan dari table tabulasi

kedalam software Ms.Excel.

2. Tahap kedua, melakukan perhitungan atau pengolahan data dengan software

miscrosoft excel untuk mendapatkan nilai R, K, Rho apparent, Datum Point,

dan depth.

3. Tahap ketiga, dari hasil pengolahan dengan Ms.excel dibuat penampang

pseudosection 2D [penampang Res2dinv], berikut merupakan tahapan-tahapan

pengolahannya:

a. Secara software Res2dinv yaitu dengan membuat notepad dengan isi :

nama penampang, spasi, kode konfigurasi, jumlah data, lokasi mid

point, kode resisitivitas, datum point, spasi, rho apparent, serta

masukkan jumlah data dan nilai ketinggian. Setelah itu di save dalam

bentuk (.*dat), kemudian buka Res2dinv dengan langkah :

Pilih read data file

Pilih Change Setting, kemudian pilih Finite mesh grid size,

pilih 4 nodes, Ok

Pilih Change setting, kemudian pilih use finite-element method

pilih trapezoidal, Ok

Pilih Change setting, kemudian pilih mesh refinement, pilih

finest mesh dan 4 nodes, Ok.

Inversion, use combined inversion method.

Inversion, include smoothing of model resistivity.

Inversion, least square inversion.

Display, show inversion results.

Data section, display data and model section.

Data section, include topography in model display.

4. Interpretasi hasil dari penampang Pseudosection

22

5. Selesai.

23

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. Penampang Software RES2DINV

Gambar V.8 Pseudosection 2D dengan menggunakan software Res2dinv

V.2 Penampang Software Alpha, Beta dan Gamma

Gambar V.9 Penampang software konfigurasi Alpha

24

Gambar V.10 Penampang software konfigurasi Beta

Gambar V.11 Penampang software konfigurasi Gamma

25

V.3. Pembahasan

V.3.1 Penampang Resistivity Software Res2dinv

Pada penampang dengan pengolahan Res2dinv , Penampang

pertama merupakan penampang resistivitas semu yang di dapatkan dari

lapangan langsung. Pada penampang tersebut di dapatkan kedalaman

lapisan sebesar 4.99 m. Namun pada penampang pertama tidak bisa di

lakukan interpretasi karena tidak memberikan nilai reisitivitas yang

sebenarnya masih dalam data yang nilainya bersifat semu. Pada

Penampang kedua merupakan penampang resistivitas semua yang didapat

dari pengolahan Res2dinv yang telah di setting parameternya. Kedalaman

pada penampang ini bernilai 4.99 m. Dan pada penampang ini tidak

terlihat perbedaan kontras warna yang mencolok atau gradasi warna. Pada

penampangyang terakhir, merupakan penampang yang menunjukkan nilai

true resisitivity yaitu penampang yang telah dilakukan iterasi hasil dari

pengolahan inversi oleh software Res2dinv sehingga menunjukkan

perbedaan di bandingkan dengan penampang pertama dan yang ke dua.

Dari penampang ini berdasarkan skala warna dan nilainya dapat dibagi

menjadi 3 bagian ; nilai resistivitas rendah yang terlihat ditunjukan dengan

warna biru sampai hijau dan memiliki nilai resistivitas antara 46.5 ohm.m

– 168 ohm.m, nilai resistivitas sedang di tunukkan dengan warna hijau

sampai kuning dan memiliki nilai antara 168 ohm.m – 1158 ohm.m, nilai

resistivitas tinggi yang di tunjukkan dengan warna kuning hingga merah

sampai ungu yang memiliki nilai resistivitas antara 1158 ohm.m – 4194

ohm.m. berdasarkan kedalaman yang di dapatkan pada lapisan ini masih

menunjukkan bahwa lapisan ini masih satu litologi yaitu endapan alluvial

vokanik, dan yang menyebabkan perbedaan warna atau gradasi warna yang

terlihat adalah pengaruh dari kandungan fluida , kelembaban ,tekstur

batuan, dan temperatur yang ada pada daerah yang dilakukan pengambilan

data.

26

V.3.2 Perbandingan antara Penampang Software Alpha, Beta,

Gamma

Pada suatu lintasan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali

menggunakan konfigurasi yang berbeda-beda yaitu alfa , beta dan gamma.

Beda konfigurasi akan menghasilkan penampang yang berbeda-beda pula

hal ini di sebabkan oleh faktor geometrinya. Untuk konfigurasi alfa

menggunakan rumus perhitungan geometri 2πa, untuk konfigurasi beta

menggunakan rumus 6πa dan untuk konfigurasi gamma menggunakan

rumus 3πa. Oleh karena itu setiap konfigurasi mempunyai perbedaan

kedalaman.

Pada penampang yang menggunakan konfigurasi alfa mempunyai

kedalaman adalah 163 meter. Untuk daerah yang menunjukkan warna

biru pada penampang yang dihasilkan mempunyai nilai resistivitas yaitu

148 – 357 ohm.m, untuk daerah yang ditunjukkan dengan warna hijau

sampai kuning mempunyai nilai resistivitas yaitu 357 – 1340 ohm.m dan

untuk daerah yang ditunjukkan dengan warna merah mempunyai nilai

resistivitas yaitu 1340 – 3234 ohm.m. Pada penampang yang

menggunakan konfigurasi beta mempunyai kedalaman sampai 162 meter.

Untuk daerah yang ditunjukkan dengan warna biru nilai resistivitas yaitu

45.9 – 151 ohm.m, untuk daerah yang yang ditunjukkan dengan warna

hijau sampai kuning nilai resistivitas yaitu 151 – 896 ohm.m dan untuk

daerah yang yang ditunjukkan dengan warna merah nilai resistivitas yaitu

896 – 2942 ohm.m. Pada penampang yang menggunakan konfigurasi

gamma mempunyai kedalaman yaitu 162 meter. Untuk daerah yang

ditunjukkan dengan warna biru mempunyai nilai resistivitas yaitu 81.8 –

301 ohm.m, untuk daerah yang ditunjukkan dengan warna hijau hingga

kuning mempunyai nilai resistivitas yaitu 301 – 2119 ohm.m dan untuk

daerah yangditunjukkan dengan warna merah mempunyai nilai resistivitas

yaitu 2119 – 7788 ohm.m. jelas terlihat bahwa setiap konfigurasi

27

mempunyai kedalaman yang berbeda-beda dan kegunaan yang berbeda

pula dan konfigurasi ini sering digunakan untuk eksplorasi yang dangkal.

BAB IVPENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari pengolahan data lapangan dengan

menggunakan konfigurasi wanner yaitu :

Berdasarkan pengolahan software Res2dinv, didapat nilai resistivitas tinggi

dengan kedalaman 0.342 m hingga 4.99 merupakan endapan alluvial dan

batu pasir yang menyebabkan perbedaan warna adalah kelembaban pada

lapisan tersebut ataupun kandungan fluida yang ada pada lapisan

tersebut.konfigurasi ini sering digunakan untuk eksplorasi yang dangkal.

Perbedaan pada ketiga konfigurasi adalah Pada konfigurasi alfa yang

mendominasi adalah nilai resistivitas rendah, pada konfigurasi beta

didominasi oleh resistivitas sedang dan pada konfigurasi gamma

memberikan hasil nilai resistivitas tinggi perbedaan ini di sebabkan oleh

faktor geometri yang di miliki oleh ketiga konfigurasi wanner ini sehingga

menyebabkan perbedaan kedalaman yang didapat.

IV.2. Saran

Pada pngembilan data harus dilakukan dengan benar-benar agar

mendapatkan hasil yang maksimal, sedangkan untuk pengolahan data pun

harus dilakukan dengan sebaik-baiknya karena dari data yang yang di

dapat akan mempengaruhi hasil dari interpretasi data.

28