BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada teknik geofisika terdapat salah satu metode yaitu metode geolistrik
atau metode tahanan jenis, metode ini mengukur sifat kelistrikan suatu medium
atau batuan yang berada di bawah permukaan bumi metode ini dapat memberikan
gambaran di bawah permukaan dan gambaran ini tergantung dari target atau
tujuan dari eksplorasi tersebut pada metode ini arus yang diinjeksikan ke dalam
permukaan bumi kemudian akan memberikan respon nilai dari resistivitas dan
konduktivitas dan metode geolistrik ini mengukur nilai resistivitas batuan dan
digunakan sebagai dasar dalam tujuan eksplorasi.
Pada metode geolistrik ini terdapat banyak konfigurasi elektroda yang
digunakan seperti konfigurasi wanner , schumberger, dipoldipol dan masih
banyak lagi dan yang digunakan adalah konfigurasi wanner beta , yaitu dengan
menggunakan 4 susunan elektroda yang masing-masing 2 untuk eletroda arus, dan
yang 2 lagi untuk elektroda potensial konfigurasi ini di gunakan untuk horizontal
profiling (mapping) yang memberikan hasil penampang horizontal. Dan setiap
konfigurasi wanner mempunyai ciri yang khusus pada lapangan ini menggunakan
konfigurasi wanner beta. Yang digunakan mendeteksi lapisan yang ada pada
bawah permukaan.
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari acara lapangan ini adalah agar dapat mengolah data dan
akusisi data dengan menggunakan konfigurasi wanner beta dengan menggunakan
software ms.excel dan software res2dinv . tujuan dari acara lapangan ini adalah
menghasilkan suatu profil bawah permukaan pseudosection 2D dan
membandingkan dengan penampang apparent resistivity dan penampang yang
telah diinversi dan penampang topografi dan dari penampang-penampang ini di
interpretasikan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Geologi Regional
DIY terletak di bagian tengah-selatan pulau jawa, secara geografis terletak
pada 703’-8012’ Lintang Selatan dan 110000’-110050’ Bujur Timur.
A. Fisiografi
Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi
kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan
dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan
(Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.1). Zona Solo merupakan bagian dari Zona
Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa.
Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo.
Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan beda tinggi 125 – 264
m. Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat (± 264 m) di
Perbukitan Jiwo bagian barat dan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo
bagian timur.
Gambar II.1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari
van Bemmelen, 1949).
2
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah
barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri
dan di sebelah selatan oleh Lautan India.Di sebelah barat, antara Pegunungan
Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di
bagian utara berupa gawir Baturagung.
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu
Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu
(Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Subzona
Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat
(tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ±
828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m).
B. Stratigrafi
Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak
dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian
barat (Parangtritis – Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari – Pacitan).
Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara lain oleh
Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), Sartono
(1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Wartono dan Surono
dengan perubahan (1994) (Tabel 3.1).
3
Tabel II.1. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penulis.
.
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut
penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)
adalah :
1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya
di Perbukitan Jiwo.Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini
di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa
batugamping.Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa
batugamping.Jadi umur Formasi Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah
sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di
lereng dan kaki utara gawir Baturagung.Litologi penyusun formasi ini di bagian
bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan
aglomerat.Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi
oleh arus turbid.Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.
3. Formasi Semilir
4
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten.Litologi
penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan
serpih serta terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal.Penyebaran lateral
Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan.Ketebalan
formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.
Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun
secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949).Formasi ini menjemari
dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak
selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).
4. Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa
Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan
aliran lava andesit-basal dan lava andesit serta kepingannya terdiri dari andesit
dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada
breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau
berupa kepingan.
Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah
barat hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur.Ketebalan formasi ini di dekat
Nglipar sekitar 530 meter.Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan
Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan
Formasi Wonosari.Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping
terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di
dalam laut.
5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu.Secara lateral,
penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki
selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di
sebelah timur.Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.
5
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan
serpih, batulanau dan batulempung.Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan
adanya percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut
dalam.Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan
karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan
dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan
Hartono, 2001).
6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo.Batuan penyusunnya pada bagian
bawah terdiri dari tuf dan napal tufan.Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai
oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.Ketebalan
formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras
di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta
menjemari dengan Formasi Oyo.Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal
(zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
7. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi
Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan
keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung.
Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter.Kedudukan stratigrafinya di
bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas
menjemari dengan Formasi Kepek.Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat
yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu.Lingkungan
pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah
selatan (Surono dkk, 1992).
8. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek.Batuan penyusunnya
adalah napal dan batugamping berlapis.Tebal satuan ini lebih kurang 200
6
meter.Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o
dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Lingkungan pengendapannya adalah laut
dangkal (zona neritik).
9. Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua
yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini.Terdiri dari bahan lepas
sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal.Surono dkk.(1992)
membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan
Aluvium (Qa).
C. Endapan Tersier
Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda
adalah endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak selaras menutupi
seri endapan Tersier
Gambar II.2. Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan menurut beberapa peneliti (Samodro, 1990)
D. Tektonik
Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan bagian barat berupa
perlapisan homoklin, sesar, kekar dan lipatan.Pada Formasi Semilir di sebelah
barat, antara Prambanan-Patuk, perlapisan batuan secara umum miring ke arah
baratdaya. Sementara itu, di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan Dusun
7
Jentir, perlapisan batuan miring ke arah timur. Perbedaan jurus dan kemiringan
batuan ini mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks;
Bemmelen, 1949) atau sebab lain, misalnya pengkubahan (updoming) yang
berpusat di Perbukitan Jiwo atau merupakan kemiringan asli (original dip) dari
bentang alam kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi Zaman Tersier
(Bronto dan Hartono, 2001).
Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic
fault blocks (van Bemmelen,1949). Sesar utama berarah baratlaut-tenggara dan
setempat berarah timurlaut-baratdaya.Di kaki selatan dan kaki timur Pegunungan
Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri.
II.2. Geologi Lokal Sleman
Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 107°15’03”
sampai dengan 100°29’30” Bujur Timur dan 7°34’51” sampai dengan
7°47’03” Lintang Selatan. Di sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman
berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa
Tengah, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa
Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi
Daerah IstimewaYogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah,dan
di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan
Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Daerah Kabupaten Sleman merupakan daerah dataran, perbukitan dan kaki
gunung api. Daerah dataran dengan kemiringan lereng < 5%, terletak pada
ketinggian < 5,00 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh endapan alluvial dan
satuan batuan gunung api Merapi (Qvm) yang berupa lempung, lanau dan pasir.
Daerah perbukitan membentuk deretan perbukitan memanjang dari barat ke timur
dengan kemiringan lereng agak terjal hingga terjal (15 - >50%), terletak pada
ketinggian 200 - 400 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh satuan batuan dari
Formasi Sentolo (Tmps), Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Wonosari (Tmw),
Formasi Oyo (Tmo), Formasi Sambipitu (Tms), Formasi Nglanggran (Tmn), dan
Formasi Semilir (Tmse). Daerah kaki gunung api dengan kemiringan lereng 15 -
30%, terletak pada ketinggian 500 - 1000 m dpl dan dibentuk oleh endapan
volkanik gunung Merapi (Qvm).
8
Sungai - sungai yang mengalir umumnya bersifat permanen (mengalir
sepanjang tahun), antara lain S. Opak, S. Oyo, S. Bedog, S. Dengkeng, S.
Gondang bersama-sama anak sungainya membentuk pola aliran subdendritik -
trellis dan subparalel. Air tanah di daerah penyelidikan berupa air permukaan dan
air tanah bebas. Air permukaan berupa air sungai dan air genangan (air rawa),
sedang air tanah bebas merupakan air yang tersimpan dalam suatu lapisan
pembawa air tanpa lapisan kedap air di bagian atasnya.
Secara fisiografis daerah telitian (sungai tambakbayan, babarsari) terletak
pada jajaran gunungapi kuarter pada depresi Jawa Tengah, tepatnya berada pada
kaki gunung Merapi bagian selatan. Kemiringan lereng daerah telitian umumnya
berkisar antara 0° – 4° (0 – 7%) dan beberapa tempat di sekitar sungai
menunjukkan kemiringan yang berbeda, yaitu 0° – 45° (5 – 70%). Pada tempat-
tempat tertentu di tepi sungai, kemiringan lerengnya adalah 60° – 80°, dan di
tempat ini ditemui gejala longsoran. Litologi sekitar Sungai Tambakbayan,
Babarsari dapat dibedakan dalam 2 golongan, yaitu batuan dasar dan tanah.
Batuan dasar mempunyai kedudukan horizontal, terdiri dari pasir yang di
beberapa tempat dijumpai mengandung fragmen-fragmen yang mengandung
sedikit fragmen batuan beku dan batuapung berukuran butir (2 – 4mm), kerakal (4
– 64mm) dan bongkah (>256mm) setempat-setempat dijumpai endapan
konglomerat berbentuk lensa dengan ukuran fragmen berkisar antara butiran-
kerakal. Seluruh material yang ada belum mengalami litifikasi, sehingga masih
bersifat material lepas. Komposisi batuan pada Sungai Tambakbayan, Babarsari
ini merupakan andesitik yang berasal dari endapan vulkanik Gunung Merapi. Dari
adanya struktur laminasi sejajar, laminasi bersusun, lensa-lensa konglomerat dan
pemilahan butir yang sedang, tidak dijumpai fosil laut, sehingga dapat
disimpulkan adalah florofulkanik dengan sistem arus fraksi. Selain itu, dijumpai
pada endapan alluvial, yaitu endapan sungai dan endapan limpah banjir pada
sungai Renduwen dan Tambakbayan dan sungai Maguwo. Tanah di sungai
Tambakbayan, Babarsari ini berdasarkan cara terjadinya ada 2 cara, yaitu tanah
residu dengan kemiringan 0 – 5%, dan tanah tertransportasikan akibat air
permukaan, banjir, dan longsor yang menempati tempat-tempat di sekitar sungai
9
dengan relief yang bervariasi (bergelombang, dataran banjir, sekitar lereng terjal).
Tanah ini disebut juga tanah alluvium.
BAB III DASAR TEORI
III.1. Geolistrik
Geolistrik adalah metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik
dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya dipermukaan bumi. Dalam hal ini
meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi,
baik secara almiah maupun akibat injeksi arus kedalam bumi. Oleh karena itu
metode geolistrik mempunyai banyak macam, termasuk didalamnya potensial diri,
arus telluric, magnetoteluric, elektromagnetik, induksi polarisasi, dan resistivity
(tahanan jenis). Oleh karena itu metode geolistrik sendiri secara garis besar dibagi
menjadi dua macam, yaitu :
1. Geolistrik yang bersifat pasif
Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu sehingga tidak
diperlukan adanya injeksi/pemasukan arus terlebih dahulu. Geolistrik macam ini
disebut Self Potensial (SP). Pengukuran SP dilakukan pada lintasan tertentu
dengan tujuan untuk mengukur beda potensial antara dua titik yang berbeda
sebagai V1 dan V2. cara pengukurannya dengan menggunakan dua buah porouspot
dimana tahanannya selalu diusahakan sekecil mungkin. Kesalahan dalam
pengukuran SP biasanya terjadi karena adanya aliran fluida dibawah permukaan
yang mengakibatkan lompatan-lompatan tiba-tiba terhadap terhadap nilai beda
potensial. Oleh karena itu metode ini sangat baik untuk eksplorasi geothermal.
2. Geolistrik yang bersifat aktif
Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan ada karena penginjeksian arus ke dalam
bumi terlebih dahulu. Geolistrik macam ini ada dua metode, yaitu metode
Resistivitas (resistivity) dan Polarisasi Terimbas (Induce Polarization). Yang
akan dibahas lebih lanjut adalah geolistrik yang bersifat aktif. Metode yang
diuraikan ini dikenal dengan nama Geolistrik tahanan jenis atau disebut dengan
metode Resistivitas (resistivity).
10
Tiap-tiap media mempunyai sifat yang berbeda terhadap aliran listrik yang
melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenisnya. Pada metode ini, arus listrik
diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektrode arus dan beda potensial
yang terjadi diukur melalui dua buah elektrode potensial. Dari hasil pengukuran
arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektrode berbeda kemudian dapat
diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan bawah permukaan
bumi, dibawah titik ukur (sounding point).
Metode ini lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif
dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang lebih
dari 1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk
eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang engineering
Geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoar air,
eksplorasi geothermal, dan juga untuk geofisika lingkungan. Jadi metode
resistivitas ini mempelajari tentang perbedaan resistivitas batuan dengan cara
menentukan perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Setiap medium pada
dasarnya memiliki sifat kelistrikan yang dipengaruhi oleh batuan penyusun/
komposisi mineral, homogenitas batuan, kandungan mineral, kandungan air,
permeabilitas, tekstur, suhu, dan umur geologi. Beberapa sifat kelistrikan ini
adalah potensial listrik dan resistivitas listrik. Geolistrik resistivitas memanfaatkan
sifat konduktivitas batuan untuk mendeteksi keadaan bawah permukaan. Sifat dari
resistivitas batuan itu sendiri ada 3 macam, yaitu :
1. Medium konduktif
Medium yang mudah menghantarkan arus listrik. Besar resistivitasnya adalah
10-8 ohm m sampai dengan 1 ohm m.
2. Medium semikonduktif
Medium yang cukup mudah untuk menghantarkan arus listrik. Besar
resistivitasnya adalah 1 ohm m sampai dengan 107 ohm m.
3. Medium resesif
Medium yang sukar untuk menghantarkan arus listrik. Besar resistivitasnya
adalah lebih besar 107 ohm m.
11
Dalam batuan, atom-atom terikat secara kovalen, sehingga batuan mempunyai
sifat menghantar arus listrik. Aliran arus listrik didalam batuan/mineral dapat
digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Konduksi secara elektronik
Terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus
listrik dapat mengalir karena adanya elektron bebas.
2. Konduksi elektrolitik
Terjadi jika batuan/mineral bersifat porous/pori-pori tersebut terisi oleh
cairan-cairan elektrolit dimana arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit secara
perlahan-lahan.
3. Konduksi dielektrik
Terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, yaitu
terjadi polarisasi saat bahan-bahan dialiri arus listrik.
Batuan yang mempunyai resistivitas (tahanan jenis) tinggi maka konduktivitasnya
(kemampuan mengahantarkan arus listrik) akan semakin kecil, demikian pula
sebaliknya bila batuan dengan resistivitas rendah maka konduktivitasnya akan
semakain besar. Sifat kelistrikan batuan itu sendiri digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Resisitivitas
Batuan dianggap sebagai medium listrik yang mempunyai tahanan listrik.
Suatu arus listrik berjalan pada suatu medium/batuan akan menimbulakn densitas
arus dan intensitas arus.
2. Aktivitas elektro kimia
Aktivitas elektro kimia batuan tergantung dari komposisi mineralnya serta
konsentrasi dan komposisi elektrolit yang terlarut dalam air tanah (ground water)
yang kontak dengan batuan tersebut.
3. Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrik pada batuan biasanya berhubungan dengan permeabilitas
dalam material/batuan yang bersifat magnetik.
Kita juga dapat melihat bahwa sifat kelistrikan batuan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain adalah :
1. Kandungan mineral logam
2. Kandungan mineral non logam
12
3. Kandungan elektrolit padat
4. Kandungan air garam
5. Perbedaan tekstur batuan
6. Perbedaan porositas batuan
7. Perbedaan permeabilitas batuan
8. Perbedaan temperatur
Keuntungan dari metode resistivity (tahanan jenis) ini adalah :
1. Dapat membedakan macam-macam batuan tanpa melakukan pengeboran
2. Biayanya relatif murah
3. Pemakaiannya mudah
III.2. Metode Resisitivity
Metode Resistivitas adalah salah satu metode yang cukup banyak
digunakan dalam dunia eksplorasi khususnya eksplorasi air tanah karena
resistivitas dari batuan sangat sensitif terhadap kandungan airnya. Sebenarnya ide
dasar dari metode ini sangatlah sederhana, yaitu dengan menganggap bumi
sebagai suatu resistor.
Gambar III.1. Konsep Geolistrik
Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari
kelompok metode geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah
permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah
permukaan bumi. Metode resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi
dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus listrik
diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus, sedangkan beda potensial
13
yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil pengukuran arus
dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada
lapisan di bawah titik ukur.
Metode kelistrikan resistivitas dilakukan dengan cara menginjeksikan arus
listrik dengan frekuensi rendah ke permukaan bumi yang kemudian diukur beda
potensial diantara dua buah elektrode potensial. Pada keadaan tertentu,
pengukuran bawah permukaan dengan arus yang tetap akan diperoleh suatu
variasi beda tegangan yang berakibat akan terdapat variasi resistansi yang akan
membawa suatu informasi tentang struktur dan material yang dilewatinya. Prinsip
ini sama halnya dengan menganggap bahwa material bumi memiliki sifat resistif
atau seperti perilaku resistor, dimana material-materialnya memiliki derajat yang
berbeda dalam menghantarkan arus listrik.
Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dibedakan
menjadi dua yaitu mapping dan sounding. Metode geolistrik resistivitas mapping
merupakan metode resistivitas yang bertujuan mempelajari variasi rasistivitas
lapisan bawah permukaan secara horisontal. Oleh karena itu, pada metode ini
digunakan jarak spasi elektrode yang tetap untuk semua titik datum di permukaan
bumi. Sedangkan metode resistivitas sounding bertujuan untuk mempelajari
variasi resistivitas lapisan bawah permukaan bumi secara vertikal. Pada metode
ini pengukuran pada satu titik ukur dilakukan dengan cara mengubah-ubah jarak
elektrode. Pengubahan jarak elektrode tidak dilakukan secara sembarang, tetapi
mulai jarak elektrode kecil kemudian membesar secara gradual.
III.3 Konfigurasi Wenner Alpha
Pada konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial
diletakkan seperti pada gambar.
14
Gambar III.2. Konfigurasi Wenner Alpha
Dalam hal ini, elektrode arus dan elektrode potensial mempunyai jarak
yang sama yaitu C1P1= P1P2 = P2C2 = a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah
tiga kali jarak antar elektrode potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode
dengan titik datum harus membentuk satu garis.
Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk
setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas
sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a
kecil sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi
elektrode ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan
makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar
jarak spasi elektrode tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau
teramati. Dari gambar, dapat diperoleh besarnya Faktor Geometri untuk
Konfigurasi Wenner adalah
(III.2)
sehingga pada konfigurasi Wenner berlaku hubungan
(III.3)
III.4. Konfigurasi Wenner Beta
Konfigurasi Wenner Beta memiliki susunan elektroda seperti dengan
konfigurasi dipole-dipole. Namun, yang membedakan disini adalah faktor n.
Dalam wenner beta faktor n yaitu 0,416, karena jarak antara elektrode dibuat
sama.
Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk
setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas
sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a
15
kecil sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi
elektrode ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan
makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar
jarak spasi elektrode tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau
teramati. Faktor Geometri untuk Konfigurasi Wenner Beta adalah:
k=6 πa (III.4)
III.5. Konfigurasi Wenner Gamma
Wenner gamma memiliki pengaturan yang relatif tidak biasa dimana
elektroda arus dan elektroda potensial disisipkan. Bagian sensitivitas yang
menunjukan bahwa daerah-daerah terdalam dipetakan oleh konfigurasi ini adalah
di bawah dua elektroda luar (C1 dan P2), dan bukan di bawah pusat konfigurasi.
Faktor Geometri untuk Konfigurasi Wenner Gamma adalah:
k=3 πa (III.5)
16
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
IV.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai metode geolistrik Konfigurasi Wenner beta
dilaksanakan di sebelah timur gedung rektorat UPN Veteran Yogyakarta pada hari
Sabtu tanggal 3 Oktober 2015 pukul 12.00 sampai 15.30.
Gambar IV.1 Desain survei daerah penelitian
17
IV.2. Alat yang Digunakan
Instrumen geolistrik saat akusisi data menggunakan beberapa alat sebagai berikut :
Gambar IV.2. Gambar alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan pada acara lapangan yaitu :
Alat yang digunakan jenis resistivitymeter naniura .
Accu 12 volt, sebagai sumber arus yang digunakan dalam pengambilan
data.
Kabel konektor, digunakan sebagai alat penghubung dari accu ke
resistivitymeter.
Palu, digunakan untuk memukul menanamkan elektroda
Tabel data, untuk mencatat nilai yang terbaca oleh resistivitymeter,
Kabel
18
2 Elektroda arus dan 2 elektroda potensial
Alat tulis dan kalkulator.
Payung
Meteran
Kompas
Gps
IV.3. Diagram Alir Pengambilan Data
Gambar IV.6 Diagram Alir Pengambilan Data
Dari diagram diatas, dapat dijelaskan langkah-langkah pengambilan data
sebagai berikut :
1. Siapkan alat.
19
Mulai
Merangkai Alat
Setting Alat
Mengambil data ( V dan I )
Mencatat nilai V dan I
Selesai
Menyiapkan Medan
2. Bentangkan meteran sepanjang 42 m untuk lintasan pengukuran, ukur
azimuth, dan catat koordinat lintasan yang diukur.
3. Pasangkan kabel konektor pada resistivitymeter dengan Accu pasangkan
elektroda pada resisitivitymeter dengan kabel konektor yang sesuai dengan
kabel untuk arus dan potensial.
4. Susun elektroda sesuai konfigurasi beta.
5. Setting resistivitimeter :
Nyalakan alat dengan memilih tombol on/off.
Liat monitor untuk nilai v dan I
Kemudian sebelum dilakukan pembacaan alat pata layar untuk nilai V
harus angka 0
Lalu dilakukan run atau pembacaan alat
Dicatat nilai V dan I pada tabulasi data.
20
IV.3. Diagram Alir Pengolahan Data
Gambar IV.7 Diagram Alir Pengolahan Data
21
Software Res2Dinv
Selesai
Kesimpulan
Interpretasi
Pseudosection
Notepad (*dat)
Didapatkan nilai R, K, Rho, DP dan depth
Ms. Excel
Lembar data
Mulai
Dari diagram diatas, dapat dijelaskan langkah-langkah atau tahapan-
tahapan pengolahan data sebagai berikut :
1. Tahap pertama, melakukan penginputan data lapangan dari table tabulasi
kedalam software Ms.Excel.
2. Tahap kedua, melakukan perhitungan atau pengolahan data dengan software
miscrosoft excel untuk mendapatkan nilai R, K, Rho apparent, Datum Point,
dan depth.
3. Tahap ketiga, dari hasil pengolahan dengan Ms.excel dibuat penampang
pseudosection 2D [penampang Res2dinv], berikut merupakan tahapan-tahapan
pengolahannya:
a. Secara software Res2dinv yaitu dengan membuat notepad dengan isi :
nama penampang, spasi, kode konfigurasi, jumlah data, lokasi mid
point, kode resisitivitas, datum point, spasi, rho apparent, serta
masukkan jumlah data dan nilai ketinggian. Setelah itu di save dalam
bentuk (.*dat), kemudian buka Res2dinv dengan langkah :
Pilih read data file
Pilih Change Setting, kemudian pilih Finite mesh grid size,
pilih 4 nodes, Ok
Pilih Change setting, kemudian pilih use finite-element method
pilih trapezoidal, Ok
Pilih Change setting, kemudian pilih mesh refinement, pilih
finest mesh dan 4 nodes, Ok.
Inversion, use combined inversion method.
Inversion, include smoothing of model resistivity.
Inversion, least square inversion.
Display, show inversion results.
Data section, display data and model section.
Data section, include topography in model display.
4. Interpretasi hasil dari penampang Pseudosection
22
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1. Penampang Software RES2DINV
Gambar V.8 Pseudosection 2D dengan menggunakan software Res2dinv
V.2 Penampang Software Alpha, Beta dan Gamma
Gambar V.9 Penampang software konfigurasi Alpha
24
V.3. Pembahasan
V.3.1 Penampang Resistivity Software Res2dinv
Pada penampang dengan pengolahan Res2dinv , Penampang
pertama merupakan penampang resistivitas semu yang di dapatkan dari
lapangan langsung. Pada penampang tersebut di dapatkan kedalaman
lapisan sebesar 4.99 m. Namun pada penampang pertama tidak bisa di
lakukan interpretasi karena tidak memberikan nilai reisitivitas yang
sebenarnya masih dalam data yang nilainya bersifat semu. Pada
Penampang kedua merupakan penampang resistivitas semua yang didapat
dari pengolahan Res2dinv yang telah di setting parameternya. Kedalaman
pada penampang ini bernilai 4.99 m. Dan pada penampang ini tidak
terlihat perbedaan kontras warna yang mencolok atau gradasi warna. Pada
penampangyang terakhir, merupakan penampang yang menunjukkan nilai
true resisitivity yaitu penampang yang telah dilakukan iterasi hasil dari
pengolahan inversi oleh software Res2dinv sehingga menunjukkan
perbedaan di bandingkan dengan penampang pertama dan yang ke dua.
Dari penampang ini berdasarkan skala warna dan nilainya dapat dibagi
menjadi 3 bagian ; nilai resistivitas rendah yang terlihat ditunjukan dengan
warna biru sampai hijau dan memiliki nilai resistivitas antara 46.5 ohm.m
– 168 ohm.m, nilai resistivitas sedang di tunukkan dengan warna hijau
sampai kuning dan memiliki nilai antara 168 ohm.m – 1158 ohm.m, nilai
resistivitas tinggi yang di tunjukkan dengan warna kuning hingga merah
sampai ungu yang memiliki nilai resistivitas antara 1158 ohm.m – 4194
ohm.m. berdasarkan kedalaman yang di dapatkan pada lapisan ini masih
menunjukkan bahwa lapisan ini masih satu litologi yaitu endapan alluvial
vokanik, dan yang menyebabkan perbedaan warna atau gradasi warna yang
terlihat adalah pengaruh dari kandungan fluida , kelembaban ,tekstur
batuan, dan temperatur yang ada pada daerah yang dilakukan pengambilan
data.
26
V.3.2 Perbandingan antara Penampang Software Alpha, Beta,
Gamma
Pada suatu lintasan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali
menggunakan konfigurasi yang berbeda-beda yaitu alfa , beta dan gamma.
Beda konfigurasi akan menghasilkan penampang yang berbeda-beda pula
hal ini di sebabkan oleh faktor geometrinya. Untuk konfigurasi alfa
menggunakan rumus perhitungan geometri 2πa, untuk konfigurasi beta
menggunakan rumus 6πa dan untuk konfigurasi gamma menggunakan
rumus 3πa. Oleh karena itu setiap konfigurasi mempunyai perbedaan
kedalaman.
Pada penampang yang menggunakan konfigurasi alfa mempunyai
kedalaman adalah 163 meter. Untuk daerah yang menunjukkan warna
biru pada penampang yang dihasilkan mempunyai nilai resistivitas yaitu
148 – 357 ohm.m, untuk daerah yang ditunjukkan dengan warna hijau
sampai kuning mempunyai nilai resistivitas yaitu 357 – 1340 ohm.m dan
untuk daerah yang ditunjukkan dengan warna merah mempunyai nilai
resistivitas yaitu 1340 – 3234 ohm.m. Pada penampang yang
menggunakan konfigurasi beta mempunyai kedalaman sampai 162 meter.
Untuk daerah yang ditunjukkan dengan warna biru nilai resistivitas yaitu
45.9 – 151 ohm.m, untuk daerah yang yang ditunjukkan dengan warna
hijau sampai kuning nilai resistivitas yaitu 151 – 896 ohm.m dan untuk
daerah yang yang ditunjukkan dengan warna merah nilai resistivitas yaitu
896 – 2942 ohm.m. Pada penampang yang menggunakan konfigurasi
gamma mempunyai kedalaman yaitu 162 meter. Untuk daerah yang
ditunjukkan dengan warna biru mempunyai nilai resistivitas yaitu 81.8 –
301 ohm.m, untuk daerah yang ditunjukkan dengan warna hijau hingga
kuning mempunyai nilai resistivitas yaitu 301 – 2119 ohm.m dan untuk
daerah yangditunjukkan dengan warna merah mempunyai nilai resistivitas
yaitu 2119 – 7788 ohm.m. jelas terlihat bahwa setiap konfigurasi
27
mempunyai kedalaman yang berbeda-beda dan kegunaan yang berbeda
pula dan konfigurasi ini sering digunakan untuk eksplorasi yang dangkal.
BAB IVPENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari pengolahan data lapangan dengan
menggunakan konfigurasi wanner yaitu :
Berdasarkan pengolahan software Res2dinv, didapat nilai resistivitas tinggi
dengan kedalaman 0.342 m hingga 4.99 merupakan endapan alluvial dan
batu pasir yang menyebabkan perbedaan warna adalah kelembaban pada
lapisan tersebut ataupun kandungan fluida yang ada pada lapisan
tersebut.konfigurasi ini sering digunakan untuk eksplorasi yang dangkal.
Perbedaan pada ketiga konfigurasi adalah Pada konfigurasi alfa yang
mendominasi adalah nilai resistivitas rendah, pada konfigurasi beta
didominasi oleh resistivitas sedang dan pada konfigurasi gamma
memberikan hasil nilai resistivitas tinggi perbedaan ini di sebabkan oleh
faktor geometri yang di miliki oleh ketiga konfigurasi wanner ini sehingga
menyebabkan perbedaan kedalaman yang didapat.
IV.2. Saran
Pada pngembilan data harus dilakukan dengan benar-benar agar
mendapatkan hasil yang maksimal, sedangkan untuk pengolahan data pun
harus dilakukan dengan sebaik-baiknya karena dari data yang yang di
dapat akan mempengaruhi hasil dari interpretasi data.
28
Top Related