FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et...

60
FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et...

Page 1: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN

FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI

M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)
Page 3: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Flakes

Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri adalah

benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

M.Mifthah Faridh Chairil

NIM I14100127

Page 4: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)
Page 5: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

ABSTRAK

M.MIFTHAH FARIDH CHAIRIL. Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut

dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri. Dibimbing oleh LILIK

KUSTIYAH

Prevalensi anemia pada remaja putri meningkat dari 6.9% (2008) menjadi

18.4% (2013). Tujuan dari penelitian ini adalah formulasi flakes yang dibuat dari

pati garut, isolat protein kedelai, dan tepung tapioka, dengan bahan tambahan

taburia (multivitamin dan mineral), gula, garam, air, margarin dan coklat. Flakes

dengan substitusi 10% isolat protein kedelai lebih diterima secara organoleptik

daripada 20% dan 30% substitusi isolat protein kedelai. Lalu, dilakukan fortifikasi

taburia pada formula terpilih, fortifikasi 50% AKG zat besi dipilih berdasarkan

berbagai pertimbangan daripada flakes dengan fortifikasi 25% AKG zat besi.

Penambahan rasa coklat meningkatkan penerimaan pada flakes. Flakes dengan

coklat memiliki sifat fisik yang lebih baik, tetapi memiliki kandungan gizi yang

lebih rendah daripada flakes tanpa coklat. Kontribusi protein dan zat besi terhadap

AKG remaja putri pada flakes dengan coklat masing-masing 5.14 – 6.02% dan

39.46%; sedangkan tanpa coklat masing- masing 5.82 – 6.80% dan 68.92%.

Kesimpulan: flakes dengan coklat lebih baik dari segi penerimaan, tetapi lebih

rendah dari segi kandungan gizi dari flakes tanpa penambahan coklat.

Kata kunci: flakes, fortifikasi, isolat protein kedelai, pati garut, taburia

ABSTRACT

M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL. Formulation Flakes of Arrowroot

Starch with Fortification of Iron (Fe) for Adolescent Girl. Supervisied by

LILIK KUSTIYAH

Prevalence of anemia among adolescence girls have been increased

dramatically, i.e 6.9% (2008) become 18.4% (2013). The aim of this study was

formulation of flakes made from arrowroot starch, soy protein isolate, and tapioca

starch, then was added with taburia (consist of multivitamin and minerals), sugar,

salt, water, butter and chocolate. Flakes made of 10% soy protein isolate was the

most acceptable organoleptically than 20 and 30% soy protein isolate substitution.

Then, taburia fortification was applied to this formula, 50 % RDA of iron

fortification was more reasonable to be selected than 25% one according to

contribution of iron. Addition of chocolate flavor resulted in improving

acceptability of flakes. Flakes with chocolate flavor has better physical properties,

but nutrients content were lower than without chocolate. Contribution to RDA of

protein and iron of adolescence of flakes with chocolate flavor were 5.14 – 6.02%

and 39.46%; and without chocolate flavor were 5.82 – 6.80% and 68.92%,

respectively. Conclusion: flakes with chocolate has better of acceptability, but

lower in nutrients content than without it.

Keywords: arrowrootstarch, flakes, fortification, soy protein isolate, taburia

Page 6: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

iv

.

Page 7: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN

FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI

M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 8: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

vi

Page 9: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

Judul Skripsi : Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Besi

(Fe) untuk Remaja Putri

Nama : M. Mifthah Faridh Chairil

NIM : I14100127

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Rimbawan

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Dr Ir Lilik Kustiyah, M.Si

Pembimbing

Page 10: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

ii

Page 11: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah

pengembangan produk, dengan judul Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut

dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan

pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan

dalam penulisan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan

penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk

kesempurnaan karya ilmiah ini.

3. Kedua orangtua tercinta (Chairil Nurdin dan Endrawati), kakak dan adik

tersayang (M.Ramadhani Akbar dan M. Ardiansyah), serta seluruh keluarga

atas kasih sayang, doa, nasihat, dukungan, semangat, dan pengertian sehingga

penulis dapat terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik

mungkin.

4. Pak Mashudi, Pak Junaedi, Ibu Antin, dan Ibu Lira atas bantuannya dalam

proses penelitian.

5. Kepala sekolah, para pengajar dan siswi SMA Labschool Kornita IPB yang

telah membantu penulis dalam melakukan uji organoleptik flakes.

6. Sahabat-sahabat tersayang yang telah memberikan bantuan dan motivasinya :

Widia Nurfauziah, Yoesniasani Dwi Meisya, Iqbar Mahendra Saputra,

Irmawati Ramadhania, Cahyuning Isnaini, dan M. Taufik Hidayat.

7. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu penulis dalam melakukan

penelitian: Almira, Nandika, Gita, Kadek, Maryam, Wilda, Novia, April.

8. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 47 seperjuangan yang penuh semangat, serta

warga gizi lainnya dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

M. Mifthah Faridh Chairil

Page 12: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

iv

Page 13: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

Latar Belakang .................................................................................................... 1

Tujuan .................................................................................................................. 2

Manfaat ................................................................................................................ 3

METODE ................................................................................................................ 3

Waktu dan Tempat .............................................................................................. 3

Bahan dan Alat .................................................................................................... 3

Tahapan Penelitian .............................................................................................. 4

Rancangan Percobaan .......................................................................................... 8

Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................. 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9

Formulasi Flakes ................................................................................................. 9

Pembuatan Flakes .............................................................................................. 10

Uji Organoleptik Flakes .................................................................................... 11

Sifat Fisik Flakes Terpilih ................................................................................. 17

Kandungan Gizi Flakes Terpilih ....................................................................... 19

Kandungan Gizi per Takaran Saji ..................................................................... 23

Kontribusi Terhadap AKG Remaja Putri (13-18 Tahun) .................................. 24

Estimasi Harga Flakes per Takaran Saji ........................................................... 24

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 25

Simpulan ............................................................................................................ 25

Saran .................................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

LAMPIRAN .......................................................................................................... 30

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 46

Page 14: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

vi

DAFTAR TABEL

1 Formula flakes (Amalia 2013) ............................................................................. 5 2 Formula flakes pati garut dan isolat protein kedelai ............................................ 5 3 Jumlah taburia yang ditambahkan per serving size pada setiap taraf ................ 11

4 Nilai modus hasil uji hedonik tahap pertama .................................................... 12 5 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes ..................................... 13 6 Nilai modus hasil uji hedonik tahap kedua ........................................................ 14 7 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes ..................................... 15 8 Nilai modus hasil uji mutu hedonik tahap kedua .............................................. 15

9 Sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat .................................... 18 10 Kandungan gizi flakes (bb) dengan dan tanpa penambahan coklat ................. 20 11 Daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe produk flakes terpilih .................. 22

12 Kandungan gizi flakes dalam satu takaran saji ................................................ 23 13 Kontribusi energi dan zat gizi flakes terhadap AKG remaja putri .................. 24 14 Estimasi harga flakes per takaan saji (35 gram) .............................................. 25

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian 4

2 Proses pembuatan flakes 6 3 Produk flakes terpilih 13 4 Produk flakes terpilih akhir 16

5 Produk flakes dengan penambahan coklat 17 6 Proses uji organoleptik tahap 3 17

7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36

8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2 17

9 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap pertama .............................................. 30

2 Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving size flakes .................... 30 3 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap kedua .................................................. 31 4 Kuesioner uji organoleptik pada remaja putri ................................................... 32 5 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi ................................................ 33 6 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 1 .......................................... 39

7 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis ........................................ 40 8 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 2 .......................................... 41

9 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis ........................................ 42 10 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik organoleptik tahap 2 ................................ 43

11 Hasil uji beda sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat ............. 44 12 Hasil uji beda kandungan gizi flakes dengan dan tanpa penambahan

coklat .............................................................................................................. 45

Page 15: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Oleh karena itu setiap

individu diharapkan dapat menjaga kesehatan yang merupakan modal utama agar

hidup produktif, bahagia dan sejahtera. Saat ini, pemasalahan gizi yang dihadapi

Indonesia adalah masalah gizi ganda yang dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup

dan pola makan. Masalah gizi tersebut diantaranya adalah Kurang Energi Protein

(KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) serta masalah gizi

lebih seperti kelebihan berat badan dan obesitas.

Masalah gizi mikro merupakan masalah gizi yang masih dihadapi oleh

negara-negara berkembang seperti Indonesia. Menurut data WHO (2006),

Indonesia masih menghadapi masalah gizi berupa defisiensi zat besi dan vitamin A

yang tinggi. Menurut Akhtar et al. (2013), anemia gizi besi (AGB) merupakan

masalah gizi mikro dengan prevalensi tertinggi di dunia yang memengaruhi hampir

semua kelompok usia, jenis kelamin dan kondisi fisiologis. Kelompok yang paling

rentan terjadinya AGB adalah anak usia pra sekolah, gadis remaja, ibu hamil dan

menyusui.

Menurut Depkes (2008), prevalensi anemia pada remaja di Indonesia

dengan kisaran umur 16-24 tahun adalah sebanyak 6.9 %. Prevalensi tersebut

meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 18.4% (Riskesdas 2013). Prevalensi

anemia yang cukup tinggi pada remaja putri ini karena pada masa remaja terjadi

pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Kebutuhan zat besi juga akan meningkat

pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya menstruasi. Anemia gizi besi

disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan

hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat

gizi tersebut adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan sebagai

katalisator dalam sintesis heme di dalam molekul hemoglobin, vitamin C yang

memengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jaringan tubuh,

dan vitamin E yang memengaruhi stabilitas membran sel (Almatsier 2003).

Menurut Depkes (1998), anemia gizi besi pada remaja putri dapat

menimbulkan berbagai dampak, antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga

mudah terkena penyakit, menurunnya aktivitas dan prestasi belajar, disamping itu

remaja putri yang menderita anemia kebugarannya juga menurun, sehingga dapat

menghambat prestasi olahraga dan produktivitasnya. Anak-anak usia pra sekolah

yang mengalami anemia gizi besi pada masa bayi menunjukkan pengaruh negatif

seperti perilaku yang lebih pasif, lebih suka menyendiri dalam situasi asing, serta

menunda kepuasan hidupnya (Chang et al. 2011).

Program yang sudah dilakukan untuk mengurangi masalah anemia gizi besi

di Indonesia pada remaja baru berupa program pendidikan gizi. Strategi yang jauh

lebih efektif adalah pembuatan produk pangan dengan fortifikasi multivitamin dan

mineral. Fortifikasi merupakan salah satu strategi untuk memperbaiki gizi

masyarakat khususnya remaja dengan biaya yang relatif murah. Menurut Phu et al.

(2010), makanan lokal yang diperkaya oleh zat besi dan mikronutrien dapat

menurunkan anemia, meningkatkan status besi bayi, mencegah kehilangan besi

Page 16: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

2

pada anak usia 6-12 bulan di negara berkembang. Pada penelitian ini, digunakan

multivitamin dan mineral dengan merek Taburia. Suplemen Taburia atau sprinkle

adalah bubuk multivitamin dan mineral yang dikembangkan oleh Kementerian

Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral pada masa

perkembangan anak balita.

Informasi yang dibutuhkan dalam membuat program fortifikasi pangan

adalah bahan pangan dasar yang difortifikasi dan fortifikan, bioavailabilitas,

kecukupan zat gizi dan keamanan pangan, pengaruh fortifikan pada stabilitas dan

sensorik (Allen 2006), maka dipilihlah umbi garut sebagai bahan dasar dalam

pembuatan suatu produk pangan. Ketersediaan umbi garut cukup banyak dilihat

dari kapasitas produksi rata-rata sebesar 8 ton/hektar atau 3.080 ton sekali panen,

sedangkan kapasitas produksi garut berupa umbi sebesar 360 ton/tahun, tepung

garut 72 ton/tahun dan emping garut 36 ton/tahun (BPS 2003). Penggunaan umbi

garut ini dimaksudkan untuk mendapatkan bahan pangan alternatif karbohidrat

yang murah, berlimpah dan belum optimal pemanfaatannya di masyarakat. Pati

garut merupakan salah satu olahan utama umbi garut yang memiliki karbohidrat

alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi, pati garut memiliki

kandungan lemak dan protein yang rendah serta kandungan fosfor dan zat besi yang

lebih tinggi dibandingkan tepung terigu (Jyothi et al. 2009). Oleh karena itu, perlu

adanya penambahan sumber protein, misalnya isolat protein kedelai (IPK). Pada

penelitian ini, bahan pangan yang digunakan adalah isolat protein kedelai (IPK).

Isolat protein kedelai adalah bentuk protein yang paling murni karena

minimal mengandung 90% protein berdasarkan berat kering (Astawan 2009). IPK

baik sekali digunakan dalam formulasi makanan karena dapat berfungsi sebagai

pengikat dan pengemulsi. Selain itu, IPK dapat berfungsi sebagai zat aditif yang

berfungsi untuk memperbaiki penampakan, tekstur, serta flavour produk (Koswara

1995).

Usaha yang dapat dilakukan dan mudah diterima dalam menanggulangi

masalah anemia melalui penyediaan snack yang memang sering dikonsumsi oleh

semua golongan umur, terutama remaja putri. Remaja di Amerika Serikat sebanyak

87-88% yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari

dengan kontribusi energi dari makanan ringan (snack) adalah sekitar 20-25% setiap

hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri lebih sering ngemil

dibandingkan pria (Savige et al. 2007).

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk membuat

snack berupa flakes yang memadai sebagai sumber protein serta multivitamin dan

mineral. Oleh karena itu, penting dilakukan pengembangan produk snack (flakes)

sebagai sumber energi, protein, dan zat besi dengan bahan dasar umbi garut dan

isolat protein kedelai dengan fortifikasi multivitamin dan mineral untuk remaja

putri.

Tujuan

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes berbasis pati

garut dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk remaja putri.

Page 17: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

3

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Membuat formula flakes dengan bahan dasar pati garut dengan menambahkan

isolat protein kedelai sebagai sumber protein.

2. Uji organoleptik terhadap produk flakes untuk mendapatkan formula terbaik.

3. Membuat produk flakes berbahan dasar pati garut dan isolat protein kedelai

dengan fortifikasi zat besi (Fe) berbagai taraf pada formula terbaik.

4. Uji organoleptik terhadap produk flakes dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk

mendapatkan formula terbaik.

5. Menganalisis sifat fisik dan kandungan gizi (proksimat) produk terpilih flakes

berbasis pati garut dan isolat protein kedelai dengan fortifikasi zat besi (Fe).

6. Menganalisis bioavailabilitas mineral Fe dan daya cerna protein pada produk

terbaik flakes berbasis pati garut dan isolat protein kedelai dengan fortifikasi zat

besi (Fe).

7. Menghitung kontribusi zat gizi dan estimasi harga per takaran saji flakes tehadap

Angka Kecukupan Gizi (AKG) remaja putri.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif solusi untuk

menanggulangi permasalahan gizi di Indonesia, khususnya anemia pada remaja

putri. Selain itu, diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi positif

terhadap masyarakat, pemerintah, dan perusahaan yang bergerak di bidang industri

pangan agar dapat menyediakan produk sesuai dengan permasalahan gizi yang ada.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dimulai dari bulan Maret

2014 sampai Juni 2014. Pembuatan flakes, uji organoleptik, analisis fisik dan

kandungan gizi serta uji organoleptik pada remaja putri masing-masing dilakukan

di Laboratorium Kimia Pangan dan SEAFAST, FATETA, IPB, Laboratorium

Organoleptik dan Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Departemen Gizi

Masyarakat , FEMA, IPB dan SMA Labschool Kornita IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.

Bahan utama adalah pati garut dan isolat protein kedelai. Pati garut yang digunakan

merupakan pati garut yang diperoleh dari sentra produksi tepung dan pati umbi-

umbian di Bantul Yogyakarta sedangkan isolat protein kedelai didapatkan dari

UKM di Solo. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka, gula,

garam, air, coklat, margarin dan taburia (multivitamin dan mineral). Taburia

Page 18: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

4

diperoleh dari PT. Tiga Pilar Sejahtera yang dikeluarkan oleh Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Bahan kimia yang digunakan untuk

analisis diantaranya adalah aquades, H2SO4 pekat, selenium mix, NaOH, pelarut

hexana, HNO3, HCl, ammonium molibdat, etanol 95%, indikator metil merah dan

metil biru, kantung dialisis, pankreatin bile, air bebas ion, multienzim (tripsin,

kemotripsin dan peptidase).

Alat yang digunakan untuk membuat flakes antara lain adalah wadah

plastik, pengaduk, sendok, mixer, steam cattle jacket, alat pemipih (noodle-maker),

loyang, timbangan, oven dan kompor. Alat-alat yang digunakan dalam analisis

kandungan gizi diantaranya adalah cawan alumunium, cawan porselin, oven, tanur,

desikator, kondensor, soxhlet, labu Kjedahl, alat destilasi, labu erlenmayer, labu

takar, gelas ukur, hotplate, buret, pipet, kertas saring, dan penjepit. Selain itu, untuk

uji organoleptik flakes pati garut menggunakan kuesioner dan piring.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan. Tahapan tersebut terdiri atas

perancangan formula flakes, pembuatan flakes, uji organoleptik, penambahan rasa

coklat pada flakes, uji organoleptik pada remaja putri terhadap flakes, serta analisis

sifat fisik dan kimia produk terpilih. Tahapan penelitian secara jelas disajikan

dalam diagram alir pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian

Formula terpilih (FT)

Uji organoleptik tahap 2

Formula terpilih akhir (FTA)

Analisis sifat

fisik

Analisis kandungan

gizi (proksimat)

Uji bioavailabilitas Fe

dan daya cerna protein

Uji organoleptik tahap 1

Fortifikasi multivitamin dan mineral

(25% dan 50% AKG Fe)

Formulasi flakes

Flakes dengan penambahan coklat Flakes tanpa penambahan coklat

Uji organoleptik

tahap 3

Page 19: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

5

Perancangan formula flakes

Penetapan formula dilakukan mengacu pada metode Amalia (2013) yang

telah dimodifikasi dan trial and error untuk mendapatkan perbandingan komposisi

yang tepat. Penentuan formula ini disesuaikan berdasarkan rata-rata Angka

Kecukupan Gizi remaja putri sehari yaitu 59 gram protein dan 26 mg zat gizi besi

(Fe) (WNPG 2012). Formula Amalia (2013) dapat dilihat pada Tabel 1. Pembuatan

flakes dilakukan sebanyak dua kali, proses pembuatan tahap pertama menggunakan

bahan utama yaitu pati garut dan subsitusi isolat protein kedelai. Pada pembuatan

flakes tahap kedua diberikan penambahan multivitamin dan mineral berupa taburia

bersama dengan bahan utama.

Tabel 1 Formula flakes (Amalia 2013)

Bahan Berat (g)

Pati garut 140

Tepung kepala ikan lele 21

Tepung badan ikan lele 49

Tepung tapioka 40

Gula 26

Garam 0,1

Air 100

Jumlah isolat protein kedelai yang digunakan pada setiap formula

merupakan substitusi dari jumlah pati garut pada penelitian Amalia (2013) yaitu

sebanyak 140 gram. Substitusi isolat protein kedelai dibagi kedalam 3 taraf yaitu

(F1) subsitusi 10%, (F2) subsitusi 20%, dan (F3) subsitusi 30%. Batas bawah

penambahan isolat protein kedelai diestimasi telah memenuhi kebutuhan protein

remaja putri untuk makanan selingan. Formula flakes pati garut dan isolat protein

kedelai disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Formula flakes pati garut dan isolat protein kedelai

Komposisi (g) Formula

F1(10%) F2(20%) F3(30%)

Pati garut 126 112 98 Isolat protein kedelai 14 28 42 Tepung tapioka 40 40 40 Garam 1 1 1 Gula 30 30 30 Air 95 95 95 Total Adonan 306 306 306

Pembuatan flakes

Proses pembuatan flakes dilakukan dengan menggunakan metode penelitian

Fauzan (2005) yang telah dimodifikasi. Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua

kali, tahap pertama menggunakan bahan utama pati garut dan isolat proein kedelai.

Pembuatan flakes pada tahap kedua ditambahkan taburia bersama dengan bahan

utama dengan dua taraf fortifikasi (25% dan 50% AKG besi remaja putri). Adapun

skema proses pembuatan flakes dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 20: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

6

Gambar 2 Proses pembuatan flakes

Pengujian organoleptik tahap pertama

Pengujian organoleptik tahap pertama merupakan uji hedonik yang

dilakukan untuk mendapatkan formula terpilih. Pengujian dilakukan terhadap tiga

jenis produk flakes yang terbuat dari pati garut dan isolat protein kedelai dengan

tingkat substitusi yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan.

Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi

terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Pengujian

formula tahap pertama hanya meliputi uji kesukaan (hedonik). Panelis diminta

menilai dengan 7 skala numerik. Uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan

panelis dengan penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3),

biasa (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7). Semakin besar angka, maka akan

semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Atribut yang diujikan pada uji

organoleptik tahap pertama adalah atribut warna, rasa, aroma, dan tesktur dari

produk flakes. Kuesioner uji organoleptik pada tahap pertama disajikan pada

Lampiran 1.

Formula terbaik ditentukan berdasarkan hasil uji hedonik, yaitu dengan

melihat persentase penerimaan setiap formula. Formula terpilih inilah yang akan

digunakan pada penelitian selanjutnya.

Gambar 2 Proses pembuatan flakes

Dicampur kering (Dry Mixing)

Ditambahkan air

Pencampuran dengan mixer

Dikukus selama 3 menit pada suhu 70oC

Dipipihkan dengan noodle maker dengan ketebalan 0,5 mm

Ditata pada tray

Flakes

Pemanggangan dalam suhu 150o C selama 30 menit

Dibentuk menjadi bulatan kecil

Bahan dasar flakes

Page 21: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

7

Fortifikasi zat besi (Fe) pada formula terpilih

Berdasarkan uji organoleptik tahap pertama didapatkan formula terpilih

(FT). Formula terpilih ini akan difortifikasi dengan zat besi yang berasal dari

taburia (multivitamin dan mineral) dengan dua taraf, yaitu 25% dan 50% AKG

Fe/serving size. Penambahan taburia dilakukan untuk meningkatkan kandungan zat

gizi besi pada produk flakes. Komposisi taburia antara lain maltodextrin, vitamin C,

zat besi (Fe), vitamin E, vitamin B3, seng (Zn), asam pantotenat, vitamin B1,

vitamin B2, vitamin B6, vitamin A, asam folat, iodine vitamin D, selenium (Se),

vitamin D3, dan vitamin B12. Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving

size flakes disajikan pada Lampiran 2.

Pengujian organoleptik tahap kedua

Pengujian organoleptik tahap kedua terdiri dari uji hedonik dan uji mutu

hedonik. Uji ini bertujuan untuk mendapatkan formula terpilih akhir dari flakes

yang dibuat pada tahap kedua. Pengujian dilakukan terhadap dua jenis flakes, yaitu

flakes yang difortifikasi dengan 25% dan 50% AKG Fe. Pengujian dilakukan

dengan dua kali ulangan.

Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi

terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Panelis

diminta menilai dengan 7 skala numerik. Uji hedonik untuk melihat tingkat

kesukaan panelis dengan penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak

suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7). Uji mutu hedonik

dilihat dari aroma, tekstur, warna permukaan, rasa, aroma obat dan after taste.

Aroma (sangat langu-sangat harum), tekstur (sangat keras-sangat renyah), warna

permukaan (coklat kehitaman-putih kekuningan), rasa (sangat hambar-sangat

gurih), aroma obat (sangat kuat-sangat lemah) dan after taste (sangat kuat-sangat

lemah). Semakin besar angka, maka akan semakin suka panelis terhadap produk

tersebut. Kuesioner uji organoleptik pada tahap kedua disajikan pada Lampiran 3.

Pengujian organoleptik tahap ketiga

Uji organoleptik tahap ketiga dilakukan untuk melihat tingkat penerimaan

konsumen sasaran terhadap flakes formula terpilih akhir (FTA). Pengujian

dilakukan pada siswi kelas XI di SMA Labschool Kornita IPB sebanyak 35 orang

siswi yang berusia antara 16-17 tahun. Pengujian dilakukan pada produk flakes

dengan penambahan rasa coklat.

Uji organoleptik tahap ketiga menggunakan 7 skala penilaian yaitu: sangat

tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6),

sangat suka (7). Atribut yang diujikan pada uji ini adalah atribut warna, rasa, aroma

dan tekstur dari produk flakes. Kuesioner uji organoleptik ketiga disajikan pada

(Lampiran 4). Persentase penerimaan panelis dilihat dari persentase jumlah panelis

yang memilih 5 (agak suka), 6 (suka) dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis.

Analisis sifat fisik dan kandungan gizi

Analisis sifat fisik dan kandungan gizi dilakukan pada produk flakes terpilih

dengan dan tanpa penambahan coklat. Analisis sifat fisik meliputi sifat

kekerasan/tekstur flakes dengan menggunakan alat texture-analyzer, daya serap air

dan densitas kamba menggunakan metode Muchtadi et al. (1988).

Page 22: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

8

Selain itu dilakukan analisis kandungan gizi yang didekati melalui analisis

proksimat, daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe. Analisis proksimat yang

dilakukan yaitu analisis kandungan kadar air dengan metode oven (AOAC 1995),

kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), kadar protein dengan metode Kjedahl

(AOAC 1995), kadar lemak dengan metode soxhlet dengan hidrolisis (AOAC

1995), kadar karbohidrat secara by difference, dan kadar besi metode Atomic

Absorption Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono 1989). Analisis daya cerna

protein menggunakan metode Hsu et al 1977, sedangkan uji bioavailabilitas Fe

dilakukan secara in vitro dengan metode kantung dialisis (Roig et al. 1999).

Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi disajikan pada Lampiran 5.

Rancangan Percobaan

Secara garis besar penelitian ini terdiri atas dua tahapan. Tahap pertama

yaitu formulasi flakes berbasis pati garut dan isolat protein kedelai. Tahap kedua

adalah fortifikasi zat besi (Fe) pada flakes. Rancangan percobaan yang digunakan

pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali

ulangan. Model matematis adalah sebagai berikut:

Yij = α + Ai + Eij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatanflakes dengan proporsi isolat protein kedelai ke-i

pada ulangan ke-j

i = Proporsi atau taraf isolat protein kedelai pada formula flakes (10%, 20%,

dan 30%)

j = Ulangan (j=2)

α = Rataan umum

Ai = Pengaruh isolat protein kedelai pada taraf ke-i

Eij = Kesalahan percobaan pada taraf isolat protein kedelai ke-i dan ulangan

ke-j

Tahap selanjutnya adalah melakukan fortifikasi zat besi (Fe) terhadap flakes

hasil penelitian tahap pertama. Perlakuan ini terdiri atas dua taraf, yaitu 25% dan

50 % AKG zat besi remaja putri. Pada tahap ini digunakan rancangan percobaan

RAL dengan dua kali ulangan, dengan model matematis rancangan percobaan

adalah sebagai berikut:

Yij = α + Bi + Eij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatanflakes dengan taraf fortifikasi zat besi ke-i pada

ulangan ke-j

i = Proporsi atau taraf fortifikasi zat besi pada formula flakes (25%, 50%)

j = Ulangan (j=2)

α = Rataan umum

Bi = Pengaruh fortifikasi zat besi pada taraf ke-i

Eij = Kesalahan percobaan pada taraf fortifikasi zat besi ke-i dan ulangan ke-j

Page 23: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

9

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007 dan

SPSS 16.0 for Windows. Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif

berdasarkan modus dan presentase penerimaan panelis dari masing-masing taraf

perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan tingkat kesukaan panelis

terhadap formula flakes digunakan uji Kruskal Wallis. Persentase penerimaan

panelis merupakan perbandingan jumlah panelis yang memilih skala 4, 5, 6, dan 7.

Data persentase penerimaan panelis terhadap flakes selanjutnya diuji statistik

menggunakan uji ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan apabila terdapat

pengaruh yang signifikan. Flakes dengan penambahan coklat dan tanpa

penambahan coklat akan dianalisis sifat fisik dan kandungan gizinya dan dilakukan

uji beda (Independent Sample t-Test) untuk kedua analisis ini. Data uji organoleptik

pada remaja putri diolah dengan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara

deskriptif untuk mengetahui persentase penerimaan konsumen sasaran terhadap

produk flakes.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi Flakes

Bahan yang digunakan dalam formulasi flakes terdiri atas bahan utama dan

bahan pendukung. Bahan utama berupa pati garut, isolat protein kedelai dan tepung

tapioka, sedangkan bahan pendukung berupa gula, garam dan air. Formulasi flakes

dilakukan dalam dua tahap. Formulasi flakes tahap pertama memperhitungkan

kebutuhan protein remaja putri untuk makanan selingan, sedangkan tahap kedua

merupakan pembuatan flakes dengan fortifikasi zat besi yang berasal dari taburia

dengan dua taraf fortifikasi (25% dan 50% AKG zat besi. Formulasi flakes

mengacu pada penelitian Amalia (2013) dalam pembuatan flakes berbasis pati garut

dan tepung ikan lele dumbo.

Formulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengganti

tepung kepala dan badan ikan lele dumbo dengan isolat protein kedelai dengan

berbagai taraf subsitusi. Penambahan gula, garam dan air mengacu pada penelitian

Sianturi (2013). Jumlah gula yang ditambahkan adalah 16.66% dari total adonan

tepung, sedangkan jumlah garam dan air masing-masing 0.6% dan 52.7% dari total

adonan tepung (pati garut, isolat protein kedelai dan tepung tapioka).

Penetapan formula juga dilakukan dengan trial-error. Faktor perlakuan yang

digunakan pada rancangan formula tahap pertama adalah perbedaan subsitusi isolat

protein kedelai pada setiap formula. Kebutuhan protein remaja putri dalam sehari

adalah 59 gram. Isolat protein kedelai yang menggantikan tepung ikan lele dumbo,

sehingga vegetarian dapat menikmati produk ini. Produk ini diharapkan dapat

mencukupi kebutuhan protein remaja putri untuk makanan selingan. Kecukupan

protein yang diperoleh dari makanan selingan berada pada kisaran 15% dari

kebutuhan protein dalam sehari.

Page 24: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

10

Banyaknya isolat protein kedelai yang disubsitusi adalah 10% (F1), 20% (F2)

dan 30% (F3) dari jumlah pati garut. Perhitungan estimasi kandungan protein pada

setiap formula dilakukan dengan manggunakan data kandungan gizi dari Daftar

Komposisi Bahan Makanan (DKBM) untuk bahan tepung tapioka, gula, garam dan

air. Kandungan protein pati garut diperoleh dari hasil penelitian Gustiar (2009),

sedangkan kandungan protein isolat protein kedelai diperoleh dari Astawan (2009).

Formulasi tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes

yang dapat diterima panelis. Formula yang paling disukai panelis ditentukan

melalui uji hedonik kepada panelis semi terlatih. Pada tahap ini dipertimbangkan

kandungan energi dan protein dari produk. Oleh karena itu, diperlukan bahan yang

mengandung protein tinggi seperti isolat protein kedelai. Taraf subsitusi isolat

protein kedelai sebanyak 10 % merupakan batas bawah untuk mencukupi angka

kebutuhan protein remaja putri yang berasal dari makanan selingan.

Tahap kedua merupakan pembuatan flakes dengan penambahan multivitamin

dan mineral berupa taburia dengan dua taraf fortifikasi, yaitu 25% dan 50% AKG

zat besi (Fe) remaja putri. Kebutuhan besi (Fe) untuk remaja putri adalah 26 mg

dalam sehari. Flakes yang dibuat menggunakan formula flakes yang terpilih

berdasarkan uji organoleptik pada tahap pertama.

Pembuatan Flakes

Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua kali. Proses pembuatan flakes

terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pencampuran kering (dry mixing), pencampuran

basah (wet mixing), pengukusan, pemipilan (dibentuk bulatan kecil) adonan secara

manual, pemipihan adonan serta pemanggangan adonan menggunakan oven.

Tahap pertama pembuatan flakes adalah pencampuran kering bahan utama

berupa pati garut, isolat protein kedelai dan tepung tapioka serta bahan pendukung

berupa gula dan garam. Setelah rata pencampurannya, kemudian ditambahkan air

sedikit demi sedikit sambil mengocok adonan dengan menggunakan mixer sampai

adonan menyatu dan menjadi kalis. Penggunaan tepung tapioka bertujuan untuk

meningkatkan penampilan produk akhir flakes dan mengembangkan produk,

sehingga produk tidak mudah menjadi keras serta dapat meningkatkan daya rekat

oleh adanya pati yang tinggi sehingga produk akhir memiliki tekstur yang baik

sesuai dengan pernyataan Chaunier et al. (2005).

Tahap selanjutnya adalah pengukusan adonan dengan menggunakan suhu

rendah dan waktu singkat. Pengukusan dilakukan menggunakan jacket steam-cattle

pada suhu 700C selama 3 menit. Tujuan dari pengukusan ini adalah agar pati yang

ada menjadi setengah matang sehingga mempermudah pencetakan adonan atau

palleting pada grinder. Menurut Astawan (2004), pengukusan tepung yang terlalu

lama akan menyebabkan tepung terlalu matang. Hal tersebut dapat menyebabkan

adonan sulit dibentuk karena tektur tepung yang terlalu lunak yang akan

menyebabkan flakes mudah patah. Tepung yang masih terlalu mentah akan

mengakibatkan adonan yang dihasilkan lebih mudah patah dan akan menghasilkan

flakes yang memiliki tekstur yang tidak kompak.

Setelah pengukusan, pembuatan adonan dilakukan dengan menggunakan

grinder, penggunaan alat grinder tidak dapat dilakukan disebabkan karena

penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan flakes yang memiliki kadar

Page 25: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

11

amilopektin lebih besar dibandingkan kadar amilosanya. Menurut Helmi (2001),

kadar amilopektin tepung tapioka adalah sebesar 82.13%, sedangkan kadar

amilosanya sebesar 17.41%. Pemipilan dilakukan secara manual dengan cara

adonan dipipil menjadi bulatan kecil kira-kira seukuran biji jagung. Selain itu,

penambahan isolat protein kedelai diatas 10% akan menyebabkan adonan menjadi

lengket dan sulit dicetak (Mervina 2009)

Adonan yang telah dipipil, kemudian dipipihkan dengan ketebalan sekitar 0.5

mm, dengan menggunakan noodle-maker sampai membentuk flakes sesuai dengan

ukuran yang diinginkan. Flakes basah yang telah dipipihkan kemudian disusun

diatas tray, dan diusahakan tidak ada flakes yang tumpang tindih (menumpuk). Hal

ini bertujuan agar flakes tidak saling menempel setelah proses pemanggangan.

Flakes basah yang telah disusun di tray kemudian dipanggang sampai flakes

menjadi keras dan berwarna kuning keemasan di dalam oven dengan suhu 1500C

selama kurang lebih 30 menit. Bobot adonan (bahan utama dan bahan pendukung)

sebanyak 76.5 gram menghasilkan flakes sebanyak 51 gram atau rendemennya

adalah 66.67%. Hal ini terjadi karena banyaknya air yang menguap selama proses

pemanggangan, sehingga rendemen flakes adalah sekitar dua pertiga bobot adonan.

Proses pembuatan flakes kedua pada prinsipnya sama dengan pembuatan

flakes tahap pertama. Pada proses pencampuran kering terdapat bahan tambahan

berupa taburia dengan dua taraf fortifikasi yaitu 25% dan 50% AKG zat besi remaja

putri. Penentuan batas atas taraf fortifikasi hanya sampai 50% AKG. Hal ini

dilakukan dengan asumsi bahwa 50% zat besi sisanya diperoleh dari sumber

pangan lainnya. Hal ini dilandasi oleh penelitian Briawan et al. (2012), bahwa rata-

rata asupan zat gizi besi siswi remaja putri SMK Pelita Ciampea Kabupaten Bogor

adalah 10.8 mg dengan tingkat kecukupan zat besi sebesar 41.7%. Dengan

demikian, produk flakes yang difortifikasi dapat mencukupi sisa kebutuhan besi

remaja putri dari makanan yang dikonsumsi. Jumlah taburia yang ditambahkan

pada produk per serving size disajikan pada Tabel 3 dan rincian perhitungannya

disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 3 Jumlah taburia yang ditambahkan per serving size pada setiap taraf

% AKG Taburia (g)

25 0.6

50 1.2

Uji Organoleptik Flakes

Tahap - 1

Produk flakes yang dihasilkan diuji penerimaannya melalui uji organoleptik.

Uji organoleptik dilakukan pada panelis semi terlatih sebanyak 30 orang dengan 2

kali pengulangan. Uji organoleptik ini dilakukan untuk mendapatkan formula flakes

yang disukai oleh panelis. Terdapat beberapa atribut yang digunakan dalam

penilaian uji organoleptik diantaranya adalah warna, rasa, aroma dan tekstur.

Warna menentukan kesan pertama terhadap produk flakes, sehingga warna

memengaruhi penerimaan panelis. Isolat protein kedelai merupakan bahan yang

digunakan dalam pembuatan produk flakes. Warna produk yang dihasilkan adalah

putih kekuningan. Semakin tinggi tingkat substitusi isolat protein kedelai semakin

Page 26: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

12

kuning warna flakes yang dihasilkan. Hasil modus uji hedonik tahap pertama

disajikan pada Tabel 4, sedangkan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5

Tabel 4 Nilai modus hasil uji hedonik tahap pertama

Keterangan :

F1 = 10% isolat protein kedelai, F2 = 20% isolat protein kedelai, dan F3 = 30% isolat

protein kedelai. Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang

nyata (p<0.05)

a. Warna

Warna merupakan atribut sensori pertama yang dapat diterima/dilihat

langsung oleh panelis (Winarno 2008). Berdasarkan hasil uji hedonik, rata-rata

modus penilaian panelis berada pada nilai 6 (suka) untuk F1 dan F3. Modus

penilaian untuk F2 adalah 3 (agak tidak suka). Hasil uji Kruskal Wallis

menunjukkan bahwa perbedaan substitusi isolat protein kedelai memberikan

pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada warna flakes.

b. Rasa

Rasa merupakan atribut penilaian makanan yang melibatkan panca indra

lidah. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup cecap yang terletak

pada papila (Mervina 2009). Berdasarkan atribut rasa, rata-rata modus penilaian

panelis berada pada nilai 6 (suka) pada F1 dan nilai 4 (biasa) pada F2 dan F3. Hasil

uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan substitusi isolat protein kedelai

tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada

rasa flakes.

c. Aroma

Aroma merupakan atribut organoleptik yang dapat dinilai melalui indra

penciuman (Meilgaard et al. 1999). Menurut Mervina (2009), atribut aroma ikut

menentukan penerimaan sebuah produk. Berdasarkan atribut aroma, rata-rata modus

penilaian untuk F1, F2 dan F3 adalah 4 (biasa). Hasil uji Kruskal Wallis

menunjukkan bahwa perbedaan substitusi isolat protein kedelai tidak memberikan

pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes.

d. Tekstur

Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari

tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah),

dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et al. 2010). Berdasarkan atribut

tekstur, rata-rata modus penilaian untuk F1 dan F2 adalah 6 (suka) sementara untuk

F3 bernilai 2 (tidak suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan

substitusi isolat protein kedelai memberikan pengaruh yang nyata(p<0.05) terhadap

penerimaan panelis pada tekstur flakes.

Atribut Modus

F1 F2 F3

Warna 6(41.67%)a 3(23.33%)

b 6(36.67%)

c

Rasa 6(33.33%)a 4(30%)

a 4(28.33%)

a

Aroma 4(70%)a 4(65%)

a 4(56.67%)

a

Tekstur 6(45%)a 6(45%)

b 2(33.33%)

c

Page 27: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

13

Berdasarkan sebaran hasil uji hedonik dapat diketahui persentase penerimaan

panelis terhadap produk. Persentase penerimaan panelis merupakan perbandingan

jumlah panelis yang memilih nilai skala 4 (biasa), 5 (agak suka), 6 (suka) dan 7

(sangat suka) terhadap total panelis. Persentase penerimaan panelis terhadap produk

flakes disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes

Formula Persentase penerimaan (%)

Warna Rasa Aroma Tekstur

F1 75a 75

a 98.33

a 80

a

F2 55a 73.33

a 93.33

a 80

a

F3 63.33b 75

a 93.33

a 50

a

Keterangan :

F1 = 10% isolat protein kedelai, F2 = 20% isolat protein kedelai, dan F3 = 30% isolat

protein kedelai. Huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang

nyata(p<0.05)

Secara umum persentase penerimaan panelis terhadap warna yaitu pada

kisaran 63.33% - 75%. Warna flakes yang paling tinggi persentase penerimaannya

adalah F1. Warna flakes pati garut adalah putih kekuningan, dengan tingkat

kekuningan dipengaruhi oleh isolat protein kedelai. Persentase penerimaan dari segi

rasa berada pada kisaran 73.33% - 75% dengan F1 dan F3 sebagai formula dengan

persentase penerimaan yang paling tinggi. Formula yang paling diterima oleh

panelis dari segi aroma adalah F1, sedangkan dari atribut tekstur F1 dan F2

merupakan formula yang paling diterima oleh panelis.

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa subsitusi isolat protein kedelai

memberikan pengaruh nyata pada persentase penerimaan panelis terhadap atribut

warna flakes (p<0.05) antar formula dan tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap atribut rasa, aroma dan tekstur flakes. Hasil uji lanjut Duncan

menunjukkan bahwa persentase penerimaan panelis terhadap warna flakes tidak

berbeda nyata (p>0.05) untuk FI dan F2. Namun, F3 berbeda nyata (p<0.05)

dengan F1 dan F2.

Hasil uji organoleptik pada tahap pertama dijadikan sebagai pertimbangan

untuk menentukan formula terpilih. Secara keseluruhan formula yang paling

disukai oleh panelis melalui hasil uji hedonik adalah F1 dengan substitusi isolat

protein kedelai sebanyak 10%. Gambar 3 merupakan produk terpilih dalam uji

organoleptik pada tahap pertama.

Gambar 3 Produk flakes terpilih

Page 28: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

14

Tahap - 2 Uji organoleptik tahap kedua dilakukan untuk melihat formula yang disukai

oleh panelis terhadap flakes yang telah di fortifikasi zat besi sebanyak 25% dan

50% AKG remaja putri. Uji organoleptik tahap kedua ini dilakukan oleh 30 orang

panelis semi terlatih dengan melakukan penilaian uji hedonik dan mutu hedonik.

Hasil modus hasil uji hedonik tahap kedua disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai modus hasil uji hedonik tahap kedua

Keterangan:

F1 = Fe 25% AKG, F2 = Fe 50% AKG.Huruf yang beda pada baris yang sama

menunjukkan perbedaan yang nyata(p<0.05)

a. Warna

Berdasarkan atribut warna, rata-rata modus penilaian panelis berada pada

nilai 6 (suka) untuk kedua formula. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa

perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05)

terhadap penerimaan panelis pada warna flakes.

b. Rasa

Berdasarkan atribut rasa, rata-rata modus penilaian panelis berada pada nilai

6 (suka) pada kedua formula. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa

perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata

(p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa flakes.

c. Aroma

Berdasarkan atribut aroma, rata-rata modus penilaian untuk kedua formula

berada pada nilai 4 (biasa). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan

taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05)

terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes.

d. Tekstur

Berdasarkan atribut tekstur, rata-rata modus penilaian untuk kedua formula

adalah 6 (suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan taraf

fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap

penerimaan panelis pada tekstur flakes.

Berdasarkan sebaran hasil uji hedonik dapat diketahui persentase

penerimaan panelis terhadap produk. Persentase penerimaan panelis merupakan

perbandingan jumlah panelis yang memilih nilai skala 4 (biasa), 5 (suka agak), 6

(suka) dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis. Persentase penerimaan panelis

terhadap produk flakes disajikan pada Tabel 7.

Berdasarkan warna flakes persentase penerimaan panelis untuk F1 adalah

sebesar 93.33% dan F2 sebesar 88.33%. Berdasarkan atribut rasa, F1 memiliki

persentase penerimaan paling tinggi yaitu sebesar 88.33%, sedangkan F2 sebesar

Atribut Modus

F1 F2

Warna 6(60%)a 6(45%)

b

Rasa 6(41.67%)a 6(45%)

a

Aroma 4(60%)a 4(53.33%)

a

Tekstur 6(50%)a 6(53.33%)

a

Page 29: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

15

85%. Berdasarkan aroma flakes yang dihasilkan persentase penerimaan panelis

paling tinggi yaitu F2 sebesar 98.33% dan F1 sebesar 93.33%. Berdasarkan atribut

tekstur, persentase penerimaan panelis yang paling tinggi yaitu F1 sebesar 93.33%

sedangkan F2 sebesar 85%.

Tabel 7 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes

Formula Persentase penerimaan (%)

Warna Rasa Aroma Tekstur

F1 93.33a 88.33

a 93.33

a 93.33

a

F2 88.33a 85

a 98.33

a 85

a

Keterangan :

F1 = Fe 25% AKG, F2 = Fe 50% AKG. Huruf yang beda pada kolom yang sama

menunjukkan perbedaan yang nyata(p<0.05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa taraf fortifikasi zat besi tidak

memberikan pengaruh nyata pada persentase penerimaan panelis (p>0.05) terhadap

atribut warna, rasa, aroma dan tekstur flakes.

Selain uji hedonik, dilakukan juga uji mutu hedonik oleh panelis. Terdapat

beberapa atribut yang digunakan dalam penilaian uji mutu hedonik diantaranya

adalah warna, rasa, aroma, tekstur, aroma obat dan after taste. Berdasarkan uji

mutu hedonik diketahui modus penilaian panelis yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai modus hasil uji mutu hedonik tahap kedua

Keterangan :

F1 = Fe 25% AKG, F2 = Fe 50% AKG. Huruf yang beda pada baris yang sama

menunjukkan perbedaan yang nyata(p<0.05)

a. Warna

Berdasarkan atribut warna, rata-rata modus penilaian panelis untuk F1 dan

F2 adalah 4 (coklat kekuningan). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa

perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata

(p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada warna flakes.

b. Rasa

Berdasarkan atribut rasa, rata-rata modus penilaian untuk F1 adalah 6

(gurih) dan F2 adalah 4 (sedang). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa

perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata

(p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa flakes.

c. Aroma

Berdasarkan atribut aroma, rata-rata modus penilaian untuk F1 dan F2

adalah 4 (netral). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan taraf

Atribut Modus

F1 F2

Warna 4(33.33%)a 4(30%)

a

Rasa 6(30%) a 4(25%)

a

Aroma 4(63.33%) a 4(58.33%)

a

Tekstur 6(46.67%) a 6(33.33%)

a

Aroma obat 6(66.67%) a 6(51.67%)

a

After Taste 6(33.33%) a 6(33.33%)

a

Page 30: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

16

fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap

penerimaan panelis pada aroma flakes.

d. Tekstur

Berdasarkan atribut tekstur, rata-rata modus penilaian F1dan F2 adalah 6

(renyah). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan taraf fortifikasi

zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan

panelis pada tekstur flakes.

e. Aroma Obat

Aroma obat perlu dinilai karena flakes difortifikasi zat besi (Fe) berupa

taburia. Pembuatan flakes mengalami serangkaian proses berupa pemanasan yang

dikhawatirkan dapat menyebabkan interaksi antarmineral dalam taburia yang

menghasilkan aroma spesifik yaitu aroma obat. Berdasarkan atribut aroma obat

yang dihasilkan dari flakes, rata-rata modus penilaian untuk F1 dan F2 memiliki

nilai 6 (lemah). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan taraf

fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap

penerimaan panelis pada aroma obat yang dihasilkan dari flakes. Hal ini sejalan

dengan informasi yang disampaikan oleh Kemenkes (2010) bahwa keunggulan

taburia sebagai multivitamin mineral bagi anak adalah tidak menyebabkan

perubahan rasa dan aroma pada produk.

f. After taste

Berdasarkan atribut after taste dari flakes, rata-rata modus penilaian untuk

F1 dan F2 memiliki nilai 6 (lemah). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa

perbedaan taraf fortifikasi zat besi (Fe) tidak memberikan pengaruh yang nyata

(p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada after taste flakes.

Berdasarkan hasil uji organoleptik pada tahap kedua, formula yang paling

disukai oleh panelis melalui uji hedonik dan mutu hedonik adalah F1 yaitu flakes

dengan fortifikasi zat besi (Fe) sebanyak 25% AKG Fe. Namun, tidak berbeda

nyata (p>0.05) antara kedua formula. Terdapat pertimbangan lain dalam

menentukan formula terpilih yaitu melihat rata-rata supan zat besi remaja putri.

Berdasarkan penelitian Briawan et al.(2012), bahwa rata-rata asupan zat gizi besi

siswi remaja putri SMK Pelita Ciampea Kabupaten Bogor adalah 10.8 mg dengan

tingkat kecukupan zat besi sebesar 41.7%. Oleh karena itu, flakes dengan fortifikasi

zat besi sebanyak 50% AKG menjadi formula terpilih akhir. Gambar 4 merupakan

produk terpilih akhir dalam uji organoleptik pada tahap kedua.

Gambar 4 Produk flakes terpilih akhir

Page 31: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

17

Tahap 3 Uji organoleptik tahap 3 dilakukan kepada konsumen sasaran yakni remaja

putri siswi SMA. Pada uji organoleptik ini terdapat penambahan rasa untuk

meningkatkan nilai penerimaan konsumen terhadap flakes. Varian rasa yang

ditambahkan adalah coklat. Coklat digunakan sebagai pelapis (coating) yang

tujuannya untuk mengurangi aroma langu pada flakes. Terdapat penambahan

margarin agar tekstur coklat tidak terlalu kental dan melekat pada flakes ketika

sudah kering. Perbandingan antara margarin dan coklat adalah 1:2. Flakes yang

sudah matang dicampur dengan coklat yang sudah dilelehkan. Perbandingan antara

coklat dengan flakes adalah 1:2. Gambar 5 merupakan produk flakes terpilih dengan

penambahan rasa coklat untuk uji organoletik pada konsumen sasaran.

Secara keseluruhan modus penilaian panelis terhadap produk terpilih adalah

agak suka untuk atribut warna dan tekstur, suka untuk atribut rasa dan aroma.

Penerimaan panelis ditentukan berdasarkan persentase jumlah panelis yang memilih

5 (agak suka), 6 (suka) dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis.

Hasil uji organoleptik flakes menunjukkan persentase penerimaan untuk

atribut warna adalah sebesar 70%, untuk rasa 93.33%, aroma sebesar 86.67% dan

atribut tekstur sebesar 70%. Adriano et al. (2010) menyatakan bahwa, suatu

produk pangan dapat diterima oleh konsumen jika jumlah persentase konsumen

yang menolak produk kurang dari 50%, dan konsumen dapat mengonsumsi produk

tersebut. Gambar 6 merupakan proses uji organoleptik tahap 3 pada remaja putri.

Sifat Fisik FlakesTerpilih

Produk flakes yang terpilih merupakan flakes yang difortifikasi zat besi

sebesar 50% AKG. Uji sifat fisik ini dilakukan terhadap flakes dengan penambahan

Gambar 5 Produk flakes dengan penambahan coklat

Gambar 6 Proses uji organoleptik tahap 3

Page 32: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

18

coklat dan tanpa penambahan coklat. Hasil uji sifat fisik flakes terpilih dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9 Sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat

Sifat fisik Tanpa coklat Dengan coklat

Kekerasan (gf) 546.0a 259.7

b

Daya serap air (%) 336.58 a 273.25

b

Densitas kamba (g/ml) 0.86 a 0.90

b

Keterangan: Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(p<0.05)

Kekerasan

Analisis kekerasan dilakukan terhadap flakes terpilih dengan penambahan

coklat dan tanpa penambahan coklat. Analisis kekerasan dilakukan dengan

menggunakan alat Texture Analyzer. Tingkat kekerasan produk flakes dinyatakan

dalam gram gaya (gf) yang artinya seberapa besar gaya tekan yang dibutuhkan

untuk deformasi produk hingga pecah. Semakin besar nilai kekerasan suatu produk

maka produk tersebut semakin kurang renyah. Kekerasan atau hardness

berkebalikan dengan kerenyahan (Amalia 2013).

Nilai kekerasan flakes tanpa penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih

besar dibandingkan dengan flakes dengan penambahan coklat. Hal ini berarti flakes

dengan penambahan coklat memiliki tekstur yang renyah dibandingkan flakes tanpa

penambahan coklat. Hal ini dapat dikatakan bahwa penambahan coklat dapat

meningkatkan kerenyahan flakes.

Daya serap air

Daya serap air merupakan kemampuan suatu bahan pangan dalam menyerap

air yang ada di sekitarnya. Salah satu faktor yang memengaruhi daya serap air

adalah porositas. Porositas bahan adalah jumlah rongga udara yang terdapat di

antara partikel-partikel bahan. Bahan pangan dengan porositas yang besar akan

lebih mudah menyerap air dibandingkan bahan pangan dengan porositas yang kecil

(Anwar 1990).

Berdasarkan hasil uji daya serap air kedua produk flakes pati garut dapat

dilihat bahwa flakes tanpa penambahan coklat memiliki nilai daya serap air nyata

(p<0.05) lebih tinggi dibandingan flakes dengan penambahan coklat. Nilai rata-rata

daya serap air flakes tanpa penambahan coklat adalah 336.58 % yang artinya setiap

satu gram flakes dapat meyerap air sebanyak 336.58% atau setara dengan 3.36 ml

air. Nilai rata-rata daya serap air produk flakes dengan penambahan coklat adalah

273.25% yang artinya setiap satu gram flakes dapat menyerap air sebanyak

273.35% atau setara dengan 2.73 ml air. Semakin tinggi nilai daya serap air maka

semakin tinggi nilai kadar airnya. Kadar air dapat memengaruhi daya simpan

flakes. Semakin rendah kadar air pada flakes maka akan memperpanjang umur

simpan. Flakes dengan penambahan coklat memiliki daya serap air yang rendah

dan umur simpan yang lebih lama.

Penambahan coklat memiliki nilai daya serap air menjadi rendah. Hal ini

disebabkan karena kadar lemak yang tinggi pada coklat. Kadar protein dan lemak

yang semakin tinggi pada suatu produk pangan akan menyebabkan rendahnya

Page 33: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

19

absorpsi air, karena protein dan lemak akan menutupi partikel pati/tepung, sehingga

penyerapan air akan terhambat (Permatasari 2007).

Densitas kamba

Densitas kamba digunakan untuk melihat seberapa besar produk

memberikan rasa kenyang, selain itu juga densitas kamba digunakan untuk

mengetahui seberapa besar ruang yang digunakan untuk pengemasan suatu produk.

Produk yang bersifat kamba akan cepat memberikan rasa kenyang.

Berdasarkan hasil perhitungan, flakes tanpa penambahan coklat memiliki

nilai densitas kamba sebesar 0.86 g/ml, sedangkan flakes dengan penambahan

coklat memiliki nilai densitas kamba sebesar 0.90 g/ml. Nilai densitas kamba pada

flakes dengan penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih tinggi dibandingkan

pada flakes tanpa penambahan coklat. Menurut Lalel et al. (2009), densitas kamba

untuk bahan tepung-tepungan berkisar antara 0.56-0.60 g/mL. Densitas kamba

flakes lebih besar dibandingkan dengan tepung-tepungan. Hal ini disebabkan karena

adanya penambahan coklat dan gula yang memiliki berat per volume lebih besar

dibandingkan dengan tepung-tepungan.

Nilai densitas kamba yang tinggi menunjukkan bahwa, pada volume yang

sama akan memuat produk lebih banyak, sehingga lebih hemat ruangan dalam

proses pengemasan.

Kandungan Gizi Flakes Terpilih

Flakes pati garut merupakan salah satu produk makanan yang dibuat

berbahan dasar umbi garut. Umbi garut merupakan bahan pangan lokal yang kurang

dimanfaatkan. Pati garut memiliki kandungan energi yang tinggi namun rendah

kandungan protein, sehingga disubstitusi dengan isolat protein kedelai yang

diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein pada produk flakes.

Analisis kandungan gizi produk flakes terpilih dengan penambahan coklat dan

tanpa penambahan coklat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,

kadar karbohidrat dan kadar besi (Fe). Selain itu, dilakukan pula analisis terhadap

daya cerna protein produk dalam upaya mengetahui mutu gizi dari produk serta uji

bioavailabilitas Fe untuk melihat persentase mineral dalam flakes yang dapat

diserap oleh tubuh. Hasil analisis kandungan gizi flakes terpilih disajikan pada

Tabel 10.

Kadar air

Air merupakan salah satu komponen bahan pangan yang harus diperhatikan

dalam pengolahan karena memberikan pengaruh terhadap daya tahan bahan pangan

dalam proses penyimpanan. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan

pangan karena mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan

(Winarno 2008).

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui kadar air flakes dengan

penambahan coklat sebesar 4.04% (%bb), sedangkan kadar air flakes tanpa

penambahan coklat adalah sebesar 5.00% (%bb). Menurut Gustiar (2009), kadar air

pati garut adalah 11.48%. Kadar air flakes lebih rendah disebabkan karena proses

pengukusan dan pemanasan dalam oven. Rendahnya kadar air suatu produk

Page 34: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

20

memberikan dampak positif yaitu dapat memperpanjang masa simpan produk.

Kadar air flakes tanpa penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih besar

dibandingan dengan flakes dengan penambahan coklat

Berdasarkan syarat mutu flakes menurut SNI 01-4270-1996, kadar air

maksimum untuk susu sereal maksimal 3% (%bb). Kadar air produk flakes dengan

penambahan coklat dan tanpa penambahan coklat melebihi persyaratan SNI.

Tabel 10 Kandungan gizi flakes (bb) dengan dan tanpa penambahan coklat

Komponen Satuan Dengan coklat Tanpa penambahan

coklat SNI *

Air (%bb) 4.04a 5.00

b Maks 3%

Abu (%bb) 1.67 a 1.39

b Maks 4%

Protein (%bb) 5.08 a 5.75

b Min 5%

Lemak (%bb) 17.75 a 0.96

b Min 7%

Karbohidrat (%bb) 71.45 a 86.89

b Min 60%

Besi mg/100 g 14.66 a 25.60

b

Energi (Kal) 465a 379

b

Keterangan :

*SNI 01-4270-1996 untuk susu sereal ; uji beda dilakukan berdasarkan bk

bb : basis basah, bk: basis kering, Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (p<0.05)

Kadar abu

Abu merupakan komponen yang mempresentasikan kadar mineral dalam

suatu bahan pangan. Kadar abu suatu bahan pangan juga dapat mencerminkan

kualitas suatu bahan pangan terkait dengan cemaran logam tertentu. Kandungan

mineral pada produk flakes bersumber dari taburia multivitamin dan mineral.

Berdasarkan hasil analisis, kadar abu flakes terpilih dengan penambahan

coklat adalah sebesar 1.67 % (%bb), sedangkan kadar abu flakes tanpa penambahan

coklat adalah sebesar 1.39 % (%bb). Nilai tersebut masih kurang dari persyaratan

menurut SNI 01-4270-1996 untuk susu sereal yaitu 4%. Hal ini disebabkan karena

bahan pangan yang mengandung mineral hanya berasal dari taburia. Sementara itu,

pati garut memiliki kadar abu yang sangat rendah. Menurut Zakiyah (2010), kadar

abu pati garut alami sebesar 0.03% dan kadar abu pati garut yang termodifikasi

berkisar antara 0.06-0.22%. Kadar abu flakes dengan penambahan coklat adalah

nyata (p<0.05) lebih besar dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan coklat.

Kadar protein

Protein merupakan salah satu zat gizi makro utama bagi tubuh terkait

dengan fungsinya sebagai zat pembangun, pengatur, dan sumber energi. Kandungan

protein produk flakes berasal dari isolat protein kedelai. Kandungan protein tersebut

diformulasikan agar memenuhi angka kebutuhan protein remaja putri untuk

makanan selingan.

Berdasarkan hasil analisis, kadar protein produk flakes terpilih dengan

penambahan coklat sebesar 5.08% (%bb), sedangkan kadar protein flakes terpilih

tanpa penambahan coklat adalah sebesar 5.75% (%bb). Kadar protein flakes tanpa

penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih besar dibandingkan dengan flakes

dengan penambahan coklat. Produk flakes tersebut sudah memenuhi standar kadar

protein menurut SNI 01-4270-1996 untuk susu sereal yaitu minimal 5%. Hal ini

Page 35: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

21

mengindikasikan bahwa penambahan coklat dapat menurunkan kadar protein secara

signifikan pada produk flakes.

Kadar lemak Lemak merupakan komponen zat gizi makro yang menentukan mutu suatu

produk pangan. Sumber lemak pada flakes dengan penambahan coklat adalah

margarin dan coklat sedangkan flakes tanpa penambahan coklat tidak terdapat

bahan pangan yang mengandung sumber lemak. Berdasarkan hasil analisis, kadar

lemak produk flakes terpilih dengan penambahan coklat sebesar 17.75% (%bb),

sedangkan kadar lemak flakes tanpa penambahan coklat adalah sebesar 0.96%

(%bb).

Kadar lemak flakes dengan penambahan coklat adalah nyata (p<0.05) lebih

besar dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan coklat. Hal ini disebabkan

karena penambahan margarin dan coklat pada flakes. Kandungan lemak yang tinggi

berasal dari penambahan coklat dan margarin pada flakes. Menurut hasil penelitian

Moreno et al. (2011), kandungan lemak sampel coklat komersial berkisar antara

30.3-50.1 gram/100 g, sedangkan kadar lemak pada margarin sekitar 7.9 gram per

standar porsi (Albers et al. 2008)

Berdasarkan SNI 01-4270-1996, kadar lemak minimum untuk susu sereal

minimal 7% (%bb). Kadar lemak produk flakes dengan penambahan coklat sudah

melebihi persyaratan SNI, namun flakes tanpa penambahan coklat belum memenuhi

persyaratan SNI untuk susu sereal.

Kadar karbohidrat

Bahan pangan yang mengandung suber karbohidrat dalam pembuatan flakes

adalah pati garut dan tepung tapioka. Komponen karbohidrat dalam produk flakes

umumnya berfungsi sebagai bagan dasar yang dapat memengaruhi karakteristik

fisik produk. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference

sehingga kadarnya dipengaruhi oleh keberadaan kadar zat gizi lainnya,seperti air,

abu, protein, dan lemak.

Berdasarkan hasil analisis, kadar karbohidrat produk flakes dengan

penambahan coklat sebesar 71.45% (%bb), sedangkan kadar karbohidrat flakes

tanpa penambahan coklat adalah sebesar 86.89% (%bb). Nilai tersebut telah

memenuhi syarat kadar kabohidrat sesuai SNI 01-4270-1996 yaitu minimal 60.7%.

Tingginya kadar karbohidrat produk disebabkan oleh komponen penyusun produk

yang sebagian besar merupakan sumber karbohidrat.

Kadar karbohidrat flakes dengan penambahan coklat adalah nyata (p<0.05)

lebih besar dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan coklat. Hal ini diduga

karena kandungan lemak yang tinggi pada coklat sehingga dapat menurunkan kadar

karbohidrat dari produk.

Kadar zat besi

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah gizi yang paling banyak

terjadi didunia yang memengaruhi hampir semua usia, jenis kelamin, dan kelompok

fisiologis. Anak usia pra sekolah, gadis remaja, ibu hamil dan menyusui merupakan

kelompok yang paling rentan (Akhtar et al. 2013).

Berdasarkan hasil analisis zat besi (Fe) menunjukkan bahwa kadar zat besi

produk flakes tanpa penambahan coklat adalah sebesar 25.60 mg per 100 g,

Page 36: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

22

sedangkan flakes dengan penambahan coklat sebesar 14.66 mg per 100 g. Flakes

tanpa penambahan coklat memiliki kadar besi nyata lebih besar (p<0.05)

dibandingkan flakes dengan penambahan coklat karena penambahan coklat dapat

menurunkan proporsi zat besi dalam flakes. Coklat memiliki kadar kalsium yang

cukup tinggi. Menurut Roughead et al. (2005), penambahan kalsium dapat

menghambat penyerapan zat besi heme dengan mengurangi penyerapan mukosa

awal.Selain itu kalsium dapat mengurangi kadar besi dan penyerapan zat besi total

tanpa secara signifikan memengaruhi penyerapan besi non heme.

Kandungan energi

Kandungan energi pada flakes pati garut diperoleh dengan mengkonversikan

protein, lemak dan karbohidrat menjadi energi. Lemak merupakan sumber energi

yang paling besar, dimana 1 gram lemak dapat dikonversi menjadi 9 Kal,

sedangkan protein dan karbohidrat menghasilkan energi 4 Kal per g (Fennema

1996).

Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan energi produk flakes dengan

penambahan coklat (465.89 Kal) adalah nyata lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan

flakes tanpa penambahan coklat(379.21 Kal). Hal ini terjadi karena kandungan

lemak yang tinggi pada coklat sehingga menyumbang energi yang relatif besar.

Daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe

Menurut Duodu et al. (2003), daya cerna protein merupakan suatu metode

yang digunakan sebagai indikator ketersedian protein. Hal ini didasarkan pada

seberapa sering protein untuk melakukan proteolisis. Protein dengan daya cerna

yang lebih tinggi memiliki nilai gizi yang lebih baik dibandingan dengan daya

cerna yang rendah karena menghasilkan asam amino yang lebih banyak untuk

penyerapan pada proses proteolisis. Analisis daya cerna protein ini mengacu pada

metode Hsu et al. (1977) yang merupakan penentuan daya cerna protein secara in

vitro dengan menggunakan multienzim (pepsin, tripsin dan kemotripsin). Pada

metode ini, pengukuran daya cerna protein didasarkan pada perubahan pH pasca

penambahan multienzim tersebut.

Bioavailabilitas merupakan proporsi zat gizi yang dapat digunakan oleh tubuh

secara aktual dari pangan yang dikonsumsi (Bowman 2008). Bioavailabilitas besi

sangat terkait dengan proses absorbsi besi dalam usus halus sehingga istilah

bioavailabilitas besi dapat disamakan dengan absorbsi atau penyerapannya dalam

usus. Analisis bioavailabilitas besi pada penelitian ini, dilakukan secara in vitro

yang merupakan simulasi dari sistem pencernaan makanan pada saluran

gastrointestinal (Roig et al. 1999). Hasil uji analisis daya cerna protein

danbioavailabilitas Fe produk disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe produk flakes terpilih

Uji Dengan coklat Tanpa penambahan coklat

Daya cerna protein (%) 78.94a 82.38

b

Bioavailabilitas Fe (%) 9.50a 16.23

a

Keterangan:

Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

Berdasarkan hasil analisis rata-rata nilai daya cerna protein, flakes tanpa

penambahan coklat lebih baik (82.38%) daripada flakes dengan penambahan coklat

Page 37: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

23

(78.94%). Menurut Whitrey dan Rofles (2008), nilai daya cerna protein in vitro

pangan nabati berkisar antara 70-90% sedangkan nilai daya cerna bahan pangan

hewani berkisar 90-99%. Peningkatan daya cerna protein disebabkan oleh

denaturasi protein, kerusakan inhibitor tripsin, atau pengurangan tanin dan fitat

akibat proses pengolahan (Mubarak 2005).

Flakes dengan penambahan coklat memiliki nilai daya cerna protein yang

nyata lebih kecil (p<0.05) dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan coklat.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Duodu et al. (2003) terdapat dua faktor yang

memengaruhi daya cerna protein yaitu faktor endogenous (perubahan struktur

protein akibat proses pengolahan) dan faktor eksogenus (interaksi protein dan non

protein). Pada penelitian ini faktor yang sangat memengaruhi berkurangnya daya

cerna protein adalah asam fitat, polifenol dan lemak (faktor eksogenus) yang

terdapat pada kacang-kacangan dan coklat.

Berdasarkan hasil analisis rata-rata bioavailabilitas Fe, flakes tanpa

penambahan coklat lebih baik (16.23%) daripada flakes dengan penambahan coklat

(9.50%). Menurut Hurrel dan Egli (2010), besi heme biasanya jauh lebih baik

diserap dari besi nonheme. Semua makanan sumber besi nonheme yang masuk

kesaluran pencernaan diserap pada tingkat yang sama, tergantung pada

keseimbangan antara inhibitor dan enhancer dan status besi dari individu.

Flakes dengan penambahan coklat memiliki nilai bioavailabilitas Fe yang

tidak nyata lebih kecil (p>0.05) dibandingkan dengan flakes tanpa penambahan

coklat. Menurut Davidson et al. (2005), asam fitat dan fenol merupakan inhibitor

yang potensial dalam menurunkan efektifitas penyerapan besi. Asam fitat terdapat

pada sereal dan kacang-kacangan yang merupakan bahan pangan yang difortifikasi

besi, sedangkan fenol terdapat pada sorghum, teh, dan cokelat.

Kandungan Gizi per Takaran Saji

Takaran saji yang dianjurkan dalam penyajian produk flakes adalah

sebanyak 35 gram, hal ini didasarkan pada takaran saji produk flakes komersil.

Flakes yang dibuat bertujuan untuk mengganti makanan selingan konsumen

sasaran. Kandungan gizi flakes dengan penambahan coklat dan tanpa penambahan

coklat berdasarkan satu takaran saji flakes disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Kandungan gizi flakes dalam satu takaran saji

Produk Flakes

Kandungan Gizi

Energi

(Kal)

Protein

(g)

Lemak

(g)

Karbohidrat

(g)

Fe

(mg)

Dengan coklat 163 1.78 6.21 25.01 5.13

Tanpa penambahan coklat 133 2.01 0.34 30.41 8.96

Berdasarkan tabel di atas, sumbangan energi flakes dengan penambahan

coklatlebih besar adalah 163 Kal, sumbangan protein sebesar 1.78 gram,

sumbangan lemak sebesar 6.21 gram, sumbangan karbohidrat sebesar 25.01 gram

dan sumbangan Fe sebesar 5.13 mg. Zat gizi yang lebih dominan pada flakes

dengan penambahan coklat adalah energi dan lemak karena terdapat penambahan

coklat dan margarin pada flakes.

Sumbangan energi flakes tanpa penambahan coklat adalah 133 Kal,

sumbangan protein sebesar 2.01 gram, sumbangan lemak sebesar 0.34 gram,

Page 38: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

24

sumbangan karbohidrat sebesar 30.41 gram dan sumbangan Fe sebesar 8.96 mg.

Pada flakes tanpa penambahan coklat, zat gizi yang lebih dominan adalah

karbohidrat, protein dan zat besi. Hal ini disebabkan karena adanya inhibitor dalam

penyerapan zat besi yaitu coklat.

Flakes dengan penambahan coklat lebih baik dari segi rasa dibandingkan

kandungan gizi. Jika mengharapkan flakes sebagai sumber zat gizi, maka sebaiknya

mengonsumsi flakes tanpa penambahan coklat. Namun, jika mempertimbangkan

aspek rasa, maka flakes yang ditambahkan coklat rasanya lebih enak dibandingkan

flakes tanpa penambahan coklat.

Kontribusi Terhadap AKG Remaja Putri (13-18 Tahun)

Analisis kontribusi energi dan zat gizi produk flakes didasarkan pada Angka

Kecukupan Gizi (AKG) kelompok sasaran, yaitu remaja putri yang digolongkan

menjadi 2 kelompok umur yaitu 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Almatsier (2006)

menyatakan bahwa Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) atau

Recommended Dietary Allowances (RDA) merupakan taraf konsumsi zat-zat gizi

esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi

kebutuhan hampir semua orang sehat. Kontribusi energi dan zat gizi produk flakes

terhadap AKG remaja putri dihitung dengan membandingkan kandungan energi

dan zat gizi flakes per 70 gram (2 kali selingan) dengan AKG remaja putri.

Kontribusi energi dan zat gizi tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Kontribusi energi dan zat gizi flakes terhadap AKG remaja putri

Energi dan

zat gizi

Kontribusi energi dan zat gizi (%)

Dengan

Coklat

Tanpa penambahan

coklat

Dengan

Coklat

Tanpa penambahan

coklat

13-15 tahun 16-18 tahun

Energi 15.6 12.6 15.6 12.6

Protein 5.14 5.82 6.02 6.80

Lemak 17.48 0.94 17.48 0.94

Karbohidrat 17.12 20.82 17.12 20.82

Fe 39.46 68.92 39.46 68.92

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa kontribusi

flakes (dengan takaran saji 70 gram/ 2 kali selingan) terhadap AKG remaja

putriterdapat beberapa zat gizi yang masih kurang untuk memenuhi kebutuhan gizi

untuk makanan selingan (15%) terutama protein. Hal ini terjadi karena bahan

pangan sumber protein berupa isolat protein kedelai yang disubsitusi hanya 10%

dari total adonan pati garut. Kontribusi zat gizi besi flakes dengan coklat sebesar

39.46%, sedangkan flakes tanpa penambahan coklat kontribusi zat gizi besi sebesar

68.92%. Dengan demikian kontribusi zat gizi besi sudah mencukupi 50% AKG

remaja putri, sisanya diharapkan diperoleh dari sumber makanan lain.

Estimasi Harga Flakes per Takaran Saji

Flakes pati garut dengan substitusi10% isolat protein kedelai dan fortifikasi

zat besi sebanyak 50% AKG remaja putri ini terbuat dari bahan dasar pati garut,

Page 39: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

25

isolat protein kedelai, tepung tapioka dan taburia serta bahan pelengkap lainnya

seperti gula, garam, air, coklat dan margarin. Penentuan harga jual produk

dilakukan dengan kalkulasi faktor produksi dan laba. Estimasi harga jual flakes

dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 14.

Tabel 14 Estimasi harga flakes per takaan saji (35 gram)

Bahan Pangan Harga (Rp) Jumlah

Bahan

Biaya (Rp)

Dengan coklat Tanpa penambahan

coklat

Pati garut 40000/kg 21.53 g 861.2 861.2

Isolat protein kedelai 80000/kg 2.39 g 191.2 191.2

Tepung tapioka 4000/kg 6.84 g 27.4 27.4

Taburia 0 1.2 g 0 0

Gula 8000/100 g 5.13 g 410.4 410.4

Garam 2000/200 g 0.17 g 1.7 1.7

Air 3000/L 16.24 g 48.7 48.7

Coklat 12.000/200 g 11 g 660 0

Margarin 5500/250 g 5.5 g 121 0

Total biaya bahan pangan 2321.6 1540.6

Listrik dan kompor 10% 232.1 154

Kemasan dan promosi 20% 464.2 308

Pegawai 15% 348.2 231

Laba 20% 464.2 308

Harga jual/takaran saji 3830.3 2541.6

Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa total biaya produksi flakes dengan

coklat per takaran saji adalah sebesar Rp3830,3 yang dibulatkan menjadi Rp3850,

sedangkan total biaya produksi flakes tanpa penambahan coklat per takaran saji

adalah Rp2541.6 yang dibulatkan menjadi Rp2 500. Harga flakes komersil yang

beredar dipasaran per takaran saji saat ini adalah sebesar Rp5 400. Harga flakes

berbahan dasar pati garut dan isolat protein kedelai memiliki harga yang lebih

ekonomis dibandingkan harga flakes komersil yang dijual dipasaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil uji organoleptik tahap pertama menunjukkan bahwa panelis lebih

menyukai F1 dengan substitusi 10% isolat protein kedelai dari total pati garut

daripada yang disubstitusi 20% dan 30%. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis pada

uji hedonik tahap pertama menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar

formula pada atribut warna dan tekstur, namun tidak berbeda nyata pada atribut

rasa dan aroma.

Hasil uji organoleptik tahap kedua menunjukkan bahwa panelis lebih

menyukai F1 dengan taraf fortifikasi zat besi sebanyak 25% AKG Fe remaja putri.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata penilaian hedonik dan

mutu hedonik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar formula. Tetapi, F2 dipilih

Page 40: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

26

sebagai formula terpilih dengan alasan untuk mendapatkan kontribusi taburia yang

paling besar yaitu sebesar 50% AKG Fe remaja putri.

Produk flakes terpilih ditambahkan rasa coklat untuk meningkatkan daya

terima konsumen sasaran. Persentase penerimaan untuk atribut warna adalah

sebesar 70%, untuk rasa 93.33%, aroma sebesar 86.67% dan atribut tekstur sebesar

70%.

Flakes dengan coklat umumnya memiliki karakteristik sifat fisik yang kebih

baik dibandingkan flakes tanpa penambahan coklat. Namun, berdasarkan

kandungan gizi, flakes tanpa penambahan coklat umumnya memiliki nilai

kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan flakes dengan coklat.

Kontribusi energi pada flakes dengan coklat adalah 15.6%, kontribusi protein

sebesar 5.14% hingga 6.02%, kontribusi lemak 17.48%, kontribusi karbohidrat

17.12% dan kontribusi besi (Fe) 39.46% terhadap AKG remaja putri (13-18 tahun).

Produk flakes tanpa penambahan coklat memiliki kontribusi energi 12.6%,

kontribusi protein 5.82% hingga 6.80%, kontribusi lemak 0.94%, kontribusi

karbohidrat 20.82%, dan kontribusi besi (Fe) 68.92% terhadap AKG remaja putri

(13-18 tahun).

Estimasi harga produk flakes dengan coklat per takaran saji adalah Rp3 850,

sedangkan harga produk flakes tanpa penambahan coklat per takaran saji adalah

Rp2 500. Harga flakes komersil yang dijual di pasaran adalah Rp5 400 per takaran

saji. Harga flakes berbahan dasar pati garut dan isolat protein kedelai lebih

ekonomis dibandingkan harga flakes komersil yang dijual dipasaran.

Saran

Kontribusi protein produk flakes belum memenuhi AKG remaja putri (6-12

tahun) untuk makanan selingan. Penyajian flakes disarankan melebihi dari takaran

saji flakes komersil (35 gram). Selain itu, disarankan terdapat penambahan tepung

komposit yang merupakan sumber protein hewani. Perlu dilakukan pengujian

terhadap daya simpan produk flakes pati garut dan pengkajian efektivitas produk

flakes yang telah di fortifikasi taburia kepada remaja putri yang menderita anemia.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of

Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc,

Airlington.

Adriano G, Rafael S, Eduardo H, Walter, Amir M, Granato D, Jose A, Helena M.

2010.Sensory analysis: relevance for prebiotic, probiotic, and synbiotic

product development. Food Science and Food Safety, 9(4), 358-373.

Allen LH. 2006. New Approaches for Designing and Evaluating Food Fortification

Programs. J. Nutr. 136: 1055-1058.

Page 41: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

27

Akhtar S, Ismail T, Atukorala S, Arlappa N. 2013. Micronutrient deficiencies in

South Asia - Current status and strategies. Trends in Food Science &

Technolog 31: 55—62.

Albers MJ, Harnack LJ, Steffen LM, Jacobs DR. 2008. 2006 Marketplace Survey

of Trans Fatty Acid Content of Margarines and Butters, Cookies and Snack

Cakes, and Savory Snacks. J Am Diet Assoc. 2008; 108:367-370.

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama

Amalia F. 2013. Formulasi Flakes Pati Garut Dan Tepung Ikan Lele Dumbo

(Clarias Gariepinus) Sebagai Pangan Kaya Energi Protein Dan Mineral

Untuk Lansia. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut

Pertanian Bogor.

Anwar F. 1990. Mempelajari Sifat Fisik, Organoleptik dan Nilai Gizi Protein

Makanan Bayi Dari Campuran Tepung Beras Konsentrat Protein Jagung dan

Tepung Tempe. [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Apriyantono A. 1989. Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Bogor

Press.

Astawan M. 2004. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Depok (ID):

Penebar Swadaya.

[BPS] Badan Pusat Statistik ( ID). 2003. Survey Sosial Ekonomi Nasional

Bowman D. 2008. The Difference Between Meat, Soy, Whey, Dairy, and

VeganTypes of Protein. Baseline Nutritionals Nutribody

Protein.http://www.nutribodyprotein.com/protein-types.[13 Agustus 2014]

Briawan D, Adrianto Y, Ernawati D, Syamsir E, Aries M. 2012. Faktor Resiko

Anemia pada Siswi Peserta Program Suplementasi. Bogor (ID):Prosiding

Seminar Hasil-Hasil Peneltian IPB 2012

Chang S, Wang L, Wang Y, Brouwer ID, Kok FJ, Lozoff B, Chen C. 2011. Iron-

Deficiency Anemia in Infancy and Social Emotional Development in

Preschool-Aged Chinese Children. The Journal ofPediatrics, 127(4), e927-

e933.

Chaunier L, Courcoux P, Valle G, Lourdin D. 2005. Physical and sensory

evaluation of corn flakes crispness. J Texture Studies. 36(10):93-118. doi:

10.1111/j.1745-4603.2005.00007.x

[DEPKES] Departemen Kesehatan. 1998. Pedoman penanggulangan anemia gizi

untuk remaja putri dan wanita usia subur. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal

Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

____________________________. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta (ID)

Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,

Republik Indonesia.

Page 42: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

28

___________________________. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2013. Jakarta (ID). Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.

Davidsson L, Ziegler E, Zeder C, Walczyk T, Hurrell RF. 2005. Sodium Iron

EDTA (NaFeEDTA) as a food fortificant: erythrocyte incorporation of iron

and apparent absorbtion of zinc, copper, calcium, and magnesium from a

complementary food based on wheat and soy in healthy infants. Am J. Clin

Nutr. 81: 104-9.

Duodu KG, JRN Taylor, PS Beltonb, BR Hamaker. 2003. Factors affecting

sorghum protein digestibility. Journal of Cereal Science.38:117-131

Fauzan F. 2005. Formulasi Flakes Komposit dari Tepung Talas, Tepung Tempe dan

Tapioka [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gustiar H. 2009. Sifat Fisiko-Kimia Dan Indeks Glikemik Produk Cookies

Berbahan Baku Pati Garut (Maranta Arundinace L.)Termodifikasi [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Helmi H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka untuk

Pengemas Lempuk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume

3.Bengkulu (ID): Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Hurrel R, Egli I. 2010. Iron bioavailability and dietary reference values. Am J Clin

Nutr ;91(suppl):1461S–7S.

Jyothi A, Sheriff J, Sajeev M. 2009. Physical and functional properties of arrowroot

starch extrudates. Journal Food Science, 74(2), 97—104.

Koswara S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai menjadi Makanan Bermutu.

Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.

Lalel HDJ, Abidin Z, Jutomo L. 2009. Sifat fisiko kimia beras merah gogo lokal

ende. J.Teknol. dan Industri Pangan. 20 (2): 109—116.

Meilgaard M, Civille GV, Carr T.1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd

Edition. London: CRC Press.

Mervina. 2009. Formulasi Biskuit dengan Subtitusi Tepung Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai sebagai makanan potensial

untuk anak balita gizi kurang. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Moreno MT, Tarrega A, Torrescasana E, Blanch C. 2011. Influence of label

information on dark chocolate acceptability. Appetite 58 (2012) 665-671.

Mubarak AE. 2005. Nutritional composition and antinutritional factors of

mungbean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional

processes. J. Food Chem. 89: 489—495.

doi:10.1016/j.foodchem.2004.01.007.

Muchtadi TR., Purwiyatno, & Basuki A. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstruksi.

Bogor (ID): LSI Institut Pertanian Bogor.

Permatasari NA. 2007. Karakterisasi Pati Jagung Varietas Unggul Nasional

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 43: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

29

Phu PV, Hoan NV, Salvignol B, Treche S, Wieringa FT, Khan NC, Tuong PD,

Berger J. 2010. Complementary Foods Fortified with Micronutrients

Prevent Iron Deficiency and Anemia in Vietnamese infants. J. Nutr. 110:

2241-2247.

Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1999. Calcium

bioavailability in human milk, cow milk and infant formulas-comparison

between dialysis and solubility methods. Food Chem 65: 353 – 357.

Roughead ZK, Zito CA, Hunt JR. 2005. Inhibitory effects of dietary calcium on the

initial uptake and subsequent retention of heme and nonheme iron in humans:

comparisons using an intestinal lavage method. Am J. ClinNutr. 82: 589-97.

Savige G, Farlane AM, Ball K, Worsley A, &Kwarford D. 2007. Snacking

behaviours of adolescents and their association with skipping meals.

International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 2007, 4 :

36 Hlm 12-17. http://www.ijbnpa.org/content/4/1/36 [29 September 2013].

Setyaningsih D, A. Apriyantono, M.P. Sari.2010. Analisis Sensori untuk Industri

Pangan dan Agro.Bogor (ID): IPB Press Surakarta.

Sianturi DP . 2013. Formulasi Formulasi Flakes tepung Komposit Pati Garut Dan

Tepung Singkong Dengan Penambahan Pegagan Sebagai Pangan

Fungsional Sarapan Anak Sekolah Dasar. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas

Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

[WHO] World Health Organization. 2006a. WHO global database on vitamin

Adeficiency. Geneva: Switzerland

___________________________. 2006b. WHO global database on

anaemia.Geneva: Switzerland

Whitrey E, Rolfes SR. 2008. Understanding Nutrition, Eleventh Edition. USA:

Thomson Wadsworth.

Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.

Zakiyah. 2010. Pengaruh suhu pemanasan awal dalam proses modifikasi pati garut

(Marantha arundinaceae L.) dengan pemanasan dan pendinginan berulang

terhadap kadar pati resisten tipe III. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Page 44: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

30

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap pertama

UJI HEDONIK (KESUKAAN)

Nama Panelis : Nama Produk : Flakes

Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin : L/P

Dihadapan saudara/I disajikan sampel flakes. Anda diminta untuk

memberikan penilaian terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur dari produk flakes

tersebut berdasarkan skala yang diberikan berikut ini:

1. Sangat tidak suka

2. Tidak suka

3. Agak tidak suka

4. Biasa

5. Agak suka

6. Suka

7. Sangat suka

Kode Warna Rasa Aroma Tekstur

256

Komentar

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

Lampiran 2 Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving size flakes

Kebutuhan Fe = 26 mg

Kandungan Fe dalam taburia = 10,8 mg/1 g (kemasan)

Serving size : 35 g

Formula 1 (25% AKG)

Kebutuhan Fe = 25% x 26 mg = 6,5 mg

Penambahan taburia = 6,5 x 1 g = 0,6 g (untuk 1 takaran saji)

10,8

Formula 2 (50% AKG)

Kebutuhan Fe = 50% x 26 mg = 13 mg

Penambahan taburia = 13 x 1 g = 1,2 g (untuk 1 takaran saji)

10,8

Page 45: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

31

Lampiran3 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap kedua

UJI MUTU HEDONIK

Nama Panelis : Nama Produk : Flakes

Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin : L/P

Dihadapan saudara/I disajikan beberapa produk flakes. Anda diminta untuk

memberikan penilaian terhadap aroma, warna, tekstur, rasa, aroma obat dan after

taste dari produk flakes tersebut.

Aroma dari produk flakes Warna pada produk flakes

1. Sangat langu 1. Coklat kehitaman

2. Langu 2. Coklat

3. Agak langu 3. Coklat muda

4. Netral 4. Coklat kekuningan

5. Agak harum 5. Kuning keemasan

6. Harum 6. Kuning muda

7. Sangat harum 7. Putih kekuningan

Tekstur dari produk flakes Rasa pada produk flakes

1. Sangat keras 1. Sangat hambar

2. Keras 2. Hambar

3. Agak keras 3. Agak hambar

4. Sedang 4. Sedang

5. Agak renyah 5. Agak gurih

6. Renyah 6. Gurih

7. Sangat Renyah 7. Sangat Gurih

Aroma obat dari produk flakes After taste

1. Sangat kuat 1. Sangat kuat

2. Kuat 2. Kuat

3. Agak kuat 3. Agak kuat

4. Sedang 4. Sedang

5. Agak lemah 5. Agak lemah

6. Lemah 6. Lemah

7. Sangat lemah 7. Sangat lemah

Komentar ………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

Kode Nilai

135

Kode Nilai

135

Kode Nilai

135 Kode Nilai

135

Kode Nilai

135

Kode Nilai

135

Page 46: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

32

Lampiran 4 Kuesioner uji organoleptik pada remaja putri

FORMULIR UJI ORGANOLEPTIK PADA PANELIS REMAJA

PUTRI

Tanggal :

Nama Panelis :

Jenis Kelamin : P

Jenis Contoh : Flakes berbasis pati garut dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk

remaja putri

Intruksi : Berikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan

penilaian Saudara.

Penilaian Atribut

Warna Rasa Aroma Tekstur

1= Sangat tidak suka

2= Tidak suka

3= Agak tidak suka

4= Biasa

5= Agak suka

6= Suka

7= Sangat suka

Komentar :

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

TERIMA KASIH

Page 47: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

33

Lampiran 5 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi

1. Analisis Kekerasan

Kekerasan flakes diukur dengan menggunakan alat Texture-Analyzer versi

XT2i, dengan spesifikasi probe P/0.25s ¼ inch sph. stainless, kecepatan probe 1

mm/detik, distance 2.0 mm, dan rriger auto-5 gr. Lalu, hasilnya diolah

menggunakan Software Texture Expert. Nilai yang ditampilkan adalah nilai gram

force.

2. Daya Serap Air

Sebanyak 2 gram sampel yang sudah halus dimasukkan ke dalam tabung

sentrifuse. Kemudian ditambahkan 20 ml aquades, kemudian dibiarkan sampai air

meresap seluruhnya ke dalam sampel. Kemudian, larutan disentrifuse dengan

kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke

cawan porselen kering yang sudah diketahui berat kosongnya; sedangkan tabung

sentrifus beserta residunya ditimbang beratnya. Lalu, berat sisa residu yang

tertinggal di cawan porselen ditimbang dan dijumlahkan dengan berat residu awal.

Daya serap air dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Daya Serap Air (%) = x 100%

Keterangan:

A = Berat tabung sentrifuse kosong (gram)

B = Berat sampel awal (gram)

C = Berat tabung sentrifuse+residu (gram)

D = Berat cawan+sisa residu kering (gram)

E = Berat cawan kosong kering (gram)

3. Densitas Kamba

Sejumlah contoh dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml hingga

volumenya mencapai 100 ml kemudian ditimbang. Pengisian diusahakan tepat

tanda tera dan tidak dipadatkan. Densitas kamba (Bulk Density) dapat dihitung

dengan rumus:

Densitas kamba (g/ml) =

Keterangan:

a = berat gelas ukur berisi sampel 100 ml (g)

b = berat gelas ukur kosong (g)

4. Analisis Kadar Air (AOAC 1995)

Cawan porselen kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 105ºC

sekitar 60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator sampai cawan porselen

dingin (sekitar 30 menit) kemudian cawan porselen ditimbang berat kosongnya.

Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan kedalam cawan, kemudian dimasukkan

dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 3-6 jam. Setelah itu, cawan berisi sampel

diangkat kembali kemudian didinginkan di dalam desikator sampai dingin, lalu

Page 48: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

34

ditimbang. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut: Kadar air (%bb) = [A –(C - B)] x 100%

A

Keterangan: A= Berat sampel basah (sebelum dioven) (gram)

B= Berat cawan kering (gram)

C= Berat (cawan + sampel) kering (gram)

5. Analisis Kadar Abu (AOAC 1995)

Cawan porselen kosong dikeringkan dalam tanur selama 1 jam kemudian

didinginkan dalam desikator sampai dingin (sekitar 1 jam). Kemudian, sampel

ditimbang kurang lebih 3 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar

dalam kompor listrik sampai sampel tidak berasap. Cawan kemudian diabukan ke

dalam tanur pada suhu 5000C. Pengabuan dilakukan selama 3 sampai 4 jam sampai

sampel seluruhnya menjadi abu putih. Kemudian, cawan porselen didinginkan di

dalam desikator sampai cawan dingin, kemudian cawan beserta sampel ditimbang.

Persentase dari kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Abu (%) = Berat Abu x 100%

Berat sampel

6. Analisis Kadar Lemak dengan Hidrolisis (AOAC 1995)

Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkna metode ekstraksi Soxhlet.

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan

dalam desikator dan ditimbang beratnya.

Kemudian sampel sebanyak 3 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas

saring. Kertas saring yang sudah berisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam alat

ekstraksi Soxhlet bersama dengan pelarut hexane, dan pada bagian bawah

diletakkan labu lemak untuk menampung lemak hasil ekstraksi. Sampel direfluks

selama 6 jam sampai pelarut yang berada di alat ekstraksi berwarna bening jernih.

Pelarut dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu

lemak berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai

pelarut menguap seluruhnya, dan hanya meninggalkan lemak di dalam labu lemak.

Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator sekitar 20-30 menit.

Selanjutnya labu berserta lemak di dalamnya ditmbang. Persentase kadar lemak

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar lemak (%) = A - B x 100%

A

Keterangan:

A = berat labu dan lemak (gram)

B = berat labu kosong (gram)

7. Analisis Protein Metode Mikro Kjeldahl (Fardiaz et al. 1989)

Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian

ditambahkan 7 ml H2SO4 dan 0.5 gram selenium-mix. Sampel didestruksi sampai

larutan berwarna jernih kemudian labu didinginkan. Isi labu dituangkan ke dalam

Page 49: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

35

alat destilasi. Labu Kjeldahl dibilas 5-6 kali dengan aquades 20 ml, air bilasan juga

dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 30% sebanyak

20 ml.

Cairan dalam ujung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi

larutan asam borat (H3BO3) dan 4 tetes indikator (cairan metil merah dan metilen

biru) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh larutan

destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator sebanyak 3 kali volume

larutan awal dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi

perubahan warna dari hijau menjadi merah ungu. Persentase kadar protein dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar protein (%) = x 6,25

8. Analisis Kadar Karbohidrat (by difference)

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan perhitungan

karbohidrat by difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi

berdasarkan perhitungan menggunakan rumus berikut:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - A – B – C – D

Keterangan:

A = kadar air (%bb)

B = kadar abu (%bb)

C = kadar protein (%bb)

D = kadar lemak (%bb)

9. Kandungan Energi

Kandungan energi dari sampel dihitung berdasarkan rumus konversi berat

karbohidrat, lemak dan protein sampel menjadi energi. Penetapan kandungan energi

dihitung berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

Energi (Kal) = 4(Kadar Protein) + 4(Kadar Karbohidrat) + 9(Kadar Lemak)

10. Analisis Kadar Besi (Fe) dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometry

(AAS) (Apriyantono 1989)

Preparasi sampel untuk kadar Fe dilakukan dengan menggunakan pengabuan

basah. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 -1.0 gram dan dimasukkan ke dalam labu

erlenmeyer. Lalu ditambahkan 10 ml larutan H2SO4 pekat dan 15 ml larutan HNO3

pekat. Larutan kemudian dipanaskan sampai jernih dan dibiarkan sampai dingin.

Kemudian larutan diencerkan dan ditera dengan air bebas ion di labu takar sampai

volume 100 ml. Kemudian larutan dihomogenkan dengan menggunakan stirrer.

Larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 kemudian dibaca dengan

menggunakan AAS. Prosedur yang sama dilakukan terhadap blanko. Kurva standar

Fe perlu dibuat terlebih dahulu untuk perhitungan kadar Fe pada sampel.

Perhitungan kadar Fe sampel dapat dilihat pada rumus perhitungan berikut:

Kadar Fe (mg/100 g) = y-b x Volume aliquot x 100 / berat sampel

a 1000

Page 50: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

36

11. Bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1

Gambar 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1

Sejumlah sampel

Dihaluskan dengan blender

setara 2 g protein

dalam gelas piala

yang diketahui

beratnya

(2/protein

sampel) x 100

=x gram

sampel

Diatur pH

menjadi 2.0

dengan HCl

0,1 N

Ditambahkan air

bebas ion sebanyak

100 gram

T1 untuk menghitung

total asam tertitrasi

T2 untuk menghitung

bioavailabilitas mineral

Ditambahkan

Suspensi Pepsin

Diinkubasi pada

suhu 370C selama

120 menit

Dimasukan

kedalam freezer

Diatur pH

menjadi 2.0

dengan HCl

0,1 N

Ditambahkan air

bebas ion sebanyak

100 gram

Ditambahkan

Suspensi Pepsin

Diinkubasi pada

suhu 370C selama

120 menit

Dimasukan

kedalam freezer

1,6 g pepsin

dilarutkan

dalam 10 ml

HCl 0,1 N

Page 51: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

37

Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2

Gambar 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2

Sampel T1

(Total Asam Tertitrasi)

Di thawing dalam

Shaker 370C

Ditambahkan 5 ml

Pankreatin Bile

Dititrasi

dengan NaOH

standar hingga

pH 7

Dihitung kebutuhan NaHCO3

= N NaOH x 40x ml titrasi x T2 x 100

1000 T1 20

= X g NaOH

Ditimbang NaHCO3setara x g

NaHCO3dan diincerkan sampai 100 ml

Potong kantung ± 10 cm rendam

dalam air bebas ion lalu ikat salah satu

ujungnya

Diisi dengan 20 ml larutan NaHCO3

hasil perhitungan

Diikat salah satu ujungnya, usuhakan tidak ada gelembung, kemudian direndam

dengan sisa laruran NaHCO3 dalam gelas piala 200 ml

1 g Pankreatin (Sigma p-170) +

6,25 g ekstrak bile (Sigma B-

8631) dilarutkan dalam 250 ml

NaHCO3 0,1 N

Dilarutkan sebanyak 4 g NaOH dalam 1000

ml akuades dan disimpan selama 1 hari,

kemudian dikalibrasi.

Kalibrasi : timbang ± 0,01 g asam oksalat +

50 ml akuades diaduk sampai larut

kemudian titrasi dengan larutan NaOH

standar sampai Ph 7.

N NaOH = Berat asam Oksalat

Volume titrasi x (BM asam oksalat/2)

Spesifikasi kantung dialisis:

MWCO : 6000-8000

Lebar flat : 50 mm

Diameter : 32 mm

Vol/panjang : 8 ml/cm

Page 52: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

38

Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3

Gambar 9 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3

Dibaca dengan AAS

Sampel Bioavailabilitas (T1)

Di thawing dalam Shaker 370C

Dimasukkan kantung dialisis

Diinkubasi pada suhu 370C selama 2 jam

Ditambahkan 5 ml Pankreatin Bile

Dibuka ikatannya dan tuangkan dalam erlenmeyer 100

ml yang sudah diketahui beratnya

Diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit

Diangkat kantung dialisis dari sampel T1

Ditimbang dan dicatat berat dialisatnya

Dicuci bagian dalam kantung dialisis dengan air bebas ion

Ditambahkan H2SO4 pekat 10 ml dan 10 ml HNO3 pekat

Didestruksi sampai jernih

Diencerkan dalam labu takar 100 ml

Ditambahkan air bebas ion

Disarimg dengan kertas Whatman 42

Page 53: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

39

12. Daya cerna protein (Muchtadi 1989)

Sampel digiling halus sampai lolos ayakan 80 mesh, kemudian suspensikan

sampel dalam air destilasi sampai diperoleh konsentrasi protein 6.25. Sebanyak 50

ml suspense sampel ditaruh ke dalam gelas piala kecil, atur pH menjadi 8 dengan

penambahan HCl atau NaOH 0.1 N. Taruh sampel dalam penangas air 37oC dan

diaduk selama 5 menit. Tambahkan larutan multienzim (saat penambahan enzim

dicatat sebagai waktu ke nol) ke dalam suspense protein sambil tetap diaduk dalam

penangas air. Catat pH suspense sampel pada menit ke- 10. Hitung daya cerna

protein sampel dengan menggunakan rumus:

Y = 210.464 – 18.103X

Keterangan; Y = Daya cerna protein (%)

X = pH suspense sampelpada menit ke- 10

Lampiran 6 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 1

Ranks

Kode Sampel N Mean Rank

Warna Subsitusi 10% Isolat protein kedelai 60 100.17

Substitusi 20% Isolat protein kedelai 60 76.18

Substitusi 30% Isolat protein kedelai 60 95.16

Total 180

Rasa Subsitusi 10% Isolat protein kedelai 60 96.64

Substitusi 20% Isolat protein kedelai 60 86.28

Substitusi 30% Isolat protein kedelai 60 88.58

Total 180

Aroma Subsitusi 10% Isolat protein kedelai 60 91.38

Substitusi 20% Isolat protein kedelai 60 86.00

Substitusi 30% Isolat protein kedelai 60 94.12

Total 180

Tekstur Subsitusi 10% Isolat protein kedelai 60 103.48

Substitusi 20% Isolat protein kedelai 60 100.60

Substitusi 30% Isolat protein kedelai 60 67.42

Total 180

Page 54: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

40

Test Statisticsa,b

Warna Rasa Aroma Tekstur

Chi-Square 7.459 1.383 1.052 19.047

df 2 2 2 2

Asymp. Sig. .024 .501 .591 .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kode Sampel

Lampiran 7 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis

ANOVA

Jumlah

kuadrat

Derajat

bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig.

Warna Antar kelompok 403.485 2 201.743 18.139 .021

Dengan kelompok 33.367 3 11.122

Total 436.852 5

Rasa Antar kelompok 3.719 2 1.859 .011 .989

Dengan kelompok 500.000 3 166.667

Total 503.719 5

Aroma Antar kelompok 33.367 2 16.683 1.801 .306

Dengan kelompok 27.789 3 9.263

Total 61.156 5

Tekstur Antar kelompok 1200.000 2 600.000 7.366 .070

Dengan kelompok 244.356 3 81.452

Total 1444.356 5

Uji lanjut Duncan

Warna

kode N

Subset untuk alpha = 0.05

1 2

2 2 55.0000

3 2 63.3350

1 2 74.9950

Sig. .088 1.000

Page 55: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

41

Lampiran 8 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 2

Ranks

Kode sampel N Mean Rank

Warna Fortifikasi 25% Fe 60 68.99

Fortifikasi 50% Fe 60 52.01

Total 120

Rasa Fortifikasi 25% Fe 60 62.15

Fortifikasi 50% Fe 60 58.85

Total 120

Aroma Fortifikasi 25% Fe 60 56.91

Fortifikasi 50% Fe 60 64.09

Total 120

Tekstur Fortifikasi 25% Fe 60 67.98

Fortifikasi 50% Fe 60 53.02

Total 120

Test Statisticsa,b

Warna Rasa Aroma Tekstur

Chi-Square 8.425 .299 1.593 6.489

Df 1 1 1 1

Asymp.

Sig. .004 .584 .207 .011

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kode sampel

Page 56: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

42

Lampiran 9 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis

ANOVA

Jumlah

kuadrat

Derajat

bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig.

Warna Antar kelompok 100.100 1 100.100 .901 .443

Dengan kelompok 222.244 2 111.122

Total 322.344 3

Rasa Antar kelompok 11.122 1 11.122 .400 .592

Dengan kelompok 55.544 2 27.772

Total 66.667 3

Aroma Antar kelompok 25.050 1 25.050 9.036 .095

Dengan kelompok 5.544 2 2.772

Total 30.594 3

Tekstur Antar kelompok 69.389 1 69.389 2.776 .238

Dengan kelompok 50.000 2 25.000

Total 119.389 3

Page 57: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

43

Lampiran 10 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik organoleptik tahap 2

Ranks

Kode Sampel N Mean Rank

Aroma Fortifikasi 25% Fe 60 60.42

Fortifikasi 50% Fe 60 60.58

Total 120

Warna Fortifikasi 25% Fe 60 63.75

Fortifikasi 50% Fe 60 57.25

Total 120

Tekstur Fortifikasi 25% Fe 60 66.38

Fortifikasi 50% Fe 60 54.62

Total 120

Rasa Fortifikasi 25% Fe 60 65.54

Fortifikasi 50% Fe 60 55.46

Total 120

Aroma Obat Fortifikasi 25% Fe 60 60.02

Fortifikasi 50% Fe 60 60.98

Total 120

After Taste Fortifikasi 25% Fe 60 61.46

Fortifikasi 50% Fe 60 59.54

Total 120

Test Statisticsa,b

Aroma Warna Tekstur Rasa AromaObat AfterTaste

Chi-Square .001 1.115 3.738 2.641 .029 .096

df 1 1 1 1 1 1

Asymp.

Sig. .976 .291 .053 .104 .864 .756

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kode Sampel

Page 58: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

44

Lam

pir

an

11 H

asi

l u

ji b

eda s

ifat

fisi

k f

lakes

den

gan

dan

tan

pa p

enam

bah

an

cok

lat

Tes

t L

evene

untu

k r

agam

yan

g s

am

a

t-te

st u

ntu

k r

ataa

n y

an

g s

am

a

F

Sig

nif

ikan

si

t

Der

ajat

Keb

ebas

an

Sig

nif

ikan

si

(2-t

aile

d)

Rat

aan b

eda

Gal

at b

eda

Sel

ang k

eper

cayaa

n p

ada

inte

rval

95

%

Baw

ah

Ata

s

Kek

eras

an

Rag

am

sam

a

. .

-

14

.416

2

.0

05

-28

6.5

5

19

.877

44

-

37

2.0

75

71

-

20

1.0

24

29

Rag

am

tid

ak s

am

a

-

14

.416

1

.08

9

.03

5

-28

6.5

5

19

.877

44

-

49

5.3

24

25

-

77

.775

75

Den

sita

s

Kam

ba

Rag

am

sam

a

.00

0

1.0

00

5.6

5 7

2

.03

0

.04

.00

707

.00

95 8

.07

04 2

Rag

am

tid

ak s

am

a

5.6

5 7

2.0

00

.03

0

.04

.00

707

.00

95 8

.07

04 2

Daya

Ser

ap A

ir

Rag

am

sam

a

. .

-

25

.071

2

.0

02

-63

.33

2.5

259 9

-

74

.198

48

-

52

.461

52

Rag

am

tid

ak s

am

a

-

25

.071

1

.08

3

.02

0

-63

.33

2.5

259 9

-

90

.152

31

-

36

.507

69

Page 59: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

45

Lam

pir

an

12 H

asi

l u

ji b

eda k

an

du

ngan

giz

i fl

akes

den

gan

dan

tan

pa p

enam

bah

an

cok

lat

Tes

t L

even

e u

ntu

k r

agam

yan

g

sam

a t-

test

un

tuk r

ataa

n y

ang s

ama

F

Sig

nif

ikan

si

t

Der

ajat

Keb

ebas

an

Sig

nif

ikan

si

(2-t

aile

d)

Rat

aan

bed

a G

alat

bed

a

Sel

ang k

eper

cayaa

n p

ada

inte

rval

95

%

Baw

ah

Baw

ah

Kad

ar A

ir

Rag

am s

ama

2.3

91

E1

6

.000

-1.6

68

2

.237

-.9

60

00

.575

54

-3.4

363

6

1.5

163

6

Rag

am t

idak

sam

a

-1.6

68

1.2

27

.308

-.9

60

00

.575

54

-5.7

343

1

3.8

143

1

Kad

ar A

bu

R

agam

sam

a

1.5

84

E1

6

.000

13

.825

2

.005

.285

00

.020

62

.196

30

.373

70

Rag

am t

idak

sam

a

13

.825

1.1

25

.034

.285

00

.020

62

.082

57

.487

43

Kad

ar L

emak

R

agam

sam

a

4.9

00

E1

6

.000

82

.718

2

.000

16

.795

00

.203

04

15

.921

39

17

.668

61

Rag

am t

idak

sam

a

82

.718

1.0

61

.006

16

.795

00

.203

04

14

.541

45

19

.048

55

Kad

ar P

rote

in

Rag

am s

ama

3.0

41

E1

5

.000

-4.7

47

2

.042

-.6

65

00

.140

09

-1.2

677

6

-.0

62

24

Rag

am t

idak

sam

a

-4.7

47

1.7

84

.052

-.6

65

00

.140

09

-1.3

433

0

.013

30

Kad

ar K

arb

oh

idra

t R

agam

sam

a

8.3

19

E1

6

.000

-22

.500

2

.002

-15

.440

00

.686

22

-18

.392

57

-12

.487

43

Rag

am t

idak

sam

a

-22

.500

1.2

26

.015

-15

.440

00

.686

22

-21

.143

32

-9.7

366

8

Kan

dun

gan

En

ergi

Rag

am s

ama

3.3

52

E1

5

.000

47

.808

2

.000

86

.370

00

1.8

066

1

78

.596

77

94

.143

23

Rag

am t

idak

sam

a

47

.808

1.5

74

.002

86

.370

00

1.8

066

1

76

.189

78

96

.550

22

Kad

ar F

e R

agam

sam

a

1.8

45

E1

5

.000

-12

.437

2

.006

-10

.940

00

.879

66

-14

.724

87

-7.1

551

3

Rag

am t

idak

sam

a

-12

.437

1.9

50

.007

-10

.940

00

.879

66

-14

.819

55

-7.0

604

5

Day

a C

ern

a P

rote

in

Rag

am s

ama

3.6

50

E1

5

.000

-6.5

55

2

.022

-3.4

400

0

.524

79

-5.6

979

7

-1.1

820

3

Rag

am t

idak

sam

a

-6.5

55

1.6

37

.036

-3.4

400

0

.524

79

-6.2

518

5

-.6

28

15

Bio

avai

lab

ilit

as F

e R

agam

sam

a

1.6

83

E1

4

.000

-2.3

31

2

.145

-6.7

350

0

2.8

891

6

-19

.166

04

5.6

960

4

Rag

am t

idak

sam

a

-2.3

31

1.9

97

.145

-6.7

350

0

2.8

891

6

-19

.186

67

5.7

166

7

Page 60: FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN … · 7 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1 36 8 Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999)

46

RIWAYAT HIDUP

M. Mifthah Faridh Chairil merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari

pasangan Chairil Nurdin dan Endrawati. Lahir di Jambu Air 13 Mei 1992. Penulis

menempuh pendidikan SMA di SMA Negeri 3 Bukittinggi. Selanjutnya

melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi, diantaranya,

KOPMA IPB 2010-2011, Club Gizi Peduli 2011-2012, Himagizi 2011-2013,

Keluarga Mahasiswa Kota Wisata, Agam sekitarnya 2010-sekarang, dan Ikatan

Pelajar Mahasiswa Minang 2010- sekarang. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan

kepanitiaan seperti Minang Vaganza 2013, Nutrition Fair 2012 dan 2013, Masa

Perkenalan Departemen 2012, ANIMAZI 2012, SAMISAENA 2012, Open House

Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang 2011, Duta FEMA Ambasador For Our

Ecology 2011, Indonesian Ecology Expo 2011, dan Musyawarah Nasional

ILMAGI 2011.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar

Komunikasi (2012), Analisis Zat Gizi Makro (2013 dan 2014), Ilmu Bahan

Makanan (2013), Ekologi Pangan dan Gizi (2013), dan Ilmu Gizi Dasar (2014).

Bulan Juli-Agustus 2013 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa

Sukajaya, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor. Pada bulan Februari – Maret

2014 penulis melaksanakan Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Dr. Cipto

Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Topik kajian selama ID adalah kasus penyakit

dalam (Dispepsia intake sulit, Disfagia ec Hiatal Hernia, Candidiasis esofagus,

Hipokalemia berat, Hipomagnesiummassa intraabdomen ec susp miomauteri,

pangastritis, peningkatan enzim transaminase), kasus penyakit anak

(Rhabdomiosarcoma Prekemoterapi Siklus ke-2), dan kasus bedah (Post

Laparatomi Eksplorasi dengan Esofagojejunostomi atas indikasi Nekrosis Gaster

ec Ingesti Air Keras Hg).