Gastritis

24
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187). Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi

description

gast

Transcript of Gastritis

Page 1: Gastritis

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti

inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses

inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme

protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.Secara hispatologi dapat

dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince

(2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung

yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh

ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang

terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks

empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).

Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu

peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi,

infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak,

cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat

menyebabkan terjadinya gastritis.

Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya

superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-

kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap.

Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi

ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).

Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada

manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan

patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut

dan kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik,

tetapi keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan

gastritis akut (Suyono, 2001).

1.1  Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan

sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung

terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus

merupakan penyakit yang ringan.

Page 2: Gastritis

Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat,

yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan

parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit

yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena

pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan

terjadi drosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat,

menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Suyono, 2001: 127).

1.2  Gastritis Kronik

Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria

dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel

plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit

dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis

superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang

lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya

berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia

intestinal(Chandrasoma, 2005 : 522).

Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A

yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan

anemia pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan

infeksi Helicobacter pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong

dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).

2        Anatomi dan Fisiologi

2.1   Anatomi Lambung

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di daerah

epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Dalam keadaan kosong, lambung

menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas

normal lambung adalah 1 samapi 2 L (Prince, 2005). Secara anatomis lambung terdiri atas

empat bagian, yaitu: cardia, fundus, bodyatau corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis,

lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan

serosa. Lambung berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan

duodenummelalui orifisium pilorik (Ganong, 2001).

Page 3: Gastritis

Mukosa lambung mengandung banyak kelenjar dalam. Di daerah pilorus dan kardia,

kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus, kelenjar mengandung

sel parietal (oksintik), yang menyekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief

cell (sel zimogen, sel peptik), yang mensekresikan pepsinogen. Sekresi-sekresi ini bercampur

dengan mukus yang disekresikan oleh sel-sel di leher kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara

keruang bersamaan (gastric pit) yang kemudian terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga

disekresikan bersama HCO3- oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-

kelenjar(Ganong, 2001).

Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf

parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf

vagus. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-

serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot,

serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen

simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (auerbach)

dansubmukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan

mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung (Prince, 2005).

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama

berasal dari arteri siliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang

menyuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis

adalah arteria gastroduodenalis  danarteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang

berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum (Prince, 2005).

2.2  Fisiologi Lambung

Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung,

dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan

enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu

fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu

pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh

protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung

serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama

dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.Fungsi

motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam

duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus,

dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk

pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).

Page 4: Gastritis

Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk

mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran

makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan

kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan

sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan

pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan

protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang

empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan

jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna

karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan

lambung (Ganong, 2001).

Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang

bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun

hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat

tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam

lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat memikirkan atau

merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang

mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan

masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi

ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung

meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi

asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan

sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).

2.3        Faktor-faktor Penyebab Gastritis

2.3.1   Pola Makan

Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola

makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan,

sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.

1.      Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. 

Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut

sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika

Page 5: Gastritis

rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun

menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).

Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada

saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan

mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam

jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah

banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah

asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung

yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung

serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).

Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika

hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi

dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat

menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang

menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005). Produksi asam lambung diantaranya

dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam

mulut secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan

memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).

2.      Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap

akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi

makananbergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan

pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,

terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan

nyeri di uluhati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita

makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari

satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat

menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).

Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu

yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah,

kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini

tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk

Page 6: Gastritis

mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi

lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum

diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu

hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).

3.      Porsi Makan

Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi

pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan

bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan

disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan

dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada

akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti

ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004).

3.2   Kopi

Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan

dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut

dengan fenol, vitamin dan mineral.

Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga

menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur

yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam

chlorogenic.

Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor

seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya

asam lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung

jawab (Anonim, 2011).

Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem

pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap

minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir

lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk.Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem

saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada

lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek

sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang

meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung(Okviani, 2011).

Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi

adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki

Page 7: Gastritis

gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan

untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah

parah (Warianto, 2011).

3.3   Teh

Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku “The Miracle of

Enzyme”menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih

dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh

Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek

antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang

merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut

tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa

sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).

Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein

pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi

proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel.

Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat

kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat

mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008).

Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah

menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa

lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel

mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita

berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada

keganasan lambung (Shinya, 2008).

3.4   Rokok

Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok,

terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok

yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,

nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen,

bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar,

dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi

racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap

kesehatan (Budiyanto, 2010).

Page 8: Gastritis

Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan

pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi

bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH

duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau

asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat

asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,

dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada

mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi

bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan

komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat

penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).

Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi

perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan

berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti

merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).

3.5   AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)

Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan

sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).

Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat

merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam

salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. Golongan aspirin ini dapat dilihat pada gambar 1.

Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen

menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan

prekursor tromboksan dari asam arakhidonat.Siklooksigenase merupakan enzim yang penting

untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan

salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi

prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak

mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut

bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat

antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh

lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut

hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika

pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat

Page 9: Gastritis

mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan

dapat menyebabkan gastritis(Rosniyanti, 2010).

3.6   Stress

Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang

menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.

Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman

yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat

mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005).

1.      Stress Psikis

Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress,misalnya pada beban kerja

berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi

mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya

gastritis. Bagi sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu,

maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan

kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan,

2010).

2.      Stress Fisik

Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau

infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan jugaulkus serta pendarahan pada

lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan

peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis

dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi

biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi

permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil

asam lambung (Anonim, 2010).

Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan

yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika

dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil.

Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve)

akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja

dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan

dan gastritis.

3.7   Alkohol

Page 10: Gastritis

Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan

kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat

dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan

struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang

terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam

bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).

Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati,

oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya

berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit,

alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual,

sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.

Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak

peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya

kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan

perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).

3.8   Helicobacter pylori

Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan

batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan

lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi

oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi

dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat

ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat

memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter

pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak

dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab

utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005).

3.9   Usia

Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan

dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa

gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter

Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai

usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.

Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan

peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80%

Page 11: Gastritis

menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain

mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis

adalah refluks kronik cairanpenereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).

4        Patofisiologi

Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam

lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat

anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan

alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat

mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri,

sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000).

Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai

faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,

pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan,

alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung,

misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat

melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif

meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran

penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian

sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi

asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai

komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan

memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek

toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat

dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki

pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005)

Menurut Brunner dan Suddart (2000 : 187), dijelaskan bahwa obat-obatan, alkohol,

pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa lambung,

mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin

ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung

terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu

gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang

terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat

seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis

Page 12: Gastritis

pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan

akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.

Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan

keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis

atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi

lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan

pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan

ulkus peptikum (Suyono, 2001).

5        Manifestasi Klinis

Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah

merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna

berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca

perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-

obatan atau bahan kimia tertentu(Suyono, 2001).

Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan

abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan

beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi

tidak dimuntahkan, tetapi jika sudahmencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira

dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester,

2001).

6        Komplikasi Gastritis

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), komplikasi yang timbul pada gastritis,

yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, berakhir

dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.

Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan

pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko

kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung

dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung(Prince, 2005).

Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada sel-sel

kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi Helicobacter

pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibatHelicobacter pylori adalah MALT

(mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada

jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila

ditemukan pada tahap awal (Anonim, 2010).

Page 13: Gastritis

7        Penatalaksanaan Gastritis

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis

akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering.

Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor

H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor

berupa sukralfat dan prostaglandin.

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko

tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat

menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian

antasida dan antagonis H2sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi

perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.

Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis

yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik

adalah dengan Misaprostol, atau Derivat ProstaglandinMukosa.

Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek

teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si

pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa

mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi

arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomisebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut

(Suyono, 2001).

Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar

disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai

permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik

atau fundal) dan tipe B (antral).

Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila

terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasiHelicobacter Pylory.

Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang

diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang

disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa

harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai (Chandrasoma, 2005 : 522).

Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan

istirahat, mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan

antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien

Page 14: Gastritis

dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 (Chandrasoma, 2005 :

522).

8        Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai  macam tes,

diantaranya :

1.      Tes Darah

Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap seranganHelicobacter pylori. Hasil

test yang positif menunjukkan  bahwa seseorang pernah mengalami kontak dengan

bakteri Helicobacter pyloridalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti seseorang

telah terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk mengecek

terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan oleh perdarahan karena gastritis (Anonim,

2010).

2.      Breath Test

Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk mengetahui apakah ada

infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang.

3.      Stool Test

Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pyloridalam sampel tinja

seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacter pylori.

Biasanya dokter juga menguji adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan

dalam lambung karena gastritis.

4.      Rontgen

Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat dilihat

dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum

dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika

di rontgen.

5.      Endoskopi

Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin tidak

dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil

yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan

bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum

endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada

jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit

sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium

Page 15: Gastritis

untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya

tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari

anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini.

Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan

endoskop (Anonim,2010).