Fraktur Kompresi Vertebra
-
Upload
affannul-hakim -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of Fraktur Kompresi Vertebra
TINJAUAN PUSTAKA FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA
DEFINISI
Fraktur kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan vertebra dalam
menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma.Pada osteoporosis, fraktur
kompresi dapat terjadi gerakan yang sederhana, seperti terjatuh pada kamar mandi, bersin atau
mengangkat beban yang berat.
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti pada
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
2.Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan oleh adanya beban
yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot, contohnya seperti pada olahragawan yang
menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya.
3.Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis, penderita tumor dan infeksi.
JENIS FRAKTUR PADA VERTEBRA
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang
diikat oleh ligamen didepan dan dibelakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang
mempunyai daya absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibilitas dan
elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat, sehingga sejak
awal pertolongan pertama dan transportasi kerumah sakit penderita harus secara hati-hati. Trauma
pada tulang belakang dapat mengenai :
1. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset.
2. Tulang belakang sendiri
3. Sum-sum tulang belakang.
Mekanisme trauma pada tulang belakang
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada verttebra. Vertebra
mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan
ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil
dan dapat terjadi subluksasi.
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi. Terdapat strain dari
ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan ke
depan/dislokasi vertebra diatasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3. Kompresi vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi
aksial. Nukleus piulposus akan memecahakan permukaan serta badan vertebra secara vertikal.
Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah
(pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil.
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini
sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra torakolumbal. Ligamen anterior
dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Frkatur ini
biasanya bersifat stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan fraktur pada
komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra dan sendi faset.
KOSEKUENSI DAN GEJALA
Pada sebagian besar kasus, pasien tidak menceritakan adanya trauma yang signifikan,
meskipun mereka kadang-kadang menjelaskan aktifitas yang meningkatkan tarikan pada tulang
belakang, seperti mengangkat jendela, mengangkat anak kecil dari tempat tidur, atau gerakan
melenturkan badan secara berlebihan. Trauma dengan energi yang besar biasanya ditemukan pada
pasien berusia muda, terutama pada laki-laki dengan densitas tulang yang normal.
Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada saat fraktur terasa nyeri,
biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi fraktur. Jarang sekali menyebabkan
kompresi pada medulla spinalis, tampilan klinis menunjukkan mielopatik fraktur dengan tanda dan
gejala nyeri radikuller yang nyata. Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh banyak gerak, dan
pasien biasanya merasa lebih nyaman dengan beristirahat.
Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala nyeri tulang belakang
ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur tubuh karena terjadinya kiposis dan
skoliosis. Pasien juga menunjukkan gejala-gejala pada abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa
cepat kenyang, anoreksia dan penurunan berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi
akibat berkurangnya kapasitas paru.
Konsekuensi Fraktur Kompresi vertebra
Apakah fraktur kompresi vertebra menunjukkan gejala atau tidak, komplikasi jangka
panjangnya sangat penting. Konsekuensinya dapat dikategorikan sebagai biomekanik, fungsional,
dan psikologis.
1. Biomekanik
Nyeri tulang belakang persisten dalam kaitannya dengan factor-faktor mekanik dan kelemahan
otot akibat terjadinya kiphosis.
Gejala-gejala pada abdomen, kiphosis progresif, terutama dengan fraktur kompresi multiple,
menyebabkan pemendekan tulang belakang thorak sehingga menyebabkan penekanan pada
abdomen, dimana dapat menyebabkan gejala gastrointestinal seperti rasa cepat kenyang dan
tekanan abdomen. Pada beberapa pasien yang mengalami pemendekan segmen torakolumbal yang
signifikan, costa bagian terbawah akan bersandar pada pevis, menyebabkan terjadinya abdominal
discomfort. Gejala-gejala pada gangguan abdomen dapat berupa anoreksia yang dapat
mengikibatkan penurunan berat badan, terutama pada pasien yang berusia lanjut.
Konsekuensi pada paru akibat adanya fraktur kompresi pada vertebra dan kyposis umumnya
ditandai dengan penyakit paru restriktif dengan penurunan kapasitas vital paru. Dalam persamaan,
setiap fraktur menurunkan kapasitas vital 9%. Meningkatkan resiko terjadinya fraktur. Karena
terjadinya kyposis, maka beban berlebih akan ditopang oleh tulang disekitarnya, ditambah lagi
dengan adanya osteoporosis semakin meningkatkan resiko terjadinya fraktur. Adanya satu atau
lebih vertebra mengalami fraktur kompresi semakin meningkatkan adanya fraktur tambahan lima
kali lipat dalam satu tahun.
2. Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih rendah dalam performa
fungsional dibandingkan dengan control, lebih banyak membutuhkan pembantu, pengalaman lebih
sering mengalami sakit saat bekerja, dan mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-
hari. Penelitian terbaru pada pasien-pasien ini memiliki nilai yang rendah pada indeks kulalitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan berdasarkan fungi fisik, status emosi, gejala klinis dan
keseluruhan performa fungsional.
Oleh karena itu, banyak pasien yang mengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak
aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut jatuh
sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan
mengakibatkan semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
3. Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 4-0% pada pasien yang menderita fraktur kompresi vertebra,
akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh, detorientasi dalam kemampuan untuk merawat diri
sendiri, dan akibat bedrest yang lama. Pasien yang mengalami depresi biasanya yang mengalami
lebih dari satu fraktur dan akan menjadi cepat tua dan terisolasi secara sosial.
PRINSIP PENATALAKSANAAN FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA
1. Nyeri akut fraktur kompresi vertebra
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada pasien dengan
akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan pembatasan bedrest,
penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik.
a. Menghindari bedrest yang terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan kehilangan densitas
tulang, deconditioning, thrombosis, pneumonia, ulkus dekubitus, disorientasi dan depresi.
b. Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai terapi awal untuk
menghindari dari beddrest yang terlalu lama.
c. Calcitonin, diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai efek analgetik pada
fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien dengan nyeri tulang akibat
metastasis.
d. Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut non operatif. Ortose
membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu penyembuhan dengan menstabilkan tulang
belakang. Dengan mengistirahatkan pada posisi fleksi, maka akan mengurangi takanan pada
kolumna anterior dan rangka tulang belakang.
Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat digunakan untuk dua sampai tiga bulan.
Terdapat beberapa tipe ortose yang tersedia untuk pengobatan.
e. Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang belakang kedalam vertebra
yang mengalami kompresi dengan bimbingan fluoroscopy atau computed tomography. Kemudian
diinjeksikan Methylmethacrylate kedalam tulang yang mengalami kompresi. Prosedur ini dapat
menstabilkan fraktur dan megurangi rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien. Tetapi
prosedur ini tidak dapat memperbaiki deformitas yang terjadi pada tulang belakang.
f. Kypoplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan tampon kedalam tulang yang
mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan membentuk suatu kavitas pada tulang vertebra.
Kemudian kavitas tersebut diisi dengan campuran methylmetacrylate dibawah tekanan rendah.
2. Penatalaksanaan nyeri kronis
Nyeri kronis umumnya biasa dialami oleh pasien dengan multipel fraktur, penurun tinggi
badan, dan kehilangan densitas tulang. Pada pasien-pasien ini, sangat dianjurkan untuk tetap aktif
melakukan pelemasan otot dan program peregangan, seperti program yang berdampak ringan
seperti berjalan dan berenang. Sebagai tambahan obat penghilang rasa sakit, pemeriksaan
nonfarmakologis seperti stimulasi saraf listrik transkutaneus, aplikasi panas dan dingin, atau
penggunaan bracing, dapat menghilangkan rasa sakit sementara. Aspek psikologis dari rasa nyeri
yang kronis dan kehilangan fungsi fisiologis harus diterangkan dalam konseling, jika perlu, dapat
diberikan antidepresan.
3. Pencegahan fraktur tambahan
a. Sebagian besar pasien dengan fraktur akibat osteoporosis akut harus diberikan terapi osteoporosis
secara agresif.
b. Pemeriksaan bone densitometry sebaiknya dilakukan pada pasien dengan frkatur kompresi dan
sebelumnya diguga mengalami kehilangan massa tulang.
c. National Osteoporosis Foundation menganjurkan semua wanita yang mengalami fraktur spiral
dan densitas mineral tulang dengan T-score kurang dari 15 harus diberikan terapi seperti
osteoporosis.
d. Diet suplemen vitamin D dan kalsium harus optimal. Bisphosponates (alendronate, risendronate)
mengurangi insidensi terjadinya fraktur vertebra baru sampai lebih dari 50%.
e. Raloxifene, merupakan modulator estrogen selektif, menunjukkan dapat mengurangi terjadi
fraktur vertebra 65% pada tahun pertama dan sekitar 50% pada tahun ketiga.
f. Kalsitonin menunjukkan penurunan resiko terjadinya fraktur vertebra baru sekitar 1 dari 3 wanita
yang mengalmi fraktur vetebra.
g. Teriparatide (fortoe), merupakan preparat hormon paratiroid rekombinan diberikan secara
subkutan. Obat ini juga menunjukkan rendahnya resiko trjadinya fraktur vertebra dan
meningkatkan densitas tulang pada wanita postmenopause dengan osteoporosis. Obat ini bekerja
pada osteoblast untuk menstimulasi pembentukan tulang baru.