Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

34
BAB I PENDAHULUAN Resusitasi pada bayi yang baru lahir memperlihatkan perbedaan dengan resusitasi pada orang dewasa. Terjadi perubahan fisiologis yang dramatis pada bayi dalam menit pertama sampai beberapa jam setelah dilahirkan akibat transisi dari lingkungan intrauterine yang berisi cairan menjadi pola pernafasan yang spontan di udara bebas 1 . Sekitar 90% neonatus berhasil melewati transisi ini tanpa mendapat pertolongan. Sedangkan 10%nya memerlukan bantuan untuk memulai bernafas, dan 1% atau lebih memerlukan resusitasi yang intensif 2 . Sekitar 5-10% bayi yang baru lahir memerlukan resusitasi aktif pada saat dilahirkan (misalnya stimulasi untuk bernafas), dan sekitar 1-5% bayi yang dilahirkan di rumah sakit memerlukan assisted ventilation. Lebih dari 5 juta neonatus meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia dan diperkirakan 19 % kematian pada neonatus tersebut disebabkan oleh asfiksia pad saat bayi lahir 1,2 . Keberhasilan dalam melakukan resusitasi dapat mencegah angka kematian yang tinggi 2 . Resusitasi neonatus dimulai selama kehamilan. Asfiksia intrauterin selama kehamilan merupakan penyebab paling sering dari asfiksia pada fetus. Monitoring fetus selama kehamilan dapat membantu mengidentifikasi faktor risiko, 1

Transcript of Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Page 1: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

BAB I

PENDAHULUAN

Resusitasi pada bayi yang baru lahir memperlihatkan perbedaan dengan resusitasi pada

orang dewasa. Terjadi perubahan fisiologis yang dramatis pada bayi dalam menit pertama

sampai beberapa jam setelah dilahirkan akibat transisi dari lingkungan intrauterine yang

berisi cairan menjadi pola pernafasan yang spontan di udara bebas1. Sekitar 90%

neonatus berhasil melewati transisi ini tanpa mendapat pertolongan. Sedangkan 10%nya

memerlukan bantuan untuk memulai bernafas, dan 1% atau lebih memerlukan resusitasi

yang intensif2.

Sekitar 5-10% bayi yang baru lahir memerlukan resusitasi aktif pada saat

dilahirkan (misalnya stimulasi untuk bernafas), dan sekitar 1-5% bayi yang dilahirkan di

rumah sakit memerlukan assisted ventilation. Lebih dari 5 juta neonatus meninggal setiap

tahunnya di seluruh dunia dan diperkirakan 19 % kematian pada neonatus tersebut

disebabkan oleh asfiksia pad saat bayi lahir1,2. Keberhasilan dalam melakukan resusitasi

dapat mencegah angka kematian yang tinggi2.

Resusitasi neonatus dimulai selama kehamilan. Asfiksia intrauterin selama

kehamilan merupakan penyebab paling sering dari asfiksia pada fetus. Monitoring fetus

selama kehamilan dapat membantu mengidentifikasi faktor risiko, mendeteksi fetal

distress, dan mengevaluasi efek dari intervensi akut. Hal ini mencakup mengoreksi

hipotensi dengan cairan atau vasopresor, suplementasi oksigen, dan menurunkan

kontraksi uterus (menghentikan pemberian oksitosin atau pemberian tokolitik)3.

Gagal nafas ataupu cardiac arrest merupakan suatu keadaan yang akut,

mengancam nyawa, dan memerlukan pertolongan segera4. Pada saat bayi lahir, terjadi

perubahan pada sistem kardiovaskular dan respirasi. Kegagalan dalam beradaptasi dapat

menyebabkan kematian dan trauma pada sistem saraf pusat. Akibat masalah yang timbul

ini, maka diperlukan resusitasi pada bayi baru lahir5.

1

Page 2: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Peralihan dari janin menuju kehidupan ekstrauterin ditandai dengan peristiwa fisiologis

yang khas yaitu terjadi pertukaran isi paru dari cairan menjadi udara, peningkatan aliran

darah ke paru, dan menutupnya foramen ovale secara fungsionil6.

2.1.1 Fisiologi Paru

Pada janin aterm, paru-paru janin berisi kira-kira 90 ml (30 ml/kg) ultrafiltrat plasma.

Sekitar 50 sampai 150 ml/kg/hari cairan ini dihasilkan oleh paru dan dikeluarkan melalui

mulut, dibuang kedalam cairan amnion. Kira-kira dua per tiga cairan dikeluarkan dari

paru ketika vagina dan otot dinding pelvis menekan dada bayi selama proses persalinan.

Sisanya dikeluarkan melalui pembuluh darah, limpa dan saat bernapas. Bayi yang kecil,

preterm, lahir dengan cepat dan lahir melalui seksio cesarea tidak mendapatkan tekanan

vagina. Akibatnya bayi tersebut berusaha mengeluarkan cairan paru setelah lahir dan sulit

bernapas dibandingkan dengan bayi yang dadanya ditekan secara efektif selama proses

persalinan. Retensi cairan paru menyebabkan transien takipneu sehingga pengeluarannya

harus dibantu5.

Normalnya bayi baru lahir bernapas setelah 30 detik dengan frekuensi 40-60

kali/menit. Pernapasan yang cepat ini bertujuan untuk mengganti peningkatan CO2 yang

dihasilkan oleh tingginya metabolisme dan membantu memelihara kapasitas residual

fungsional yang normal5. Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama ialah 6:

1. Tekanan mekanis dari toraks sewaktu melalui jalan lahir.

2. Penurunan PaO2 dan kenaikan PaCO2 merangsang

kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus

3. Rangsangan dingin di daerah muka dapat merngsang gerakan

pernapasan

4. Refleks deflasi Hering Breur.

2.1.2 Fisiologi Jantung

Sirkulasi pada janin adalah paralel, yaitu ventrikel kanan memompa duapertiga dari

output ventrikel dan ventrikel kiri memompa satupertiganya. Perbedaan output antara

2

Page 3: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

kedua ventrikel janin terjadi karena janin mempunyai aliran intracardiac dan

ekstracardiac, yaitu foramen ovale dan duktus arteriosus. Darah yang balik dari plasenta

mengandung banyak oksigen. Sebagai fungsi anatomi, vena kava inferior dan foramen

ovale mengalirkan darah plasenta yang teroksigenasi masuk ke dalam atrium kiri. Darah

yang miskin oksigen dari vena kava superior langsung masuk ke ventrikel kanan dan ke

arteri pulmonalis. Dari semua darah yang masuk ke arteri pulmonalis, 95 % dialirkan

melalui duktus arteriosus masuk ke aorta desenden5.

Resistensi vaskuler pulmoner (Pulmonary Vascular Resistance: PVR) yang

meningkat dalam uterus, menurun secara dramatis sebagai respon terhadap perluasan

paru, pernapasan, peningkatan pH, dan peningkatan tekanan oksigen di alveoli yang

terjadi saat lahir5. Penurunan PVR akan mengurangi tekanan arteri pulmonalis dan

meningkatkan aliran darah ke paru. Peningkatan aliran darah paru meningkatkan volume

darah balik ke atriun kiri, yang meningkatkan tekanan atrium kiri melebihi tekanan

atrium kanan dan menutup foramen ovale. Penutupan foramen ovale mencegah aliran

darah dari kanan ke kiri melalui struktur ini5.

2.2 Penilaian pada Bayi Baru Lahir

Penilaian pada bayi baru lahir meliputi penilaian terhadap denyut jantung, pernafasan,

tonus otot, reflek, dan warna kulit5.

2.2.1 Denyut Jantung

Normalnya denyut jantung pada bayi baru lahir adalah 120 sampai 160 denyut/menit.

Walaupun banyak neonatus bertoleransi dengan denyut jantung diatas 220 denyut/menit

dengan sedikit pengaruh buruk, denyut jantung dibawah 100 denyut/menit sering sulit

ditoleransi sebab terjadi penurunan cardiac output dan perfusi jaringan.

Elektrokardiogram dan ekokardiogram dapat membantu mendiagnosa masalah tersebut

sebelum lahir. Jika hal tersebut terjadi, pertama harus dipersiapkan untuk menangani

keadaan bradikardinya5.

2.2.2 Pernapasan

Bayi biasanya mulai bernapas 30 detik setelah lahir dan perlu bantuan bila tidak bernafas

setelah 90 detik. Beberapa menit setelah lahir, frekuensi napas neonatus antara 30 sampai

60 kali/menit. Apneu dan bradipneu terjadi pada keadaan asidosis berat, asfiksia, infeksi

3

Page 4: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

(meningitis, septikemia, pneumonia) dan kerusakan CNS. Takipneu (>60 kali/menit)

terjadi pada hipoksemia, hipovolemia, asidosis (metabolik dan respiratorik), perdarahan

CNS, kebocoran gas paru, kelainan paru ( hyalin membrane disease, sindrom aspirasi,

infeksi), udem paru, dan penggunaan obat-obatan oleh ibu (narkotik, alkohol,

magnesium, barbiturat)5.

2.2.3 Tonus Otot

Sebagian besar neonatus, termasuk yang preterm akan aktif saat lahir dan menggerakan

semua ekstremitas sebagai respon terhadap rangsangan. Asfiksia, penggunaan obat pada

ibu, kerusakan CNS, amiotonia kongenital, dan miastenia grafis akan menurunkan tonus

otot. Fleksi kontraktur serta tidak adanya lipatan sendi merupakan tanda kerusakan CNS

yang terjadi di dalam rahim5.

2.2.4 Reflek

Neonatus normal bergerak ketika salah satu ekstremitas digerakkan dan meringis atau

menangis ketika selang dimasukkan ke dalam hidungnya. Tidak adanya respon terjadi

pada bayi hipoksia, asidosis, penggunaan obat sedatif pada ibu, trauma CNS dan penyakit

otot kongenital5.

2.2.5 Warna Kulit

Pada umumnya semua kulit neonatus berwarna biru keunguan sesaat setelah lahir. Sekitar

60 detik, seluruh tubuhnya menjadi merah muda kecuali tangan dan kaki yang tetap biru

(sianosis sentral)5. Sianosis sentral diketahui dengan memeriksa wajah, punggung dan

membran mukosa.7. Jika sianosis sentral menetap sampai lebih dari 90 detik perlu

dipikirkan aspiksia, cardiac output rendah, udem paru, methemoglobinemia, polisitemia,

penyakit jantung kongenital, aritmia dan kelainan paru (distres pernapasan, obstruksi

jalan napas, hipoplastik paru, hernia diafragmatika), terutama bila bayi tetap sianosis

dibawah respirasi kendali dan oksigen ysng mencukupi5. Pucat menandakan penurunan

cardiac output, anemia berat, hipovolemia, hipotermia atau asidosis1.

2.3 Asfiksia

Asfiksia diartikan sebagai hipoksemia yang disertai dengan asidosis metabolik8. Dalam

uterus, asfiksia disebabkan oleh hipoksia maternal, penurunan aliran darah plasental-

umbilikal, dan gagal jantung fetal. Hipoksia maternal disebabkan oleh penyakit jantung

sianotik kongenital maternal, gagal jantung kongestif, atau gagal napas5.

4

Page 5: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Selama stadium awal dari asfiksia, cardiac output tetap stabil tetapi terjadi

perubahan distribusi. Aliran darah ke hati, ginjal, usus, kulit dan otot menurun, dimana

aliran darah ke jantung, otak, kelenjar adrenal dan plasenta dipertahankan tetap konstan

atau dinaikkan. Distribusi aliran darah ini membantu memelihara oksigenasi dan nutrisi

otak dan jantung, mengingat kandungan oksigen dalam darah arteri sangatlah rendah5,8.

Fungsi dari jantung yang hipoksemik dijaga oleh metabolisme glikogen

miokardial dan metabolisme asam laktat. Ketika sumber energi habis, dengan cepat

terjadi kegagalan miokardial, dan tekanan darah arteri dan cardiac output menurun.

Apabila denyut jantung menurun sampai kurang dari 100 denyut/menit selama asfiksia,

maka cardiac output akan menurun secara bermakna. Tekanan vena sentral meningkat

selama asfiksia karena pembuluh darah sistemik mengalami kontriksi dan volume darah

sentral meningkat akibatnya terjadi kegagalan jantung untuk memompa darah. Janin dan

bayi baru lahir bisa mengatasi hipoksia karena mempunyai sejumlah opiat endogen dalam

darahnya. Substansi tersebut, yang meningkat selama hipoksia dapat menurunkan

konsumsi oksigen. Respon normal terhadap katekolamin juga penting untuk

menyelamatkan dari asfiksia. Respon normal terhadap asfiksia meliputi peningkatan

hormon adrenokortikotropik plasma, glukokortikoid, katekolamin, faktor intrisik atrium,

renin, arginin vasopresin dan penurunan kadar insulin darah. Arginin vasopresin

mengakibatkan hipertensi, bradikardi dan redistribusi aliran darah sistemik.

Glikogenolisis mempertahankan kadar glukosa darah5.

Asfiksia dalam kehamilan dapat menyebabkan keadaan hipervolemik maupun

hipovolemik. Asfiksia selama proses persalinan biasanya menyebabkan hipervolemia

kecuali pada kondisi berikut ini5:

1. Tekanan tali pusat lebih besar pada vena umbilikalis

dibandingkan pada arteri umbilikalis (misalnya pada belitan tali pusat, tekanan

tali pusat akibat after coming head)

2. Terjadi perdarahan dari plasenta (misalnya pada abrupsio

plasenta, dan pemotongan plasenta selama seksio cesarea)

3. Terjadi hipotensi pada ibu (misalnya pada syok, trauma,

pengaruh obat anestesi

5

Page 6: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

2.4 Peralatan Resusitasi

Untuk mengatasi kesulitan dalam resusitasi, semua fungsi peralatan resusitasi harus

dikenal oleh tiap petugas di kamar bersalin. Sebelum terjadi kelahiran, peralatan harus

diperiksa dan dikalibrasi untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik5.

Tempat tidur perlu dimiringkan dimana posisi kepala neonatus lebih rendah dari

posisi badannya. Hal ini bertujuan untuk mengalirkan cairan paru dan mencegah

terjadinya aspirasi cairan lambung. Alat pemanas dengan inframerah digunakan untuk

menjaga temperatur aksila neonatus antara 36 dan 37 derajat celsius. Alat pengisap harus

dimasukkan dan petugas yang melakukan resusitasi harus bisa mengatur tekanan dari alat

tersebut. Tekanan pengisap tidak boleh melebihi 100 mmHg. Ruangan resusitasi harus

terang untuk mempermudah memasukkan selang kedalam saluran tubuh5.

Beberapa alat yang digunakan untuk melakukan resusitasi meliputi5,9 :

1. Kanul hidung

Digunakan pada pasien yang membutuhkan tambahan oksigen minimal.

2. Sungkup O2 sederhana

Aliran oksigen > 6 liter/menit memberikan persentase oksigen sebanyak 30-60%.

3. Sungkup O2 dengan reservoir

Terdiri dari sungkup sederhana dipasang pada reservoir bag dan dihubungkan dengan

sumber O2. Aliran oksigen melebihi minute volume pasien (7 ml x BB x Frekuensi

Napas/menit).

4. Laringoskop

Diperlukan untuk melakukan intubasi meliputi laringoskop 0 dan 00 berbilah lurus.

5. Pipa endotrakeal

Yang bisa digunakan adalah pipa endotrakeal tipe magill dengan ukuran 2,5 , 3,0 dan

3,5 mm. Untuk bayi baru lahir digunakan ukuran 3,0 sampai 3,5 mm.

6. Selang penghisap

Selang pengisap dengan mudah bisa dimasukkan ke dalam tubuh sesuai dengan

ukuran pipa endotrakeal. Selang ukuran 5 Fr sesuai dengan pipa endotrakea ukuran

2,5 mm (untuk bayi prematur). Untuk bayi baru lahir digunakan ukuran 8 Fr.

6

Page 7: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

7. Laringeal Mask Airway (LMA)

Sangat membantu pada pasien yang mengalami kesulitan bernapas dengan sungkup

karen lidahnya besar, mulut kecil, atau retrognathic jaw. Pada bayi dengan berat

badan kurang dari 5 kg digunakan ukuran 1.8. Umbilical Artery Catheters

Insersi Umbilical arteri catheters yang berisi elektrode PaO2 dan saturasi oksigen

memungkinkan pengukuran saturasi O2 dan PaO2 secara terus menerus selama

resusitasi.

Sistem ventilasi yang digunakan untuk resusitasi harus memiliki positive end-

expiratory pressure (PEEP) dan tingkat ventilasi minimal 150 kali/ menit. Di tempat

perawatan intensif, alat pengukur gas darah dan pH harus tersedia, dan hasilnya harus

selesai dalam 10 menit. Saturasi oksigen terus diukur selama resusitasi dengan pulse

oximeter pada tangan atau kaki5.

2.5 Prosedur Penilaian

Selain orang yang bertugas untuk menolong persalinan, diperlukan minimal 2 personel

tambahan untuk melakukan resusitasi pada bayi yang baru lahir. Satu orang bertugas

untuk mengontrol ventilasi dan memiliki kemampuan untuk melakukan resusitasi3,5.

Sedangkan yang lain bertugas untuk memasang kateter arteri umbilikalis, mengoreksi

asam basa dan abnomalitas volume darah5.

2.5.1 Evaluasi Awal

Pada saat kepala dikeluarkan, hidung, mulut dan faring dilakukan pengisapan. Setelah

badan dilahirkan, kulit dikeringkan dengan handuk3. Selama proses pemindahan,

neonatus diobservasi secara ketat5. Evaluasi dan pengobatan dilakukan secara simultan3.

Apabila bayi yang baru dilahirkan tersebut menunjukkan depresi nafas, maka tali pusat

diklem lebih awal dan resusitasi dimulai dengan segera. Pernafasan normalnya dimulai

dalam 30 detik dan maksimal dalam 90 detik. Sedangkan respirasi normalnya 30-60

kali/menit dan denyut jantung 120-160 kali/menit. Selain itu, juga perlu dievaluasi warna

kulit, tonus otot, dan reflek3.

7

Page 8: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

2.5.2 Apgar Skor

Dengan apgar skor (tabel 2.1) memungkinkan dilakukan evaluasi kondisi bayi yang baru

lahir pada menit pertama dan kelima kehidupannya. Jika apgar skor pada menit ke-5

kurang dari 7, diperlukan penentuan skor tambahan setiap 5 menit selama 20 menit.

Apgar skor pada menit pertama merefleksikan kondisi bayi pada saat lahir dan

berhubungan dengan kemampuannya untuk bertahan hidup. Sedangkan apgar skor pada

menit ke-5 merefleksikan usaha resusitasi dan mungkin berhubungan dengan

neurological outcome10.

Tabel 2.1 APGAR SKOR8,11

TANDA 0 1 2

Appearance

(warna kulit)

Biru, pucat

Ekstremitas biru

Tubuh merah,

ektremitas biru

Merah seluruh

tubuh

Pulse/hearth rate

(denyut jantung)

Tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit

Grimace

(reflek)

Tidak ada Menyeringai Batuk, bersin,

menangis

Activity

(tonus otot)

Lemas Fleksi ekstremitas

lemah

Gerakan aktif,

fleksi ekstremitas

Respiration

(pernafasan)

Tidak ada Tidak teratur,

dangkal

Tangis kuat,

teratur

Apgar skor 8-10. Apgar skor 8-10 umumnya dapat dicapai pada 90% neonatus. Dalam

hal ini, diperlukan suction oral dan nasal, mengeringkan kulit, dan menjaga temperatur

tubuh tetap normal. Reevaluasi kondisi neonatus dilakukan pada menit ke-5 pertama

kehidupan5.

Apgar skor 5-7 (asfiksia ringan). Neonatus ini akan merespon terhadap rangsangan dan

pemberian oksigen. Jika responnya lambat, maka dapat diberikan ventilasi dengan

pemberian oksigen 80-100% melalui bag and mask. Pada menit ke-5 biasanya

keadaannya akan membaik5.

8

Page 9: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Apgar skor 3-4 (asfiksia sedang). Neonatus biasanya sianotik dan usaha pernafasannya

berat, tetapi biasanya berespon terhadap bag and mask ventilation dan kulitnya menjadi

merah muda3,5. Apabila neonatus ini tidak bernafas spontan, maka ventilasi paru dengan

bag and mask akan menjadi sulit, karena terjadi resistensi jalan nafas pada saat melewati

esofagus. Apabila neonatus tidak bernafas atau pernafasannya tidak efektif, pemasangan

pipa endotrakea diperlukan sebelum dilakukan ventilasi paru. Hasil analisa gas darah

seringkali abnormal (PaO2 < 20 mmHg, PaCO2 > 60 mmHg, pHa 7,15). Apabila pH dan

defisit basa tidak berubah atau memburuk, diperlukan pemasangan kateter arteri

umbilikalis dan jika perlu dapat diberikan natrium bikarbonat5.

Apgar skor 0-2. Neonatus dengan apgar skor 5-7 disebut menderita asfiksia berat dan

memerlukan resusitasi segera5. Sebaiknya dilakukan intubasi dan kompresi dada dapat

dilakukan segera3.

2.6 Resusitasi

Resusitasi neonatus terutama difokuskan pada saat bayi baru lahir, dan banyak prinsip-

prinsipnya yang dapat diterapkan selama masa neonatus dan bayi. Istilah bayi baru lahir

secara spesifik diartikan sebagai bayi pada menit pertama sampai jam pertama setelah

lahir. Istilah neonatus umumnya diartikan sebagai bayi selama 28 hari pertama.

Sedangkan istilah bayi meliputi masa neonatus sampai umur 12 bulan1.

Dalam proses resusitasi difokuskan dengan mengidentifikasi abnormalitas pada

oksigenasi dan perfusi. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengoreksi keadaan

tersebut dan mencegah pemburukan yang lebih lanjut4. Tehnik resusitasi neonatus dapat

dilihat pada algoritme pada gambar 2.11. Resusitasi neonatus dibagi menjadi 4 kategori,

yaitu:

1. Langkah dasar, mencakup penilaian secara cepat dan stabilisasi awal

2. Ventilasi, mencakup bag-mask atau bag-tube ventilation

3. Kompresi dada

4. Pemberian cairan atau obat-obatan

2.6.1 Prosedur Resusutasi10

1. Keringkan dan hangatkan (drying and warming)

a. Keringkan cairan amnion pada tubuh bayi

9

Page 10: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

b. Letakkan bayi dibawah lampu penghangat (radiant warmer)13

c. Singkirkan kain basah yang kontak dengan tubuh bayi

Gambar 2.1 Algoritme Resusitasi pada Bayi Baru Lahir1

2. Jaga jalan nafas (airway positioning)

a. Bayi posisi terlentang (supine) dengan leher pada posisi yang normal

b. Posisi kepala sedikit direndahkan

c. Miringkan kepala dengan leher sedikit ekstensi jika sekretnya banyak

3. Airway suctioning

10

Page 11: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

a. Mekonium Staining

Segera lakukan intubasi dan lakukan tracheal suction sebelum bayi

dikeringkan dan dirangsang. Suction hipofaring dan kemudian lambung

(dengan pipa orogastrik) dengan baik

b. Suction mulut sebelum hidung apabila mekonium tidak ada

c. Suction sebaiknya dibatasi selama 3-5 detik.

4. Berikan rangsangan (stimulation)

a. Rangsang bayi dengan mengeringkan, menghangatkan, dan suction

b. Rangsang taktil : dengan cara menyentil telapak kaki bayi, atau dengan

menepuk-nepuk punggung bayi

c. Hindari metode-metode yang berlebihan dalam memberikan rangsangan

kepada bayi

5. Berikan oksigen

Keadaan hipoksia selalu dijumpai pada bayi baru lahir yang memerlukan

resusitasi. Oleh karena itu, adanya sianosis, bradikardi, atau tanda lainnya dari

gagal nafas selama stabilisasi bayi baru lahir, mengindikasikan perlunya

pemberian oksigan 100%1. Pemberian oksigen sebaiknya dilakukan dengan

hati-hati karena dapat membahayakan. Oksigen dapat diberikan melalui self-

inflating bag, sungkup muka, ataupun melalui kateter10. Tujuan dari pemberian

oksigen adalah keadaan normoksia. Pemberian oksigen yang cukup ditandai

dengan membran mukosa menjadi berwarna merah. Jika keadaan sianosis

terjadi secara berulang ketika pemberian oksigen telah dihentikan, maka

diperlukan perhatian post resusitasi mencakup monitoring konsentrasi oksigen

yang diberikan dan saturasi oksigen darah arteri1.

6. Ventilasi

Indikasi dilakukan positive pressure ventilation yaitu1,10 :

Apneu atau gasping respiration

Bradikardi : denyut jantung < 100 kali/menit

Sianosis sentral persisten (walaupun telah diberikan oksigen 100%)

11

Page 12: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Ventilasi dilakukan melalui bag-valve-mask, pada ventilatory rate 40-60

kali/menit, dapat dilihat pada gambar 2.2. Kunci dari keberhasilan resusitasi

pada neonatus yaitu menjaga agar ventilasinya tetap adekuat1.

Gambar 2.2 Tehnik Ventilasi melalui Bag and Mask14

c. Intubasi endotrakeal dilakukan pada (gambar 2.3) :

Ventilasi bag-valve-mask yang tidak efektif

Tracheal suctioning apabila terjadi aspirasi mekonium yang banyak

Intermittent positive pressure ventilation yang lama

Gambar 2.3 Intubasi pada Neonatus3

7. Kompresi dada

a. Bradikardi dan cardiac arrest biasanya dapat dicegah dengan oksigenasi dan

ventilasi secara efektif pada tahap awal

b. Kompresi dada sebaiknya dimulai jika denyut jantung < 60-80 kali/menit dan

tidak meningkat dengan cepat walaupun telah mendapatkan IPPV secara

efektif selama 30 detik

12

Page 13: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

c. Pada sepertiga bawah sternum dilakukan kompresi ± ½ - ¾ inchi saat denyut

jantung 120 kali/menit

8. Obat-obatan

Obat-obatan yang digunakan yaitu epinefrin, volume expander, ntrium

bikarbonat, nalokson1.

2.6.2 Penilaian Tindakan Resusitasi

Terdapat beberapa keadaan dimana resusiatsi tidak dilakukan dan tindakan resusitasi

dihentikan. Resusitasi tidak dilakukan pada keadaan berikut :

1. Bayi dengan masa gestasi < 23 minggu atau berat badan lahir

< 400 gram

2. Bayi anensefali

3. Bayi dengan trisomi 13 atau 18

Sedangkan pada bayi dengan extremely immature dan bayi dengan kelainan kongenital

masih menjadi perdebatan apakah perlu dilakukan tindakan resusitasi1.

Penghentian usaha resusitasi dilakukan apabila resusitasi yang dilakukan pada

bayi dengan kegagalan kardiorespirasi tidak memberikan respon sirkulasi yang normal

dalam 15 menit. Resusitasi pada bayi baru lahir setelah 10 menit mengalami asistol akan

sangat sulit bagi bayi tersebut untuk bisa bertahan hidup atau bayi tersebut bisa bertahan

hidup namun dengan severe disability1.

2.6.3 Resusitasi pada Neonatus yang Mengalami Depresi Nafas

Sekitar 6 % bayi yang baru lahir mengalami depresi nafas, dan sebagian basar dari bayi

tersebut memiliki berat badan kurang dari 1500 gram, memerlukan bantuan hidup lanjut.

Resusitasi pada neonatus yang mengalami depresi nafas memerlukan 2 atau lebih tenaga

penolong – satu orang bertugas menjaga jalan nafas dan ventilasi, sedangkan yang lain

melakukan kompresi dada jika diperlukan. Orang ketiga bertugas untuk memfasilitasi

pemasangan kateter intravaskuler dan pemberian cairan atau obat3.

Penyebab tersering dari depresi nafas pada neonatus adalah asfiksia intrauterin,

sehingga resusitasi difokuskan pada respirasi. Keadaan hipovolemia juga merupakan

faktor yang mendukung3.

Kegagalan neonatus dalam merespon usaha resusitasi secara cepat menandakan

diperlukan suatu vascular access dan analisa gas darah. Perlu dipikirkan adanya suatu

13

Page 14: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

pneumothoraks (1% kasus) dan anomali kongenital pada jalan nafas, termasuk fistula

trakheoesofageal (1:3000-5000 lahir hidup) dan hernia diafragmatika kongenital (1:2000-

4000)3.

2.7 Resusitasi Kardiopulmoner

Tujuan dari resusitasi kardiopulmoner adalah untuk melindungi sistem saraf pusat selama

keadaan asfiksia. Tahap awal dari resusitasi kardiopulmoner adalah dengan melakukan

antisipasi. Hal ini mencakup pengetahuan mengenai riwayat obstetri dari ibu, riwayat

kehamilan termasuk riwayat persalinan, persiapan dalam proses pemindahan (peralatan,

material, dan obat), dan yang terpenting adalah adanya tim terlatih yang bertugas untuk

melakukan resusitasi 8,13.

Untuk melakukan resusitasi pulmoner, trakea sebaiknya diintubasi dengan segera

dan ventilasi tekanan positif sebaiknya dimulai pada frekuensi nafas 30-60 kali per menit.

Setiap nafas yang kelima, dilakukan nafas buatan selama 2-3 detik untuk

mengembangkan paru yang mengalami atelektasis dan membantu mengeluarkan cairan di

dalam paru. Bukti terakhir menunjukkan bahwa 6 nafas yang kuat pada saat lahir, secara

bermakna dapat meningkatkan trauma paru pada bayi prematur 30 menit sampai

beberapa jam kemudian dan respon terhadap surfaktan secara signifikan dibatasi pada

saat pernafasan yang panjang tersebut5.

2.8 Resusitasi Vaskular

Resusitasi vaskuler seringkali dilupakan dalam melakukan resusitasi pada neonatus5.

Beberapa neonatus dan 2/3 bayi prematur yang memerlukan resusitasi mengalami

hipovolemia pada saat lahir. Diagnosis ini ditegakkan dari pemeriksan fisik (rendahnya

tekanan darah dan pucat) dan respon yang buruk terhadap resusitasi. Tekanan darah

neonatus secara umum berhubungan dengan volume intravaskuler dan seharusnya

dilakukan pemeriksaaan secara rutin. Tekanan darah yang normal tergantung dari berat

badan lahir dan bervariasi dari 50/25 mmHg untuk neonatus dengan berat badan 1-2 kg

sampai 70/40 mmHg untuk berat badan lebih dari 3 kg. Rendahnya tekanan darah

menunjukkan keadaan hipovolemia. Selain itu, hipotensi juga dapat disebabkan oleh

hipokalsemia, hipermagnesemia, dan hipoglikemia3.

14

Page 15: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Apabila kondisi neonatus tidak membaik dengan rangsang taktil dan ventilasi,

maka sebaiknya pemasangan kateter arteri umbikalis untuk mengukur pH dan analisa gas

darah, mengukur tekanan arteri, menambah volume darah, dan untuk memberikan obat.

Sebagian besar neonatus preterm memiliki berat badan lahir < 1250 gram, dan 1-3 % dari

neonatus tersebut memerlukan kateter arteri umbilikalis selama resusitasi. Hal ini

mungkin juga berguna untuk menyediakan jalur intravena untuk menentukan

keadekuatan penggantian volume darah5.

2.9 Kompresi Dada

Indikasi dilakukannya kompresi dada yaitu apabila setelah 15-30 detik, denyut jantung <

60 kali/menit atau antara 60-80 kali/menit dan tidak meningkat setelah pemberian

positive pressure ventilation dengan FiO2 100% 5,7.

Kompresi dada dilakukan pada sternum 1/3 bawah. Tedapat 2 tehnik dari

kompresi dada yaitu1,3:

1. Menggunakan 2 ibu jari yang diletakkan pada sternum (sejajar dengan 1 jari

dibawah puting susu) dengan jari-jari tangan lainnya melingkari dada (the two

thumb-encircling hands technique).

2. Tehnik dengan dua jari tangan kanan(the two finger technique) yang

diletakkan di dada dengan tangan lainnya menyokong punggung.

Beberapa data menunjukkan bahwa the two thumb-encircling hands technique memiliki

beberapa keuntungan dalam mencapai puncak tekanan sistolik dan tekanan perfusi

koroner, sehingga lebih dipilih dibandingkan dengan the two finger technique1.

Dalamnya kompresi dada kurang lebih sepertiga dari diameter anterior-posterior dada1,3,7.

The pediatric basic live support guidelines merekomendasikan dalamnya kompresi dada

kurang lebih 1/3 -½ dari diameter anterior posterior dada. Tidak ada data yang spesifik

mengenai dalamnya kompresi dada yang ideal, namun direkomendasikan untuk

melakukan kompresi dada sekitar sepertiga dari dalamnya dada, tetapi kompresi ini harus

dapat untuk membuat denyut nadi yang teraba secara adekuat1. Tehnik kompresi dada ini

dapat dilihat pada gambar 2.414. Perbandingan antara kompresi dada dengan ventilasi

adalah 3:1, yaitu dengan melakukan 90 kali kompresi dan 30 kali ventilasi dalam satu

menit. Denyut jantung harus dievaluasi secara periodik yaitu setiap 30 detik12,21.

15

Page 16: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Kompresi dada dihentikan apabila denyut jantung terjadi secara spontan lebih dari 80

kali/menit3.

Gambar 2.4 Kompresi Dada14

2.10 Obat-Obat Resusitasi

Obat-obatan jarang diindikasikan pada resusitasi bayi baru lahir1. Obat-obatan diberikan

apabila denyut jantung < 80 kali/menit, walaupun telah mendapatkan ventilasi yang

adekuat dengan oksigen 100% dan telah dilakukan kompresi dada minimal selama 30

detik7,10. Obat-obatan yang digunakan yaitu epinefrin, volume expander, ntrium

bikarbonat, nalokson1. Secara lebih ringkas dapat dilihat pada tabel 2.2.

2.10.1 Epinefrin

Pemberian epinefrin diindikasikan apabila denyut jantung < 60 kali/menit setelah

ventilasi yang adekuat dan kompresi dada selama 30 detik. Epinefrin terutama

diindikasikan apabila terdapat asistol1.

Epinefrin memiliki efek stimulasi terhadap reseptor α dan β adrenergik. Pada

cardiac arrest, α adrenergik menyebabkan vasokonstriksi yang akan meningkatkan

tekanan perfusi selama kompresi dada, sehingga terjadi peningkatan hantaran oksigen ke

jantung dan otak. Epinefrin juga meningkatkan keadaan kontraktil jantung, menstinulasi

kontraksi spontan dan meningkatkan denyut jantung1.

16

Page 17: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Dosis intravena atau endotrakea adalah 0,1-0,3 mL/kg dengan pengenceran

1:10000 (0,01-0,03 mg/kg), dapat diulang setiap 3-5 menit. Pemakaian epinefrin dosis

tinggi pada binatang dapat menyebabkan hipertensi dengan curah jantung yang rendah.

Efek hipotensi yang diikuti dengan hipertensi dapat meningkatkan risiko perdarahan

intrakranial, terutama pada bayi preterm1.

2.10.2 Volume ekspander

Volume ekspander penting untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang

mengalami hipovolemia. Kecurigaan terjadinya hipovolemia diketahui dengan kegagalan

dalam merespon resusitasi. Cairan yang dipilih kristaloid isotonik miosalnya normal salin

atau ringer laktat. Pemberian sel darah merah O-negatif dapat diindikasikan untuk

mengganti kehilangan darah dalam jumlah yang besar. Solution yang menggandung

albumin jarang digunakan untuk ekspansi volume pada tahap awal karena

penggunaannya terbatas, risiko infeksi, dan pada observasi dihubungkan dengan

peningkatan mortalitas1.

Dosis awal dari volume ekspander adalah 10 mL/kg yang diberikan secar

perlahan melalui jalur intravena selama 5-10 menit. Dosis ini dapat diulang setelah

ditentukan kondisi klinis lebih lanjut dan diobservasi respon yang terjadi.pemberian bolus

dalam dosis yang besar dapat dilakukan pada bayi yang lebih besar. Akan tetapi, volume

overload atau komplikasi (misalnya perdarahan intrakranial) dapat terjadi akibat

pemberian volume ekspander intravaskuler yang tidak tepat pada bayi asfiksia dan bayi

preterm1.

2.10.3 Natrium bikarbonat

Natrium bikarbonat diberikan pada keadaan asidosis metabolik yang persisten ataupun

hiperkalemia.dosis yang diberikan yaitu 1-2 mEq/kg dari solution 0,5 mEq/mL yang

diberikan melalui jalur intravena secara perlahan (minimal dalm 2 menit) setelah ventilasi

dan perfusi adekuat1.

2.10.4 Nalokson

Nalokson hidroklorida merupakan antagonis narkotik yang tidak mempunyai efek depresi

respirasi. Secara spesifik diindikasikan untuk melawan efek depresi respirasi pada bayi

baru lahir, yang ibunya mendapat narkotik dalam 4 jam sebelum melahirkan.

Sebelumpemberian nalokson selalu dijaga keadekuatan ventilasi. Jangan memberikan

17

Page 18: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

nalokson pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai menggunakan obat-obat narkotik

(drug abuse) karena dapat menyebabkan efek withdrawal1.

Dosis yang direkomendasikan yaitu 0,1 mg/kg dari 0,4 mg/mL atau solution 1

mg/mL yang diberikan secara intravena, endotrakea, atau apabila perfusinya adekuat

dapat diberikan intramuskular atau subkutan. Karena durasi dari narkotik lebih lama

dibandingkan nalokson, maka monitoring secara kontinyu merupakan hal yang penting,

dan pemberian nalokson dapat diulang untuk mencegah apneu rekuren1.

Tabel 2.2Obat-obatan yang Digunakan selama Resusitasi8,13

OBAT INDIKASI DOSIS CARA

PEMBERIAN

EFEK

Epinefrin Asistol 0,01mg/kg

(0,1 mL/kg)

diencerkan

1:10000

ET, IV ↓ denyut jantung

↓ kontraktilitas

miokard

↓ tekanan arteri

Natrium

bikarbonat

Asidosis

metabolik

1-2 meq/kg

diluted 1:2

(sangat perlahan)

IV Mengoreksi asodosis

metabolik

COP dan perfusi

perifer

Nalokson Ibunya

menggunakan

opiat+bayi

apneu

0,1 mg/kg ET, IV, SC, IM ventilatory rate

Cairan (PRC,

albumin 5%,

normal salin)

Hipovolemia 10-20 mL/kg IV secara

perlahan

tekanan darah

perfusi perifer

Keterangan : ET: endotrakea; IM: intramuskular; IV: intravena; SC: subkutan; PRC:

Packed Red Cells; COP: cardiac output

BAB 3

RINGKASAN

18

Page 19: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Peralihan dari janin menuju kehidupan ekstrauterin ditandai dengan peristiwa fisiologis

yang khas yaitu pertukaran isi paru dari cairan menjadi udara, peningkatan aliran darah

ke paru, dan menutupnya foramen ovale secara fungsionil6. Penilaian pada bayi baru lahir

mencakup panilaian terhadap denyut jantung, pernafasan, tonus otot, reflek, dan warna

kulit5.

Asfiksia diartikan sebagai hipoksemia yang disertai dengan asidosis metabolik8.

Dalam uterus, asfiksia disebabkan oleh hipoksia maternal, penurunan aliran darah

plasental-umbilikal, dan gagal jantung fetal5. Asfiksia dalam kehamilan dapat

menyebabkan keadaan hipervolemik maupun hipovolemik. Asfiksia selama proses

persalinan biasanya menyebabkan hipervolemia kecuali pada kondisi berikut: tekanan tali

pusat lebih besar pada vena umbilikalis dibandingkan pada arteri umbilikalis, terjadi

perdarahan dari plasenta, dan hipotensi pada ibu (misalnya pada syok, trauma, pengaruh

obat anestesi5.

Beberapa alat yang digunakan untuk mendukung napas dan jalan napas meliputi :

kanul hidung, sungkup O2 sederhana, sungkup O2 dengan reservoir, laringoskop, pipa

endotrakeal, selang penghisap, Laringeal Mask Airway (LMA), Umbilical Artery

Catheters5,9.

Dengan apgar skor memungkinkan dilakukan evaluasi kondisi bayi yang baru lahir

pada menit pertama dan kelima kehidupannya. Apgar skor pada menit pertama

merefleksikan kondisi bayi pada saat lahir dan berhubungan dengan kemampuannya

untuk bertahan hidup. Sedangkan apgar skor pada menit ke-5 merefleksikan usaha

resusitasi dan mungkin berhubungan dengan neurological outcome11. Resusitasi neonatus

dibagi menjadi 4 kategori, yaitu1:

1. Langkah dasar, mencakup penilaian secara cepat dan stabilisasi awal

2. Ventilasi, mencakup bag-mask atau bag-tube ventilation

3. Kompresi dada

4. Pemberian cairan atau obat-obatan

Adapun prosedur resusutasi yaitu keringkan dan hangatkan (drying and warming), jaga

jalan nafas (airway positioning), airway suctioning, memberikan rangsangan

(stimulation), pemberian oksigen, ventilasi, kompresi dada, obat-obatan10.

19

Page 20: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

Tujuan dari resusitasi kardiopulmoner adalah untuk melindungi sistem saraf pusat

selama keadaan asfiksia. Tahap awal dari resusitasi kardiopulmoner adalah dengan

melakukan antisipasi8,13.

Resusitasi vaskuler seringkali dilupakan dalam melakukan resusitasi pada

neonatus5. Beberapa neonatus dan 2/3 bayi prematur yang memerlukan resusitasi

mengalami hipovolemia pada saat lahir.

Indikasi dilakukannya kompresi dada yaitu apabila setelah 15-30 detik, denyut

jantung < 60 kali/menit atau antara 60-80 kali/menit dan tidak meningkat setelah

pemberian positive pressure ventilation dengan FiO2 100%5,7.

Obat-obatan jarang diindikasikan pada resusitasi bayi baru lahir11. Obat-obatan

diberikan apabila denyut jantung < 80 kali/menit, walaupun telah mendapatkan ventilasi

yang adekuat dengan oksigen 100% dan telah dilakukan kompresi dada minimal selama

30 detik7,10. Obat-obatan yang digunakan yaitu epinefrin, volume expander, natrium

bikarbonat, nalokson1.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

1. Anonim. International Guidelines for Neonatal Resuscitation: An Excerpt From

the Guidelines 2000 for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care: International Consensus on Science. In: American Academy

of Pediatrics. 15 Agustus 2006.

http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/106/3/e29 (15 Agustus 2006)

2. Wiswell T E. Neonatal Resusitation. Respiratory Care March.2003; 48(3):288-

295

3. Morgan G E, Mikhail M S, Murray M J. a Lange Medical Book Clinical

Anesthesiology. 3th ed. International Edition: McGraw-Hill;2002

4. Latour J. Cardiopulmonary Resusitation in Infants and Children. In: Williams C,

Asquith J,eds. Pediatric Intensive Care Nursing. International Edition: Chuchill

Livingstone; 2000

5. Greogery G A. Resuscitation of The Newborn. In: Miller: Anesthesia. 5 th ed.

Churchill Livingstone;2000

6. Hasan R, Alatas H. Fisiologi Neonatus. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak. Edisi IV.

Jakarta; 1985

7. Givens K. Neonatal Resusitation. In: som. 15 Agustus 2006.

http://www.som.tulane.edu/departments/peds_respcare/neores.htm (15 Agustus

2006)

8. Rudolph A M, Kamei R K, Overby K J. Rudolph’s Fundamentals of Pediatrics.

3rd ed. International Edition: McGraw-Hill; 2002

9. Seidel J, Smerling A, Saltzberg D. Resusitation. In: Crain E F, Gershel J C, eds.

Clinical Manual of Emergency pediatrics. 4th ed. International Edition: McGraw-

Hill;2003

10. Yee L C. Manual of Anaesthesia for Medical Officers. Kuala Lumpur. Sp-Muda

Printing Sdn. Bhd

11. Anonim. Noenatologi. In: Soetjiningsih, Suandi I K G, Utama D L. Petunjuk

Pemeriksaan Fisik pada Bayi dan Anak. Denpasar: Lab/SMF Ilmu Kesehatan

Anak FK UNUD; 2001

21

Page 22: Fisilogi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir

12. Latour J. Cardiopulmonary Resusitation in Infants and Children. In: Williams C,

Asquith J,eds. Pediatric Intensive Care Nursing. International Edition: Chuchill

Livingstone; 2000

13. Rudolph A M, Kamei R K. Rudolph’s Fundamentals of Pediatrics. 2nd ed. USA:

Appleton and Lange; 1998

14. Weinstein M. Neonatal Resusitation and Care of the Newborn at Risk. In:

DeCherney A H, Nathan L, eds. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis

and Treatment. 9th ed. International Edition: McGraw-Hill; 2003

22