fraktur v.cervicalis

34
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR VERTEBRAE CERVICALIS Untuk memenuhi laporan profesi di Departemen Surgikal Periode: 19-24 Agustus 2013 Ruang 13 RSSA Malang Oleh : Shila Wisnasari NIM. 0810720065

description

fraktur v.cervicalis

Transcript of fraktur v.cervicalis

Page 1: fraktur v.cervicalis

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR VERTEBRAE CERVICALIS

Untuk memenuhi laporan profesi di Departemen Surgikal

Periode: 19-24 Agustus 2013

Ruang 13 RSSA Malang

Oleh :

Shila Wisnasari

NIM. 0810720065

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: fraktur v.cervicalis

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR VERTEBRAE CERVICALIS

VERTEBRAE CERVICAL (CERVICAL SPINE)

Vertebrae cervical, yang merupakan bagian dari tulang belakang, terdiri atas

tujuh vertebrae. Ketujuh vertebrae ini dinamakan C1 (atlas), C2 (axis), C3, C4, C5,

C6, dan C7 (Gambar 1). Vertebrae cervicalis bertanggung jawab terhadap mobilitas

dan stabilitas kepala dan menghubungkan kepala dengan vertebrae thoracalis.

Cervical spine dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu upper dan lower (Windsor,

2013).

Upper cervical spine terdiri dari atlas (C1) dan axis (C2). Kedua vertebrae

pertama ini berbeda dengan cervical spine lainnya. Atalntoaxial joint (atlas-axis)

bertanggung jawab terhadap 50% rotasi cervical, sedangkan atlanto-occipital joint

(atlas-occiput) bertanggung jawab terhadap fleksi dan ekstensi kepala. Sedangkan

lower cervical spine terdiri dari C3-C7 yang bertanggung jawab terhadap proteksi

dan mobilitas kolumna vertebralis (Windsor, 2013).

Gambar 1. Anatomi dan gambaran radiologis vertebrae cervicalis

Page 3: fraktur v.cervicalis

A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur

vertebrae cervicalis dapat didefinisikan sebagai fraktur yang terjadi pada satu atau

lebih dari ketujuh vertebrae pada daerah leher (C1-C7).

B. Etiologi

Penyebab trauma tulang belakang antara lain kecelakaan lalu lintas (44%),

kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), kecelakaan kerja.

Fraktur vertebrae cervicalis terutama merupakan akibat dari injuri traumatik pada

kepala dan leher. Injuri yang melibatkan leher atau vertebrae cervical biasanya

disebabkan benturan yang menekan vertebrae cervical pada bagian leher. Injuri

tersebut meliputi kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, dan luka tembak pada

daerah leher.

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun

mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat

diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:

a. Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan tiba-tiba yang berlebihan, dapat

berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan.

Akibat tekanan yang kuat, tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan

jaringan lunak juga akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur

melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya. Penghancuran kemungkinan

akan menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini

paling sering ditemukan pada tibia, fibula, atau metatarsal terutama pada atlet,

penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang  

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang tersebut lunak

(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

C. Klasifikasi

Berdasarkan derajad kestabilan, fraktur vertebrae cervicalis dapat dibedakan

menjadi:

Page 4: fraktur v.cervicalis

1) Fraktur stabil (Stable fracture)

2) Fraktur tidak stabil (Unstable fracture)

Yang dimaksud stabilitas dalam konteks trauma vertebrae cervical yaitu tetap

utuhnya komponen ligament-skeletal pada saat terjadinya pergeseran satu segmen

tulang leher terhadap lainnya.

Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian

medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan

normal, ligament posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu.

Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas ligament

posterior. Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan

radiografi minimal 4 posisi, yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam

menilai stabilitas vertebra, terdapat tiga unsur yang harus dipertimbangkan, yaitu

kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media (kolumna media), dan

kompleks anterior (kolumna anterior).

Pembagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut:

a. Kolumna anterior

Terbentuk dari ligament longitudinal dan 2/3 bagian anterior dari corpus vertebra,

diskus, dan annulus vertebralis.

b. Kolumna media

Terbentuk dari 1/3 bagian posterior corpus vertebralis, diskus, dan annulus

vertebralis.

c. Kolumna posterior

Terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior,

ligament interspinosa dan supraspinosa.

Fraktur vertebrae cervical dapat diklasifikasikan bedasarkan mekanisme injuri

sebagai berikut:

1) Fleksi

Beberapa injuri yang dikaitkan dengan mekanisme fleksi antara lain:

a. Fraktur Simple Wedge

Vertebrae terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament longitudinal anterior dan

kumpulan ligamen posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil (Gambar 2).

b. Fraktur Teardrop Fleksi

Fraktur tear drop terjadi ketika adanya fleksi dengan kompresi vertical dari

axial, menyebabkan fraktur pada bagian anteroinferior body vertebrae.

Page 5: fraktur v.cervicalis

Fragmen ini bergeser ke anterior dan menyerupai teardrop. Terjadi

kerusakan pada ligament anterior dan posterior (Gambar 2).

Gambar 2. A) fraktur simple wedge; B) fraktur teardrop fleksi

c. Anterior subluxation

Terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang leher, ligament

anterior tetap utuh. Tanda penting pada subluksasi anterior yaitu adanya

angulasi ke posterior (kifosis) lokal pada tempat kerusakan ligament. Tanda-

tanda lainnya yaitu (1) jarak yang melebar antara prosesus spinosus, (2)

subluksasi sendi apofiseal (Gambar 3).

Gambar 3. Fraktur Subluksasi Anterior

d. Dislokasi facet bilateral

Terjadi robekan pada ligament longitudinal anterior dan kumpulan ligament di

posterior tulang leher. Lesi bersifat tidak stabil. Tampak dislokasi anterior

korpus vertebrae. Terjadi dislokasi total sendi apofiseal (Gambar 4).

e. Fraktur Clay shovelerGambar 4. Dislokasi faset bilateral

Page 6: fraktur v.cervicalis

Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang leher

mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus. Biasanya

terjadi pada vertebrae C6-C7 atau T1 (Gambar 5).

2) Fleksi-rotasi

Terjadi dislokasi intrafacetal pada satu sisi. Lebih stabil walaupun terjadi

kerusakan pada ligament posterior, termasuk sendi apofiseal. Tampak dislokasi

pada anterior korpus vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan vertebra

proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebra distalnya tetap dalam posisi

lateral (Gambar 6).

Gambar 6. Dislokasi faset unilateral. (A) gambaran lateral fraktur yang

disebabkan mekanisme fleksi-rotasi. (B) gambaran anteroposterior menunjukkan

disrupsi garis yang menghubungkan prosesus spinosus pada daerah yang

mengalami dislokasi

3) Ekstensi

a. Hangman fracture (traumatic spondylolisthesis of C2)

Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap C3 (Gambar

7). Walaupun termasuk dalam fraktur unstable, jenis fraktur ini jarang

dikaitkan dengan spinal injury. Jika fraktur ini terjadi dengan dislokasi faset

Gambar 5. Fraktur Clay Shoveler

Page 7: fraktur v.cervicalis

unilateral atau bilateral pada C2, fraktur Hangman bersifat unstable dan

berisiko tinggi terjadi komplikasi neurologis.

b. Extension teardrop fracture (fraktur teardrop fleksi)

Seperti pada fraktur teardrop fleksi, fraktur teardrop ekstensi juga ditandai

dengan pergeseran fragmen anteroinferior. Fraktur tipe ini terjadi ketika

ligament longitudinal anterior mendorong fragmen menjauhi bagian inferior

vertebra karena hiperekstensi secara tiba-tiba. Fraktur ini cenderung terjadi

pada vertebrae cervicalis bagian bawah.

c. Fraktur pada arkus posterior C1 (posterior neural arch)

Tipe fraktur ini terjadi ketika kepala mengalami hiperekstensi dan neural arch

posterior dari C1 tertekan di antara occiput dan prosesus spinosus C2.

Ligament transverses dan arch C1 anterior tidak mengalami kerusakan,

sehingga fraktur ini termasuk fraktur stabil.

Gambar 8. (A) Fraktur pada arkus posterior C1. Proyeksi lateral menunjukkan

garis fraktur pada arkus posterior. (B) Fraktur Jefferson. Disebabkan

mekanisme kompresi vertical (axial). Tipe fraktur ini dihubungkan dengan

disrupsi ligament transversus atlas.

4) Vertical (axial) compression injury

Gambar 7. Fraktur Hangman. Garis

fraktur tampak pada proyeksi lateral C2

Page 8: fraktur v.cervicalis

Injuri umum yang dikaitkan dengan mekanisme kompresi vertical meliputi fraktur

Jefferson, burst fracture (disperse, axial loading), fraktur atlas, dan fraktur pillar.

a. Jefferson fracture (burst fracture of the ring of C1)

Fraktur ini disebabkan kekuatan kompresi downward yang ditransmisikan

sama besar melalui occipital condyles menuju permukaan artikular superior

dari C1 (Gambar 8).

b. Burst fracture pada vertebral body

Ketika kekuatan kompresi downward ditransmisikan pada vertebrae cervicalis

bagian bawah, body vertebra cervical dapat menonjol keluar (shatter

outward) dan menyebabkan burst fracture (Gambar 9). Fraktur ini melibatkan

disrupsi kolumna anterior dan medial, dengan derajad kerusakan yang

berbeda-beda.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur vertebrae menurut Lewis (2006) adalah sebagai

berikut:

a. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya

spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Edema

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada

daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

c. Ekimosis / Memar

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di

jaringan sekitarnya.

d. Spasme otot

Page 9: fraktur v.cervicalis

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.

paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.

g. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-baaian tulang digerakkan.

h. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan

pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

i. Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

Manifestasi klinis umum dari fraktur vertebrae cervicalis antara lain:

a. Palpasi prosesus spinosus nyeri leher posterior

b. Keterbatasan ROM pada leher akibat nyeri

c. Kelemahan, mati rasa, atau parestesis sepanjang nervus yang terkena

Selain manifestasi yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat tanda dan

gejala lain yang mungkin muncul. Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada

pemeriksaan fisik pasien dengan fraktur vertebrae yaitu sebagai berikut:

a. Shock spinal

Areflexia

Kehilangan tonus sfingter anal

Inkontinensia fecal

Priapismus

Kehilangan reflex bulbocavernosus

b. Shock neurogenik

Hipotensi

Bradikardia paradoksikal

Kulit perifer kering, merah, dan hangat

c. Disfungsi autonom

Page 10: fraktur v.cervicalis

Ileus

Retensi urine

Poikilothermia

E. Patofisiologi

Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah

kecelakaan mobil, kecelakaan motor, terjatuh dari ketinggian, cedera olah raga, dan

luka akibat tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera

servikal di bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical

atas adalah fraktur dan dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang

belakang cervical bawah termasuk fraktur dan dislokasi ruas tulang belakang C3-

C7. Ruas tulang belakang C5 merupakan vertebra cervicalis yang tersering

mengalami fraktur.

C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal

dan arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya.

Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio atlanto-

occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Di bagian bawah, tulang

ini berartikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat

berlangsungnya gerakan memutar kepala. Fraktur tunggal atau multiple pada cincin

C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis dapat menyebabkan ketidakmampuan

menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang otak. Cedera pada C1 dan C2

menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif.

Fraktur pada C3-C5 dapat menyebabkan kerusakan nervus frenikus

sehingga dapat terjadi hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot

interkostal yang dapat menyebabkan komplience paru menurun. Jika fraktur terjadi

pada C4-C7, dapat terjadi terjadi penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum

di posterior dan kompresi osteosif/material diskus dari anterior yang bisa

menyebabkan nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator kimia yang

menyebabkan kerusakan myelin dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik

motorik. Lesi pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus,

otot-otot abdominal, intak pada diafragma, otot  trapezius, dan sebagian pectoralis

mayor.

Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada

medulla spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturan keras

mengenai medulla spinalis. Pada fase ini, secara histologis medulla spinalis masih

Page 11: fraktur v.cervicalis

normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada

waktu cedera, terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Hal ini disebut cedera

neural primer. Di samping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis

progresif akibat cedera neural sekunder.

Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka

akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf

spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai oksigen ke

medulla spinalis atau akan terjadi ischemia pada jaringan tersebut. Karena terjadi

ischemia pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan

ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi

kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan

dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah

peningkatan level kalsium (Ca) pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan

pada endotel pembuluh darah yang dalam beberapa jam kemudian dapat

menimbulkan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal.

Peningkatan potassium (K) pada ekstraseluler mengakibatkan terjadinya

depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan

katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.

Di tingkat selular, adanya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai oksigen

dapat merangsang  pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai  terjadinya

ketidakseimbangan elektrolit dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat

mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel

mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.

F. Diagnosis

Evaluasi radiografi diindikasikan pada kondisi-kondisi sebagai berikut:

Pasien yang menunjukkan defisit neurologis konsisten dengan cord lesion

Pasien dengan gangguan sensori yang didapatkan dari cedera kepala atau

intoksikasi

Pasien yang mengeluh nyeri atau kekakuan pada leher

a. CT-scan

Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik pada komponen tulang

servikal dan sangat membantu terdapat fraktur akut. Akurasi pemeriksaan CT

Page 12: fraktur v.cervicalis

berkisar antara 72 -91 % dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi

dapat mencapai 96 % bila mengkombinasikan CT dengan myelografi.

b. MRI

MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah medula

spinalis, radiks saraf, dan tulang vertebra dapat divisualisasikan. Hasil

pemeriksaan ini tetap harus dihubungkan dengan riwayat perjalanan penyakit,

keluhan maupun pemeriksaan klinis.

c. Elektromiografi (EMG)

Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat

neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot dan artritis juga

mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari

iritasi/kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer,

membedakan adanya iritasi atau kompresi.

Metode untuk foto daerah cervical

1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus spinosus dan

bayangan trakea harus berada pada garis tengah. Diperlukan foto dengan mulut

terbuka untuk memperlihatkan C1 dan C2 (untuk fraktur massa lateral dan

odontoid).

2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cervical dan T1, jika tidak cedera

yang rendah akan terlewatkan. Hitung vertebra kalau perlu, periksa ulang

dengan sinar-X sementara menerapkan traksi ke bawah pada lengan. Kurva

lordotik harus diikuti dan menelusuri empat garis sejajar yang dibentuk oleh

bagian depan korpus vertebra, bagian belakang badan vertebra. Setiap

ketidakteraturan massa lateral dan dasar-dasar prosesus spinosus menunjukkan

suatu fraktur atau pergeseran. Ruang interspinosa yang terlalu lebar

menunjukkan luksasi anterior. Trakea dapat tergeser oleh hematoma jaringan

lunak.

3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak boleh

melebihi 4,5 mm (anak-anak) dan 3mm pada dewasa

4. Untuk menghindari terlewatnya dislokasi tanpa fraktur, diperlukan film lateral

pada posisi ekstensi dan fleksi.

5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra di

bawahnya dapat berarti klinis, yaitu dislokasi permukaan unilateral jika

pergeseran yang kurang dari setengah lebar korpus vertebra. Untuk hal ini

Page 13: fraktur v.cervicalis

diperlukan foto oblik untuk memperlihatkan sisi yang terkena. Pergeseran yang

lebih dari setengah lebar korpus vertebra tersebut menunjukkan dislokasi

bilateral.

6. Lesi yang tidak jelas perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan CT scan.

G. Penatalaksanaan

Setelah diagnosis ditegakkan, di samping kemungkinan pemeriksaan cedera

lain yang menyertai, misalnya trauma kepala atau trauma thoraks, maka

pengelolaan patah tulang belakang tanpa gangguan neurologik bergantung pada

stabilitasnya. Pada tipe yang stabil atau tidak stabil temporer, dilakukan imobilisasi

dengan gips atau alat penguat. Pada patah tulang belakang dengan gangguan

neurologik komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk stabilisasi patah

tulangnya untuk memudahkan perawatan atau untuk dapat dilakukan mobilisasi dini.

Mobilisasi dini merupakan syarat penting sehingga penyulit yang timbul pada

kelumpuhan akibat cedera tulang belakang seperti infeksi saluran nafas, infeksi

saluran kencing atau dekubitus dapat dicegah. Pembedahan juga dilakukan dengan

tujuan dekompresi yaitu melakukan reposisi untuk menghilangkan penyebab yang

menekan medula spinalis, dengan harapan dapat mengembalikan fungsi medula

spinalis yang terganggu akibat penekanan tersebut. Dekompresi paling baik

dilaksanakan dalam waktu enam jam pascatrauma untuk mencegah kerusakan

medula spinalis yang permanen. Tidak boleh dilakukan dekompresi dengan cara

laminektomi, karena akan menambah instabilitas tulang belakang.

Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha

mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder, yaitu

dengan dilakukannya imobilisasi di tempat kejadian dengan memanfaatkan alas

yang keras. Pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu

atau sarana apapun yang beralas keras. Hal ini dilakukan pada semua penderita

yang dicurigai berdasarkan jenis kecelakaan, penderita yang merasa nyeri di

daerah tulang belakang, terutama bila terdapat kelemahan pada ekstremitas yang

disertai mati rasa. Selain itu harus selalu diperhatikan jalan napas dan sirkulasi. Bila

dicurigai cedera di daerah servikal, harus diusahakan agar kepala tidak menunduk

dan tetap di tengah dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan kain untuk

menyangga leher pada saat pengangkutan.

Setelah semua langkah tersebut dipenuhi, baru dilakukan pemeriksaan fisik

dan neurologik yang lebih cermat. Pemeriksaan penunjang seperti radiologik dapat

Page 14: fraktur v.cervicalis

dilakukan. Pada umumnya terjadi paralisis usus selama dua sampai enam hari

akibat hematom retroperitoneal sehingga memerlukan pemasangan pipa lambung

(NGT). Pemasangan kateter tetap pada fase awal bertujuan mencegah terjadinya

pengembangan kandung kemih yang berlebihan, yang lumpuh akibat syok spinal.

Selain itu pemasangan kateter juga berguna untuk memantau produksi urin, serta

mencegah terjadinya dekubitus karena menjamin kulit tetap kering.

Terapi pada cidera medula spinalis terutama ditujukanuntuk meningkatkan

dan memperhatikan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien

dengan cidera medula spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali

normal. Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72

jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis

tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila  fungsi

sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan

adalah lebih dari 50%.

Metilpredinsolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk

cedera medula spinalis traumatika. Metilprednisolon menurunkan inflamasi dengan

menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan mengembalikan permeabilitas

kapiler yang sebelumnya mengalami peningkatan. Namun, penggunaannya sebagai

terapi utama cidera medula spinalis traumatik masih dikritisi banyak pihak dan

belum digunakan sebagai standart terapi. Metilpredinsolon dosis tinggi merupakan

satu satu terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinis tahap 3 sehingga

dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika.

Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan

pasien cidera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupulasi dan blader training pada

pasien ini  dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah

mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan

memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan central cord syndrome/CSS

biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik

sehingga dapat berjalan dengan bantuan apapun ataupun tidak.

Terapi Okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki

fungsi ektermitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sdehari hari/

activiting of dayli living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal

mungkin.

Page 15: fraktur v.cervicalis

Penatalaksanaan Operatif

Tujuan dari penanganan operasi adalah untuk mereeduksi mal alignment,

dekompresi elemen neural dan mengembalikan stabilitas spinal. Macam tindakan

yang dilakukan dapat berupa operasi anterior dan posterior

Anterior approach, indikasi:

- ventral kompresi

- kerusakan anterior collum

- kemahiran neuro surgeon

Posterior approach, indikasi:

- dorsal kompresi pada struktur neural

- kerusakan posterior collum

Penggunaan Cervical Collar

Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher.

Kolar kaku/ keras memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan

kolar lunak (soft collars), kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar

lunak yaitu memberikan kenyamanan yang lebih pada pasien. Salah satu studi

menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien untuk menggunakan kolar berkisar

68-72%. Penggunaan kolar sebaiknya selama mungkin sepanjang hari. Setelah

gejala membaik, kolar dapat digunakan hanya pada keadaan khusus, seperti saat

menyetir kendaraan dan dapat tidak digunakan lagi bila gejala sudah menghilang.

Sangat sulit untuk menyatakan waktu yang tepat kolar tidak perlu digunakan lagi,

namun hilangnya rasa nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik

dapat dijadikan sebagai petunjuk.

Modalitas Terapi Lain

Termoterapi dapat digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri.

Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk

relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1 sampai 4 kali

sehari, atau kompres panas/pemanasan selama 30 menit, 2 sampai 3 kali sehari

jika dengan kompres dingin/pendinginan tidak efektif. Pilihan antara modalitas

panas atau dingin sangat pragmatik tergantung pada persepsi pasien terhadap

pengurangan nyeri.

Traksi leher merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan meskipun

efektifitasnya belum dibuktikan dan dapat menimbulkan komplikasi sendi

Page 16: fraktur v.cervicalis

temporomandibular. Ada beberapa jenis traksi, namun yang dapat dilakukan di

rumah adalah door traction. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit

dan dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu.

Setelah keluhan nyeri hilang, traksi masih dapat dianjurkan. Traksi

dikontraindikasikan pada pasien dengan spondilosis berat dengan mielopati dan

adanya arthritis dengan subluksasi atlanto-aksial. Latihan yang menggerakan leher

maupun merangsang nyeri sebaiknya dihindari pada fase akut. Saat nyeri hilang

latihan penguatan otot leher isometrik lebih dianjurkan.

Penggunaan terapi farmakologik dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan

mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf (meskipun inflamasi

sebenarnya tidak pernah dapat dibuktikan di radiks saraf maupun diskus). Jika

gejala membaik dengan berbagai modalitas terapi di atas, aktivitas dapat secara

progresif ditingkatkan dan terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada

perbaikan atau justru mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang

lebih jauh termasuk pemeriksaan MRI dan dipertimbangkan dilakukan intervensi

seperti pemberian steroid epidural maupun terapi operatif. Tidak ada patokan

sampai berapa lama terapi non-operatif dilanjutkan sebelum tindakan operatif.

Defisit neurologis pada herniasi diskus daerah lumbal yang cukup besar dilaporkan

bisa terjadi perbaikan tanpa operasi. Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi

diskus di servikal.

H. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain

1. Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik desending pada

medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan

kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi

penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.

2. Syok spinal

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah

terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak

seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.

Page 17: fraktur v.cervicalis

3. Hipoventilasi

Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari

cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau

torakal atas.

4. Hiperfleksia autonomic

Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,

bradikardi dan hipertensi.

Page 18: fraktur v.cervicalis

I. Pathway Trauma mengenai tulang belakang (vertebrae): kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, terjatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, luka tembak

Fraktur cervicalis

Diskontinuitas tulang

Pergeseran fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar

Laserasi kulit Spasme otot

Deformitas Nyeri akut

Kerusakan integritas kulit

Open fraktur

Perdarahan hebat

Putus vena/arteri

Shock hipovolemik

Defisit volume cairan

Kerusakan struktural

Gangguan saraf spinal dan pembuluh darah sekitar

Suplai oksigen terhambat

Iskemia jaringan

Pelepasan vasoactive agent dan cellular enzyme

Konstriksi kapiler pada grey rima

Ca intrasel ↑

Kerusakan endotel

Kerusakan mitokondria

Pelepasan superoxide

Apoptosisi sel

Hipoksia

Pelepasan katekolamin

Perdarahan dan nekrosisi sel

Reaksi inflamasi

Pelepasan mediator kimia: histamine,

bradikinin, prostaglandin

Peningkatan permeabilitas kapiler

Edema

Page 19: fraktur v.cervicalis

Fraktur multiple C1

Kerusakan pada articulasio atlanto-occipitalis

Ketidakmampuan menggerakkan kepala

Kerusakan batang otak

Cedera C1-C2

Ventilasi spontan tidak efektif

Ketidakefektifan ventilasi spontan

Fraktur C3-C5

Kerusakan nervus frenikus

Hilangnya inervasi otot asesori pernapasan dan

otot interkostal

Compliance paru menurun

Fraktur C4-C7

Penjepitan medulla spinalis oleh

ligamentum flavum

Kerusakan myelin dan akson

Gangguan sensorik motorik

Fraktur C5-C7

Gangguan pada intercostals, parasternal, otot-otot

abdominal, diafragma, otot trapezius, dan sebagian

perctoris mayor

Kelumpuhan

Kerusakan mobilitas fisik

Page 20: fraktur v.cervicalis

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:

a) Aktifitas dan istirahat: kelumpuhan otot, terjadi kelemahan selama syok

spinal

b) Sirkulasi: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,

Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat

c) Eliminasi: inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi

perut, peristaltik hilang

d) Integritas ego: menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,

gelisah dan menarik diri

e) Pola makan: mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

f) Pola kebersihan diri: sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

g) Neurosensori: kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis

flasid, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,

perubahan reaksi pupil

h) Nyeri/kenyamanan: nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah

trauma, dan mengalami deformitas pada daerah trauma

i) Pernapasan: napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

j) Keamanan: suhu yang naik turun

(Carpenito (2000), Doenges at al (2000))

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin kita muncul pada pasien dengan fraktur

servikal diantaranya :

1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma

2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan

3) Nyeri berhubungan dengan adanya cedera, terputusnya kontinuitas jaringan

tulang

4) Gangguan eliminasi alvi/konstipasi berhubungan dengan gangguan

persarafan pada usus dan rektum.

5) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat

perkemihan.

Page 21: fraktur v.cervicalis

C. Rencana Keperawatan

Dignosa: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas efektif

Kriteria hasil:

ventilasi adekuat

PaCo2<45

PaO2>80

RR 16-20x/ menit

Tanda-tanda sianosis (-)

Intervensi keperawatan :

1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.

Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk

mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik

sekret.

Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan

sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.

3. Kaji fungsi pernapasan.

Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan

secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.

4. Auskultasi suara napas.

Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret

yang berakibat pnemonia.

5. Observasi warna kulit.

Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan

tindakan segera

6. Kaji distensi perut dan spasme otot.

Rasional: kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan

diafragma

7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret

sebagai ekspektoran.

8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan.

Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus

untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.

Page 22: fraktur v.cervicalis

9. Pantau analisa gas darah.

Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai

contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat.

Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.

11. Lakukan fisioterapi nafas.

Rasional : mencegah sekret tertahan pada jalan napas.

Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan adanya cedera, terputusnya kontinuitas

jaringan tulang

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri berkurang

Kriteria hasil: klien melaporkan rasa nyerinya berkurang, wajah tampak lebih rileks,

TTV dalam battas normal

Intervensi keperawatan :

1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.

Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.

Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi

kandung kemih dan berbaring lama.

3. Berikan tindakan kenyamanan.

Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.

4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.

Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.

Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan

dan meningkatkan istirahat

Diagnosa: Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat

perkemihan.

Tujuan perawatan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola

eliminasi kembali normal.

Kriteria hasil :

Produksi urine 50cc/jam

Keluhan eliminasi urin tidak ada

Page 23: fraktur v.cervicalis

Intervensi keperawatan:

1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.

Rasional : mengetahui fungsi ginjal

2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.

3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.

4. Pasang dower kateter.

Rasional membantu proses pengeluaran urine.

Diagnosa: Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan

persarafan pada usus dan rektum.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien tidak

menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi.

Kriteria hasil : pasien bisa BAB secara teratur, abdomen soefl, distensi (-)

Intervensi keperawatan :

1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.

Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.

2. Observasi adanya distensi perut.

3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.

Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat

trauma dan stress.

4. Berikan diet seimbang TKTP cair

Rasional : meningkatkan konsistensi feces

5. Berikan obat pencahar sesuai program.

Rasional: merangsang kerja usus

Diagnosa: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan

Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan gangguan mobilisasi bisa

diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.

Kriteria hasil :

Tidak ada konstraktur

Kekuatan otot meningkat

Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahap

Intervensi keperawatan :

1. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Page 24: fraktur v.cervicalis

Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum

2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan.

Rasional memberikan rasa aman

3. Lakukan log rolling.

Rasional : membantu ROM secara pasif

4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.

Rasional mencegah footdrop

5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.

Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik

6. Inspeksi kulit setiap hari.

Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan

integritas kulit.

7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.

Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan

dengan spastisitas.

Page 25: fraktur v.cervicalis

DAFTAR PUSTAKA

Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-

unipdu.web.id.

Davenport, Moira. 2013. Cervical Spine Fracture.

http://emedicine.medscape.com/article/824380-overview

http://www.innerbody.com/anatomy/skeletal/cervical-vertebrae-lateral#full-

description

Larrie, Parker. 2013. Cervical Spine Fractures.

http://www.hughston.com/hha/a.cspine.htm

Sika.2010.Asuhan Keperawatan dengan Pasien Fraktur Servikalis.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology

Windsor, RE. 2013. Cervical Spine Anatomy.

http://emedicine.medscape.com/article/1948797-overview#showall

Yip, Kevin .2010. Cervical Spine Trauma: Dislocation and Subluxation.

http://indonesian.orthopaedicclinic.com.sg/