metpen fix.docx

26
PENGARUH pH SALIVA TERHADAP KARIES GIGI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI DESA DURIKULON. Proposal Penelitian Oleh: Desie Rahmawati 021210113044 PROGRAM STUDI TEKNIK KESEHATAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Transcript of metpen fix.docx

Page 1: metpen fix.docx

PENGARUH pH SALIVA TERHADAP KARIES GIGI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI DESA

DURIKULON.

Proposal Penelitian

Oleh:

Desie Rahmawati

021210113044

PROGRAM STUDI TEKNIK KESEHATAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2013/2014

Page 2: metpen fix.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Karies gigi merupakan suatu penyakit infeksi yang dapat menular dan

terutama mengenai jaringan keras gigi sehingga terjadi kerusakan jaringan keras

setempat. Proses terjadinya kerusakan pada jaringan keras gigi melalui suatu

reaksi kimiawi oleh bakteri dimulai dengan proses kerusakan pada bagian

anorganik kemudian berlanjut pada bagian organik (Sabir A, 2005).

Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,

prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%, sedangkan prevalensi

karies sebesar 46,5% dan yang mempunyai pengalaman karies sebesar 72,1%.

Menurut provinsi, prevalensi karies aktif tertinggi (lebih dari 50%) ditemukan di

Jambi (56,1%), Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara (57,2%), Maluku (54,4%),

Riau (53,3%), Lampung (54,9%), Yogyakarta (52,3%), Bangka Belitung (50,8%),

Kalimantan Selatan (50,7%), Kalimantan Timur (50,6%), Jawa Barat dan

Sulawesi Selatan masing-masing 50,4%. Melihat data tersebut menunjukkan

bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia cukup tinggi terutama pada

prevalensi karies gigi masih menjadi masalah kesehatan gigi dan mulut di

Indonesia.

Karies gigi merupakan penyakit yang sering menyerang anak-anak

maupun orang dewasa baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Pada anak usia

6-12 tahun merupakan usia yang kritis karena merupakan masa transisi atau

pergantian dari gigi susu ke gigi permanen (Wong, 2003). Usia 6 – 12 tahun

dijadikan patokan Internasional oleh WHO sebagai tolak ukur umur untuk

memudahkan dalam mengontrol prevalensi karies di berbagai negara. Menurut

WHO pada usia 6 tahun disebut usia pertengahan anak-anak atau lebih dikenal

sebagai usia anak sekolah. Pada masa sekolah anak sudah mulai aktif memilih

makanan yang disukainya dan mengkonsumsi makanan serta jajanan yang

mayoritas tergolong kariogenik sehingga rentan terhadap karies. Pada golongan

usia 6 tahun gigi anak sudah mulai berganti ke gigi permanen yaitu ditandai

Page 3: metpen fix.docx

dengan erupsi gigi molar pertama dan insisivus pertama. Sedangkan kelompok

usia 12 tahun adalah usia yang penting. Karena pada usia tersebut anak akan

meninggalkan periode masa gigi bercampur yaitu ditandai dengan semua gigi

permanen telah erupsi kecuali molar tiga. Oleh karena itu usia 6-12 tahun dipilih

sebagai usia untuk memonitor karies sehingga dapat dibandingkan secara

internasional.

Penyebab karies gigi adalah multifaktor, seperti faktor host (gigi dan

saliva), mikroorganisme, substrat (makanan), serta waktu. Mikroorganisme

penyebab karies adalah bakteri dari jenis Streptococcus dan Lactobacillus.

Namun, dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa Streptococcus Mutans (S.

mutans) merupakan agen penyebab karies yang paling sering ditemukan. Interaksi

S.mutans pada permukaan gigi menyebabkan proses demineralisasi email. Bila

proses demineralisasi ini terus terulang dengan cepat dan tidak seimbang dengan

terjadinya remineralisasi maka dapat terjadi karies.

Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam,

mampu tinggal dalam lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida

yang lengket disebut dextran. S.mutans adalah organisme yang sangat berperan

pada permulaan terjadinya karies gigi. S.mutans mampu memetabolisme

karbohidrat menjadi asam, sehingga menurunkan derajat keasaman (pH) saliva di

bawah pH kritis, yaitu 5,5 bahkan 4,1 sehingga dapat melarutkan enamel. Saliva

berperan sebagai sistem penyangga untuk menjaga pH optimal mulut, yaitu pH

yang cenderung basa. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan

bakteri 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan

memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans.

Individu dengan jumlah S.mutans yang rendah biasanya memiliki skor karies

yang rendah. Sedangkan individu dengan jumlah S.mutans yang banyak

merupakan individu yang berisiko tinggi terserang karies. Karena itu jumlah

S.mutans dalam saliva yang telah distimulasi digunakan untuk mengetahui risiko

karies seseorang.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Lamongan tahun 2009 dan 2010,

jumlah penderita karies sebanyak 16.370 pasien dari data 33 puskesmas di

Kabupaten Lamongan. Dimana sebanyak 7.220 pasien tahun 2009 dan 9.150

Page 4: metpen fix.docx

pasien tahun 2010. Dari data diatas diperoleh peningkatan jumlah pasien karies

sekitar 1.930 pasien. Desa Durikulon adalah desa yang terletak di Kecamatan

Laren, Kabupaten Lamongan. Masyarakat yang tinggal di desa Durikulon masih

minim pengetahuan tentang merawat gigi dengan baik, sehingga banyak orang tua

yang mengabaikan kesehatan gigi mereka maupun anak-anak mereka. Sebagian

besar anak-anak di desa Durikulon memiliki pola makan yang tidak benar serta

malas untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi mereka sehingga cukup

banyak anak yang mengalami karies. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan

Kabupaten Lamongan hingga saat ini belum ada riset dan penelitian tentang

kesehatan gigi dan mulut di desa Durikulon. Hal ini dikarenakan minimnya

faislitas kesehatan yang memadai yaitu tidak adanya poli gigi di desa Durikulon.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Adakah hubungan antara usia dengan kejadian karies gigi terhadap anak

usia 6-12 tahun di desa Durikulon?

2. Apakah pH asam saliva dapat mempengaruhi karies gigi pada anak usia 6-

12 tahun di desa Durikulon?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pH asam saliva terhadap karies gigi pada anak

usia 6-12 tahun di desa Durikulon.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian karies gigi

terhadap anak usia 6-12 tahun di desa Durikulon.

2. Mengetahui pengaruh pH asam saliva terhadap karies gigi pada

anak usia 6-12 tahun di desa Durikulon.

Page 5: metpen fix.docx

1.4 MANFAAT

1. Manfaat keilmuan

Dapat memberikan informasi yang diharapkan bermanfaat bagi pembaca

dan dapat dijadikan sebagai referensi dalam perencanaan dan peningkatan

kesehatan gigi.

2. Manfaat bagi penulis

Merupakan proses belajar dan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu

melalui penelitian.

3. Manfaat bagi masyarakat

Dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang hubungan pH

saliva dengan karies gigi sehingga lebih menjaga keadaan rongga mulut.

Page 6: metpen fix.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KARIES

Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu

mendapat perhatian besar. Penyakit gigi dan mulut yang banyak dialami

masyarakat di Indonesia adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Karies gigi

sebenarnya mudah dicegah yaitu dengan menanamkan kebiasaan pemeliharaan

kesehatan gigi yang baik sejak usia dini (Natamiharja L, 2008).

2.1.1 Definisi Karies

Karies gigi adalah suatu proses patologis berupa proses kerusakan yang

terbatas pada jaringan keras gigi yang dimulai dari email terus ke dentin (Achmad

H et.al., 2010).

Menurut kamus kedokteran gigi, karies adalah suatu penyakit yang

mengakibatkan demineralisasi, kavitasi dan hancurnya jaringan keras gigi oleh

aktivitas mikroba.

Menurut Sturdevant, Karies gigi merupakan suatu penyakit infeksi

mikrobiologi pada gigi yang menyebabkan perubahan secara lokal dan kerusakan

jaringan keras gigi. Adanya kavitas/lubang pada gigi merupakan tanda adanya

infeksi bakteri.

2.1.3 Etiologi Karies

Penyebab karies gigi adalah multifaktoral. Ada beberapa faktor yang

mengakibatkan terjadinya karies gigi pada anak, antara lain:

a. Susunan gigi Sulung

Gigi-gigi yang berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung

timbulnya penyakit karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Dari

berbagai penelitian disimpulkan bahwa anak dengan susunan gigi

Page 7: metpen fix.docx

berjejal lebih banyak menderita penyakit karies dari pada yang

mempunyai susunan gigi baik (Kidd, 1992)

b. Morfologi gigi sulung

Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap

penyakit karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :

1. Permukaan oklusal

Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang

relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam dan

relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak banyak bervariasi

kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk dan

ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan

memudahkan terjadinya penyakit karies.

2. Permukaan halus

Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi

sulung merupakan kontak bidang. Bentuk permukaan proksimal

gigi sulung agak datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihan

sehingga dapat menyebabkan karies gigi (Kidd, 1992).

c. Plak

Plak terbentuk dari campuran antara bahan–bahan air ludah seperti

mucin, sisa–sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dengan sisa–sisa

makanan serta bakteri. Plak ini mula–mula berbentuk cair yang lama

kelamaan menjadi kelat sehingga menjadi tempat bertumbuhnya bakteri

(Moynihan P, 2007).

d. Saliva

Saliva merupakan pertahanan pertama terhadap penyaki karies.

Selain itu fungsi saliva juga sebagai pelicin, pelindung, buffer ,

pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga

memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak

gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan

mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan penyakit karies gigi .

Page 8: metpen fix.docx

e. Mikroorganisme

Mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies

gigi antara lain Streptococcus mutans dan Lactobacillus.

Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris.

Plak gigi adalah media lunak non mineral yang menempel erat di gigi

(Soden, 2009).

f. Waktu .

Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya

karies menyeluruh dalam waktu singkat. Selain itu keadaan yang dapat

menyebabkan substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak

menahan makanan di dalam mulut dan makanan tidak cepat-cepat ditelan

(Kidd, 1992).

g. Makanan

Makanan sangat berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut,

antara lain:

1. Makanan yang mengandung Karbohidrat, Protein, Lemak,

Vitamin serta mineral–mineral. Unsur–unsur tersebut berpengaruh

pada masa pra-erupsi serta pasca erupsi gigi geligi (Wright JT,

2010). Teori MILLER 100 tahun lalu menyatakan bahwa

karbohidrat merupakan bahan yang paling berhubungan dengan

karies gigi. Lemak dan protein merupakan bahan yang non-

kariogenik. Lemak mempunyai sifat “clearance ” dari makanan

pada gigi, sehingga karbohidrat berkurang keterlibatannya pada

control plak. Penelitian pada orang Eskimo yang mengkonsumsi

lemak (65%) mempunyai prevalensi karies menurun.

2. Makanan yang bersifat self cleansing misalnya apel, jambu air,

bengkuang dan lain sebagainya. Sebaliknya makanan – makanan

yang lunak dan melekat pada gigi dapat merusak gigi seperti:

bonbon, cokelat, biscuit dan lain sebagainya.

Page 9: metpen fix.docx

h. Unsur Kimia

Unsur–unsur kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya karies

gigi. Unsur kimia yang paling berpengaruh terhadap terjadinya karies

gigi adalah Fluor (Angela A., 2005).

2.1.3 Mekanisme Karies

Karies merupakan penyakit infeksi yang disebabkan pembentukan plak

kariogenik pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi pada gigi.

Bakteri Streptococcus mutans merupakan penyebab utama karies karena sifatnya

yang menempel pada email, menghasilkan dan dapat hidup di lingkungan asam,

berkembang pesat di lingkungan yang kaya sukrosa dan menghasilkan bakteriosin

yaitu substansi yang dapat membunuh organisme kompetitornya

Karies gigi terjadi karena adanya sisa–sisa makanan yang mengandung

karbohidrat di dalam mulut mengalami fermentasi oleh kuman flora normal

rongga mulut menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui proses glikolisis.

Mikroorganisme yang berperan dalam proses glikolisis adalah lactobacillus

acidophilus dan streptococcus mutans . Asam yang dibentuk dari hasil glikolisis

akan mengakibatkan larutnya email gigi, sehingga terjadi proses dekalsifikasi

email atau karies gigi (Wright JT, 2010).

Karies gigi diawali dengan proses demineralisasi pada lapisan email.

Enamel sebagian besar terdiri dari hidrokiapatit (Ca10 (PO4)6 (OH)2) atau

Fluorapatit (Ca10 (PO4)6 F2), kedua unsur tersebut dalam suasana asam akan larut

menjadi Ca2+, PO4-9 dan F-, OH-. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus PO4

-9, F- atau

OH- membentuk HSO4- HF atau H2O, sedangkan yang kompleks terbentuk

CaHSO4 ; CaPO4 dan CaHPO4. Kecepatan pelarutan enamel dipengaruhi oleh

derajat keasaman (pH), konsentrasi asam, waktu larut dan kehadiran ion sejenis

kalsium dan fosfat. Adapun pengaruh pH terhadap koefisien laju reaksi

menunjukan, bahwa semakin kecil atau semakin asam media, maka makin tinggi

laju reaksi pelepasan ion kalsium dari enamel gigi (Prasetyo A, 2005).

Reaksi kimia pelepasan ion kalsium dari enamel gigi dalam suasana

ditunjukan dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

Page 10: metpen fix.docx

Ca10 (PO4)6 F2 - Ca10 (PO)6 F2 + 2n H+ - N Ca2+ + Ca10 – n H20 – 2n (PO4)6 F2

Padat Terlarut Terlepas Padat

Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat

diragikan oleh bakteri tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan

menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang

berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi

permukaan email gigi sehingga terjadi karies.

2.1.4 Epidemiologi Karies

Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2007,

prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Sebanyak sembilan

belas provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas prevalensi

nasional yaitu Nanggroe Aceh Darusalam, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan

Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua

Barat. Prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%. Sebanyak 14 provinsi

memiliki prevalensi karies aktif di atas prevalensi nasional yaitu Riau, Jambi,

Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan

Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi

Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku.

2.2 SALIVA

Saliva adalah cairan kental yang diproduksi oleh kelenjar ludah. Kelenjar-

kelenjar ludah tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah

dekat langit-langit. Saliva mengandung 99,5% air dan 0.5% bermacam-macam

yaitu ada zat-zat seperti kalsium (zat kapur), fosfor, natrium, magnesium dan lain-

lain. Mucyn adalah bahan yang dapat menyebabkan sifat air menjadi kental dan

licin (Ircham et.al., 1993).

Page 11: metpen fix.docx

Saliva berfungsi sebagai pelicin sehingga makanan mudah ditelan,

melindungi email karena adanya kalsium dalam saliva, pembersih mekanis karena

dengan berkumur dan pengenceran oleh saliva, mikroorganisme kurang

mempunyai kesempatan untuk berkoloni dengan rongga mulut.

Secara teori saliva dapat mempengaruhi proses terjadinya karies dalam

berbagai cara, antara lain aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada

permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga

mulut. Selain itu, difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH-, dan

fluor ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan email dan meningkatkan

remineralisasi gigi. Saliva juga mampu melakukan aktivitas antibakterial karena

mengandung beberapa komponen yang antara lain adalah lisosim, sistem

laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan imunoglobulin ludah (Amerongen

et.al., 1991).

2.2.1 Derajat Keasaman Saliva dan Sistem buffer

Derajat keasaman atau pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh

susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan

oleh susunan bikarbonat yang berbanding lurus dengan kecepatan sekresi ludah,

semakin tinggi konsentrasi bikarbonat maka semakin tinggi pH dan kapasitas

buffer di dalam saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–

7,0 dengan rata-rata pH 6,8. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk

pertumbuhan bakteri antara 6,5–7,5 dan apabila pH rongga mulut dalam keadaan

rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti

Streptococcus mutans dan Lactobacillus (Amerongen et.al., 1991). Penurunan

pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi

permukaan gigi dan mengakibatkan terjadinya karies.

Streotococcus mutans dan Lactobacillus merupakan bakteri kariogenik

karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Bakteri tersebut

dapat tumbuh dengan subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada

permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang

sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida tersebut terdiri dari polimer

glukosa yang dapat menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi

Page 12: metpen fix.docx

seperti gelatin sehingga bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta

saling melekat satu sama lain. Jika plak makin tebal maka hal ini akan

menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut. Plak yang

mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya karies (Kidd, 1991).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pH saliva

Menurut Amerongen (1991) derajat keasaman saliva dipengaruhi oleh

perubahan-perubahan yang disebabkan oleh:

1. Irama siang dan malam

Sehubungan dengan pengaruh irama siang dan malam, pH saliva

dan kapasitas buffer tinggi ketika bangun tidur tetapi kemudian cepat

turun. Pada saat setelah makan nilai pH saliva tinggi, tetapi dalam waktu

30-60 menit akan turun lagi dan agak naik ketika malam hari kemudian

turun lagi.

2. Diet kaya karbohidrat akan menaikkan metabolisme produksi asam oleh

bakteri-bakteri mulut dan menurunkan kapasitas buffer, sedangkan diet

kaya protein mempunyai efek menaikkan pH saliva.

3. Perangsang kecepatan sekresi saliva, misalnya mengunyah permen karet

dan menaikkan kapasitas buffer.

4. Keadaan psikis

Pada keadaan tertekan dapat terjadi penurunan kecepatan sekresi

saliva sehingga dapat mempengaruhi penurunan pH saliva.

5. Kadar hormon

Pada saat menopouse, status hormon-hormon kelamin akan

mengalami perubahan. Hal ini dapat menurunkan sekresi saliva sehingga

laju aliran saliva dan pH saliva menurun.

6. Penyakit sistemik

Kelenjar saliva pada penderita diabetes mellitus kurang dapat

menerima stimulus sehingga mengurangi kemampuan sekresi kelenjar

saliva yang dapat mengakibatkan laju aliran saliva dan pH saliva menurun.

Page 13: metpen fix.docx

7. Radioterapi

Perawatan radioterapi dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel

sekresi kelenjar saliva sehingga terjadi gejala mulut kering. Akibatnya,

laju aliran saliva dan pH saliva menurun.

2.3 KARIES GIGI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN

Usia 6-12 tahun sering disebut sebagai masa-masa yang rawan, karena

pada masa itulah gigi susu mulai tanggal satu persatu dan gigi permanen pertama

mulai tumbuh (usia 6-8 tahun). Dengan adanya variasi gigi susu dan gigi

permanen bersama-sama di dalam mulut, menandai masa gigi campuran pada

anak. Gigi yang baru tumbuh tersebut belum matang sehingga rentan terhadap

kerusakan (Darwita, 2011).

Anak-anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk

dipisahkan. Anak-anak memiliki kegemaran untuk mengonsumsi jenis makanan

jajanan manis secara berlebihan, khususnya anak-anak usia sekolah dasar (6-12

tahun). Sehari-hari banyak dijumpai anak-anak yang selalu dikelilingi penjual

makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan tempat tinggal hingga di

sekolah (Sugiantoro D, 2008).

Menurut penelitian Decker dan Loveren di Amerika Serikat tahun 2003,

menyatakan bahwa karies gigi merupakan salah satu penyakit anak yang paling

umum di Amerika Serikat dan mengalami peningkatan prevalensi dengan usia

sepanjang masa dewasa. Anak usia 5-9 tahun yang memiliki lesi karies sebanyak

51,6 %. Sedangkan menurut data Riskesdas (2007), diantara anak usia 6-12 tahun

yang paling tinggi bermasalah dengan kesehatan gigi dan mulut adalah usia 5-9

tahun yaitu sebesar 21,6 % umur 10-14 tahun sebesar 20,6% dan terjadi di

pedesaan sebesar 24,4 %.

Anak usia 6-12 tahun pada dasarnya mengalami gigi pergantian, oleh

karena itu indeks yang digunakan adalah indeks def-t pada gigi sulung dan indeks

DMF-T pada gigi permanen. Pada umumnya anak usia 6-12 tahun banyak

melakukan aktifitas jasmani sehingga membutuhkan energi tinggi dan sudah

mulai aktif dalam memilih makanan yang disukainya atau menjadi konsumen

aktif. Berbeda dengan usia sebelumnya yang masih tergantung pada orang tua,

Page 14: metpen fix.docx

anak pada usia ini biasanya sudah mulai suka jajan atau mengonsumsi makanan

tinggi kalori dan rendah serat, sehingga rentan terserang karies (Cooper C et.al.,

2009).

2.4 GAMBARAN UMUM DESA DURIKULON

Durikulon adalah salah satu desa di wilayah kecamatan Laren bagian barat

daya, kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Di bagian barat dan

selatan desa durikulon berbatasan dengan kabupaten Tuban, di bagian timur

berbatasan dengan desa Duriwetan sedangkan di bagian utara berbatasan dengan

desa Centini. Luas wilayah desa tersebut adalah 2,43 km2 dengan jumlah

penduduk di tahun 2010 laki-laki 437 jiwa dan perempuan 522 jiwa. Sarana

kesehatan di desa Durikulon terdiri dari balai pengobatan, puskesmas pembantu,

klinik bidan dan posyandu (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, 2010).

Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya merawat kesehatan gigi dan

mulut serta tidak adanya sarana kesehatan gigi yang memadahi menyebabkan

mayoritas penduduk desa Durikulon menderita penyakit gigi termasuk karies gigi.

Kebiasaan masyarakat mengabaikan kesehatan gigi menjadi faktor utama

penyebab karies gigi. Selain itu kebiasaan sebagian besar masyarakat desa

Durikulon yang mengalami sakit gigi berobat ke bidan karena tidak adanya dokter

gigi di desa tersebut. Dari bidan tersebut, pasien hanya mendapatkan obat

peredam nyeri, bukan penangan terhadap karies gigi. Sehingga karies tersebut

membentuk kavitas dan bahkan dapat meneyebabkan kerusakan gigi serta

kehilangan gigi. Meskipun sebagian masyarakat khususnya anak-anak mengetahui

tentang makanan berkarbohidrat seperti permen, coklat, biskuit dan sebagainya

dapat menyebabkan kerusakan pada gigi, mereka tetap mengabaikannya.

Sehingga sisa-sisa makanan tersebut menempel pada permukaan gigi dan

menimbulkan plak pada waktu tertentu lalu berubah menjadi asam laktat yang

akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan

demineralisasi email sehingga tak sedikit orang yang menderita karies gigi.

8.

Page 15: metpen fix.docx

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak diteliti

3.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat hubungan antara derajat

keasaman (pH) saliva dengan karies gigi pada anak usia 6-12 tahun di Desa

Durikulon”.

1. Susunan gigi Sulung2. Morfologi3. Plak4. Mikroorganisme5. Makanan6. Waktu7. Unsur kimia

Karies Gigi

pH Saliva

Page 16: metpen fix.docx

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional.

4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Durikulon Kecamatan Laren

Kabupaten Lamongan.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013-Januari 2014.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat desa Durikulon usia 6-

12 tahun.

4.3.2 Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah masyarakat desa Durikulon usia 6-12

tahun yang mengalami karies gigi.

4.4 METODE SAMPLING

Sampel ini diambil dengan cara simple random sampling. Pembgaian

kelompok secara random dengan menggunakan koin mata uang dua sisi.

4.5 VARIABEL PENELITIAN

a. Variabel Bebas : Derajat keasaman (pH) saliva

Page 17: metpen fix.docx

Penyajian hasil

Kesimpulan

b. Variabel Terikat : Karies gigi

4.6 DEFINISI OPERASIONAL

a. pH saliva adalah derajat keasaman saliva yang diukur menggunakan saliva

pH paper.

b. Karies gigi adalah rusaknya email dan dentin secara progresif yang

disebabkan oleh aktivitas metabolisme plak bakteri.

4.7 ALUR PENELITIAN

4.8 PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS DATA

4.8.1 Instrumen atau alat ukur

a. Indeks CSI ( Caries Severity Index ) untuk mengukur tingkat keparahan

karies gigi.

b. Saliva pH paper untuk mengukur tingkat keasaman saliva.

Populasi dan sampel Pengumpulan data

Analisis data

Page 18: metpen fix.docx

4.8.2 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adaah data primer. Data primer

didapatkan langsung di lapangan pada saat melakukan observasi terhadap

penelitian tersebut, pendataan tersebut langsung dicatat ke dalam kartu status pada

tiap–tiap sampel yang di periksa.

4.8.3 Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik yaitu

menganalisis data dengan menggunakan uji chi square dan membuat uraian secara

sistematik mengenai keadaan dari hasil penelitian.