FIQIH KELAS 10 LENGKAP

84
1 FIQIH MUAMALAH BUKU AJAR FIKIH KELAS X MADRASAH ALIYAH Penyusun Dr. Rosidin, M.Pd.I YAYASAN ALMAARIF SINGOSARI MADRASAH ALIYAH ALMAARIF SINGOSARI 2014

description

Oleh Dr.Rosyidin

Transcript of FIQIH KELAS 10 LENGKAP

Page 1: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

1

FIQIH MUAMALAH

BUKU AJAR FIKIH

KELAS X MADRASAH ALIYAH

Penyusun

Dr. Rosidin, M.Pd.I

YAYASAN ALMAARIF SINGOSARI

MADRASAH ALIYAH ALMAARIF

SINGOSARI

2014

Page 2: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

2

BAB I HUKUM ISLAM TENTANG KEPEMILIKAN

A. KEPEMILIKAN 1. Pengenalan Istilah Menurut bahasa, kepemilikan berarti penguasaan seseorang terhadap harta, dalam artian hanya dirinya yang berhak melakukan pentasharufan terhadapnya. Menurut istilah, kepemilikan berarti keterkhususan terhadap sesuatu yang membuat orang lain tidak boleh mengambil-nya; dan menjadikan pemiliknya bisa

mentasharufkannya secara mendasar (إبتدا٤), kecuali ada suatu penghalang yang

ditetapkan oleh Syara’. 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Al-Hadid: 7

(7: احلدد)

7. Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari

hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya [*]. Maka orang-orang

yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya

memperoleh pahala yang besar.

[*] Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah SWT. manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah SWT. karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.

2) Hud: 61

(16: د)

Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-

Nya.

3) Al-An’am: 165

165. Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia

meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,

untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya

Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.

Page 3: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

3

4) Al-Baqarah: 29

(99: ايبكس٠)

29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.

5) Al-Mulk: 15

(61: املو)

15. Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di

segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-

Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

b. Dalil Hadits

اي ايصخاب١ زض زد : اياس شسنا٤ ف ع ك فطعت ض ع ص٢ اي ت ع ايب : غص قا ع

اياز. ا٤، اي اياز. ثاث١: ف ايهأ، ا٤ اي شسنا٤ ف٢ ايهإل ط ا١: اي ا ( ف ز دز أب دا د أح

شب١. أب اب ك ثكات ايب (.زدايDiriwayatkan dari seorang Sahabat RA yang berkata: Saya berperang bersama Nabi

SAW, lalu saya mendengar beliau bersabda: “Manusia bersekutu dalam tiga hal:

rumput liar, air dan api. Dalam redaksi lain: “Kaum muslimin bersekutu dalam rumput

liar, air dan api. [HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah. Para perawi

Hadits ini berstatus tsiqqah (dapat dipercaya)]

ز أب أ ٠ ع عس خ٢ ب اي ع -ض ض -ص٢ اهلل ع ا ايبخاز . )ز أحا أزضا ت١ ف٢ ي : قا

ايط ك ايب حبا اب د أح ايو ايداز ايتسر د دا اب اط شب١ ا٥ اب اب يدازق

صخح(. را حدح حط أب عط٢ . قا ايبساDiriwayatkan dari Yahya bin ‘Urwah dari ayahnya yang meriwayatkan bahwa Rasulullah

SAW bersabda: “Barangsiapa menghidupkan bumi mati (tanah kosong), maka bumi itu

menjadi miliknya”. *HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Darimi, Malik,

Ahmad, Ibn Hibban, al-Baihaqi, al-Nasa’i, al-Daruquthni, Ibn Abi Syaibah dan al-

Thabarani. Abu ‘Isa berkata: “Ini adalah Hadits Hasan Shahih].

3. Teori a. Bisa-tidaknya suatu harta untuk dimiliki Dalam kaitannya dengan bisa-tidaknya untuk dimiliki, harta terbagi menjadi 3:

1) Harta yang sama sekali tidak bisa dimilikkan (al-Tamlik, menjadikannya milik orang lain) dan tidak pula bisa dimiliki oleh diri

Page 4: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

4

sendiri. Misalnya: jalan umum, jembatan, benteng, rel kereta api, museum, perpustakaan umum, taman umum, dan lain-lain.

2) Harta yang tidak bisa dimiliki kecuali dengan adanya sebab yang ditetapkan oleh Syara’. Contoh: harta wakaf dan asset-aset Negara (baitul maal). Oleh karena itu, harta wakaf tidak boleh dijual maupun dihibahkan. Jika roboh atau biaya perawatannya lebih tinggi daripada keuntungan yang dihasilkan-nya, maka pihak pengadilan bisa mengeluarkan izin agar harta wakaf itu ditukarkan.

3) Harta yang bisa dimiliki (al-Tamalluk) dan dimilikkan (al-Tamlik) secara mutlak tanpa ada suatu syarat atau pembatasan tertentu.

b. Macam-macam Kepemilikan 1) Kepemilikan sempurna. Yaitu kepemilikan atas sesuatu secara

keseluruhan, baik zatnya (bendanya) maupun kemanfaatannya (penggunaannya). Karakteristik kepemilikan sempurna adalah kepemilikan yang mutlak, permanen yang tidak terbatasi oleh masa tertentu dan tidak bisa digugurkan. Seseorang yang memiliki kepemilikan sempurna terhadap sesuatu diberi kewenangan utuh berupa kebebasan menggunakan, mengembangkan, menginvestasikan dan melakukan pentasharufan terhadap sesuatu miliknya itu sekehendak dirinya. Apabila si pemilik merusakkan apa yang ia miliki, maka tidak ada denda apapun atas dirinya. Akan tetapi, ia terkena sanksi agama (dosa), sebab merusakkan harta hukumnya adalah haram.

2) Kepemilikan tidak sempurna. Yaitu kepemilikan sesuatu, akan tetapi hanya zatnya (bendanya), atau kemanfataannya (penggunaannya) saja.

c. Macam-macam Kepemilikan Tidak Sempurna Ada 3 macam kepemilikan tidak sempurna:

1) Kepemilikan terhadap sesuatu, akan tetapi hanya bendanya saja. Yaitu sesuatu yang bendanya milik seseorang, sedangkan penggunaan dan kemanfaatannya milik orang lain. Misalnya: Si A mewasiatkan untuk si B bahwa si B boleh menempati rumah si A selama 3 tahun. Maka ketika si A meninggal dunia, maka rumah itu, maksudnya bendanya tetap milik ahli waris si A berdasarkan hak waris. Sedangkan penggunaan dan kemanfaatannya adalah milik si B selama batas waktu yang ditentukan. Jika batas waktu yang ditetapkan telah habis, maka kemanfaatan rumah itu kembali menjadi milik ahli waris, sehingga kepemilikan ahli waris terhadap rumah itu kembali sempurna dan utuh.

2) Kepemilikan atas manfaat suatu barang yang bersifat personal atau hak pemanfaatan dan penggunaan (haqqul intifa’). Ada lima sebab atau faktor munculnya kepemilikan manfaat atau hak pemanfaatan dan penggunaan, yaitu peminjaman (al-i’arah), penyewaan (al-ijarah), pewakafan, wasiat dan pembolehan (al-ibahah). Contoh pembolehan

Page 5: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

5

adalah seseorang mengizinkan kepada orang lain untuk mengonsumsi makanan miliknya; juga seperti izin yang bersifat umum, seperti lewat di jalan, duduk di taman, masuk ke sekolahan, dan lain-lain.

3) Kepemilikan atas manfaat yang bersifat kebendaan atau haqqul irtifaq. Definisi haqqul irtifaq adalah sebuah hak yang ditetapkan atas suatu harta tidak bergerak, demi kemanfaatan dan kepentingan harta tidak bergerak lainnya yang dimiliki orang lain. Misalnya: hak atas air irigasi (haqqusy-syirbi), hak kanal atau saluran air (haqqul majra), hak saluran pembuangan air (haqqul masiil), hak lewat, hak bertetangga dan hak karena berada di tempat bagian atas.

d. Sebab-sebab Kepemilikan Sempurna 1) Menguasai sesuatu yang statusnya mubah (bukan milik siapapun, al-

istila’ ‘alal mubah). Harta mubah adalah harta yang tidak masuk dalam di dalam kepemilikan orang tertentu dan tidak ada suatu alasan yang diakui oleh syara’, yang menghalangi untuk memilikinya. Contoh: air yang terdapat di tempat sumbernya, rumput, kayu dan pohon di tengah gurun, hasil buruan darat dan hasil tangkapan laut. Menguasai sesuatu yang mubah memiliki empat bentuk: 1) Ihya’ al-Mawat (menghidupkan lahan mati), yaitu mengolah dan memperbaiki lahan yang mati dan kosong; 2) Berburu, yaitu meletakkan “tangan” atas sesuatu yang mubah, yang tidak dimiliki oleh siapapun. Baik berburu dalam bentuk sesungguhnya (al-istila’ al-fi’li), yaitu menangkap dan memegangnya; atau dengan berburu dalam bentuk yang bukan sesungguhnya, namun hukumnya sama dengan berburu dalam bentuk sesungguhnya (al-istila’ al-hukmi). Dalam al-istila’ al-hukmi ini disyarat-kan harus ada niat, maksud dan kesengajaan. Oleh sebab itu, jika ada seekor burung bersarang dan bertelur di tanah seseorang, maka itu menjadi milik orang yang pertama mengambilnya. Namun jika si pemilik memang berniat dan sengaja menyiap-kan tanah untuk sarang dan tempat bertelur burung tersebut, maka itu menjadi milik si pemilik tanah; 3) Menguasai rerumputan (al-kala’) dan pohon lebat (al-ajam). Al-Kala’ adalah rerumputan yang tumbuh dengan sendirinya di atas tanah tanpa ditanam; sedangkan al-Ajam adalah pepohonan lebat yang terdapat di hutan belantara atau tanah tidak bertuan; 4) Menguasai kekayaan tambang (al-ma’adin) dan harta terpendam (al-kunuz). Al-Ma’adin adalah kekayaan alam yang terdapat di dalam perut bumi secara alami, seperti emas, perak, tembaga, besi, timah, dan lain sebagainya. Al-Kunuz adalah harta yang dipendam dan disimpan di dalam bumi, baik pada era jahiliyah maupun pada era Islam. Harta terpendam Islam adalah harta terpendam yang memiliki semacam tanda atau tulisan yang menunjukkan bahwa harta itu dipendam setelah kemunculan Islam, seperti tulisan kalimat syahadat atau mushhaf, atau ayat al-Qur’an atau nama khalifah muslim. Sedangkan

Page 6: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

6

harta terpendam jahiliyah adalah harta terpendam yang memiliki tanda atau tulisan yang menunjukkan bahwa harta itu dipendam sebelum era Islam, seperti pahatan gambar arca atau patung, atau tulisan nama penguasa jahiliyah, dan lain sebagainya. Harta terpendam Islam statusnya tetap menjadi milik si pemiliknya. Oleh karena itu, tidak bisa menjadi milik orang yang menemukannya, akan tetapi dikategorikan sebagai harta temuan (al-luqathah), sehingga si penemunya harus mengumumkannya. Sedangkan harta terpendam jahiliyyah, maka seperlimanya adalah untuk kas Negara (baitul mal), sedangkan sisanya untuk si penemunya secara mutlak.

2) Akad-akad pemindah kepemilikan. Ada dua macam sebab kepemilikan, yaitu ada yang berdasarkan persetujuan dan kerelaan si pemilik; dan ada yang bersifat paksaan. Contoh akad yang berdasarkan persetujuan adalah jual beli, hibah, wasiat dan sebagainya. Ini adalah sebab atau sumber munculnya kepemilikan yang paling penting, paling umum dan paling banyak terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Karena akad-akad tersebut memerankan aktivitas ekonomi yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia melalui jalur transaksi. Sedangkan contoh akad yang bersifat paksaan adalah pencabutan kepemilikan secara paksa dalam Syuf’ah. Misalnya: Ada sebidang tanah milik bersama antara si A dan si B; sementara tanah itu belum dibagi dan ditentukan tapal batasnya. Lalu si B menjual bagiannya kepada si C dengan harga 100 misalnya, maka di sini si A memiliki hak Syuf’ah untuk mengambil alih bagian si B yang dibeli si C itu secara paksa dengan mengganti harga pembelian yang telah diserahkan si C, yaitu 100. Contoh lainnya adalah mengambil alih kepemilikan demi kepentingan umum, yaitu mengambil alih kepemilikan suatu tanah milik seseorang secara paksa dengan memberinya kompensasi sesuai dengan harga yang adil untuk tanah itu, karena ada kondisi darurat atau demi kemaslahatan umum, seperti untuk memperluas masjid, memperluas jalan, dan sebagainya.

3) Al-Khalafiyah (pergantian kepemilikan). Al-Khalafiyah ada dua bentuk, yaitu pergantian antara individu dengan individu yang lain, yaitu pewarisan; dan pergantian antara sesuatu dengan sesuatu yang lain, yaitu pendendaan (al-tadhmin).

4) Sesuatu yang muncul dan terlahir (terhasilkan) dari sesuatu yang dimiliki. Maksudnya, bahwa apa yang terlahir atau terhasilkan (disebut al-far’u) dari sesuatu yang dmiliki (disebut al-ashlu), maka itu adalah milik si pemilik al-ashlu tersebut. Baik keterhasilan itu terjadi karena si pemilik maupun terjadi secara alamiah. Oleh karena itu, orang yang menggashab suatu lahan, lalu ia menanaminya, maka tanaman itu adalah miliknya; karena tanaman itu adalah hasil pertumbuhan benih miliknya yang ia taburkan. Namun ia berkeharusan untuk membayar

Page 7: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

7

biaya sewa lahan tersebut dan membayar ganti rugi kepada si pemilik lahan akibat penanaman tersebut. Adapun buah suatu pohon, anak binatang, bulu domba dan air susunya, maka itu semua menjadi milik si pemilik al-ashlu.

B. AKAD 1. Pengenalan Istilah Secara etimologis, akad berarti mengikatkan antara dua sisi sesuatu, baik berupa ikatan kongkret maupun abstrak; dari salah satu sisi maupun kedua sisi. Secara terminologis, akad memiliki dua pengertian, yaitu pengertian umum dan pengertian khusus. Pengertian umum dari akad lebih dekat pada pengertian etimologis di atas dan berlaku umum di kalangan ulama Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah:

س٤ عص ا ن ا٤ فع، ع٢ اي قف، فسد٠ بإزاد٠ صدز ض ٢إي احتاج ا ناي ا٤ نايبع، إصا٥ ف إزادت ض شخص

احد ا .شخص

“Segala sesuatu yang ingin dilaksanakan oleh seseorang, baik berasal dari keinginan satu

pihak saja –semisal wakaf– maupun berasal dari keinginan dua belah pihak –semisal jual

beli–”; baik berasal dari satu orang maupun dua orang”.

Pengertian khusus dari akad adalah:

إذاب إزتباط ع د ع٢ بكب خ ف اثس جبت صس

“Mengaitkan antara Ijab dengan Qabul sesuai dengan ketentuan Syariat yang pengaruhnya

ditetapkan (ketika) di lokasi”.

Page 8: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

8

احد نال تعل ف اثس ظس د ع٢ شسعا باألخس ايعاقد خ اي

“Mengaitkan pernyataan salah satu pihak yang bertransaksi dengan pihak lainnya secara

Syar’i sesuai dengan ketentuan pengaruhnya terlihat (ketika) di lokasi”.

Pendek kata, akad merupakan perjanjian tertulis yang berisikan Ijab (penawaran) dan Qabul (penerimaan). 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Al-Ma’idah: 1

(6: املا٥د٠)

1. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.

2) Al-Isra’: 34

(43: اإلضسا٤)

34. Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung-

jawabannya.

3) Al-Mu’minun: 8

(8: املؤ)

8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan

janjinya.

b. Dalil Hadits Pada dasarnya, dalil Hadits yang menyangkut akad sangat banyak. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya jenis akad dalam Islam, mulai dari jual beli, hibah, musyarakah hingga perbankan Syariah. Semua dalil akad tersebut dapat dijadikan sebagai dalil akad. Kendati demikian, berikut ini penyusun sajikan satu contoh dalil Hadits terkait akad:

اي زض دد أ أب ع ص٢ ع عف اي س ب ع عبد اي ب -حدثا نجري ب ض : -ص٢ اهلل ع ...قا

ع٢ شس ط أحاي اد اب د دا أب ا ايتسر حساا. )ز أح إال شسطا حس حالال أ ط اب د

را حدح حط أب عط٢ . قا ايبسا ايدازق ايخان ك ايب صخح(. حباKatsir bin ‘Abdillah bin ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani menceritakan Hadits dari ayahnya dari

kakeknya yang meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: … Dan kaum

muslim itu (menetapi) syarat-syaratnya, kecuali syarat yang mengharamkan perkara

halal; atau menghalalkan perkara haram”. *HR. Al-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibn Majah,

Ahmad, Ibn Hibban, al-Baihaqi, al-Hakim, al-Daruquthni dan al-Thabarani. Abu ‘Isa

berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih]. Secara garis besar, Hadits di atas menegaskan bahwa umat muslim diperkenankan untuk memberikan syarat-syarat tertentu dalam akad yang dilakukan; asalkan syarat-syarat tersebut tidak mengharamkan apa yang dihalalkan Syariat, atau menghalalkan apa yang diharamkan oleh Syariat.

Page 9: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

9

3. Teori a. Rukun Akad Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali, rukun akad ada tiga, yaitu

orang yang berakad (عاقد) misalnya penjual dan pembeli, perkara yang menjadi

objek akad ( د ع عك ), misalnya barang dan harga, serta redaksi akad (صػ١), yaitu

Ijab dan Qabul. Menurut mazhab Hanafi, rukun akad hanya ada satu yaitu Ijab-Qabul atau sesuatu yang menempati posisi Ijab-Qabul. Dengan kata lain, rukun akad adalah segala sesuatu yang mencerminkan kesepakatan antara keinginan kedua belah pihak yang bertransaksi, baik berupa perbuatan, isyarat maupun tulisan. Sedangkan orang yang berakad (‘aqid) maupun objek akad (ma’qud ‘alaih) adalah konsekuensi logis dari adanya Ijab-Qabul. Mazhab selain Hanafi mendefinisikan Ijab-Qabul sebagai berikut:

Ijab adalah suatu pernyataan dari pemilik asal –semisal penjual–, meskipun diucapkan lebih akhir;

Qabul adalah suatu pernyataan dari pemilik berikutnya –semisal pembeli–, meskipun diucapkan lebih awal.

Sedangkan mazhab Hanafi mendefinisikan Ijab-Qabul sebagai berikut: Ijab adalah menetapkan suatu perbuatan tertentu yang menunjukkan

kerelaan, yang diucapkan pertama kali oleh salah seorang yang

berakad, baik berasal dari pemilik asal (املو) –semisal penjual–

maupun pemilik berikutnya (املتو) –semisal pembeli–;

Qabul adalah suatu pernyataan yang diucapkan kali kedua, yang menunjukkan kerelaan dan kesepakatannya dengan pernyataan pertama (Ijab).

Jadi, definisi mazhab Hanafi lebih mengacu pada dimensi waktu, yaitu pernyataan yang pertama kali muncul disebut dengan Ijab, sedangkan pernyataan yang muncul berikutnya disebut dengan Qabul. Sedangkan definisi mazhab non-Hanafi mengacu pada dimensi subyek, yaitu pernyatan yang diucapkan oleh pemilik asal disebut dengan Ijab, sedangkan pernyataan yang diucapkan oleh pemilik berikutnya disebut dengan Qabul, tanpa memedulikan waktu terucapnya pernyataan tersebut. Dalam Pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, rukun dan syarat hampir sama dengan syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat (BW), yaitu:

1) Pihak-pihak yang berakad harus memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Dalam hukum positif disebut sebagai “Cakap”. Kriteria “Cakap” menurut Buku I Pasal 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah:

Page 10: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

10

Individu yang sudah berusia 18 tahun atau sudah pernah menikah. Sementara bagi yang belum berusia 18 tahun dapat mengajukan permohonan pengakuan cakap untuk melakukan perbuatan hukum melalui putusan pengadilan. Pendewasaan tersebut dalam istilah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut sebaga Handlichting. Sebaliknya, jika seseorang sudah berusia 18 tahun atau sudah menikah, tetapi tidak cakap melakukan perbuatan hukum (disebut muwalla atau dalam istilah hukum perdata onder curatele atau di bawah pengampunan), dia harus mendapatkan penetapan dari pengadilan untuk pengangkatan seorang wali (pengampu). Wali inilah yang nantinya akan mewakili orang tersebut untuk melakukan perbuatan hukum.

Badan hukum atau badan usaha yang tidak berbadan hukum, yang tidak dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

2) Objek akad harus amwal atau menawarkan jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak. Dalam hukum positif, hal ini disebut “causa yang halal” atau “sebab yang halal”. Dalam hukum syariah, harus halal, tidak boleh haram!. Sementara dalam hukum konvensional, ada hal yang dalam Islam dihukumi haram, masih bisa dilakukan, contohnya perdagangan babi atau minuman keras.

3) Tujuan pokok akad. Akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad. Dalam hukum positif, hal ini disebut “hal tertentu”. Karena harus ada tujuan tertentu dalam pembuatan suatu akad, objek yang diperjanjikan harus diuraikan secara jelas. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi perselisihan mengenai objek yang diperjanjikan.

4) Adanya kesepakatan. Dalam hukum positif juga disebut syarat “sepakat”. Kesepakatan dalam hukum positif dijadikan sebagai landasan lahirnya setiap perjanjian dan harus diletakkan pada bagian awal perjanjian. Kesepakatan ini juga merupakan salah satu syarat mutlak dalam akad syariah. Bahkan dalam hukum kebiasaan masyarakat Arab, kesepakatan tersebut harus dinyatakan secara lisan dan tegas, seperti dalam jual beli, yang diekspresikan dengan kata-kata “Saya jual” dan disambut dengan kata-kata “Saya beli”.

Dengan demikian, syarat sah akad adalah cakap, objeknya amwal (halal), memiliki tujuan pokok dan adanya kesepakatan. Rukun akad merupakan prasyarat penting yang harus ada dalam setiap akad. Tidak adanya salah satu unsur dalam rukun akad tersebut dapat mengakibatkan batalnya suatu akad. Dalam setiap akad syariah, rukun akad yang harus ada adalah: subjek akad (aqid), objek yang diperjanjikan (al-ma’qud),

Page 11: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

11

dan sepakat yang dinyatakan (shighatul ‘aqad atau lebih dikenal dengan Ijab Qabul). Syarat akad merupakan syarat untuk dapat dilaksanakannya suatu akad. Seperti halnya syarat sah perjanjian berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat, syarat pelaksanaan akad meliputi:

Syarat subyektif atau pihak-pihak yang melaksanakan akad. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, subyek akad harus “cakap” untuk melakukan perbuatan hukum dan sepakat untuk membuat suatu akad.

Syarat obyektif, atau syarat atas objek yang diperjanjikan dalam akad. Dalam setiap akad, objek yang diperjanjikan harus amwal (halal). Selain itu, objek harus merupakan barang yang secara prinsip sudah dimiliki oleh pihak yang akan menyerahkan/menjualnya.

Pada akad syariah, penghimpunan dan penyaluran dana dilarang mengandung unsur MAGHRIB, yaitu: MAisir (spekulasi atau judi), GHarar (tipu muslihat), RIba (bunga) dan Bathil (kejahatan). b. Prinsip-prinsip Akad Berdasarkan telaah terhadap dalil-dalil al-Qur’an, Hadits maupun hasil ijtihad para ulama, didapati banyak prinsip-prinsip akad dalam Syariat Islam. Ini adalah daftar prinsip-prinsip akad Syariat:

Sukarela (ikhtiyari) Menepati janji (amanah) Kehati-hatian (ikhtiyati) Tidak berubah (luzum) Saling menguntungkan Kesetaraan (taswiyah) Transparansi Kemampuan Kemudahan Iktikad baik Sebab yang halal

Sebagian besar sama dengan prinsip-prinsip dalam akad konvensional (non-Islami), meskipun ada yang membedakan secara signifikan antara akad Syariat dengan akad konvensional. Di antara perbedaan akad Syariat dengan perjanjian konvensional adalah:

1) Tidak berubah (konstan). Yang dimaksud tidak berubah di sini adalah nilai objek jual belinya (dalam hal perjanjian jual beli atau proporsi bagi hasil [nisbah] dalam hal perjanjian kerja sama bagi hasil). Pada konsep dasarnya, prinsip syariah tidak menganggap uang sebagai komoditas. Oleh karena itu, tidak dikenal adanya prinsip time value of money. Jadi, uang Rp. 1.000.000 pada hari ini dan uang Rp. 1.000.000 pada tiga tahun lagi, nilainya tetap sama. Dalam bank konvensional uang Rp. 1.000.000 pada hari ini berbeda nilainya dengan uang Rp.

Page 12: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

12

1.000.000 pada tiga tahun agi. Ini terjadi karena adanya konsep “bunga”. Artinya, apabila tingkat bunga 10% per tahun, uang Rp. 1.000.000 pada hari ini nilainya sama dengan Rp. 1.300.000 pada tiga tahun lagi (ditambah bunganya 30%). Yenni adalah seorang pedagang mobil yang menjual mobil-mobilnya baik secara tunai maupun kredit. Suatu hari, Putri membeli sebuah mobil Marcedes Benz tahun 2010 warna hitam metalik dari Yenni seharga Rp. 800 juta. Pada saat itu, Putri tidak memiliki uang tunai, tetapi mampu membeli secara cicilan. Oleh karena itu, Putri memiliki dua pilihan untuk membiayai keinginannya memiliki mobil. Pertama, dia bisa menghubungi bank konvensional untuk meminta kredit kepemilikan mobil. Atau pilihan kedua, menghubungi bank syariah untuk membelikan mobil tersebut dan selanjutnya Putri akan membeli mobil itu dengan cara pembayaran cicilan kepada bank syariah. Apabila pembelian mobil tersebut dibiayai bank konvensional, Putri harus membayar Rp. 800 juta ditambah bunga. Besarnya bunga bergantung pada lamanya periode pembayaran cicilan. Semakin lama periode cicilan, maka bunganya akan semakin besar. Dalam hal bunganya 10% per tahun, apabila periode pembayaran cicilan 1 tahun, total harga mobil adalah Rp. 880 juta. Apabila periode pembayaran cicilan 2 tahun, total harga mobil adalah Rp. 960 juta. Apabila periode pembayaran cicilan 3 tahun, total harga mobil adalah Rp. 1.040 milyar. Dan seterusnya. Sementara dalam konsep syariah, jika Putri membeli dengan cara cicilan, harga yang harus dibayar Putri jumlahnya tetap (misalnya) Rp. 900 juta, yaitu harga mobil Rp. 800 juta ditambah laba bank Rp. 100 juta. Periode cicilan (jangka waktu pembayaran cicilan), apakah 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun atau 4 tahun, tidak memengaruhi jumlah pembayaran cicilan, yaitu Rp. 900 juta. Periode pembayaran cicilan bergantung pada kesepakatan antara Putri sebagai nasabah dengan bank syariah.

2) Transparan. Transparan artinya tidak ada tipu muslihat, semua hak dan kewajiban masing-masing pihak diungkap secara tegas dan jelas dalam akad perjanjian. Pengungkapan hak da kewajiban ini terutama yang berhubungan dengan risiko yang mungkin akan dihadapi masing-masing pihak. Dalam kasus Putri, bank syariah (sebagai penjual) harus menyebutkan di awal perjanjian bahwa harga pokok mobilnya sebesar Rp. 800 juta dan margin keuntungan yang diambil bank sebesar Rp. 100 juta. Hal seperti itu harus dinyatakan dalam akad. Misalnya, pada akad murabahah, bank syariah selaku penjual harus menyebutkan berapa harga pokok barang yang ditransaksikan dan berapa besar margin keuntungannya.

Page 13: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

13

BAB II SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM

A. JUAL BELI 1. Pengenalan Istilah Mengutip pendapat Wahbah al-Zuhailî, definisi jual beli secara bahasa adalah

proses tukar menukar barang dengan barang ( ٧صب ٧ش ١ابك ).

Secara terminologi, jual beli menurut ulama Hanafi adalah tukar-menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara tertentu. Atau, tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau mu’atha (tanpa ijab qabul). Dengan demikian, jual beli satu dirham dengan satu dirham tidak termasuk jual beli, karena tidak sah. Begitu pula, jual beli seperti bangkai, debu dan darah tidak sah, karena ia termasuk jual beli barang yang tidak disenangi. Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ mengatakan bahwa jual beli adalah tukar-menukar barang dengan barang, dengan maksud memberi kepemilikan. Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mugni mendefinisikan jual beli dengan tukar-menukar barang dengan barang yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak milik. Kata bay’ (jual beli) adalah pecahan dari kata baa’un (barang), karena masing-masing pembeli dan penjual menyediakan barangnya dengan maksud memberi dan menerima. Kemungkinan juga, karena keduanya berjabat tangan dengan yang lain. Atas dasar itulah, jual beli (bay’) dinamakan syafaqah yang artinya transaksi yang ditandai dengan jabat tangan. Maksud dari maal (harta dan barang) itu sendiri, menurut ulama Hanafi, adalah segala sesuatu yang disukai oleh tabiat manusia dan bisa disimpan sampai waktu dibutuhkan. Sedangkan standar sesuatu itu disebut maal adalah ketika semua orang atau sebagian dari mereka memperkaya diri dengan maal tersebut. Ahmad Musthafa az-Zarqa mengkritik definisi maal di atas, lalu menggantinya dengan definisi yang lain, yaitu maal adalah semua barang yang memiliki nilai meterial menurut orang. Berdasarkan hal inilah maka menurut ulama Hanafi, manfaat dan hak-hak tidak termasuk kategori maal (harta), sementara bagi mayoritas ahli fikih, hak dan manfaat termasuk harta yang bernilai. Pasalnya, menurut mayoritas ulama, tujuan akhir dari kepemilikan barang adalah manfaat yang ditimbulkannya. 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Al-Baqarah: 275

(971: ايبكس٠)

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Page 14: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

14

2) Al-Baqarah: 282

(989: ايبكس٠)

(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai

yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)

kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli. 3) Al-Baqarah: 198

(698: ايبكس٠)

198. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan)

dari Tuhanmu.

4) Al-Nisa’: 29

(99: ايطا٤)

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

b. Dalil Hadits

اهلل ص زض : ض٦ بسد٠ قا أب ع ن بد ايسد : ع ؟ قا أفط ايهطب أطب أ : أ ض ٢ اهلل ع

طتدزى ف اي ا ايخان ز )ز بع بس ا ف شعب اإل ك (.ايبDiriwayatkan dari Abu Burdah yang berkata: Rasulullah SAW ditanya, apakah pekerjaan

yang paling bagus atau paling utama?. Beliau bersabda: “Orang yang berwiraswasta

dan setiap jual beli yang baik *yakni tidak disertai unsur penipuan dan khianat+”. [HR.

Al-Hakim dalam al-Mustadrak dan al-Baihaqi dalam Syu’ub al-Iman].

اي زض : قا : ضعت أبا ضعد ايخدز٣ ك أب قا د٢ ع صايح اي د ب دا - ع ض : -ص٢ اهلل ع

تساض ا ايبع ع شب١(.إ اب اب ك ايب حبا اب اد ا اب . )زDari Dawud bin Shalih al-Madani dari ayahnya yang berkata: Saya mendengar Abu Sa’id

al-Khudri berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu berdasarkan

suka sama suka”. *HR. Ibn Majah, Ibn Hibban, al-Baihaqi dan Ibn Abi Syaibah].

c. Ijma’ Kaum muslimin sepakat atas bolehnya melakukan jual beli dan kebijakan memang mengharuskan adanya aktivitas jual beli ini, karena kebutuhan manusia sehari-hari pada umumnya bergantung pada apa yang ada di tangan kawannya, sedangkan kawan tersebut tidak memberikannya dengan cuma-cuma kepada rekannya. Maka di dalam pensyariatan jual beli, terdapat sarana

Page 15: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

15

yang sah untuk menggapai tujuan dengan cara yang sah, tanpa menzhalimi orang lain. d. Pendapat Ulama Imam Syafi’i berkata: “Hukum asal seluruh jual beli adalah mubah, jika disertai dengan kerelaan kedua belah pihak (penjual-pembeli) atas apa yang mereka perjual-belikan, kecuali apa yang dilarang oleh Rasulullah SAW. Jual beli yang tercakup dalam larangan Rasulullah SAW, berarti hukumnya haram; sedangkan jual beli yang tidak tercakup dalam larangan Rasulullah SAW, berarti hukumnya mubah, atas dasar kebolehan jual beli yang disebutkan dalam Kitabullah (al-Qur’an)”.

3. Teori a. Rukun Jual Beli Secara ringkas, ada tiga rukun jual beli menurut jumhur ulama (selain Hanafiyah):

1) Orang yang berakad (ايعاقد): Meliputi Penjual (ايبا٥ع) dan Pembeli ( صتس (اي

2) Objek akad (د ع عك ) Meliputi Harga :(اي (ج) dan Barang (ث

3) Pernyataan kesepakatan akad (ايصػ١): Meliputi Penyerahan pihak

penjual (اإلذاب) dan Penerimaan pihak pembeli ( .(ايكب

b. Jual Beli yang Diperselisihkan Hukumnya Di antara bentuk jual beli yang masih diperselisihkan hukumnya di

kalangan ulama adalah jual beli Mu’athah (عاط١ .(اي

Pengertian jual beli Mu’athah adalah kedua pihak yang berakad sepakat atas harga dan barang yang diperjual-belikan, kemudian saling serah-terima tanpa disertai Ijab-Qabul; meskipun terkadang ada yang salah satu pihak yang mengucapkannya. Contoh: Seorang pembeli mengambil barang dagangan, kemudian dia menyerahkan uang kepada penjual; atau seorang penjual menyerahkan barang dagangan kepada pembeli, lalu pembeli itu menyerahkan uang kepadanya tanpa disertai kata-kata maupun isyarat; baik barang yang diperdagangkan itu remeh-temeh (semisal jajanan) maupun berharga (barang elektronik). Para ulama berbeda pendapat tentang jual beli Mu’athah ini. Berikut ringkasan pendapat mereka:

1) Menurut pandangan yang unggul dalam madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, jual beli Mu’athah hukumnya sah, apabila memang sudah menjadi adat kebiasaan, yang menunjukkan kerelaan sekaligus mewakili keinginan masing-masing pihak yang berakad. Jual beli dinilai sah dengan segala hal yang menunjukkan adanya kerelaan, karena sepanjang sejarah, umat manusia telah mempraktikkan jual beli Mu’athah ini di pasar-pasar, dan tidak ada yang mengingkarinya.

Page 16: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

16

2) Menurut sebagian madzhab Syafi’i, akad itu disyaratkan dengan redaksi yang jelas; dengan Ijab dan Qabul; sehingga jual beli Mu’athah hukumnya tidak sah, baik barang yang diperdagangkan itu remeh-temeh maupun berharga. Karena Rasulullah SAW menyatakan bahwa jual beli itu harus atas dasar kerelaan (‘an taradhin). Sedangkan kerelaan itu merupakan sesuatu yang abstrak atau samar, sehingga harus dibuktikan melalui pelafalan Ijab dan Qabul.

3) Menurut sebagian Syafi’iiyyah, seperti al-Nawawi, al-Baghawi dan al-Mutawalli, jual beli Mu’athah hukumnya sah dalam setiap akad jual beli, karena memang tidak ada ketentuan tegas yang mengharuskan disertai dengan pelafalan (Ijab-Qabul). Jadi, permasalahan ini dikembalikan lagi pada ‘Urf (adat kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan Syariat). Imam Nawawi berkata: “Ini adalah pendapat yang terpilih untuk difatwakan”.

4) Menurut sebagian Syafi’iyyah lain, seperti Ibn Suraij dan al-Rawyani, mengkhususkan kebolehan jual beli Mu’athah pada barang-barang yang remeh-temeh. Sedangkan dalam jual beli barang-barang yang berharga, hukumnya tidak sah.

c. Jual Beli yang Diharamkan 1) Jual beli secara gharar (penipuan)

اي ٢ زض سس٠ قا أب٢ -ع ض -ص٢ اهلل ع اب ا ط بع ايػسز. )ز ع بع ايخصا٠ ع

اي د ايبدا ك ايب حبا اب د أح ايو ايدازق ايداز ايتسر شب١. طا٥ اب اب سا

صخح(. سس٠ حدح حط أب عط٢ حدح أب٢ قاAbu Hurairah RA berkata: “Rasulullah SAW melarang jual beli dengan

melemparkan kerikil (yakni jual beli dengan cara melempari barang yang dijual

dengan kerikil) dan jual beli dengan penipuan”. *HR. Muslim, Abu Dawud, al-

Nasa’i, al-Nasa’i, al-Darimi, al-Daruquthni, Malik, Ahmad, Ibn Hibban, al-Baihaqi,

al-Thabarani dan Ibn Abi Syaibah. Abu ‘Isa berkata: Hadits riwayat Abu Hurairah

ini adalah Hadits Hasan Shahih]. Imam Nawawi menjelaskan dalam Syarah Muslim-nya: “Adapun larangan jual beli secara gharar, merupakan prinsip yang agung dari sekian banyak prinsip yang terkandung dalam Bab Jual Beli. Oleh karena itu, Imam Muslim menempatkan hadits gharar ini di bagian pertama dalam Kitabul Buyu’, yang dapat dimasukkan di dalamnya berbagai permasalahan yang amat banyak tanpa batas, seperti jual beli budak yang kabur, jual beli barang yang tidak ada, jual beli barang yang tidak diketahui, jual beli barang yang tidak dapat diserah-terimakan, jual beli barang yang belum menjadi hak milik penuh si penjual, jual beli ikan di dalam kolam yang lebar, jual beli air susu yang masih berada di dalam tetek hewan, jual beli janin yang ada di dalam perut induknya, menjual sebagian dari seonggok makanan dalam keadaan tidak jelas (tanpa ditakar dan tanpa ditimbang), menjual satu

Page 17: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

17

pakaian di antara sekian banyak pakaian, menjual seekor kambing di antara sekian banyak kambing, dan yang semisal dengan itu semuanya. Dan, semua jual beli itu bathil, karena bersifat gharar tanpa ada keperluan yang mendesak”. 2) Jual beli barang najis – semisal khamar –

عبد اي دابس ب ا-ع اهلل ع اي -زض ضع زض -أ ض -ص٢ اهلل ع عا ايفتح ك

حس زضي اي ه١: إ ب اب د أح اد اب ايطا٥ د دا اب ط ا ايبخاز س. )ز بع ايخ

صخح أب عط٢ حدح دابس حدح حط شب١. قا اب اب ايبسا ك ايب (.حباJabir bin ‘Abdillah RA meriwayatkan bahwa dia mendengar Rasulullah SAW

bersabda pada tahun Fathul Makkah, ketika beliau sedang berada di Makkah:

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar”. *HR.

Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Nasa’i, Ibn Majah, Ahmad, Ibn Hibban, al-Baihai,

al-Thabarani dan Ibn Abi Syaibah. Abu Isa berkata: “Hadits Jabir ini adalah Hadits

Hasan Shahih].

d. Jual Beli yang Dimakruhkan Contoh jual beli yang dimakruhkan (makruh tahrim) adalah jual beli yang dilakukan oleh laki-laki mukallaf pada saat adzan jum’at sudah berkumandang

(9: اجلع١)

9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,

Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.

yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. B. KHIYAR 1. Pengenalan Istilah Khiyar dari segi bahasa bermakna mencari hal yang terbaik dari dua perkara atau lebih. Khiyar menurut istilah adalah pihak yang berakad memiliki hak untuk melangsungkan atau membatalkan akad. Wahbah al-Zuhailî menyatakan bahwa pengertian khiyar adalah orang yang berakad memiliki hak untuk melanjutkan ataupun membatalkan akad, jika khiyar yang dimaksud adalah khiyar syarat, khiyar ru’yah atau khiyar ‘aib; atau orang yang berakad diperkenankan untuk memilih salah satu dari barang yang diperjual-belikan, jika khiyar yang dimaksud adalah khiyar ta’yin. Hikmah diadakannya khiyar dalam akad adalah menegaskan keridhaan kedua pelaku akad dalam mengadakan dan memberlakukan akad. Terkadang seseorang, misalnya, membeli barang dagangan dan tidak melihat adanya cacat ketika sedang berakad, kemudian tampak adanya cacat setelah itu. Untuk keadilan, maka pembeli itu diberikan khiyar (hak menentukan pilihan) untuk membatalkan atau mempertahankan akad.

Page 18: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

18

2. Dasar Hukum a. Dalil al-Qur’an Penyusun tidak mendapati dalil ayat al-Qur’an yang secara langsung menjadi dasar hukum khiyar. b. Dalil Hadits

س ع ع -عبد اي ب اي -اع اهلل زض زض تب -ض ع ٢ اهللص-أ : اي احد قا ن اعا

تفسقا، إال بع ايخاز. ا بايخاز ع٢ صاحب ا ي ا ايبخاز ايو )ز ايطا٥ د دا اب ط

ا ايدازق ك ايب حبا اب د (.أح يبساDiriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Penjual dan pembeli, masing-masing terikat khiyar atas rekannya, selama

keduanya belum perpisah [dari tempat akad]; kecuali jual beli khiyar [yakni

sudah disepakati adanya khiyar dalam jual beli yang dilangsungkan, maka khiyar

harus dipenuhi]” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Nasa’i, Malik, Ahmad, Ibn

Hibban, al-Baihaqi, al-Daruquthni dan al-Thabarani].

األصاز : ضعت زدال س قا ع اب اي ع ث١ صه إي٢ زض -نات بطا ي ض : -ص٢ اهلل ع

اي زض ي ف٢ ايبع فكا ػب ال صا -أ ض أت ب -ص٢ اهلل ع ال خالب١ ث ايخاز : إذا باعت فك

اد ا إب ضخت فازدد. )ز إ زضت فأطو فإ ضع١ ابتعتا ثالخ يا ف٢ ن ك ايب

شب١(. أب اب ايدازقDiriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar RA yang berkata: Saya mendengar bahwa

ada seorang laki-laki dari kaum Anshar yang gagap bicaranya, melapor kepada

Rasulullah SAW bahwasanya dia terus-menerus ditipu ketika jual beli. Maka

Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Jika engkau berjual beli, maka katakan,

‘tidak boleh ada penipuan’. Selanjutnya engkau boleh khiyar dalam setiap barang

yang engkau beli selama tiga hari. Jika engkau rela, maka tahanlah barang itu;

dan jika engkau tidak berkenan, maka kembalikanlah” *HR. Ibn Majah, al-Baihaqi,

al-Daruquthni dan Ibn Abi Syaibah].

اي : ضعت زض عاس قا عكب١ ب -ع ض -ص٢ اهلل ع ط ي ال خ ط أخ اي ط : اي ك

اد ا إب . )ز ي أخ بعا ف عب إال ب را حدح صخح باع : ايخان قا . ايخان ك ايب

.) ع٢ شسط ايصخ‘Uqbah bin ‘Amir berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Seorang

muslim adalah suadara muslim lainnya; tidak halal bagi seorang muslim untuk

menjual kepada saudaranya, sesuatu yang mengandung cacat (aib), kecuali dia

menjelaskannya (terlebih dahulu). [HR. Ibn Majah, al-Baihaqi dan al-Hakim. Al-

Hakim berkata: Ini adalah Hadits Shahih menurut syarat (kriteria) Imam Bukhari

dan Muslim].

Page 19: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

19

3. Teori a. Jenis-jenis Khiyar Wahbah al-Zuhailî menyatakan bahwa khiyar itu ada 17 macam. Namun secara garis besar diringkas menjadi 5 macam: Khiyar Majlis, Khiyar Ta’yin, Khiyar Syarat, Khiyar Ru’yah dan Khiyar ‘Aib. Berikut penjelasan detailnya:

1) Khiyar Majlis Yaitu masing-masing dari kedua belah pihak yang berakad memiliki hak untuk membatalkan akad selama masih di tempat (majlis) akad dan selama keduanya belum berpisah; atau salah satu pihak menawarkan khiyar kepada pihak lainnya, lalu dia memilih untuk melanjutkan akad. Ini artinya, akad baru dinilai sah (berlaku) seiring berakhirnya tempat akad, entah dengan perpisahan antara kedua belah pihak yang berakad maupun sudah ada kepastian khiyar antara melanjutkan atau membatalkan. Adapun batasan ‘perpisahan’ antara kedua belah pihak didasarkan pada adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat ketika menjalani transaksi muamalah. 2) Khiyar Ta’yin Yaitu orang yang berakad memiliki hak untuk menentukan salah satu di antara tiga barang yang berbeda dari segi harga dan sifat yang disebutkan ketika akad. Jika sudah ditentukan salah satunya, maka tempat akad dapat diketahui setelah sebelumnya masih samar. Misalnya: seorang penjual berkata kepada calon pembeli: “Saya jual kepadamu salah satu dari dua baju ini – dan penjual menentukan harga masing-masing baju – tetapi kamu harus menentukan baju yang hendak kamu beli dalam waktu dua hari”. Lalu calon pembeli itu menjawab: “Saya terima”. Berdasarkan Khiyar Ta’yin ini, pembeli berhak memilih salah satu baju dan menjadikannya sebagai objek akad dengan harga yang telah ditentukan untuknya. 3) Khiyar Syarat Khiyar Syarat adalah khiyar milik salah satu pelaku akad, atau keduanya, atau selain keduanya dalam mempertahankan akad atau membatalkannya dalam jangka waktu tertentu. Khiyar ini dimiliki pelaku akad dengan mensyaratkannya untuk dirinya atau pelaku lain mensyaratkannya untuk dirinya. Misalnya: Penjual berkata kepada pembeli: “Aku jual kudaku ini dan engkau memiliki hak khiyar selama tiga hari”. Sebab adanya khiyar ini adalah disyaratkannya pada waktu akad oleh salah satu pelaku akad. Karena itu, ia dinamakan khiyar syarat, yaitu khiyar yang sebabnya adalah syarat. Jangka waktu khiyar ini adalah tiga hari atau kurang. Ini adalah pendapat mazhab Syafi’i dan Hanafi. Alasan pendapat ini adalah hadits yang menjelaskan jangka waktu itu, karena khiyar syarat bertentangan dengan konsekuensi akad yaitu mengikat, sehingga terbatasi dengan batas waktu yang ditetapkan oleh nash, yatu tiga hari.

Page 20: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

20

Khiyar Syarat dapat dilakukan pada akad-akad yang mengikat (lazim) dan bisa dibatalkan, seperti jual beli dan sewa; namun tidak boleh dilakukan pada akad-akad yang mengikat, yang tidak bisa dibatalkan, seperti pernikahan dan perceraian. Begitu juga khiyar syarat tidak berlaku pada akad yang tidak mengikat, seperti wadi’ah dan ‘ariyah. 4) Khiyar Ru’yah Hak yang ditetapkan berdasarkan ketentukan Khiyar Ru’yah ini dimiliki oleh salah satu pelaku akad untuk membatalkan atau meneruskan akad menurut penglihatannya pada objek akad, jika ia tidak melihatnya pada waktu akad atau sebelumnya, dalam waktu yang tidak terjadi perubahan dalam akad. Jika Anda membeli mobil dan Anda tidak melihatnya, maka Anda memiliki Khiyar Ru’yah ketika melihatnya, antara membatalkan atau meneruskan akad. Dalam hal ini tidak disyaratkan melihat seluruh objek akad, jika melihat sebagian objek akad telah memberikan pengetahuan yang memadai terkait objek akad tersebut. 5) Khiyar ‘Aib Khiyar ‘Aib adalah hak yang dimiliki penerima pengalihan milik (yakni pembeli) untuk membatalkan akad atau mempertahankannya karena aib (cacat) yang ia dapati dalam kepemilikannya. Cacat atau aib pada benda yang diakadkan yang mengakibatkan Khiyar ‘Aib adalah aib yang mengakibatkan berkurangnya harga bagi para pedagang atau orang-orang yang ahli di bidangnya; atau aib yang menurut norma yang sehat dinilai bahwa benda yang diakadkan tidak terbebas dari cacat; atau aib yang menghilangkan tujuan pada benda, dan hal itu mengakibatkan berkurangnya nilai benda yang diakadkan.

C. MUZARA’AH DAN MUKHABARAH (HARVEST-YIELD PROFIT SHARING) 1. Pengenalan Istilah

Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan

penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap

untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) dari

hasil panen.

Muzara’ah seringkali diidentikkan dengan Mukhabarah. Di antara keduanya

terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut.

Muzara’ah : benih dari pemilik lahan

Mukhabarah : benih dari penggarap

Pendapat lain menyatakan bahwa secara bahasa, kata Muzara’ah berarti

kerjasama mengelola tanah dengan mendapat sebagian hasilnya. Sedangkan menurut

istilah, pemilik tanah memberi hak mengelola tanah kepada seorang petani dengan

syarat bagi hasil atau semisalnya.

Page 21: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

21

2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an

Penyusun tidak mendapati dalil al-Qur’an yang secara tegas menjadi dasar

hukum akad Muzara’ah maupun Mukhabarah.

b. Dalil Hadits

اي زض عباس أ اب -ع ض -ص٢ اهلل ع أس أ يه صازع١ خس اي ا ي ببعض. )ز سفل بعط

صخح(. را حدح حط أب عط٢ . قا ايبسا ك ايب ايتسرIbn ‘Abbas RA meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW tidak mengharam-kan

Muzara’ah, akan tetapi beliau memerintahkan agar sebagian ... pada sebagian

yang lain. [HR. Al-Tirmidzi, al-Baihaqi dan al-Thabarani. Abu ‘Isa berkata: Ini

adalah Hadits Hasan Shahih].

ص اي فطأيا ع عك دخا ع٢ عبد اي ب ايطا٥ب قا عبد اي ب اي ع زض ثابت أ شع ازع١ فكا

- ض د -ص٢ اهلل ع أح ايداز ا ط ا. )ز : ال بأس ب قا ؤادس٠. أس باي صازع١ اي ٢ ع

ايبس ك ايب حبا (.اب اAbdullah bin al-Sa’ib berkata: Kami mendatangi Abdullah bin Ma’qil, lalu bertanya

kepadanya tentang Muzara’ah. Lalu dia menjawab: Tsabit menduga bahwasanya

Rasulullah SAW melarang Muzara’ah dan memerintahkan Mu’ajarah. Dan Abdullah

bin Ma’qil berkata: Muzara’ah itu tidak mengapa. *HR. Muslim, al-Darimi, Ahmad,

Ibn Hibban, al-Baihaqi dan al-Thabarani].

خاب ر اي تسنت ي ا أبا عبد ايسح س فكت ي ع خابس قا نا س أ طا صعع ايب٢ س٠ فإ أ -

ض ايب٢ -ص٢ اهلل ع عباس أ بريو ع٢ اب س أخبس٢ أع أ٣ ع خابس٠. فكا اي ص٢ -٢ ع

ض ح -اهلل ع : ا قا عا إ أخر عا خسدا عا. ي أ أخا خس ي ا أحدن )ز

.) طThawus meriwayatkan bahwasanya dia mempraktikkan Mukhabarah. ‘Amr

berkata: Saya berkata kepadanya: Wahai ‘Abdurrahman, sebaiknya engkau

meninggalkan praktik Mukhabarah ini, karena sesungguhnya para Sahabat

menduga bahwasanya Nabi SAW melarang Mukhabarah. ‘Amr menjawab: Saya

telah mendapatkan kabar dari orang yang paling alim di antara para Sahabat,

yakni Ibn ‘Abbas, bahwasanya Nabi SAW tidak melarang Mukhabarah. Hanya saja

Nabi SAW bersabda: Pemberian seseorang kepada saudaranya itu lebih baik

daripada mengambil bagian yang sudah ditentukan. [HR. Muslim].

3. Teori

Imam Bukhari menulis: “Qais bin Muslim meriwayatkan dari Abu Ja’far, ia

berkata: “Seluruh Ahli Bait yang hijrah ke Madinah adalah petani dengan cara bagi

hasil sepertiga dan seperempat. Di antaranya lagi yang telah melaksanakan

Page 22: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

22

Muzara’ah adalah Ali, Sa’ad bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Abdul ‘Aziz, al-

Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga ‘Al dan Ibn Sirin.

Tidak mengapa modal mengelola tanah ditanggung oleh si pemilik tanah, atau

oleh petani yang mengelolanya, atau ditanggung kedua belah pihak.

Imam Bukhari menuturkan: “Umar pernah memperkerjakan orang-orang untuk

menggarap tanah dengan ketentuan: jika Umar yang memiliki benih, maka ia

mendapat separuh dari hasilnya dan jika mereka yang menanggung benihnya, maka

mreka mendapatkan begitu juga”. Lebih lanjut Imam Bukhari mengatakan: “al-Hasan

menegaskan, ‘Tidak mengapa jika tanah yang digarap adalah milik salah seorang di

antara mereka, lalu mereka berdua menanggung bersama modal yang diperlukan,

kemudian hasilnya dibagi dua. Ini juga menjadi pendapat al-Zuhri”.

D. MUSAQAH (PLANTATION MANAGEMENT FEE BASED ON CERTAIN PORTION OF YIELD)

1. Pengenalan Istilah

Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari Muzara’ah di mana si

penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai

imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Musaqah adalah menyerahkan sejumlah pohon tertentu kepada orang yang

sanggup memeliharanya dengan syarat ia akan mendapat bagian tertentu dari

hasilnya, misalnya separuh atau semisalnya.

2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an

Penyusun tidak mendapati dalil al-Qur’an yang secara tegas menjadi dasar

hukum akad Musaqah.

Page 23: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

23

b. Dalil Hadits

اي زض س أ ع اب -ع ض -ص٢ اهلل ع ا ط شزع. )ز س أ ث خبس بصس ا خسج ا أ عا

دا أب عأب شب١. قا اب اب ايدازق ك ايب د أح اد اب ايتسر د را حدح حط ط٢

صخح(.Ibn ‘Umar meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW memperkerjakan penduduk

Khaibar dengan memberi (bagian) setengah dari hasil panen, baik berupa buah-buahan

maupun pertanian. [HR. Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Bahaqi,

al-Daruquthni dan Ibn Abi Syaibah. Abu ‘Isa berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih+.

سس٠ أب٢ ز-ع اهلل ع : قايت األصاز يب٢ -ض -قا ض . -ص٢ اهلل ع اا ايخ إخ ب با : اقط

أطعا. س٠. قايا ضعا ف٢ ايج صسنه ١ ٦ ا اي : ال. فكايا: تهف قا اد اب ايتسر د دا أب ا ط )ز

صخح(. را حدح حط أب عط٢ شب١. قا اب اب ايدازق ك ايب د أحAbu Hurairah RA berkata: Kaum Anshar berkata kepada Nabi SAW: “Bagilah pohon

kurma itu antara kami dan saudara-saudara kami”. Nabi SAW menjawab: “Tidak”.

Kemudian mereka berkata: “Serahkan kepada kami untuk menggarapnya, sedang [HR.

Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Bahaqi, al-Daruquthni dan Ibn

Abi Syaibah. Abu ‘Isa berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih].

c. Dalil Hadits

Para Sahabat, Tabi’in dan imam mazhab sepakat atas kebolehan akad Musaqah, yakni mengupah buruh untuk menyiram tanaman, menjaga dan memeliharanya.

3. Teori

Akad Musaqah diperbolehkan terhadap segala pepohonan yang berbuah, seperti

kurma, anggur dan kelapa. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dalam Qaul Qadim

(pendapat lama) yang dipilih oleh para Syafi’iyyah Muta’akhkhirin. Sedangkan

menurut Qaul Jadid (pendapat baru) Imam Syafi’i, akad Musaqah hanya diperkenan-

kan dalam pohon kurma dan anggur saja.

E. SYIRKAH/MUSYARAKAH (PARTNERSHIP, PROJECT FINANCING PARTICIPATION)

1. Pengenalan Istilah

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau

amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan.

Page 24: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

24

2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an

1) Al-Ma’idah: 2

:(9)املا٥د٠

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

2) Al-Nisa’: 12

:(69)ايطا٤

Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka

bersekutu dalam yang sepertiga itu 3) Shad: 24

:(93)ص

Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu

sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali

orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat

sedikitlah mereka ini".

b. Dalil Hadits

س أب أا ثايح ايع ك اي : إ ض اهلل ص٢ اهلل ع زض : قا قا اهلل ع س٠ زض خ ا ي صسه

د دا اب ا ايخان ا. )ز ب خسدت فإذا خا ا صاحب را أحد : ايخان قا . ايدازق ك ايب

حدح صخح اإلضاد(.Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah berfirman:

“Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama salah seorang di

antaranya tidak mengkhianati temannya. Jika dia mengkhianati temannya, maka Aku

keluar dari keduanya”. *HR. Al-Hakim, Abu Dawud, al-Baihaqi dan al-Daruquthni. Al-

Hakim berkata: Ini adalah Hadts yang Shahih sanadnya].

اي زض قا أب قا ايت٢ ع أب٢ حا -ع ض ا -ص٢ اهلل ع أحد خ ا ي : د اي ع٢ ايصسه

ا صاحب أحد فإذا خا (. صاحب ا ايدازق ا. )ز زفعا عAbu Hayyan al-Taimy meriwayatkan dari ayahnya yang berkata: Rasulullah SAW

bersabda: “Tangan (perlindungan) Allah di atas dua orang yang bersekutu, selama

salah seorang di antaranya tidak mengkhianati temannya. Jika dia mengkhianati

temannya, maka Allah beranjak dari keduanya”. *HR. Al-Daruquthni].

Page 25: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

25

3. Teori

a. Jenis-jenis Musyarakah

Musyarakah ada dua jenis:

1) Musyarakah Pemilikan. Musyarakah pemilikan tercipta karena

warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan

satu aset oleh dua orang atau lebih.

2) Musyarakah Akad (Kontrak). Musyarakah akad tercipta dengan cara

kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang

dari mereka memberikan modal Musyarakah. Mereka pun sepakat

berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi

lima: al-‘Inan, al-Mufawadhah, al-A’mal, al-Wujuh, dan al-Mudharabah.

a) Syirkah al-‘Inan. Syirkah al-‘Inan adalah kontrak antara dua orang

atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan

dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam

keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara

mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana

maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai

dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis

Musyarakah ini.

b) Syirkah al-Mufawadhah. Syirkah al-Mufawadhah adalah kontrak

kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan

suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.

Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama.

Dengan demikian, syarat utama dari jenis Musyarakah ini adalah

kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban

utang dibagi oleh masing-masing pihak.

c) Syirkah A’maal. Syirkah A’maal ini adalah kontrak kerja sama dua

orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan

berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua

orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama

dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam

sebuah kantor. Musyarakah A’maal ini kadang-kadang disebut

Musyarakah Abdan atau Sanaa’i.

d) Syirkah Wujuh. Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang

atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli

dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu

perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka

Page 26: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

26

berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan

kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis

Musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian

secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak

ini pun lazim disebut sebagai Musyarakah Piutang.

e) Syirkah al-Mudharabah. Syirkah al-Mudharabah ini akan dibahas

pada sesi berikutnya.

Page 27: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

27

F. MURABAHAH (DEFERRED PAYMENT SALE) 1. Pengenalan Istilah

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

keuntungan yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga

produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai

tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli komputer dari grosir dengan

harga Rp. 10.000.000, lalu ia menambahkan keuntungan sebesar Rp. 750.000 dan ia

menjual kepada si pembeli dengan harga Rp. 10.750.000. Pada umumnya, si

pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon

pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar

keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau

memang akan dibayar secara angsuran.

Murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa

disebut sebagai Murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Dalam kitab al-Umm,

Imam Syafi’i menamai transaksi sejenis ini dengan istilah al-Aamir bisy-Syira’.

2. Dasar Hukum

3. Teori

Murabahah adalah skema pembiayaan dengan menggunakan metode transaksi

jual beli biasa. Dalam skema murabahah, bank membeli barang dari produsen,

kemudian menjualnya kembali ke nasabah ditambahkan dengan keuntungan yang

disepakati oleh bank dan nasbah.

a. Syarat Murabahah

1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.

2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.

3) Kontrak harus bebas dari riba.

4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas

barang sesudah pembelian.

5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), atau (5) tidak dipenuhi, pembeli

memiliki pilihan:

1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,

2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang

yang dijual,

3) Membatalkan kontrak.

Page 28: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

28

b. Aplikasi dalam Perbankan

Murabahah KPP umumnya dapat diterapkan pada produk pembiayaan

untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri,

seperti melalui Letter of Credit (L/C). Skema ini paling banyak digunakan karena

sederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan

dunia perbankan pada umumnya.

Kalangan perbankan Syariah di Indonesia banyak menggunakan

Murabahah secara berkelanjutan (roll over/evergreen) seperti untuk modal

kerja, padahal sebenarnya, Murabahah adalah kontrak jangka pendek dengan

sekali akad (one short deal). Murabahah tidak tepat diterapkan untuk skema

modal kerja. Akad Mudharabah lebih sesuai untuk skema tersebut. Hal ini

mengingat prinsip Mudharabah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi.

c. Contoh Kasus

Putri adalah pengusaha tambang batu bara. Putri membutuhkan 50 unit

truk untuk kegiatan operasional tambangnya. Untuk mendanai pembelian 50

unit truk tersebut, Putri dapat memanfaatkan jasa bank syariah dengan skema

Murabahah.

Pertama-tama, dilakukan akad jual beli antara pengusaha dan bank. Ada

dua hal yang harus dinegosiasikan dalam akad jual beli ini, yaitu harga truk dan

jangka waktu cicilan.

Sebelum proses negosiasi dilangsungkan, pihak bank maupun pengusaha

sudah memiliki informasi harga beli truk dari produsen (dealer), misalnya Rp.

300 juta per unit. Berdasarkan informasi itu, bank dan pengusaha akan

melakukan negosiasi harga yang bersedia dibayar oleh pengusaha pada bank.

Misalnya, pengusaha dan bank setuju harga yang harus dibayar pengusaha

tersebut adalah Rp. 360 juta per unit.

Negosiasi kedua adalah jangka waktu pembayaran cicilan. Jangka waktu

pembayaran cicilan ini harus disepakati sejak awal, karena lamanya jangka

waktu pembayaran cicilan tidak mengubah harga truk yang harus dibayar oleh

pengusaha.

Contohnya:

Apabila disepakati pembayaran cicilan selama 1 tahun:

(Rp. 360 juta x 50 unit) : 12 bulan = Rp. 1,5 milyar

Jadi, total pembayaran, Rp. 1,5 milyar x 12 bulan = 18 milyar

Apabila disepakati pembayaran cicilan selama 2 tahun:

(Rp. 360 juta x 50 unit) : 24 bulan = Rp. 750 juta

Jadi, total pembayaran, Rp. 750 juta x 24 bulan = 18 milyar

Page 29: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

29

Apabila disepakati pembayaran cicilan selama 3 tahun:

(Rp. 360 juta x 50 unit) : 36 bulan = Rp. 500 juta

Jadi, total pembayaran, Rp. 500 juta x 36 bulan = 18 milyar

Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa:

1) Jangka waktu pembayaran cicilan tidak mempengaruhi total harga

yang disepakati antara pengusaha dan bank, yaitu sebesar Rp. 18

milyar

2) Keuntungan bank dalam membiayai pengadaan truk tersebut juga

tidak dipengaruhi oleh jangka waktu pembayaran cicilan. Berapapun

lamanya jangka waktu pembayaran cicilan, laba bank dari penjualan

truk adalah:

Harga jual: Rp. 360 juta x 50 unit = Rp. 18 milyar

Harga beli: Rp. 300 juta x 50 unit = Rp. 15 milyar

Laba bank = Rp. 3 milyar.

3) Tidak terdapat unsur riba (bunga). Prinsip time value of money dalam

konteks bank syariah tidak berlaku. Jika begitu, pengusaha tentu akan

memilih jangka waktu pembayaran cicilan yang paling lama, karena

akan sangat menguntungkan bagi pengusaha. Benar! Akan tetapi, bank

boleh tidak sepakat, karena bagi bank akan sangat menguntungkan

kalau harga truk tersebut dibayar secepat mungkin. Oleh karena itu,

berhubung kepentingan bank dan pengusaha bertolak belakang, maka

dalam proses negosiasi akan terjadi keseimbangan (equilibrium)

kepentingan dalam masalah jangka waktu pembayaran cicilan.

Hal yang tidak boleh dilakukan oleh bank syariah adalah memberlakukan

opsi dalam proses negoisasi, misalnya:

1) Apabila jangka waktu pembayaran cicilan 1 tahun, harga truk Rp. 330

juta/unit.

2) Apabila jangka waktu pembayaran cicilan 2 tahun, harga truk Rp. 350

juta/unit.

3) Apabila jangka waktu pembayaran cicilan 3 tahun, harga truk Rp. 360

juta/unit.

Dalam prinsip syariah, jika ada “dua harga”, itu berarti mengarah ke riba

(bunga). Oleh karena itu, proses negoisasi pertama yang harus dilakukan oleh

kedua pihak adalah menegosiasikan masalah “harga”-nya terlebih dahulu.

Apabila harga sudah disepakati, barulah dinegosiasikan jangka waktu

pembayaran cicilan.

Page 30: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

30

Prinsip jual beli dengan skema murabahah dapat dilakukan oleh nasabah

individu maupun badan usaha. Nasabah individu dapat menggunakan jasa bank

syariah untuk membiayai semua keperluannya, seperti pembelian tanah, rumah,

TV, kulkas dan komputer. Demikian juga dengan penguasaha. Pengusaha

apapun, baik pengusaha rental mobil, tamban, produsen rokok, sepatu,

developer maupun kontraktor, dapat menggunakan jasa bank syariah dengan

skema murabahah untuk mendanai pengadaan bahan baku ataupun asetnya.

Nilai transaksinya pun tidak dibatasi, dari jutaan sampai ratusan milyar

sepanjang bank memiliki kemampuan untuk itu.

d. Murabahah pada Bank Syariah vs. Kredit Investasi pada Bank

Konvensional

Jika Putri memilih membiayai pengadaan truknya dengan kredit investasi,

bank konvensional akan memberikan daftar harga dan pembayaran cicilan

bulanannya. Apabila tingkat bunga 10% flat per tahun, pembayaran cicilan

selama 2 tahun dalam daftar pembayaran cicilan menunjukkan jumlah sebesar

Rp. 750 juta per bulan. Jadi, sama persis dengan pembayaran cicilan pada bank

syariah. Perbedaannya adalah:

1) Semakin lama periode pembayaran cicilan di bank konvensional, total

harga yang harus dibayar Putri akan makin besar karena bunganya

semakin banyak. Sedangkan di bank syariah, berapapun lamanya

periode pembayaran cicilan yang disepakati, tidak menambah total

harga. Dalam prinsip syariah, harga tetap karena tidak ada bunga.

2) Apabila pengusaha tidak dapat melunasi kewajiban sesuai kesepakatan

karena sebab force majeur (faktor yang tidak dapat dikendalikan),

misalnya pengusaha baru sanggup melunasi dalam waktu 5 tahun,

bank konvensional tetap akan menambahkan bunga sebesar 10% x 5

tahun = 50%. Jadi, total harga yang harus dibayar oleh Putri adalah:

Kredit: Rp. 300 juta x 50 unit = Rp. 15 milyar

Bunga: 50% x Rp. 15 milyar = Rp. 7.5 milyar

Total harga dalam lima tahun = Rp. 22.5 milyar

Sedangkan di bank syariah, total kewajiban pengusaha selama 5 tahun

tetap sebesar Rp. 18 milyar sebagaimana yang sudah disepakati di

awal perjanjian.

e. Yang bisa Dibiayai Menggunakan Skema Murabahah

Walaupun bentuk dasarnya adalah jual beli, pembiayaan dengan

menggunakan skema murabahah ini dapat diperuntukkan bagi rencana

Page 31: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

31

pembelian apapun. Dalam praktik dan perkembangannya, akad murabahah

biasanya digunakan untuk:

1) Perjanjian Pembiayaan Investasi

2) Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Bermotor

3) Perjanjian Pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah

4) Perjanjian Take Over KPR dengan Skema Ijarah Muntahiyah Bi al-

Tamlik (IMBT).

f. Syarat Jual Beli Syariah Secara Umum

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ditetapkan mengenai syarat

umum yang harus dipenuhi dalam setiap konsep jual beli yang dijadikan dasar

dalam pembuatan akad murabahah, akad salam dan akad istishna’:

1) Objek yang diperjual-belikan harus terhindar dari cacat. “Cacat” yang

dimaksud di sini, sebagaimana diatur dalam hukum positif, adalah

“cacat” yang tersembunyi. Apabila kondisi cacat tersembunyi diketahui

oleh pembeli dan disetujui, proses jual beli tetap sah.

2) Kriteria objek jelas (jenis, kualitas, kuantitas, nilai/harga). Misalnya

yang diperjualbelikan adalah mobil Kijang. Harus duraikan dengan

jelas spesifikasi mobil Kijang tersebut, yaitu jenis Kijang LG atau LGX,

buatan tahun berapa, warnanya apa, dan seterusnya.

3) Tidak mengandung unsur paksaan, tipuan dan mudharat.

Page 32: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

32

G. MUDHARABAH (TRUST FINANCING, TRUST INVESTMENT) 1. Pengenalan Istilah

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian

memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan

kakinya dalam menjalankan usaha.

Secara teknis, Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di

mana pihak pertama (Shaahibul Maal) menyediakan seluruh (100%) modal,

sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara Mudharabah

dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi

ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si

pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si

pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an

1) Al-Muzzammil: 20

(92: املص)

Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan

orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan

orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah

b. Dalil Hadits

3. Teori

a. Jenis-jenis al-Mudharabah

Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis:

1) Mudharabah Muthlaqah. Yang dimaksud dengan transaksi Mudharabah

Muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara Shahibul Maal dan

Mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh

spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan

fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan If’al

ma Syi’ta (lakukan sesukamu) dari Shahibul Maal ke Mudharib yang

memberi kekuasaan dangat besar.

2) Mudharabah Muqayyadah. Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga

dengan istilah restricted Mudharabah/ specified Mudharabah adalah

kebalikan dari Mudharabah Muthlaqah. Si Mudharib dibatasi dengan

batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini

Page 33: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

33

seringkali mencermnkan kecenderungan umum si Shahibul Maal

dalam memasuki jenis dunia usaha.

b. Praktik al-Mudharabah dalam Perbankan Syariah

Pengertian Mudharabah secara umum adalah kerja sama antara pemilik dan atau penanam modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. Dalam konteks deposito, giro atau tabungan syariah, yang disebut pemilik atau penanam modal adalah nasabah/deposan, dan bank bertindak selaku pengelola modal (shahibul mal). Berbeda dengan prinsip wadi’ah, prinsip Mudharabah mengharuskan adanya syarat-syarat tertentu yang harus ditaati oleh deposan atau nasabah, misalnya adanya saldo minimal tabungan yang tidak boleh diambil nasabah. Periode dalam deposito syariah sama dengan deposito pada bank konvensional, yaitu berjangka waktu 1 bulan, 3 bulan, atau 12 bulan. Rasio pembagian keuntungan (nisbah) antara deposan/nasabah ditentukan di awal pembukaan deposito atau tabungan. Bagaimana kalau bank merugi? Deposan atau nasabah juga akan menanggung kerugian sesuai proporsi nisbah. Tetapi dalam praktiknya, hal ini belum pernah terjadi. Bahkan, bukti empiris menunjukkan bahwa imbal jasa deposito atau tabungan syariah lebih besar dibandingkan dengan bunga deposito atau tabungan pada bank konvensional. Sebagai perbandingan, marilah kita lihat skema di bawah ini: Kerja sama Mudharabah tidak hanya terbatas pada produk deposito atau giro, tetapi juga bisa diperuntukkan bagi kerjasama dalam bentuk bentuk lainnya, seperti kerja sama untuk melakukan pekerjaan atau proyek tertentu. c. Akad Mudharabah untuk Deposito, Giro dan Tabungan

Peraturan Bank Indonesia memberikan syarat minimum akad yang berbeda antara deposito dan tabungan dengan giro. Perbedaan tersebut disebabkan oleh sifatnya, yaitu giro lebih ditujukan bagi kegiatan usaha nasabah, sedangkan deposito dan tabungan diperuntukkan bagi investasi. Syarat minimum akad Dalam Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia, syarat minimum yang harus dicantumkand alam akad Mudharabah untuk tabungan dan deposito adalah:

1) Adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu bank dan deposan atau penabung. Bank bertindak selaku pengelola dana (mudharib), sementara nasabah bertindak selaku pemilik dana (shahib al-mal). Jadi, dana yang disetorkan oleh nasabah ke dalam rekening mudharabah (dalam bentuk giro, deposito ataupun tabungan) akan dikelola oleh bank dengan sedemikian rupa, yang kemudian hasilnya akan dibagikan kepada nasabah sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal.

Page 34: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

34

2) Dananya harus disetor penuh. Jadi, tidak diperbolehkan pemberian dana dalam bentuk cicilan atau bertahap. Apabila seorang calon deposan akan mendepositokan uangnya sebesar Rp. 10.000.000, calon deposan itu harus menyetorkan secara langsung. Tidak boleh disetor Rp. 5.000.000 kemudian sisanya akan dicicil setiap bulan senilai Rp. 1.000.000.

3) Pembagian keuntungan dalam nisbah. Pembagian keuntungan dibuatkan prosentase pembagiannya, misalnya 6:4, yang besarnya ditentukan di awal.

4) Pada tabungan, nasabah wajib menginvestasikan dana minimum tertentu. Tidak seperti tabungan wadi’ah, pada tabungan yang menggunakan skema mudharabah akan ditetapkan adanya saldo minimum dalam rekening nasabah. Misalnya, minimum saldo sebesar Rp. 1.000.000. Artinya, jika sewaktu-waktu nasabah akan menarik dananya, dalam rekening mudharabah tersebut harus tetap ada dana mengendap minimal sebesar Rp. 1.000.000.

5) Nasabah tidak boleh menarik dana di luar kesepakatan. Walaupun sifatnya tabungan (bukan deposito misalnya), karena yang digunakan adalah skema mudharabah, dana yang ditabungkan tersebut akan digunakan oleh bank untuk diinvestasikan kembali ke dalam berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain. Oleh karena itu, nasabah tidak boleh mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Harus ditetapkan akan ditabung oleh nasabah yang bersangkutan dalam jangka waktu yang telah disepakati di awal akad (misalnya 1 bulan, 3 bulan atau 12 bulan).

6) Biaya operasional dari nisbah bank. Jadi, dalam pembagian nisbah antara bank dan nasabah, sudah ditentukan bahwa pembagian keuntungan (nisbah) yang diterima oleh bank, sudah termasuk biaya operasional bank dalam memelihara rekening tabungan atau deposito tersebut. Hal ini berbeda dengan mudharabah untuk giro yakni biaya operasional bank dibagi antara bank dan nasabah berdasarkan nisbah.

7) Bank tidak boleh mengurangi hak nasabah. 8) Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam

perundang-undangan yang berlaku. Jadi, pada dasarnya tidak ada jaminan dari bank dalam penyimpanan dana nasabah di bank syariah. Walaupun begitu, jika penjaminan tersebut dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini Penjamin Simpanan), hal tersebut diperbolehkan asalkan tidak diatur secara khusus dalam akad mudharabah untuk giro dan tabungan.

Berbeda dengan tabungan dan deposito, ada beberapa syarat minimum akad mudharabah untuk giro yang tidak diatur dalam tabungan dan deposito, yaitu:

Page 35: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

35

1) Harus ada kegiatan usaha (dharabah) dari nasabah. 2) Pembagian keuntungan dihitung dari saldo terendah. 3) Biaya operasional tidak dibebankan pada bagian keuntungan (nisbah)

bank, melainkan biaya operasional ditanggung bersama berdasarkan nisbah.

Satu hal yang menarik dalam peraturan Bank Indonesia dalam tabungan, giro dan deposito dengan menggunakan skema mudharabah adalah bank tidak boleh mengurangi hak nasabah. Dalam Fatwa Dewan Nasional juga ditetapkan bahwa bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Artinya, tidak ada perubahan nisbah sewaktu-waktu seperti ketentuan mengenai suku bunga mengambang (floating), yakni bank dapat sewaktu-waktu mengubah tingkat suku bungan tabungan berdasarkan ketentuan suku bunga yang berlaku pada saat itu. Potensi Risiko dalam Skema Mudharabah pada Giro, Deposito dan Tabungan Dalam skema mudharabah untuk giro, deposito dan tabungan, terdapat potensi risiko yang mungkin dihadapi oleh pihak bank: 1) Risiko likuiditas, yang disebabkan oleh fluktuasi dana yang ada di rekening

giro relatif tinggi dan bank setiap saat harus memenuhi kewajiban jangka pendek tersebut.

2) Risiko pasar, yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar untuk giro dalam valuta asing.

3) Risiko displacement (commercial displacement risk), yang disebabkan oleh adanya potensi nasabah memindahkan dananya karena adanya tingkat bonus atau bagi hasil riil yang lebih rendah dari tingkat suku bunga yang ada. Apa yang dimaksud displacement? Dalam praktik, terkadang nisbah bagi hasil untuk giro, deposito ataupun tabungan mudharabah pada bank syariah nilainya lebih kecil daripada suku bunga yang berlaku di bank konvensional. Ini, antara lain, karena tingkat penetapan nisbah tidak bersifat floating (tidak dapat berubah sewaktu-waktu), sedangkan tingkat suku bunga pada bank konvensional umumnya bersifat floating. Oleh karena itulah, ada kemungkinan nasabah memindahkan dana yang disimpannya di rekening mudharabah ke rekening bank konvensional.

Sebagaimana konsep wadi’ah untuk tabungan dan giro, dalam praktiknya terkadang bank syariah tetap memungut sejumlah biaya administrasi tertentu untuk dapat tetap memelihara rekening nasabah, seperti memberikan fasilitas kemudahan berupa fitur-fitur tertentu, seperti ATM, e-payment, e-banking dan telephone banking. Ini terutama berlaku bagi bank syariah yang masih memiliki bisnis konvensional dengan fitur-fitur kemudahan bagi nasabah dianggap sebaga fasilitas. Jadi, wajar kiranya jika nasabah dibebani biaya tertentu untuk dapat menikmatinya.

Page 36: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

36

Penghimpunan Dana (Funding) Perbankan Syariah 1) Skema Wadi’ah. Wadi’ah adalah salah satu produk bank syariah yang

berarti penitipan dana antara pihak pemilik dana dan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. Nasabah tidak berhak mendapatkan hasil apapun, akan tetapi dapat mengambil dananya kapan pun dia kehendaki.

2) Skema Mudharabah. Mudharabah adalah kerja sama antara pemilik dana atau penanam modal dan pengelola modal (bank) untuk melakukan usaha tertentu dalam pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.

Page 37: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

37

H. SALAM (IN-FRONT PAYMENT SALE) 1. Pengenalan Istilah

Dalam pengertian yang sederhana, Salam berarti pembelian barang yang

diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.

2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an

1) Al-Baqarah: 282

(989: ايبكس٠)

282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara

tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

b. Dalil Hadits

اي قد زض عباس قا اب -ع ض -ص٢ اهلل ع د١ اي س فكا ف٢ ايج أضف فطف : طف

ع. ) ع إي٢ أد ش ع . ف٢ ن ايبسا ايدازق ا ايتسر عباس ز أب عط٢ حدح اب قا

صخح (.حدح حطIbn ‘Abbas berkata: Rasulullah SAW tiba di Madinah, sedangkan penduduk Madinah

mempraktikkan akad salam (pesanan) dalam buah-buahan. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa mempraktikkan akad salam, maka hendaklah dia memesan dalam

takaran, timbangan dan waktu (tempo) yang diketahui (jelas)”. *HR. Al-Tirmidzi, al-

Daruquthni dan al-Thabarani. Abu ‘Isa berkata: Hadits Ibn ‘Abbas ini adalah Hadits

Hasan Shahih]. 3. Teori

a. Rukun Salam

Pelaksanaan Salam harus memenuhi sejumlah rukun di bawah ini:

1) Muslam atau pembeli;

2) Muslam Ilaih atau penjual;

3) Modal atau uang;

4) Muslam Fiihi atau barang;

5) Shighat atau ucapan.

b. Syarat Salam

Di samping segenap rukun yang harus terpenuhi, Salam juga mengharuskan

tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Di bawah ini akan

diuraikan dua di antara rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan barang.

c. Syarat Modal dalam Transaksi Salam

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam modal Salam adalah sebagai

berikut:

Page 38: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

38

1) Modal Harus Diketahui. Barang yang akan disuplai harus diketahui

jenis, kualitas, dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran

adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai.

2) Penerimaan Pembayaran Salam. Kebanyakan ulama mengharus-kan

pembayaran Salam dilakukan di tempat kontrak. Hal tersebut

dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh Muslam (pembeli)

tidak dijadikan sebagai utang penjual. Lebih khusus lagi, pembayaran

Salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar

dari Muslam Ilaih (penjual). Hal ini adalah untuk mencegah praktik

riba melalui mekanisme Salam.

d. Syarat Muslam Fiihi (Barang)

Di antara syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Muslam Fiihi atau

barang yang ditransaksikan dalam Salam adalah sebagai berikut:

1) Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang;

2) Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan

akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut

(misalnya beras atau kain), tentang klasifikasi kualitas (misalnya

kualitas utama, kelas dua, atau eks ekspor), serta mengenai jumlahnya.

3) Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.

4) Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus ditunda

pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab Syafi’i membolehkan

penyerahan segera.

5) Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk

penyerahan barang.

6) Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk

tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan. Jika kedua

pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat pengiriman, barang

harus dikirim ke tempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang si

penjual atau bagian pembelian si pembeli.

7) Penggantian Muslam Fiihi dengan barang lain. Para ulama melarang

penggantian Muslam Fiihi dengan barang lainnya. Penukaran atau

penggantian barang Salam ini tidak diperkenankan, karena meskipun

belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik si Muslam Alaih,

tetapi sudah menjadi milik Muslam (fidz-Dzimah). Bila barang tersebut

diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang

sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya.

Page 39: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

39

Hal demikian tidak dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan

unit yang lain untuk barang yang sama.

I. JI’ALAH 1. Pengenalan Istilah Akad Ji’alah, Ju’l atau Ju’liyah secara bahasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang disiapkan untuk diberikan kepada seseorang yang berhasil melakukan perbuatan tertentu, atau juga diartikan sebagai sesuatu yang diberikan kepada seseorang karena telah melakukan pekerjaan tertentu. Menurut para ahli hukum, akad Ji’alah dapat dinamakan janji memberikan hadiah (bonus, komisi atau upah tertentu). Jadi, ji’alah adalah akad atau komitmen dengan kehendak satu pihak. Sedangkan menurut istilah Syara’, akad Ji’alah adalah komitmen memberikan imbalan yang jelas atas suatu pekerjaan tertentu atau tidak tertentu yang sulit diketahui. 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Yusuf: 72

(79:ضف)

72. Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa

yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)

beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".

Page 40: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

40

b. Dalil Hadits

أب٢ ضعد ايخدز٣ ا-ع زض أصخاب ايب٢ -هلل ع اضا -أ ض -ص٢ اهلل ع ا ع٢ ح٢ أت

عه نريو إذ يدغ ضد أي٦و فكايا ا ، فب كس زام فأحا٤ ايعسب ف ا٤ أ ا، د تكس ي كايا إه

كسأ بأ ايكسآ ايصا٤، فذع قعا حت٢ تذعا يا دعال. فذعا ي ا ال فع ، فبسأ، فأت تف ، ع بصاق ذ ،

ايب٢ بايصا٤، فكايا ال أخر ح -ت٢ طأ ض ا أدزاى أا زق١، -ص٢ اهلل ع : قا فطأي فطخو

. )ز اضسبا ي٢ بط ا، د ازخباي اخر أح اد اب ايتسر د دا اب ط ايخان حبا اب

شب١. اب اب ايدازق ايطا٥ ك صخح(. ايب را حدح حط أب عط٢ قاAbu Sa’id al-Khudri RA meriwayatkan bahwasanya sekelompok Sahabat Nabi SAW

mendatangi suatu perkemahan suku Badui, namun suku Badui tidak mau menjamu

mereka. Kondisi tersebut berjalan hingga ketika kepala suku Badui itu terkena

sengatan. Lalu suku Badui bertanya: “Apakah kalian membawa obat atau azimat (untuk

penyembuhan)”. Para Sahabat menjawab: “Kalian tidak menjamu kami dan kami tidak

akan melakukan apapun hingga kalian memberikan imbalan (upah) bagi kami”. Lalu

suku Badui itu memberikan sepotong domba. Kemudian Abu Sa’id al-Khudri membaca

Surat al-Fatihah, menghimpun air ludahnya dan mengobati kepala suku Badui. Setelah

itu dia sembuh dan suku Badui memberikan seekor domba kepada para Sahabat. Para

Sahabat berkomentar: “Kita tidak akan mengambilnya hingga kita bertanya kepada

Rasulullah SAW”. Kemudian mereka bertanya kepada Nabi SAW, lalu beliau tertawa dan

bersabda: “Apa yang kalian lakukan sesungguhnya adalah ruqyah (pengobatan melalui

do’a-do’a atau ‘mantra-mantra’), maka ambillah (upah)-nya dan berikan saya bagian”.

[HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidiz, Ibn Majah, Ahmad, Ibn Hibban, al-

Hakim, al-Baihaqi, al-Nasa’i, al-Daruquthni dan Ibn Abi Syaibah. Abu ‘Isa berkata: Ini

adalah Hadits Hasan Shahih].

3. Teori Ulama Malikiyah mendefinisikan akad Ji’alah sebagai akad sewa atas manfaat yang diduga dapat tercapai. Hal ini seperti perkataan seseorang, “Barangsiapa yang bisa mengembalikan binatang tunggangan saya yang kabur atau lari, atau barang milik saya yang hilang, atau yang bisa mengurus kebun saya ini, atau menggali sumur untuk saya hingga saya menemukan air, atau menjahit baju atau kemeja untuk saya, maka dia akan mendapatkan sekian.” Di antara contoh akad Ji’alah adalah hadiah yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang berprestasi, atau para pemenang dalam sebuah perlombaan yang diperbolehkan, atau hadiah dengan jumlah tertentu atau bagian harta rampasan perang tertentu diberikan oleh panglima perang kepada orang yang mampu menembus benteng musuh, atau dapat menjatuhkan pesawat-pesawat. Termasuk di dalam akad Ji’alah juga, komitmen membayar sejumlah uang pada dokter yang dapat menyembuhkan penyakit tertentu, atau pada guru yang bisa membimbing anaknya menghafal Al-Qur’an.

Page 41: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

41

Para fuqaha biasa memberikan contoh untuk akad ini dengan kasus orang yang dapat mengembalikan binatang tunggangan yang tersesat atau hilang dan budak yang lari atau kabur.

BAB III HUKUM ISLAM TENTANG PELEPASAN HARTA

A. WAKAF 1. Pengenalan Istilah 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Ali Imran: 92

(99: عسا

92. Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),

sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa

saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.

b. Dalil Hadits

زض سس٠ أ أب صدع ثاث١ إيا اكع ع إذا ات ايإطا قا ض ع اي ص٢ اي ع ق١ داز١

ا اد. )ز : إذا ات اب ا١ ط ز ف . يد صايح دع ي أب عط٢ تفع ب . قا ايطا٥ ايتسر ط

صخح(. را حدح حطAbu Hurairah RA meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Ketika seorang

manusia meninggal dunia, maka amalnya terputus, kecuali dari tiga (hal): Shadaqah

Jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendo’akan-nya”. Dalam riwayat

Muslim menggunakan redaksi: “Jika anak-cucu Adam meninggal dunia”. *HR. Muslim,

al-Tirmidzi dan al-Nasa’i. Abu ‘Isa berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih+.

c. Pendapat Ulama Para imam mazhab sepakat, wakaf itu merupakan ibadah yang diperbolehkan oleh Syariat.

3. Teori Para imam mazhab sepakat, sesungguhnya wakaf itu tidak sah jika barang yang diwakafkan tersebut tidak dapat diambil manfaatnya kecuali dengan dirusakkannya, seperti emas, perak dan makanan. Menurut mazhab Syafi’i diperkenankan untuk mewakafkan binatang. Pendapat yang paling kuat (rajih) dari mazhab Syafi’i, hak milik barang yang diwakafkan itu menjadi milik Allah SWT. Oleh karena itu, barang wakaf bukan milik orang yang mewakafkan (waqif) maupun mauquf ‘alaih (penerima wakaf).

Page 42: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

42

Para imam mazhab sepakat atas diperbolehkannya mewakafkan harta serikat (tidak dapat dibagi), sebagaimana diperbolehkan juga untuk dihibahkan dan disewakan. Para imam mazhab sepakat, apabila barang wakaf tersebut sudah rusak, tidak dikembalikan kepada waqif. Mereka berbeda pendapat tentang menjualnya dan uangnya dipergunakan untuk barang wakaf yang sejenis, jika itu berupa masjid. B. HIBAH 1. Pengenalan Istilah 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Al-Nisa’: 4

(3)ايطا٤:

4. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan

kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka

makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik

akibatnya.

2) Al-Baqarah: 177

(677: ايبكس٠)

Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak

yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan

orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya.

b. Dalil Hadits

عباس اب اهلل ع-ع ايب٢ -ازض : قا -قا ض عد -ص٢ اهلل ع : ايعا٥د ف٢ بت نايهب ك٤٢، ث

د أح اد اب ايتسر ايطا٥ د دا اب ط ا ايبخاز ايبف٢ ق٦. )ز اب ايبسا حبا اب ك

شب١(. ابIbn ‘Abbas RA berkata: Nabi SAW bersabda: “Orang yang menarik kembali pemberian

(hibah)-nya itu seperti seekor anjing yang muntah, kemudian memakan kembali

muntahannya tersebut”. *HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibn Majah,

Ahmad, al-Baihaqi, Ibn Hibban, al-Thabarani dan Ibn Abi Syaibah].

3. Teori

Page 43: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

43

C. SEDEKAH 1. Pengenalan Istilah 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Al-Baqarah: 3

:(4)ايبكس٠

3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,

dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

3. Teori D. HADIAH 1. Pengenalan Istilah 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Al-Baqarah: 188

:(688)ايبكس٠

188. Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain

di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa

(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian

daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal

kamu mengetahui.

b. Dalil Hadits

ايب٢ سس٠ ع أب٢ ضعد ع -ع ض حس ايصدز -ص٢ اهلل ع ايد١ ترب ا فإ اد : ت قا ال تخكس

أب عط٢ . قا ايايط د أح ا ايتسر شا٠. )ز ي شل فسض ا را داز٠ يذازت را حدح غسب

د(. ايSa’id meriwayatkan dari Abu Hurairah RA yang meriwayatkan bahwasanya Nabi SAW

bersabda: “Saling memberi hadiah-lah kalian, karena sesungguhnya hadiah itu

melenyapkan kedengkian dalam hati; dan jangan sekali-kali seorang tetangga

meremehkan (pemberian) pada tetangganya, walaupun (hanya memberi) seiris daging

domba”. *HR. Al-Tirmidzi, Ahmad dan al-Thayalisi. Abu ‘Isa berkata: Ini adalah Hadits

Gharib dari jalur sanad ini].

ايب٢ سس٠ ع أب٢ -ع ض -ص٢ اهلل ع ايبساقا ع٢ اب ك ا ايب ا تخابا.)ز اد ف : ت ايبخاز

فسد(. األدب ايAbu Hurairah RA meriwayatkan bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Saling memberi

hadiah-lah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai”. *HR. Al-Baihaqi, Abu Ya’la, al-

Thabarani dan Bukhari meriwayatkannya dalam kitab al-Adab al-Mufrid].

Page 44: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

44

BAB IV WAKALAH DAN SHULHU

A. WAKALAH 1. Pengenalan Istilah Wakalah atau Wikalah secara bahasa berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Sedangkan secara istilah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Al-Kahfi: 19

(69: ايهف)

Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan

membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan

yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu

2) Al-Nisa’: 35

(41: ايطا٤)

35. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka

kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari

keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan

perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 3. Teori Wakalah atau Wikalah merupakan pemberian kuasa. Sebagaimana halnya pemberian kuasa biasa dalam hukum positif, penerima kuasa hanyalah bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa. Pada praktiknya, Wakalah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip Syariat mengacu pada konsep kuasa dalam hukum positif. Berakhirnya wakalah juga mengacu pada berakhirnya pemberian kuasa berdasarkan Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

1) Jika kuasa yang diberikan ditarik kembali oleh pemberi kuasa 2) Berakhir dengan adanya pemberitahuan penghentian kuasa oleh pemberi

kuasa 3) Meninggalnya pengampu atau pailitnya pemberi kuasa maupun penerima

kuasa.

Page 45: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

45

B. SHULHU 1. Pengenalan Istilah 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Al-Hujurat: 9

(9: احلذسات)

9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang

hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu

melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar

Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.

kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan

hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang

yang Berlaku adil.

2) Al-Anfal: 1

(6: األفا)

1. Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan

perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul,

Page 46: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

46

oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di

antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah

orang-orang yang beriman."

3) Al-Nisa’: 35

(41: ايطا٤)

35. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka

kirimlah seorang juru pendamai dari keluarga laki-laki dan seorang hakam

dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud

Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri

itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

b. Dalil Hadits

اي زض دد أ أب ع ص٢ ع عف اي س ب ع عبد اي ب -حدثا نجري ب ض : ايصح ق -ص٢ اهلل ع ا

إال ع٢ شسط ط اي حساا أح طني إال صخا حس حالال أ اي دا٥ص ب أح شسطا حس حالال أ

د أح اد اب د دا أب ا ايتسر أب حساا. )ز . قا ايبسا ايدازق ايخان ك ايب حبا اب

صخح(. را حدح حط عط٢ Katsir bin ‘Abdillah bin ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani menceritakan Hadits dari ayahnya dari

kakeknya yang meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Perdamaian

(shulhu) itu diperkenankan antar umat muslim, kecuali perdamaian yang

mengharamkan perkara halal; atau menghalalkan perkara haram. Dan kaum muslim

itu (menetapi) syarat-syaratnya, kecuali syarat yang mengharamkan perkara halal;

atau menghalalkan perkara haram”. *HR. Al-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibn Majah, Ahmad,

Ibn Hibban, al-Baihaqi, al-Hakim, al-Daruquthni dan al-Thabarani. Abu ‘Isa berkata: Ini

adalah Hadits Hasan Shahih]. 3. Teori

Page 47: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

47

BAB V DHAMAN DAN KAFALAH

A. DHAMAN 1. Pengenalan Istilah Secara etimologis, kata Dhaman berasal dari kata Dhamnu yang berarti menghimpun. Secara terminologis, Dhaman berarti mengambil alih atau menjamin apa yang sudah atau akad menjadi kewajiban orang lain dan bersifat tetap. 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an b. Dalil Hadits

3. Teori a. Contoh Kasus Contoh jaminan yang sudah menjadi kewajiban: Zaid meminjamkan kepada Umar 1.000.000 sekaligus menjual mobil kepadanya secara kredit. Dengan begitu, Umar telah memiliki kewajiban mengembalikan pinjaman dan membayar mobil. Kemudian pemberi pinjaman meminta ada pihak ketiga yang bisa memberi jaminan atas tanggungan-tanggungan tersebut. Lalu didatangkan-lah pihak ketiga yang memberikan jaminan atas Umar. Contoh yang akan menjadi tanggungan, misalnya ada orang yang mengatakan: “Juallah mobil Anda kepada orang ini, saya yang akan menjamin pembayarannya”. Sedangkan maksud dari bersifat tetap adalah tanggungan tersebut tetap menjadi tanggung jawab yang menghutang untuk mengembalikan. Penjamin hanya ikut serta dalam tanggung jawab saja. Dari sisi nominal jaminan (baik berupa uang kartal, giral atau yang lain sesuai kesepakatan) yang diberikan:

1) Jaminan penuh. Artinya nominal yang diberikan sejumlah nominal yang diminta nasabah. Contoh: Nasabah meminta

B. KAFALAH 1. Pengenalan Istilah Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an 1) Yusuf: 72

(79: ضف)

Page 48: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

48

72. Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa

yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)

beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".

2) Yusuf: 66

(ضف :

11)

66. Ya'qub berkata: "Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi)

bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh

atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali,

kecuali jika kamu dikepung musuh".

3) Ali Imran: 37

(47: عسا أ)

37. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang

baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan

Zakariya pemeliharanya.

4) Yusuf: 78

(78: ضف)

78. Mereka berkata: "Wahai Al Aziz, Sesungguhnya ia mempunyai ayah yang

sudah lanjut usianya, lantaran itu ambillah salah seorang diantara Kami

sebagai gantinya, Sesungguhnya Kami melihat kamu Termasuk oranng-

orang yang berbuat baik".

5) Yusuf: 79

(79: ضف)

79. Berkata Yusuf: "Aku mohon perlindungan kepada Allah daripada

menahan seorang, kecuali orang yang Kami ketemukan harta benda Kami

padanya, jika Kami berbuat demikian, Maka benar-benarlah Kami orang-

orang yang zalim".

b. Dalil Hadits

أب٢ أا١ ضعت ايب٢ ع -قا ض غاز -ص٢ اهلل ع ايصع داع: ايعاز١ ؤدا٠ ف٢ خبت عا حذ١ اي ك

ايدا ك ايب د أح د دا اب ا ايتسر كط٢. )ز أب عط٢ايد شب١. قا أب اب ايبسا :زق

.) حدح أب٢ أا١ حدح حطAbu Umamah berkata: Saya mendengar Nabi SAW bersabda dalam khutbah beliau pada

tahun Haji Wada’: “Pinjaman itu harus dikembalikan, orang yang menjami itu

berhutang dan hutang itu harus dilunasi”. *HR. Al-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, al-

Page 49: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

49

Baihaqi, al-Daruquthni, al-Thabarani dan Ibn Abi Syaibah. Abu ‘Isa berkata: Hadits Abu

Umamah ini adalah Hadits Hasan].

ع األن ١ ب ض ا-ع زض : نا دضا عد ايب٢ -هلل ع -قا ض -ص٢ اهلل ع إذ أت٢ بذاش٠، فكايا ص

تسى ش٦ا. قايا: ال. فص٢ ع. ث : ف . قايا: ال. قا ع د : ت٢ بذاش٠ أخس٣، فكايا: ا أعا. فكا

تسى ش٦ا. قايا: ثالث١ : ف . قا : ع . ق ع د : عا. قا اي، ص أت٢ زض داري. فص٢ عا، ث

عا. : صا ع٢ بايجايج١، فكايا: ص . قايا: ثالث١ داري. قا ع د : ف تسى ش٦ا. قايا: ال. قا : قا

ا ايب . فص٢ ع. )ز ع٢ د اي، ع ا زض أب قتاد٠: ص . قا خازصاحبه ك ايب د أح

شب١(. اب اب ايبساSalamah bin al-Akwa’ RA berkata: Kami duduk di samping Nabi SAW ketika dihadirkan

jenazah ke hadapan beliau. Para Sahabat berkata: “Mohon Anda berkenan menshalati

jenazah ini”. Nabi SAW bersabda: “Apakah dia memiliki hutang”. Para Sahabat

menjawab: “Tidak”. Nabi SAW bersabda: “Apakah dia meninggalkan sesuatu”. Para

Sahabat menjawab: “Tidak”. Lalu Nabi SAW menshalati jenazah itu. Kemudian

dihadirkan lagi jenazah ke hadapan beliau. Para Sahabat berkata: “Wahai Rasulullah,

mohon Anda berkenan menshalati jenazah ini”. Nabi SAW bersabda: “Apakah dia

memiliki hutang”. Para Sahabat menjawab: “Ya”. Nabi SAW bersabda: “Apakah dia

meninggalkan sesuatu”. Para Sahabat menjawab: “3 Dinar”. Lalu Nabi SAW menshalati

jenazah itu. Selanjutnya dihadirkan jenazah yang ketiga ke hadapan beliau. Para

Sahabat berkata: “Mohon Anda berkenan menshalati jenazah ini”. Nabi SAW bersabda:

“Apakah dia meninggalkan sesuatu”. Para Sahabat menjawab: “Tidak”. Nabi SAW

bersabda: “Apakah dia memiliki hutang”. Para Sahabat menjawab: “3 Dinar”. Nabi SAW

bersabda: “Shalatilah teman kalian” (yakni Nabi SAW tidak berkenan menshalati

jenazah tersebut). Abu Qatadah berkata: “Mohon Anda berkenan menshalati jenazah itu

wahai Rasulullah, dan saya menanggung hutangnya”. Kemudian Nabi SAW menshalati

jenazah ketiga itu. [HR. Bukhari, Ahmad, al-Baihaqi, al-Thabarani dan Ibn Abi Syaibah].

ايب٢ دد أ أب ع شعب ع س ب ص٢ اهلل ع-حدث٢ ع -ض قا ك ا ايب : ال نفاي١ ف٢ حد. )ز

إضاد ضعف(.‘Amr bin Syu’aib menceritakan Hadits dari ayahnya dari kakeknya yang meriwayatkan

bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Tiada ada penjaminan (kafalah) dalam tindak

pidana”. *HR. Al-Baihaqi dan sanadnya dha’if (lemah)+.

3. Teori a. Jenis-jenis Kafalah

1) Kafalah bi al-Nafs. Yaitu akad memberikan jaminan atas diri (personal guarantee). Contoh: Seorang nasbah yang mendapatkan pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.

Page 50: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

50

2)

BAB VI RIBA, BANK DAN ASURANSI

A. RIBA 1. Pengenalan Istilah

Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,

secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah

teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara uum terdapat benang

merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam

transaksi jual beli maupun pinjam-peminjam secara batil atau bertentangan dengan

prinsip muamalah dalam Islam.

2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an

1) Al-Rum: 39

(49: ايس)

39. Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah

pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah.

2) Ali Imran: 130

(642: عسا أ)

Page 51: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

51

130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan

berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat

keberuntungan.

3) Al-Baqarah: 275

(971: ايبكس٠)

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

4) Al-Baqarah: 278

(978: ايبكس٠)

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang

beriman.

b. Dalil Hadits

اي زض يع دابس قا -ع ض -ص٢ اهلل ع ا ط ا٤. )ز ض قا شاد. ناتب ن ايسبا آن

دايبخاز دا اب اد اب ايتسر دأح ايطا٥ حبا شب١(. اب أب اب ايبسا ك ايبJabir berkata: Rasulullah SAW melaknati pemakan, yang mewakilkan, pencatat dan dua

saksi riba. [HR. Muslim, Bukhari, Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, Ibn

Hibban, al-Nasa’i, al-Baihaqi, al-Thabarani dan Ibn Abi Syaibah].

عبد صاحب ايب٢ فطاي١ ب -ع ض ا -ص٢ اهلل ع ايسبا )ز د د قسض دس فع١ ف : ن قا أ

ك شب١(.ايب اب اب Fadhalah bin ‘Ubaid, seorang Sahabat Nabi SAW, berkata: “Setiap hutang yang menarik

manfaat adalah salah satu bentuk riba”. *HR. Al-Baihaqi dan Ibn Abi Syaibah].

اي زض : قا ايصات قا عباد٠ ب ص -ع ض ب-٢ اهلل ع ب باير ،ايبس بايبس ،ايفط١ بايفط١ ،: اير

س ،ايصعري بايصعري س بايت ،ايح بايح ،ايت ا٤ ،جال بج ا٤ بط .دا بد ،ض فبعا ،ر األصاففإذا اختفت

دا بد إذا نا شب١( نف ش٦ت اب اب ك ايب حبا اب د أح ا ط .)ز‘Ubadah bin al-Shamit berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Emas (ditukar) dengan

emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma

dengan kurma, dan garam dengan garam; dalam ukuran yang sama, seimbang dan

secara kontan. Jika jenisnya berbeda, maka perjual-belikanlah sesuai keinginan kalian,

selama dilakukan secara kontan”. [HR. Muslim, Ahmad, Ibn Hibban, al-Baihaqi dan Ibn

Abi Syaibah].

3. Teori

a. Jenis-Jenis Riba

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing

adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi

Page 52: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

52

menjadi Riba Qardh dan Riba Jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli,

terbagi menjadi Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah. Berikut penjelasannya:

1) Riba Qardh. Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang

disyaratkan terhadap yang berutang (Muqtaridh).

2) Riba Jahiliyyah. Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam

tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

3) Riba Fadhl. Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran

yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk

dalam jenis barang ribawi.

4) Riba Nasi’ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang

ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba

Nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan

antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

b. Jenis Barang Ribawi

Para ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi

dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan

disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa

barang ribawi meliputi:

1) Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk

lainnya;

Page 53: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

53

2) Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan

makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dalam kaitannya dengan perbankan Syariah, implikasi ketentuan tukar

menukar antarbarang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah

dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat

transaksi jual beli. Misalnya, rupiah dengan rupiah hendaklah Rp.

5.000 dengan Rp. 5.000 dan diserahkan ketika tukar-menukar.

2) Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis

diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat

barang diserahkan pada saat akad jual beli. Misalnya, Rp. 5.000 dengan

1 dollar Amerika.

3) Jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa

persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaian dengan

barang elektronik.

c. Larangan riba dalam al-Qur’an

Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus,

melainkan diturunkan dalam empat tahap:

Tahap Pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada

zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu

perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT.

Tahap Kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT

mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang

memakan riba.

Tahap Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan

yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga

dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak

dipraktikkan pada masa tersebut. Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriah. Secara

umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah

merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba,

tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik

pembungaan uang pada saat itu.

Tahap Terakhir, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun

jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang

diturunkan menyangkut riba.

Page 54: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

54

d. Larangan Riba dalam Hadits

Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-Qur’an,

melainkan juga al-hadits. Hal ini sebagaimana posisi umum hadits yang

berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui

Al-Qur’an, pelarangan riba dalam hadits lebih terinci.

Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah,

Rasulullah saw. masih menekankan sikap Islam yang melarang riba: “Ingatlah

bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung

amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang

akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu

tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

e. Alasan Pembenaran Pengambilan Riba

Sekalipun ayat-ayat dan hadits riba sudah sangat jelas dan sharih, masih

saja ada beberapa cendekiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran

atas pengambilan bunga uang. Di antaranya karena alasan berikut:

1) Dalam keadaan darurat bunga halal hukumnya.

2) Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang, sedangkan suku bunga

yang “wajar” dan tidak menzalimi, diperkenankan.

3) Bank, sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf, dengan

demikian tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.

f. Perbedaan Antara Investasi dan Membungakan Uang

Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang.

Perbedaan tersebut dalam ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.

1) Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena

berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian,

perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.

2) Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung

risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti

dan tetap.

g. Perbedaan Antara Utang Uang dan Utang Barang

Ada dua jenis utang yang berbeda satu sama lainnya, yakni utang yang

terjadi karena pinjam-peminjam uang dan utang yang terjadi karena pengadaan

barang. Utang yang terjadi karena pinjam-peminjam uang tidak boleh ada

tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai,

biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti

dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperolehkan.

Page 55: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

55

Utang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam

satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri

atas harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual

telah disepakati, selamanya tidak boleh berubah naik karena akan masuk dalam

kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan Syariah yang muncul adalah

kewajiban dalam bentuk utang pengadaan barang, bukan utang uang.

h. Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil

Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba.

Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya

mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan dalam

tabel berikut.

Tabel

Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil

BUNGA BAGI HASIL

1) Penentuan bunga dibuat pada

waktu akad dengan asumsi harus

selalu untung

1) Penentuan besarnya rasio/

nisbah bagi hasil dibuat pada

waktu akad dengan

berpedoman pada

kemungkinan untung rugi

2) Besarnya persentase berdasarkan

pada jumlah uang (modal) yang

dipinjamkan.

2) Besarnya rasio bagi hasil

berdasarkan pada jumlah

keuntungan yang diperoleh

2) Pembayaran bunga tetap seperti

yang dijanjikan tanpa

pertimbangan apakah proyek yang

dijalankan oleh pihak nasabah

untung atau rugi.

3) Bagi hasil bergantung pada

keuntungan proyek yang

dijalankan. Bila usaha merugi,

kerugian akan ditanggung

bersama oleh kedua belah

pihak.

3) Jumlah pembayaran bunga tidak

meningkat sekalipun jumlah

keuntungan berlipat atau keadaan

ekonomi sedang “booming”.

4) Jumlah pembagian laba

meningkat sesuai dengan

peningkatan jumlah

pendapatan.

4) Eksistensi bunga diragukan (kalau

tidak dikecam) oleh semua agama

yang termasuk Islam.

5) Tidak ada yang meragukan

keabsahan bagi hasil.

Page 56: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

56

i. Dampak Negatif Riba

1) Dampak Ekonomi. Di antara dampak ekonomi riba adalah dampak

inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut

disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah

suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga

yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah

bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan

tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar

dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut

dibungakan. Contoh paling nyata adalah utang negara-negara

berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman

lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-

negara pengutang harus berutang lagi untuk membayar bunga dan

pokoknya. Akibatnya, terjadilah utang yang terus-menerus. Ini yang

menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa

lebih dari separoh masyarakat dunia.

2) Sosial Kemasyarakatan. Riba merupakan pendapatan yang didapat

secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk

memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan,

misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang

dipinjamkannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha

yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapat keuntungan lebih

dari dua puluh lima persen? Semua orang, apalagi yang beragama tahu

bahwa siapa pun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau

lusa. Siapa pun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan:

berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, orang sudah memastikan

bahwa usaha yang dikelola pasti untung.

B. BANK 1. Pengenalan Istilah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa pengertian

bank adalah badan usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang

dalam masyakarat, terutama memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas

pembayaran dan peredaran uang.

Menurut Fuad Mohd Fachruddin, bank berasal dari kata banko (bahasa Italia),

sedangkan menurut Yan Pramadyapuspa, bank berasal dari bahasa Inggris atau

Belanda yang berarti kantor penyimpanan uang. Bank adalah simbol bahwa para

Page 57: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

57

penukar uang meletakkan uang penukaran di atas sebuah meja, meja ini dinamakan

banko yaitu bangku dalam bahasa Indonesia. Jadi, kata bank dambil dari kata banko

sebagai simbol penukaran uang di Italia.

Fuad Mohd Fachruddin berpendapat bahwa bank menurut istilah adalah suatu

perusahaan yang memperdagangkan utang-piutang, baik yang berupa uangnya

sendiri maupun uang orang lain.

Masjfuk Zuhdi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan bank non-Islam

(conventional bank atau bank konvensional) adalah sebuah lembaga keungan yang

fungsi utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang

atau lembaga yang membutuhkannya, guna investasi (penanaman modal) dalam

usaha-usaha produktif dengan sistem bunga.

Beberapa istilah penting terkait bank adalah:

Bank Desa: Bank yang mengatur pemberian kredit, lalu lintas transaksi

keuangan, pembayaran, dan peredaran uang di desa-desa;

Bank Devisa: Bank yang mengatur peredaran devisa, alat pembayaran luar

negeri;

Bank Garansi: Bank yang mengeluarkan surat jaminan untuk membayar

seseorang berdasarkan undang-undang tertentu yang berfungsi sebagai

alat pembayaran;

Bank Pasar: Bank yang terdapat di sebuah pasar, melayani simpan pinjam

uang para pedagang dan umum, serta mengelola peredaran uang di pasar;

Bank Pembangunan: Bank yang dalam pengumpulan dananya menerima

simpanan dalam bentuk deposito dan/atau mengeluarkan kertas berharga

jangka menengah dan panjang, serta memberikan kredit jangka menengah

dan panjang di bidang pembangunan;

Bank Penerbit: Bank yang mengeluarkan uang atas permintaan atau bank

yang mengeluarkan warkat niaga yang diberikan kepada yang berhak dan

setiap saat dapat diuangkan atau diperdagangkan;

Bank Plecit: Sebutan bagi lembaga bukan bank atau perseorangan yang

meminjamkan uang, biasanya dengan bunga tinggi dan penagihannya

dilakukan setiap hari

Bank Sentral: Bank yang tugas pokoknya membantu pemerintah dalam hal

mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai mata uang negara,

serta mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta

memperluas kesempatan kerja;

Bank Syariah: Bank yang didasarkan atas hukum Islam;

Page 58: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

58

Bank Tabungan: Bank yang dalam pengumpulan dananya murni

mengutamakan penerimaan dari simpanan dalam bentuk tabungan,

sedangkan usahanya yang utama adalah membungakan dananya dalam

kertas berharga;

Bank Umum: Bank yang dalam pengumpulan dananya mengutamakan

penerimaan simpanan dl bentuk giro dan deposito serta dalam usahanya

mengutamakan pemberian kredit jangka pendek.

2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an

b. Dalil Hadits

3. Teori

a. Sejarah Pendirian Bank

Bank merupakan hasil perkembangan cara-cara penyimpanan harga benda.

Para saudagar merasa khawatir membawa perhiasan dan yang lain-lainnya dari

suatu tempat ke tempat lainnya, akrena di pelabuhan dan tempat-tempat lain

terdapat banyak pencuri. Maka, bank merupakan alternatif yang tepat untuk

menitipkan barang-barang yang berharga, karena bank dapat dipercaya dan

dapat menjaga harta dengan kekuatan tenaga. Dengan demikian, berdirilah

bank-bank dengan cara-caranya sendiri.

Bank pertama berdiri di Venesia dan Genoa di Italia, kira-kira abad ke-14 M.

Kota-kota tersebut dikenal sebagai kota perdagangan. Dari kedua kota ini

berpindahlah sistem bank ke Eropa Barat. Di Inggris didirikan Bank of England

pada tahun 1696.

b. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvesional

1) Akad dan Aspek Legalitas

Dalam Bank Syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi

duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum

Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/ perjanjian yang

telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka,

tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggung-jawaban

hingga yaumil qiyamah nanti.

Setiap akad dalam perbankan Syariah, baik dalam hal barang, pelaku

transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad,

seperti hal-hal berikut:

a) Rukun. Seperti:

Penjual

Pembeli

Page 59: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

59

Barang

Harga

Akad/Ijab-Qabul.

b) Syarat. Seperti:

Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang

dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum Syariah.

Harga barang dan jasa harus jelas.

Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan

berdampak pada biaya transportasi.

Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam

kepemilikan.

Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau

dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam

pasar modal.

2) Lembaga Penyelesai Sengketa

Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan Syariah

terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua

belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesai-

kannya sesuai tata cara dan hukum materi Syariah.

Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip

Syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah

Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan

Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.

3) Struktur Organisasi

Bank Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank

konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang

amat membedakan antar bank Syariah dan bank konvensional adalah

keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi

operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis

Syariah.

Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat

Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari

setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu,

biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh

Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas

Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

Page 60: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

60

4) Bisnis dan Usaha yang Dibiayai

Dalam Bank Syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas

dari saringan Syariah. Karena itu, bank Syariah tidak akan mungkin

membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.

Dalam perbankan Syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui

sebelum dipastikan beberapa hal pokok, di antaranya sebagai berikut.

a) Apakah objek pembiayaan halal atau haram?

b) Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?

c) Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila?

d) Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?

e) Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal

atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal?

f) Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung

maupun tidak langsung?

5) Lingkungan Kerja dan Corporate Culture

Sebuah bank Syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang

sejalan dengan Syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq,

harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif

muslim yang baik. Di samping itu, karyawan bank Syariah harus skillfull dan

profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work di

mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian

pula dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang

sesuai dengan Syariah.

Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan

merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga

keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang

terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi

nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi saw. mengatakan bahwa

senyum adalah sedekah.

6) Ringkasan Perbandingan Antara Bank Syariah dan Konvensional

Perbandingan antara bank Syariah dan bank konvensional disajikan

dalam tabel berikut:

Page 61: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

61

Tabel

Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

BANK ISLAM BANK KONVENSIONAL

1) Melakukan investasi-investasi

yang halal saja

2) Berdasarkan prinsip bagi hasil,

jual beli, atau sewa

3) Profit dan fallah oriented

4) Hubungan dengan nasabah

dalam bentuk hubungan

kemitraan

5) Penghimpunan dan penyaluran

dana harus sesuai dengan fatwa

Dewan Pengawas Syariah

1) Investasi yang halal dan

haram

2) Memakai perangkat bunga

3) Profit oriented

4) Hubungan dengan nasabah

dalam bentuk hubungan

debitor-debitor

5) Tidak terdapat dewan

sejenis

c. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository/Wadi’ah)

1) Pengenalan Istilah

Dalam tradisi fiqih Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan

prinsip Wadi’ah. Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu

pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga

dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.

2) Dasar Hukum

a) Dalil al-Qur’an

b) Dalil Hadits

3) Teori

a) Jenis-jenis Akad Wadi’ah

Pada dasarnya, penerima simpanan adalah yad al-amanah (tangan

amanah), artinya ia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau

kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal ini bukan akibat

dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara

barang titipan (karena faktor-faktor di luar batas kemampuan). Hal ini

telah dikemukakan oleh Rasulullah dalam suatu hadits, “Jaminan

pertanggung-jawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak

menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai

terhadap titipan tersebut.”

Page 62: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

62

Akan tetapi, dalam aktivitas perekonomian modern, si penerima

simpanan tidak mungkin akan meng-idle-kan aset tersebut, tetapi

mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu.

Karenanya, ia harus meminta izin dari si pemberi titipan untuk

kemudian mempergunakan hartanya tersebut dengan catatan ia

menjamin akan mengembalikan aset tersebut secara utuh. Dengan

demikian, ia bukan lagi yad al-amanah, tetapi yad adh-dhamanah

(tangan penanggung) yang bertanggung jawab atas segala kehilangan/

kerusakan yang terjadi pada barang tersebut.

Dengan konsep al-wadi’ah yad al-amanah, pihak yang menerima

tidak menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang

dititipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman.

Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip

sebagai biaya penitipan.

Dengan demikian, pada dasarnya, prinsip wadi’ah dibedakan atas:

i. Wadia’ah al-Amanah. Merupakan konsep penitipan murni. Nasabah sebagai pihak yang menitipkan barang semata-mata hanya menitipkan barangnya, dan bank sebagai pihak yang menerima titipan tidak boleh menggunakannya. Nasabah dapat sewaktu-waktu mengambil barang yang dititipkannya. Dalam produk perbankan, contohnya adalah safe deposit box.

ii. Wadi’ah Yad-Dhamanah. Dana yang dititipkan boleh digunakan oleh bank yang bertindak selaku penerima titipan dengan syarat, pada saat nasabah memerlukannya, bank harus setiap saat mengembalikan/membayar yang dititipkannya itu. Dalam produk perbankan, contohnya adalah giro (current account) dan tabungan (saving account).

b) Aplikasi Perbankan

Mengacu pada pengertian yad adh-dhamanah (lihat skema di

halaman berikut), bank sebagai penerima simpanan dapat

memanfaatkan al-wadi’ah untuk tujuan:

Current account (giro)

Saving account (tabungan berjangka).

Sebagai konsekuensi dari yad adh-dhamanah, semua keuntungan

yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank

(demikian juga ia adalah penanggung seluruh kemungkinan kerugian).

Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap

hartanya, demikian juga fasilitas-fasilitas giro lainnya.

Page 63: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

63

Sungguhpun demikian, bank sebagai penerima titipan, sekaligus

juga pihak yang telah memanfaatkan dana tersebut, tidak dilarang

untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan

tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam

nominal atau persentase secara advance, tetapi betul-betul merupakan

kebijaksanaan dari manajemen bank.

Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan

dari Abu Rafie bahwa Rasulullah saw. pernah meminta seseorang

untuk meminjamkannya seekor unta. Diberiknya unta kurban

(berumur sekitar dua tahun). Setelah selang beberapa waktu,

Rasulullah saw. memerintahkan Abu Rafie kembali kepada Rasulullah

saw. seraya berkata, “Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami

temukan; yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat

tahun”. Rasulullah saw. berkata, “Berikanlah itu karena sesungguhnya

sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).

Dari semangat hadits di atas, jelaslah bahwa bonus sama sekali

berbeda dari bunga, baik dalam prinsip maupun sumber pengambilan.

Dalam praktiknya, nilai nominalnya mungkin akan lebih kecil, sama,

atau lebih besar dari nilai suku bunga.

Dalam dunia perbankan modern yang penuh dengan kompetisi,

insentif semacam ini dapat dijadikan sebagai banking policy dalam

upaya merangsang semangat masyarakat dalam menabung, sekaligus

sebagai indikator kesehatan bank terkait. Hal ini karena semakin besar

nilai keuntungan yang diberikan kepada penabung dalam bentuk

investasi yang produktif dan menguntungkan.

Dewasa ini, banyak bank Islam di luar negeri yang telah berhasil

mengombinasikan prinsip al-wadi’ah dengan prinsip al-mudharabah.

Dalam kombinsai ini, dewan direksi menentukan besarnya bonus

dengan menetapkan persentase dari keuntungan yang dihasilkan oleh

dana al-wadi’ah tersebut dalam suatu periode tertentu.

Dengan konsep al-wadi’ah yad adh-dhhamanah, pihak yang

menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau

barang yang dititipkan. Tentunya, pihak bank dalam hal ini

mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Bank dapat memberikan

insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.

Wadi’ah adalah salah satu produk bank syariah yang berarti penitipan dana antara pihak pemilik dana dan pihak penerima titipan

Page 64: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

64

yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. Sistem wadi’ah ini sering digunakan untuk produk bank dalam bentuk tabungan atau giro. Karena hanya “menitipkan” dana, nasabah tidak berhak mendapatkan hasil apapun. Akan tetapi nasabah dapat mengambil dananya kapanpun dia kehendaki. Sebaliknya bank tidak mempunyai kewajiban memberikan hasil dari penitipan dana itu. Mengapa dana wadi’ah tidak dapat digunakan untuk investasi oleh bank? Dalam prinsip wadi’ah, uang atau dana dari nasabah sekedar dititipkan di bank. Dana nasabah itu harus dapat diambil kembali setiap saat dan bank wajib untuk memberikannya. Jadi, secara teoretis, bank tidak dapat menggunakan dana titipan itu untuk investasi. Mengapa bank tidak wajib memberikan imbal jasa kepada nasabah? Karena dana wadi’ah tidak dapat diinvestasikan oleh bank, bank tidak mendapatkan manfaat apapun dari dana wadi’ah. Jadi, bank juga tidak wajib memberikan imbal jasa kepada nasabah. Jika begitu, bukankah lebih menguntungkan menabung di bank konvensional daripada di bank syariah? Tidak benar, SALAH!. Karena, jika saldo nasabah kurang dari Rp. 2.000.000, maka bukan mendapatkan bunga, tabungan nasabah malah berkurang. Mengapa demikian? Karena biaya administrasi bank konvensional lebih besar atau lebih banyak daripada bunganya. Nah, jika saldo tabungannya lebih dari Rp. 2.000.000, tetap lebih menguntungkan menabung di bank syariah, tetapi dengan prinsip Mudharabah. Lalu, siapakah yang paling tepat untuk menggunakan prinsip wadi’ah? Prinsip wadi’ah ini cocok digunakan bagi nasabah atau individu yang memiliki dana tidak banyak dan atau dananya sering dambil untuk modal usaha. Mengapa demikian? Mari kita lihat lebih jauh melalui skema berikut: c) Sifat Skema Wadi’ah

Dalam akad yang menggunakan prinsip wadi’ah, prinsip mutlak atas objeknya adalah dana yang dititipkan (ida’) merupakan milik mutlak penitip (muwaddi’). Sifat skema wadi’ah untuk giro dan tabungan adalah:

i. Para pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini setiap saat (karena wadi’ah termasuk akad yang tidak lazim). Jadi, dana yang dititipkan bisa diambil setiap saat oleh pihak yang menitipkan dana tersebut.

ii. Terdapat unsur permintaan tolong dari penitip (pemilik dana), sedangkan memberikan pertolongan adalah hak dari penerima titipan (bank). Jadi, penerima titipan berhak untuk

Page 65: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

65

menolak permintaan titipan yang diajukan oleh penitip. Hal ini dapat terjadi antara lain, apabila dana yang dititipkan ternyata tidak jelas kepemilikannya, atau dana tersebut membahayakan kedudukan pihak yang menerima titipan, misalnya uang yang terindikasi hasil korupsi atau kegiatan haram lainnya. Apabila pihak penerima tidak mau menerima titipan, tidak ada keharusan baginya untuk menjaga titipan tersebut.

Satu hal yang menarik dari akad dengan skema wadi’ah ini adalah, apabila pihak penerima titipan meminta pembayaran administrasi untuk barang yang dititipkan, akad wadi’ah tersebut berubah menjadi akad sewa-menyewa (ijarah). Mengapa demikian? Karena dengan dibayarkannya uang penitipan barang, seolah-olah penitip “menyewa” suatu tempat penitipan, dan karenanya penerima titipan harus bertanggung jawab dan menjaga keamanan dari barang yang dititipkan. Penerima titipan tidak dapat membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak. Contohnya dalam perjanjian penyewaan safe deposit box. Sifat akad wadi’ah dalam giro dan tabungan:

i. Perjanjian akad dapat dibatalkan setiap saat. Jadi, dana yang dititipkan bisa diambil kapanpun oleh pihak yang menitipkan dana.

ii. Terdapat unsur permintaan tolong dari penitip (pemilik dana), sedangkan memberikan pertolongan adalah hak dari penerima titipan (bank). Jadi, penerima titipan berhak untuk menolak permintaan titipan yang diajukan oleh pemilik dana.

d) Syarat yang Harus Dipenuhi dalam Skema Wadi’ah

Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/14/DPbS, untuk melaksanakan akad wadi’ah untuk giro dan tabungan, disyaratkan hal-hal sebagai berikut:

i. Bank berperan sebagai penerima dana titipan dan nasabah selaku penitip dana.

ii. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan dana pribadi nasabah.

iii. Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah.

iv. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan dan penggunaan produk Giro atau Tabungan atas dasar akad wadi’ah dalam bentuk perjanjian tertulis.

Page 66: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

66

v. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening, antara lain biaya kartu ATM, buku/cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, biaya pembukaan dan penutupan tabungan.

vi. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah. vii. Dana titipan dapat dambil setiap saat oleh nasabah.

e) Potensi Risiko dalam Skema Wadi’ah dan Antisipasinya

Risiko yang mungkin dihadapi pihak bank: i. Risiko likuiditas, yang disebabkan oleh fluktuasi dana yang

ada di rekening giro relatif tinggi dan bank setiap saat harus memenuhi kewajiban jangka pendek tersebut.

ii. Risiko pasar, yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar untuk giro dalam valuta asing.

Dalam praktiknya, terkadang bank syariah tetap memungut sejumlah biaya administrasi tertentu untuk dapat tetap memelihara rekening nasabah serta memberikan fasilitas kemudahan berupa fitur-fitur tertentu seperti ATM, e–payment, e-banking dan telephone banking. Hal ini terutama berlaku bagi bank syariah yang masih memiliki bisnis konvensional karena fitur-fitur kemudahan bagi nasabah dianggap sebagai fasilitas dan wajar kiranya jika nasabah dibebani biaya tertentu untuk dapat menikmatinya. Catatan: Dalam giro atau tabungan wadi’ah, nasabah sekedar “menitipkan”

uangnya kepada bank. Penitipan uang secara wadi’ah pada bank syariah, biasanya biaya

administrasinya lebih rendah. Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau

bonus kepada nasabah. C. ASURANSI 1. Pengenalan Istilah Menurut Pasal 246 Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Perniagaan), bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi. Sedangkan menurut Fuad Mohd. Fachruddin, yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban

Page 67: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

67

membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat). Selain itu, dalam KBBI juga disebutkan pengertian reasuransi, yaitu pengasuransian balik (oleh perusahaan asuransi) atas sesuatu yang telah diasuransikan oleh pihak lain (kepada perusahaan asuransi tersebut) kepada perusahaan asuransi lainnya. Pengetian premi adalah jumlah uang yang harus dibayarkan pada waktu tertentu kepada asuransi sosial. 2. Dasar Hukum

a. Dalil al-Qur’an b. Dalil Hadits

3. Teori a. Macam-macam Asuransi Asuransi yang terdapat pada negara-negara di dunia ini bermacam-macam. Hal ini terjadi karena bermacam-macam pula sesuatu yang diasuransikan.

1) Asuransi Timbal Balik. Yaitu beberapa orang memberikan iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau melepaskan beban seseorang dari mereka saat mendapat kecelakaan. Jika uang yang dikumpulkan tersebut telah habis, dipungut lagi iuran yang baru untuk persiapan selanjutnya. Demikian seterusnya.

2) Asuransi Dagang. Yaitu beberapa manusia yang senasib bermufakat dalam mengadakan pertanggung-jawaban bersama untuk memikul kerugian yang menimpa salah seorang anggota mereka. Apabila timbul kecelakaan yang merugikan salah seorang anggota kelompoknya yang telah berjanji itu, seluruh orang yang tergabung dalam perjanjian tersebut memikul beban kerugian itu dengan cara memungut derma (iuran) yang telah ditetapkan atas dasar kerjasama untuk meringankan teman semasyarakat.

3) Asuransi Pemerintah. Yaitu menjamin pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita di waktu terjadinya suatu kejadian yang merugikan tanpa mempertimbangkan keuntungannya, bahkan pemerintah menanggung kekurangan yang ada karena uang yang dipungut sebagai iuran dan asuransi lebih kecil daripada harga pembayaran kerugian yang harus diberikan kepada penderita di waktu kerugian itu terjadi. Asuransi pemerintah dilakukan secara obligator atau paksaan dan dilakukan oleh badan-badan yang telah ditentukan untuk masing-masing keperluan.

4) Asuransi Jiwa. Yaitu asuransi atas jiwa orang-orang yang mempertanggung-jawabkan atas jiwa orang lain. Penanggung (asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebutkan namanya dalam polis apabila orang yang ditanggung itu meninggal dunia atau sudah melewati masa-masa tertentu.

Page 68: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

68

5) Asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan. Yaitu asuransi dengan keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan-kerusakan diri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan atau asuransi atas penyakit-penyakit tertentu.

6) Asuransi terhadap Bahaya-bahaya Pertanggung-jawaban Sipil. Yaitu asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti asuransi rumah, perusahaan, mobil, kapal udara, kapal laut motor, dan yang lainnya.

Dalam KBBI disebutkan beberapa jenis asuransi: 1) Asuransi deposito: asuransi atas nasabah bank yang depositonya

bernilai sangat besar; 2) Asuransi jiwa: pertanggungan jiwa (tentang kematian); 3) Asuransi kebakaran: pertanggungan kebakaran (tentang rumah dan

sebagainya yang terbakar); 4) Asuransi kecelakaan: pertanggungan kecelakaan; 5) Asuransi kesehatan: lembaga sosial yang bergerak di bidang

pengusahaan jaminan pelayanan kesehatan dan mengatur hak dan kewajiban peserta;

6) Asuransi korban perang: asuransi yang mengatur jaminan hidup orang-orang yang menderita akibat peperangan;

7) Asuransi kredit: jaminan pembayaran kredit oleh pihak ketiga (C) kepada pemberi kredit (A) apabila penerima kredit (B) tidak melunasi utangnya;

8) Asuransi perusahaan: asuransi atas jiwa seorang direktur perusahaan, pekerja, atau pejabat penting yang polisnya dapat dibayarkan kepada perusahaan yang mempekerjakan orang itu;

9) Asuransi ternak: asuransi atas jiwa ternak yang polisnya dapat dibayarkan kepada pemilik ternak.

b. Pendapat Ulama tentang Asuransi Masalah asuransi dalam pandangan Islam termasuk masalah ijtihadiyah, yaitu hukumnya perlu dikaji sedalam mungin karena tidak dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah secara tersurat (eksplisit). Pada imam mazhab tidak memberikan fatwa mengenai asuransi karena pada masanya asuransi belum dikenal. Sistem asuransi baru dikenal di dunia Timur pada abad ke-19 M. Dunia Barat sudah mengenal sistem asuransi sejak abad 15 M, sedangkan para imam mazhab hidup sekitar abad 2 sampai 9 M. Di kalangan ulama terdapat empat pendapat tentang hukum asuransi:

1) Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasuk asuransi jiwa. Kelompok ini antara lain Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqili, Muhamamad Yusuf al-Qardhawi dan Mukammad Bakhit al-Muth’i. Alasan mereka antara lain: a) Asuransi pada hakikatnya sama dengan judi; b) Asuransi mengandung unsur yang tidak jelas dan tidak pasti;

Page 69: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

69

c) Asuransi mengandung unsur riba/rente; d) Asuransi mengandung unsur eksploitasi, karena apabila

pemegang polis tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang premi yang telah dibayarkan;

e) Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktik riba (karena uang tersebut dikreditkan atau dibungakan);

f) Asuransi termasuka akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang tidak tunai dengan uang tunai;

g) Hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang Mahaesa.

2) Membolehkan semua asuransi dalam praktiknya dewasa ini. Pendapat ini dkemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Musthafa Ahmad Zarqa dan Muhammad Yusuf Musa. Alasan mereka antara lain: a) Tidak ada nash al-Qur’an maupun Hadits yang melarang asuransi; b) Kedua pihak yang berjanji (asurador yang yang mempertanggung-

kan) dengan penuh kerelaan menerima opreasi ini dilakukan dengan memikul tanggung jawab masing-masing;

c) Asuransi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak, dan bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak;

d) Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan (disalurkan kembali untuk dijadikan modal) untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan;

e) Asuransi termasuk akad mudharabah, maksudnya asuransi merupakan akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang mengatur modal atas dasar bagi hasil (profit and loss sharing);

f) Asuransi termasuk syirkah ta’awuniyyah (kerjasama tolong menolong);

g) Asuransi dianalogikan atau diqiyaskan dengan sistem pensiun, seperti taspen;

h) Operasi asuransi dilakukan untk kemaslahatan umum dan kepentingan bersama;

i) Asuransi menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta benda, kekayaan dan pribadi (jiwa-raga).

Dengan alasan-alasan yang demikian, asuransi dianggap membawa manfaat bagi pesertanya dan perusahaan asuransi secara bersamaan. Praktik atau tindakan yang dapat mendatang kemaslahatan orang banyak dibenarkan oleh agama.

3) Membolehkan asuransi yang bersifat sosial (misalnya asuransi kesehatan dan pendidikan) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial semata. Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Abu

Page 70: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

70

Zahrah. Alasan yang dapat digunakan untuk membolehkan asuransi yang bersifat sosial sama dengan alasan pendapat kedua di atas, sedangkan alasan pengharaman asuransi bersifat komersial semata sama dengan alasan pendapat pertama.

4) Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat, karena tidak ada dalil-dalil syariah yang secara jelas mengharamkan maupun menghalalkan-nya. Apabila hukum asuransi dikategorikan syubhat, konsekuensinya adalah umat muslim dituntut untuk berhati-hati dalam menghadapi asuransi. Umat Islam baru diperbolehkan menjadi polis atau mendirikan perusahaan asuransi apabila dalam keadaan darurat. Pendapat ini terdapat dalam kepustakaan Tarjih Muhammadiyah.

Mengingat asuransi sudah terdapat dan berjalan di sebagian besar negara mayoritas muslim, maka negara-negara Islam sedunia berkonferensi dengan keputusan-keputusan sebagai berikut:

1) Asuransi yang di dalamnya terdapat unsur riba dan eksploitasi adalah haram.

2) Asuransi yang bersifat koperatif hukumnya halal: Asuransi yang khusus untuk suatu usaha dapat dilakukan oleh

manusia (sekumpulan manusia) atas dasar koperatif; Suatu asuransi yang tidak terbatas untuk sesuatu usaha dapat

dilakukan oleh pemerintah; Konferensi menganjurkan pemerintah-pemerintah Islam untuk

mengadakan asuransi yang bersifat koperatif antara negara-negara Islam.

Peserta-peserta asuransi ini membayar iuran berupa uang yang tidak boleh diambil kembali kecuali pada saat ia berhak menerimanya.

3) Mengingat pentingnya perdagangan internasional, maka asuransi dalam lingkup internasional yang ada sekarang dianggap halal, berdasarkan hukum darurat.

c. Asuransi dalam Sistem Islam Dijelaskan oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi bahwa asuransi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia, karena kecelakaan dan konsekuensi finansialnya memerlukan santunan. Asuransi merupakan organisasi penyantun masalah-masalah yang universal, seperti kematian mendadak, cacat, penyakit pengangguran, kebakaran, banjir, badai dan kecelakaan-kecelakaan yang bersangkutan dengan transportasi serta kerugian finansial yang disebabkannya. Kecelakaan-kecelakaan seperti di atas tidak hanya bergantung pada tindakan para sukarelawan, kenyataan ini menuntut asuransi untuk diperlakukan sebagai kebutuhan dasar manusia pada ruang lingkup yang sangat luas dari kegiatan-kegiatan dan situasi manusia. Rancangan asuransi yang dipandang sejalan dengan nilai-nilai Islam diajukan oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi sebagai berikut:

Page 71: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

71

1) Semua asuransi yang menyangkut bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai anggota badan maupun kesehatan harus ditangani secara eksklusif di bawah pengawasan negara. Jika nyawa anggota bada atau kesehatan manusia tertimpa akibat kecelakaan pada industri atau ketika sedang melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh majikannya, beban pertolongan dan ganti rugi dibebankan kepada pemilik pabrik atau majikannya. Prinsip yang sama dapat diterapkan ketika memutuskan masalah pengangguran, apakah tindakan yang harus dilakukan oleh majikan atau pemilik pabrik setelah mengakibatkan menganggurnya orang yang bersangkutan. Bersamaan dengan ini, haruslah individu diberi kebebasan mengambil asuransi guna menanggulangi kerugian yang terjadi pada kepentingan dirinya dan keluarganya oleh berbagai kecelakaan, sehingga ia dapat memelihara produktivitas ekonomi serta kelanjutan bisnisnya. Asuransi seperti di atas juga harus menjadi kepentingan negara dengan membawa semua asuransi ke bawah wewenang dilaksanakan oleh negara. Negara harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kekayaan dan harta milik orang banyak dari kebakaran, banjir, kerusakan gempa bumi, badai dan pencurian. Kesempatan haruslah diberikan kepada setiap individu untuk mengambil asuransi terhadap kerugian finansial yang terjadi. Uang ganti rugi hendaklah ditetapkan dalam setiap kasus menurut persetujuan kontrak sebelumnya yang menjadi dasar pembayaran premi oleh pemilik kekayaan. Dalam hal seseorang jatuh miskin dsebabkan oleh suatu musibah, orang tersebut harus ditolong dari kemiskinannya dengan sistem jaminan sosial. Jaminan ini mesti dapat diperoleh tanpa pembayaran premi apapun. Akan cocok kiranya jika perusahaan-perusahaan besar seperti industri pesawat terbang wajib diasuransikan, rumah tempat tinggal juga dapat dipertimbangkan menurut jalur-jalur ini, badan swasta yang melakukan usaha asuransi bagi barang-barang kekayaan juga dapat diizinkan.

2) Hendaklah sebagian besar bentuk asuransi yang berkaitan dengan jiwa, perdagangan laut, kebakaran dan kecelakaan dimasukkan dalam sektor negara. Beberapa di antaranya yang berurusan dengan kecelakaan-kecelakaan tertentu, hak-hak dan kepentingan-kepentingan serta kontrak-kontrak yang biasa diserahkan kepada sektor swasta.

Page 72: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

72

LATIHAN SOAL FIKIH

MODEL SOAL ANALISIS DALIL-DALIL FIKIH

1. Rasulullah SAW bersabda: [ ا٤ ايهال٤ ف: ثالث١ ف شسنا٤ اياس اياز اي ]. Apa saja 3 jenis barang

yang oleh Rasulullah SAW dikelompokkan sebagai milik umum….

a. Tambang, air dan api

b. Rumput, air dan api

c. Barang temuan, air dan api

d. Harta karun, air dan api

e. Tanah kosong, air dan api.

2. Manakah bagian ayat berikut yang menunjukkan larangan memperoleh rezeki

dengan cara yang tidak halal….

a. بايباط به ايه يا تأنا أ

b. إيا أ تذاز٠ ته تساض ع ه

c. أا ا ا اير فا آ بايعكد أ

d. فاضتبصسا اير ببعه ب باعت

e. ا يا ايخبح ت تفك

3. Hadits [ ا ق أطب ايهطب أ اي زض قا ع بد ايسد بسز بع ن ] adalah dalil dari akad….

a. Jual beli

b. Khiyar

c. Salam

d. Syirkah

e. Wakaf

4. Apa jenis jual beli yang dilarang pada ayat di bawah ini:

[ إذا يصا٠ د ع١ ا ايذ ايبع ذزا اي ذنس إي٢ فاضع ]….

a. Jual beli pada saat ibadah dilangsungkan

b. Jual beli tanpa disertai ijab-qabul

c. Jual beli yang mengandung unsur penipuan

d. Jual beli barang yang haram

e. Jual beli barang yang tidak ada di tempat

Page 73: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

73

5. Rasulullah SAW mensyaratkan 3 hal yang harus jelas agar akad Salam (pesanan)

dinilai sah sebagaimana keterangan dalam Hadits di bawah ini:

[ ع إي٢ اد ع ش ع س فطف ف ن اضف ف ت ]. Apakah 3 hal yang dimaksud….

a. Tempat, waktu dan jenis barang

b. Takaran, timbangan dan waktu

c. Takaran, tempat dan waktu

d. Jenis barang, timbangan dan takaran

e. Jenis, ukuran dan waktu

6. Tentukan potongan ayat yang menjadi dalil disyari’atkannya Waqaf….

a. أح ايسبا حس ايبع اي

b. أا ا ا اير فا آ بايعكد أ

c. ا تفكا حت٢ ايبس تايا ي تخب

d. اأا ا اير إذا آ تدات إي٢ بد ٢ أد ط فانتب

e. ا إ ؤ ٠ اي فأصخا إخ ب ه أخ

7. Apa maksud dari kata خ١] pada ayat berikut صدقات آتا ايطا٤ صدقات ]….

a. Shadaqah

b. Waqaf

c. Hibah

d. Mahar

e. Zakat

8. Apa tuntunan Rasulullah SAW bagi orang yang diberi hadiah menurut potongan

Hadits yang bergaris bawah berikut….

دد عا٤ أع ب، ذصف ف فإ ذد ي . ب فج شهس، فكد ب اث٢ ف (ايبك داد اب ايرتر زا) نفس فكد نت

a. Membalas memberi hadiah

b. Bersyukur kepada Allah

c. Memuji (mendo’akan) si pemberi

d. Menyebut-nyebut namanya

e. Membantunya

Page 74: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

74

9. Dalil disyari’atkannya akad Dhaman (jaminan) adalah….

a. اع فكد قايا و ص اي ب دا٤ ي ب اأ بعري ح شع

b. قا ي أزض حت٢ عه ثكا تؤت ب يتأت اي

c. إ طا٥فتا ني ؤ ا فأصخا اقتتا اي ب

d. آخس ايأزض ف طسب بتػ اي فط

e. فابعجا أحدن زقه د١ إي٢ ر ب اي

10. Pihak yang tidak ikut dilaknat oleh Rasulullah SAW dalam Hadits tentang riba

berikut ini adalah….

دابس ع اهلل زض ع : قا ز يع ع اهلل ص٢ اهلل ض ض ، ايسبا، أن ن . شاد ناتب : قا ا٤ (ط زا) ض

a. Pemakan riba

b. Pewakil riba

c. Pencetus riba

d. Penulis riba

e. Saksi riba

MODEL SOAL ANALISIS ISTILAH

11. Di antara sebab-sebab kepemilikan adalah Ihrazul Mubahat / al-Istila’ ‘ala al-

Mubah yang berarti….

a. Kepemilikan melalui transaksi atau akad

b. Kepemilikan melalui pewarisan atau peninggalan

c. Kepemilikan melalui penguasaan terhadap barang milik publik

d. Kepemilikan melalui unsur perkembang-biakan atau beranak-pinak

e. Kepemilikan melalui unsur pemberian pihak lain

12. Pengertian jual beli Mu’athah adalah….

a. Jual beli orang yang dipaksa atau diancam

b. Jual beli dengan meraba

c. Jual beli dengan cara berebutan

d. Jual beli yang tidak memakai ijab-qabul

e. Jual beli binatang yang masih ada di perut

13. Jual beli buah atau biji-bijian yang belum ada tanda-tanda masak disebut

dengan….

a. Jual beli al-Hashah

b. Jual beli al-Nitaj

Page 75: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

75

c. Jual beli Mukhadharah

d. Jual beli Munaabadah

e. Jual beli Habalu al-Habalah

14. Maksud dari pemberlakuan praktik Dha’ wa Ta’ajjal ( ضع تعذ ) dalam akad

Murabahah adalah….

a. Pemberian diskon kepada nasabah yang rajin membayar cicilannya

sebelum jatuh tempo

b. Pemberian hadiah kepada nasabah yang rajin membayar cicilannya

sebelum jatuh tempo

c. Pemberian diskon dan hadiah kepada nasabah yang rajin membayar

cicilannya sebelum jatuh tempo

d. Pemberian dispensasi waktu pembayaran bagi nasabah yang kesulitan

membayar cicilannya

e. Pemberian dispensasi jumlah cicilan bagi nasabah yang kesulitan

membayar cicilannya

15. “Kerja sama dua orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan yang akan

dikerjakan bersama-sama. Kemudian keuntungan dibagi antara keduanya

dengan menetapkan persyaratan tertentu” adalah definisi dari akad Syirkah….

a. Syirkah Milk

b. Syirkah ‘Inan

c. Syirkah Mufawadah

d. Syirkah Wujuh

e. Syirkah Abdan (A’mal)

16. “Transaksi jual beli dengan harga pokok yang ditambah dengan keuntungan

(laba) di mana harga pokok dan laba dari penjual diketahui oleh pihak

pembelinya” adalah definisi dari akad….

a. Syirkah

b. Murabahah

c. Mudharabah

d. Salam

e. Kafalah

17. Istilah untuk menyebut orang atau pembeli yang memesan barang adalah….

a. Muslam

b. Muslam ‘Alaih

c. Muslam Fih

d. Mulam Bih

Page 76: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

76

e. Ra’sul Mal

18. Apa yang dimaksud dengan Nazhir dalam akad Waqaf….

a. Orang yang Waqaf

b. Penerima Waqaf

c. Harta Waqaf

d. Pernyataan Waqaf

e. Pengelola Waqaf

19. Dalam penyaluran dana kepada masyarakat, Bank Syari’ah memiliki prinsip

Qardhu Hasan. Maksudnya adalah….

a. Seandainya ada kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung bersama-

sama antara pihak bank dan penanam modal

b. Rencana keuangan dalam bentuk pinjaman yang tidak dikenakan biaya

dan tanpa bunga

c. Pihak bank memberikan dana untuk usaha tertentu dengan ketentuan yang

dibuat bersama

d. Dana talangan dalam pemenuhan produksi dan dapat diterapkan dalam

semua jenis pembiayaan penuh

e. Pembelian dengan cara pembayaran cicilan

20. Apa jenis riba yang disebabkan pihak yang bertransaksi sudah terlebih dahulu

meninggalkan tempat jual beli, padahal belum ada serah terima (ijab-qabul)….

a. Riba Fadhl

b. Riba Nasi’ah

c. Riba Qardhin

d. Riba Yad

e. Riba Mudha’afah

MODEL SOAL ANALISIS CONTOH

21. Contoh kepemilikan yang disebabkan oleh faktor Ihrazul Mubahat / al-Istila’ ‘ala

al-Mubah adalah….

a. Jual beli

b. Harta warisan

c. Memancing ikan di sungai

d. Hadiah

e. Anak domba bagi pemilik induknya

22. Muhammad setuju untuk membeli tanah Abdul Rahim seharga Rp. 350.000.000,

akan tetapi dia meminta waktu berpikir selama 2 hari untuk bermusyawarah

dengan keluarganya. Ini adalah contoh kasus dari ….

Page 77: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

77

a. Khiyar Syarat

b. Khiyar ‘Aib

c. Khiyar Majlis

d. Jual beli Mu’athah

e. Salam

23. Ahmad tinggal jauh dari kediaman orang tuanya, sehingga ketika dia hendak

membayar uang SPP, maka orang tuanya mengirimkan uang melalui transfer

bank. Ini adalah contoh kasus dari akad….

a. Shuluh

b. Wakalah

c. Dhaman

d. Kafalah

e. Syirkah

24. Fatimah dan Zahra sama-sama berprofesi sebagai desainer. Pada awal tahun

ajaran baru, mereka berdua bekerja sama untuk mendesain seragam sekolah

untuk siswa-siswi sebuah Madrasah Aliyah. Jenis kerja sama Fatimah dan Zahra

ini adalah contoh dari akad Syirkah….

a. Syirkah Milk

b. Syirkah al-‘Inan

c. Syirkah al-Mufawadhah

d. Syirkah A’mal

e. Syirkah Wujuh

25. Ahmad dan Muhammad bekerja sama dengan modal masing-masing Rp.

100.000.000 untuk mendirikan sebuah warnet. Mereka sepakat bahwa laba hasil

kerja juga dibagi sama, yaitu 50%-50%. Jenis kerja sama Ahmad dan

Muhammad ini adalah contoh dari akad Syirkah….

a. Syirkah Milk

b. Syirkah al-‘Inan

c. Syirkah al-Mufawadhah

d. Syirkah A’mal

e. Syirkah Wujuh

26. Abdur Rahman membeli komputer kepada pedagang eceran. Kemudian

pedagang eceran membuat kesepakatan dengan Abdur Rahman dengan

menjelaskan bahwa dia akan membeli komputer dari grosir dengan harga Rp.

10.000.000 dan mengambil keuntungan sebesar Rp. 750.000; sehingga dia

menjual komputer tersebut kepada Abdur Rahman dengan harga Rp.

10.750.000. Ilustrasi kasus ini adalah contoh dari akad….

Page 78: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

78

a. Mudharabah

b. Riba

c. Syirkah

d. Murabahah

e. Asuransi

27. Abdul Hamid adalah seorang ahli di bidang desain grafis. Akan tetapi dia tidak

memiliki modal untuk memulai usaha desain grafisnya. Oleh karena itu, Abdul

Hamid mengajukan kerja sama dengan pihak Bank Syari’ah. Akhirnya Bank

Syari’ah setuju untuk memberikan 100% modal, sedangkan tugas Abdul Hamid

adalah mengelola usaha desain grafis tersebut sesuai dengan keahliannya.

Ilustrasi kasus ini adalah contoh dari akad….

a. Mudharabah

b. Riba

c. Syirkah

d. Murabahah

e. Asuransi

28. Contoh akad Shuluh adalah….

a. Si pemiutang memberikan pembebasan hutang kepada orang yang

berhutang

b. Si A menanggung hutang yang dimiliki oleh si B terhadap si C

c. Si A mengalihkan kewajiban pelunasan hutangnya kepada orang lain yang

berhutang kepadanya

d. Seorang nasabah berhutang kepada bank dengan akad bagi hasil jika

usahanya berhasil

e. Seorang nasabah berhutang kepada toko dengan sistem pembayaran kredit

29. Seorang importir hendak membeli bahan baku dalam jumlah besar di

perusahaan luar negeri. Akan tetapi karena dia belum memiliki dana yang

cukup, maka dia meminta Bank Syari’ah agar memberikan garansi. Artinya, Bank

Syari’ah memberikan garansi kepada perusahaan luar negeri tersebut bahwa

jika si importir tidak mampu melunasi pembayaran, maka Bank Syari’ah

bertanggung-jawab untuk melunasinya. Ilustrasi kasus ini adalah contoh dari

akad….

a. Wakalah

b. Dhaman

c. Shuluh

d. Asuransi

e. Kafalah

Page 79: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

79

30. Amir mau meminjami Amar uang senilai Rp. 1.000.0000, akan tetapi Amar

wajib membayar hutangnya senilai Rp. 1.100.000. Ilustrasi kasus ini adalah

contoh dari riba….

a. Riba Qardhin

b. Riba Jahiliyyah

c. Riba Yadin

d. Riba Fadhlin

e. Riba Nasi’ah

MODEL SOAL ANALISIS HUKUM

31. Abu Bakar membeli sebidang tanah. Ternyata di dalam tanah tersebut ada harta

karun yang terpendam. Bagaimana hukum jika Abu Bakar menjadikan harta

karun tersebut sebagai harta miliknya….

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Tidak Sah

32. Bagaimana hukum jual beli ASI (Air Susu Ibu) menurut Madzhab Syafi’i…..

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Tidak Sah

33. ‘Aisyah mau menjual HP kepada Khadijah dengan syarat Khadijah mau

membantunya untuk mengerjakan tugas Fiqih. Bagaimana hukum jual beli

bersyarat seperti ini….

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Sah

34. Bagaimana hukum akad muzara’ah dan mukhabarah menurut Imam Nawawi….

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. MakruhTahrim

e. Tidak Sah

Page 80: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

80

35. Bagaimana hukum imbalan jasa yang diambil dari harta wakaf untuk diberikan

kepada pengelola wakaf….

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Tidak Sah

36. Bagaimana hukum orang tua mencabut pemberian (hibah)-nya yang sudah

terlanjur diberikan kepada anak kandungnya….

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Tidak Sah

37. Pada tahun 1980, lalu Bapak Utsman mewaqafkan Mushhaf al-Qur’an di Masjid.

Kemudian Mushhaf al-Qur’an tersebut sudah usang dan tidak dapat

dimanfaatkan lagi. Oleh karena itu, pengelola waqaf memutuskan untuk

membakar Mushhaf al-Qur’an tersebut. Bagaimana hukum tindakan pengelola

waqaf tadi menurut tinjauan Fiqih….

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Wajib

38. Pada musim jelang lebaran Idul Fitri, Bapak Umar menukarkan uang Rp.

100.000-an dengan uang pecahan Rp. 2.000-an yang masih baru di sebuah Bank.

Kemudian Bank membuat kebijakan bahwa bahwa setiap uang Rp. 100.000-an

ditukar dengan uang pecahan Rp. 2000-an sebanyak Rp. 98.000. Jadi, ada selisih

Rp. 2000. Bagaimana hukum akad ini….

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Tidak Sah

39. Apa hukum tukar menukar uang yang berlainan jenis, misalnya Rp. 9000 ditukar

dengan 1 dollar Amerika….

Page 81: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

81

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Tidak Sah

40. Ali menabung di Bank Syari’ah, selanjutnya Bank Syari’ah memberikan hadiah

atau bonus kepada Ali sebagai nasabah. Bagaimana hukum akad ini….

a. Haram

b. Mubah

c. Makruh Tanzih

d. Makruh Tahrim

e. Tidak sah

MODEL SOAL ANALISIS TEORI FIQIH

41. Berikut ini yang termasuk jenis akad yang hanya berdampak pada kebolehan

memanfaatkan barang, bukan memiliki barang tersebut....

a. Akad Jual Beli

b. Akad Hadiah

c. Akad Waqaf

d. Akad Hibah

e. Akad Murabahah

42. Ada 4 rukun akad, pilihlah jawaban yang bukan termasuk rukun akad….

a. Pihak-pihak yang yang melaksanakan akad harus cakap hukum

b. Adanya Ijab-Qabul

c. Tidak adanya unsur paksaan

d. Objek akadnya jelas

e. Waktu dan tempat akad harus jelas

43. Jual beli yang diharamkan sebab objek akadnya masih samar adalah….

a. Jual beli Malja’

b. Jual beli Mu’athah

c. Jual beli Fudhul

d. Jual beli Mulamasah

e. Jual beli Riba

44. Titik persamaan Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabarah adalah….

a. Jenis akadnya sama

b. Objek akad sama-sama berkaitan dengan pertanian

c. Pemilik tanah pertanian memiliki hak dan kewajiban yang sama

d. Pihak pengelola tanah pertanian memiliki hak dan kewajiban yang sama

Page 82: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

82

e. Prosentase penghasilan yang diperoleh pemilik maupun pengelola tanah

pertanian adalah sama

45. Titik perbedaan antara akad Syirkah Mufawadhah dan Syirkah ‘Inan adalah….

a. Porsi modal dalam Syirkah Mufawadhah harus sama, sedangkan dalam

Syirkah ‘Inan tidak harus sama

b. Porsi modal dalam Syirkah ‘Inan harus sama, sedangkan dalam Syirkah

Mufawadhah tidak harus sama

c. Porsi bagi hasil (nisbah) dalam Syirkah Mufawadhah tidak harus sama,

sedangkan dalam Syirkah ‘Inan harus sama

d. Porsi kerja dalam Syirkah Mufawadhah tidak harus sama, sedangkan dalam

Syirkah ‘Inan harus sama

e. Porsi modal dan nisbah dalam Syirkah Muwafadhah tidak harus sama,

sedangkan dalam Syirkah ‘Inan harus sama

46. Titik perbedaan antara akad Syirkah dan Mudharabah adalah….

a. Syirkah hukumnya mubah, Mudharabah hukumnya makruh

b. Syirkah khusus di dunia usaha, sedangkan Mudharabah di dunia perbankan

c. Pemodal dalam Syirkah memberikan dana tidak 100%, sedangkan

pemodal Mudharabah memberikan dana 100%

d. Jumlah pemodal dalam Syirkah adalah 1 orang, sedangkan jumlah pemodal

dalam Mudharabah lebih dari 1 orang

e. Bagi hasil dalam Syirkah harus 50%-50%, sedangkan bagi hasil dalam

Mudharabah boleh 60%-40%

47. Titik perbedaan antara akad jual beli biasa dengan akad Murabahah adalah….

a. Jual beli hanya berlangsung dalam dunia usaha, sedangkan Murabahah

berlangsung dalam dunia perbankan

b. Dalam jual beli, pembayaran boleh dilakukan dengan kredit, sedangkan

dalam Murabahah pembelian harus tunai

c. Dalam Jual beli, penjual tidak perlu menjelaskan harga pokok dan laba

yang diterima, sedangkan dalam Murabahah, penjual harus

menjelaskan kepada pembeli berapa harga pokok dan laba yang dia

terima

d. Dalam jual beli, pembeli boleh memberi uang muka terlebih dahulu,

sedangkan dalam Murabahah tidak boleh

e. Dalam jual beli, barang yang diperjual-belikan boleh tidak berada di tempat

transaksi, sedangkan dalam Murabahah barang harus ada di tempat

transaksi

Page 83: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

83

48. Di antara pernyataan berikut ini, manakah yang bukan termasuk syarat-syarat

akad waqaf….

a. Wakaf tidak dibatasi oleh waktu atau keadaan

b. Harta wakaf harus dapat dimanfaatkan tanpa mengurangi nilai asetnya

c. Harta wakaf merupakan harta yang dapat diperjual-belikan, sehingga dapat

dinilai dengan mudah

d. Wakaf boleh kontan dan boleh tidak kontan.

e. Wakaf harus jelas kepada siapa benda itu diberikan atau diwakafkan

49. Persamaan antara Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional adalah….

a. Sama dalam hal akad (transaksi perbankan)

b. Sama dalam hal sistem pemberian bonus/bunga kepada nasabah

c. Sama dalam hal bentuk simpanan, yaitu tabungan, giro dan deposito

d. Sama dalam hal penggunaan dana tabungan, giro dan deposito

e. Sama dalam hal perhitungan dana tabungan, giro dan deposito

50. Perbedaan antara Asuransi konvensional dengan Asuransi Islam adalah….

a. Asuransi konvensional ada jangka waktunya, sedangkan Asuransi Islam

tidak ada jangka waktunya

b. Asuransi konvensional mengharuskan membayar premi, sedangkan

Asuransi Islam tidak perlu bayar premi

c. Dana yang diterima oleh penerima asuransi konvensional lebih banyak

dengan premi yang dibayar, sedangkan dana yang diterima oleh penerima

asuransi Islam sama dengan premi yang dibayar

d. Dalam asuransi konvensional, musibah – seperti kecelakaan,

kebakaran – dijadikan sebagai komoditi yang diperjual belikan oleh

asuransi konvensional, sedangkan dalam asuransi Islam, musibah

tersebut ditanggung bersama oleh anggota-anggota biro asuransi

Islam

e. Apabila tidak terjadi musibah, dalam asuransi konvensional, premi yang

sudah terbayar tidak dikembalikan seluruhnya, sedangkan dalam asuransi

Islam, premi yang sudah terbayar dikembalikan seluruhnya.

Page 84: FIQIH KELAS 10 LENGKAP

84

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema

Insani. 2001.

Dimasyqi, Muhammad bin ‘Abdurrahman al. Fiqih Empat Mazhab (alih bahasa

oleh Abdullah Zaki Alkaf). Bandung: Hasyimi. 2012.

Khalafi, ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-. Al-Wajiz: Ensiklopedia Fiqih Islam dalam

al-Qur’an dan as-Sunnah as-Shahihah (alih bahasa oleh Ma’ruf Abdul Jalil).

Jakarta: Pustaka As-Sunnah. 2007.

Purnamasari, Irma Devita, dan Suswinarno. Panduan Lengkap Hukum Praktis

Populer: Kiat-Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Akad

Syariah. Bandung: Kaifa. 2011.

Zaidan, Abdul Karim. Pengantar Studi Syariah: Mengenal Syariah Islam Lebih

Dalam (alih bahasa oleh M. Misbah). Jakarta: Rabbani Pustaka. 2008.

Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Beirut: Dar al-Fikr. 1985.

Catatan

Tulisan ini masih belum lengkap, serta masih berupa kutipan-kutipan yang

dirangkai secara sistematis, namun belum diberikan sentuhan analisis. Oleh sebab

itu, posisi penulis di sini hanya sebagai penyusun, bukan sebagai ‘penulis’. Lebih dari

itu, tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk melakukan tindak plagiat,

melainkan lebih kepada kebutuhan yang mendesak untuk segera memberikan buku

ajar kepada siswa-siswi Madrasah Aliyah tahun ajaran 2013-2014 yang hendak

mengikuti UAS.

Malang, 27 April 2014

Guru Fiqih Kelas X MA Almaarif Singosari

Dr. Rosidin, M.Pd.I