Fistula Ani Tgs NIA

15
Fistula Ani Oleh, Rahmania Kannesia Dahuri 1. Definisi Fistula ani adalah hubungan abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Biasanya merupakan kelanjutan dari abses anorektal, sehingga fistula ani merupakan bentuk kronis dari abses anorektal. Dalam muara interna (primer) hampir selalu berada dalam kripta, fistula biasanya tunggal dan hanya melibatkan bagian muskulus sfingter; fistula majemuk atau fistula-fistula yang melibatkan seluruh muskulus sfingter eksterna kurang lazim ditemukan. Hampir semua fistula anus disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit perianal. Kadang, fistula disebabkan oleh colitis disertai proktitis seperti TBC, amobiasis dan morbus Crohn. Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu dipikirkan penyakit Crohn, karena 50 % penderita penyakit Crohn mengalami fistula anus. Fistula dapat terletak di subkutis, submukosa, antar sphingter atau menembus sfingter. Fistula mungkin terletak di anterior, lateral atau posterior. Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya fingter bersifat tunggal, kadang ditemukan yang kompleks.

Transcript of Fistula Ani Tgs NIA

Page 1: Fistula Ani Tgs NIA

Fistula AniOleh, Rahmania Kannesia Dahuri

1. Definisi

Fistula ani adalah hubungan abnormal antara epitel dari kanalis anal dan

epidermis dari kulit perianal. Biasanya merupakan kelanjutan dari abses anorektal,

sehingga fistula ani merupakan bentuk kronis dari abses anorektal. Dalam muara

interna (primer) hampir selalu berada dalam kripta, fistula biasanya tunggal dan hanya

melibatkan bagian muskulus sfingter; fistula majemuk atau fistula-fistula yang

melibatkan seluruh muskulus sfingter eksterna kurang lazim ditemukan.

Hampir semua fistula anus disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses

anorektum, sehingga kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta di

perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit perianal. Kadang,

fistula disebabkan oleh colitis disertai proktitis seperti TBC, amobiasis dan morbus

Crohn. Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu dipikirkan

penyakit Crohn, karena 50 % penderita penyakit Crohn mengalami fistula anus.

Fistula dapat terletak di subkutis, submukosa, antar sphingter atau menembus

sfingter. Fistula mungkin terletak di anterior, lateral atau posterior. Bentuknya

mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya fingter bersifat tunggal,

kadang ditemukan yang kompleks.

2. Anatomi

Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel.

Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm

yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Kanalis analis dan kulit

luar di sekitarnya kaya akan persyarafan sensoris somatik dan peka terhadap

rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persyarafan autonom dan

tidak peka terhadap nyeri.  Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui

sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui V.

Iliaka. Sistem limfe dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limfe

sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limfe paraaorta melalui

kelenjar limfe Iliaka Interna, sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis

mengalir ke arah kelenjar inguinal.

Page 2: Fistula Ani Tgs NIA

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya

mengarah ke ventrokranial yaitu mengarah ke umbilikus dan membentuk sudut yang

nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi, sudut ini

menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis

mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. Pada daerah ini terdapat kripta anus dan

muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat

menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar-sfingter

sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur dan

menunjukkan batas antara sfingter ekterna dan sfingter interna (garis Hilton). Cincin

sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter interna dan sfingter

eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter interna, otot

longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis) dan komponen  m. sfingter

eksternus. M. Sfingter internus terdiri dari serabut otot polos, sedangkan M. Sfingter

eksternus terdiri atas serabut olot lurik.

Gambar . Anatomi Anus dan Rektum

Page 3: Fistula Ani Tgs NIA

3. Fisiologi

Normalnya,  kelenjar rektum yang terdapat di kripta antar kolumna rektum

berfungsi sebagai barrier terhadap lewatnya mikroorganisme penyebab infeksi yang

berasal dari lumen usus ke daerah perirektal. Kelenjar ini mengeluarkan semacam

lendir, berguna sebagai pelicin/ lubrikasi.  Saluran ini memiliki klep satu arah agar

produksi bisa keluar tapi feses tidak bisa masuk. Terhalangnya jalan keluar produksi

dari kelenjar ini akibat stasis menyebabkan  kuman dan cairan feses masuk ke dalam

kelenjar. Feses yang banyak kumannya berkembang biak ke dalam kelenjar,

membentuk peradangan yang jadi abses. Abses akan  mencari jalan keluar dan

membentuk semacam pipa yang menembus kulit. Akibatnya, kulit jadi tampak seperti

bisul lalu pecah. Pecahan ini tidak bisa menutup karena nanah selalu keluar dan tidak

bisa kering karena berhubungan dengan feses. Kondisi ini bisa berlangsung berbulan-

bulan hingga bertahun-tahun.

4. Insiden & Epidemiologi

Fistula perianal sering terjadi pada laki laki berumur 20 – 40 tahun, berkisar 1-

3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi

tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk

fistula.

5. Etiologi

Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum.

Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses

anorektal. Terdapat sekitar 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut menjadi fistel

perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak dapat diketahui. Organisme yang

biasanya terlibat dalam pembentukan abses adalah Escherichia coli, Enterococcus sp

dan Bacteroides sp. Fistula juga sering ditemukan pada penderita dengan penyakit

Crohn, tuberkulosis, devertikulitis, kanker atau cedera anus maupun rektum,

aktinomikosis dan infeksi klamidia. Fistula pada anak-anak biasanya merupakan cacat

bawaan. Fistula yang menghubungkan rektum dan vagina bisa merupakan akibat dari

terapi sinat x, kanker, penyakit Crohn dan cedera pada ibu selama proses persalinan.

Page 4: Fistula Ani Tgs NIA

6. Patofisiologi

Hipotesa kriptoglandular menyatakan bahwa infeksi yang pada awalnya

masuk melalui kelenjar anal akan menyebar ke dinding otot sphingter anal

menyebabkan abses anorektal. Abses yang pecah spontan, akhirnya meninggalkan

bekas berupa jaringan granulasi di sepanjang saluran, sehingga menyebabkan gejala

yang berulang.

7. Klasifikasi Fistula Perianal

Berdasarkan lokasi  internal opening, maka fistula dibagi dalam dua kelompok

yaitu :

a) Fistula letak rendah dimana internal opening fistel ke anus terdapat  di

bawah cincin anorektal. Fistula letak rendah dapat dibuka tanpa takut adanya

resiko inkontinensia permanen akibat kerusakan bundle anorektal.

b) Fistula letak tinggi dimana internal opening fistel ke anus terdapat di atas

cincin anorektal. Pada fistula letak tinggi dilakukan koreksi bertahap dengan

prosedur operasi yang lebih sulit.

Sistem klasifikasi Parks menjelaskan ada 4 tipe fistula perianal yang terjadi

akibat infeksi kriptoglandular, yaitu:

Fistula intersphincteric berawal dalam ruang diantara M. Sfingter Eksterna

dan Interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.

Colon and Rectal Surgery, 2005

Page 5: Fistula Ani Tgs NIA

Fistula transsphincteric berawal dalm ruang diantara M. Sfingter Eksterna

dan Interna, kemudian melewati M. Sfingter Eksterna dan bermuara sepanjang

½ inchi di luar lubang anus.

Colon and Rectal Surgery, 2005

Fistula suprasphincteric berawal dari ruang diantara M. Sfingter Eksterna

dan Interna dan membelah ke atas M. Puborektalis lalu turun diantara

puborektal dan M. Levator ani lalu muncul ½ inchi di luar anus.

Colon and Rectal Surgery, 2005

Fistula extrasphincteric berawal dari rektum/colon sigmoid dan memanjang

ke bawah, ,elewati M. Levator ani dan berakhir di sekitar anus. Biasanya

akibat dari trauma, Chron’s Disease, PID, dan abses supralevator.

Page 6: Fistula Ani Tgs NIA

Colon and Rectal Surgery, 2005

8. Penatalaksanaan

Tujuan terapi dari fistula ani adalah eradikasi sepsis tanpa menyebabkan

inkonstinensia. Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya sendiri.

Simple intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy (membuka

tract fistula), kuretase, dan penyembuhan sekunder.

Colon and Rectal Surgery, 2005

Pada fistula transsphinteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sphincter

yang terkena. Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang terkena dapat

dilakukan sphincterotomy tanpa menimbulkan inkonstinensia yang berarti. Bila

fistulanya high transsphincteric dapat dilakukan dengan pemasangan seton.

Pada fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan seton.

Pada fistula extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari fistula,

biasanya bila fistula diluar sphincter dibuka dan didrainase.

Page 7: Fistula Ani Tgs NIA

Seton digunakan untuk identifikasi tract, sebagai drainase, dan merangsang

terjadinya fibrosis dengan tetap menjaga fungsi dari sphincter. Cutting seton terbuat

dari karet yang diletak pada fistula untuk merangsang fibrosis. Noncutting seton

terbuat dari plastic yang digunakan sebagai drainase.

Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi tract fistula saat

berada di kamar operasi:

Memasukkan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan internal, atau

sebaliknya.

Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen

peroksida, dan memperhatikan titik keluarnya di linea dentata.

Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.

Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini

dapat berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada varian yang

kompleks

Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik

serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.

Terapi pembedahan:

- Fistulotomi : Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit,

dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat

mungkin dilakukan fistulotomi.

- Fistulektomi : Fistulekotomi merupakan tindakan pembedahan untuk

membuat lubang anus pada anus malformasi fistel rendah, secara singkat

tehnik operasi dengan posisi litotomi, lubang fistula dimasukan sonde untuk

guiding mencapai anal dimple, kemudian dilakukan irisan ke posterior arah

anal dimple, kemudian mukosa anus dijahit kekulit anal dimple serapat

mungkin, dan dipasang tampon dengan tule, Luka bekas fistula dibiarkan

terbuka. Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk

menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya

terbuka.

- Seton : Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua

macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual

untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana

Page 8: Fistula Ani Tgs NIA

benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan

ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.

- Advancement Flap : Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi

keberhasilannya tidak terlalu besar.

- Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam

saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh.

Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak

sakit, dan aman, namun keberhasilan  jangka panjangnya tidak tinggi, hanya

16%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.1994.

3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.

Jakarta :EGC.2000.

4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.

Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.Hal 747-748

5. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta :

Erlangga.2006.

Page 9: Fistula Ani Tgs NIA

Overview Enterocutaneus Fistula

A fistula is an abnormal communication between 2 epithelialized surfaces, with an

enterocutaneous fistula (ECF) being an abnormal communication between the small

or large bowel and the skin. An ECF can arise from the duodenum, jejunum, ileum,

colon, or rectum. (See the image below.)

Almost healed wound around an enterocutaneous fistula.

Although fistulas arising from other regions of the gastrointestinal (GI) tract (eg,

stomach, esophagus) may sometimes be included in the definition of ECF, the

discussion in this article is limited to the conventional definition of ECF. A fistula-in-

ano, although anatomically an ECF, conventionally is not referred to as such, because

its presentation and management are different.

An ECF, which is classified as an external fistula (as opposed to an internal fistula,

which is an abnormal communication between 2 hollow viscera), is a complication

that is usually seen following surgery on the small or large bowel. Earlier study

suggests that about 95% of ECFs were postoperative and ileum was found to be the

most common site of ECF.[1] Forty-nine percent of fistulas were high output and 51%

were low output.

ECFs are a common presentation in general surgical wards, and despite advances in

Page 10: Fistula Ani Tgs NIA

the management of these lesions, they are still responsible for a significant mortality

rate, ranging from 5-20%, due to associated sepsis, nutritional abnormalities, and

electrolyte imbalances.

Understanding the pathophysiology of, as well as the risk factors for, ECFs should

help to reduce their occurrence. Moreover, the well-established treatment guidelines

for these lesions, along with some newer treatment options, should help clinicians to

achieve a better outcome in patients with an ECF.

Output-based classification

The type of ECF, as based on the output of the enteric contents, also determines the

patient's health status and how the patient may respond to therapy. ECFs are usually

classified into 3 categories, as follows[2] :

• Low-output fistula (< 200mL/day),

• Moderate-output fistula (200-500mL/day)

• High-output fistula (>500mL/day)

A high-output fistula increases the possibility of fluid and electrolyte imbalance and

malnutrition.

Surgical versus conservative treatment

The conventional therapy for an ECF in the initial phase is always conservative.

Immediate surgical therapy on presentation is contraindicated, because the majority of

ECFs spontaneously close as a result of conservative therapy. Surgical intervention in

the presence of sepsis and poor general condition would be hazardous for the patient.

However, patients with an ECF with adverse factors, such as a lateral duodenal

fistula, ileal fistula, high-output fistula, or a fistula associated with a diseased bowel,

may require early surgical intervention.

Reference

http://emedicine.medscape.com/article/1372132-overview