FIX.docx

75
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Batuk merupakan reflek pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran napas bagian bawah. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia dan peradangan. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak produktif, keras dan parau, sering, jarang, atau paroksismal. 1 Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal). Batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga menyebabakan takut untuk berobat ke dokter.Biasanya penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah. Batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluhdarah,berhenti sedikit- sedikit pada pengobatan penyakit dasar.Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda suatu penyakit infeksi. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan 1

Transcript of FIX.docx

Page 1: FIX.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Batuk merupakan reflek pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan

trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting

untuk membersihkan saluran napas bagian bawah. Batuk juga merupakan gejala

tersering penyakit pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk

adalah rangsangan mekanik, kimia dan peradangan. Batuk dapat bersifat

produktif, pendek dan tidak produktif, keras dan parau, sering, jarang, atau

paroksismal.1

Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak bercampur darah yang

dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke

arah distal). Batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang

menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga

menyebabakan takut untuk berobat ke dokter.Biasanya penderita menahan batuk

karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan

penyumbatan karena bekuan darah. Batuk darah pada dasarnya akan berhenti

sendiri asal tidak ada robekan pembuluhdarah,berhenti sedikit-sedikit pada

pengobatan penyakit dasar.Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda suatu

penyakit infeksi. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur

darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi

perdarahan.2

Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan

pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran

napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala

penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih

teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah yang

dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif memerlukan penanganan

segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggu

kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat

mengancam jiwa.2

1

Page 2: FIX.docx

Angka kejadian hemoptisis di klinik paru berkisar antara 10 sampai 15

persen dan untuk negara dengan angka kejadian tuberkulosis yang tinggi

merupakan penyebab terjadinya hemoptisis masif sebesar 20 persen. Sedangkan

yang disebabkan oleh bronkiektasis sebesar 45 persen dan pada tumor sebesar 10

persen. 1

Hemoptisis masif yang tidak diterapi mempunyai angka mortaliti lebih

dari50% dan perlu dicari sumber perdarahannya sehingga terapi definitif dapat

dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Hemoptisis masif sering terjadi pada

bronkiektasis, bekas tuberkulosis, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis aktif,

kistik fibrosis,Artery-venous malformation (AVM), bronkiektasis nontuberkulosis

dan ditemukan pada kasus yang jarang seperti lesi infiltratif peribronkial.

Sebagian besar kasus hemoptisis dapat diterapi secara konservatif namun pada

kasus hemoptisis berat diperlukan tindakan pembedahan. Pemeriksaan penunjang

yang diperlukan dalam tatalaksana hemoptisis masif adalah foto toraks, Computed

tomography scanning (CT-scan) dan bronkoskopi.3

Komplikasi yang sering terjadi adalah asfiksia, kehilangan darah yang

banyak dalam waktu singkat dan penyebaran penyakit ke jaringan paru yang

sehat. Batuk darah sendiri terkadang sulit didiagnosis, salah satu faktor

penyebabnya adalahakibat ketakutan pasien mengenai gejala ini hingga terkadang

pasien akan menahan batuknya,hal ini akan memperburuk keadaan karena akan

timbul penyulit. Oleh sebab itu pengertian yang seksama mengenai hemoptisis

diharapkan mampu memberikan penatalaksanaan yang optimal pada penderita. 1,4

2

Page 3: FIX.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Vaskularisasi Paru

Gambar 2.1 Skema sirkulasi bronchial dan anastomase sirkulasi bronchial dengan sirkulasi pulmonal

Bronkus, jaringan ikat paru dan pleura visceralis menerima darah dari arteri

bronchial yang merupakan cabang dari aorta descendens. Vena bronchiales (yang

berhubungan dengan vena pulmonales) mengalirkan darahnya kevena azigos dan

vena hemiazigos4,5.

Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri

pulmonalis.darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk

kecabang-cabang vena pulmonalis yang mengikuti jaringan ikat septa

intersegmentalis keradix pulmonalis4,5.

1. Sirkulasi bronkial :

a. nutrisi pada paru dan saluran napas

b. tekanan pembuluh darah sistemik

c. cenderung terjadi perdarahan lebih hebat

2. Sirkulasi pulmonar

a. mengatur pertukaran gas

b. tekanan rendah

3

Page 4: FIX.docx

2.2 HEMOPTISIS

A. Definisi

Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, berasal

dari saluran nafas di bawah pita suara. Sinonim batuk darah ialah hemoptoe atau

hemoptisis.4Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit

yang mendasari sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan yang

seksama.5

Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang paling

sering terjadi diantara bentuk-bentuk klinis lainnya. Tingkat kegawatan dari

hemoptisis ditentukan oleh 3 faktor:

a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran

pernapasan. Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada jumlah perdarahan

yang terjadi, akan tetapi ditentukan oleh reflek batuk yang berkurang atau

terjadinya efek psikis dimana pasien takut dengan perdarahan yang terjadi.

b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat

menimbulkan renjatan hipovolemik (hypovolemic shock). Bila perdarahan yang

terjadi cukup banyak, maka hemoptisis tersebut digolongkan ke dalam

hemoptisis masif walaupun terdapat beberapa kriteria, antara lain:

1) Kriteria Yeoh (1965) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila

jumlah perdarahan yang terjadi adalah sebesar 200 cc/24 jam.

2) Kriteria Sdeo (1976) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila

jumlah perdarahan yang terjadi lebih dari 600 cc/24 jam.

c. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau

beberapa hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan keadaan yang gawat,

oleh karena baik bagian jalan napas maupun bagian fungsionil paru tidak dapat

berfungsi sebagaimana mestinya akibat terjadinya obstruksi total.6

4

Page 5: FIX.docx

B. Etiologi

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :4

1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh

karena jamur dan sebagainya.

2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.

3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.

4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).

5. Benda asing di saluran pernapasan.

6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.

Penyebab batuk darah menurut penyelidikan Osler A. Abbott7:

Penyakit

Presentase

Pasien

Hemoptisis

Penyakit

Presentase

Pasien

Hemoptisis

Karsinoma

bronkogenik56,0 Empiema 24,5

Abses paru 49,2Metastasis

Karsinoma24,0

Infark pulmonal 44,0

Bronkiektasis 43,5Tumor

Mediastinum20,0

Tuberkulosis 36,5 17,5

Krista kongenital 25,8Obstruksi

Esofagus9,0

Etiologi lain hemoptisis adalah sebagai berikut :7,8

1. Batuk darah idiopatik

Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui

penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% . dimana perbandingan

antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun

kebanyakan 40-60 tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi.

5

Page 6: FIX.docx

2. Batuk darah sekunder

Batuk darah sekunder adalah batuk darah yang diketahui penyebabnya.

a. Oleh karena keradangan, ditandai vaskularisasi arteri bronkiale > 4%

(normal1%)

1) TB:batuk sedikit-sedikit, masif perdarahannya dan bergumpal.

2) Bronkiektasis : bercampur purulen.

3) Abses paru : bercampur purulen.

4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih.

5) Bronkitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir.

b. Neoplasma

1) Karsinoma paru.

2) Adenoma.

c. Lain-lain

1) Trombo emboli paru – infark paru.

2) Mitral stenosis.

3) Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat.

ASD

VSD

4) Trauma dada.

Berdasarkan usia penderita, Pursel membagi batuk darah menjadi:9

1. Anak-anak dan remaja:

b. Bronkiektasis

c. Stenosis mitral

d. Tuberkulosis

2. Umur 20 – 40 tahun:

a. Tuberkulosis

b. Bronkiektasis

c. Stenosis mitral

3. Umur lebih dari 40 tahun:

a. Karsinoma bronkogen

b. Tuberkulosis

c. Bronkiektasis

6

Page 7: FIX.docx

c. Patofisiologi

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan

hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk

memberikan nutrisi pada jaringan paru,juga bila terjadi kegagalan arteri

pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.6

Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :7,8

1. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi oleh karena:

a. Adanya Rasmussen’s aneurysm yang pecah.

Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini

telah lama dianut, tetapi beberapa laporan otopsi lebih membuktikan

terdapat hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari

arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan. Setelah

berkembangnya arteriografi dapat dibuktikan bahwa pada setiap proses

paru terjadi hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang

berperan memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terdapat kegagalan

arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.

Oleh karena itu terdapatnya Rasmussen aneurisma pada kaverna

tuberculosis yang merupakan asal perdarahan diragukan.

b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil

tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru.

2. Batuk darah pada karsinoma paru.

Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus

atau berasal dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya

pembuluh darah kecil pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah

pulmoner.

3. Batuk darah pada bronkiektasis:

a. Mukosa bronkus yang sembab mengalami infeksi dan trauma batuk

menyebabkan perdarahan.

b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal dan

juga terjadi aneurisma, bila pecah terjadi perdarahan.

c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding bronkus

yang mengalami ektasis.

7

Page 8: FIX.docx

4. Batuk darah pada bronchitis kronis:

Terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang, terobek oleh

mekanisme batuk.

5. Batuk darah pada abses paru:

Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar

menutup, maka pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat

trauma pada saat batuk.

6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut:

a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena

tekanan dalam vena pulmonalis tinggi menyebabkan rupture vena

pulmonalis atau distensi kapiler sehingga butir darah merah masuk ke

alveoli.

b. Menurut ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di

mukosa bronkus.

c. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena

bronkialis yang hebat sehingga tampak seperti varises.

7. Batuk darah pada infark paru:

Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi

anastomose. Selain itu juga terjadi reflek spasme dari vena di daerah tersebut,

akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli

dan terjadi batuk darah.

8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome:

Terjadi kelainan pada membrane basalis alveol kapiler yaitu

terbentuknya antibody to glomerular basement membrane (anti GBM Ab)

lebih spesifiknya kolagen tipe IV pada paru sehingga membuat hilangnya

keutuhan membranan basalis epithelial-endotelial dan memudahkan

masuknya sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam alveoli.

9. Batuk darah pada infeksi jamur:

Terjadi friksi pada pergerakan mycetoma dan terjadi pelepasan

antikoagulan serta enzim proteoitik yang menyerupai tripsin dari jamur.

8

Page 9: FIX.docx

10. Batuk darah pada batuk keras:

Sifat khas bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak

bercampur di dalamnya.

a. Kelenjar getah bening yang mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada

bronkus yang berdekatan.

b. Mungkin bronkolit yang ada pada saat batuk menggeser lumennya.

c. Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus.

11. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami

transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk

darah.

d. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Pusel:2

+ batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis

dalam sputum

++ batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml

+++ batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml

++++ batuk dengan perdarahan 150-500 ml

Massive batuk dengan perdarahan 500-1000 ml atau lebih

Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.4

1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam

Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada

bronkitis.

2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam

Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya

pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.

3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam

Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.

9

Page 10: FIX.docx

4. Pseudohemoptisis

Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring)

atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan

(factitious).

Johnson membuat pembagian lain menurut jumlah darah yang keluar

menjadi:2

1. Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari.

2. Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari dengan

interval 2 sampai 3 hari.

3. Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak.

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptisis

selain terjadi vasokontriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah,

sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang

terjadi. Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptisis juga

mempunyai kelemahan oleh karena:8,9

a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang

dengan cairan lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah yang

hilang sesungguhnya.

b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan, bersama-sama dengan tinja,

sehingga tidak ikut terhitung.

c. Sebagian dari darah masuk ke dalam paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh:10

a. Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan

hipovolemik.

b. Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai

dengan adanya iskemia miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan

mekanik jantung, maupun aliran darah serebral.

Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:11

a. Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis

b. Lamanya perdarahan

c. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi

d. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi dan kesadaran.

10

Page 11: FIX.docx

e. Manifestasi Klinis

Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa

perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari

nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut

benar-benar batuk darahdan bukanmuntah darah.4Hal tersebut akan dijelaskan

pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan Batuk Darah Dengan Muntah Darah9

No Keadaan Batuk Darah Muntah Darah

1 Prodromal Darah dibatukkan dengan

rasa panas di tenggorokan

Darah dimuntahkan

dengan rasa mual

(Stomach Distress)

2 Onset Darah dibatukkan, dapat

disertai dengan muntah

Darah dimuntahkan, dapat

disertai dengan batuk

3 Tampilan Darah berbuih Darah tidak berbuih

4 Warna Merah segar Merah tua

5 Isi Lekosit, mikroorganisme,

hemosiderin, makrofag

Sisa makanan

6 Ph Alkalis Asam

7 Riwayat

penyakit dahulu

(RPD)

Penyakit paru Peminum alkohol, ulcus

pepticum, kelainan hepar

8 Anemis Kadang tidak dijumpai Sering disertai anemis

9 Tinja Blood test (-) /

Benzidine Test (-)

Blood Test (+) /

Benzidine Test (+)

Kriteria batuk darah: 8

11

Page 12: FIX.docx

1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam).

2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam).

3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah

sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).

Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif yang diajukan

Busroh (1978) :9

1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam

pengamatannya perdarahan tidak berhenti.

2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan

tetapilebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,

sedangkanbatuk darahnya masih terus berlangsung.

3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan

tetapilebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi

selamapengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk

darahtersebut tidak berhenti.

f. Penegakkan Diagnosis

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan gambaran radiologis. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada

penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga

pemeriksaan fisik maupun penunjang sehinggapenanganannya dapat

disesuaikan.7,8

1. Anamnesis

Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah:7,10

a. Jumlah dan warna darah yang dibatukkan.

b. Lamanya perdarahan.

c. Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak.

d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan.

e. Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik.

f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan

batuk

12

Page 13: FIX.docx

g. Wheezing

h. Perdarahan di tempat lain bersamaan dengan batuk darah

i. Perokok berat dan telah berlangsung lama

j. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada

k. Hematuria yang disertai dengan batuk darah.

l. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.

2. Pemeriksaan fisik7,8

Untuk mengetahui perkiraan penyebab.

a. Panas merupakan tanda adanya peradangan.

b. Auskultasi :

1) Kemungkinan menonjolkan lokasi.

2) Ronchi menetap, whezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh : Ca,

bekuan darah.

c. Friction Rub : emboli paru atau infark paru

d. Clubbing finger : memberikan petunjuk kemungkinan keganasan

intratorakal dan supurasi intratorakal (abses paru, bronkiektasis).

3. Pemeriksaan penunjang

a. Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap

penderitahemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan

tempatperdarahannya.2 Pemeriksan foto thoraks merupakan salah satu

komponen penting dalam pemeriksaan untuk mengetahui penyebab

perdarahan terutama kelainan parenkim paru, misalnya pemeriksaan

dengan kaviti, tumor, infiltrat dan atelektasis. Perdarahan intra-alveolar

menimbulkan pola infiltrat retikulonedular. Namun demikian gambaran

foto thoraks bisa normal ataupun tidak informatif.12

b. Pemeriksaanbronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab

sebagian penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto

toraks.4

c. Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat

diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak

13

Page 14: FIX.docx

langsung).4 Pemeriksaan sputum yang dapat dilakukan adalah untuk

pemeriksaan bakteri pewarnaan gram, basil tahan asam (BTA).

Pemeriksaan dahak sitologi dilakukan apabila penderita berusia >40 tahun

dan perokok. Biakan kuman juga dapat dilakukan terutama untuk BTA dan

jamur.12

d. Laboratorium11

a. Pemeriksaan darah tepi lengkap

i. Peningkatan Hb dan Ht kehilangan darah yang akut

ii. Leukosit meningkat infeksi

iii. Trombositopenia koagulopati

iv. Trombositosis kanker paru

b. CT dan BT; PT dan APTT jika dicurigai adanya koagulopati atau pasien

menerima warfarain/heparin

c. Analisa gas darah arterial harus diukur jika pasien sesak yang jelas dan

sianosis.

e. Pemeriksaan bronkoskopi

Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan

sekaligus untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi

penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena

dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.2,4

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : 2

1) Bila radiologik tidak didapatkan kelainan

2) Batuk darah yang berulang

3) Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan

diagnosis, lokasiperdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu

yang tepat untukmelakukannya merupakan pendapat yang masih

kontroversial, mengingatbahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi

akan menimbulkan batuk yanglebih impulsif, sehingga dapat memperhebat

perdarahan disampingmemperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan

bronkoskop fiberoptik dapatmenilai bronkoskopi merupakan hal yang

mutlak untuk menentukan lokasiperdarahan.2

14

Page 15: FIX.docx

Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop

serat optikjauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat

bermanfaat dalammembersihkan jalan napas dari bekuan darah serta

mengambil benda asing,disamping itu dapat melakukan penamponan

dengan balon khusus di tempatterjadinya perdarahan.2

g. Penatalaksanaan

Tujuan pokok terapi ialah:9

1. Mencegah asfiksia.

2. Menghentikan perdarahan.

3. Mengobati penyebab utama perdarahan.

Langkah-langkah: 9

1. Pemantauan menunjang fungsi vital

a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps

kardiovaskuler.

b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah

dipertimbangkan sejak awal.

c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar.

2. Mencegah obstruksi saluran napas

a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi.

b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan

bronkoskopi.

3. Menghentikan perdarahan

a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade

perdarahan.

b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.

Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan support

kardiopulmoner danmengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia

yang merupakan penyebabutama kematian pada para pasien dengan

hemoptisis masif.6,9

Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam

saluran napasyang menyebabkan asfiksia. Bila terjadi afsiksi, tingkat

15

Page 16: FIX.docx

kegawatan hemoptisis palingtinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang

multipel. Hemoptosis dalam jumlahkecil dengan refleks batuk yang buruk

dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlahbanyak dapat menimbukan

renjatan hipovolemik.6,9

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

1. Terapi konservatif

Dasar-dasarpengobatanyangdiberikan sebagai berikut :7,8,9

a. Mencegah penyumbatan saluran nafas

Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat diletakkan

dalam posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan

darah yang terasa menyumbat saluran nafas. Dapat dibantu dengan

pengisapan darah dari jalan nafas dengan alat pengisap. Jangan sekali-

kali disuruh menahan batuk.

Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik, diletakkan

dalam posisi tidur miring kesebelah dari mana diduga asal perdarahan,

dan sedikit trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang

sehat. Kalau masih dapat penderita disuruh batuk bila terasa ada darah

di saluran nafas yang menyumbat, sambil dilakukan pengisapan darah

dengan alat pengisap. Kalau perlu dapat dipasang tube endotrakeal.

Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perdarahan

sukar berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberikan Codein10 - 20

mg. Penderita batuk darah masif biasanya gelisah dan ketakutan,

sehingga kadang-kadang berusaha menahan batuk. Untuk menenangkan

penderita dapat diberikan sedatif ringan (Valium) supaya penderita lebih

kooperatif.

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

Bila perlu dapat dilakukan :

1) Pemberian oksigen.

2) Pemberian cairan untuk hidrasi.

3) Tranfusi darah.

4) Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.

c. Menghentikan perdarahan

16

Page 17: FIX.docx

Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam

kepustakaan dikatakan hemoptisis rata-rata berhenti dalam 7 hari.

Pemberian kantongan es diatas dada, hemostatiks, vasopresin

(Pitrissin)., ascorbic acid dikatakan khasiatnya belum jelas. Apabila ada

kelainan didalam faktor-faktor pembekuan darah, lebih baik

memberikan faktor tersebut dengan infus.

Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),

misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.

Di beberapa rumah sakit masih memberikan Hemostatika (Adona

Decynone) intravena 3 - 4 x 100 mg/hari atau per oral. Walaupun

khasiatnya belum jelas, paling sedikit dapat memberi ketenangan bagi

pasien dan dokter yang merawat.

d. Mengobati penyakityangmendasarinya(underlyingdisease)

Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas

selalu diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan

juga antibiotika yang sesuai.

2. Terapi pembedahan

Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif

yang sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru

adekuat, tidak ada kontraindikasi bedah.5

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan:5

a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian

padaperdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan

tindakanoperasi.

Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya

hemoptisis yang berulang dapat dicegah.

Tindakan bedah meliputi:5,12

1. Reseksi paru: lobektomi atau pneumonektomi

17

Page 18: FIX.docx

Reseksi paru ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat

penyakit dasarnya. Macam reseksi:

- Pneumonektomi: reseksi satu paru seluruhnya

- Bilobektomi : reseksi dua lobus

- Lobektomi : reseksi satu lobus

- Wedgeresection: reseksi sebagian kecil jaringan paru

- Enukleasi : bila kelainan patologis kecil dan jinak

- Segmentektomi: reseksi segmen bronkopulmonal

Berdasarkan foto thoraks dan pemeriksaan faal paru, luasnya

operasi dapat ditentukan sebelum operasi. Prinsipnya adalah

mempertahankan sebanyak mungkin jaringan paru yang dianggap

sehat. Luas dan jenis lesi (proses inflamasi, abses atau kavitas)

menentukan jenis reseksi yang akan dilaksanakan.

2. Terapi kolaps: pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisia, torakoplasti,

frenikolisis (membuat paralise N. phrenicus).

Terapi kolaps bertujuan untuk mengistirahatkan bagian paru yang

sakit dengan cara membuat kolaps jaringan paru yang sakit tersebut.

Pendapat ini benar untuk kelainan berbentuk kavitas, tetapi cara ini

banyak ditinggalkan karena komplikasinya banyak.

Prosedur yang termasuk dalam kelompok terapi kolaps:

- Pneumotoraks artificial yaitu dengan memasukkan udara ke rongga

pleura kemudian secara bertahap ditambahkan udara sehingga

teracapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila paru kolaps

maka bagian tersebut dapat istirahat sehingga mempercepat proses

penyembuhan. Bila terdapat adhesi dan paru tidak dapat kolaps

dilakukan intrapleuralpneumonolysis (operasi Jacoboes), tetapi

sering terjadi komplikasi perdarahan. Karena sering terjadi

empyema setelah pneumotorak artifisial, tindakan ini sudah tidak

dilakukan lagi.

- Pneumoperitoneum yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga

peritoneum dengan tujuan menaikkan diafragma agar terjadi kolaps

pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal akan menyembuh.

18

Page 19: FIX.docx

- Paralise nervus phrenicus yaitu dengan cara anestesi local nervus

phrenicus dibebaskan dari perlekatannya di M. scalenus anterior,

kemudian saraf dirusak (crushed) sehingga timbul paralise

diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan

diharapkan apeks paru dapat diistirahatkan sehingga, terjadi proses

penyembuhan.

- Torakoplasti yaitu suatu bentuk operasi dimana kolaps paru terjadi

dengan cara menghilangkan supporting framework-nya, misalkan

dengan membuang tulang iga dari dinding dada. Indikasi

torakoplasti:

Dulu: torakoplasti hamper selalu dilakukan setelah lobektomi atau

pneumonektomi dengan tujuan meminimalisasi kemungkinan

terjadinya over distensi parenkim paru yang tersisa selain itu dead

space akan segera menutup (obliterasi) sehimgga resiko

terbentuknya fistula bronkopleural dan empyema dapat dikurangi.

Sekarang: kebutuhan torakoplasti diragukan dan dilakukan bila

direncanakan reseksi lebih dari 1 lobus atau mengatasi komplikasi

tindakan reseksi seperti fistula bronkopleura dan empiema.

3. Lain-lain: embolisasi artifisial.

Embolisasi artifisial atau Bronchial Artery Embolization (BAE)

adalah penyuntikan gel foam atau polivinil alcohol melalui katerisasi

pada arteri bronkialis. Menurut Ingbar embolisasi berhasil

menghentikan perdarahan 95%. Dengan meningkatnya penggunaan

embolisasi arteriografi, sekarang penggunaan tindakan pembedahan

untuk pengelolaan batuk darah massif mulai ditinggalkan.

h. Komplikasi

Komplikasi yang dapat mengancam jiwa penderita adalah asfiksia,

sufokasi dan kegagalan sirkulasi akibat kehilangan banyak darah dalam waktu

singkat. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah penyebaran penyakit ke sisi

paru yang sehat dan atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran

19

Page 20: FIX.docx

napas sehingga paru bagian distal akan mengalami kolaps dan terjadi atelektasis.

Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran napas sehingga paru bagian

distal akan mengalami kolaps dan terjadi atelektasis.12

Tingkat kegawatan dari batuk darah ditentukan oleh 3 faktor:6

1. Terjadinya asfiksia karena adanya pembekuan darah dalam saluran

pernapasan. Pada dasarnya asfiksia tergantung dari:

a. Frekuensi batuk darah

b. Jumlah darah yang dikeluarkan

c. Kecemasan penderita

d. Siklus inspirasi

e. Reflek batuk yang buruk

f. Posisi penderita

2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya batuk darah dapat

menimbulkan syok hipovolemik. Bila jumlah perdarahan banyak maka

digolongkan dalam massive hemoptysis. Kriteria massive hemoptysis

menurut Yeoh adalah perdarahan 200 cc dalam 24 jam sedangkan menurut

Sdeo adalah perdarahan lebih dari 600 cc dalam 24 jam.

3. Aspirasi pneumonia

Yaitu infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah

perdarahan. Aspirasi adalah masuknya bekuan darah ke dalam jaringan paru

yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Meliputi bagian yang luas dari paru

b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih kecil

c. Disamping perdarahan dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan

lambung ke dalam paru karena penutupan glottis yang tidak sempurna

d. Dapat diikuti sekunder infeksi.

Aspirasi pneumonia merupakan keadaan berat karena saluran napas

dan bagian fungsional paru tidak dapat berfungsi dengan baik.

i. Prognosis

20

Page 21: FIX.docx

Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita

mengalami hemoptosis yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada

beberapa faktor yang menentukan prognosis : 4,6,7

1. Tingkatan hemoptisis: hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai

prognosis yang lebih baik.

2. Jenis penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.

3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk

menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.

a. Hemoptisis <200ml/24jam prognosa baik

b. Profuse massive>600cc/24jamprognosa jelek 85% meninggal

2.3 TUBERKULOSIS PARU

A. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex.

21

Page 22: FIX.docx

B. ETIOLOGI

Basil TB (Mycobacterium tuberculosis humanis)

C. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih

menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi

TB di dunia yang memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan

pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan

beban TB paling tinggi di dunia, World Health Organization (WHO)

melaporkan dalam Global Tuberculosis Report 2011 terdapat perbaikan

bermakna dalam pengendalian TB dengan menurunnya angka penemuan

kasus dan angka kematian akibat TB dalam dua dekade terakhir ini.

Insidens TB secara global dilaporkan menurun dengan laju 2,2% pada

tahun 2010-2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup berarti ini,

beban global akibat TB masih tetap besar. Diperkirakan pada tahun 2011

insidens kasus TB mencapai 8,7 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi

HIV) dan 990 ribu orang meninggal karena TB. Secara global

diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 3,7% kasus baru dan 20%

kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar 95% kasus TB dan 98%

kematian akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang.13-14

Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54 juta kasus) menempati

urutan keempat setelah India, Cina, Afrika Selatan. Indonesia merupakan negara

dengan beban tinggi TB pertama di Asia Tenggara yang berhasil mencapai target

Millenium Development Goals (MDG) untuk penemuan kasus TB di atas 70% dan

angka kesembuhan 85% pada tahun 2006.13-14

22

Page 23: FIX.docx

D. PATOFISIOLOGI

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena

ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang

terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi

oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit

kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.

Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan

kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam

makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di

tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus

Primer GOHN. 13-14

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke

lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran

limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus

primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat

adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks

paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 13-14

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini

berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu

23

Page 24: FIX.docx

yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa

inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang

waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga

mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons

imunitas seluler. 13-14

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan

logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi

terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat

terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.

Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama

masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,

imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu

dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang,

proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap

hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru

yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 13-14

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 13-14

24

Page 25: FIX.docx

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang

terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus

primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis

fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair

dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru

(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal

saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus

dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat

menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis

perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga

menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat

menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan

pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-

konsolidasi. 13-14

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat

terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman

menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan

pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan

menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang

menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 13-14

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,

kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ

25

Page 26: FIX.docx

di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai

vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks

paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi

dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya. 13-14

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi

pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.

Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi

untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai

Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu

menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di

organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 13-14

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,

sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh

tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB

secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu

2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan

virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.

Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu

(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 13-14

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui

cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal

26

Page 27: FIX.docx

dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet

seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,

yang secara histologi merupakan granuloma. 13-14

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted

hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan

menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan

masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe

ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini

dapat terjadi secara berulang. 13-14

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),

biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru

pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru

kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier

atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.

Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran

kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).

Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya

infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam

lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada

anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.15

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30%

anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10%

anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun

27

Page 28: FIX.docx

tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-

25 tahun setelah infeksi primer.16

Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis16

1. GEJALA KLINIS

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal

ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

a. Gejala respiratorik

- batuk-batuk lebih dari 2 minggu

28

Page 29: FIX.docx

- batuk darah

- sesak napas

- nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada

saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka

pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi

bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

b. Gejala sistemik

- Demam

- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia,

berat badan menurun.

c. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,

misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang

lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis

tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis

tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi

yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Bakteriologik

- Bahan pemeriksasan

29

Page 30: FIX.docx

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,

cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces

dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

b. Pagi ( keesokan harinya )

c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau

setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan

dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar,

berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah

pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut

dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum

dikirim ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di

gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat

ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek

dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium,

30

Page 31: FIX.docx

harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir

permohonan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan

pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH)

dapat dilakukan dengan cara :

Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif

2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada

fasilitas foto toraks, kemudian

o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif

o bila 3 kali negatif : BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD

(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis

and Lung Disease) :

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

yang ditemukan.

2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).

3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).

4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

31

Page 32: FIX.docx

Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis

dengan metode konvensional ialah dengan cara :

1) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.

2) Agar base media : Middle brook.

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan

dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other

than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa

cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid,

uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen

yang timbul.

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto

lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis

dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.

- Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan

opak berawan atau nodular.

- Bayangan bercak milier.

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

- Fibrotik

- Kalsifikasi

32

Page 33: FIX.docx

- Schwarte atau penebalan pleura

Pemeriksaan darah

- Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator

yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam

pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator

penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,

tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan

tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

Uji tuberkulin

- Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi

tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang

tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit

kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai

makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan

dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi

HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

33

Page 34: FIX.docx

Gambar 2. Alur Diagnosis TB Paru20

3. PENATALAKSANAAN

TERAPI

Tujuan pengobatan TB adalah:13

- Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas

pasien

- Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan

- Mencegah kekambuhan TB

- Mengurangi penularan TB kepada orang lain

- Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.

34

Page 35: FIX.docx

World Health Organization merekomendasikan obat kombinasi dosis tetap

(KDT) untuk mengurangi risiko terjadinya TB resisten obat akibat monoterapi.

Dengan KDT pasien tidak dapat memilih obat yang diminum, jumlah butir obat

yang harus diminum lebih sedikit sehingga dapat meningkatkan ketaatan pasien

dan kesalahan resep oleh dokter juga diperkecil karena berdasarkan berat badan.18,

24 Dosis harian KDT di Indonesia distandarisasi menjadi empat kelompok berat

badan 30-37 kg BB, 38-54 kg BB, 55-70 kg BB dan lebih dari 70 kg BB.

Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.

Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai

berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-

Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat

dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

35

Page 36: FIX.docx

Tahap awal (intensif)

a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan

2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan :

1) 2 RHZE / 4 RH atau

2) 2 RHZE / 4R3H3 atau

3) 2 RHZE/ 6HE.

Paduan ini dianjurkan untuk

1) TB paru BTA (+), kasus baru

2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk

luluh paru)

36

Page 37: FIX.docx

Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk

memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu

yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada

fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil

uji resistensi

b. TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada

fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan

obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan

atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE /

5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama

tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak

dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2

RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

c. TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan

menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif),

seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal

selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat

diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji

resistensi.

1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif

diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)

37

Page 38: FIX.docx

2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan

hasil yang optimal

3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

d. TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan

kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan

OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:

Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik

tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran

radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan

diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan

penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II

maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai

dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori

II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan

klinik dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal

dengan paduan obat yang sama

38

Page 39: FIX.docx

Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur

resistensi) terhadap OAT.

e. TB Paru kasus kronik

1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji

resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,

sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam

OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun

resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,

makrolid.

2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan

penyembuhan.

4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,

Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan

OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien

yang mengalami efek samping OAT KDT.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang

penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug

resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi

TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and

Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat

39

Page 40: FIX.docx

tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun

1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti

terlihat pada tabel 3.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep

minimal.

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan

kesalahan pengobatan yang tidak disengaja.

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan

yang benar dan standar.

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat

penurunan penggunaan monoterapi.

40

Page 41: FIX.docx

Obat

Dosis (mg/kgBB/Hari

)

Dosis yang dianjurkan Dosis Maksimum

Dosis (mg) / BB (kg)

Harian (mg/kgBB/Hari

)

Intermitten

(mg/kgBB/Hari

)

< 40

40-60

R 8-12 10 10 600

300

450

H 4-6 5 10 300

150

300

Z 20-30 25 35 750

1000

E 15-20 15 30 750

1000

S 15-18 15 15 1000

Sesuai BB

750

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat Badan Tahap Intensif

tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama 16 minggu

RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

41

Page 42: FIX.docx

Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Tahap Pengobata

n

Lama Pengobatan

Dosis per hari / kali Jumlah hari/kali menelan

obat

Tablet Isoniasid

@ 300 mg

Kaplet Rifampisin

@ 450 mg

Tablet Pirazinamid

@ 500 mg

Tablet Etambutol

@ 250 mg

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a. Pasien baru TB paru BTA positif.

b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

c. Pasien TB ekstra paru

Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Berat Badan

Tahap Intensif

Tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu

RH (150/150) + E (400)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 kg 2 tablet 4KDT

+ 500 mg Streptomisin inj.

2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

+ 2 tablet Etambutol

38-54 kg 3 tablet 4KDT

+ 750 mg Streptomisin inj.

3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

+ 3 tablet Etambutol

55-70 kg 4 tablet 4KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.

4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

+ 4 tablet Etambutol

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.

5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

+ 5 tablet Etambutol

42

Page 43: FIX.docx

Tahap Pengobata

n

Lama Pengobatan

Tablet Isoniasid

@ 300 mg

Kaplet Rifampisin

@ 450 mg

Tablet Pirazinamid

@ 500 mg

Etambutol Streptomisin Injeksi

Jumlah/

kali menelan obat

Tablet

@ 250 mg

Tablet

@ 400 mg

Tahap Intenif (dosis harian

2 bulan

1 bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,75 gr

-

56

28

Tahap Lanjutan (dosis 3x

seminggu)

4 bulan 2 1 - 1 2 - 60

Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Paduan OAT ini diberikan

untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

a. Pasien kambuh

b. Pasien gagal

c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Catatan:

a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

43

Page 44: FIX.docx

Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Tahap Pengobatan

Lamanya Pengobata

n

Tablet Isoniasid

@ 300 mg

Kaplet Rifampisin

@ 450 mg

Tablet Pirazinamid

@ 500 mg

Tablet Etambutol

@ 250 mg

Jumlah hari/kali

menelan obat

Tahap Intensif (dosis harian)

1 bulan 1 1 3 3 28

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang

dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih

termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat

kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk

ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

Efek Samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu

44

Page 45: FIX.docx

pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila

efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian

OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,

kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan

pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B

kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah

menyerupai defisiensi piridoksin

(syndrom pellagra).

Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul

pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,

hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simtomatik ialah :

a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah

kadang-kadang diare

c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

d. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

45

Page 46: FIX.docx

e. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus

distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan

khusus

f. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah

satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan

jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

g. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air

mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan

tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan

tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai

pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)

dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini

kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.

Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun

demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang

sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang

diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam

46

Page 47: FIX.docx

beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan

pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan

dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan

meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.

Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi

ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),

pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat

segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan

maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan

keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba

disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan

ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang

mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu

maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus barrier plasenta

sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf

pendengaran janin.

47

Page 48: FIX.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA.Wilson LM. 2012.Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit ed.6, Jakarta: EGC.

2. Alsagaff, Hood. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.

3. Swanson KL, Johnson CM, Prakash UB, McKusick MA, Andrews JC, Stanson AW.Bronchial artery embolization, experience with 54 patients. Chest 2002; 121: 789-95.

4. Arief,Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI.

5. Tabrani, Rab. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.

6. Pitoyo CW. 2011. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

7. PAPDI. 2012. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

8. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis paru dalam buku at a glance Sistem respirasi. Jakarta: Erlangga; 2008.hal.80-81.

9. Snell, SS. Thorak dalam buku anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2009.Hal : 94-95

10. Eddy, JB. Clinical assessment and management of massive hemoptysis. Crit Care Med 2010; 28(5):1642-7

11. Osaki S, Nakanishi Y, Wataya H, Takayama K, Inoue K, Takaki Y, etal. 2013. Prognosis of bronchial artery embolization in the management of hemoptysis. Respiration 67:412-6

12. Kosasih A., Susanto AD., Pakki TR., Martini T., Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru dalam praktek sehari-hari, Jakarta : Sagung Seto, 2008. Hal 1-15.

48

Page 49: FIX.docx

13. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2012 [Internet]. 2013 [cited 2013 May 15]. Available from: http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr12_main.pdf.

14. Kementrian Kesehatan RI. Rencana aksi nasional: public private mix pengendalian TB Indonesia: 2011- 2014. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta, 2011.

15. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta. 2002.

16. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-4.

17. Widodo, Eddy. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga Kesehatan Dalam Pemberantasan Tuberkulosis. IPB, Bogor. 2004.

18. Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI. 2002.

19. Kemenkes RI, DirJen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Tata laksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Aniretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta; 2011.WHO.

20. Xpert MTB/RIF increases imely TB detecion among people living with HIV and saves lives: informaion notes. 2013.

49