FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et...
-
Upload
phungthuan -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et...
FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN
FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Flakes
Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
M.Mifthah Faridh Chairil
NIM I14100127
ABSTRAK
M.MIFTHAH FARIDH CHAIRIL. Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut
dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri. Dibimbing oleh LILIK
KUSTIYAH
Prevalensi anemia pada remaja putri meningkat dari 6.9% (2008) menjadi
18.4% (2013). Tujuan dari penelitian ini adalah formulasi flakes yang dibuat dari
pati garut, isolat protein kedelai, dan tepung tapioka, dengan bahan tambahan
taburia (multivitamin dan mineral), gula, garam, air, margarin dan coklat. Flakes
dengan substitusi 10% isolat protein kedelai lebih diterima secara organoleptik
daripada 20% dan 30% substitusi isolat protein kedelai. Lalu, dilakukan fortifikasi
taburia pada formula terpilih, fortifikasi 50% AKG zat besi dipilih berdasarkan
berbagai pertimbangan daripada flakes dengan fortifikasi 25% AKG zat besi.
Penambahan rasa coklat meningkatkan penerimaan pada flakes. Flakes dengan
coklat memiliki sifat fisik yang lebih baik, tetapi memiliki kandungan gizi yang
lebih rendah daripada flakes tanpa coklat. Kontribusi protein dan zat besi terhadap
AKG remaja putri pada flakes dengan coklat masing-masing 5.14 – 6.02% dan
39.46%; sedangkan tanpa coklat masing- masing 5.82 – 6.80% dan 68.92%.
Kesimpulan: flakes dengan coklat lebih baik dari segi penerimaan, tetapi lebih
rendah dari segi kandungan gizi dari flakes tanpa penambahan coklat.
Kata kunci: flakes, fortifikasi, isolat protein kedelai, pati garut, taburia
ABSTRACT
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL. Formulation Flakes of Arrowroot
Starch with Fortification of Iron (Fe) for Adolescent Girl. Supervisied by
LILIK KUSTIYAH
Prevalence of anemia among adolescence girls have been increased
dramatically, i.e 6.9% (2008) become 18.4% (2013). The aim of this study was
formulation of flakes made from arrowroot starch, soy protein isolate, and tapioca
starch, then was added with taburia (consist of multivitamin and minerals), sugar,
salt, water, butter and chocolate. Flakes made of 10% soy protein isolate was the
most acceptable organoleptically than 20 and 30% soy protein isolate substitution.
Then, taburia fortification was applied to this formula, 50 % RDA of iron
fortification was more reasonable to be selected than 25% one according to
contribution of iron. Addition of chocolate flavor resulted in improving
acceptability of flakes. Flakes with chocolate flavor has better physical properties,
but nutrients content were lower than without chocolate. Contribution to RDA of
protein and iron of adolescence of flakes with chocolate flavor were 5.14 – 6.02%
and 39.46%; and without chocolate flavor were 5.82 – 6.80% and 68.92%,
respectively. Conclusion: flakes with chocolate has better of acceptability, but
lower in nutrients content than without it.
Keywords: arrowrootstarch, flakes, fortification, soy protein isolate, taburia
iv
.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN
FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
Judul Skripsi : Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Besi
(Fe) untuk Remaja Putri
Nama : M. Mifthah Faridh Chairil
NIM : I14100127
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Dr Ir Lilik Kustiyah, M.Si
Pembimbing
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
pengembangan produk, dengan judul Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut
dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan
dalam penulisan karya ilmiah ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan
penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk
kesempurnaan karya ilmiah ini.
3. Kedua orangtua tercinta (Chairil Nurdin dan Endrawati), kakak dan adik
tersayang (M.Ramadhani Akbar dan M. Ardiansyah), serta seluruh keluarga
atas kasih sayang, doa, nasihat, dukungan, semangat, dan pengertian sehingga
penulis dapat terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik
mungkin.
4. Pak Mashudi, Pak Junaedi, Ibu Antin, dan Ibu Lira atas bantuannya dalam
proses penelitian.
5. Kepala sekolah, para pengajar dan siswi SMA Labschool Kornita IPB yang
telah membantu penulis dalam melakukan uji organoleptik flakes.
6. Sahabat-sahabat tersayang yang telah memberikan bantuan dan motivasinya :
Widia Nurfauziah, Yoesniasani Dwi Meisya, Iqbar Mahendra Saputra,
Irmawati Ramadhania, Cahyuning Isnaini, dan M. Taufik Hidayat.
7. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu penulis dalam melakukan
penelitian: Almira, Nandika, Gita, Kadek, Maryam, Wilda, Novia, April.
8. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 47 seperjuangan yang penuh semangat, serta
warga gizi lainnya dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
M. Mifthah Faridh Chairil
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 2
Manfaat ................................................................................................................ 3
METODE ................................................................................................................ 3
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 3
Bahan dan Alat .................................................................................................... 3
Tahapan Penelitian .............................................................................................. 4
Rancangan Percobaan .......................................................................................... 8
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................. 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Formulasi Flakes ................................................................................................. 9
Pembuatan Flakes .............................................................................................. 10
Uji Organoleptik Flakes .................................................................................... 11
Sifat Fisik Flakes Terpilih ................................................................................. 17
Kandungan Gizi Flakes Terpilih ....................................................................... 19
Kandungan Gizi per Takaran Saji ..................................................................... 23
Kontribusi Terhadap AKG Remaja Putri (13-18 Tahun) .................................. 24
Estimasi Harga Flakes per Takaran Saji ........................................................... 24
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 25
Simpulan ............................................................................................................ 25
Saran .................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26
LAMPIRAN .......................................................................................................... 30
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 46
vi
DAFTAR TABEL
1 Formula flakes (Amalia 2013) ............................................................................. 5 2 Formula flakes pati garut dan isolat protein kedelai ............................................ 5 3 Jumlah taburia yang ditambahkan per serving size pada setiap taraf ................ 11
4 Nilai modus hasil uji hedonik tahap pertama .................................................... 12 5 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes ..................................... 13 6 Nilai modus hasil uji hedonik tahap kedua ........................................................ 14 7 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes ..................................... 15 8 Nilai modus hasil uji mutu hedonik tahap kedua .............................................. 15
9 Sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat .................................... 18 10 Kandungan gizi flakes (bb) dengan dan tanpa penambahan coklat ................. 20 11 Daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe produk flakes terpilih .................. 22
12 Kandungan gizi flakes dalam satu takaran saji ................................................ 23 13 Kontribusi energi dan zat gizi flakes terhadap AKG remaja putri .................. 24 14 Estimasi harga flakes per takaan saji (35 gram) .............................................. 25
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian 4
2 Proses pembuatan flakes 6 3 Produk flakes terpilih 13 4 Produk flakes terpilih akhir 16
5 Produk flakes dengan penambahan coklat 17 6 Proses uji organoleptik tahap 3 17
7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36
8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2 17
9 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3 38
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap pertama .............................................. 30
2 Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving size flakes .................... 30 3 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap kedua .................................................. 31 4 Kuesioner uji organoleptik pada remaja putri ................................................... 32 5 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi ................................................ 33 6 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 1 .......................................... 39
7 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis ........................................ 40 8 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 2 .......................................... 41
9 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis ........................................ 42 10 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik organoleptik tahap 2 ................................ 43
11 Hasil uji beda sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat ............. 44 12 Hasil uji beda kandungan gizi flakes dengan dan tanpa penambahan
coklat .............................................................................................................. 45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Oleh karena itu setiap
individu diharapkan dapat menjaga kesehatan yang merupakan modal utama agar
hidup produktif, bahagia dan sejahtera. Saat ini, pemasalahan gizi yang dihadapi
Indonesia adalah masalah gizi ganda yang dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup
dan pola makan. Masalah gizi tersebut diantaranya adalah Kurang Energi Protein
(KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) serta masalah gizi
lebih seperti kelebihan berat badan dan obesitas.
Masalah gizi mikro merupakan masalah gizi yang masih dihadapi oleh
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Menurut data WHO (2006),
Indonesia masih menghadapi masalah gizi berupa defisiensi zat besi dan vitamin A
yang tinggi. Menurut Akhtar et al. (2013), anemia gizi besi (AGB) merupakan
masalah gizi mikro dengan prevalensi tertinggi di dunia yang memengaruhi hampir
semua kelompok usia, jenis kelamin dan kondisi fisiologis. Kelompok yang paling
rentan terjadinya AGB adalah anak usia pra sekolah, gadis remaja, ibu hamil dan
menyusui.
Menurut Depkes (2008), prevalensi anemia pada remaja di Indonesia
dengan kisaran umur 16-24 tahun adalah sebanyak 6.9 %. Prevalensi tersebut
meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 18.4% (Riskesdas 2013). Prevalensi
anemia yang cukup tinggi pada remaja putri ini karena pada masa remaja terjadi
pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Kebutuhan zat besi juga akan meningkat
pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya menstruasi. Anemia gizi besi
disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan
hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat
gizi tersebut adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan sebagai
katalisator dalam sintesis heme di dalam molekul hemoglobin, vitamin C yang
memengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jaringan tubuh,
dan vitamin E yang memengaruhi stabilitas membran sel (Almatsier 2003).
Menurut Depkes (1998), anemia gizi besi pada remaja putri dapat
menimbulkan berbagai dampak, antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga
mudah terkena penyakit, menurunnya aktivitas dan prestasi belajar, disamping itu
remaja putri yang menderita anemia kebugarannya juga menurun, sehingga dapat
menghambat prestasi olahraga dan produktivitasnya. Anak-anak usia pra sekolah
yang mengalami anemia gizi besi pada masa bayi menunjukkan pengaruh negatif
seperti perilaku yang lebih pasif, lebih suka menyendiri dalam situasi asing, serta
menunda kepuasan hidupnya (Chang et al. 2011).
Program yang sudah dilakukan untuk mengurangi masalah anemia gizi besi
di Indonesia pada remaja baru berupa program pendidikan gizi. Strategi yang jauh
lebih efektif adalah pembuatan produk pangan dengan fortifikasi multivitamin dan
mineral. Fortifikasi merupakan salah satu strategi untuk memperbaiki gizi
masyarakat khususnya remaja dengan biaya yang relatif murah. Menurut Phu et al.
(2010), makanan lokal yang diperkaya oleh zat besi dan mikronutrien dapat
menurunkan anemia, meningkatkan status besi bayi, mencegah kehilangan besi
2
pada anak usia 6-12 bulan di negara berkembang. Pada penelitian ini, digunakan
multivitamin dan mineral dengan merek Taburia. Suplemen Taburia atau sprinkle
adalah bubuk multivitamin dan mineral yang dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral pada masa
perkembangan anak balita.
Informasi yang dibutuhkan dalam membuat program fortifikasi pangan
adalah bahan pangan dasar yang difortifikasi dan fortifikan, bioavailabilitas,
kecukupan zat gizi dan keamanan pangan, pengaruh fortifikan pada stabilitas dan
sensorik (Allen 2006), maka dipilihlah umbi garut sebagai bahan dasar dalam
pembuatan suatu produk pangan. Ketersediaan umbi garut cukup banyak dilihat
dari kapasitas produksi rata-rata sebesar 8 ton/hektar atau 3.080 ton sekali panen,
sedangkan kapasitas produksi garut berupa umbi sebesar 360 ton/tahun, tepung
garut 72 ton/tahun dan emping garut 36 ton/tahun (BPS 2003). Penggunaan umbi
garut ini dimaksudkan untuk mendapatkan bahan pangan alternatif karbohidrat
yang murah, berlimpah dan belum optimal pemanfaatannya di masyarakat. Pati
garut merupakan salah satu olahan utama umbi garut yang memiliki karbohidrat
alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi, pati garut memiliki
kandungan lemak dan protein yang rendah serta kandungan fosfor dan zat besi yang
lebih tinggi dibandingkan tepung terigu (Jyothi et al. 2009). Oleh karena itu, perlu
adanya penambahan sumber protein, misalnya isolat protein kedelai (IPK). Pada
penelitian ini, bahan pangan yang digunakan adalah isolat protein kedelai (IPK).
Isolat protein kedelai adalah bentuk protein yang paling murni karena
minimal mengandung 90% protein berdasarkan berat kering (Astawan 2009). IPK
baik sekali digunakan dalam formulasi makanan karena dapat berfungsi sebagai
pengikat dan pengemulsi. Selain itu, IPK dapat berfungsi sebagai zat aditif yang
berfungsi untuk memperbaiki penampakan, tekstur, serta flavour produk (Koswara
1995).
Usaha yang dapat dilakukan dan mudah diterima dalam menanggulangi
masalah anemia melalui penyediaan snack yang memang sering dikonsumsi oleh
semua golongan umur, terutama remaja putri. Remaja di Amerika Serikat sebanyak
87-88% yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari
dengan kontribusi energi dari makanan ringan (snack) adalah sekitar 20-25% setiap
hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri lebih sering ngemil
dibandingkan pria (Savige et al. 2007).
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk membuat
snack berupa flakes yang memadai sebagai sumber protein serta multivitamin dan
mineral. Oleh karena itu, penting dilakukan pengembangan produk snack (flakes)
sebagai sumber energi, protein, dan zat besi dengan bahan dasar umbi garut dan
isolat protein kedelai dengan fortifikasi multivitamin dan mineral untuk remaja
putri.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes berbasis pati
garut dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk remaja putri.
3
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Membuat formula flakes dengan bahan dasar pati garut dengan menambahkan
isolat protein kedelai sebagai sumber protein.
2. Uji organoleptik terhadap produk flakes untuk mendapatkan formula terbaik.
3. Membuat produk flakes berbahan dasar pati garut dan isolat protein kedelai
dengan fortifikasi zat besi (Fe) berbagai taraf pada formula terbaik.
4. Uji organoleptik terhadap produk flakes dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk
mendapatkan formula terbaik.
5. Menganalisis sifat fisik dan kandungan gizi (proksimat) produk terpilih flakes
berbasis pati garut dan isolat protein kedelai dengan fortifikasi zat besi (Fe).
6. Menganalisis bioavailabilitas mineral Fe dan daya cerna protein pada produk
terbaik flakes berbasis pati garut dan isolat protein kedelai dengan fortifikasi zat
besi (Fe).
7. Menghitung kontribusi zat gizi dan estimasi harga per takaran saji flakes tehadap
Angka Kecukupan Gizi (AKG) remaja putri.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif solusi untuk
menanggulangi permasalahan gizi di Indonesia, khususnya anemia pada remaja
putri. Selain itu, diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi positif
terhadap masyarakat, pemerintah, dan perusahaan yang bergerak di bidang industri
pangan agar dapat menyediakan produk sesuai dengan permasalahan gizi yang ada.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dimulai dari bulan Maret
2014 sampai Juni 2014. Pembuatan flakes, uji organoleptik, analisis fisik dan
kandungan gizi serta uji organoleptik pada remaja putri masing-masing dilakukan
di Laboratorium Kimia Pangan dan SEAFAST, FATETA, IPB, Laboratorium
Organoleptik dan Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Departemen Gizi
Masyarakat , FEMA, IPB dan SMA Labschool Kornita IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.
Bahan utama adalah pati garut dan isolat protein kedelai. Pati garut yang digunakan
merupakan pati garut yang diperoleh dari sentra produksi tepung dan pati umbi-
umbian di Bantul Yogyakarta sedangkan isolat protein kedelai didapatkan dari
UKM di Solo. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka, gula,
garam, air, coklat, margarin dan taburia (multivitamin dan mineral). Taburia
4
diperoleh dari PT. Tiga Pilar Sejahtera yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Bahan kimia yang digunakan untuk
analisis diantaranya adalah aquades, H2SO4 pekat, selenium mix, NaOH, pelarut
hexana, HNO3, HCl, ammonium molibdat, etanol 95%, indikator metil merah dan
metil biru, kantung dialisis, pankreatin bile, air bebas ion, multienzim (tripsin,
kemotripsin dan peptidase).
Alat yang digunakan untuk membuat flakes antara lain adalah wadah
plastik, pengaduk, sendok, mixer, steam cattle jacket, alat pemipih (noodle-maker),
loyang, timbangan, oven dan kompor. Alat-alat yang digunakan dalam analisis
kandungan gizi diantaranya adalah cawan alumunium, cawan porselin, oven, tanur,
desikator, kondensor, soxhlet, labu Kjedahl, alat destilasi, labu erlenmayer, labu
takar, gelas ukur, hotplate, buret, pipet, kertas saring, dan penjepit. Selain itu, untuk
uji organoleptik flakes pati garut menggunakan kuesioner dan piring.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan. Tahapan tersebut terdiri atas
perancangan formula flakes, pembuatan flakes, uji organoleptik, penambahan rasa
coklat pada flakes, uji organoleptik pada remaja putri terhadap flakes, serta analisis
sifat fisik dan kimia produk terpilih. Tahapan penelitian secara jelas disajikan
dalam diagram alir pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Formula terpilih (FT)
Uji organoleptik tahap 2
Formula terpilih akhir (FTA)
Analisis sifat
fisik
Analisis kandungan
gizi (proksimat)
Uji bioavailabilitas Fe
dan daya cerna protein
Uji organoleptik tahap 1
Fortifikasi multivitamin dan mineral
(25% dan 50% AKG Fe)
Formulasi flakes
Flakes dengan penambahan coklat Flakes tanpa penambahan coklat
Uji organoleptik
tahap 3
5
Perancangan formula flakes
Penetapan formula dilakukan mengacu pada metode Amalia (2013) yang
telah dimodifikasi dan trial and error untuk mendapatkan perbandingan komposisi
yang tepat. Penentuan formula ini disesuaikan berdasarkan rata-rata Angka
Kecukupan Gizi remaja putri sehari yaitu 59 gram protein dan 26 mg zat gizi besi
(Fe) (WNPG 2012). Formula Amalia (2013) dapat dilihat pada Tabel 1. Pembuatan
flakes dilakukan sebanyak dua kali, proses pembuatan tahap pertama menggunakan
bahan utama yaitu pati garut dan subsitusi isolat protein kedelai. Pada pembuatan
flakes tahap kedua diberikan penambahan multivitamin dan mineral berupa taburia
bersama dengan bahan utama.
Tabel 1 Formula flakes (Amalia 2013)
Bahan Berat (g)
Pati garut 140
Tepung kepala ikan lele 21
Tepung badan ikan lele 49
Tepung tapioka 40
Gula 26
Garam 0,1
Air 100
Jumlah isolat protein kedelai yang digunakan pada setiap formula
merupakan substitusi dari jumlah pati garut pada penelitian Amalia (2013) yaitu
sebanyak 140 gram. Substitusi isolat protein kedelai dibagi kedalam 3 taraf yaitu
(F1) subsitusi 10%, (F2) subsitusi 20%, dan (F3) subsitusi 30%. Batas bawah
penambahan isolat protein kedelai diestimasi telah memenuhi kebutuhan protein
remaja putri untuk makanan selingan. Formula flakes pati garut dan isolat protein
kedelai disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Formula flakes pati garut dan isolat protein kedelai
Komposisi (g) Formula
F1(10%) F2(20%) F3(30%)
Pati garut 126 112 98 Isolat protein kedelai 14 28 42 Tepung tapioka 40 40 40 Garam 1 1 1 Gula 30 30 30 Air 95 95 95 Total Adonan 306 306 306
Pembuatan flakes
Proses pembuatan flakes dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
Fauzan (2005) yang telah dimodifikasi. Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua
kali, tahap pertama menggunakan bahan utama pati garut dan isolat proein kedelai.
Pembuatan flakes pada tahap kedua ditambahkan taburia bersama dengan bahan
utama dengan dua taraf fortifikasi (25% dan 50% AKG besi remaja putri). Adapun
skema proses pembuatan flakes dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Gambar 2 Proses pembuatan flakes
Pengujian organoleptik tahap pertama
Pengujian organoleptik tahap pertama merupakan uji hedonik yang
dilakukan untuk mendapatkan formula terpilih. Pengujian dilakukan terhadap tiga
jenis produk flakes yang terbuat dari pati garut dan isolat protein kedelai dengan
tingkat substitusi yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan.
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi
terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Pengujian
formula tahap pertama hanya meliputi uji kesukaan (hedonik). Panelis diminta
menilai dengan 7 skala numerik. Uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan
panelis dengan penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3),
biasa (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7). Semakin besar angka, maka akan
semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Atribut yang diujikan pada uji
organoleptik tahap pertama adalah atribut warna, rasa, aroma, dan tesktur dari
produk flakes. Kuesioner uji organoleptik pada tahap pertama disajikan pada
Lampiran 1.
Formula terbaik ditentukan berdasarkan hasil uji hedonik, yaitu dengan
melihat persentase penerimaan setiap formula. Formula terpilih inilah yang akan
digunakan pada penelitian selanjutnya.
Gambar 2 Proses pembuatan flakes
Dicampur kering (Dry Mixing)
Ditambahkan air
Pencampuran dengan mixer
Dikukus selama 3 menit pada suhu 70oC
Dipipihkan dengan noodle maker dengan ketebalan 0,5 mm
Ditata pada tray
Flakes
Pemanggangan dalam suhu 150o C selama 30 menit
Dibentuk menjadi bulatan kecil
Bahan dasar flakes
7
Fortifikasi zat besi (Fe) pada formula terpilih
Berdasarkan uji organoleptik tahap pertama didapatkan formula terpilih
(FT). Formula terpilih ini akan difortifikasi dengan zat besi yang berasal dari
taburia (multivitamin dan mineral) dengan dua taraf, yaitu 25% dan 50% AKG
Fe/serving size. Penambahan taburia dilakukan untuk meningkatkan kandungan zat
gizi besi pada produk flakes. Komposisi taburia antara lain maltodextrin, vitamin C,
zat besi (Fe), vitamin E, vitamin B3, seng (Zn), asam pantotenat, vitamin B1,
vitamin B2, vitamin B6, vitamin A, asam folat, iodine vitamin D, selenium (Se),
vitamin D3, dan vitamin B12. Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving
size flakes disajikan pada Lampiran 2.
Pengujian organoleptik tahap kedua
Pengujian organoleptik tahap kedua terdiri dari uji hedonik dan uji mutu
hedonik. Uji ini bertujuan untuk mendapatkan formula terpilih akhir dari flakes
yang dibuat pada tahap kedua. Pengujian dilakukan terhadap dua jenis flakes, yaitu
flakes yang difortifikasi dengan 25% dan 50% AKG Fe. Pengujian dilakukan
dengan dua kali ulangan.
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi
terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Panelis
diminta menilai dengan 7 skala numerik. Uji hedonik untuk melihat tingkat
kesukaan panelis dengan penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak
suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7). Uji mutu hedonik
dilihat dari aroma, tekstur, warna permukaan, rasa, aroma obat dan after taste.
Aroma (sangat langu-sangat harum), tekstur (sangat keras-sangat renyah), warna
permukaan (coklat kehitaman-putih kekuningan), rasa (sangat hambar-sangat
gurih), aroma obat (sangat kuat-sangat lemah) dan after taste (sangat kuat-sangat
lemah). Semakin besar angka, maka akan semakin suka panelis terhadap produk
tersebut. Kuesioner uji organoleptik pada tahap kedua disajikan pada Lampiran 3.
Pengujian organoleptik tahap ketiga
Uji organoleptik tahap ketiga dilakukan untuk melihat tingkat penerimaan
konsumen sasaran terhadap flakes formula terpilih akhir (FTA). Pengujian
dilakukan pada siswi kelas XI di SMA Labschool Kornita IPB sebanyak 35 orang
siswi yang berusia antara 16-17 tahun. Pengujian dilakukan pada produk flakes
dengan penambahan rasa coklat.
Uji organoleptik tahap ketiga menggunakan 7 skala penilaian yaitu: sangat
tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6),
sangat suka (7). Atribut yang diujikan pada uji ini adalah atribut warna, rasa, aroma
dan tekstur dari produk flakes. Kuesioner uji organoleptik ketiga disajikan pada
(Lampiran 4). Persentase penerimaan panelis dilihat dari persentase jumlah panelis
yang memilih 5 (agak suka), 6 (suka) dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis.
Analisis sifat fisik dan kandungan gizi
Analisis sifat fisik dan kandungan gizi dilakukan pada produk flakes terpilih
dengan dan tanpa penambahan coklat. Analisis sifat fisik meliputi sifat
kekerasan/tekstur flakes dengan menggunakan alat texture-analyzer, daya serap air
dan densitas kamba menggunakan metode Muchtadi et al. (1988).
8
Selain itu dilakukan analisis kandungan gizi yang didekati melalui analisis
proksimat, daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe. Analisis proksimat yang
dilakukan yaitu analisis kandungan kadar air dengan metode oven (AOAC 1995),
kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), kadar protein dengan metode Kjedahl
(AOAC 1995), kadar lemak dengan metode soxhlet dengan hidrolisis (AOAC
1995), kadar karbohidrat secara by difference, dan kadar besi metode Atomic
Absorption Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono 1989). Analisis daya cerna
protein menggunakan metode Hsu et al 1977, sedangkan uji bioavailabilitas Fe
dilakukan secara in vitro dengan metode kantung dialisis (Roig et al. 1999).
Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi disajikan pada Lampiran 5.
Rancangan Percobaan
Secara garis besar penelitian ini terdiri atas dua tahapan. Tahap pertama
yaitu formulasi flakes berbasis pati garut dan isolat protein kedelai. Tahap kedua
adalah fortifikasi zat besi (Fe) pada flakes. Rancangan percobaan yang digunakan
pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali
ulangan. Model matematis adalah sebagai berikut:
Yij = α + Ai + Eij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatanflakes dengan proporsi isolat protein kedelai ke-i
pada ulangan ke-j
i = Proporsi atau taraf isolat protein kedelai pada formula flakes (10%, 20%,
dan 30%)
j = Ulangan (j=2)
α = Rataan umum
Ai = Pengaruh isolat protein kedelai pada taraf ke-i
Eij = Kesalahan percobaan pada taraf isolat protein kedelai ke-i dan ulangan
ke-j
Tahap selanjutnya adalah melakukan fortifikasi zat besi (Fe) terhadap flakes
hasil penelitian tahap pertama. Perlakuan ini terdiri atas dua taraf, yaitu 25% dan
50 % AKG zat besi remaja putri. Pada tahap ini digunakan rancangan percobaan
RAL dengan dua kali ulangan, dengan model matematis rancangan percobaan
adalah sebagai berikut:
Yij = α + Bi + Eij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatanflakes dengan taraf fortifikasi zat besi ke-i pada
ulangan ke-j
i = Proporsi atau taraf fortifikasi zat besi pada formula flakes (25%, 50%)
j = Ulangan (j=2)
α = Rataan umum
Bi = Pengaruh fortifikasi zat besi pada taraf ke-i
Eij = Kesalahan percobaan pada taraf fortifikasi zat besi ke-i dan ulangan ke-j
9
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007 dan
SPSS 16.0 for Windows. Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif
berdasarkan modus dan presentase penerimaan panelis dari masing-masing taraf
perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan tingkat kesukaan panelis
terhadap formula flakes digunakan uji Kruskal Wallis. Persentase penerimaan
panelis merupakan perbandingan jumlah panelis yang memilih skala 4, 5, 6, dan 7.
Data persentase penerimaan panelis terhadap flakes selanjutnya diuji statistik
menggunakan uji ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan apabila terdapat
pengaruh yang signifikan. Flakes dengan penambahan coklat dan tanpa
penambahan coklat akan dianalisis sifat fisik dan kandungan gizinya dan dilakukan
uji beda (Independent Sample t-Test) untuk kedua analisis ini. Data uji organoleptik
pada remaja putri diolah dengan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara
deskriptif untuk mengetahui persentase penerimaan konsumen sasaran terhadap
produk flakes.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi Flakes
Bahan yang digunakan dalam formulasi flakes terdiri atas bahan utama dan
bahan pendukung. Bahan utama berupa pati garut, isolat protein kedelai dan tepung
tapioka, sedangkan bahan pendukung berupa gula, garam dan air. Formulasi flakes
dilakukan dalam dua tahap. Formulasi flakes tahap pertama memperhitungkan
kebutuhan protein remaja putri untuk makanan selingan, sedangkan tahap kedua
merupakan pembuatan flakes dengan fortifikasi zat besi yang berasal dari taburia
dengan dua taraf fortifikasi (25% dan 50% AKG zat besi. Formulasi flakes
mengacu pada penelitian Amalia (2013) dalam pembuatan flakes berbasis pati garut
dan tepung ikan lele dumbo.
Formulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengganti
tepung kepala dan badan ikan lele dumbo dengan isolat protein kedelai dengan
berbagai taraf subsitusi. Penambahan gula, garam dan air mengacu pada penelitian
Sianturi (2013). Jumlah gula yang ditambahkan adalah 16.66% dari total adonan
tepung, sedangkan jumlah garam dan air masing-masing 0.6% dan 52.7% dari total
adonan tepung (pati garut, isolat protein kedelai dan tepung tapioka).
Penetapan formula juga dilakukan dengan trial-error. Faktor perlakuan yang
digunakan pada rancangan formula tahap pertama adalah perbedaan subsitusi isolat
protein kedelai pada setiap formula. Kebutuhan protein remaja putri dalam sehari
adalah 59 gram. Isolat protein kedelai yang menggantikan tepung ikan lele dumbo,
sehingga vegetarian dapat menikmati produk ini. Produk ini diharapkan dapat
mencukupi kebutuhan protein remaja putri untuk makanan selingan. Kecukupan
protein yang diperoleh dari makanan selingan berada pada kisaran 15% dari
kebutuhan protein dalam sehari.
10
Banyaknya isolat protein kedelai yang disubsitusi adalah 10% (F1), 20% (F2)
dan 30% (F3) dari jumlah pati garut. Perhitungan estimasi kandungan protein pada
setiap formula dilakukan dengan manggunakan data kandungan gizi dari Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) untuk bahan tepung tapioka, gula, garam dan
air. Kandungan protein pati garut diperoleh dari hasil penelitian Gustiar (2009),
sedangkan kandungan protein isolat protein kedelai diperoleh dari Astawan (2009).
Formulasi tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes
yang dapat diterima panelis. Formula yang paling disukai panelis ditentukan
melalui uji hedonik kepada panelis semi terlatih. Pada tahap ini dipertimbangkan
kandungan energi dan protein dari produk. Oleh karena itu, diperlukan bahan yang
mengandung protein tinggi seperti isolat protein kedelai. Taraf subsitusi isolat
protein kedelai sebanyak 10 % merupakan batas bawah untuk mencukupi angka
kebutuhan protein remaja putri yang berasal dari makanan selingan.
Tahap kedua merupakan pembuatan flakes dengan penambahan multivitamin
dan mineral berupa taburia dengan dua taraf fortifikasi, yaitu 25% dan 50% AKG
zat besi (Fe) remaja putri. Kebutuhan besi (Fe) untuk remaja putri adalah 26 mg
dalam sehari. Flakes yang dibuat menggunakan formula flakes yang terpilih
berdasarkan uji organoleptik pada tahap pertama.
Pembuatan Flakes
Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua kali. Proses pembuatan flakes
terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pencampuran kering (dry mixing), pencampuran
basah (wet mixing), pengukusan, pemipilan (dibentuk bulatan kecil) adonan secara
manual, pemipihan adonan serta pemanggangan adonan menggunakan oven.
Tahap pertama pembuatan flakes adalah pencampuran kering bahan utama
berupa pati garut, isolat protein kedelai dan tepung tapioka serta bahan pendukung
berupa gula dan garam. Setelah rata pencampurannya, kemudian ditambahkan air
sedikit demi sedikit sambil mengocok adonan dengan menggunakan mixer sampai
adonan menyatu dan menjadi kalis. Penggunaan tepung tapioka bertujuan untuk
meningkatkan penampilan produk akhir flakes dan mengembangkan produk,
sehingga produk tidak mudah menjadi keras serta dapat meningkatkan daya rekat
oleh adanya pati yang tinggi sehingga produk akhir memiliki tekstur yang baik
sesuai dengan pernyataan Chaunier et al. (2005).
Tahap selanjutnya adalah pengukusan adonan dengan menggunakan suhu
rendah dan waktu singkat. Pengukusan dilakukan menggunakan jacket steam-cattle
pada suhu 700C selama 3 menit. Tujuan dari pengukusan ini adalah agar pati yang
ada menjadi setengah matang sehingga mempermudah pencetakan adonan atau
palleting pada grinder. Menurut Astawan (2004), pengukusan tepung yang terlalu
lama akan menyebabkan tepung terlalu matang. Hal tersebut dapat menyebabkan
adonan sulit dibentuk karena tektur tepung yang terlalu lunak yang akan
menyebabkan flakes mudah patah. Tepung yang masih terlalu mentah akan
mengakibatkan adonan yang dihasilkan lebih mudah patah dan akan menghasilkan
flakes yang memiliki tekstur yang tidak kompak.
Setelah pengukusan, pembuatan adonan dilakukan dengan menggunakan
grinder, penggunaan alat grinder tidak dapat dilakukan disebabkan karena
penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan flakes yang memiliki kadar
11
amilopektin lebih besar dibandingkan kadar amilosanya. Menurut Helmi (2001),
kadar amilopektin tepung tapioka adalah sebesar 82.13%, sedangkan kadar
amilosanya sebesar 17.41%. Pemipilan dilakukan secara manual dengan cara
adonan dipipil menjadi bulatan kecil kira-kira seukuran biji jagung. Selain itu,
penambahan isolat protein kedelai diatas 10% akan menyebabkan adonan menjadi
lengket dan sulit dicetak (Mervina 2009)
Adonan yang telah dipipil, kemudian dipipihkan dengan ketebalan sekitar 0.5
mm, dengan menggunakan noodle-maker sampai membentuk flakes sesuai dengan
ukuran yang diinginkan. Flakes basah yang telah dipipihkan kemudian disusun
diatas tray, dan diusahakan tidak ada flakes yang tumpang tindih (menumpuk). Hal
ini bertujuan agar flakes tidak saling menempel setelah proses pemanggangan.
Flakes basah yang telah disusun di tray kemudian dipanggang sampai flakes
menjadi keras dan berwarna kuning keemasan di dalam oven dengan suhu 1500C
selama kurang lebih 30 menit. Bobot adonan (bahan utama dan bahan pendukung)
sebanyak 76.5 gram menghasilkan flakes sebanyak 51 gram atau rendemennya
adalah 66.67%. Hal ini terjadi karena banyaknya air yang menguap selama proses
pemanggangan, sehingga rendemen flakes adalah sekitar dua pertiga bobot adonan.
Proses pembuatan flakes kedua pada prinsipnya sama dengan pembuatan
flakes tahap pertama. Pada proses pencampuran kering terdapat bahan tambahan
berupa taburia dengan dua taraf fortifikasi yaitu 25% dan 50% AKG zat besi remaja
putri. Penentuan batas atas taraf fortifikasi hanya sampai 50% AKG. Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa 50% zat besi sisanya diperoleh dari sumber
pangan lainnya. Hal ini dilandasi oleh penelitian Briawan et al. (2012), bahwa rata-
rata asupan zat gizi besi siswi remaja putri SMK Pelita Ciampea Kabupaten Bogor
adalah 10.8 mg dengan tingkat kecukupan zat besi sebesar 41.7%. Dengan
demikian, produk flakes yang difortifikasi dapat mencukupi sisa kebutuhan besi
remaja putri dari makanan yang dikonsumsi. Jumlah taburia yang ditambahkan
pada produk per serving size disajikan pada Tabel 3 dan rincian perhitungannya
disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 3 Jumlah taburia yang ditambahkan per serving size pada setiap taraf
% AKG Taburia (g)
25 0.6
50 1.2
Uji Organoleptik Flakes
Tahap - 1
Produk flakes yang dihasilkan diuji penerimaannya melalui uji organoleptik.
Uji organoleptik dilakukan pada panelis semi terlatih sebanyak 30 orang dengan 2
kali pengulangan. Uji organoleptik ini dilakukan untuk mendapatkan formula flakes
yang disukai oleh panelis. Terdapat beberapa atribut yang digunakan dalam
penilaian uji organoleptik diantaranya adalah warna, rasa, aroma dan tekstur.
Warna menentukan kesan pertama terhadap produk flakes, sehingga warna
memengaruhi penerimaan panelis. Isolat protein kedelai merupakan bahan yang
digunakan dalam pembuatan produk flakes. Warna produk yang dihasilkan adalah
putih kekuningan. Semakin tinggi tingkat substitusi isolat protein kedelai semakin
12
kuning warna flakes yang dihasilkan. Hasil modus uji hedonik tahap pertama
disajikan pada Tabel 4, sedangkan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5
Tabel 4 Nilai modus hasil uji hedonik tahap pertama
Keterangan :
F1 = 10% isolat protein kedelai, F2 = 20% isolat protein kedelai, dan F3 = 30% isolat
protein kedelai. Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (p<0.05)
a. Warna
Warna merupakan atribut sensori pertama yang dapat diterima/dilihat
langsung oleh panelis (Winarno 2008). Berdasarkan hasil uji hedonik, rata-rata
modus penilaian panelis berada pada nilai 6 (suka) untuk F1 dan F3. Modus
penilaian untuk F2 adalah 3 (agak tidak suka). Hasil uji Kruskal Wallis
menunjukkan bahwa perbedaan substitusi isolat protein kedelai memberikan
pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada warna flakes.
b. Rasa
Rasa merupakan atribut penilaian makanan yang melibatkan panca indra
lidah. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup cecap yang terletak
pada papila (Mervina 2009). Berdasarkan atribut rasa, rata-rata modus penilaian
panelis berada pada nilai 6 (suka) pada F1 dan nilai 4 (biasa) pada F2 dan F3. Hasil
uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan substitusi isolat protein kedelai
tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada
rasa flakes.
c. Aroma
Aroma merupakan atribut organoleptik yang dapat dinilai melalui indra
penciuman (Meilgaard et al. 1999). Menurut Mervina (2009), atribut aroma ikut
menentukan penerimaan sebuah produk. Berdasarkan atribut aroma, rata-rata modus
penilaian untuk F1, F2 dan F3 adalah 4 (biasa). Hasil uji Kruskal Wallis
menunjukkan bahwa perbedaan substitusi isolat protein kedelai tidak memberikan
pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes.
d. Tekstur
Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari
tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah),
dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et al. 2010). Berdasarkan atribut
tekstur, rata-rata modus penilaian untuk F1 dan F2 adalah 6 (suka) sementara untuk
F3 bernilai 2 (tidak suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
substitusi isolat protein kedelai memberikan pengaruh yang nyata(p<0.05) terhadap
penerimaan panelis pada tekstur flakes.
Atribut Modus
F1 F2 F3
Warna 6(41.67%)a 3(23.33%)
b 6(36.67%)
c
Rasa 6(33.33%)a 4(30%)
a 4(28.33%)
a
Aroma 4(70%)a 4(65%)
a 4(56.67%)
a
Tekstur 6(45%)a 6(45%)
b 2(33.33%)
c
13
Berdasarkan sebaran hasil uji hedonik dapat diketahui persentase penerimaan
panelis terhadap produk. Persentase penerimaan panelis merupakan perbandingan
jumlah panelis yang memilih nilai skala 4 (biasa), 5 (agak suka), 6 (suka) dan 7
(sangat suka) terhadap total panelis. Persentase penerimaan panelis terhadap produk
flakes disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes
Formula Persentase penerimaan (%)
Warna Rasa Aroma Tekstur
F1 75a 75
a 98.33
a 80
a
F2 55a 73.33
a 93.33
a 80
a
F3 63.33b 75
a 93.33
a 50
a
Keterangan :
F1 = 10% isolat protein kedelai, F2 = 20% isolat protein kedelai, dan F3 = 30% isolat
protein kedelai. Huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata(p<0.05)
Secara umum persentase penerimaan panelis terhadap warna yaitu pada
kisaran 63.33% - 75%. Warna flakes yang paling tinggi persentase penerimaannya
adalah F1. Warna flakes pati garut adalah putih kekuningan, dengan tingkat
kekuningan dipengaruhi oleh isolat protein kedelai. Persentase penerimaan dari segi
rasa berada pada kisaran 73.33% - 75% dengan F1 dan F3 sebagai formula dengan
persentase penerimaan yang paling tinggi. Formula yang paling diterima oleh
panelis dari segi aroma adalah F1, sedangkan dari atribut tekstur F1 dan F2
merupakan formula yang paling diterima oleh panelis.
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa subsitusi isolat protein kedelai
memberikan pengaruh nyata pada persentase penerimaan panelis terhadap atribut
warna flakes (p<0.05) antar formula dan tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap atribut rasa, aroma dan tekstur flakes. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa persentase penerimaan panelis terhadap warna flakes tidak
berbeda nyata (p>0.05) untuk FI dan F2. Namun, F3 berbeda nyata (p<0.05)
dengan F1 dan F2.
Hasil uji organoleptik pada tahap pertama dijadikan sebagai pertimbangan
untuk menentukan formula terpilih. Secara keseluruhan formula yang paling
disukai oleh panelis melalui hasil uji hedonik adalah F1 dengan substitusi isolat
protein kedelai sebanyak 10%. Gambar 3 merupakan produk terpilih dalam uji
organoleptik pada tahap pertama.
Gambar 3 Produk flakes terpilih
14
Tahap - 2 Uji organoleptik tahap kedua dilakukan untuk melihat formula yang disukai
oleh panelis terhadap flakes yang telah di fortifikasi zat besi sebanyak 25% dan
50% AKG remaja putri. Uji organoleptik tahap kedua ini dilakukan oleh 30 orang
panelis semi terlatih dengan melakukan penilaian uji hedonik dan mutu hedonik.
Hasil modus hasil uji hedonik tahap kedua disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai modus hasil uji hedonik tahap kedua
Keterangan:
F1 = Fe 25% AKG, F2 = Fe 50% AKG.Huruf yang beda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata(p<0.05)
a. Warna
Berdasarkan atribut warna, rata-rata modus penilaian panelis berada pada
nilai 6 (suka) untuk kedua formula. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05)
terhadap penerimaan panelis pada warna flakes.
b. Rasa
Berdasarkan atribut rasa, rata-rata modus penilaian panelis berada pada nilai
6 (suka) pada kedua formula. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa flakes.
c. Aroma
Berdasarkan atribut aroma, rata-rata modus penilaian untuk kedua formula
berada pada nilai 4 (biasa). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05)
terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes.
d. Tekstur
Berdasarkan atribut tekstur, rata-rata modus penilaian untuk kedua formula
adalah 6 (suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan taraf
fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap
penerimaan panelis pada tekstur flakes.
Berdasarkan sebaran hasil uji hedonik dapat diketahui persentase
penerimaan panelis terhadap produk. Persentase penerimaan panelis merupakan
perbandingan jumlah panelis yang memilih nilai skala 4 (biasa), 5 (suka agak), 6
(suka) dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis. Persentase penerimaan panelis
terhadap produk flakes disajikan pada Tabel 7.
Berdasarkan warna flakes persentase penerimaan panelis untuk F1 adalah
sebesar 93.33% dan F2 sebesar 88.33%. Berdasarkan atribut rasa, F1 memiliki
persentase penerimaan paling tinggi yaitu sebesar 88.33%, sedangkan F2 sebesar
Atribut Modus
F1 F2
Warna 6(60%)a 6(45%)
b
Rasa 6(41.67%)a 6(45%)
a
Aroma 4(60%)a 4(53.33%)
a
Tekstur 6(50%)a 6(53.33%)
a
15
85%. Berdasarkan aroma flakes yang dihasilkan persentase penerimaan panelis
paling tinggi yaitu F2 sebesar 98.33% dan F1 sebesar 93.33%. Berdasarkan atribut
tekstur, persentase penerimaan panelis yang paling tinggi yaitu F1 sebesar 93.33%
sedangkan F2 sebesar 85%.
Tabel 7 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes
Formula Persentase penerimaan (%)
Warna Rasa Aroma Tekstur
F1 93.33a 88.33
a 93.33
a 93.33
a
F2 88.33a 85
a 98.33
a 85
a
Keterangan :
F1 = Fe 25% AKG, F2 = Fe 50% AKG. Huruf yang beda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata(p<0.05)
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa taraf fortifikasi zat besi tidak
memberikan pengaruh nyata pada persentase penerimaan panelis (p>0.05) terhadap
atribut warna, rasa, aroma dan tekstur flakes.
Selain uji hedonik, dilakukan juga uji mutu hedonik oleh panelis. Terdapat
beberapa atribut yang digunakan dalam penilaian uji mutu hedonik diantaranya
adalah warna, rasa, aroma, tekstur, aroma obat dan after taste. Berdasarkan uji
mutu hedonik diketahui modus penilaian panelis yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai modus hasil uji mutu hedonik tahap kedua
Keterangan :
F1 = Fe 25% AKG, F2 = Fe 50% AKG. Huruf yang beda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata(p<0.05)
a. Warna
Berdasarkan atribut warna, rata-rata modus penilaian panelis untuk F1 dan
F2 adalah 4 (coklat kekuningan). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada warna flakes.
b. Rasa
Berdasarkan atribut rasa, rata-rata modus penilaian untuk F1 adalah 6
(gurih) dan F2 adalah 4 (sedang). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa flakes.
c. Aroma
Berdasarkan atribut aroma, rata-rata modus penilaian untuk F1 dan F2
adalah 4 (netral). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan taraf
Atribut Modus
F1 F2
Warna 4(33.33%)a 4(30%)
a
Rasa 6(30%) a 4(25%)
a
Aroma 4(63.33%) a 4(58.33%)
a
Tekstur 6(46.67%) a 6(33.33%)
a
Aroma obat 6(66.67%) a 6(51.67%)
a
After Taste 6(33.33%) a 6(33.33%)
a
16
fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap
penerimaan panelis pada aroma flakes.
d. Tekstur
Berdasarkan atribut tekstur, rata-rata modus penilaian F1dan F2 adalah 6
(renyah). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan taraf fortifikasi
zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan
panelis pada tekstur flakes.
e. Aroma Obat
Aroma obat perlu dinilai karena flakes difortifikasi zat besi (Fe) berupa
taburia. Pembuatan flakes mengalami serangkaian proses berupa pemanasan yang
dikhawatirkan dapat menyebabkan interaksi antarmineral dalam taburia yang
menghasilkan aroma spesifik yaitu aroma obat. Berdasarkan atribut aroma obat
yang dihasilkan dari flakes, rata-rata modus penilaian untuk F1 dan F2 memiliki
nilai 6 (lemah). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan taraf
fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap
penerimaan panelis pada aroma obat yang dihasilkan dari flakes. Hal ini sejalan
dengan informasi yang disampaikan oleh Kemenkes (2010) bahwa keunggulan
taburia sebagai multivitamin mineral bagi anak adalah tidak menyebabkan
perubahan rasa dan aroma pada produk.
f. After taste
Berdasarkan atribut after taste dari flakes, rata-rata modus penilaian untuk
F1 dan F2 memiliki nilai 6 (lemah). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada after taste flakes.
Berdasarkan hasil uji organoleptik pada tahap kedua, formula yang paling
disukai oleh panelis melalui uji hedonik dan mutu hedonik adalah F1 yaitu flakes
dengan fortifikasi zat besi (Fe) sebanyak 25% AKG Fe. Namun, tidak berbeda
nyata (p>0.05) antara kedua formula. Terdapat pertimbangan lain dalam
menentukan formula terpilih yaitu melihat rata-rata supan zat besi remaja putri.
Berdasarkan penelitian Briawan et al.(2012), bahwa rata-rata asupan zat gizi besi
siswi remaja putri SMK Pelita Ciampea Kabupaten Bogor adalah 10.8 mg dengan
tingkat kecukupan zat besi sebesar 41.7%. Oleh karena itu, flakes dengan fortifikasi
zat besi sebanyak 50% AKG menjadi formula terpilih akhir. Gambar 4 merupakan
produk terpilih akhir dalam uji organoleptik pada tahap kedua.
Gambar 4 Produk flakes terpilih akhir
17
Tahap 3 Uji organoleptik tahap 3 dilakukan kepada konsumen sasaran yakni remaja
putri siswi SMA. Pada uji organoleptik ini terdapat penambahan rasa untuk
meningkatkan nilai penerimaan konsumen terhadap flakes. Varian rasa yang
ditambahkan adalah coklat. Coklat digunakan sebagai pelapis (coating) yang
tujuannya untuk mengurangi aroma langu pada flakes. Terdapat penambahan
margarin agar tekstur coklat tidak terlalu kental dan melekat pada flakes ketika
sudah kering. Perbandingan antara margarin dan coklat adalah 1:2. Flakes yang
sudah matang dicampur dengan coklat yang sudah dilelehkan. Perbandingan antara
coklat dengan flakes adalah 1:2. Gambar 5 merupakan produk flakes terpilih dengan
penambahan rasa coklat untuk uji organoletik pada konsumen sasaran.
Secara keseluruhan modus penilaian panelis terhadap produk terpilih adalah
agak suka untuk atribut warna dan tekstur, suka untuk atribut rasa dan aroma.
Penerimaan panelis ditentukan berdasarkan persentase jumlah panelis yang memilih
5 (agak suka), 6 (suka) dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis.
Hasil uji organoleptik flakes menunjukkan persentase penerimaan untuk
atribut warna adalah sebesar 70%, untuk rasa 93.33%, aroma sebesar 86.67% dan
atribut tekstur sebesar 70%. Adriano et al. (2010) menyatakan bahwa, suatu
produk pangan dapat diterima oleh konsumen jika jumlah persentase konsumen
yang menolak produk kurang dari 50%, dan konsumen dapat mengonsumsi produk
tersebut. Gambar 6 merupakan proses uji organoleptik tahap 3 pada remaja putri.
Sifat Fisik FlakesTerpilih
Produk flakes yang terpilih merupakan flakes yang difortifikasi zat besi
sebesar 50% AKG. Uji sifat fisik ini dilakukan terhadap flakes dengan penambahan
Gambar 5 Produk flakes dengan penambahan coklat
Gambar 6 Proses uji organoleptik tahap 3
18
coklat dan tanpa penambahan coklat. Hasil uji sifat fisik flakes terpilih dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9 Sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat
Sifat fisik Tanpa coklat Dengan coklat
Kekerasan (gf) 546.0a 259.7
b
Daya serap air (%) 336.58 a 273.25
b
Densitas kamba (g/ml) 0.86 a 0.90
b
Keterangan: Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(p<0.05)
Kekerasan
Analisis kekerasan dilakukan terhadap flakes terpilih dengan penambahan
coklat dan tanpa penambahan coklat. Analisis kekerasan dilakukan dengan
menggunakan alat Texture Analyzer. Tingkat kekerasan produk flakes dinyatakan
dalam gram gaya (gf) yang artinya seberapa besar gaya tekan yang dibutuhkan
untuk deformasi produk hingga pecah. Semakin besar nilai kekerasan suatu produk
maka produk tersebut semakin kurang renyah. Kekerasan atau hardness
berkebalikan dengan kerenyahan (Amalia 2013).
Nilai kekerasan flakes tanpa penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih
besar dibandingkan dengan flakes dengan penambahan coklat. Hal ini berarti flakes
dengan penambahan coklat memiliki tekstur yang renyah dibandingkan flakes tanpa
penambahan coklat. Hal ini dapat dikatakan bahwa penambahan coklat dapat
meningkatkan kerenyahan flakes.
Daya serap air
Daya serap air merupakan kemampuan suatu bahan pangan dalam menyerap
air yang ada di sekitarnya. Salah satu faktor yang memengaruhi daya serap air
adalah porositas. Porositas bahan adalah jumlah rongga udara yang terdapat di
antara partikel-partikel bahan. Bahan pangan dengan porositas yang besar akan
lebih mudah menyerap air dibandingkan bahan pangan dengan porositas yang kecil
(Anwar 1990).
Berdasarkan hasil uji daya serap air kedua produk flakes pati garut dapat
dilihat bahwa flakes tanpa penambahan coklat memiliki nilai daya serap air nyata
(p<0.05) lebih tinggi dibandingan flakes dengan penambahan coklat. Nilai rata-rata
daya serap air flakes tanpa penambahan coklat adalah 336.58 % yang artinya setiap
satu gram flakes dapat meyerap air sebanyak 336.58% atau setara dengan 3.36 ml
air. Nilai rata-rata daya serap air produk flakes dengan penambahan coklat adalah
273.25% yang artinya setiap satu gram flakes dapat menyerap air sebanyak
273.35% atau setara dengan 2.73 ml air. Semakin tinggi nilai daya serap air maka
semakin tinggi nilai kadar airnya. Kadar air dapat memengaruhi daya simpan
flakes. Semakin rendah kadar air pada flakes maka akan memperpanjang umur
simpan. Flakes dengan penambahan coklat memiliki daya serap air yang rendah
dan umur simpan yang lebih lama.
Penambahan coklat memiliki nilai daya serap air menjadi rendah. Hal ini
disebabkan karena kadar lemak yang tinggi pada coklat. Kadar protein dan lemak
yang semakin tinggi pada suatu produk pangan akan menyebabkan rendahnya
19
absorpsi air, karena protein dan lemak akan menutupi partikel pati/tepung, sehingga
penyerapan air akan terhambat (Permatasari 2007).
Densitas kamba
Densitas kamba digunakan untuk melihat seberapa besar produk
memberikan rasa kenyang, selain itu juga densitas kamba digunakan untuk
mengetahui seberapa besar ruang yang digunakan untuk pengemasan suatu produk.
Produk yang bersifat kamba akan cepat memberikan rasa kenyang.
Berdasarkan hasil perhitungan, flakes tanpa penambahan coklat memiliki
nilai densitas kamba sebesar 0.86 g/ml, sedangkan flakes dengan penambahan
coklat memiliki nilai densitas kamba sebesar 0.90 g/ml. Nilai densitas kamba pada
flakes dengan penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih tinggi dibandingkan
pada flakes tanpa penambahan coklat. Menurut Lalel et al. (2009), densitas kamba
untuk bahan tepung-tepungan berkisar antara 0.56-0.60 g/mL. Densitas kamba
flakes lebih besar dibandingkan dengan tepung-tepungan. Hal ini disebabkan karena
adanya penambahan coklat dan gula yang memiliki berat per volume lebih besar
dibandingkan dengan tepung-tepungan.
Nilai densitas kamba yang tinggi menunjukkan bahwa, pada volume yang
sama akan memuat produk lebih banyak, sehingga lebih hemat ruangan dalam
proses pengemasan.
Kandungan Gizi Flakes Terpilih
Flakes pati garut merupakan salah satu produk makanan yang dibuat
berbahan dasar umbi garut. Umbi garut merupakan bahan pangan lokal yang kurang
dimanfaatkan. Pati garut memiliki kandungan energi yang tinggi namun rendah
kandungan protein, sehingga disubstitusi dengan isolat protein kedelai yang
diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein pada produk flakes.
Analisis kandungan gizi produk flakes terpilih dengan penambahan coklat dan
tanpa penambahan coklat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,
kadar karbohidrat dan kadar besi (Fe). Selain itu, dilakukan pula analisis terhadap
daya cerna protein produk dalam upaya mengetahui mutu gizi dari produk serta uji
bioavailabilitas Fe untuk melihat persentase mineral dalam flakes yang dapat
diserap oleh tubuh. Hasil analisis kandungan gizi flakes terpilih disajikan pada
Tabel 10.
Kadar air
Air merupakan salah satu komponen bahan pangan yang harus diperhatikan
dalam pengolahan karena memberikan pengaruh terhadap daya tahan bahan pangan
dalam proses penyimpanan. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan
pangan karena mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan
(Winarno 2008).
Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui kadar air flakes dengan
penambahan coklat sebesar 4.04% (%bb), sedangkan kadar air flakes tanpa
penambahan coklat adalah sebesar 5.00% (%bb). Menurut Gustiar (2009), kadar air
pati garut adalah 11.48%. Kadar air flakes lebih rendah disebabkan karena proses
pengukusan dan pemanasan dalam oven. Rendahnya kadar air suatu produk
20
memberikan dampak positif yaitu dapat memperpanjang masa simpan produk.
Kadar air flakes tanpa penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih besar
dibandingan dengan flakes dengan penambahan coklat
Berdasarkan syarat mutu flakes menurut SNI 01-4270-1996, kadar air
maksimum untuk susu sereal maksimal 3% (%bb). Kadar air produk flakes dengan
penambahan coklat dan tanpa penambahan coklat melebihi persyaratan SNI.
Tabel 10 Kandungan gizi flakes (bb) dengan dan tanpa penambahan coklat
Komponen Satuan Dengan coklat Tanpa penambahan
coklat SNI *
Air (%bb) 4.04a 5.00
b Maks 3%
Abu (%bb) 1.67 a 1.39
b Maks 4%
Protein (%bb) 5.08 a 5.75
b Min 5%
Lemak (%bb) 17.75 a 0.96
b Min 7%
Karbohidrat (%bb) 71.45 a 86.89
b Min 60%
Besi mg/100 g 14.66 a 25.60
b
Energi (Kal) 465a 379
b
Keterangan :
*SNI 01-4270-1996 untuk susu sereal ; uji beda dilakukan berdasarkan bk
bb : basis basah, bk: basis kering, Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (p<0.05)
Kadar abu
Abu merupakan komponen yang mempresentasikan kadar mineral dalam
suatu bahan pangan. Kadar abu suatu bahan pangan juga dapat mencerminkan
kualitas suatu bahan pangan terkait dengan cemaran logam tertentu. Kandungan
mineral pada produk flakes bersumber dari taburia multivitamin dan mineral.
Berdasarkan hasil analisis, kadar abu flakes terpilih dengan penambahan
coklat adalah sebesar 1.67 % (%bb), sedangkan kadar abu flakes tanpa penambahan
coklat adalah sebesar 1.39 % (%bb). Nilai tersebut masih kurang dari persyaratan
menurut SNI 01-4270-1996 untuk susu sereal yaitu 4%. Hal ini disebabkan karena
bahan pangan yang mengandung mineral hanya berasal dari taburia. Sementara itu,
pati garut memiliki kadar abu yang sangat rendah. Menurut Zakiyah (2010), kadar
abu pati garut alami sebesar 0.03% dan kadar abu pati garut yang termodifikasi
berkisar antara 0.06-0.22%. Kadar abu flakes dengan penambahan coklat adalah
nyata (p<0.05) lebih besar dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan coklat.
Kadar protein
Protein merupakan salah satu zat gizi makro utama bagi tubuh terkait
dengan fungsinya sebagai zat pembangun, pengatur, dan sumber energi. Kandungan
protein produk flakes berasal dari isolat protein kedelai. Kandungan protein tersebut
diformulasikan agar memenuhi angka kebutuhan protein remaja putri untuk
makanan selingan.
Berdasarkan hasil analisis, kadar protein produk flakes terpilih dengan
penambahan coklat sebesar 5.08% (%bb), sedangkan kadar protein flakes terpilih
tanpa penambahan coklat adalah sebesar 5.75% (%bb). Kadar protein flakes tanpa
penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih besar dibandingkan dengan flakes
dengan penambahan coklat. Produk flakes tersebut sudah memenuhi standar kadar
protein menurut SNI 01-4270-1996 untuk susu sereal yaitu minimal 5%. Hal ini
21
mengindikasikan bahwa penambahan coklat dapat menurunkan kadar protein secara
signifikan pada produk flakes.
Kadar lemak Lemak merupakan komponen zat gizi makro yang menentukan mutu suatu
produk pangan. Sumber lemak pada flakes dengan penambahan coklat adalah
margarin dan coklat sedangkan flakes tanpa penambahan coklat tidak terdapat
bahan pangan yang mengandung sumber lemak. Berdasarkan hasil analisis, kadar
lemak produk flakes terpilih dengan penambahan coklat sebesar 17.75% (%bb),
sedangkan kadar lemak flakes tanpa penambahan coklat adalah sebesar 0.96%
(%bb).
Kadar lemak flakes dengan penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih
besar dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan coklat. Hal ini disebabkan
karena penambahan margarin dan coklat pada flakes. Kandungan lemak yang tinggi
berasal dari penambahan coklat dan margarin pada flakes. Menurut hasil penelitian
Moreno et al. (2011), kandungan lemak sampel coklat komersial berkisar antara
30.3-50.1 gram/100 g, sedangkan kadar lemak pada margarin sekitar 7.9 gram per
standar porsi (Albers et al. 2008)
Berdasarkan SNI 01-4270-1996, kadar lemak minimum untuk susu sereal
minimal 7% (%bb). Kadar lemak produk flakes dengan penambahan coklat sudah
melebihi persyaratan SNI, namun flakes tanpa penambahan coklat belum memenuhi
persyaratan SNI untuk susu sereal.
Kadar karbohidrat
Bahan pangan yang mengandung suber karbohidrat dalam pembuatan flakes
adalah pati garut dan tepung tapioka. Komponen karbohidrat dalam produk flakes
umumnya berfungsi sebagai bagan dasar yang dapat memengaruhi karakteristik
fisik produk. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference
sehingga kadarnya dipengaruhi oleh keberadaan kadar zat gizi lainnya,seperti air,
abu, protein, dan lemak.
Berdasarkan hasil analisis, kadar karbohidrat produk flakes dengan
penambahan coklat sebesar 71.45% (%bb), sedangkan kadar karbohidrat flakes
tanpa penambahan coklat adalah sebesar 86.89% (%bb). Nilai tersebut telah
memenuhi syarat kadar kabohidrat sesuai SNI 01-4270-1996 yaitu minimal 60.7%.
Tingginya kadar karbohidrat produk disebabkan oleh komponen penyusun produk
yang sebagian besar merupakan sumber karbohidrat.
Kadar karbohidrat flakes dengan penambahan coklat adalah nyata (p<0.05)
lebih besar dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan coklat. Hal ini diduga
karena kandungan lemak yang tinggi pada coklat sehingga dapat menurunkan kadar
karbohidrat dari produk.
Kadar zat besi
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah gizi yang paling banyak
terjadi didunia yang memengaruhi hampir semua usia, jenis kelamin, dan kelompok
fisiologis. Anak usia pra sekolah, gadis remaja, ibu hamil dan menyusui merupakan
kelompok yang paling rentan (Akhtar et al. 2013).
Berdasarkan hasil analisis zat besi (Fe) menunjukkan bahwa kadar zat besi
produk flakes tanpa penambahan coklat adalah sebesar 25.60 mg per 100 g,
22
sedangkan flakes dengan penambahan coklat sebesar 14.66 mg per 100 g. Flakes
tanpa penambahan coklat memiliki kadar besi nyata lebih besar (p<0.05)
dibandingkan flakes dengan penambahan coklat karena penambahan coklat dapat
menurunkan proporsi zat besi dalam flakes. Coklat memiliki kadar kalsium yang
cukup tinggi. Menurut Roughead et al. (2005), penambahan kalsium dapat
menghambat penyerapan zat besi heme dengan mengurangi penyerapan mukosa
awal.Selain itu kalsium dapat mengurangi kadar besi dan penyerapan zat besi total
tanpa secara signifikan memengaruhi penyerapan besi non heme.
Kandungan energi
Kandungan energi pada flakes pati garut diperoleh dengan mengkonversikan
protein, lemak dan karbohidrat menjadi energi. Lemak merupakan sumber energi
yang paling besar, dimana 1 gram lemak dapat dikonversi menjadi 9 Kal,
sedangkan protein dan karbohidrat menghasilkan energi 4 Kal per g (Fennema
1996).
Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan energi produk flakes dengan
penambahan coklat (465.89 Kal) adalah nyata lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan
flakes tanpa penambahan coklat(379.21 Kal). Hal ini terjadi karena kandungan
lemak yang tinggi pada coklat sehingga menyumbang energi yang relatif besar.
Daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe
Menurut Duodu et al. (2003), daya cerna protein merupakan suatu metode
yang digunakan sebagai indikator ketersedian protein. Hal ini didasarkan pada
seberapa sering protein untuk melakukan proteolisis. Protein dengan daya cerna
yang lebih tinggi memiliki nilai gizi yang lebih baik dibandingan dengan daya
cerna yang rendah karena menghasilkan asam amino yang lebih banyak untuk
penyerapan pada proses proteolisis. Analisis daya cerna protein ini mengacu pada
metode Hsu et al. (1977) yang merupakan penentuan daya cerna protein secara in
vitro dengan menggunakan multienzim (pepsin, tripsin dan kemotripsin). Pada
metode ini, pengukuran daya cerna protein didasarkan pada perubahan pH pasca
penambahan multienzim tersebut.
Bioavailabilitas merupakan proporsi zat gizi yang dapat digunakan oleh tubuh
secara aktual dari pangan yang dikonsumsi (Bowman 2008). Bioavailabilitas besi
sangat terkait dengan proses absorbsi besi dalam usus halus sehingga istilah
bioavailabilitas besi dapat disamakan dengan absorbsi atau penyerapannya dalam
usus. Analisis bioavailabilitas besi pada penelitian ini, dilakukan secara in vitro
yang merupakan simulasi dari sistem pencernaan makanan pada saluran
gastrointestinal (Roig et al. 1999). Hasil uji analisis daya cerna protein
danbioavailabilitas Fe produk disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe produk flakes terpilih
Uji Dengan coklat Tanpa penambahan coklat
Daya cerna protein (%) 78.94a 82.38
b
Bioavailabilitas Fe (%) 9.50a 16.23
a
Keterangan:
Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Berdasarkan hasil analisis rata-rata nilai daya cerna protein, flakes tanpa
penambahan coklat lebih baik (82.38%) daripada flakes dengan penambahan coklat
23
(78.94%). Menurut Whitrey dan Rofles (2008), nilai daya cerna protein in vitro
pangan nabati berkisar antara 70-90% sedangkan nilai daya cerna bahan pangan
hewani berkisar 90-99%. Peningkatan daya cerna protein disebabkan oleh
denaturasi protein, kerusakan inhibitor tripsin, atau pengurangan tanin dan fitat
akibat proses pengolahan (Mubarak 2005).
Flakes dengan penambahan coklat memiliki nilai daya cerna protein yang
nyata lebih kecil (p<0.05) dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan coklat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Duodu et al. (2003) terdapat dua faktor yang
memengaruhi daya cerna protein yaitu faktor endogenous (perubahan struktur
protein akibat proses pengolahan) dan faktor eksogenus (interaksi protein dan non
protein). Pada penelitian ini faktor yang sangat memengaruhi berkurangnya daya
cerna protein adalah asam fitat, polifenol dan lemak (faktor eksogenus) yang
terdapat pada kacang-kacangan dan coklat.
Berdasarkan hasil analisis rata-rata bioavailabilitas Fe, flakes tanpa
penambahan coklat lebih baik (16.23%) daripada flakes dengan penambahan coklat
(9.50%). Menurut Hurrel dan Egli (2010), besi heme biasanya jauh lebih baik
diserap dari besi nonheme. Semua makanan sumber besi nonheme yang masuk
kesaluran pencernaan diserap pada tingkat yang sama, tergantung pada
keseimbangan antara inhibitor dan enhancer dan status besi dari individu.
Flakes dengan penambahan coklat memiliki nilai bioavailabilitas Fe yang
tidak nyata lebih kecil (p>0.05) dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan
coklat. Menurut Davidson et al. (2005), asam fitat dan fenol merupakan inhibitor
yang potensial dalam menurunkan efektifitas penyerapan besi. Asam fitat terdapat
pada sereal dan kacang-kacangan yang merupakan bahan pangan yang difortifikasi
besi, sedangkan fenol terdapat pada sorghum, teh, dan cokelat.
Kandungan Gizi per Takaran Saji
Takaran saji yang dianjurkan dalam penyajian produk flakes adalah
sebanyak 35 gram, hal ini didasarkan pada takaran saji produk flakes komersil.
Flakes yang dibuat bertujuan untuk mengganti makanan selingan konsumen
sasaran. Kandungan gizi flakes dengan penambahan coklat dan tanpa penambahan
coklat berdasarkan satu takaran saji flakes disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Kandungan gizi flakes dalam satu takaran saji
Produk Flakes
Kandungan Gizi
Energi
(Kal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat
(g)
Fe
(mg)
Dengan coklat 163 1.78 6.21 25.01 5.13
Tanpa penambahan coklat 133 2.01 0.34 30.41 8.96
Berdasarkan tabel di atas, sumbangan energi flakes dengan penambahan
coklatlebih besar adalah 163 Kal, sumbangan protein sebesar 1.78 gram,
sumbangan lemak sebesar 6.21 gram, sumbangan karbohidrat sebesar 25.01 gram
dan sumbangan Fe sebesar 5.13 mg. Zat gizi yang lebih dominan pada flakes
dengan penambahan coklat adalah energi dan lemak karena terdapat penambahan
coklat dan margarin pada flakes.
Sumbangan energi flakes tanpa penambahan coklat adalah 133 Kal,
sumbangan protein sebesar 2.01 gram, sumbangan lemak sebesar 0.34 gram,
24
sumbangan karbohidrat sebesar 30.41 gram dan sumbangan Fe sebesar 8.96 mg.
Pada flakes tanpa penambahan coklat, zat gizi yang lebih dominan adalah
karbohidrat, protein dan zat besi. Hal ini disebabkan karena adanya inhibitor dalam
penyerapan zat besi yaitu coklat.
Flakes dengan penambahan coklat lebih baik dari segi rasa dibandingkan
kandungan gizi. Jika mengharapkan flakes sebagai sumber zat gizi, maka sebaiknya
mengonsumsi flakes tanpa penambahan coklat. Namun, jika mempertimbangkan
aspek rasa, maka flakes yang ditambahkan coklat rasanya lebih enak dibandingkan
flakes tanpa penambahan coklat.
Kontribusi Terhadap AKG Remaja Putri (13-18 Tahun)
Analisis kontribusi energi dan zat gizi produk flakes didasarkan pada Angka
Kecukupan Gizi (AKG) kelompok sasaran, yaitu remaja putri yang digolongkan
menjadi 2 kelompok umur yaitu 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Almatsier (2006)
menyatakan bahwa Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) atau
Recommended Dietary Allowances (RDA) merupakan taraf konsumsi zat-zat gizi
esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi
kebutuhan hampir semua orang sehat. Kontribusi energi dan zat gizi produk flakes
terhadap AKG remaja putri dihitung dengan membandingkan kandungan energi
dan zat gizi flakes per 70 gram (2 kali selingan) dengan AKG remaja putri.
Kontribusi energi dan zat gizi tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Kontribusi energi dan zat gizi flakes terhadap AKG remaja putri
Energi dan
zat gizi
Kontribusi energi dan zat gizi (%)
Dengan
Coklat
Tanpa penambahan
coklat
Dengan
Coklat
Tanpa penambahan
coklat
13-15 tahun 16-18 tahun
Energi 15.6 12.6 15.6 12.6
Protein 5.14 5.82 6.02 6.80
Lemak 17.48 0.94 17.48 0.94
Karbohidrat 17.12 20.82 17.12 20.82
Fe 39.46 68.92 39.46 68.92
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa kontribusi
flakes (dengan takaran saji 70 gram/ 2 kali selingan) terhadap AKG remaja
putriterdapat beberapa zat gizi yang masih kurang untuk memenuhi kebutuhan gizi
untuk makanan selingan (15%) terutama protein. Hal ini terjadi karena bahan
pangan sumber protein berupa isolat protein kedelai yang disubsitusi hanya 10%
dari total adonan pati garut. Kontribusi zat gizi besi flakes dengan coklat sebesar
39.46%, sedangkan flakes tanpa penambahan coklat kontribusi zat gizi besi sebesar
68.92%. Dengan demikian kontribusi zat gizi besi sudah mencukupi 50% AKG
remaja putri, sisanya diharapkan diperoleh dari sumber makanan lain.
Estimasi Harga Flakes per Takaran Saji
Flakes pati garut dengan substitusi10% isolat protein kedelai dan fortifikasi
zat besi sebanyak 50% AKG remaja putri ini terbuat dari bahan dasar pati garut,
25
isolat protein kedelai, tepung tapioka dan taburia serta bahan pelengkap lainnya
seperti gula, garam, air, coklat dan margarin. Penentuan harga jual produk
dilakukan dengan kalkulasi faktor produksi dan laba. Estimasi harga jual flakes
dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 14.
Tabel 14 Estimasi harga flakes per takaan saji (35 gram)
Bahan Pangan Harga (Rp) Jumlah
Bahan
Biaya (Rp)
Dengan coklat Tanpa penambahan
coklat
Pati garut 40000/kg 21.53 g 861.2 861.2
Isolat protein kedelai 80000/kg 2.39 g 191.2 191.2
Tepung tapioka 4000/kg 6.84 g 27.4 27.4
Taburia 0 1.2 g 0 0
Gula 8000/100 g 5.13 g 410.4 410.4
Garam 2000/200 g 0.17 g 1.7 1.7
Air 3000/L 16.24 g 48.7 48.7
Coklat 12.000/200 g 11 g 660 0
Margarin 5500/250 g 5.5 g 121 0
Total biaya bahan pangan 2321.6 1540.6
Listrik dan kompor 10% 232.1 154
Kemasan dan promosi 20% 464.2 308
Pegawai 15% 348.2 231
Laba 20% 464.2 308
Harga jual/takaran saji 3830.3 2541.6
Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa total biaya produksi flakes dengan
coklat per takaran saji adalah sebesar Rp3830,3 yang dibulatkan menjadi Rp3850,
sedangkan total biaya produksi flakes tanpa penambahan coklat per takaran saji
adalah Rp2541.6 yang dibulatkan menjadi Rp2 500. Harga flakes komersil yang
beredar dipasaran per takaran saji saat ini adalah sebesar Rp5 400. Harga flakes
berbahan dasar pati garut dan isolat protein kedelai memiliki harga yang lebih
ekonomis dibandingkan harga flakes komersil yang dijual dipasaran.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji organoleptik tahap pertama menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai F1 dengan substitusi 10% isolat protein kedelai dari total pati garut
daripada yang disubstitusi 20% dan 30%. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis pada
uji hedonik tahap pertama menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar
formula pada atribut warna dan tekstur, namun tidak berbeda nyata pada atribut
rasa dan aroma.
Hasil uji organoleptik tahap kedua menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai F1 dengan taraf fortifikasi zat besi sebanyak 25% AKG Fe remaja putri.
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata penilaian hedonik dan
mutu hedonik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar formula. Tetapi, F2 dipilih
26
sebagai formula terpilih dengan alasan untuk mendapatkan kontribusi taburia yang
paling besar yaitu sebesar 50% AKG Fe remaja putri.
Produk flakes terpilih ditambahkan rasa coklat untuk meningkatkan daya
terima konsumen sasaran. Persentase penerimaan untuk atribut warna adalah
sebesar 70%, untuk rasa 93.33%, aroma sebesar 86.67% dan atribut tekstur sebesar
70%.
Flakes dengan coklat umumnya memiliki karakteristik sifat fisik yang kebih
baik dibandingkan flakes tanpa penambahan coklat. Namun, berdasarkan
kandungan gizi, flakes tanpa penambahan coklat umumnya memiliki nilai
kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan flakes dengan coklat.
Kontribusi energi pada flakes dengan coklat adalah 15.6%, kontribusi protein
sebesar 5.14% hingga 6.02%, kontribusi lemak 17.48%, kontribusi karbohidrat
17.12% dan kontribusi besi (Fe) 39.46% terhadap AKG remaja putri (13-18 tahun).
Produk flakes tanpa penambahan coklat memiliki kontribusi energi 12.6%,
kontribusi protein 5.82% hingga 6.80%, kontribusi lemak 0.94%, kontribusi
karbohidrat 20.82%, dan kontribusi besi (Fe) 68.92% terhadap AKG remaja putri
(13-18 tahun).
Estimasi harga produk flakes dengan coklat per takaran saji adalah Rp3 850,
sedangkan harga produk flakes tanpa penambahan coklat per takaran saji adalah
Rp2 500. Harga flakes komersil yang dijual di pasaran adalah Rp5 400 per takaran
saji. Harga flakes berbahan dasar pati garut dan isolat protein kedelai lebih
ekonomis dibandingkan harga flakes komersil yang dijual dipasaran.
Saran
Kontribusi protein produk flakes belum memenuhi AKG remaja putri (6-12
tahun) untuk makanan selingan. Penyajian flakes disarankan melebihi dari takaran
saji flakes komersil (35 gram). Selain itu, disarankan terdapat penambahan tepung
komposit yang merupakan sumber protein hewani. Perlu dilakukan pengujian
terhadap daya simpan produk flakes pati garut dan pengkajian efektivitas produk
flakes yang telah di fortifikasi taburia kepada remaja putri yang menderita anemia.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of
Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc,
Airlington.
Adriano G, Rafael S, Eduardo H, Walter, Amir M, Granato D, Jose A, Helena M.
2010.Sensory analysis: relevance for prebiotic, probiotic, and synbiotic
product development. Food Science and Food Safety, 9(4), 358-373.
Allen LH. 2006. New Approaches for Designing and Evaluating Food Fortification
Programs. J. Nutr. 136: 1055-1058.
27
Akhtar S, Ismail T, Atukorala S, Arlappa N. 2013. Micronutrient deficiencies in
South Asia - Current status and strategies. Trends in Food Science &
Technolog 31: 55—62.
Albers MJ, Harnack LJ, Steffen LM, Jacobs DR. 2008. 2006 Marketplace Survey
of Trans Fatty Acid Content of Margarines and Butters, Cookies and Snack
Cakes, and Savory Snacks. J Am Diet Assoc. 2008; 108:367-370.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama
Amalia F. 2013. Formulasi Flakes Pati Garut Dan Tepung Ikan Lele Dumbo
(Clarias Gariepinus) Sebagai Pangan Kaya Energi Protein Dan Mineral
Untuk Lansia. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Anwar F. 1990. Mempelajari Sifat Fisik, Organoleptik dan Nilai Gizi Protein
Makanan Bayi Dari Campuran Tepung Beras Konsentrat Protein Jagung dan
Tepung Tempe. [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Apriyantono A. 1989. Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Bogor
Press.
Astawan M. 2004. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Depok (ID):
Penebar Swadaya.
[BPS] Badan Pusat Statistik ( ID). 2003. Survey Sosial Ekonomi Nasional
Bowman D. 2008. The Difference Between Meat, Soy, Whey, Dairy, and
VeganTypes of Protein. Baseline Nutritionals Nutribody
Protein.http://www.nutribodyprotein.com/protein-types.[13 Agustus 2014]
Briawan D, Adrianto Y, Ernawati D, Syamsir E, Aries M. 2012. Faktor Resiko
Anemia pada Siswi Peserta Program Suplementasi. Bogor (ID):Prosiding
Seminar Hasil-Hasil Peneltian IPB 2012
Chang S, Wang L, Wang Y, Brouwer ID, Kok FJ, Lozoff B, Chen C. 2011. Iron-
Deficiency Anemia in Infancy and Social Emotional Development in
Preschool-Aged Chinese Children. The Journal ofPediatrics, 127(4), e927-
e933.
Chaunier L, Courcoux P, Valle G, Lourdin D. 2005. Physical and sensory
evaluation of corn flakes crispness. J Texture Studies. 36(10):93-118. doi:
10.1111/j.1745-4603.2005.00007.x
[DEPKES] Departemen Kesehatan. 1998. Pedoman penanggulangan anemia gizi
untuk remaja putri dan wanita usia subur. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal
Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
____________________________. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta (ID)
Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia.
28
___________________________. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta (ID). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Davidsson L, Ziegler E, Zeder C, Walczyk T, Hurrell RF. 2005. Sodium Iron
EDTA (NaFeEDTA) as a food fortificant: erythrocyte incorporation of iron
and apparent absorbtion of zinc, copper, calcium, and magnesium from a
complementary food based on wheat and soy in healthy infants. Am J. Clin
Nutr. 81: 104-9.
Duodu KG, JRN Taylor, PS Beltonb, BR Hamaker. 2003. Factors affecting
sorghum protein digestibility. Journal of Cereal Science.38:117-131
Fauzan F. 2005. Formulasi Flakes Komposit dari Tepung Talas, Tepung Tempe dan
Tapioka [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gustiar H. 2009. Sifat Fisiko-Kimia Dan Indeks Glikemik Produk Cookies
Berbahan Baku Pati Garut (Maranta Arundinace L.)Termodifikasi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Helmi H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka untuk
Pengemas Lempuk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume
3.Bengkulu (ID): Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Hurrel R, Egli I. 2010. Iron bioavailability and dietary reference values. Am J Clin
Nutr ;91(suppl):1461S–7S.
Jyothi A, Sheriff J, Sajeev M. 2009. Physical and functional properties of arrowroot
starch extrudates. Journal Food Science, 74(2), 97—104.
Koswara S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai menjadi Makanan Bermutu.
Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.
Lalel HDJ, Abidin Z, Jutomo L. 2009. Sifat fisiko kimia beras merah gogo lokal
ende. J.Teknol. dan Industri Pangan. 20 (2): 109—116.
Meilgaard M, Civille GV, Carr T.1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd
Edition. London: CRC Press.
Mervina. 2009. Formulasi Biskuit dengan Subtitusi Tepung Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai sebagai makanan potensial
untuk anak balita gizi kurang. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Moreno MT, Tarrega A, Torrescasana E, Blanch C. 2011. Influence of label
information on dark chocolate acceptability. Appetite 58 (2012) 665-671.
Mubarak AE. 2005. Nutritional composition and antinutritional factors of
mungbean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional
processes. J. Food Chem. 89: 489—495.
doi:10.1016/j.foodchem.2004.01.007.
Muchtadi TR., Purwiyatno, & Basuki A. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstruksi.
Bogor (ID): LSI Institut Pertanian Bogor.
Permatasari NA. 2007. Karakterisasi Pati Jagung Varietas Unggul Nasional
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
29
Phu PV, Hoan NV, Salvignol B, Treche S, Wieringa FT, Khan NC, Tuong PD,
Berger J. 2010. Complementary Foods Fortified with Micronutrients
Prevent Iron Deficiency and Anemia in Vietnamese infants. J. Nutr. 110:
2241-2247.
Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1999. Calcium
bioavailability in human milk, cow milk and infant formulas-comparison
between dialysis and solubility methods. Food Chem 65: 353 – 357.
Roughead ZK, Zito CA, Hunt JR. 2005. Inhibitory effects of dietary calcium on the
initial uptake and subsequent retention of heme and nonheme iron in humans:
comparisons using an intestinal lavage method. Am J. ClinNutr. 82: 589-97.
Savige G, Farlane AM, Ball K, Worsley A, &Kwarford D. 2007. Snacking
behaviours of adolescents and their association with skipping meals.
International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 2007, 4 :
36 Hlm 12-17. http://www.ijbnpa.org/content/4/1/36 [29 September 2013].
Setyaningsih D, A. Apriyantono, M.P. Sari.2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro.Bogor (ID): IPB Press Surakarta.
Sianturi DP . 2013. Formulasi Formulasi Flakes tepung Komposit Pati Garut Dan
Tepung Singkong Dengan Penambahan Pegagan Sebagai Pangan
Fungsional Sarapan Anak Sekolah Dasar. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
[WHO] World Health Organization. 2006a. WHO global database on vitamin
Adeficiency. Geneva: Switzerland
___________________________. 2006b. WHO global database on
anaemia.Geneva: Switzerland
Whitrey E, Rolfes SR. 2008. Understanding Nutrition, Eleventh Edition. USA:
Thomson Wadsworth.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.
Zakiyah. 2010. Pengaruh suhu pemanasan awal dalam proses modifikasi pati garut
(Marantha arundinaceae L.) dengan pemanasan dan pendinginan berulang
terhadap kadar pati resisten tipe III. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap pertama
UJI HEDONIK (KESUKAAN)
Nama Panelis : Nama Produk : Flakes
Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin : L/P
Dihadapan saudara/I disajikan sampel flakes. Anda diminta untuk
memberikan penilaian terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur dari produk flakes
tersebut berdasarkan skala yang diberikan berikut ini:
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak tidak suka
4. Biasa
5. Agak suka
6. Suka
7. Sangat suka
Kode Warna Rasa Aroma Tekstur
256
Komentar
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Lampiran 2 Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving size flakes
Kebutuhan Fe = 26 mg
Kandungan Fe dalam taburia = 10,8 mg/1 g (kemasan)
Serving size : 35 g
Formula 1 (25% AKG)
Kebutuhan Fe = 25% x 26 mg = 6,5 mg
Penambahan taburia = 6,5 x 1 g = 0,6 g (untuk 1 takaran saji)
10,8
Formula 2 (50% AKG)
Kebutuhan Fe = 50% x 26 mg = 13 mg
Penambahan taburia = 13 x 1 g = 1,2 g (untuk 1 takaran saji)
10,8
31
Lampiran3 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap kedua
UJI MUTU HEDONIK
Nama Panelis : Nama Produk : Flakes
Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin : L/P
Dihadapan saudara/I disajikan beberapa produk flakes. Anda diminta untuk
memberikan penilaian terhadap aroma, warna, tekstur, rasa, aroma obat dan after
taste dari produk flakes tersebut.
Aroma dari produk flakes Warna pada produk flakes
1. Sangat langu 1. Coklat kehitaman
2. Langu 2. Coklat
3. Agak langu 3. Coklat muda
4. Netral 4. Coklat kekuningan
5. Agak harum 5. Kuning keemasan
6. Harum 6. Kuning muda
7. Sangat harum 7. Putih kekuningan
Tekstur dari produk flakes Rasa pada produk flakes
1. Sangat keras 1. Sangat hambar
2. Keras 2. Hambar
3. Agak keras 3. Agak hambar
4. Sedang 4. Sedang
5. Agak renyah 5. Agak gurih
6. Renyah 6. Gurih
7. Sangat Renyah 7. Sangat Gurih
Aroma obat dari produk flakes After taste
1. Sangat kuat 1. Sangat kuat
2. Kuat 2. Kuat
3. Agak kuat 3. Agak kuat
4. Sedang 4. Sedang
5. Agak lemah 5. Agak lemah
6. Lemah 6. Lemah
7. Sangat lemah 7. Sangat lemah
Komentar ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Kode Nilai
135
Kode Nilai
135
Kode Nilai
135 Kode Nilai
135
Kode Nilai
135
Kode Nilai
135
32
Lampiran 4 Kuesioner uji organoleptik pada remaja putri
FORMULIR UJI ORGANOLEPTIK PADA PANELIS REMAJA
PUTRI
Tanggal :
Nama Panelis :
Jenis Kelamin : P
Jenis Contoh : Flakes berbasis pati garut dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk
remaja putri
Intruksi : Berikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan
penilaian Saudara.
Penilaian Atribut
Warna Rasa Aroma Tekstur
1= Sangat tidak suka
2= Tidak suka
3= Agak tidak suka
4= Biasa
5= Agak suka
6= Suka
7= Sangat suka
Komentar :
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
TERIMA KASIH
33
Lampiran 5 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi
1. Analisis Kekerasan
Kekerasan flakes diukur dengan menggunakan alat Texture-Analyzer versi
XT2i, dengan spesifikasi probe P/0.25s ¼ inch sph. stainless, kecepatan probe 1
mm/detik, distance 2.0 mm, dan rriger auto-5 gr. Lalu, hasilnya diolah
menggunakan Software Texture Expert. Nilai yang ditampilkan adalah nilai gram
force.
2. Daya Serap Air
Sebanyak 2 gram sampel yang sudah halus dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuse. Kemudian ditambahkan 20 ml aquades, kemudian dibiarkan sampai air
meresap seluruhnya ke dalam sampel. Kemudian, larutan disentrifuse dengan
kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke
cawan porselen kering yang sudah diketahui berat kosongnya; sedangkan tabung
sentrifus beserta residunya ditimbang beratnya. Lalu, berat sisa residu yang
tertinggal di cawan porselen ditimbang dan dijumlahkan dengan berat residu awal.
Daya serap air dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Daya Serap Air (%) = x 100%
Keterangan:
A = Berat tabung sentrifuse kosong (gram)
B = Berat sampel awal (gram)
C = Berat tabung sentrifuse+residu (gram)
D = Berat cawan+sisa residu kering (gram)
E = Berat cawan kosong kering (gram)
3. Densitas Kamba
Sejumlah contoh dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml hingga
volumenya mencapai 100 ml kemudian ditimbang. Pengisian diusahakan tepat
tanda tera dan tidak dipadatkan. Densitas kamba (Bulk Density) dapat dihitung
dengan rumus:
Densitas kamba (g/ml) =
Keterangan:
a = berat gelas ukur berisi sampel 100 ml (g)
b = berat gelas ukur kosong (g)
4. Analisis Kadar Air (AOAC 1995)
Cawan porselen kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 105ºC
sekitar 60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator sampai cawan porselen
dingin (sekitar 30 menit) kemudian cawan porselen ditimbang berat kosongnya.
Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan kedalam cawan, kemudian dimasukkan
dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 3-6 jam. Setelah itu, cawan berisi sampel
diangkat kembali kemudian didinginkan di dalam desikator sampai dingin, lalu
34
ditimbang. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut: Kadar air (%bb) = [A –(C - B)] x 100%
A
Keterangan: A= Berat sampel basah (sebelum dioven) (gram)
B= Berat cawan kering (gram)
C= Berat (cawan + sampel) kering (gram)
5. Analisis Kadar Abu (AOAC 1995)
Cawan porselen kosong dikeringkan dalam tanur selama 1 jam kemudian
didinginkan dalam desikator sampai dingin (sekitar 1 jam). Kemudian, sampel
ditimbang kurang lebih 3 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar
dalam kompor listrik sampai sampel tidak berasap. Cawan kemudian diabukan ke
dalam tanur pada suhu 5000C. Pengabuan dilakukan selama 3 sampai 4 jam sampai
sampel seluruhnya menjadi abu putih. Kemudian, cawan porselen didinginkan di
dalam desikator sampai cawan dingin, kemudian cawan beserta sampel ditimbang.
Persentase dari kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar Abu (%) = Berat Abu x 100%
Berat sampel
6. Analisis Kadar Lemak dengan Hidrolisis (AOAC 1995)
Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkna metode ekstraksi Soxhlet.
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang beratnya.
Kemudian sampel sebanyak 3 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas
saring. Kertas saring yang sudah berisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi Soxhlet bersama dengan pelarut hexane, dan pada bagian bawah
diletakkan labu lemak untuk menampung lemak hasil ekstraksi. Sampel direfluks
selama 6 jam sampai pelarut yang berada di alat ekstraksi berwarna bening jernih.
Pelarut dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu
lemak berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai
pelarut menguap seluruhnya, dan hanya meninggalkan lemak di dalam labu lemak.
Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator sekitar 20-30 menit.
Selanjutnya labu berserta lemak di dalamnya ditmbang. Persentase kadar lemak
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar lemak (%) = A - B x 100%
A
Keterangan:
A = berat labu dan lemak (gram)
B = berat labu kosong (gram)
7. Analisis Protein Metode Mikro Kjeldahl (Fardiaz et al. 1989)
Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian
ditambahkan 7 ml H2SO4 dan 0.5 gram selenium-mix. Sampel didestruksi sampai
larutan berwarna jernih kemudian labu didinginkan. Isi labu dituangkan ke dalam
35
alat destilasi. Labu Kjeldahl dibilas 5-6 kali dengan aquades 20 ml, air bilasan juga
dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 30% sebanyak
20 ml.
Cairan dalam ujung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi
larutan asam borat (H3BO3) dan 4 tetes indikator (cairan metil merah dan metilen
biru) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh larutan
destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator sebanyak 3 kali volume
larutan awal dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna dari hijau menjadi merah ungu. Persentase kadar protein dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar protein (%) = x 6,25
8. Analisis Kadar Karbohidrat (by difference)
Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan perhitungan
karbohidrat by difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi
berdasarkan perhitungan menggunakan rumus berikut:
Kadar karbohidrat (%) = 100% - A – B – C – D
Keterangan:
A = kadar air (%bb)
B = kadar abu (%bb)
C = kadar protein (%bb)
D = kadar lemak (%bb)
9. Kandungan Energi
Kandungan energi dari sampel dihitung berdasarkan rumus konversi berat
karbohidrat, lemak dan protein sampel menjadi energi. Penetapan kandungan energi
dihitung berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
Energi (Kal) = 4(Kadar Protein) + 4(Kadar Karbohidrat) + 9(Kadar Lemak)
10. Analisis Kadar Besi (Fe) dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometry
(AAS) (Apriyantono 1989)
Preparasi sampel untuk kadar Fe dilakukan dengan menggunakan pengabuan
basah. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 -1.0 gram dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer. Lalu ditambahkan 10 ml larutan H2SO4 pekat dan 15 ml larutan HNO3
pekat. Larutan kemudian dipanaskan sampai jernih dan dibiarkan sampai dingin.
Kemudian larutan diencerkan dan ditera dengan air bebas ion di labu takar sampai
volume 100 ml. Kemudian larutan dihomogenkan dengan menggunakan stirrer.
Larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 kemudian dibaca dengan
menggunakan AAS. Prosedur yang sama dilakukan terhadap blanko. Kurva standar
Fe perlu dibuat terlebih dahulu untuk perhitungan kadar Fe pada sampel.
Perhitungan kadar Fe sampel dapat dilihat pada rumus perhitungan berikut:
Kadar Fe (mg/100 g) = y-b x Volume aliquot x 100 / berat sampel
a 1000
36
11. Bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1
Gambar 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1
Sejumlah sampel
Dihaluskan dengan blender
setara 2 g protein
dalam gelas piala
yang diketahui
beratnya
(2/protein
sampel) x 100
=x gram
sampel
Diatur pH
menjadi 2.0
dengan HCl
0,1 N
Ditambahkan air
bebas ion sebanyak
100 gram
T1 untuk menghitung
total asam tertitrasi
T2 untuk menghitung
bioavailabilitas mineral
Ditambahkan
Suspensi Pepsin
Diinkubasi pada
suhu 370C selama
120 menit
Dimasukan
kedalam freezer
Diatur pH
menjadi 2.0
dengan HCl
0,1 N
Ditambahkan air
bebas ion sebanyak
100 gram
Ditambahkan
Suspensi Pepsin
Diinkubasi pada
suhu 370C selama
120 menit
Dimasukan
kedalam freezer
1,6 g pepsin
dilarutkan
dalam 10 ml
HCl 0,1 N
37
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2
Gambar 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2
Sampel T1
(Total Asam Tertitrasi)
Di thawing dalam
Shaker 370C
Ditambahkan 5 ml
Pankreatin Bile
Dititrasi
dengan NaOH
standar hingga
pH 7
Dihitung kebutuhan NaHCO3
= N NaOH x 40x ml titrasi x T2 x 100
1000 T1 20
= X g NaOH
Ditimbang NaHCO3setara x g
NaHCO3dan diincerkan sampai 100 ml
Potong kantung ± 10 cm rendam
dalam air bebas ion lalu ikat salah satu
ujungnya
Diisi dengan 20 ml larutan NaHCO3
hasil perhitungan
Diikat salah satu ujungnya, usuhakan tidak ada gelembung, kemudian direndam
dengan sisa laruran NaHCO3 dalam gelas piala 200 ml
1 g Pankreatin (Sigma p-170) +
6,25 g ekstrak bile (Sigma B-
8631) dilarutkan dalam 250 ml
NaHCO3 0,1 N
Dilarutkan sebanyak 4 g NaOH dalam 1000
ml akuades dan disimpan selama 1 hari,
kemudian dikalibrasi.
Kalibrasi : timbang ± 0,01 g asam oksalat +
50 ml akuades diaduk sampai larut
kemudian titrasi dengan larutan NaOH
standar sampai Ph 7.
N NaOH = Berat asam Oksalat
Volume titrasi x (BM asam oksalat/2)
Spesifikasi kantung dialisis:
MWCO : 6000-8000
Lebar flat : 50 mm
Diameter : 32 mm
Vol/panjang : 8 ml/cm
38
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3
Gambar 9 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3
Dibaca dengan AAS
Sampel Bioavailabilitas (T1)
Di thawing dalam Shaker 370C
Dimasukkan kantung dialisis
Diinkubasi pada suhu 370C selama 2 jam
Ditambahkan 5 ml Pankreatin Bile
Dibuka ikatannya dan tuangkan dalam erlenmeyer 100
ml yang sudah diketahui beratnya
Diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit
Diangkat kantung dialisis dari sampel T1
Ditimbang dan dicatat berat dialisatnya
Dicuci bagian dalam kantung dialisis dengan air bebas ion
Ditambahkan H2SO4 pekat 10 ml dan 10 ml HNO3 pekat
Didestruksi sampai jernih
Diencerkan dalam labu takar 100 ml
Ditambahkan air bebas ion
Disarimg dengan kertas Whatman 42
39
12. Daya cerna protein (Muchtadi 1989)
Sampel digiling halus sampai lolos ayakan 80 mesh, kemudian suspensikan
sampel dalam air destilasi sampai diperoleh konsentrasi protein 6.25. Sebanyak 50
ml suspense sampel ditaruh ke dalam gelas piala kecil, atur pH menjadi 8 dengan
penambahan HCl atau NaOH 0.1 N. Taruh sampel dalam penangas air 37oC dan
diaduk selama 5 menit. Tambahkan larutan multienzim (saat penambahan enzim
dicatat sebagai waktu ke nol) ke dalam suspense protein sambil tetap diaduk dalam
penangas air. Catat pH suspense sampel pada menit ke- 10. Hitung daya cerna
protein sampel dengan menggunakan rumus:
Y = 210.464 – 18.103X
Keterangan; Y = Daya cerna protein (%)
X = pH suspense sampelpada menit ke- 10
Lampiran 6 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 1
Ranks
Kode Sampel N Mean Rank
Warna Subsitusi 10% Isolat protein kedelai 60 100.17
Substitusi 20% Isolat protein kedelai 60 76.18
Substitusi 30% Isolat protein kedelai 60 95.16
Total 180
Rasa Subsitusi 10% Isolat protein kedelai 60 96.64
Substitusi 20% Isolat protein kedelai 60 86.28
Substitusi 30% Isolat protein kedelai 60 88.58
Total 180
Aroma Subsitusi 10% Isolat protein kedelai 60 91.38
Substitusi 20% Isolat protein kedelai 60 86.00
Substitusi 30% Isolat protein kedelai 60 94.12
Total 180
Tekstur Subsitusi 10% Isolat protein kedelai 60 103.48
Substitusi 20% Isolat protein kedelai 60 100.60
Substitusi 30% Isolat protein kedelai 60 67.42
Total 180
40
Test Statisticsa,b
Warna Rasa Aroma Tekstur
Chi-Square 7.459 1.383 1.052 19.047
df 2 2 2 2
Asymp. Sig. .024 .501 .591 .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Kode Sampel
Lampiran 7 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis
ANOVA
Jumlah
kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
tengah F hitung Sig.
Warna Antar kelompok 403.485 2 201.743 18.139 .021
Dengan kelompok 33.367 3 11.122
Total 436.852 5
Rasa Antar kelompok 3.719 2 1.859 .011 .989
Dengan kelompok 500.000 3 166.667
Total 503.719 5
Aroma Antar kelompok 33.367 2 16.683 1.801 .306
Dengan kelompok 27.789 3 9.263
Total 61.156 5
Tekstur Antar kelompok 1200.000 2 600.000 7.366 .070
Dengan kelompok 244.356 3 81.452
Total 1444.356 5
Uji lanjut Duncan
Warna
kode N
Subset untuk alpha = 0.05
1 2
2 2 55.0000
3 2 63.3350
1 2 74.9950
Sig. .088 1.000
41
Lampiran 8 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 2
Ranks
Kode sampel N Mean Rank
Warna Fortifikasi 25% Fe 60 68.99
Fortifikasi 50% Fe 60 52.01
Total 120
Rasa Fortifikasi 25% Fe 60 62.15
Fortifikasi 50% Fe 60 58.85
Total 120
Aroma Fortifikasi 25% Fe 60 56.91
Fortifikasi 50% Fe 60 64.09
Total 120
Tekstur Fortifikasi 25% Fe 60 67.98
Fortifikasi 50% Fe 60 53.02
Total 120
Test Statisticsa,b
Warna Rasa Aroma Tekstur
Chi-Square 8.425 .299 1.593 6.489
Df 1 1 1 1
Asymp.
Sig. .004 .584 .207 .011
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Kode sampel
42
Lampiran 9 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis
ANOVA
Jumlah
kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
tengah F hitung Sig.
Warna Antar kelompok 100.100 1 100.100 .901 .443
Dengan kelompok 222.244 2 111.122
Total 322.344 3
Rasa Antar kelompok 11.122 1 11.122 .400 .592
Dengan kelompok 55.544 2 27.772
Total 66.667 3
Aroma Antar kelompok 25.050 1 25.050 9.036 .095
Dengan kelompok 5.544 2 2.772
Total 30.594 3
Tekstur Antar kelompok 69.389 1 69.389 2.776 .238
Dengan kelompok 50.000 2 25.000
Total 119.389 3
43
Lampiran 10 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik organoleptik tahap 2
Ranks
Kode Sampel N Mean Rank
Aroma Fortifikasi 25% Fe 60 60.42
Fortifikasi 50% Fe 60 60.58
Total 120
Warna Fortifikasi 25% Fe 60 63.75
Fortifikasi 50% Fe 60 57.25
Total 120
Tekstur Fortifikasi 25% Fe 60 66.38
Fortifikasi 50% Fe 60 54.62
Total 120
Rasa Fortifikasi 25% Fe 60 65.54
Fortifikasi 50% Fe 60 55.46
Total 120
Aroma Obat Fortifikasi 25% Fe 60 60.02
Fortifikasi 50% Fe 60 60.98
Total 120
After Taste Fortifikasi 25% Fe 60 61.46
Fortifikasi 50% Fe 60 59.54
Total 120
Test Statisticsa,b
Aroma Warna Tekstur Rasa AromaObat AfterTaste
Chi-Square .001 1.115 3.738 2.641 .029 .096
df 1 1 1 1 1 1
Asymp.
Sig. .976 .291 .053 .104 .864 .756
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Kode Sampel
44
Lam
pir
an
11 H
asi
l u
ji b
eda s
ifat
fisi
k f
lakes
den
gan
dan
tan
pa p
enam
bah
an
cok
lat
Tes
t L
evene
untu
k r
agam
yan
g s
am
a
t-te
st u
ntu
k r
ataa
n y
an
g s
am
a
F
Sig
nif
ikan
si
t
Der
ajat
Keb
ebas
an
Sig
nif
ikan
si
(2-t
aile
d)
Rat
aan b
eda
Gal
at b
eda
Sel
ang k
eper
cayaa
n p
ada
inte
rval
95
%
Baw
ah
Ata
s
Kek
eras
an
Rag
am
sam
a
. .
-
14
.416
2
.0
05
-28
6.5
5
19
.877
44
-
37
2.0
75
71
-
20
1.0
24
29
Rag
am
tid
ak s
am
a
-
14
.416
1
.08
9
.03
5
-28
6.5
5
19
.877
44
-
49
5.3
24
25
-
77
.775
75
Den
sita
s
Kam
ba
Rag
am
sam
a
.00
0
1.0
00
5.6
5 7
2
.03
0
.04
.00
707
.00
95 8
.07
04 2
Rag
am
tid
ak s
am
a
5.6
5 7
2.0
00
.03
0
.04
.00
707
.00
95 8
.07
04 2
Daya
Ser
ap A
ir
Rag
am
sam
a
. .
-
25
.071
2
.0
02
-63
.33
2.5
259 9
-
74
.198
48
-
52
.461
52
Rag
am
tid
ak s
am
a
-
25
.071
1
.08
3
.02
0
-63
.33
2.5
259 9
-
90
.152
31
-
36
.507
69
45
Lam
pir
an
12 H
asi
l u
ji b
eda k
an
du
ngan
giz
i fl
akes
den
gan
dan
tan
pa p
enam
bah
an
cok
lat
Tes
t L
even
e u
ntu
k r
agam
yan
g
sam
a t-
test
un
tuk r
ataa
n y
ang s
ama
F
Sig
nif
ikan
si
t
Der
ajat
Keb
ebas
an
Sig
nif
ikan
si
(2-t
aile
d)
Rat
aan
bed
a G
alat
bed
a
Sel
ang k
eper
cayaa
n p
ada
inte
rval
95
%
Baw
ah
Baw
ah
Kad
ar A
ir
Rag
am s
ama
2.3
91
E1
6
.000
-1.6
68
2
.237
-.9
60
00
.575
54
-3.4
363
6
1.5
163
6
Rag
am t
idak
sam
a
-1.6
68
1.2
27
.308
-.9
60
00
.575
54
-5.7
343
1
3.8
143
1
Kad
ar A
bu
R
agam
sam
a
1.5
84
E1
6
.000
13
.825
2
.005
.285
00
.020
62
.196
30
.373
70
Rag
am t
idak
sam
a
13
.825
1.1
25
.034
.285
00
.020
62
.082
57
.487
43
Kad
ar L
emak
R
agam
sam
a
4.9
00
E1
6
.000
82
.718
2
.000
16
.795
00
.203
04
15
.921
39
17
.668
61
Rag
am t
idak
sam
a
82
.718
1.0
61
.006
16
.795
00
.203
04
14
.541
45
19
.048
55
Kad
ar P
rote
in
Rag
am s
ama
3.0
41
E1
5
.000
-4.7
47
2
.042
-.6
65
00
.140
09
-1.2
677
6
-.0
62
24
Rag
am t
idak
sam
a
-4.7
47
1.7
84
.052
-.6
65
00
.140
09
-1.3
433
0
.013
30
Kad
ar K
arb
oh
idra
t R
agam
sam
a
8.3
19
E1
6
.000
-22
.500
2
.002
-15
.440
00
.686
22
-18
.392
57
-12
.487
43
Rag
am t
idak
sam
a
-22
.500
1.2
26
.015
-15
.440
00
.686
22
-21
.143
32
-9.7
366
8
Kan
dun
gan
En
ergi
Rag
am s
ama
3.3
52
E1
5
.000
47
.808
2
.000
86
.370
00
1.8
066
1
78
.596
77
94
.143
23
Rag
am t
idak
sam
a
47
.808
1.5
74
.002
86
.370
00
1.8
066
1
76
.189
78
96
.550
22
Kad
ar F
e R
agam
sam
a
1.8
45
E1
5
.000
-12
.437
2
.006
-10
.940
00
.879
66
-14
.724
87
-7.1
551
3
Rag
am t
idak
sam
a
-12
.437
1.9
50
.007
-10
.940
00
.879
66
-14
.819
55
-7.0
604
5
Day
a C
ern
a P
rote
in
Rag
am s
ama
3.6
50
E1
5
.000
-6.5
55
2
.022
-3.4
400
0
.524
79
-5.6
979
7
-1.1
820
3
Rag
am t
idak
sam
a
-6.5
55
1.6
37
.036
-3.4
400
0
.524
79
-6.2
518
5
-.6
28
15
Bio
avai
lab
ilit
as F
e R
agam
sam
a
1.6
83
E1
4
.000
-2.3
31
2
.145
-6.7
350
0
2.8
891
6
-19
.166
04
5.6
960
4
Rag
am t
idak
sam
a
-2.3
31
1.9
97
.145
-6.7
350
0
2.8
891
6
-19
.186
67
5.7
166
7
46
RIWAYAT HIDUP
M. Mifthah Faridh Chairil merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari
pasangan Chairil Nurdin dan Endrawati. Lahir di Jambu Air 13 Mei 1992. Penulis
menempuh pendidikan SMA di SMA Negeri 3 Bukittinggi. Selanjutnya
melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi, diantaranya,
KOPMA IPB 2010-2011, Club Gizi Peduli 2011-2012, Himagizi 2011-2013,
Keluarga Mahasiswa Kota Wisata, Agam sekitarnya 2010-sekarang, dan Ikatan
Pelajar Mahasiswa Minang 2010- sekarang. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan
kepanitiaan seperti Minang Vaganza 2013, Nutrition Fair 2012 dan 2013, Masa
Perkenalan Departemen 2012, ANIMAZI 2012, SAMISAENA 2012, Open House
Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang 2011, Duta FEMA Ambasador For Our
Ecology 2011, Indonesian Ecology Expo 2011, dan Musyawarah Nasional
ILMAGI 2011.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar
Komunikasi (2012), Analisis Zat Gizi Makro (2013 dan 2014), Ilmu Bahan
Makanan (2013), Ekologi Pangan dan Gizi (2013), dan Ilmu Gizi Dasar (2014).
Bulan Juli-Agustus 2013 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa
Sukajaya, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor. Pada bulan Februari – Maret
2014 penulis melaksanakan Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Topik kajian selama ID adalah kasus penyakit
dalam (Dispepsia intake sulit, Disfagia ec Hiatal Hernia, Candidiasis esofagus,
Hipokalemia berat, Hipomagnesiummassa intraabdomen ec susp miomauteri,
pangastritis, peningkatan enzim transaminase), kasus penyakit anak
(Rhabdomiosarcoma Prekemoterapi Siklus ke-2), dan kasus bedah (Post
Laparatomi Eksplorasi dengan Esofagojejunostomi atas indikasi Nekrosis Gaster
ec Ingesti Air Keras Hg).