metpen fix.docx
-
Upload
cules-desie-je -
Category
Documents
-
view
113 -
download
5
Transcript of metpen fix.docx
PENGARUH pH SALIVA TERHADAP KARIES GIGI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI DESA
DURIKULON.
Proposal Penelitian
Oleh:
Desie Rahmawati
021210113044
PROGRAM STUDI TEKNIK KESEHATAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Karies gigi merupakan suatu penyakit infeksi yang dapat menular dan
terutama mengenai jaringan keras gigi sehingga terjadi kerusakan jaringan keras
setempat. Proses terjadinya kerusakan pada jaringan keras gigi melalui suatu
reaksi kimiawi oleh bakteri dimulai dengan proses kerusakan pada bagian
anorganik kemudian berlanjut pada bagian organik (Sabir A, 2005).
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,
prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%, sedangkan prevalensi
karies sebesar 46,5% dan yang mempunyai pengalaman karies sebesar 72,1%.
Menurut provinsi, prevalensi karies aktif tertinggi (lebih dari 50%) ditemukan di
Jambi (56,1%), Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara (57,2%), Maluku (54,4%),
Riau (53,3%), Lampung (54,9%), Yogyakarta (52,3%), Bangka Belitung (50,8%),
Kalimantan Selatan (50,7%), Kalimantan Timur (50,6%), Jawa Barat dan
Sulawesi Selatan masing-masing 50,4%. Melihat data tersebut menunjukkan
bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia cukup tinggi terutama pada
prevalensi karies gigi masih menjadi masalah kesehatan gigi dan mulut di
Indonesia.
Karies gigi merupakan penyakit yang sering menyerang anak-anak
maupun orang dewasa baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Pada anak usia
6-12 tahun merupakan usia yang kritis karena merupakan masa transisi atau
pergantian dari gigi susu ke gigi permanen (Wong, 2003). Usia 6 – 12 tahun
dijadikan patokan Internasional oleh WHO sebagai tolak ukur umur untuk
memudahkan dalam mengontrol prevalensi karies di berbagai negara. Menurut
WHO pada usia 6 tahun disebut usia pertengahan anak-anak atau lebih dikenal
sebagai usia anak sekolah. Pada masa sekolah anak sudah mulai aktif memilih
makanan yang disukainya dan mengkonsumsi makanan serta jajanan yang
mayoritas tergolong kariogenik sehingga rentan terhadap karies. Pada golongan
usia 6 tahun gigi anak sudah mulai berganti ke gigi permanen yaitu ditandai
dengan erupsi gigi molar pertama dan insisivus pertama. Sedangkan kelompok
usia 12 tahun adalah usia yang penting. Karena pada usia tersebut anak akan
meninggalkan periode masa gigi bercampur yaitu ditandai dengan semua gigi
permanen telah erupsi kecuali molar tiga. Oleh karena itu usia 6-12 tahun dipilih
sebagai usia untuk memonitor karies sehingga dapat dibandingkan secara
internasional.
Penyebab karies gigi adalah multifaktor, seperti faktor host (gigi dan
saliva), mikroorganisme, substrat (makanan), serta waktu. Mikroorganisme
penyebab karies adalah bakteri dari jenis Streptococcus dan Lactobacillus.
Namun, dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa Streptococcus Mutans (S.
mutans) merupakan agen penyebab karies yang paling sering ditemukan. Interaksi
S.mutans pada permukaan gigi menyebabkan proses demineralisasi email. Bila
proses demineralisasi ini terus terulang dengan cepat dan tidak seimbang dengan
terjadinya remineralisasi maka dapat terjadi karies.
Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam,
mampu tinggal dalam lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida
yang lengket disebut dextran. S.mutans adalah organisme yang sangat berperan
pada permulaan terjadinya karies gigi. S.mutans mampu memetabolisme
karbohidrat menjadi asam, sehingga menurunkan derajat keasaman (pH) saliva di
bawah pH kritis, yaitu 5,5 bahkan 4,1 sehingga dapat melarutkan enamel. Saliva
berperan sebagai sistem penyangga untuk menjaga pH optimal mulut, yaitu pH
yang cenderung basa. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan
bakteri 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan
memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans.
Individu dengan jumlah S.mutans yang rendah biasanya memiliki skor karies
yang rendah. Sedangkan individu dengan jumlah S.mutans yang banyak
merupakan individu yang berisiko tinggi terserang karies. Karena itu jumlah
S.mutans dalam saliva yang telah distimulasi digunakan untuk mengetahui risiko
karies seseorang.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Lamongan tahun 2009 dan 2010,
jumlah penderita karies sebanyak 16.370 pasien dari data 33 puskesmas di
Kabupaten Lamongan. Dimana sebanyak 7.220 pasien tahun 2009 dan 9.150
pasien tahun 2010. Dari data diatas diperoleh peningkatan jumlah pasien karies
sekitar 1.930 pasien. Desa Durikulon adalah desa yang terletak di Kecamatan
Laren, Kabupaten Lamongan. Masyarakat yang tinggal di desa Durikulon masih
minim pengetahuan tentang merawat gigi dengan baik, sehingga banyak orang tua
yang mengabaikan kesehatan gigi mereka maupun anak-anak mereka. Sebagian
besar anak-anak di desa Durikulon memiliki pola makan yang tidak benar serta
malas untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi mereka sehingga cukup
banyak anak yang mengalami karies. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan
Kabupaten Lamongan hingga saat ini belum ada riset dan penelitian tentang
kesehatan gigi dan mulut di desa Durikulon. Hal ini dikarenakan minimnya
faislitas kesehatan yang memadai yaitu tidak adanya poli gigi di desa Durikulon.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Adakah hubungan antara usia dengan kejadian karies gigi terhadap anak
usia 6-12 tahun di desa Durikulon?
2. Apakah pH asam saliva dapat mempengaruhi karies gigi pada anak usia 6-
12 tahun di desa Durikulon?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pH asam saliva terhadap karies gigi pada anak
usia 6-12 tahun di desa Durikulon.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian karies gigi
terhadap anak usia 6-12 tahun di desa Durikulon.
2. Mengetahui pengaruh pH asam saliva terhadap karies gigi pada
anak usia 6-12 tahun di desa Durikulon.
1.4 MANFAAT
1. Manfaat keilmuan
Dapat memberikan informasi yang diharapkan bermanfaat bagi pembaca
dan dapat dijadikan sebagai referensi dalam perencanaan dan peningkatan
kesehatan gigi.
2. Manfaat bagi penulis
Merupakan proses belajar dan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu
melalui penelitian.
3. Manfaat bagi masyarakat
Dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang hubungan pH
saliva dengan karies gigi sehingga lebih menjaga keadaan rongga mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KARIES
Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu
mendapat perhatian besar. Penyakit gigi dan mulut yang banyak dialami
masyarakat di Indonesia adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Karies gigi
sebenarnya mudah dicegah yaitu dengan menanamkan kebiasaan pemeliharaan
kesehatan gigi yang baik sejak usia dini (Natamiharja L, 2008).
2.1.1 Definisi Karies
Karies gigi adalah suatu proses patologis berupa proses kerusakan yang
terbatas pada jaringan keras gigi yang dimulai dari email terus ke dentin (Achmad
H et.al., 2010).
Menurut kamus kedokteran gigi, karies adalah suatu penyakit yang
mengakibatkan demineralisasi, kavitasi dan hancurnya jaringan keras gigi oleh
aktivitas mikroba.
Menurut Sturdevant, Karies gigi merupakan suatu penyakit infeksi
mikrobiologi pada gigi yang menyebabkan perubahan secara lokal dan kerusakan
jaringan keras gigi. Adanya kavitas/lubang pada gigi merupakan tanda adanya
infeksi bakteri.
2.1.3 Etiologi Karies
Penyebab karies gigi adalah multifaktoral. Ada beberapa faktor yang
mengakibatkan terjadinya karies gigi pada anak, antara lain:
a. Susunan gigi Sulung
Gigi-gigi yang berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung
timbulnya penyakit karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Dari
berbagai penelitian disimpulkan bahwa anak dengan susunan gigi
berjejal lebih banyak menderita penyakit karies dari pada yang
mempunyai susunan gigi baik (Kidd, 1992)
b. Morfologi gigi sulung
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap
penyakit karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :
1. Permukaan oklusal
Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang
relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam dan
relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak banyak bervariasi
kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk dan
ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan
memudahkan terjadinya penyakit karies.
2. Permukaan halus
Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi
sulung merupakan kontak bidang. Bentuk permukaan proksimal
gigi sulung agak datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihan
sehingga dapat menyebabkan karies gigi (Kidd, 1992).
c. Plak
Plak terbentuk dari campuran antara bahan–bahan air ludah seperti
mucin, sisa–sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dengan sisa–sisa
makanan serta bakteri. Plak ini mula–mula berbentuk cair yang lama
kelamaan menjadi kelat sehingga menjadi tempat bertumbuhnya bakteri
(Moynihan P, 2007).
d. Saliva
Saliva merupakan pertahanan pertama terhadap penyaki karies.
Selain itu fungsi saliva juga sebagai pelicin, pelindung, buffer ,
pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga
memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak
gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan
mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan penyakit karies gigi .
e. Mikroorganisme
Mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies
gigi antara lain Streptococcus mutans dan Lactobacillus.
Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris.
Plak gigi adalah media lunak non mineral yang menempel erat di gigi
(Soden, 2009).
f. Waktu .
Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya
karies menyeluruh dalam waktu singkat. Selain itu keadaan yang dapat
menyebabkan substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak
menahan makanan di dalam mulut dan makanan tidak cepat-cepat ditelan
(Kidd, 1992).
g. Makanan
Makanan sangat berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut,
antara lain:
1. Makanan yang mengandung Karbohidrat, Protein, Lemak,
Vitamin serta mineral–mineral. Unsur–unsur tersebut berpengaruh
pada masa pra-erupsi serta pasca erupsi gigi geligi (Wright JT,
2010). Teori MILLER 100 tahun lalu menyatakan bahwa
karbohidrat merupakan bahan yang paling berhubungan dengan
karies gigi. Lemak dan protein merupakan bahan yang non-
kariogenik. Lemak mempunyai sifat “clearance ” dari makanan
pada gigi, sehingga karbohidrat berkurang keterlibatannya pada
control plak. Penelitian pada orang Eskimo yang mengkonsumsi
lemak (65%) mempunyai prevalensi karies menurun.
2. Makanan yang bersifat self cleansing misalnya apel, jambu air,
bengkuang dan lain sebagainya. Sebaliknya makanan – makanan
yang lunak dan melekat pada gigi dapat merusak gigi seperti:
bonbon, cokelat, biscuit dan lain sebagainya.
h. Unsur Kimia
Unsur–unsur kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya karies
gigi. Unsur kimia yang paling berpengaruh terhadap terjadinya karies
gigi adalah Fluor (Angela A., 2005).
2.1.3 Mekanisme Karies
Karies merupakan penyakit infeksi yang disebabkan pembentukan plak
kariogenik pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi pada gigi.
Bakteri Streptococcus mutans merupakan penyebab utama karies karena sifatnya
yang menempel pada email, menghasilkan dan dapat hidup di lingkungan asam,
berkembang pesat di lingkungan yang kaya sukrosa dan menghasilkan bakteriosin
yaitu substansi yang dapat membunuh organisme kompetitornya
Karies gigi terjadi karena adanya sisa–sisa makanan yang mengandung
karbohidrat di dalam mulut mengalami fermentasi oleh kuman flora normal
rongga mulut menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui proses glikolisis.
Mikroorganisme yang berperan dalam proses glikolisis adalah lactobacillus
acidophilus dan streptococcus mutans . Asam yang dibentuk dari hasil glikolisis
akan mengakibatkan larutnya email gigi, sehingga terjadi proses dekalsifikasi
email atau karies gigi (Wright JT, 2010).
Karies gigi diawali dengan proses demineralisasi pada lapisan email.
Enamel sebagian besar terdiri dari hidrokiapatit (Ca10 (PO4)6 (OH)2) atau
Fluorapatit (Ca10 (PO4)6 F2), kedua unsur tersebut dalam suasana asam akan larut
menjadi Ca2+, PO4-9 dan F-, OH-. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus PO4
-9, F- atau
OH- membentuk HSO4- HF atau H2O, sedangkan yang kompleks terbentuk
CaHSO4 ; CaPO4 dan CaHPO4. Kecepatan pelarutan enamel dipengaruhi oleh
derajat keasaman (pH), konsentrasi asam, waktu larut dan kehadiran ion sejenis
kalsium dan fosfat. Adapun pengaruh pH terhadap koefisien laju reaksi
menunjukan, bahwa semakin kecil atau semakin asam media, maka makin tinggi
laju reaksi pelepasan ion kalsium dari enamel gigi (Prasetyo A, 2005).
Reaksi kimia pelepasan ion kalsium dari enamel gigi dalam suasana
ditunjukan dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
Ca10 (PO4)6 F2 - Ca10 (PO)6 F2 + 2n H+ - N Ca2+ + Ca10 – n H20 – 2n (PO4)6 F2
Padat Terlarut Terlepas Padat
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat
diragikan oleh bakteri tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan
menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi
permukaan email gigi sehingga terjadi karies.
2.1.4 Epidemiologi Karies
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2007,
prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Sebanyak sembilan
belas provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas prevalensi
nasional yaitu Nanggroe Aceh Darusalam, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua
Barat. Prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%. Sebanyak 14 provinsi
memiliki prevalensi karies aktif di atas prevalensi nasional yaitu Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku.
2.2 SALIVA
Saliva adalah cairan kental yang diproduksi oleh kelenjar ludah. Kelenjar-
kelenjar ludah tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah
dekat langit-langit. Saliva mengandung 99,5% air dan 0.5% bermacam-macam
yaitu ada zat-zat seperti kalsium (zat kapur), fosfor, natrium, magnesium dan lain-
lain. Mucyn adalah bahan yang dapat menyebabkan sifat air menjadi kental dan
licin (Ircham et.al., 1993).
Saliva berfungsi sebagai pelicin sehingga makanan mudah ditelan,
melindungi email karena adanya kalsium dalam saliva, pembersih mekanis karena
dengan berkumur dan pengenceran oleh saliva, mikroorganisme kurang
mempunyai kesempatan untuk berkoloni dengan rongga mulut.
Secara teori saliva dapat mempengaruhi proses terjadinya karies dalam
berbagai cara, antara lain aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada
permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga
mulut. Selain itu, difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH-, dan
fluor ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan email dan meningkatkan
remineralisasi gigi. Saliva juga mampu melakukan aktivitas antibakterial karena
mengandung beberapa komponen yang antara lain adalah lisosim, sistem
laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan imunoglobulin ludah (Amerongen
et.al., 1991).
2.2.1 Derajat Keasaman Saliva dan Sistem buffer
Derajat keasaman atau pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh
susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan
oleh susunan bikarbonat yang berbanding lurus dengan kecepatan sekresi ludah,
semakin tinggi konsentrasi bikarbonat maka semakin tinggi pH dan kapasitas
buffer di dalam saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–
7,0 dengan rata-rata pH 6,8. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk
pertumbuhan bakteri antara 6,5–7,5 dan apabila pH rongga mulut dalam keadaan
rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti
Streptococcus mutans dan Lactobacillus (Amerongen et.al., 1991). Penurunan
pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi
permukaan gigi dan mengakibatkan terjadinya karies.
Streotococcus mutans dan Lactobacillus merupakan bakteri kariogenik
karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Bakteri tersebut
dapat tumbuh dengan subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada
permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang
sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida tersebut terdiri dari polimer
glukosa yang dapat menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi
seperti gelatin sehingga bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta
saling melekat satu sama lain. Jika plak makin tebal maka hal ini akan
menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut. Plak yang
mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya karies (Kidd, 1991).
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pH saliva
Menurut Amerongen (1991) derajat keasaman saliva dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh:
1. Irama siang dan malam
Sehubungan dengan pengaruh irama siang dan malam, pH saliva
dan kapasitas buffer tinggi ketika bangun tidur tetapi kemudian cepat
turun. Pada saat setelah makan nilai pH saliva tinggi, tetapi dalam waktu
30-60 menit akan turun lagi dan agak naik ketika malam hari kemudian
turun lagi.
2. Diet kaya karbohidrat akan menaikkan metabolisme produksi asam oleh
bakteri-bakteri mulut dan menurunkan kapasitas buffer, sedangkan diet
kaya protein mempunyai efek menaikkan pH saliva.
3. Perangsang kecepatan sekresi saliva, misalnya mengunyah permen karet
dan menaikkan kapasitas buffer.
4. Keadaan psikis
Pada keadaan tertekan dapat terjadi penurunan kecepatan sekresi
saliva sehingga dapat mempengaruhi penurunan pH saliva.
5. Kadar hormon
Pada saat menopouse, status hormon-hormon kelamin akan
mengalami perubahan. Hal ini dapat menurunkan sekresi saliva sehingga
laju aliran saliva dan pH saliva menurun.
6. Penyakit sistemik
Kelenjar saliva pada penderita diabetes mellitus kurang dapat
menerima stimulus sehingga mengurangi kemampuan sekresi kelenjar
saliva yang dapat mengakibatkan laju aliran saliva dan pH saliva menurun.
7. Radioterapi
Perawatan radioterapi dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel
sekresi kelenjar saliva sehingga terjadi gejala mulut kering. Akibatnya,
laju aliran saliva dan pH saliva menurun.
2.3 KARIES GIGI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN
Usia 6-12 tahun sering disebut sebagai masa-masa yang rawan, karena
pada masa itulah gigi susu mulai tanggal satu persatu dan gigi permanen pertama
mulai tumbuh (usia 6-8 tahun). Dengan adanya variasi gigi susu dan gigi
permanen bersama-sama di dalam mulut, menandai masa gigi campuran pada
anak. Gigi yang baru tumbuh tersebut belum matang sehingga rentan terhadap
kerusakan (Darwita, 2011).
Anak-anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk
dipisahkan. Anak-anak memiliki kegemaran untuk mengonsumsi jenis makanan
jajanan manis secara berlebihan, khususnya anak-anak usia sekolah dasar (6-12
tahun). Sehari-hari banyak dijumpai anak-anak yang selalu dikelilingi penjual
makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan tempat tinggal hingga di
sekolah (Sugiantoro D, 2008).
Menurut penelitian Decker dan Loveren di Amerika Serikat tahun 2003,
menyatakan bahwa karies gigi merupakan salah satu penyakit anak yang paling
umum di Amerika Serikat dan mengalami peningkatan prevalensi dengan usia
sepanjang masa dewasa. Anak usia 5-9 tahun yang memiliki lesi karies sebanyak
51,6 %. Sedangkan menurut data Riskesdas (2007), diantara anak usia 6-12 tahun
yang paling tinggi bermasalah dengan kesehatan gigi dan mulut adalah usia 5-9
tahun yaitu sebesar 21,6 % umur 10-14 tahun sebesar 20,6% dan terjadi di
pedesaan sebesar 24,4 %.
Anak usia 6-12 tahun pada dasarnya mengalami gigi pergantian, oleh
karena itu indeks yang digunakan adalah indeks def-t pada gigi sulung dan indeks
DMF-T pada gigi permanen. Pada umumnya anak usia 6-12 tahun banyak
melakukan aktifitas jasmani sehingga membutuhkan energi tinggi dan sudah
mulai aktif dalam memilih makanan yang disukainya atau menjadi konsumen
aktif. Berbeda dengan usia sebelumnya yang masih tergantung pada orang tua,
anak pada usia ini biasanya sudah mulai suka jajan atau mengonsumsi makanan
tinggi kalori dan rendah serat, sehingga rentan terserang karies (Cooper C et.al.,
2009).
2.4 GAMBARAN UMUM DESA DURIKULON
Durikulon adalah salah satu desa di wilayah kecamatan Laren bagian barat
daya, kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Di bagian barat dan
selatan desa durikulon berbatasan dengan kabupaten Tuban, di bagian timur
berbatasan dengan desa Duriwetan sedangkan di bagian utara berbatasan dengan
desa Centini. Luas wilayah desa tersebut adalah 2,43 km2 dengan jumlah
penduduk di tahun 2010 laki-laki 437 jiwa dan perempuan 522 jiwa. Sarana
kesehatan di desa Durikulon terdiri dari balai pengobatan, puskesmas pembantu,
klinik bidan dan posyandu (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, 2010).
Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya merawat kesehatan gigi dan
mulut serta tidak adanya sarana kesehatan gigi yang memadahi menyebabkan
mayoritas penduduk desa Durikulon menderita penyakit gigi termasuk karies gigi.
Kebiasaan masyarakat mengabaikan kesehatan gigi menjadi faktor utama
penyebab karies gigi. Selain itu kebiasaan sebagian besar masyarakat desa
Durikulon yang mengalami sakit gigi berobat ke bidan karena tidak adanya dokter
gigi di desa tersebut. Dari bidan tersebut, pasien hanya mendapatkan obat
peredam nyeri, bukan penangan terhadap karies gigi. Sehingga karies tersebut
membentuk kavitas dan bahkan dapat meneyebabkan kerusakan gigi serta
kehilangan gigi. Meskipun sebagian masyarakat khususnya anak-anak mengetahui
tentang makanan berkarbohidrat seperti permen, coklat, biskuit dan sebagainya
dapat menyebabkan kerusakan pada gigi, mereka tetap mengabaikannya.
Sehingga sisa-sisa makanan tersebut menempel pada permukaan gigi dan
menimbulkan plak pada waktu tertentu lalu berubah menjadi asam laktat yang
akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan
demineralisasi email sehingga tak sedikit orang yang menderita karies gigi.
8.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
3.2 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat hubungan antara derajat
keasaman (pH) saliva dengan karies gigi pada anak usia 6-12 tahun di Desa
Durikulon”.
1. Susunan gigi Sulung2. Morfologi3. Plak4. Mikroorganisme5. Makanan6. Waktu7. Unsur kimia
Karies Gigi
pH Saliva
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional.
4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Durikulon Kecamatan Laren
Kabupaten Lamongan.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013-Januari 2014.
4.3 POPULASI DAN SAMPEL
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat desa Durikulon usia 6-
12 tahun.
4.3.2 Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah masyarakat desa Durikulon usia 6-12
tahun yang mengalami karies gigi.
4.4 METODE SAMPLING
Sampel ini diambil dengan cara simple random sampling. Pembgaian
kelompok secara random dengan menggunakan koin mata uang dua sisi.
4.5 VARIABEL PENELITIAN
a. Variabel Bebas : Derajat keasaman (pH) saliva
Penyajian hasil
Kesimpulan
b. Variabel Terikat : Karies gigi
4.6 DEFINISI OPERASIONAL
a. pH saliva adalah derajat keasaman saliva yang diukur menggunakan saliva
pH paper.
b. Karies gigi adalah rusaknya email dan dentin secara progresif yang
disebabkan oleh aktivitas metabolisme plak bakteri.
4.7 ALUR PENELITIAN
4.8 PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS DATA
4.8.1 Instrumen atau alat ukur
a. Indeks CSI ( Caries Severity Index ) untuk mengukur tingkat keparahan
karies gigi.
b. Saliva pH paper untuk mengukur tingkat keasaman saliva.
Populasi dan sampel Pengumpulan data
Analisis data
4.8.2 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adaah data primer. Data primer
didapatkan langsung di lapangan pada saat melakukan observasi terhadap
penelitian tersebut, pendataan tersebut langsung dicatat ke dalam kartu status pada
tiap–tiap sampel yang di periksa.
4.8.3 Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik yaitu
menganalisis data dengan menggunakan uji chi square dan membuat uraian secara
sistematik mengenai keadaan dari hasil penelitian.