gagal jantung kronik

59
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar saat ini salah satunya adalah gagal jantung. Di Asia, terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan indistri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam, peningkatan konsumsi rokok dan penurunan aktifitas. Akibatnya terjadi peningkatan obesitas, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit vaskular yang berujung pada peningkatan insiden gagal jantung. 1 Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, defenisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal di tujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. 1 Prevalensi keseluruhan gagal jantung diperkirakan meningkat, sebagian karena terapi gangguan jantung yang ada saat ini, seperti infark miokard, penyakit jantung katup dan aritmia, membantu pasien untuk bertahan lebih lama. Sedikit sekali yang diketahui tentang prevalensi atau resiko terkena gagal jantung pada negara berkembang karena kurangnya penelitian berbasis populasi pada negara-negara tersebut. 2 Prevalensi ini mengikuti pola eksponensial, meningkat seiring dengan umur, dan mengenai 6 – 10 persen 1

description

penyakit gagal jantung kronik

Transcript of gagal jantung kronik

Page 1: gagal jantung kronik

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar saat ini salah satunya adalah gagal

jantung. Di Asia, terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan indistri,

urbanisasi dan perubahan gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam,

peningkatan konsumsi rokok dan penurunan aktifitas. Akibatnya terjadi peningkatan

obesitas, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit vaskular yang berujung pada

peningkatan insiden gagal jantung.1

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung sebagai pompa tidak

mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting

dari definisi ini adalah pertama, defenisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan

metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal di tujukan pada fungsi pompa jantung

secara keseluruhan.1

Prevalensi keseluruhan gagal jantung diperkirakan meningkat, sebagian karena

terapi gangguan jantung yang ada saat ini, seperti infark miokard, penyakit jantung katup

dan aritmia, membantu pasien untuk bertahan lebih lama. Sedikit sekali yang diketahui

tentang prevalensi atau resiko terkena gagal jantung pada negara berkembang karena

kurangnya penelitian berbasis populasi pada negara-negara tersebut.2 Prevalensi ini

mengikuti pola eksponensial, meningkat seiring dengan umur, dan mengenai 6 – 10

persen orang diatas 65 tahun. Meskipun insiden relatif gagal jantung lebih rendah pada

wanita dibanding pria, penderita wanita dibanding pria, penderita wanita mencakup

setidaknya setengah kasus gagal jantung, karena angka harapan hidup mereka yang lebih

panjang.2

Gagal jantung adalah masalah dunia yang bertambah banyak dengan cepat,

mengenai lebih dari 20 juta orang.2 Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung

masih mempunyai harapan untuk hidup selama 5 tahun namun sekitar 250.000 pasien

meninggal oleh sebab gagal jantung baik langsung maupun tidak langsung setiap

tahunnya dan angka tersebut telah meningkat 6 kali dalam 40 tahun terakhir. Risiko

kematian dari penyakit gagal jantung setiap tahunnya sebesar 5 - 10%, pada pasien

dengan gejala ringan akan meningkat hingga 30 – 40 % hingga berlanjutnya penyakit.3

1

Page 2: gagal jantung kronik

Data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2012, di

Amerika Serikat terdapat sekitar 5,7 juta penduduk yang menderita gagal jantung.4

Dimana 55.000 kematian tiap tahunnya disebabkan oleh gagal jantung.5

Di Indonesia, menurut Data dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyebutkan

bahwa penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari kematian terbanyak

pasien di rumah sakit Indonesia. Menurut data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Jakarta pada tahun 2006 di ruang rawat jalan dan inap didapatkan 3,23% kasus gagal

jantung dari total 11.711 pasien.3

Meskipun gagal jantung dulunya diperkirakan timbul terutama pada keadaan

penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, penekanan kira-kira setengah dari pasien yang

terkena gagal jantung memilikifraksi ejeksi yang normal atau (lebih dari 40-50 persen).

Akibatnya, pasien gagal jantung sekarang dikategorikan menjadi 2 group (1) gagal

jantung dengan penurunan fraksi ejeksi (dikenal sebagai gagal sistolik) atau (2) gagal

jantung dengan fraksi ejeksi tetap (dikenal sebagai gagal jantung diastolik ).2

2

Page 3: gagal jantung kronik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Jantung

Jantung secara normal menerima darah dari tekanan pengisian yang rendah

yaitu diastol lalu dipompa dengan tekanan yang lebih tinggi atau yang disebut dengan

keadaan sistolik. Gagal jantung terjadi jika, Jantung tidak mampu memompa darah

untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh atau bisa dipenuhi jika terdapat

peninggian tekanan pengisian jantung secara abnormal atau keduanya.6

2.2 Fisiologi

Studi experimental pada segmen otot jantung menunjukkan beberapa prinsip

penting yang dapat diaplikasikan pada jantung. Ketika segmen otot diregangkan,

hubungan antara panjang dan tarikannya yang pasif membentuk kurva linier,

merefleksikan sifat intrinsik elastisnya. Bila otot diregangkan secara pasif, lalu

distimulus untuk kontraksi, maka tarikan total (pasif dan aktif) proporsional dengan

panjang otot sebelum stimulus. Maka, meregangkan otot sebelum stimulus dapat

memaksimalkan ketumpang tindihan dan interaksi antara filamen aktin dan myosin,

meningkatkan jumlah jembatan silang dan kekuatan kontraksi. Meregangkan otot

jantung juga dapat meningkatkan sensitifitas miofilamen terhadap kalsium yang dapat

menambah kekuatan kontraksi.6

Hubungan antara panjang serat mula-mula dan kekuatan kontraksi sangat

penting pada jantung. Semakin besar volum ventrikel saat diastol, maka semakin

panjang serat tertarik sebelum stimulasi, maka semakin besar pula kekuatan kontraksi

berikutnya. Ini adalah dasar dari hukum Frank-Starling, dimana output ventrikel

membesar sesuai dengan preload (tarikan serat miokardium sebelum kontraksi).6

Observasi kedua pada eksperimen miokardium, yaitu dimana serat-serat

tersebut tidak tertahan namun memendek selama stimulasi pada beban yang tetap

(afterload). Pada kontraksi isotonik, panjang terakhir dari otot pada akhir kontraksi

ditentukan oleh beban bukan oleh panjang otot sebelum stimulasi. Maka ketika (1)

Tegangan pada serat otot sama dengan beban yang menetap, (2) Semakin besar beban

yang melawan kontraksi, maka pemendekan serat otot semakin berkurang, (3) Bila

serat ini diregangkan lebih panjang sebelum kontraksi namun afterload tetap konstan,

maka serat otot ini akan memendek lebih banyak juga sampai mencapai panjang yang

3

Page 4: gagal jantung kronik

sama saat akhir kontraksi. (4) Tegangan maksimum yang terjadi saat kontraksi

isotonik sama dengan kekuatan kontraksi isometrik pada saat panjang fiber mula-

mula.6

Konsep afterload ini juga relevan pada jantung yang sesungguhnya, tekanan

pada ventrikel, dan ukuran bilik pada saat akhir kontraksi bergantung pada beban

yang dilawan kontraksi ventrikel, tapi tidak bergantung pada regangan serat

miokardium sebelum kontraksi.6

Observasi ketiga pada experiment miokardium, yaitu dimana perubahan

kontraksi tidak bergantung pada panjang serat mula-mula dan afterload. Kontraktilitas

menunjukkan pengaruh zat kimia dan hormon pada kontraktilitas jantung. Ketika

kontraktilitas dipacu epinefrin, hubungan antara panjang serat mula-mula dan

kekuatan kontraksi meningkat tinggi. Ketika kontraktilitas dipacu, lalu otot jantung

dibiarkan memendek terhadap suatu beban tetap, maka otot tersebut memendek

melebihi panjang otot mula-mula.6

2.2.1 Faktor-faktor yang berpengaruh pada kontraktilitas jantung

Pada orang sehat cardiac output sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh.

Cardiac output (CO), setara dengan Stroke Volume (SV), dan Heart Rate (HR)

CO = SV X HR

Gambar 1.

Tiga faktor penting yang berpengaruh pada stroke volume adalah preload,

afterload dan kontraktilitas otot jantung.6

4

Cardiac Output

Heart Rate

Stroke Volume

Contractility Preload Afterload

Page 5: gagal jantung kronik

a. Preload

Konsep preload sudah dijelaskan Frank dan Starling seabad yang lalu. Pada

percobaan experimental, semakin ventrikel terdistensi saat diastol, semakin banyak

juga volum kontraksi sistolik. Hubungan ini dijelaskan oleh kurva Frank-Starling atau

kurva fungsi ventrikuler. Grafik ini menghubungkan kemampuan jantung seperti

cardiac output atau stroke volume pada axis vertikal, sedangkan fungsi preload pada

axis horizontal. Pengukuran yang berkaitan dengan peregangan miokardium dan

sering digunakan untuk mengukur preload adalah end diastolic volume (EDV) atau

end diastolic pressure(EDP) dari ventrikel. Kondisi yang menyebabkan turunnya

volume intravaskular, yang kemudian menurunkan preload ventrikel menyebabkan

rendahnya EDV lalu akhirnya stroke volume mengecil, demikian juga sebaliknya.6

b. Afterload

Afterload merefleksikan tahanan yang harus dilawan ventrikel untuk

mengosongkan bilik. Secara formal dapat juga disebut stress dinding ventrikel yang

terjadi selama ejeksi sistolik. Stress dinding jantung (σ), adalah tekanan per unit area

dari ventrikel kiri bisa ditentukan dari hukum Laplace

σ=P x r2 h

P adalah tekanan ventrikel, r adalah radius bilik, dan h adalah ketebalan

dinding ventrikel. Maka tekanan dinding ventrikel meningkat bila ada tekanan yang

tinggi(e.g. hipertensi) atau peningkatan radius(e.g. dilatasi ventrikel kiri), kemudian

peningkatan ketebalan dinding ventrikel dapat mengurangi stress dinding jantung

karena tekanan tersebar merata pada permukaan otot ventrikel.6

c. Kontraktilitas (disebut juga keadaan inotropik)

Kontraktilitas adalah perubahan pada kekuatan otot jantung pada saat preload

dan afterload, yang berasal dari pengaruh hormone dan zat kimia. Dengan

menghubungkan kemampuan ventrikel dan preload, tiap kurva Frank-Starling adalah

refleksi keadaan inotropik jantung. Perubahan stroke volume karena perubahan

preload direfleksikan pada perubahan posisi kurva Frank-Starling. Maka, ketika

kontraktilitas dipace secara farmakologis, kemampuan ventrikel meningkat pada

preload apapun dan stroke volume juga meningkat, demikian juga sebaliknya.6

5

Page 6: gagal jantung kronik

Tabel 1.

Terminologi Definisi

Preload Tekanan pada dinding ventrikel akhir diastol. Secara klinis, ini adalah

meregangnya serat-serat ventrikel tepat sebelum kontraksi, sering diukur

dengan end-diastolic volume atau end-diastolic pressure

Afterload Tekanan pada dinding ventrikel selama kontraksi, hambatan yang harus

dilampaui ventrikel untuk mengeluarkan isinya. Sering diukur dengan

tekanan ventrikuler/arterial sistolik

Kontraktilitas

(inotropic)

Bagian dari otot jantung yang bertanggung jawab pada perubahan kekuatan

kontraksi yang tidak dipengaruhi preload dan afterload. Merefleksikan

pengaruh zat kimia dan hormonal pada kekuatan kontraksi

Stroke volume

(SV)

Volume darah yang diejeksikan dari ventrikel selama sistolik

SV= end diastolic volume- end sistolic volume

Ejection

fraction (EF)

Fraksi dari end-diastolic volumeyang diejeksikan dari ventrikel tiap

kontraksi sistolik (nilai normal = 55%-75%)

Cardiac Output

(CO)

Volume darah yang diejeksikan dari ventrikel per menit. CO = SV X HR

Compliance Bagian intrinsic dari bilik yang menjelaskan hubungan tekanan-volume saat

pengisian. Merefleksikan apakah bilik dapat diisi dengan mudah atau tidak.

Definisi Compliance = Δ Volume / Δ tekanan

2.2.2 Kurva Tekanan-Volume

6

Page 7: gagal jantung kronik

Gambar 2.

Kurva ini menunjukkan perubahan volume ventrikel jantung berkaitan dengan

perubahan tekanan selama siklus kardiak. Pada ventrikel kiri pengisian mulai setelah

katup mitral terbuka pada awal diastol (titik a). Kurva antara point a dan b

menunjukkan pengisian diastol. Ketika volume meningkat selama diastol, ada sedikit

kenaikan tekanan yang setara dengan compliance myocard. 6

Berikutnya, onset dari kontraksi sistolik ventrikel kiri menyebabkan tekanan

ventricular kiri meningkat. Ketika tekanan di ventrikel kiri melebihi atrium kiri (titik

b), katup mitral tertutup. Kemudian seiring dengan meningkatnya tekanan, volume

ventrikuler tidak langsung berubah karena katup aorta belum terbuka, karena itu fase

ini disebut kontraksi isovolumetrik. Ketika tekanan ventrikuler mencapai tekanan

diastolik aorta, maka katup aorta akan membuka (titik c) dan ejeksi darah ke aorta

dimulai. Selama ejeksi volume di ventrikel berkurang, tapi tekanannya tetap

meningkat sampai relaksasi ventrikel mulai. Afterload tampak sebagai kurva c-d.

Ejeksi berakhir saat fase relaksasi ketika tekanan ventrikuler turun dan katup aorta

tertutup. 6

Tekanan ventrikel menurun ketika ventrikel mulai relaksasi , namun

volumenya tetap karena katup mitral belum terbuka, fase ini disebut relaksasi

isovolumetrik. Ketika tekanan ventrikel turun melebihi atrium kiri, katup mitral

terbuka lagi (titik a) dan siklus berulang. 6

Perhatikan titik b mewakili tekanan dan volume akhir diastol, dan titik d

mewakili tekanan dan volume akhir sistolik. Perbedaan end diastolik volume dan end

sistolik volume menunjukkan jumlah darah yang diejeksi (stroke volume)

Perubahan apapun pada fungsi jantung, akan nampak pada perubahan kurva

ini. Dengan menganalisa efek dari perubahan preload, afterload atau kontraktilitas

7

Te ka na n (m m Hg

Volume (mL) (((mL)_

SV

a b

cd

Page 8: gagal jantung kronik

terhadap kurva volume-tekanan, kita dapat memprediksi perubahan tekanan

ventrikuler dan stroke volume.6

a. Perubahan preload

Bila afterload dan kontraktilitas tetap, tetapi preload meningkat misalanya

pada masuknya cairan intravena, maka EDV ventrikel kiri meningkat. Peningkatan

preload meningkatkan stroke volume melalui mekanisme Frank-Starling, sehingga

ESV akan sama seperti sebelum preload meningkat. Ini berarti ventrikel kiri mampu

mengatur stroke volume dan secara efektif mengosongkan isinya sampai sama dengan

volume pengisian diastolic, dengan syarat afterload dan kontraktilitas konstan.

Walaupun EDV dan EDP sering disamakan sebagai marker preload, hubungan

antara tekanan dan volume pengisian mempengaruhi pengisian ventrikel. Bila

compliance ventrikel menurun, penurunan pada kurva ab menjadi lebih dangkal.

Ventrikel yang kaku atau tidak compliance akan menurunkan kemampuan pengisian

bilik saat diastol lalu menurunkan EDV. Keadaan ini menyebabkan penurunan SV,

sedangkan EDV tetap.6

b. Perubahan afterload

Bila preload dan kontraktilitas konstan, tetapi afterload dipacu, maka tekanan

pada ventrikel kiri saat ejeksi ikut meningkat. Pada situasi ini, ventrikel bekerja lebih

keras untuk melampaui tahanan yang ada dan pemendekan serat-serat otot berkurang.

Peningkatan afterload, menghasilkan tekanan sistolik ventrikel yang lebih tinggi dan

ESV juga meningkat. Maka dengan meningkatnya afterload, stroke volume menurun.

Depedensi dari ESV pada afterload bersifat linier, disebut juga end-systolic

pressure volume relation (ESPVR).6

c. Perubahan kontraktilitas

Turunan pada garis ESPVR adalah fungsi dari kontraktilitas jantung. Bila

kontraktilitas meningkat, turunan ESPVR menjadi lebih dangkal, bergerak ke atas dan

kiri. Ventrikel mengosongkan isinya lebih efektif menyebabkan turunnya ESV. Bila

kontraktilitas menurun, garis ESPVR akan menurun, konsisten dengan turunnya

stroke volume dan EDV yang lebih tinggi. ESV bergantung pada afterload tetapi tidak

bergantung pada EDV sebelum kontraksi.

Konsep fisiologis yang penting dirangkumkan dalam berikut ini :

8

Page 9: gagal jantung kronik

1. Stroke volume ventrikel dipengaruhi oleh preload, afterload dan kontraktilitas.

Stroke volume meningkat pada penambahan jumlah preload, penurunan jumlah

afterload dan peningkatan kontraktilitas.

2. Ventricular end-diastolic volume (EDV) atau volume akhir diastolik merupakan

gambaran dari preload, yang dipengaruhi oleh pengembangan ruang jantung itu

sendiri.

3. Ventricular end-systolic volume (ESV) bergantung pada afterload dan

kontraktilitas, namun tidak bergantung pada preload.6

2.3 Patofisiologi

Gagal jantung kronik disebabkan berbagai macam gangguan kardiovaskuler.

Menurut etiologi dapat dibagi menjadi (1) gangguan kontraktilitas, (2) peningkatan

afterload, (3) gangguan relaksasi dan pengisian. Gagal jantung yang berasal dari

kelainan pengosongan ventrikel disebut disfungsi sistolik, sedangkan yang disebabkan

kelainan pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik. Namun terdapat tumpah

tindih keadaan, antar definisi dan banyak pasien menunjukkan kedua kelainan

tersebut. Maka, saat ini menjadi umum untuk mengkategorikan gagal jantung menjadi

dua kategori besar (1) Gagal jantung dengan penurunan EF, (2) gagal jantung dengan

EF normal.6

9

↑↑AfterloadOverload tekanan kronik

Stenosis aorta lanjut Hipertensi parah yang

tidak terkontrol

Gangguan kontraktilitas

Penyakit jantung koroner

Overload volume kronik

Cardiomyopathy dilatasi

Page 10: gagal jantung kronik

10

Page 11: gagal jantung kronik

2.3.1 Gagal Jantung dengan Penurunaan Fraksi Ejeksi

Pada keadaan disfungsi sistolik, ventrikel yang terkena kapasitasnya

berkurang untuk mengeluarkan darah karena gangguan kontraktilitas miokard atau

tekanan yang berlebihan (misalnya, afterload yang berlebihan). Kehilangan

kontraktilitas dapat diakibatkan kerusakan myosit, fungsi myosit yang abnormal, atau

fibrosis. Tekanan yang berlebihan mengganggu ejeksi ventrikel secara signifikan juga

meningkatkan tahanan.

Gambar 3.

Gambar A di atas menggambarkan efek dari disfungsi sistolik akibat gangguan

kontraktilitas pada kurva tekanan-volume. ESPVR digeser ke bawah sehingga

pengosongan sistolik berhenti pada volume yang lebih tinggi ESV. Akibatnya,

volume stroke berkurang. Ketika aliran balik vena yang normal dari paru ditambahkan

ke volume akhir-sistolik meningkat yang tetap dalam ventrikel karena pengosongan

lengkap, volume diastolic meningkat, sehingga volume dan tekanan EDV lebih tinggi

dari normal. Sementara itu peningkatan preload menginduksi kenaikan kompensasi

stroke volume (melalui mekanisme Frank-Starling), kontraktilitas terganggu dan

fraksi ejeksi berkurang menyebabkan volume akhir-sistolik tetap tinggi.6

Selama diastol, tekanan LV terus-menerus tinggi disalurkan ke atrium kiri

(melalui katup mitral yang terbuka) dan pembuluh darah paru dan kapiler. Tekanan

kapiler hidrostatik paru bila cukup tinggi (biasanya> 20 mm Hg), bisa membuat

transudasi cairan ke dalam interstitium paru dan gejala kongesti paru.6

11

Page 12: gagal jantung kronik

2.3.2 Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Normal

Pasien yang menunjukkan gagal jantung dengan EF normal sering

menunjukkan kelainan fungsi diastolik: baik gangguan relaksasi diastolik awal

(proses yang aktif, tergantung energi), kekakuan dinding ventrikel yang meningkat

dari dinding ventrikel (proses pasif), atau keduanya. Iskemia miokard akut adalah

contoh dari suatu kondisi yang menghambat pengiriman energi dan relaksasi

diastolik. Sebaliknya, hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis, atau kardiomiopati restriktif

menyebabkan dinding LV menjadi menegang kronis. Penyakit perikardial tertentu

(tamponade jantung dan penyempitan pericardial) menghasilkan kekuatan eksternal

yang membatasi pengisian ventrikel dan mewakili jenis disfungsi diastolic yang

reversibel. Pengaruh gangguan fungsi diastolik tercermin dalam kurva tekanan-

volume (lihat Gambar B): Di diastol, pengisian ventrikel terjadi lebih tinggi dari

tekanan normal karena bagian bawah kurva digeser ke atas sebagai hasilnya

compliance bilik berkurang. Pasien dengan disfungsi diastolik sering menampakkan

tanda-tanda tahanan vaskular karena tekanan diastolik tinggi diteruskan kembali ke

vena pulmonal dan sistemik.6

2.3.3 Gagal Jantung Kanan

Sedangkan prinsip-prinsip fisiologis yang disebutkan di atas dapat diterapkan

untuk kedua sisi kanan dan sisi kiri gagal jantung, ada perbedaan yang jelas dalam

fungsi antara kedua ventrikel. Dibandingkan dengan ventrikel kiri, ventrikel kanan

(RV) berdinding tipis, ruang yang sangat sesuai yang menerima volume darah

tersebut pada tekanan rendah dan menyemburkannya terhadap resistensi pembuluh

darah paru yang rendah. Sebagai hasil dari compliance yang tinggi, RV tidak

memiliki kesulitan menerima berbagai jumlah volume tanpa perubahan signifikan

dalam tekanan. Sebaliknya, RV cukup rentan terhadap gagal jantung dalam situasi

peningkatan mendadak dalam afterload, seperti emboli paru akut.6

Penyebab paling umum dari gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri.

Dalam situasi ini, afterload berlebihan berkaitan dengan ventrikel kanan karena

tekanan pembuluh darah paru meninggi yang dihasilkan dari disfungsi LV. Gagal

jantung kanan tanpa kelainan si sebelah kiri kurang umum dan biasanya

mencerminkan RV meningkat karena afterload terhadap penyakit paru-paru atau

12

Page 13: gagal jantung kronik

parenkim pembuluh darah paru. Gagal jantung kanan yang dihasilkan dari proses paru

primer dikenal sebagai corpulmonale, yang dapat menyebabkan gejala gagal jantung

kanan.6

Contoh kondisi yang menyebabkan gagal jantung kanan :6

Penyebab dari jantung

o Gagal jantung kiri

o Stenosis katup pulmonal

o Infark ventrikel kanan

Penyakit parenkim paru-paru

o Penyakit Paru Obstruktif kronis

o Penyakit paru interstitial

o Adult Respiratory Distress Syndrome

o Infeksi paru kronis atau bronchiectasis

Penyakit vaskuler paru-paru

o Emboli paru

o Hipertensi pulmonal primer

Ketika ventrikel kanan gagal, tekanan diastolik tinggi diteruskan kembali ke

atrium kanan dengan tahanan berikutnya dari pembuluh darah sistemik, disertai

dengan tanda-tanda gagal jantung kanan seperti yang dijelaskan di bawah ini. Secara

tidak langsung, gagal jantung kanan primer juga dapat mempengaruhi fungsi jantung

kiri: output ventrikel kanan menurun mengurangi darah kembali ke LV (yaitu, preload

berkurang), menyebabkan stroke volume menurun.6

2.4 Mekanisme Kompensasi

Beberapa mekanisme kompensasi alami muncul pada pasien dengan gagal

jantung yang mengkompensasi penurunan curah jantung dan membantu mengatur

tekanan darah agar cukup untuk perfusi organ-organ vital. Kompensasi ini termasuk

(1) mekanisme Frank-Starling, (2) perubahan neurohormonal, dan (3) hipertrofi

ventrikel dan remodeling.6

13

Page 14: gagal jantung kronik

Gambar 4.

Gambar di atas menunjukkan Mekanisme kompensasi pada gagal jantung.

Kedua mekanisme Frank-Starling (yang dipicu oleh kenaikan EDV) dan hipertrofi

miokard (dalam meresponi overload tekanan atau volume) berfungsi untuk

mempertahankan stroke volume (garis putus-putus). Namun, kenaikan kronis di EDV

oleh kekakuan ventrikel lalu meningkatkan tekanan atrium, yang pada gilirannya

mengakibatkan manifestasi klinis gagal jantung (misalnya, kongesti paru dalam kasus

gagal jantung kiri).6

2.4.1 Mekanisme Frank-Starling

Gagal jantung yang disebabkan oleh gangguan kontraktilitas ventrikel kiri

menyebabkan pada preload tertentu, stroke volume menurun dibandingkan dengan

normal. Stroke volume yang berkurang menyebabkan pengosongan ruang tidak

lengkap, sehingga volume darah yang terakumulasi dalam ventrikel selama diastol

lebih tinggi dari normal. Hal ini meningkatkan peregangan pada myofibers, lalu

melalui mekanisme Frank-Starling, menginduksi stroke volume yang lebih besar pada

kontraksi berikutnya, yang membantu untuk mengosongkan ventrikel kiri yang

membesar dan menormalkan kembali curah jantung.6

Mekanisme kompensasi yang menguntungkan memiliki batas-batasnya

namun, dalam kasus gagal jantung berat dengan depresi kontraktilitas, kurva mungkin

hampir datar pada volume diastolik yang lebih tinggi, mengurangi pembesaran dari

cardiac output yang dicapai melalui penigkatan pengisian ruang jantung. Bersamaan

dalam keadaan tersebut, ditandai peningkatan EDV dan EDP (yang disalurkan

14

Page 15: gagal jantung kronik

retrograde ke atrium kiri, vena paru, dan kapiler) dapat mengakibatkan kongesti paru

dan edema.6

2.4.2 Perubahan Neurohormonal

Beberapa mekanisme kompensasi neurohormonal diaktifkan saat gagal

jantung dalam mengkompensasi curah jantung yang menurun. Tiga kompensasi yang

paling penting (1) sistem saraf adrenergik, (2) sistem renin-angiotensin-aldosteron,

dan (3) peningkatan hormon antidiuretik (ADH). Mekanisme ini berfungsi untuk

meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik, yang membantu untuk

mempertahankan perfusi arteri ke organ vital, bahkan dalam keadaan output jantung

berkurang. Artinya, karena tekanan darah (BP) adalah sama dengan cardiac output

(CO) dan resistensi perifer total (TPR), peningkatan TPR yang disebabkan oleh

mekanisme kompensasi hampir dapat menyeimbangkan penurunan CO dan, pada

gagal jantung tahap awal, mempertahankan BP dalam rentang normal. Selain itu, hasil

aktivasi neurohormonal dalam retensi natrium dan air, yang pada gilirannya

meningkatkan volume intravaskular dan preload ventrikel kiri, memaksimalkan stroke

volume melalui mekanisme Frank-Starling.6

15

Page 16: gagal jantung kronik

Gambar 5.

Gambar dia atas menunjukkan kompensasi neurohormonal dalam menanggapi

output jantung yang berkurang dan tekanan darah pada gagal jantung. Peningkatan

aktivitas sistem saraf simpatik, renin-angiotensin-aldosteron system, dan hormon

antidiuretik berfungsi untuk mendukung curah jantung dan tekanan darah (kotak).

Namun, konsekuensi yang merugikan dari aktivasi (garis putus-putus) mencakup

peningkatan afterload dari vasokonstriksi berlebihan (yang kemudian dapat

menghambat cardiac output) dan retensi cairan yang berlebihan, yang menyebabkan

edema perifer dan kongesti paru.

Meskipun efek akut dari stimulasi neurohormonal menguntungkan, efek

kronis dari mekanisme ini seringkali pada akhirnya terbukti merusak jantung secara

progresif.6

a. Sistem Saraf Adrenergik

16

Page 17: gagal jantung kronik

Penurunan curah jantung pada gagal jantung direspon oleh baroreseptor di

sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor ini menurunkan tingkat stimulasi reseptor

secara proporsional dengan penurunan tekanan darah, dan sinyal yang diteruskan oleh

saraf kranial ke-9 dan ke-10 ke pusat kontrol kardiovaskular di medula. Akibatnya,

aliran simpatik terhadap jantung dan sirkulasi perifer meningkat, dan kerja

parasimpatis berkurang. Ada tiga konsekuensi langsung: (1) peningkatan denyut

jantung, (2) penambahan kontraktilitas ventrikel, dan (3) vasokonstriksi yang

disebabkan oleh stimulasi α-reseptor pada pembuluh darah dan arteri sistemik.6

Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas ventrikel secara langsung

meningkatkan cardiac output. Vasokonstriksi dari sirkulasi vena dan arteri juga

awalnya menguntungkan. Penyempitan vena menambah darah yang kembali ke

jantung, yang meningkatkan preload dan meningkatkan stroke volume melalui

mekanisme Frank-Starling. Konstriksi arteriolar meningkatkan resistensi pembuluh

darah perifer dan karena itu membantu untuk menjaga tekanan darah (BP = CO ×

TPR). Distribusi regional α-reseptor adalah sedemikian rupa sehingga selama

stimulasi simpatis, aliran darah didistribusikan ke organ vital (misalnya, jantung dan

otak) dengan mengorbankan kulit, liver, dan ginjal.6

b. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Sistem ini juga diaktifkan dini pada pasien dengan gagal jantung, dimediasi

oleh peningkatan pelepasan renin. Rangsangan utama untuk sekresi renin yang berasal

dari sel-sel juxtaglomerular dari ginjal pada pasien gagal jantung meliputi (1)

penurunan tekanan arteri perfusi ginjal sekunder karena cardiac output yang rendah,

(2) penurunan pengiriman garam ke macula densa dari ginjal karena perubahan dalam

hemodinamik intrarenal, dan (3) stimulasi langsung juxtaglomerular β2-reseptor oleh

sistem saraf adrenergik.6

Renin adalah enzim yang menguraikan angiotensinogen untuk membentuk

angiotensin I, yang kemudian dengan cepat dipecah oleh enzim converting

angiotensin (ACE) untuk membentuk angiotensin II (A-II), suatu vasokonstriktor

yang kuat. Peningkatan AII menyempitkan arteriol dan meningkatkan resistensi

perifer total, sehingga berfungsi untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.

Selain itu, A-II bertindak untuk meningkatkan volume intravaskular melalui dua

mekanisme: (1) pada hipotalamus, merangsang rasa haus dan karena itu asupan air

17

Page 18: gagal jantung kronik

bertambah, dan (2) di korteks adrenal, meningkatkan sekresi aldosteron. Hormon

yang terakhir meningkatkan reabsorpsi natrium dari tubulus distal ginjal ke dalam

sirkulasi untuk meningkatkan volume intravaskular. Kenaikan volume intravaskular

meningkatkan preload ventrikel kiri dan dengan demikian menambah curah jantung

melalui mekanisme Frank-Starling.6

c. Hormon Antidiuretik

Sekresi hormon ini (juga disebut vasopressin) oleh hipofisis posterior

meningkat pada banyak pasien dengan gagal jantung, mungkin dimediasi melalui

baroreseptor arteri, dan oleh peningkatan tingkat A-II. ADH berkontribusi terhadap

penignkatan volume intravaskular karena menyebabkan retensi air di nefron distal.

Volume intravaskular meningkat berfungsi untuk meningkatkan preload ventrikel kiri

dan cardiac output. ADH juga berperan dalam vasokonstriksi sistemik.6

Meskipun masing-masing perubahan neurohormonal pada gagal jantung pada

awalnya menguntungkan, aktivasi terus akhirnya membuktikan sebalinknya.

Misalnya, volume sirkulasi meningkat dan ditambah aliran balik vena ke jantung

dapat memperburuk peregangan pembuluh darah paru-paru dan memperburuk gejala

paru kongestif. Selain itu, peningkatan resistensi arteriolar meningkatkan afterload

dikompensasi dengan kondisi kontraksi ventrikel yang buruk dan karena itu dapat

mengganggu stroke volume dan mengurangi cardiac output. Selain itu, peningkatan

denyut jantung menambah kebutuhan metabolisme dan karena itu dapat mengurangi

kerja jantung. Aktivasi simpatik terus menerus menyebabkan β-adrenergik reseptor

terhambat dan protein G terpacu, berkontribusi terhadap penurunan sensitivitas

miokardium terhadap katekolamin di sirkulasi dan respon inotropik yang berkurang.6

Peningkatan A-II yang kronis dan aldosteron memiliki efek merugikan

tambahan. Mereka memprovokasi produksi sitokin (protein kecil sebagai mediasi

komunikasi sel-sel dan respon imun), mengaktifkan makrofag, dan merangsang

fibroblas, sehingga terjadi fibrosis dan remodeling yang buruk pada jantung.6

Karena konsekuensi yang tidak diinginkan dari aktivasi neurohormonal kronis

pada akhirnya lebih besar daripada manfaatnya, banyak terapi farmakologis saat ini

dirancang untuk mengontrol mekanisme "kompensasi" ini dalam batas normal.6

d. Peptida Natriuretik

18

Page 19: gagal jantung kronik

Berbeda dengan konsekuensi akhir yang merugikan dari perubahan

neurohormonal, peptida natriuretik selalu "menguntungkan", ini adalah hormon yang

dikeluarkan pada saat gagal jantung sebagai respons terhadap peningkatan tekanan

intracardiac. Yang sampai saat ini paling dikenal adalah atrium natriuretik peptida

(ANP) dan B-peptida natriuretik tipe (BNP). ANP disimpan dalam sel-sel atrium dan

dilepaskan sebagai respons terhadap distensi atrium. BNP tidak terdeteksi di dalam

jantung normal tetapi diproduksi ketika ventrikel miokardium yang mengalami stres

hemodinamik (misalnya, pada gagal jantung atau selama infark miokard). Studi

terbaru menunjukkan hubungan yang erat antara kadar serum BNP dan keparahan

gagal jantung secara klinis.6

Peptida natriuretik dimediasi oleh reseptor natriuretic spesifik dan sebagian

besar kerjanya berlawanan dengan sistem hormon lainnya yang aktif saat gagal

jantung. Peptida-peptida ini menghasilkan ekskresi natrium dan air, vasodilatasi,

penghambatan sekresi renin, dan antagonisme dari efek A-II pada aldosteron dan

vasopressin. Meskipun efek ini bermanfaat bagi pasien dengan gagal jantung, tetapi

biasanya tidak cukup untuk sepenuhnya mengkompensasi vasokonstriksi dan efek

menjaga-volume- dari sistem hormonal lain.6

e. Peptida Lainnya

Di antara peptida lain yang dihasilkan pada gagal jantung adalah endothelin-

1, suatu vasokonstriktor kuat yang berasal dari sel-sel endotel yang melapisi

pembuluh darah. Pada pasien dengan gagal jantung, konsentrasi plasma dari

endotelin-1 berkorelasi dengan keparahan penyakit dan ini adalah efek yang

merugikan. Obat yang dirancang untuk menghambat reseptor endotelin,

meningkatkan fungsi LV pada pasien gagal jantung, tapi manfaat klinis jangka

panjang belum tampak.6

2.4.3 Hipertrofi dan Remodeling Ventrikel

Hipertrofi ventrikel dan remodeling adalah proses kompensasi penting yang

berkembang dari waktu ke waktu dalam meresponi beban hemodinamik. Stres pada

dinding jantung (sebagaimana didefinisikan sebelumnya) sering meningkat pada gagal

jantung karena baik dilatasi LV (radius ruang yang meningkat) atau kebutuhan untuk

menghasilkan tekanan sistolik tinggi untuk mengatasi afterload yang berlebihan

19

Page 20: gagal jantung kronik

(misalnya, pada stenosis aorta atau hipertensi). Sebuah peningkatan yang

berkelanjutan dalam stres dinding jantung(bersama dengan perubahan neurohormonal

dan sitokin) merangsang perkembangan hipertrofi miokard dan deposisi matriks

ekstraseluler. Massa yang meningkat dari serat otot berfungsi sebagai mekanisme

kompensasi yang membantu untuk menjaga kekuatan kontraktil dan melawan stres

yang tinggi pada dinding ventrikel (ingat bahwa ketebalan dinding terletak dalam

penyebut dari rumus stres dinding Laplace). Namun, karena peningkatan kekakuan

dinding, menyebabkan tekanan diastolik ventrikel yang meninggi, yang diteruskan ke

atrium kiri dan pembuluh darah paru.6

Pola kompensasi hipertrofi dan remodeling yang berkembang tergantung pada

apakah ventrikel terkena overload volume yang kronis atau tekanan. Dilatasi bilik

yang kronik karena volume overload (misalnya, regurgitasi mitral atau aorta yang

kronik) menyebabkan sintesis sarkomer baru secara seri dengan yang lama,

menyebabkan miosit memanjang. Jari-jari ruang ventrikel membesar, proporsional

dengan peningkatan ketebalan dinding, dan disebut hipertrofi eksentrik. Tekanan

berlebihan kronis (misalnya, disebabkan oleh hipertensi atau stenosis aorta)

menyebabkan sintesis sarkomer baru secara paralel dengan yang lama (miosit

menebal), disebut hipertrofi konsentrik. Dalam situasi ini, yang meketebalan

dinding meningkat tanpa dilatasi ruang yang proporsional, sehingga stres dinding

dapat dikurangi.6

Hipertrofi dan remodeling tersebut membantu mengurangi stres dinding dan

mempertahankan kekuatan kontraktil, tapi pada akhirnya, fungsi ventrikel mungkin

menurun, memungkinkan bilik melebar melebihi ketebalan dinding. Ketika ini terjadi,

beban hemodinamik yang berlebihan pada kontraktilitas menghasilkan penurunan

fungsi dengan simtomatologi gagal jantung progresif.

2.5 Miosit yang Mati dan Disfungsi Seluler

Penurunan fungsi ventrikel pada gagal jantung mungkin disebabkan miosit

yang mati dan / atau gangguan fungsi miosit yang hidup. Matinya miosit dapat

disebabkan dari nekrosis seluler (misalnya, dari infark miokard atau paparan obat

kardiotoksik seperti doxorubicin) atau apoptosis (kematian sel terprogram). Dalam

apoptosis, instruksi genetik mengaktifkan jalur intraseluler yang menyebabkan sel

20

Page 21: gagal jantung kronik

untuk menjalani fragmentasi dan fagositosis oleh sel lain, tanpa respon inflamasi.

Pemicu apoptosis pada gagal jantung meliputi peningkatan katekolamin, A-II, sitokin

pro inflamasi, dan ketegangan mekanik pada miosit karena stres pada dinding yang

meningkat.6

Bahkan miokardium yang hidup pada gagal jantung tidak dalam keadaan sehat

di tingkat ultrastruktural dan molekuler. Stress pada dinding, aktivasi neurohormonal,

dan sitokin pro inflamasi, seperti tumor necrosis factor α (TNF-α), diyakini mengubah

ekspresi genetik protein kontraktil, saluran ion, enzim katalitik, reseptor permukaan,

dan messenger sekunder di miosit tersebut. Bukti eksperimental telah menunjukkan

perubahan tersebut pada tingkat subselular yang mempengaruhi pengaturan kalsium

intraseluler oleh retikulum sarkoplasma, menurunkan respon dari miofilamen kalsium,

merusak kerja eksitasi-kontraksi, dan mengubah produksi energi sel. Mekanisme

seluler saat ini dianggap sebagai kontributor paling penting untuk disfungsi pada

gagal jantung meliputi: (1) kemampuan seluler berkurang untuk mempertahankan

homeostasis kalsium, dan / atau (2) perubahan dalam ketersediaan, produksi, dan

pemanfaatan energi tinggi yaitu fosfat. Namun, perubahan subselular yang tepat yang

mengakibatkan gagal jantung belum terurai, dan area ini tetap menjadi salah satu yang

paling aktif dalam penelitian kardiovaskular.6

2.6 Faktor Presipitasi

Banyak pasien dengan gagal jantung tetap asimtomatik untuk waktu yang

lama baik karena penurunan yang ringan atau karena disfungsi jantung yang

terkompensasi. Seringkali manifestasi klinis dipicu oleh keadaan yang meningkatkan

beban kerja jantung dan menjadi dekompensasi.6

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gejala pada pasien dengan gagal

jantung kronis terkompensasi

Kebutuhan metabolic yang meningkat

o Demam, infeksi, anemia, takikardi, hipetirois, kehamilan

Peningkatan preload

o Konsumsi sodium berlebihan, intake cairan berlebihan, gagal ginjal

Peningkatan afterload

o Hipertensi yang tidak terkontrol, emboli paru

Keadaan yang mengganggu kontraktilitas

21

Page 22: gagal jantung kronik

o Obat inotropik negative, iskemia myocard atau infark, konsumsi ethanol

berlebihan

Makan obat gagal jantung tidak teratur, bradikardia yang terlalu pelan

Kondisi kebutuhan metabolisme yang meningkat seperti demam atau infeksi

tidak dapat diimbangi dengan peningkatan output yang cukup oleh gagal jantung,

sehingga gejala insufisiensi jantung muncul. Tachyarrhythmias memicu gagal jantung

dengan mengurangi waktu pengisian diastolik ventrikel dan dengan meningkatnya

kebutuhan oksigen miokard. Denyut jantung yang terlalu rendah langsung

menyebabkan penurunan curah jantung (ingat, cardiac output = stroke volume ×

denyut jantung). Peningkatan konsumsi garam, disfungsi ginjal, atau makan obat

diuretik yang tidak teratur dapat meningkatkan volume sirkulasi, sehingga

menyebabkan bendungan sistemik dan paru. Hipertensi tidak terkontrol menekan

fungsi sistolik karena afterload yang berlebihan. Emboli paru yang besar

menyebabkan hipoksemia (menurunkan suplai oksigen pada miokard) dan

peningkatan afterload ventrikel kanan. Faktor iskemik (misalnya, iskemia miokard

atau infark), konsumsi etanol, atau obat inotropik negatif (misalnya, β-blockers dosis

besar dan penyekat calcium channel tertentu) semua dapat menurunkan kontraktilitas

miokard dan memunculkan gejala pada pasien jantung terkompensasi.6

2.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gagal jantung bearasal dari output jantung yang

terganggu dan / atau tekanan vena yang meningkat, dan berhubungan dengan ventrikel

yang gagal. Seorang pasien dapat datang dengan gejala progresif kronis gagal jantung

atau, dalam kasus-kasus tertentu, dengan dekompensasi jantung kiri (misalnya, edema

paru akut).6

2.7.1 Gejala Klinis

Gejala Umum dan Temuan Fisik Gagal Jantung

Gagal jantung kiri

o Gejala

Dyspnea, Orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, fatigue

o Temuan fisik

22

Page 23: gagal jantung kronik

Diaforesis, takikardia, takipneu, rales paru, P2 terdengar keras, S3

gallop, S4 gallop.

Gagal jantung kanan

o Gejala

Edema perifer, kuadran kanan atas tidak nyaman (hepatomegali)

o Temuan fisik

Distensi vena jugularis, hepatomegali, edema perifer

Manifestasi paling menonjol dari kegagalan ventrikel kiri kronis adalah

dyspnea (sesak napas) saat aktivitas. Kontroversi mengenai penyebab gejala ini telah

berpusat pada apakah itu primer akibat kongesti vena paru, atau dari penurunan curah

jantung. Tekanan vena paru yang melebihi 20 mmHg menyebabkan transudasi cairan

ke dalam interstitium paru dan bendungan parenkim paru. Compliance yang

dihasilkan paru berkurang, menyebabkan peningkatan kerja pernapasan untuk

memindahkan volume udara yang sama. Selain itu, kelebihan cairan dalam

interstitium menekan dinding bronkiolus dan alveoli, meningkatkan resistensi

terhadap aliran udara dan memerlukan usaha repirasi yang lebih besar. Selain itu,

reseptor juxtacapillary (reseptor J) dirangsang dan memediasi pernapasan yang

dangkal dan cepat. Pasien gagal jantung juga dapat menderita dyspnea bahkan tanpa

adanya kongesti paru, karen aliran darah ke otot-otot pernapasan berkurang dan

akumulasi asam laktat juga dapat menyebabkan sensasi itu. Gagal jantung pada

awalnya dapat menyebabkan dyspnea hanya pada aktivitas, namun disfungsi yang

parah juga menimbulkan gejala saat istirahat.6

Manifestasi lain cardiac output yang rendah pada gagal jantung mungkin

termasuk gangguan status mental karena perfusi serebral berkurang dan output urin

terganggu karena perfusi ginjal menurun. Yang terakhir ini menjelaskan kenapa

frekuensi kencing meningkat pada malam hari (nokturia) ketika, terlentang, aliran

darah didistribusikan ke ginjal, memeperbaiki perfusi ginjal dan diuresis. Menurunya

perfusi otot rangka dapat menyebabkan kelelahan dan kelemahan.6

Manifestasi kongestif lainnya termasuk ortopnea, dispnea nocturnal

paroksismal (PND), dan batuk malam hari. Ortopnea adalah sensasi sesak napas saat

berbaring datar dan lega dengan duduk tegak. Ini hasil dari redistribusi darah

intravaskuler dari bagian tubuh yang bergantung pada gravitasi (perut dan ekstremitas

bawah) ke paru-paru setelah berbaring. Tingkat ortopnea umumnya dinilai dengan

23

Page 24: gagal jantung kronik

jumlah bantal di mana pasien tidur untuk menghindari sesak napas. Kadang-kadang,

ortopnea sangat penting sehingga pasien mungkin mencoba untuk tidur tegak di

kursi.6

PND adalah sesak napas berat yang membangunkan pasien dari tidur 2 sampai

3 jam setelah ke tempat tidur. Gejala menakutkan ini berasal dari reabsorpsi bertahap

edema ekstremitas bawah ke dalam sirkulasi setelah berbaring, dengan ekspansi

volume intravaskular dan peningkatan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru.

Batuk nokturnal adalah gejala lain kongesti paru dan muncul dengan mekanisme yang

mirip dengan ortopnea. Hemoptisis (batuk darah) dapat terjadi akibat pecahnya

pembuluh darah bronchial yang membesar.6

Dalam gagal jantung kanan, tekanan vena sistemik yang tinggi dapat

mengakibatkan ketidaknyamanan perut karena liver membesar dan kapsul liver

meregang. Demikian pula, anoreksia (nafsu makan menurun) dan mual mungkin

akibat dari edema dalam saluran pencernaan. Edema perifer, terutama di pergelangan

kaki dan kaki, juga mencerminkan peningkatan tekanan hidrostatik vena. Karena efek

gravitasi, cenderung memburuk ketika pasien berdiri siang hari dan sering membaik

pagi hari setelah berbaring telentang di malam hari. Bahkan sebelum edema perifer

muncul, pasien dapat melihat kenaikan berat badan yang tak terduga akibat akumulasi

cairan interstitial.6

Gejala-gejala gagal jantung biasanya dinilai sesuai dengan klasifikasi New

York Heart Association (NYHA), dan pasien bisa berubah dari satu kelas ke kelas

lainnya, di kedua arah, dari waktu ke waktu. Sebuah sistem yang lebih baru

mengklasifikasikan pasien menurut perjalanan penyakit mereka dalam gagal jantung.

Dalam sistem ini, perkembangan ini hanya dalam satu arah, dari Tahap A ke Tahap D,

mencerminkan urutan khas manifestasi gagal jantung dalam praktek klinis.6

Klasifikasi New York Heart Association

Kelas I : Tidak ada gejala saat aktivitas fisik

Kelas II : Sedikit gejala saat aktivitas. Dyspnea dan kelelahan saat aktivitas

sedang (misalnya : lari naik tangga)

Kelas III : Gejala sedang saat aktivitas. Dyspnea saat aktivitas sedikit, misalnya

jalan naik tangga

Kelas IV : Gejala berat saat aktivitas. Gejala muncul saat istirahat

Tahapan Gagal Jantung Kronis

24

Page 25: gagal jantung kronik

Tahap A

Pasien dengan resiko gagal jantung, tapi belum ada disfungsi struktur

jantung (contoh : pasien, dengan penyakit jantung koroner, hipertensi

atau dengan riwayat keluarga kardiomyopati).

Tahap B

Pasien dengan kerusakan struktur jantung berkaitan dengan gagal

jantung tapi belum muncul gejala.

Tahap C

Pasien yang saat ini atau sebelumnya ada gejala gagal jantung yang

berkaitan dengan kerusakan struktur jantung.

Tahap D

Pasien dengan kerusakan structural jantung dan gejala gagal jantung

yang bermakna, walaupun sudah dengan terapi medis maksimal dan

membutuhkan intervensi lanjut seperti transplant jantung.6

2.7.2 Tanda Fisik

Tanda-tanda fisik dari gagal jantung tergantung pada tingkat keparahan dan

kronisitas kondisi dan dapat dibagi menjadi disfungsi kiri atau kanan. Pasien

dengan hanya kerusakan ringan dapat terlihat sehat. Namun, pasien dengan gagal

jantung kronik parah dapat menunjukkan cachexia (penampilan lemahdan kurus)

karena nafsu makan yang buruk dan tuntutan metabolik untuk meningkatkan

pernapasan. Dalam dekompensasi gagal jantung kiri, pasien mungkin tampak

kusam (penurunan curah jantung) dan diaforesis (berkeringat karena peningkatan

aktivitas saraf simpatik), dan ekstremitas yang dingin karena vasokonstriksi arteri

perifer. Takipnea (napas cepat) adalah gejala umum. Respirasi Cheyne-Stokes

muncul pada gagal jantung stadium lanjut, ditandai dengan periode hiperventilasi

di antara periode apnea (pernapasan berhenti). Pola ini berkaitan dengan

memanjangnya waktu sirkulasi antara paru-paru dan pusat pernapasan di otak pada

gagal jantung yang mengganggu mekanisme umpan balik normal pada oxigenasi

sistemik. Sinus takikardia (yang dihasilkan dari peningkatan aktivitas sistem saraf

simpatik) juga umum. Pulsus alternans (kontraksi yang kuat dan lemah bergantian

terdeteksi dalam pulsa perifer) dapat muncul sebagai tanda disfungsi ventrikel

prgresif.6

25

Page 26: gagal jantung kronik

Dalam gagal jantung kiri, auskultasi paru berupa rales disebabkan oleh

terbukanya saluran udara kecil selama inspirasi yang telah tertutup oleh cairan

edema. Temuan ini awalnya terlihat di basal paru-paru, di mana tekanan hidrostatik

yang besar, namun, kongesti paru yang memburuk dikaitkan dengan rales yang

meninggi pada paru-paru. Kompresi saluran udara karena bendungan pada paru

dapat menghasilkan ronki kasar dan mengi, mengi yang ditemukan pada gagal

jantung disebut asma kardiak.6

Tergantung pada penyebab gagal jantung, palpasi jantung dapat

menunjukkan bahwa ictus ventrikel kiri tidak fokus tetapi menyebar (pada

cardiomyopathy dilatasi), berkelanjutan (pada overload tekanan seperti stenosis

aorta atau hipertensi), atau kuat angkat dalam kualitas (dalam volume overload

seperti regurgitasi mitral). Karena peningkatan tekanan jantung kiri menyebabkan

peningkatan tekanan pembuluh darah paru, komponen pulmonic dari suara jantung

kedua sering lebih keras dari biasanya. Suara diastolik awal (S3) sering terdengar

pada orang dewasa dengan gagal jantung sistolik dan disebabkan oleh pengisian

abnormal bilik yang melebar. Suara diastolik akhir (S4) berasal dari kontraksi

atrium kuat ke dalam ventrikel yang kaku dan umum pada penurunan compliance

LV(disfungsi diastolik). Murmur regurgitasi mitral kadang-kadang terauskultasi

pada gagal jantung kiri jika dilatasi LV telah memregangkan anulus katup dan

menyebarkan otot papiler terpisah dari satu sama lain, sehingga mencegah

penutupan yang tepat dari katup mitral di sistolik.6

Dalam gagal jantung kanan, temuan fisik yang berbeda mungkin muncul.

Pemeriksaan jantung dapat menunjukan terabanya heave ventrikel kanan pada

parasternal, mewakili pembesaran RV, atau gallop S3/S4 gallop sisi kanan. Murmur

regurgitasi trikuspid dapat diauskultasi, akibat pembesaran ventrikel kanan, analog

dengan regurgitasi mitral yang muncul di dilatasi LV. Meningginya tekanan vena

sistemik diproduksi oleh gagal jantung kanan dimanifestasikan oleh distensi vena

jugularis serta pembesaran hati dengan nyeri tekan kuadran perut kanan atas. Edema

terakumulasi di bagian terendah dari tubuh, dimulai pada pergelangan kaki dan kaki

pasien rawat jalan dan di daerah presakral dari mereka yang terbaring di tempat

tidur.6

Efusi pleura dapat muncul dalam gagal jantung kiri atau kanan, karena vena

pleura mengalir ke kedua vena sistemik dan paru. Pasien dengan efusi pleura pada

26

Page 27: gagal jantung kronik

pemeriksaan fisik bila diperkusi menghasilkan suara redup pada dasar paru-paru

posterior.6

2.8 Studi Diagnostik

Tekanan rata-rata atrium kiri (LA) yang normal ≤ 10 mm Hg. Jika tekanan LA

melebihi 15 mm Hg, foto toraks menunjukkan atas zona redistribusi vaskular,

sehingga pembuluh darah pada lobus atas paru-paru lebih besar daripada yang di

bawah. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: ketika pasien berada dalam posisi tegak,

aliran darah biasanya lebih besar pada basis paru-paru daripada apeks karena efek

gravitasi. Redistribusi aliran terjadi karena edema interstisial dan perivaskular, karena

edema tersebut paling menonjol di dasar paru-paru (di mana tekanan hidrostatik yang

tertinggi), sehingga pembuluh darah di basal yang terkompresi, sedangkan yang ke

paru-paru bagian atas kurang terpengaruh.6

Ketika tekanan LA melampaui 20 mm Hg, edema interstisial biasanya muncul

pada rontgen dada sebagai bentuk pembuluh darah yang tidak jelas dan garis Kerley

B (tanda linier pendek di perifer paru-paru yang lebih rendah menunjukkan edema

interlobular). Jika tekanan LA melebihi 25-30 mmHg, edema paru alveolar dapat

muncul, dengan peningkatan opasitas dari bagian udara. Hubungan antara tekanan LA

dan temuan radiografi dada berubah pada pasien dengan gagal jantung kronis karena

peningkatan drainase limfatik, sehingga tekanan yang lebih tinggi dapat diakomodasi

dengan sedikit tanda-tanda radiologis.6

Tergantung pada penyebab gagal jantung, rontgen dada dapat menunjukkan

kardiomegalyi didefinisikan sebagai rasio kardiotoraks lebih besar dari 0,5 pada film

posteroanterior. Tekanan atrium yang tinggi menyebabkan pembesaran siluet vena

azygous. Efusi pleura mungkin ikut tampak.6

Tes untuk BNP, dijelaskan sebelumnya dalam bab ini, berkorelasi kuat dengan

tingkat disfungsi LV dan prognosis. Selain itu, tingkat serum dari BNP dapat

membantu membedakan gagal jantung dari penyebab lain dari dyspnea, seperti

penyakit parenkim paru.

Penyebab gagal jantung sering terlihat dari riwayat pasien, seperti pasien yang

telah menderita infark miokard yang besar, atau dengan pemeriksaan fisik, seperti

pada pasien dengan murmur katup jantung. Jika penyebabnya tidak jelas dari evaluasi

27

Page 28: gagal jantung kronik

klinis, langkah pertama adalah untuk menentukan apakah fungsi ventrikel sistolik

normal atau terdepresi. Dari tes invasif yang dapat membantu membuat penentuan ini,

echocardiography sangat disarankan.6

2.9 Tatalaksana Gagal jantung

2.9.1 Mendefinisikan Strategi Terapi yang tepat untuk gagal jantung kronis

Setelah struktur jantung pasien terkena, terapi tergantung pada klasifikasi

fungsional NYHA. Meskipun sistem klasifikasi ini sangat subjektif dan memiliki

variabilitas antar pengamat yang besar, namun klasifikasi ini telah bertahan bertaun-

tahun dan terus secara luas diterapkan pada pasien gagal jantung. Untuk pasien

dengan disfungsi sistolik namun asimtomatik (kelas I), tujuan terapi untuk

memperlambat perkembangan penyakit dengan memblok sistem neurohormonal yang

menyebabkan remodeling jantung. Untuk pasien dengan gejala (kelas II-IV), tujuan

utama seharusnya mengurangi retensi cairan, kecacatan, dan menghambat

progesivitas penyakit dan kematian. Terapi umumnya terdiri dari kombinasi diuretik

(untuk mengontrol retensi garam dan air) dengan intervensi neurohormonal (untuk

meminimalisir remodeling jantung).2

A. Manajemen Pasien Gagal Gantung dengan Penurunan Fraksi Ejeksi (<40%)

a. Tindakan Umum

Dokter harus bertujuan untuk mencari dan mengobati komorbid seperti

hipertensi, CAD, diabetes mellitus, anemia, dan gangguan napas saat tidur, karena

kondisi ini cenderung memperburuk gagal jantung. Pasien gagal jantung harus

disarankan untuk berhenti merokok dan membatasi konsumsi alkohol untuk dua

minuman standard per hari pada pria atau satu per hari pada wanita. Pasien yang

diduga memiliki kardiomiopati akibat alkohol harus didesak untuk menjauhkan diri

dari konsumsi alkohol selamanya. Temperatur yang ekstrem dan aktivitas fisik yang

berat harus dihindari. Obat-obatan tertentu yang dikenal untuk memperburuk gagal

jantung harus dihindari. Sebagai contoh, obat anti nflamasi non steroid, termasuk

cyclooxygenase 2 inhibitor, tidak dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung kronis

karena resiko gagal ginjal dan retensi cairan yang meningkat dengan adanya

penurunan fungsi ginjal atau terapi ACE inhibitor. Pasien harus menerima imunisasi

28

Page 29: gagal jantung kronik

dengan vaksin influenza dan pneumokokus untuk mencegah infeksi pernapasan. Hal

ini sama pentingnya untuk mendidik pasien dan keluarga tentang gagal jantung,

pentingnya diet yang tepat, dan pentingnya kepatuhan pada terapi. Pengawasan rawat

jalan oleh perawat yang terlatih khusus atau asisten dokter dan / atau di klinik khusus

gagal jantung sangat menolong pasien, terutama pada pasien dengan penyakit lanjut.2

Faktor yang dapat menimbulkan dekompensasi akut pada pasien dengan gagal

jantung kronis :

Diet yang salah

Myocardial iskemia / infark

Aritmia (takikardia atau bradikardia)

Penghentian terapi gagal jantung

Infeksi

Anemia

Obat yang memperburuk gagal jantung

- Kalsium antagonis (verapamil, diltiazem), Beta blockers, obat anti-inflamasi

non steroid, obat antiaritmia

Konsumsi alkohol

Kehamilan

HIpertensi

Insufisiensi valvular akut

b. Aktivitas

Meskipun pekerjaan fisik yang berat tidak dianjurkan pada penderita gagal

jantung, latihan sederhana rutin telah terbukti bermanfaat pada pasien dengan NYHA

kelas I-III. Untuk pasien euvolemic, olahraga isotonik teratur seperti berjalan atau

mengendarai ergometer sepeda-stasioner,sangat bermanfaat. Hasil pelatihan

menunjukkan gejala gagal jantung berkurang, kapasitas latihan meningkat, dan

peningkatan kualitas hidup.2

c. Diet

29

Page 30: gagal jantung kronik

Pembatasan diet natrium (2-3 gram sehari) dianjurkan pada semua pasien

gagal jantung. Pembatasan lebih lanjut (<2 g sehari) dapat pada gagal jantung sedang

hingga berat. Restriksi cairan umumnya tidak perlu kecuali pasien mengalami

hiponatremia (<130 meq / L), yang mungkin akibat aktivasi sistem renin angiotensin-,

sekresi berlebihan dari hormon antidiuretik, atau hilangnya garam dalam air yang

berlebihan dari penggunaan diuretik. Restriksi cairan (<2 L / hari) harus

dipertimbangkan pada pasien hyponatremic atau mereka dengan retensi cairan yang

sulit dikendalikan meskipun sudah dengan diuretik dosis tinggi dan pembatasan

natrium. Antagonis vasopresin mungkin juga berguna dalam hiponatremia.

Suplementasi kalori direkomendasikan untuk pasien dengan gagal jantung lanjut dan

penurunan berat badan yang tidak disengaja atau pengecilan otot (cachexia jantung),

namun, steroid anabolik tidak dianjurkan untuk pasien karena bisa terjadi retensi

volume. Penggunaan suplemen makanan ("nutriceuticals") harus dihindari dalam

pengelolaan gejala gagal jantung karena terbukti kurang bermanfaat terbukti dan

terbukti ada potensi interaksi yang signifikan (merugikan) dengan terapi gagal

jantung.2

d. Diuretik

Banyak dari manifestasi klinis sedang sampai berat akibat dari retensi air dan

garam yang berlebihan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif.

Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologis yang dapat mengendalikan retensi

cairan dalam gagal jantung lanjut, dan harus digunakan untuk memulihkan dan

menjaga volume teap normal pada pasien dengan gejala kongestif (dyspnea, ortopnea,

edema) atau tanda-tanda peningkatan tekanan pengisian (rales, distensi vena jugularis,

edema perifer). Furosemide, torsemide, dan bumetanide bekerja di loop Henle (loop

diuretik) menghambat reabsorpsi Na +, K +, dan Cl-dalam tubulus ascending tebal

loop Henle (reversibel); tiazid dan metolazone mengurangi reabsorpsi Na + dan Cl-

pada paruh pertama tubulus konvoulsi distal, dan diuretik hemat kalium seperti

spironolakton bekerja pada tubulus kolektivus.2

Tabel 2.

30

Page 31: gagal jantung kronik

Terapi untuk gagal jantung kronik (EF <40%)

Dosis awal DosisMaximal

Diuretik

Furosemide 20–40 mg qd/bid 400 mg/da

Torsemide 10–20 mg qd/bid 200 mg/da

Bumetanide 0.5–1 mg qd/bid 10 mg/da

Hydrochlorthiazide 25 mg qd 100 mg/da

Metolazone 2.5–5 mg qd/bid 20 mg/da

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

Captopril l6.25 mg tid 50 mg tid

Enalapril 2.5 mg bid 10 mg bid

Lisinopril 2.5–5 mg qd 20–35 mg qd

Ramipril 1.25–2.5 mg bid 2.5–5 mg bid

Trandolapri 0.5 mg qd 4 mg qd

Angiotensin Receptor Blocker

Valsartan 40 mg bid 160 mg bid

Candesartan 4 mg qd 32 mg qd

Irbesartan 75 mg qd 300 mg qdb

Losartan 12.5 mg qd 50 mg qd

Β-Receptor Blockers

Carvedilol 3.125 mg bid 25–50 mg bid

Bisoprolol 1.25 mg qd 10 mg qd

Metoprolol succinate CR 12.5–25 mg qd 200 mg qd

Terapi tambahan

Spironolactone 12.5–25 mg qd 25–50 mg qd

Eplerenone 25 mg qd 50 mg qd

Combination of hydralazie/isosorbide dinitrate

10–25 mg/10 mg tid 75 mg/40 mg tid

31

Page 32: gagal jantung kronik

Fixed dose of hydralazine/isosorbide dinitrate

37.5 mg/20 mg (1 tablet) tid

75 mg/40 mg (2 tablet) tid

Digoxin 0.125 mg qd 0.375 mg/db

Notes:

a Dosis harus dititrasib Dosis pasti masih belum diketahui.

Meskipun semua diuretik meningkatkan ekskresi natrium dan volume urin,

diuretik berbeda dalam potensi dan sifat farmakologis. Sedangkan diuretik loop

meningkatkan eksresi natrium 20-25%, diuretik thiazide meningkatkan hanya 5-10%

dan cenderung kehilangan efektivitas pada pasien dengan insufisiensi ginjal sedang

atau berat (kreatinin> 2,5 mg / dL). Oleh karena itu, diuretik loop umumnya

dibutuhkan untuk mengembalikan volume normal pada pasien dengan gagal jantung.

Diuretik sebaiknya dimulai dalam dosis rendah dan kemudian dengan hati-hati

dititrasi ke atas untuk meringankan tanda dan gejala overload cairan dalam upaya

untuk mendapatkan "dry weight" pasien. Ini biasanya membutuhkan penyesuaian

dosis ganda selama beberapa hari dan kadang-kadang minggu pada pasien dengan

overload cairan berat. Diuretik Intravena mungkin diperlukan untuk mengurangi

kongestif akut dan dapat dilakukan dengan aman dalam pengaturan rawat jalan.

Setelah kongestif teratasi, pengobatan dengan diuretik harus dilanjutkan untuk

mencegah terulangnya retensi garam dan air.2

Refrakter terhadap terapi diuretik mungkin mewakili ketidakpatuhan pasien,

efek langsung penggunaan diuretik kronis pada ginjal, atau perkembangan penyakit

penyebab gagal jantung. Penambahan tiazid atau metolazone, sekali atau dua kali

sehari, untuk diuretik loop dapat dipertimbangkan pada pasien dengan retensi cairan

persisten meskipun mendapat diuretik loop dosis tinggi. Metolazone umumnya lebih

kuat dan lebih lama daripada tiazid. Namun, penggunaan sehari-hari jangka panjang,

terutama metolazone, harus dihindari, karena potensi perubahan status elektrolit dan

deplesi volume. Ultrafiltrasi dan dialisis dapat digunakan dalam kasus-kasus retensi

cairan refrakter yang tidak responsif terhadap diuretik dosis tinggi dan dalam jangka

pendek terbukti efektif.2

Efek samping

32

Page 33: gagal jantung kronik

Diuretik memiliki potensi untuk deplesi elektrolit dan volume serta azotemia

memburuk. Selain itu, dapat menyebabkan memburuknya aktivasi neurohormonal dan

perburukan penyakit. Salah satu konsekuensi yang merugikan yang paling penting

dari diuresis adalah perubahan dalam homeostasis kalium (hipokalemia atau

hiperkalemia), yang meningkatkan risiko aritmia. Secara umum, diuretik loop-dan

thiazide menyebabkan hipokalemia, sedangkan spironolactone, eplerenone, dan

triamterene menyebabkan hiperkalemia.

Mencegah Progresivitas Penyakit  Obat yang menahan aktivasi yang

berlebihan dari sistem RAA dan sistem saraf adrenergik dapat meringankan gejala

gagal jantung dengan penurunan EF dengan cara menstabilkan dan / atau

memperbaiki remodeling jantung.  Dalam hal ini, ACE inhibitor dan beta blockers

sebagai landasan terapi modern untuk gagal jantung dengan penurunan EF. 

e. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitor 

Ada bukti kuat bahwa ACE inhibitor sebaiknya digunakan pada pasien

bergejala dan tanpa gejala dengan penurunan EF tertekan (<40%). ACE inhibitor

bekerja pada sistem renin angiotensin-dengan menghambat enzim yang bertanggung

jawab untuk konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Namun, karena ACE

inhibitor juga menghambat kininase II, dapat menyebabkan upregulation bradikinin,

yang selanjutnya dapat meningkatkan efek menguntungkan penekanan

angiotensin. ACE inhibitors menstabilkan remodeling LV, memperbaiki gejala,

mengurangi rawat inap, dan memperpanjang hidup. Karena retensi cairan dapat

melemahkan pengaruh ACE inhibitor, lebih baik mengoptimalkan dosis diuretic

sebelum memulai ACE inhibitor. Namun, mungkin perlu untuk mengurangi dosis

diuretic selama inisiasi inhibisi ACE untuk mencegah hipotensi simptomatik. ACE

inhibitor harus dimulai dalam dosis rendah, diikuti oleh kenaikan bertahap jika dosis

rendah telah dapat ditoleransi dengan baik. Dosis inhibitor ACE harus ditingkatkan

sampa efektif dalam uji klinis. Dosis yang lebih tinggi lebih efektif daripada dosis

rendah dalam mencegah rawat inap.2

33

Page 34: gagal jantung kronik

Gambar 6.

Algoritma pengobatan untuk pasien gagal jantung kronis dengan penurunan

fraksi ejeksi. Setelah diagnosis klinis gagal jantung ditegakkan, penting untuk

mengobati retensi cairan sebelum memulai ACE inhibitor (atau ARB jika pasien

intoleran ACE). Beta blockers harus dimulai setelah retensi cairan telah diobati dan /

atau inhibitor ACE telah dinaikkan titrasinya. Jika pasien masih bergejala, ARB,

antagonis aldosteron, atau digoxin dapat ditambahkan sebagai "triple therapy."

Kombinasi dosis tetap hydralazine / isosorbide dinitrate harus ditambahkan ke ACE

inhibitor dan beta blocker di pasien dengan NYHA kelas II-IV HF. Terapi perangkat

harus dipertimbangkan selain terapi farmakologis pada pasien yang tepat.2

Efek samping

Sebagian besar efek samping terkait dengan penekanan pada sistem renin-

angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan yang mungkin terjadi

selama inisiasi terapi umumnya ditoleransi dengan baik dan tidak memerlukan

penurunan dosis inhibitor ACE. Namun, jika hipotensi disertai dengan pusing atau

34

Page 35: gagal jantung kronik

jika disfungsi ginjal menjadi berat, mungkin perlu untuk mengurangi dosis inhibitor.

Retensi kalium juga bisa menjadi masalah jika pasien menerima suplemen kalium

atau diuretik hemat kalium. Retensi Kalium yang tidak responsif mungkin

memerlukan pengurangan dosis ACE inhibitor.2

f. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak toleran terhadap

inhibitor ACE karena batuk, ruam kulit, dan angioedema. ARB harus digunakan pada

pasien bergejala dan tanpa gejala dengan EF <40% yang ACE intoleran untuk alasan

lain selain hiperkalemia atau insufisiensi ginjal. Meskipun ACE inhibitor dan ARB

menghambat sistem renin-angiotensin, tetapi mekanismenya berbeda. ACE inhibitor

memblokir enzim yang bertanggung jawab untuk mengkonversi angiotensin I menjadi

angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe 1.

Beberapa uji klinis telah menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan ARB ke

ACE inhibitor pada pasien dengan HF kronis. Ketika diberikan bersama dengan beta

blocker, ARB membalikkan proses remodelling LV, memperbaiki gejala pasien,

mencegah opname, dan memperpanjang hidup.2

Efek samping

ACE inhibitor dan ARB baik memiliki efek yang sama pada tekanan darah,

fungsi ginjal, dan kalium. Oleh karena itu, masalah hipotensi simtomatik, azotemia,

dan hiperkalemia terjadi pada kedua obat tersebut.2

g. Penyekat Reseptor β-Adrenergic

Penyekat Beta merupakan kemajuan besar dalam pengobatan pasien dengan

penurunan EF. Obat ini bekerja pada aktivasi yang berkelanjutan dari sistem saraf

adrenergik oleh antagonis kompetitif satu atau lebih reseptor adrenergik (α1, β1, dan

β2).Meskipun ada sejumlah manfaat potensial untuk memblokir ketiga reseptor,

sebagian besar dari efek buruk dari aktivasi adrenergic dimediasi oleh reseptor

β1. Ketika diberikan bersama dengan inhibitor ACE, penyekat beta membalikkan

proses remodelling LV, memperbaiki gejala pasien, mencegah opname, dan

memperpanjang hidup.Oleh karena itu, penyekat beta diindikasikan untuk pasien

dengan HF bergejala atau tanpa gejala dan EF turun <40%. 

35

Page 36: gagal jantung kronik

Analog dengan penggunaan inhibitor ACE, penyekat beta harus dimulai dalam dosis

rendah, diikuti oleh kenaikan bertahap dalam dosis jika dosis rendah telah dapat

ditoleransi dengan baik. Dosis penyekat beta harus ditingkatkan sampai dosis efektif

dalam uji klinis. Namun, tidak seperti ACE inhibitor, yang dapat dititrasi ke atas

relatif cepat, titrasi penyekat beta sebaiknya dilanjutkan tidak lebih cepat dari 2

minggu, karena inisiasi dan / atau peningkatan dosis dapat menyebabkan retensi

cairan. Dengan demikian, penting untuk mengoptimalkan dosis diuretik sebelum

memulai terapi dengan penyekat beta. Retensi cairan bisa muncul, dalam 3-5 hari dari

terapi mulai, dan akan bermanifestasi sebagai peningkatan berat badan dan / atau

gejala gagal jantung yang memburuk. Retensi cairan biasanya dapat diatasi dengan

meningkatkan dosis diuretik. Pada beberapa pasien dosis penyekat beta mungkin

harus dikurangi.2

Bertentangan dengan laporan awal, hasil agregat uji klinis menunjukkan

bahwa penyekat beta ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar (85%) dari pasien

gagal jantung, termasuk pasien dengan kondisi komorbiditas seperti diabetes melitus,

penyakit paru-paru obstruktif kronis, dan penyakit pembuluh darah perifer. 

Meskipun demikian, ada pasien (10-15%) yang intoleran terhadap penyekat

beta karena memburuknya retensi cairan atau hipotensi simtomatik atau bradikardia.2

Efek samping

Efek samping dari penyekat beta umumnya terkait dengan komplikasi yang

timbul dari sistem saraf adrenergik. Reaksi ini biasanya terjadi dalam beberapa hari

dari mulai terapi dan umumnya responsif terhadap penyesuaian obat secara

bersamaan, seperti dijelaskan di atas. Terapi dengan penyekat beta dapat

menyebabkan bradikardi dan / atau memperburuk blok jantung. Dengan demikian,

dosis beta blocker harus dikurangi jika denyut jantung menurun hingga <50 denyut /

menit dan / atau blok jantung derajat dua atau tiga atau hipotensi simptomatik muncul.

Penyekat beta tidak dianjurkan untuk pasien yang menderita asma dengan

bronkospasme aktif. Penyekat beta yang juga memblokir reseptor α1 dapat

mengakibatkan efek samping vasodilator.2

36

Page 37: gagal jantung kronik

h. Antagonis Aldosteron

Meski tergolong diuretik hemat kalium, obat yang memblokir efek aldosteron

(spironolactone atau eplerenone) memiliki efek menguntungkan yaitu tidak

mempengaruhi keseimbangan natrium. Meskipun penghambatan ACE dapat

menurunkan sekresi aldosteron, dengan terapi jangka panjang ada pengembalian cepat

aldosteron ke tingkat yang sama sebelum terapi ACE inhibitor. Dengan demikian,

pemberian antagonis aldosteron direkomendasikan untuk pasien dengan NYHA kelas

IV atau kelas III yang memiliki EF (<35%) dan menerima terapi standar, termasuk

diuretik, inhibitor ACE, dan beta bloker . Dosis antagonis aldosteron harus

ditingkatkan sampai dosis efektif dalam uji klinis.2

Efek samping

Masalah utama dengan penggunaan antagonis aldosteron adalah hiperkalemia,

yang lebih rentan terjadi pada pasien yang menerima suplemen kalium atau dengan

insufisiensi ginjal. Antagonis aldosteron tidak direkomendasikan jika kreatinin

serum> 2,5 mg / dL (atau kreatinin clearance <30 mL / menit) atau ketika kalium

serum> 5 mmol / L. Ginekomastia yang nyeri dapat muncul pada 10-15% dari pasien

yang menggunakan spironolactone, dapat disubtitusi dengan eplerenone.

i. Terapi dengan alat

Cardiac Resynchronization

Sekitar sepertiga pasien dengan penurunan EF dan gejala gagal jantung

(NYHA kelas III-IV) juga mempunyai gejala durasi QRS> 120 ms. EKG digunakan

untuk mengidentifikasi pasien dengan kontraksi ventrikel dissinkron. Konsekuensi

mekanik disynkron ventrikel termasuk pengisian ventrikel suboptimal, penurunan

kontraktilitas ventrikel, regurgitasi mitral, dan gerakan paradox dinding septal.

Biventricular pacing, atau terapi resinkronisasi jantung (CRT), merangsang kedua

ventrikel hampir bersamaan, dengan demikian meningkatkan koordinasi kontraksi

ventrikel dan mengurangi keparahan dari regurgitasi mitral. Ketika CRT ditambahkan

untuk terapi medis yang optimal pada pasien dengan irama sinus, terjadi penurunan

signifikan dalam tingkat kematian pasien dan rawat inap dan perbaikan remodelling

LV, serta peningkatan kualitas hidup dan kapasitas latihan. Oleh karena itu, CRT

direkomendasikan untuk pasien dengan irama sinus dengan EF <35% dan QRS> 120

37

Page 38: gagal jantung kronik

ms dan bergejala (NYHA III-IV) walaupun sudah dengan terapi medis yang optimal.

Manfaat dari CRT pada pasien dengan atrial fibrilasi belum jelas.2

Cardiac Defibrillator Implan (ICD)

ICD pada pasien dengan gagal jantung ringan-sedang (NYHA kelas II-III)

telah terbukti mengurangi kejadian kematian jantung mendadak pada pasien

dengan kardiomiopati iskemik atau nonischemic. Dengan demikian, implantasi

ICD harus dipertimbangkan untuk pasien di NYHA kelas II-III HF dengan EF

<35% yang sudah pada terapi medis yang optimal, termasuk inhibitor ACE (atau

ARB), beta blocker, dan antagonis aldosteron. ICD juga dapat digabungkan dengan

alat pacu jantung biventricular pada pasien dengan NYHA kelas III-IV HF.2

B. Manajemen Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Normal (> 40-50%)

Meskipun banyak informasi yang berkaitan dengan evaluasi dan pengelolaan

gagal jantung dengan penurunan EF, tidak ada terapi farmakologis atau perangkat

terbukti dan / atau disetujui untuk pengelolaan pasien dengan gagal jantung dengan

EF normal. Oleh karena itu, dianjurkan bahwa upaya pengobatan awal harus

difokuskan, sedapat mungkin, pada proses penyakit yang mendasarinya (misalnya,

iskemia miokard, hipertensi). Faktor pencetus seperti takikardia dan atrial fibrilasi

harus diperlakukan secepat mungkin melalui pengendalian nadi dan restorasi ritme

sinus jika diperlukan. Dyspnea dapat diobati dengan mengurangi total volume

(pembatasan natrium dan diuretik), penurunan volume darah sentral (nitrat), atau

menghambat aktivasi neurohormonal dengan ACE inhibitor, ARB, dan / atau beta

blockers. Pengobatan dengan diuretik dan nitrat harus dimulai pada dosis rendah

untuk menghindari hipotensi dan kelelahan.2

2.10 Prognosis

Meskipun kemajuan baru-baru ini banyak dalam evaluasi dan pengelolaan

gagal jantung, perkembangan gagal jantung masih membawa prognosis buruk. Studi

menunjukkan 30-40% dari pasien meninggal dalam waktu 1 tahun sejak diagnosis dan

60-70% mati dalam waktu 5 tahun, terutama karena perburukan gejala atau sebagai

ada kejadian mendadak (kemungkinan akibat aritmia ventrikel). Meskipun sulit untuk

38

Page 39: gagal jantung kronik

memprediksi prognosis dalam individu, pasien dengan gejala saat istirahat (New York

Heart Association (NYHA) kelas IV) memiliki angka kematian 30-70% per tahun,

sedangkan pasien dengan gejala dengan aktivitas sedang (NYHA kelas II) memiliki

tingkat tahunan kematian 5-10%. Dengan demikian, status fungsional merupakan

prediktor penting dari prognosis pasien.2

39