gangguan belajar
-
Upload
fairyevelyn -
Category
Documents
-
view
33 -
download
0
description
Transcript of gangguan belajar
BAB I. Pendahuluan
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini, hal ini
menyangkut pendidikan orang kedepannya. Hal ini karena gangguan belajar dapat
mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Ada 2 hal yang bisa mempengaruhi anak
mengalami gangguan belajar, gangguan fisik dan psikologis sangat erat kaitannya
dengan gangguan belajar. Lebih jauh lagi, gangguan belajar pada anak bisa berakibat
pada rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik yang
akhirnya menyebabkan munculnya gangguan depresi yang kronis. Oleh karenanya
penting sekali untuk ditangani secara serius.
1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau
menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan
perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.Gangguan
belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan
fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu,
sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi
kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca,
gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang
anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari
matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis,
dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar
yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan
terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
Istilah kesulitan belajar pertama kalinya diperkenalkan pada tahun 1963 oleh
sekelompok orang tua dan pendidik yang peduli terhadap kesulitan belajar. Beberapa
istilah yang sebelumnya pernah muncul antaralain gangguan perseptual, cedera kepala,
gangguan neurologi. Tiga definisi yang berpengaruh tentang ABBS dikemukakan oleh:
1) Federal law atau hukum federal (IDEA, 1997)
2) NJCLD (National Joint Committee on Learning Disabilities)
3) ACALD
1) Definisi ABBS menurut Federal law atau hukum federal (IDEA, 1997):
Istilah “kesulitan belajar spesifik” menerangkan semua anak yang mengalami gangguan
pada satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau
penggunaan bahasa, lisan atau tulisan dimana gangguan yang terjadi dapat
termanifestasikan menjadi kemampuan yang tidak sempurna untuk mendengar, berpikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau mengerjakan perhitungan matematika.
Yang termasuk di dalam istilah ini diantaranya gangguan perseptual, cedera otak,
2
disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Istilah ini tidak termasuk
kondisi-kondisi seperti permasalahan belajar yang penyebab utamanya adalah gangguan
penglihatan, pendengaran atau motorik, retardasi mental, gangguan emosional, atau
ketidakberuntungan lingkungan, budaya atau ekonomi.
Definisi di atas mengandung beberapa konsep utama sebagai berikut:
a. Seseorang yang mempunyai gangguan pada satu atau lebih proses dasar psikologi
yang mencakup kemampuan mental seperti daya ingat, persepsi pendengaran, persepsi
penglihatan, bahasa lisan dan proses berpikir.
b. Kesulitan belajar dapat muncul sebagai kesulitan dalam berbicara, mendengar,
menulis, membaca (mengenali kata dan pemahaman) dan matematika (perhitungan dan
penalaran)
c. Masalah yang tidak langsung disebabkan oleh kelainan sensori (penglihatan,
pendengaran), hambatan intelektual, ketidakberuntungan lingkungan
d. Perbedaan yang nyata antara potensi belajar yang dimiliki dengan tingkatan prestasi
belajar yang rendah.
2) Menurut National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD), ABBS
adalah:
Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam
bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan
mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam
bidang studi matematika. Gangguan tersebut bersifat intrinsik dan diduga disebabkan
oleh adanya disfungsi system syaraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin
terjadi bersamaan dengan adanya kondisis lain yang mengganggu (misalnya: gangguan
sensoris, tunagrahita, hambatan social dan emosional) atau berbagai pengaruh
lingkungan (perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor
psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung.
3
3) Menurut Association for Children and Adult with Learning Disability
(ACALD).
Kesulitan belajar spesifik adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari
faktor neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi dan /atau
kemampuan verbal dan/atau non verbal.
Kesulitan belajar tampil sebagai suatu kondisi ketidak-mampuan yang nyata pada
orang-orang yang memiliki inteligensi rata-rata hingga superior, yang memiliki system
sensoris yang cukup, dan kesempatan belajar yang cukup pula.
Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Kondisi
tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan, pekerjaan, sosialisasi, dan
/atau aktivitas sehari-hari sepanjang hidupnya.
Berbagai definisi di atas mengarah pada kesamaan, yaitu:
1. Kelainan sistem saraf pusat (Central neurosystem Dysfunction)
2. Pola pertumbuhan yang tidak seimbang dan kelemahan pada proses syaraf pusat.
3. Kesulitan dalam penyelesaian tugas akademik dan pembelajaran
4. Kesenjangan antara potensi dan prestasi
5. Eksklusifitas dari penyebab-penyebab yang lain
2.2. Penyebab
Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka
termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau
menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.
Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan
pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan
gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak
perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan
diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar.
4
Karakteristik ABBS
1) Pada masa kanak-kanak
Kesulitan mengekspresikan diri, membicarakan sesuatu tidak berarti, sulit mencari
kata-kata yang tepat.
Lambat dalam mengerjakan tugas seperti mengikat sepatu dan menyebutkan waktu.
Mengikat sepatu menjadi sulit bukan disebabkan karena motorik yang lemah namun
karena kebingungan arah.
Tidak perhatian, mudah terganggu
Ketidakmampuan mengikuti arahan karena ketidakmampuan memahami instruksi
lisan.
Kebingungan kanan-kiri
Kesulitan dalam belajar huruf, waktu, kata-kata dan irama dalam lagu. Hal ini karena
urutan huruf bersifat tidak logis sehingga sulit dipahami ABBS.
Lemah dalam ketrampilan bermain di lapangan. Permasalahan perseptual berdampak
pada motor planning (perencanaan gerak motorik) sehingga tampak tidak lincah saat
bermain.
Kesulitan membaca
Campur aduk dalam mengatur urutan huruf atau angka ketika menulis. Anak tidak
paham mengapa harus diurutkan I-B-U, bukan B-U-I
Apabila ditemukan 75%-85% dari beberapa gejala umum di atas dan ada pola yang
konsisten maka dapat dicurigai seorang anak mengalami kesulitan belajar spesifik.
2) Pada usia remaja dan dewasa
Kesulitan dalam memproses informasi auditori
Kehilangan barang-barang miliknya, keterampilan mengatur lemah
Lambat dalam membaca, pemahaman rendah
Kesulitan dalam mengingat nama orang dan tempat
Hambatan dalam berbicara; kesulitan menemukan kata-kata yang sesuai
Kesulitan mengatur ide untuk menulis,
5
Kemampuan mengeja lemah
Penghargaan diri yang rendah karena kegagalan dan frustasi pada masa lalu
Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu
menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh
karena itu pengobatan memerlukan waktu yang lama
Berbagai Jenis Gangguan Fisik Dan Psikiatrik Yang Berhubungan Dengan Timbulnya
Kesulitan Belajar Pada Anak
I. GANGGUAN FISIK
Gangguan dalam sistim saraf pusat/otak anak atau organ pendengaran atau organ
penglihatan, misalnya oleh karena adanya infeksi baik langsung maupun tidak langsung
pada otak, trauma pada otak, penyakit bawaan, gangguan konduksi listrik ( epilepsi ),
gangguan metabolic sistemik, dll. Semua ini dapat yang menyebabkan timbulnya
disfungsi otak minimal, yang mungkin bermanifestasi dalam berbagai bentuk gangguan
psikiatrik, di antaranya ialah kesulitan belajar.
II. GANGGUAN PSIKIATRIK
Retardasi Mental Kondisi ini ditandai oleh tingkat kecerdasan anak yang berada
di bawah rata-rata. Anak akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari sebagaimana anak seusianya, seperti mengurus dirinya
sendiri, melakukan pekerjaan rumah atau berinteraksi dengan lingkungannya. o
Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas. Ciri utama dari gangguan ini
adalah kesulitan anak untuk memusatkan perhatian-nya yang timbul pada lebih
dari satu situasi, misalnya di rumah, di sekolah dan di dalam kendaraan, dll,
dapat disertai atau tidak disertai dengan hiperaktivitas. Gangguan ini disebabkan
oleh adanya kelainan fungsi inhibisi perilaku dan kontrol diri. Anak tidak
mampu untuk berkonsentrasi pada satu pekerjaan tertentu, dan merencanakan
tujuan dari pekerjaan tersebut. Ia tidak mampu menyusun langkah-langkah
6
dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian ia akan
mengalami kesulitan dalam menyimak pelajaran yang diberikan gurunya, dan
akhirnya ia tidak mengerti apa yang diterangkan oleh gurunya itu. Gangguan
Tingkah Laku Pada anak yang mengalami gangguan ini seringkali dikatakan
sebagai anak nakal, sulit diatur, suka melawan, sering membolos dan berperilaku
antisosial, dll. Anak dengan Gangguan Tingkah Laku ini seringkali mempunyai
prestasi akademik di bawah taraf yang diperkirakan. Kesulitan belajar yang
terjadi dikarenakan anak sering membolos, malas, motivasi belajar yang kurang,
kurang disiplin, dll.
Gangguan Depresi Seorang anak yang mengalami Gangguan Depresi akan
menunjukkan gejala- gejala seperti :
Perasaan sedih yang berkepanjangan
Suka menyendiri
Sering melamun di dalam kelas/di rumah
Kurang nafsu makan atau makan berlebihan
Sulit tidur atau tidur berlebihan
Merasa lelah, lesu atau kurang bertenaga
Merasa rendah diri
Sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan
Merasa putus asa
Gairah belajar berkurang
Tidak ada inisiatif, hipo/hiperaktivitas Anak dengan gejala-gejala depresi
akan memperlihatkan kreativitas, inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, dengan
demikian akan menimbulkan kesulitan belajar sehingga membuat prestasi belajar anak
menurun hari demi hari.
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk
memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita
harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar.
7
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan,
yaitu :
A. Faktor interna (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor Fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang
sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses
menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor
fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat
tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan
gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
2). Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku
yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk
dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang
memiliki IQ cerdas (110 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk
memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90
110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak
terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60
tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka
orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak
didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga
tipe anak dalam belajar.
B. Faktor eksterna (factor dari luar anak) meliputi ;
1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda
8
dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan
perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis,
atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh
pada kebiasaan belajar anak.
2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi
tempat belajar, serta kurikulum.
2.3. Jenis jenis Gangguan Belajar/Learning Disorders (LD):
o Gangguan membaca (Disleksia)
o Gangguan matematik (Diskalkulia)
o Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
o Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik
2.3.1. Gangguan Membaca (Disleksia):
Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan
dan inteligensi anak.Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak
teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.∑ 4% dari anak usia sekolah di
AS∑ anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuanGangguan. emosi & perilaku yang
sering menyertai: - ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)
Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata dys yang berarti kesulitan,
dan kata lexis yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti kesulitan dalam
berbahasa. Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga
dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca
pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang
dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia
biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas
normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang
ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan
dan dalam kemampuan mengkode simbol.
9
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan
input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan
kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat,
kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan
pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat
perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Menurut Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007),
penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang
menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera
pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja.
Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam
kalimat-kalimat panjang yang akurat.
Disleksia dan otak kita.
Tahun 1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh
bagian khusus dari sistem saraf manusia yaitu di bagian belakang otak. Pada tahun
1896, British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai
seorang anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai
permainan dengan cepat tanpa kekurangan apapun dibandingkan teman-temannya yang
lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya sendiri.
Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993)
mengemukakan beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua
keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor
genetis, yaitu dari garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari
kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia
dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian
samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang
dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata
menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu
10
biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu diterjemahkan
menjadi suatu makna.
Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan
diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari
orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog.
Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam
observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan
menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan
menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan
menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau
mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah
dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam
alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga. Keluhan utama pada anak
disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya
orang tua tidak terima jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya
adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi :
o Kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
o Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
o Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
o Huruf tertukar-tukar, misal b tertukar d, p tertukar q, m tertukar w, s tertukar z
o Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
o Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (di, ke, pada).
o Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (menulis dibaca sebagai tulis).
o Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai.
o tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman,
dapat padat, mana-nama).
11
o Daya ingat jangka pendek yang buruk
o Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
o Tulisan tangan yang buruk
o Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
o Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
o Kesulitan dalam mengingat kata-kata
o Kesulitan dalam diskriminasi visual
o Kesulitan dalam persepsi spatial
o Kesulitan mengingat nama-nama
o Kesulitan / lambat mengerjakan PR
o Kesulitan memahami konsep waktu
o Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
o Kebingungan atas konsep alfabet dan symbol
o Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
o Kesulitan membedakan kanan kiri Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
o Salah pelafalan kata-kata yang panjang
o Bicara tidak lancer
o Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
o Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
o Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
o Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
o Kesulitan membaca kata-kata kecil seperti: di, pada, ke
o Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
o Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
o Kesulitan mengeja
o Membaca sangat lambat dan melelahkan
o Tulisan tangan berantakan
o Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
o Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.
12
Penyembuhan Disleksia
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang
menetap dan kronis. Ketidak mampuannya di masa anak yang nampak seperti
menghilang atau berkurang di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah
sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi
kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut. Mengingat demikian
kompleksnya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa
anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa
anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut.
Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin mudah pula intervensi yang dapat
dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia
antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas,
misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan
membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di
papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan
(guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan
belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling
dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan
memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf
yang hampir sama misalnya b dengan d. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara
menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja.
13
Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-
huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: g, c,
o, d, a, s, q, bentuk zig zag: k, v, x, z, bentuk linear: j, t, l, u, y, bentuk hampir serupa: r,
n, m, h.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar
matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan
sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia
mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena
itu tidak bijaksana untuk memaksakan cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut
sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika
mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat
perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka
menjadi demikian buruk akibat perbedaan yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan
membawa anak menjadi individu dengan self-esteem yang rendah dan tidak percaya
diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan
proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat
yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap
langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan
anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
2.3.2 Gangguan Matematik (diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan
dan inteligensi anak. Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
- linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol
matematika),
- perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok
angka)
- matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)
- atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan
benar)
14
- Prevalensi 5% anak usia sekolah
- Anak perempuan > anak laki-laki
- Biasanya disertai gangguan belajar yang lain
- Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta,
diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan
pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara
kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan
mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan
dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan
munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun
simbol matematis.
CIRI-CIRI
Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah
seringkali mempunyai
2. memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung
transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi
takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus
melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi,
mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak
biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan
memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya,
ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
15
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti
proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami
notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti
aturan main yang berhubungan sistem skor.
FAKTOR PENYEBAB
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami
diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis
dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan
mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah
fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem
ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek
kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang
membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa
kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami
kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.
CARA PENANGGULANGAN
Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di
bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk
terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap
kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.
16
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam
aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan
tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli,
orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan
belajar, yaitu:
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan
menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau
urutan dari proses keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan
minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami
kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas
kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan
urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai
dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana
sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa
potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang
diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan
cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan
ingatannya tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh
anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan
kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan
strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan
tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru
memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku
bacaan, serta latihan yang disarankan.
17
2.3.3 Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan
dan inteligensi anakBanyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan
tulisan yang buruk (cakar ayam). Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 SD. Rasa
frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan
munculnya gangguan depresi yang kronis.
DISGRAFIA
Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi
hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun
tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami
kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara
otomatis saat menulis huruf dan angka.
Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian
gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam
menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru.
Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali
mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke
dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.
Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa
disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan
menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian
orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.
CIRI-CIRI
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
18
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang
alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu
memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan
proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan
yang sudah ada.
MEMBANTU ANAK DISGRAFIA
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan
gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan
keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan
anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah
pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan,
berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta
kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini
secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar
menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari
dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan
menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia
mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
19
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali
menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan
frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap
dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat
kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan
memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu
pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan
kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak
tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
2.4. Diagnosa
Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk
kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan
penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan
dengan keahlian membaca dan menulis. Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai
gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun
non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.
Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena
gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak
dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk
tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan
tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari
mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya
gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum
bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi
20
terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia
menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan
belajar.
Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada
anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan
ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali
gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan
belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang,
seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan
jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan
kecemasan.
2.5. Pengobatan
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan
yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi
makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem
anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan
yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan
pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami
ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan
konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.
21
BAB III. Penutup
Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau
menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan
perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi. Gangguan
belajar dapat menyebabkan kesulitan belajar yang diartikan suatu kondisi dalam suatu
proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil
belajar. Masalah berkesulitan belajar termasuk dalam bidang pendidikan luar biasa. Jika
tidak segera ditangani, lambat laun kesulitan belajarnya semakin kompleks, dan
akhirnya menjadi masalah bagi pendidikan, karena sumber daya manusia (SDM) yang
dipersiapkan menjadi tidak tercapai. Untuk itu perlu adanya upaya penanganan siswa
berkesulitan belajar yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://ayrind.blogspot.com/2012/06/disgrafia.html
http://ayrind.blogspot.com/2012/06/adhd.html
http://ayrind.blogspot.com/2012/06/dyslexia.html
http://ayrind.blogspot.com/2012/06/diskalkulia.html
http://ayrind.blogspot.com/2012/06/diskalkulia_19.html
http://ayrind.blogspot.com/2012/06/gangguan-belajar-pada-anak.html
23