GA Encephalocele
-
Upload
muftimuttaqin -
Category
Documents
-
view
59 -
download
22
description
Transcript of GA Encephalocele
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien anak yang di anestesi merupakan tindakan yang memerlukan kehati-hatian dan
tingkat kewaspadaan yang tinggi, serta peralatan dan lingkungan yang mendukung. Semua
bayi yang dijadwalkan untuk menjalani tindakan pembedahan harus dinilai prabedah, baik
untuk mendeteksi dini keadaan yang memerlukan terapi spesifik, maupun untuk optimasi
(evaluasi anemia, penyesuaian obat asma), serta untuk menasihati penderita dan orangtuanya
mengenai kemungkinan keadaan selama anestesi dan pembedahan. Hal terpenting pada
penilaian adalah anamnesis yang sistematik dan pemeriksaan fisik yang rinci dengan
penekanan pada anatomi jalan nafas san status kardiorespirasi.1
Anatomi dan fisiologi jalan nafas pediatri merupakan hal yang mutlak diketahui
sebelum melakukan tatalaksana jalan nafas pada pasien anak. Fisiologi pernafasan juga tidak
sama pada pasien-pasien ini. Laju metabolisme tinggi, cadangan O2 yang rendah
dibandingkan dengan berat badannya serta kesulitan dalam memberikan praoksigenisasi yang
optimal sering menyebabkan desaturasi pada saat induksi anestesia pada pasien anak.
Kelainan kongenital merupakan kelainan pertumbuhan bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali
Sistem Saraf Sentral (SSS) akibat deri kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara
minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan di uterus. Defek tuba neuralis salah satunya yaitu
ensefalokel.2,3 Menangani pasien bedah saraf tidak hanya memerlukan pengetahuan tentang
anestesi umum bedah saraf, tetapi juga memahami anestesi anak dan ketidaknormalan saraf.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. D
Umur : 2 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa sipin Teluk Duren
Ruangan : Perinatalogi
Diagnosis : Encephalocele Lobus Occipital
Tindakan : Craniotomy
Berat Badan : 4,5 kg
Gol. Darah : O
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bayi lahir dengan tempurung kepala yang tidak utuh.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi pernah di operasi rekonstruksi encephalocele pada tanggal 10 April 2013
dan akan dilakukan lanjutan rekustruksi tanggal 21 Mei 2013. Bayi lahir
secara SC di RS. Abdul Manaf dengan encephalocele, bayi dirujuk di RSUD
Mattaher dan dirawat di bagian Perinatalogi.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi = (-) - Riwayat Operasi = (+) rekontruksi
- Riwayat Asma = (-) encephalocele (10 April 2013)
- Riwayat DM = (-) - Riwayat Alergi Obat = (-)
- Riwayat batuk lama (TB) = (-) - Riwayat Penyakit Lain = (-)
D. Riwayat Kebiasaan (-)
E. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis Suhu : 36°C
3
TD : (-) RR : 40 x/menit
Nadi : 135 x/menit
2. Kepala
a. Mata : Ca -/-, SI -/-, Pupil isokor +/+ Θ 3mm
b. THT : Telinga (Tidak tampak kelainan), Hidung (sekret -, hiperemis
-/-), Tenggorokkan (Mallampati sulit dinilai)
c. Leher : Pembesaran KGB (-)
3. Thoraks
- Inspeksi : Datar, retraksi (-), thoraks anterior (simetris kanan-kiri)
- Palpasi : Stem fremitus (sulit dinilai), Krepitasi (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi: Pulmo Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Cor BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
4. Abdomen
- Inspeksi : Cembung, sikatriks (-)
- Palpasi : Supel, Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costa, splenomegali
(-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi: BU (+) normal
5. Genitalia : Tidak ada kelainan
6. Ektremitas: Akral hangat (+)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG (02 Mei 2013)
1. Darah Rutin
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai NormalWBCRBCHbHt
TrombositCTBT
32,13,9611,635,52412,53
103 / mm3
106/ mm3
g/dl%
103/ mm3
DetikDetik
3,5-103,8-5,8
11 – 16,535-50
150 - 390
2. Kimia Darah Lengkap
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Normal09 April 2013Bilirubin TotalBilirubin directBilirubin Indirect
7,41,95,5
mg/dlmg/dlmg/dl
< 1,0< 0,2
4
Albumin
02 Mei 2013ElektrolitNaKCl
3,5
132,746,26109,49
mmol/Lmmol/Lmmol/L
3,5-5,0
135-1483,5-5,398-110
3. X- Ray (Tidak dilakukan pemeriksaan)
4. CT- Scan
Edema Cerebri dengan Encephalocele Lobus Occipital
5. Pemeriksaan Penunjang Lain (-)
IV. STATUS FISIK ASA : 1 2 3 4 5 E
V. TINDAKAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah : Encephalocele Lobus Occipitalis
2. Tindakan Bedah : Craniotomy (Rekonstruksi Encephalocele)
3. Status Fisik ASA : 1 2 3 4 5 E
4. Metode Anestesi : Anestesi General
- Premedikasi : -
- Induksi : Sulfas Atropin 0,05 mg
Fentanyl 5 µg
Sevoflurane 4 vol %
- Relaksasi : Roculax 2,5 mg
- Pemeliharaan : Sevoflurane 2,1 vol %
5. Intubasi : ETT No. 2,5
6. Keadaan Penderita Selama Operasi :
- Posisi Penderita : Miring
- Penyulit waktu Anestesi : Tidak ada
- Lama Anestesi : ± 90 menit
- Jumlah Cairan :
Input : 200cc
Output : 130cc
- Jumlah Pendarahan : 20 cc
7. Monitoring Peri Operatif
Jam Infus Nadi (x/menit)10.3010.45
D5 ¼ NS 200cc 160164
5
11.0011.1511.3011.4512.00
168170171178170
8. Instruksi Anestesi
- Post operasi rawat ruang perinatalogi
- Observasi keadaan umum, vital sign, dan perdarahan tiap 15 menit sekali
selama 24 jam pertama post operasi
- Tidur terlentang tanpa bantal hingga sadar penuh
- Puasa hingga sadar penuh BU (+)
- Terapi selanjutnya sesuai dr. Apriyanto, Sp.BS
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA BAYI
A. Jalan Nafas
Bayi mempunyai kepala lebih besar (terutama oksiput) dibandingkan dengan
tubuhnya, sehingga lenih sukar untuk menempatkan dalam posisi sniffing. Beri
ganjalan bahu untuk mendapatkan posisi yang lebih baik.4
Jalan nafas sempit memerlukan usaha jalan nafas yang cukup besar untuk
dapat melampaui resistensinya, sehingga sumbatan jalan nafas oleh atresia koanal atau
secret dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas total. Demikian juga dengan
pemasangan pipa ansogastrik, sehingga pilihan terbaik adalah pipa nasogastrik. 3,4,5,6
Bayi mempunyai lidah yang relatif besar sehingga dapat menyulitkan pada saat
melakukan ventilasi sungkup dan laringoskopi.4,7
Posisi pita suara pada bayi dan anak lebih sefalad (C3 pada preterm, C4 pad
abayi, C5 pada dewasa) dan mempunyai epiglotis yang panjang, menyempit, dan
bersudut, sehingga menyebbakan visualisasi pita suara pada saat laringoskopi menjadi
lebih sulit. Pita suara akan terlihat lebih “anterior” sehingga untuk memvisualisasibya
seringkali diperlukan penekanan krikoid pada waktu pemasangan laringoskopi.4,6,7
B. Fisiologi Respirasi
Fisiologi yang menyebabkan bayi dan neonatus mudah terjadi desaturasi :6
- Neonatus mempunyai kebutuhan metabolik yang tinggi dengan konsumsi O2
mendekati 7-9 ml/KgBB/menit dibandingkan dengan dewasa yang hanya
3ml/KgBB/menit.
- Bayi mempunyai ventilasi semenit yang lebih tinggi dari FRC yang rendah
perkilogram berat badan dibandingkan dewasa.
C. Fisiologi Ventilasi
Otot pernafasan utama pada bayi adalah diafragma, diafragma bayi lebih
mudah fatigue daripada dewasa karena neonatus hanya mempunyai setengah dari
jumlah serat otot oksidatif kontraksi lambat tipe I pada dewasa untuk bertahan
terhadap peningkatan usaha respirasi. Ventilasi semenit yang tinggi, terutama dalam
kondisi stress membatasi kemampuan untuk meningkatkan usaha ventilasi secara
7
aktif. Bayi aterm, usia gestasi kurang dari 46 minggu dan bayi eksprematur usia getasi
kurang dari 52 minggu harus dirawat dan di monitor sepanjang malam. 4,6,7 Frekuensi
respirasi pada bayi sebanyak 30-50 kali permenit.
D. Sistem kardiovaskular
Cardiac outout neonatus 180-240 ml/KgBB/menit, dua sampai tiga kali lipat
dibanding dewasa. Laju jantung dan tekanan darah bervariasi sesuai dengan usia.
Umur HR Tekanan Sistolik Tekanan DiastolikPreterm 1000gr
Newborn6 bulan2 tahun4 tahun8 tahun
130-150110-15080-15085-12575-11560-110
4560-75
959598112
252745505760
E. Cairan dan Elektrolit
Pada waktu lahir, laju filtrasi glomerulus 15-30% dari nilai normal pasien
dewasa dan mencapai nilai dewasa pada usia 1 tahun. Tolerasni neonatus terhadap
pemberian air dan garam sangat rendah karena laju filtrasi glomerulus yang rendah
dan penurunan kemampuan untuk memekatkan urine. Hipokalsemia sering terjadi
pada bayi premature, kecil pada masa kehamilan, asfiksia, ibu dengan DM, atau
mendapat transfusi PRC dan FFP.
F. Sistem Hematologi
Volume darah pada bayi aterm 80 ml/KgBB dan akan mencapai nilai dewasa
(70 ml/Kg) pada tahun pertama. Nilai hematokrit normal berubah secara bermakna
pada bulan pertama kehidupan, keadaan anemia fisiologi terjadi pada usia 3 bulan
dan dapat mencapai kadar yang lebih rendah dari 28% pada bayi yang sehat.
G. Sistem Hepatobilier
Enzim hati yang penting dalam metabolisme obat belum berkembang pada
bayi, terutama yang berperan pada fase reaksi konjugasi.
H. Endokrin
Faktor resiko lain terjadinya hipoglikemia pada neonatus diantaranya
prematur, stress perinatal, sepsis, dan neonatus kecil sesuai masa kehamilan. Akdar
gula darah normal pada saat lahir adalah 40 mg/dl.
8
I. Pengatur suhu Tubuh
Dibandingkan dengan dewasa, bayi dan anak mempunyai permukaan tubuh
yang lebih besar dibandingkan dengan berat badannya, sehingga dapat emnyebabkan
kehilangan panas yang besar melalui radiasi, evaporasi, konveksi dan konduksi.
Bayi berumur kurang dari 3 bulan tidak dapat mengkompensasi dingin dengan
menggihil, bayi merespon stress dingin dengan meningkatkan produksi norepinefrin,
yang meningkatkan metabolisme lemak coklat. Selain menungkatkan produksi
panas, norepinefrin juga meningkatkan vasokontriksi paru dan perifer. Jika berlanjut,
bisa menyebabkan pintasan dari kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis metabolik. Bayi
sakit dan premature mempunyai cadangan lemak coklat yang terbatas sehingga lebih
tidak tahan terhadap dingin.
3.2 PENERAPAN ANESTESIA8-11
a. Masa Pra-anestesia
Kunjungan pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jma sebelum
dilakukan tindakan anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita sangat penting
untuk memberikan penjelanan mengenai masalah pembedahan dan anestesia yang
akan dilakukan. Pada kunjungan tersebut kita melakukan penilaian keadaan umum,
pemeriksaan fisik dan mental pasien.
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa pre operasi
neonatus dan bayi 1-6 bulan selama 4 jam sedangkan anak lebih dari 6 bulan-3tahun
6jam. Lebih dari 3 tahun 8 jam.
b. Pengaruh pada Farmakologi
- Biotransformasi hepar dan ginjal belum sempurna
- Penurunan ikatan protein
- Induksi dan recovery cepat
- MAC lebih tinggi
- Volume distribusi lebih besar pada obat dengan pelarut air
- Neuromuskular junction belum sempurna
c. Premedikasi
- Atropin, hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan suksinil kolin
halotan, prostigmin atau eter. Dosisnya ialah 0,01-0,02 mg/kgbb.
9
- Penenang, Diazepam diberikan 0,2-0,4 mg/kgbb dapat diberikan baik secara
oral atau rektal. Suntikan i.m atau i.v kurang disukai karena sering
menimbulkan nyeri. Droperidol 0,15 mg/kg kadang diberikan pada anak
secara i.m atau i.v. Midazolam (0,07-0,2 mg/kgBB)
- Premedikasi i.m diberikan 30-60 menit sebelum induksi anestesia, sedangkan
secara i.v 5 menit sebelum induksi.
d. Masa Anestesia
Induksi Inttavena
- Thiopental (3mg/kg neonate, 5-6 mg/kg untuk infant dan anak)
- Ketamin 1-2 mg/kgBB
Induksi Inhalasi
- Sevoflurane dan Halotan dengan O2 atau campuran N2O dalam oksigen 50%.
- Konsentrasi halotan berawal 1 volume % kemudian dinaikan setiap beberapa
kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur.
e. Intubasi
Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. kepala
bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Perbedaan anatomi, lebih mudah
menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi. Pipa trakea pada bayi dan
anak dipakai yang tembus pandang tanpa kaf. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh pakai
kaf pada kasus laparatomi atau jika takut terjadi aspirasi.
Bayi prematur biasa menggunakan pipa bergaris tengah 2-2,5mm, bayi cukup
bulan 2,5-3,5mm. Sampai 6 bulan 3-4mm dan sampai 1 tahun 3,5-4,5mm. Usia diatas
1 tahun gunakan rumus : umur (tahun) / 4 + 4mm. Intubasi hidung tidak dianjurkan,
karena dapat menyebabkan trauma perdarahan adenoid dan infeksi.
f. Pemeliharaan Anestesia
Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali. Pada umunya menggunak
anestesi N2O/O2 dengan kombinasi halotan, isofluran, ataupun sevoflurane. Pelumpuh
otot golongan non depolarisasisangat sensitive sehingga harus diencerkan dan
pemberiannya secara sedikit demi sedikit.
10
g. Infus
Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktu
puasa, pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan sebab lain
misalnya cairan lambung.
Defisit cairan harus diganti tepat, aturannya 4:2:1 (4ml/kg/jam untuk 10kg
pertama, 2ml/kg/jam untuk 10 kg kedua dan 1 ml/kg/jam untuk sisanya). Dan
misalnya puasa 6 jam harus diganti 25% dari kebutuhan dasar 24jam. Pada jam I
diberikan 50%nya, jam II diberiak 25% nya, dan jam III diberikan 25% nya. Cairan
hilang akibat perdarahn yang kurang dari 10% diganti dengan kristaloid dalam
dektrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam RL.
h. Pemantauan Anestesi
- Pernapasan : Stetoskop prekordial. Pada nafas spontan, gerak dada dan bagian
resrvoir, warna ektremitas.
- Sirkulasi : Stetoskop prekordial, perabaan nadi EKG dan CVP.
- Suhu: Rektal, esofagus, nasofaring
- Perdarahan: Isi dalam botol suction. Perikasa Hb dan Ht secara serial.
- Air kemih: Isi dalam kantong kemih
i. Pengakhiran Anestesi
Pembersihan lendir dalam rongga hidung dan mulut secara hati-hati.
Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan. Bila ada pengaruh
obat non-depol dapat dlakukan penetralan dengan nostigmin (0,04mg/kg) bersama
atropin (0,02mg/kg) kemudian lakukan ekstubasi. Untuk memindahkan penderita ke
ruangan biasa dihitung dulu, skornya menurut Steward.
Pergerakan Gerak bertujuanGerak tak bertujuanTidak bergerak
210
Pernafasan Batuk, menangisPertahankan jalan nafasPerlu bantuan
210
Kesadaran MenangisBereaksi terhadap rangsanganTidak bereaksi
210
Jika jumlah ≥5 penderita bisa dipindahkan keruangan.
11
3.3 ENCEPHALOCELE2
Encephalocele adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis, kejadian
ini akibat gangguan pada masa embrio pada minggu ke3-ke4 : neural tube tidak
menutup pada ujung kranial, sehingga menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat.
Kelainan pada bagian oksipital yaitu terdapat kantong berisi cairan jaringan saraf atau
sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksipital.
Penyebab defek tuba neuralis belum diketahui pasti; beberapa faktor penyebab
antara lain : radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan kimia, genetik, dan
kurangnya asam folat. Suplemen asam folat pada saat sekitar konsepsi dapat
mencegah defek tuba neural. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan
menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang
kranium disebut kranium bifidum.
Encephalocele paling sering ditemukan di negara Asia Tenggara seperti
Indonesia, Malaysia, Thailand, Birma tetapi juga di Afrika dan Rusia. Di Amerika
Serikat ensefalokel terjadi pada 1-4 penderita per 10.000 bayi lahir hidup. Secara
umum angka kejadian di negara Asia termasuk Indonesia berkisar antara 0.1-0.3 per
1.000 bayi lahir hidup. Encephalocele muncul lebih banyak pada perempuan
dibanding laki-laki.
Gejala-gejala Ensephalokel meliputi:
1. Hidrosefalus: Kelumpuahn keempat anggota gerak (kuadriplegia
spastik).Gangguanperkembangan.
2. Mikrosefalus: Gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan.
3. Ataksia : Kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal setelah operasi. Ensefalokel
seringkali disertai denga kelainan kraniofasial, mental atau kelainan otak lainnya.
Diagnosis
Luasnya defek dan besarnya herniasi jaringan otak akan menentukan
prognosisenchephalus. Enchephalocele mudah dideteksi dengan USG bila defek
tulang kepala cukupbesar, apalagi bila sudah disertai herniasi. Akan tetapi lesi pada
tulang kepala menjadi sulit dikenali bila terdapat oligohidramnion.
12
Manajemen anestesia pada Encephalocele
• Encephalocele frontal butuh fiksasi ETT yang baik karena biasanya pasien
hyperteleoric dan butuh rekonstruksi sinus
• Pasien dengan encephalocele occipital perlu diintubasi posisi miring kemudian
diposisikan prone
• Selama memposisikan hari-hati supaya jangan menekan encephalocele
• Perdarahan bisa sangat banyak karena sagital venous sinus terlibat baik untuk
encephalocele frontal maupun occipital
• Saat encephalocele dieksisi sering muncul gejala bradikardia
• Tindakan operasinya adalah memotong proporsi extracranial dan memperbaiki
defek cranial dengan dural graft dan skin graft
13
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang Bayi D, usia 2 bulan, ASA 2. Datang dengan keluhan bayi lahir dengan
tempurung kepala yang tidak utuh. Bayi pernah di operasi rekonstruksi encephalocele pada
tanggal 10 April 2013 dan akan dilakukan lanjutan rekustruksi tanggal 21 Mei 2013. Bayi
lahir secara SC di RS. Abdul Manaf dengan encephalocele, bayi dirujuk di RSUD Mattaher
dan dirawat di bagian Perinatalogi. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dan os dipersiapkan untuk melakukan operasi craniotomy.
Sebelum operasi os dipuasakan ±4jam. Dilakukan premedikasi dengan memberikan
sulfas atropin yang diencerkan sebanyak (0,01-0,02)mg x 4,5kg = 0,045 sampai 0,09 mg
(diambil interval yaitu 0,05mg) sebagai golongan antikolenergik sehingga meningkatkan
sistem saraf simpatis dan juga bekerja memblok asetilkolin endogen maupun eksogen. Pada
saluran nafas efeknya adalah untuk mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus.
Pada saluran pencernaan sebagai antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus).
Fentanyl 1µg x 5µg = 5µg bertujuan untuk mengurangi rangsang nyeri pada saaat operasi.
Dan induksi dilakukan dengan menggunakan sevoflurane 4 vol %. Medikasi muscle relaxan
Roculax 0,5x 5kg = 2,5mg yang memiliki kerja lebih cepat, keuntungan adalah tidak
mengganggu fungsi ginjal dan aliran darah otak, sedangkan kerugiannya adalah tejadinya
gangguan fungsi hati dan efek kerjanya lebih lama. Lalu dilakukan ETT no.2,5. Pemeliharaan
anestesi menggunakan O2 : N2O 1:1 ditambah sevoflurane 2 vol %. Pengakhiran anestesi
dengan pembersihan lender dalam rongga hidung dan mulut. Pemberian O2 100% selama 5-
15menit setelah agent dihentikan dan dilakukan ekstubasi. Setelah selesai anestesia dan
keadaan umum baik penderita dipindahkan keruang pulih. Untuk memindahkan penderita ke
ruangan bangsal dihitung dulu skornya menurut Steward.
Terapi maintenance cairan pasien dihitung dengan rumus 100 ml x kgBB/24jam
sehingga didapatkan 100 ml x 4,5kg = 450 ml/hari
Kecepatan tetesan infus bisa dihitung :
jumlah tetes/menit (mikrodrip) = (jumlah cairan x 60) / (lama infusx 60) jadi
kecepatannya didapatkan (450 ml x 60) / (24 x 60) = 27000 / 1440 = 18,75 = 18 tetes/menit
14
BAB V
KESIMPULAN
Anestesia pada anak memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dari pada
anestesia pada pasien dewasa. Dikarenakan dengan kesulitan hubungan anatomi dan
fisiologi terutama karena perkembangannya sesuai usia pasien.
Dari manajemen anestesia anak juga melibatkan banyak hal lain yang
ditujukan bagi keamanan pasien; misalnya suhu tubuh dan suhu kamar operasi,
pemilihan peralatan yang digunakan dan pemilihan pemantuahan selama anestesia.
Dalam kasus By. D ini selama operasi berlangsung tidak ada penyulit yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakna operasinya. Selama diruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penangan serius. Secara umum
pelaksanaan operasi dan penangan anestesi berlangsung dengan baik meskipun ada
hal-hal yang perlu mendapat perhatian lebih.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, dan Arvin. Anetesi dan Perawatan Perioperatif dalam buku
Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Vol 1. Jakarta: EGC. 1999. Hal: 349-358.
2. Behrman, Kliegman, dan Arvin. Anomali Kongenital Sistem Saraf Sentral dalam
buku Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Vol 3. Jakarta: EGC. 1999. Hal: 2046.
3. A.H, Markum. Perinatalogi dalam buku Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Indonesia. Hal: 1136-1137.
4. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2007
5. Dobson, Michael B. Anestesi Pediatrik dan Obstetrik. Dalam: Penuntun Praktis
Anestesi. Devi H, editor. Jakarta: EGC. 1994. Hal 111-119.
6. Latief s, Suryadi KA, Dahlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua.
Jakarta: Penerbit Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia.
2001. Hal 30-45.
7. Sunarto RF, Susilo C. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI/RSCM. 2012. Hal: 375-396.
8. Sadikin, Z.D. & Elysabeth. Anestetik Umum. Dalam: Farmakologi dan Terapi. G.G,
Sulistia. Ed. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal: 122-160.
9. S.M, Darto. & Thaib, R. Obat Anestetik Intravena. Dalam: Anestesiologi. Muhiman,
M. Thaib, . Eds.Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta: FKUI.
1989. Hal: 65-71.
10. A.L, Said & Suntoro, A. Anestesia Pediatrik. Dalam: Anestesiologi. Muhiman, M.
Thaib, . Eds.Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta: FKUI. 1989.
Hal: 115-122.
11. Keat S, Bate ST, Bown A, dan Lanham S. Anaesthesia On The Move. Matthews P,
editor. Jakarta: Indeks. 2013.