GA Encephalocele

22
1 BAB I PENDAHULUAN Pasien anak yang di anestesi merupakan tindakan yang memerlukan kehati-hatian dan tingkat kewaspadaan yang tinggi, serta peralatan dan lingkungan yang mendukung. Semua bayi yang dijadwalkan untuk menjalani tindakan pembedahan harus dinilai prabedah, baik untuk mendeteksi dini keadaan yang memerlukan terapi spesifik, maupun untuk optimasi (evaluasi anemia, penyesuaian obat asma), serta untuk menasihati penderita dan orangtuanya mengenai kemungkinan keadaan selama anestesi dan pembedahan. Hal terpenting pada penilaian adalah anamnesis yang sistematik dan pemeriksaan fisik yang rinci dengan penekanan pada anatomi jalan nafas san status kardiorespirasi. 1 Anatomi dan fisiologi jalan nafas pediatri merupakan hal yang mutlak diketahui sebelum melakukan tatalaksana jalan nafas pada pasien anak. Fisiologi pernafasan juga tidak sama pada pasien-pasien ini. Laju metabolisme tinggi, cadangan O 2 yang rendah dibandingkan dengan berat badannya serta kesulitan dalam memberikan praoksigenisasi yang optimal sering menyebabkan desaturasi pada saat induksi anestesia pada pasien anak. Kelainan kongenital merupakan kelainan pertumbuhan bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali Sistem Saraf Sentral (SSS) akibat deri kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan di uterus. Defek tuba neuralis salah satunya

description

laporan kasus anestesi

Transcript of GA Encephalocele

Page 1: GA Encephalocele

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pasien anak yang di anestesi merupakan tindakan yang memerlukan kehati-hatian dan

tingkat kewaspadaan yang tinggi, serta peralatan dan lingkungan yang mendukung. Semua

bayi yang dijadwalkan untuk menjalani tindakan pembedahan harus dinilai prabedah, baik

untuk mendeteksi dini keadaan yang memerlukan terapi spesifik, maupun untuk optimasi

(evaluasi anemia, penyesuaian obat asma), serta untuk menasihati penderita dan orangtuanya

mengenai kemungkinan keadaan selama anestesi dan pembedahan. Hal terpenting pada

penilaian adalah anamnesis yang sistematik dan pemeriksaan fisik yang rinci dengan

penekanan pada anatomi jalan nafas san status kardiorespirasi.1

Anatomi dan fisiologi jalan nafas pediatri merupakan hal yang mutlak diketahui

sebelum melakukan tatalaksana jalan nafas pada pasien anak. Fisiologi pernafasan juga tidak

sama pada pasien-pasien ini. Laju metabolisme tinggi, cadangan O2 yang rendah

dibandingkan dengan berat badannya serta kesulitan dalam memberikan praoksigenisasi yang

optimal sering menyebabkan desaturasi pada saat induksi anestesia pada pasien anak.

Kelainan kongenital merupakan kelainan pertumbuhan bayi yang timbul sejak

kehidupan hasil konsepsi. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali

Sistem Saraf Sentral (SSS) akibat deri kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara

minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan di uterus. Defek tuba neuralis salah satunya yaitu

ensefalokel.2,3 Menangani pasien bedah saraf tidak hanya memerlukan pengetahuan tentang

anestesi umum bedah saraf, tetapi juga memahami anestesi anak dan ketidaknormalan saraf.

Page 2: GA Encephalocele

2

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : By. D

Umur : 2 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa sipin Teluk Duren

Ruangan : Perinatalogi

Diagnosis : Encephalocele Lobus Occipital

Tindakan : Craniotomy

Berat Badan : 4,5 kg

Gol. Darah : O

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Bayi lahir dengan tempurung kepala yang tidak utuh.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Bayi pernah di operasi rekonstruksi encephalocele pada tanggal 10 April 2013

dan akan dilakukan lanjutan rekustruksi tanggal 21 Mei 2013. Bayi lahir

secara SC di RS. Abdul Manaf dengan encephalocele, bayi dirujuk di RSUD

Mattaher dan dirawat di bagian Perinatalogi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Hipertensi = (-) - Riwayat Operasi = (+) rekontruksi

- Riwayat Asma = (-) encephalocele (10 April 2013)

- Riwayat DM = (-) - Riwayat Alergi Obat = (-)

- Riwayat batuk lama (TB) = (-) - Riwayat Penyakit Lain = (-)

D. Riwayat Kebiasaan (-)

E. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda Vital

Kesadaran : Compos Mentis Suhu : 36°C

Page 3: GA Encephalocele

3

TD : (-) RR : 40 x/menit

Nadi : 135 x/menit

2. Kepala

a. Mata : Ca -/-, SI -/-, Pupil isokor +/+ Θ 3mm

b. THT : Telinga (Tidak tampak kelainan), Hidung (sekret -, hiperemis

-/-), Tenggorokkan (Mallampati sulit dinilai)

c. Leher : Pembesaran KGB (-)

3. Thoraks

- Inspeksi : Datar, retraksi (-), thoraks anterior (simetris kanan-kiri)

- Palpasi : Stem fremitus (sulit dinilai), Krepitasi (-)

- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi: Pulmo Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Cor BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

4. Abdomen

- Inspeksi : Cembung, sikatriks (-)

- Palpasi : Supel, Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costa, splenomegali

(-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi: BU (+) normal

5. Genitalia : Tidak ada kelainan

6. Ektremitas: Akral hangat (+)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG (02 Mei 2013)

1. Darah Rutin

Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai NormalWBCRBCHbHt

TrombositCTBT

32,13,9611,635,52412,53

103 / mm3

106/ mm3

g/dl%

103/ mm3

DetikDetik

3,5-103,8-5,8

11 – 16,535-50

150 - 390

2. Kimia Darah Lengkap

Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Normal09 April 2013Bilirubin TotalBilirubin directBilirubin Indirect

7,41,95,5

mg/dlmg/dlmg/dl

< 1,0< 0,2

Page 4: GA Encephalocele

4

Albumin

02 Mei 2013ElektrolitNaKCl

3,5

132,746,26109,49

mmol/Lmmol/Lmmol/L

3,5-5,0

135-1483,5-5,398-110

3. X- Ray (Tidak dilakukan pemeriksaan)

4. CT- Scan

Edema Cerebri dengan Encephalocele Lobus Occipital

5. Pemeriksaan Penunjang Lain (-)

IV. STATUS FISIK ASA : 1 2 3 4 5 E

V. TINDAKAN ANESTESI

1. Diagnosis Pra Bedah : Encephalocele Lobus Occipitalis

2. Tindakan Bedah : Craniotomy (Rekonstruksi Encephalocele)

3. Status Fisik ASA : 1 2 3 4 5 E

4. Metode Anestesi : Anestesi General

- Premedikasi : -

- Induksi : Sulfas Atropin 0,05 mg

Fentanyl 5 µg

Sevoflurane 4 vol %

- Relaksasi : Roculax 2,5 mg

- Pemeliharaan : Sevoflurane 2,1 vol %

5. Intubasi : ETT No. 2,5

6. Keadaan Penderita Selama Operasi :

- Posisi Penderita : Miring

- Penyulit waktu Anestesi : Tidak ada

- Lama Anestesi : ± 90 menit

- Jumlah Cairan :

Input : 200cc

Output : 130cc

- Jumlah Pendarahan : 20 cc

7. Monitoring Peri Operatif

Jam Infus Nadi (x/menit)10.3010.45

D5 ¼ NS 200cc 160164

Page 5: GA Encephalocele

5

11.0011.1511.3011.4512.00

168170171178170

8. Instruksi Anestesi

- Post operasi rawat ruang perinatalogi

- Observasi keadaan umum, vital sign, dan perdarahan tiap 15 menit sekali

selama 24 jam pertama post operasi

- Tidur terlentang tanpa bantal hingga sadar penuh

- Puasa hingga sadar penuh BU (+)

- Terapi selanjutnya sesuai dr. Apriyanto, Sp.BS

Page 6: GA Encephalocele

6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA BAYI

A. Jalan Nafas

Bayi mempunyai kepala lebih besar (terutama oksiput) dibandingkan dengan

tubuhnya, sehingga lenih sukar untuk menempatkan dalam posisi sniffing. Beri

ganjalan bahu untuk mendapatkan posisi yang lebih baik.4

Jalan nafas sempit memerlukan usaha jalan nafas yang cukup besar untuk

dapat melampaui resistensinya, sehingga sumbatan jalan nafas oleh atresia koanal atau

secret dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas total. Demikian juga dengan

pemasangan pipa ansogastrik, sehingga pilihan terbaik adalah pipa nasogastrik. 3,4,5,6

Bayi mempunyai lidah yang relatif besar sehingga dapat menyulitkan pada saat

melakukan ventilasi sungkup dan laringoskopi.4,7

Posisi pita suara pada bayi dan anak lebih sefalad (C3 pada preterm, C4 pad

abayi, C5 pada dewasa) dan mempunyai epiglotis yang panjang, menyempit, dan

bersudut, sehingga menyebbakan visualisasi pita suara pada saat laringoskopi menjadi

lebih sulit. Pita suara akan terlihat lebih “anterior” sehingga untuk memvisualisasibya

seringkali diperlukan penekanan krikoid pada waktu pemasangan laringoskopi.4,6,7

B. Fisiologi Respirasi

Fisiologi yang menyebabkan bayi dan neonatus mudah terjadi desaturasi :6

- Neonatus mempunyai kebutuhan metabolik yang tinggi dengan konsumsi O2

mendekati 7-9 ml/KgBB/menit dibandingkan dengan dewasa yang hanya

3ml/KgBB/menit.

- Bayi mempunyai ventilasi semenit yang lebih tinggi dari FRC yang rendah

perkilogram berat badan dibandingkan dewasa.

C. Fisiologi Ventilasi

Otot pernafasan utama pada bayi adalah diafragma, diafragma bayi lebih

mudah fatigue daripada dewasa karena neonatus hanya mempunyai setengah dari

jumlah serat otot oksidatif kontraksi lambat tipe I pada dewasa untuk bertahan

terhadap peningkatan usaha respirasi. Ventilasi semenit yang tinggi, terutama dalam

kondisi stress membatasi kemampuan untuk meningkatkan usaha ventilasi secara

Page 7: GA Encephalocele

7

aktif. Bayi aterm, usia gestasi kurang dari 46 minggu dan bayi eksprematur usia getasi

kurang dari 52 minggu harus dirawat dan di monitor sepanjang malam. 4,6,7 Frekuensi

respirasi pada bayi sebanyak 30-50 kali permenit.

D. Sistem kardiovaskular

Cardiac outout neonatus 180-240 ml/KgBB/menit, dua sampai tiga kali lipat

dibanding dewasa. Laju jantung dan tekanan darah bervariasi sesuai dengan usia.

Umur HR Tekanan Sistolik Tekanan DiastolikPreterm 1000gr

Newborn6 bulan2 tahun4 tahun8 tahun

130-150110-15080-15085-12575-11560-110

4560-75

959598112

252745505760

E. Cairan dan Elektrolit

Pada waktu lahir, laju filtrasi glomerulus 15-30% dari nilai normal pasien

dewasa dan mencapai nilai dewasa pada usia 1 tahun. Tolerasni neonatus terhadap

pemberian air dan garam sangat rendah karena laju filtrasi glomerulus yang rendah

dan penurunan kemampuan untuk memekatkan urine. Hipokalsemia sering terjadi

pada bayi premature, kecil pada masa kehamilan, asfiksia, ibu dengan DM, atau

mendapat transfusi PRC dan FFP.

F. Sistem Hematologi

Volume darah pada bayi aterm 80 ml/KgBB dan akan mencapai nilai dewasa

(70 ml/Kg) pada tahun pertama. Nilai hematokrit normal berubah secara bermakna

pada bulan pertama kehidupan, keadaan anemia fisiologi terjadi pada usia 3 bulan

dan dapat mencapai kadar yang lebih rendah dari 28% pada bayi yang sehat.

G. Sistem Hepatobilier

Enzim hati yang penting dalam metabolisme obat belum berkembang pada

bayi, terutama yang berperan pada fase reaksi konjugasi.

H. Endokrin

Faktor resiko lain terjadinya hipoglikemia pada neonatus diantaranya

prematur, stress perinatal, sepsis, dan neonatus kecil sesuai masa kehamilan. Akdar

gula darah normal pada saat lahir adalah 40 mg/dl.

Page 8: GA Encephalocele

8

I. Pengatur suhu Tubuh

Dibandingkan dengan dewasa, bayi dan anak mempunyai permukaan tubuh

yang lebih besar dibandingkan dengan berat badannya, sehingga dapat emnyebabkan

kehilangan panas yang besar melalui radiasi, evaporasi, konveksi dan konduksi.

Bayi berumur kurang dari 3 bulan tidak dapat mengkompensasi dingin dengan

menggihil, bayi merespon stress dingin dengan meningkatkan produksi norepinefrin,

yang meningkatkan metabolisme lemak coklat. Selain menungkatkan produksi

panas, norepinefrin juga meningkatkan vasokontriksi paru dan perifer. Jika berlanjut,

bisa menyebabkan pintasan dari kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis metabolik. Bayi

sakit dan premature mempunyai cadangan lemak coklat yang terbatas sehingga lebih

tidak tahan terhadap dingin.

3.2 PENERAPAN ANESTESIA8-11

a. Masa Pra-anestesia

Kunjungan pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jma sebelum

dilakukan tindakan anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita sangat penting

untuk memberikan penjelanan mengenai masalah pembedahan dan anestesia yang

akan dilakukan. Pada kunjungan tersebut kita melakukan penilaian keadaan umum,

pemeriksaan fisik dan mental pasien.

Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa pre operasi

neonatus dan bayi 1-6 bulan selama 4 jam sedangkan anak lebih dari 6 bulan-3tahun

6jam. Lebih dari 3 tahun 8 jam.

b. Pengaruh pada Farmakologi

- Biotransformasi hepar dan ginjal belum sempurna

- Penurunan ikatan protein

- Induksi dan recovery cepat

- MAC lebih tinggi

- Volume distribusi lebih besar pada obat dengan pelarut air

- Neuromuskular junction belum sempurna

c. Premedikasi

- Atropin, hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan suksinil kolin

halotan, prostigmin atau eter. Dosisnya ialah 0,01-0,02 mg/kgbb.

Page 9: GA Encephalocele

9

- Penenang, Diazepam diberikan 0,2-0,4 mg/kgbb dapat diberikan baik secara

oral atau rektal. Suntikan i.m atau i.v kurang disukai karena sering

menimbulkan nyeri. Droperidol 0,15 mg/kg kadang diberikan pada anak

secara i.m atau i.v. Midazolam (0,07-0,2 mg/kgBB)

- Premedikasi i.m diberikan 30-60 menit sebelum induksi anestesia, sedangkan

secara i.v 5 menit sebelum induksi.

d. Masa Anestesia

Induksi Inttavena

- Thiopental (3mg/kg neonate, 5-6 mg/kg untuk infant dan anak)

- Ketamin 1-2 mg/kgBB

Induksi Inhalasi

- Sevoflurane dan Halotan dengan O2 atau campuran N2O dalam oksigen 50%.

- Konsentrasi halotan berawal 1 volume % kemudian dinaikan setiap beberapa

kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur.

e. Intubasi

Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. kepala

bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Perbedaan anatomi, lebih mudah

menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi. Pipa trakea pada bayi dan

anak dipakai yang tembus pandang tanpa kaf. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh pakai

kaf pada kasus laparatomi atau jika takut terjadi aspirasi.

Bayi prematur biasa menggunakan pipa bergaris tengah 2-2,5mm, bayi cukup

bulan 2,5-3,5mm. Sampai 6 bulan 3-4mm dan sampai 1 tahun 3,5-4,5mm. Usia diatas

1 tahun gunakan rumus : umur (tahun) / 4 + 4mm. Intubasi hidung tidak dianjurkan,

karena dapat menyebabkan trauma perdarahan adenoid dan infeksi.

f. Pemeliharaan Anestesia

Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali. Pada umunya menggunak

anestesi N2O/O2 dengan kombinasi halotan, isofluran, ataupun sevoflurane. Pelumpuh

otot golongan non depolarisasisangat sensitive sehingga harus diencerkan dan

pemberiannya secara sedikit demi sedikit.

Page 10: GA Encephalocele

10

g. Infus

Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktu

puasa, pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan sebab lain

misalnya cairan lambung.

Defisit cairan harus diganti tepat, aturannya 4:2:1 (4ml/kg/jam untuk 10kg

pertama, 2ml/kg/jam untuk 10 kg kedua dan 1 ml/kg/jam untuk sisanya). Dan

misalnya puasa 6 jam harus diganti 25% dari kebutuhan dasar 24jam. Pada jam I

diberikan 50%nya, jam II diberiak 25% nya, dan jam III diberikan 25% nya. Cairan

hilang akibat perdarahn yang kurang dari 10% diganti dengan kristaloid dalam

dektrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam RL.

h. Pemantauan Anestesi

- Pernapasan : Stetoskop prekordial. Pada nafas spontan, gerak dada dan bagian

resrvoir, warna ektremitas.

- Sirkulasi : Stetoskop prekordial, perabaan nadi EKG dan CVP.

- Suhu: Rektal, esofagus, nasofaring

- Perdarahan: Isi dalam botol suction. Perikasa Hb dan Ht secara serial.

- Air kemih: Isi dalam kantong kemih

i. Pengakhiran Anestesi

Pembersihan lendir dalam rongga hidung dan mulut secara hati-hati.

Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan. Bila ada pengaruh

obat non-depol dapat dlakukan penetralan dengan nostigmin (0,04mg/kg) bersama

atropin (0,02mg/kg) kemudian lakukan ekstubasi. Untuk memindahkan penderita ke

ruangan biasa dihitung dulu, skornya menurut Steward.

Pergerakan Gerak bertujuanGerak tak bertujuanTidak bergerak

210

Pernafasan Batuk, menangisPertahankan jalan nafasPerlu bantuan

210

Kesadaran MenangisBereaksi terhadap rangsanganTidak bereaksi

210

Jika jumlah ≥5 penderita bisa dipindahkan keruangan.

Page 11: GA Encephalocele

11

3.3 ENCEPHALOCELE2

Encephalocele adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis, kejadian

ini akibat gangguan pada masa embrio pada minggu ke3-ke4 : neural tube tidak

menutup pada ujung kranial, sehingga menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat.

Kelainan pada bagian oksipital yaitu terdapat kantong berisi cairan jaringan saraf atau

sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksipital.

Penyebab defek tuba neuralis belum diketahui pasti; beberapa faktor penyebab

antara lain : radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan kimia, genetik, dan

kurangnya asam folat. Suplemen asam folat pada saat sekitar konsepsi dapat

mencegah defek tuba neural. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan

menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang

kranium disebut kranium bifidum.

Encephalocele paling sering ditemukan di negara Asia Tenggara seperti

Indonesia, Malaysia, Thailand, Birma tetapi juga di Afrika dan Rusia. Di Amerika

Serikat ensefalokel terjadi pada 1-4 penderita per 10.000 bayi lahir hidup. Secara

umum angka kejadian di negara Asia termasuk Indonesia berkisar antara 0.1-0.3 per

1.000 bayi lahir hidup. Encephalocele muncul lebih banyak pada perempuan

dibanding laki-laki.

Gejala-gejala Ensephalokel meliputi:

1. Hidrosefalus: Kelumpuahn keempat anggota gerak (kuadriplegia

spastik).Gangguanperkembangan.

2. Mikrosefalus: Gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan.

3. Ataksia : Kejang.

Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal setelah operasi. Ensefalokel

seringkali disertai denga kelainan kraniofasial, mental atau kelainan otak lainnya.

Diagnosis

Luasnya defek dan besarnya herniasi  jaringan otak akan menentukan

prognosisenchephalus. Enchephalocele mudah dideteksi dengan USG bila defek

tulang kepala cukupbesar, apalagi bila sudah disertai herniasi. Akan tetapi lesi pada

tulang kepala menjadi sulit dikenali bila terdapat oligohidramnion.

Page 12: GA Encephalocele

12

Manajemen anestesia pada Encephalocele

• Encephalocele frontal butuh fiksasi ETT yang baik karena biasanya pasien

hyperteleoric dan butuh rekonstruksi sinus

• Pasien dengan encephalocele occipital perlu diintubasi posisi miring kemudian

diposisikan prone

• Selama memposisikan hari-hati supaya jangan menekan encephalocele

• Perdarahan bisa sangat banyak karena sagital venous sinus terlibat baik untuk

encephalocele frontal maupun occipital

• Saat encephalocele dieksisi sering muncul gejala bradikardia

• Tindakan operasinya adalah memotong proporsi extracranial dan memperbaiki

defek cranial dengan dural graft dan skin graft

Page 13: GA Encephalocele

13

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang Bayi D, usia 2 bulan, ASA 2. Datang dengan keluhan bayi lahir dengan

tempurung kepala yang tidak utuh. Bayi pernah di operasi rekonstruksi encephalocele pada

tanggal 10 April 2013 dan akan dilakukan lanjutan rekustruksi tanggal 21 Mei 2013. Bayi

lahir secara SC di RS. Abdul Manaf dengan encephalocele, bayi dirujuk di RSUD Mattaher

dan dirawat di bagian Perinatalogi. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang dan os dipersiapkan untuk melakukan operasi craniotomy.

Sebelum operasi os dipuasakan ±4jam. Dilakukan premedikasi dengan memberikan

sulfas atropin yang diencerkan sebanyak (0,01-0,02)mg x 4,5kg = 0,045 sampai 0,09 mg

(diambil interval yaitu 0,05mg) sebagai golongan antikolenergik sehingga meningkatkan

sistem saraf simpatis dan juga bekerja memblok asetilkolin endogen maupun eksogen. Pada

saluran nafas efeknya adalah untuk mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus.

Pada saluran pencernaan sebagai antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus).

Fentanyl 1µg x 5µg = 5µg bertujuan untuk mengurangi rangsang nyeri pada saaat operasi.

Dan induksi dilakukan dengan menggunakan sevoflurane 4 vol %. Medikasi muscle relaxan

Roculax 0,5x 5kg = 2,5mg yang memiliki kerja lebih cepat, keuntungan adalah tidak

mengganggu fungsi ginjal dan aliran darah otak, sedangkan kerugiannya adalah tejadinya

gangguan fungsi hati dan efek kerjanya lebih lama. Lalu dilakukan ETT no.2,5. Pemeliharaan

anestesi menggunakan O2 : N2O 1:1 ditambah sevoflurane 2 vol %. Pengakhiran anestesi

dengan pembersihan lender dalam rongga hidung dan mulut. Pemberian O2 100% selama 5-

15menit setelah agent dihentikan dan dilakukan ekstubasi. Setelah selesai anestesia dan

keadaan umum baik penderita dipindahkan keruang pulih. Untuk memindahkan penderita ke

ruangan bangsal dihitung dulu skornya menurut Steward.

Terapi maintenance cairan pasien dihitung dengan rumus 100 ml x kgBB/24jam

sehingga didapatkan 100 ml x 4,5kg = 450 ml/hari

Kecepatan tetesan infus bisa dihitung :

jumlah tetes/menit (mikrodrip) = (jumlah cairan x 60) / (lama infusx 60) jadi

kecepatannya didapatkan (450 ml x 60) / (24 x 60) = 27000 / 1440 = 18,75 = 18 tetes/menit

Page 14: GA Encephalocele

14

BAB V

KESIMPULAN

Anestesia pada anak memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dari pada

anestesia pada pasien dewasa. Dikarenakan dengan kesulitan hubungan anatomi dan

fisiologi terutama karena perkembangannya sesuai usia pasien.

Dari manajemen anestesia anak juga melibatkan banyak hal lain yang

ditujukan bagi keamanan pasien; misalnya suhu tubuh dan suhu kamar operasi,

pemilihan peralatan yang digunakan dan pemilihan pemantuahan selama anestesia.

Dalam kasus By. D ini selama operasi berlangsung tidak ada penyulit yang

berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakna operasinya. Selama diruang

pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penangan serius. Secara umum

pelaksanaan operasi dan penangan anestesi berlangsung dengan baik meskipun ada

hal-hal yang perlu mendapat perhatian lebih.

Page 15: GA Encephalocele

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, dan Arvin. Anetesi dan Perawatan Perioperatif dalam buku

Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Vol 1. Jakarta: EGC. 1999. Hal: 349-358.

2. Behrman, Kliegman, dan Arvin. Anomali Kongenital Sistem Saraf Sentral dalam

buku Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Vol 3. Jakarta: EGC. 1999. Hal: 2046.

3. A.H, Markum. Perinatalogi dalam buku Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Indonesia. Hal: 1136-1137.

4. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2007

5. Dobson, Michael B. Anestesi Pediatrik dan Obstetrik. Dalam: Penuntun Praktis

Anestesi. Devi H, editor. Jakarta: EGC. 1994. Hal 111-119.

6. Latief s, Suryadi KA, Dahlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua.

Jakarta: Penerbit Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia.

2001. Hal 30-45.

7. Sunarto RF, Susilo C. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI/RSCM. 2012. Hal: 375-396.

8. Sadikin, Z.D. & Elysabeth. Anestetik Umum. Dalam: Farmakologi dan Terapi. G.G,

Sulistia. Ed. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal: 122-160.

9. S.M, Darto. & Thaib, R. Obat Anestetik Intravena. Dalam: Anestesiologi. Muhiman,

M. Thaib, . Eds.Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta: FKUI.

1989. Hal: 65-71.

10. A.L, Said & Suntoro, A. Anestesia Pediatrik. Dalam: Anestesiologi. Muhiman, M.

Thaib, . Eds.Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta: FKUI. 1989.

Hal: 115-122.

11. Keat S, Bate ST, Bown A, dan Lanham S. Anaesthesia On The Move. Matthews P,

editor. Jakarta: Indeks. 2013.