Filsafat Komunikasi Resume

21
Ketika manusia melihat atau mengalami suatu peristiwa, akan terdorong naluri ingin tahu nya, ia pun akan bertanya: apakah ini? Dari mana datangnya? Apa sebabnya demikian? Mengapa demikian? Manusia yang semula tidak tahu, ia akan berusaha untuk mencari tahu kemudian mencari tahu, hingga keingintahu nya terpenuhi. Jika keingintahuannya terpenuhi, sementara waktu ia akan merasa puas. Namun, masih banyak hal yang mengelilingi manusia, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, ada atau yang mungkin ada, yang berarti masih harus diuji kebenarannya. Hal ini kembali mendorong naluri ingin tahu, membuat pertanyaan lain yang yang terus bermunculan. Terdapat dua cara manusia untuk tahu, yaitu bertanya kepada manusia lain atau bertanya pada diri sendiri dengan melakukan penyelidikan sendiri. Makin lanjut usia seseorang, kemampuan menyelidiki sendiri akan semakin besar, dan akan membuat hasil tahunya menjadi lebih banyak, lebih luas, dan lebih dalam. Semakin banyak dan dalam yang diketahui, ia akan semakin ingin tahu. Sepanjang hidup, naluri ingin tahu akan mendorong manusia untuk terus mencari tahu. Dengan demikian, naluri ingin tahu dapat diartikan sebagai dorongan alamiah yang dibawa manusia sejak lahir untuk

Transcript of Filsafat Komunikasi Resume

Page 1: Filsafat Komunikasi Resume

Ketika manusia melihat atau mengalami suatu peristiwa, akan

terdorong naluri ingin tahu nya, ia pun akan bertanya: apakah ini? Dari

mana datangnya? Apa sebabnya demikian? Mengapa demikian? Manusia

yang semula tidak tahu, ia akan berusaha untuk mencari tahu kemudian

mencari tahu, hingga keingintahu nya terpenuhi. Jika keingintahuannya

terpenuhi, sementara waktu ia akan merasa puas. Namun, masih banyak

hal yang mengelilingi manusia, baik yang tampak maupun yang tidak

tampak, ada atau yang mungkin ada, yang berarti masih harus diuji

kebenarannya. Hal ini kembali mendorong naluri ingin tahu, membuat

pertanyaan lain yang yang terus bermunculan.

Terdapat dua cara manusia untuk tahu, yaitu bertanya kepada

manusia lain atau bertanya pada diri sendiri dengan melakukan

penyelidikan sendiri. Makin lanjut usia seseorang, kemampuan

menyelidiki sendiri akan semakin besar, dan akan membuat hasil tahunya

menjadi lebih banyak, lebih luas, dan lebih dalam. Semakin banyak dan

dalam yang diketahui, ia akan semakin ingin tahu. Sepanjang hidup, naluri

ingin tahu akan mendorong manusia untuk terus mencari tahu. Dengan

demikian, naluri ingin tahu dapat diartikan sebagai dorongan alamiah yang

dibawa manusia sejak lahir untuk mencari tahu tentang segala sesuatu,

termasuk hal diri sendiri, dan baru akan berhenti di akhir kesadaran

manusia pemiliknya.

Ada dua kemungkinan yang terjadi ketika manusia mencari tahu,

bahwa yang didapat adalah tahu yang benar atau tahu yang keliru.

Manusia tidak suka dengan kekeliruan, dimana semata-mata mereka ingin

mencari tahu yang benar, membuat kebenaran sangat berarti bagi setiap

manusia.

Sebelum mengetahui, manusia terlebih dahulu melihat, mendengar,

serta merasa segala yang ada di sekitarnya. Segala yang dilihat, didengar,

dan dirasa itulah yang merangsang naluri ingin tahu seseorang. Sepanjang

hidupnya, manusia akan dirangsang alam sekitarnya untuk tahu. Hal utama

yang terkena rangsang adalah panca indera, yaitu penglihatan, penciuman,

Page 2: Filsafat Komunikasi Resume

perabaan, pendengaran, serta pengecapan. Hasil persentuhan alam dengan

panca indra disebut peng-ALAM-an (pengalaman). Ketika tersentuh

rangsang, manusia akan bereaksi. Namun, pengalaman semata-mata tidak

membuat seseorang menjadi tahu. Pengalaman hanya memungkinkan

seseorang menjadi tahu. Hasil dari tahu disebut penge-TAHU-an

(pengetahuan). Pengetahuan ada jika demi pengalamannya, manusia

mampu mencetuskan pernyataan atau putusan atas objeknya. Dengan kata

lain, orang yang tidak dapat memberi pernyataan atau putusan demi

pengalamannya dikatakan tidak berpengetahuan.

Manusia yang tahu dikatakan berpengetahuan. Sebagaimana

dikatakan sebelumnya, pengetahuan adalah hasil dari tahu. Contoh, jika

seseorang tahu bahwa rambut Heryanto beruban, artinya ia mengakui hal

”uban” terhadap ”rambut Heryanto”. Ia mengakui sesuatu terhadpa

sesuatu. Ia membuat sesuatu, atau dalam filsafat disebut putusan. Jadi,

pernyataan atau putusan adalah pengakuan sesuatu terhadap sesuatu.

Orang yang tidak tahu tidak dapat membuat putusan, tidak dapat

mengakui apapun, tidak dapat memberi pernyataan, mengetahui sesuatu

atas sesuatu. Dengan kata lain, orang yang tidak dapat membuat putusan

dikatakan tidak tahu. Oleh karena itu, untuk dikatakan tahu orang harus

sadar bahwa ia tahu, dibuktikan dengan kemampuannya membuat

keputusan. Namun, keputusan tidak selamanya harus dicetuskan secara

verbal, mungkin hanya tersimpan di hati manusianya saja.

Telah dikemukakan, tahu hendak mencakup objeknya. Apabila

pengetahuan tidak sesuai dengan objeknya, maka disebut keliru.

Sebaliknya, jika sesuai dengan objek, pengetahuannya dikatakan benar.

Persesuaian antara pengetahuan dengan objeknya dinamakan kebenaran.

Ketika kita memberi putusan tentang Intan, ”Oh, saya tahu, Intan itu yang

berambut pendek, gemuk, kulitnya hitam kan?” Nyatanya, Intan tidak

berambut pendek, gemuk, dan berkulit hitam. Artinya, terdapat ketidak

sesuaian antara tahu dan objeknya. Maka, dikatakan bahwa kita keliru.

Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan objek,

Page 3: Filsafat Komunikasi Resume

yaitu pengetahuan objektif: adanya persesuaian antara tahu dengan

objeknya.

Karena suatu objek memiliki banyak aspek, sulit untuk mencakup

keseluruhannya. Artinya, akan sulit untuk mencapai seluruh kebenaran.

Minimal pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan aspek yang

diketahuinya. Jika seseorang tidak tahu tentang salah satu aspek dari suatu

objek, ia bukan keliru melainkan dikatakan bahwa pengetahuannya tidak

lengkap. Kekeliruan baru terjadi jika manusia mengira tahu tentang satu

aspek, tetapi aspek itu tidak pada objeknya. Contohnya, dinyatakan bahwa

Intan gemuk nyatanya tidak gemuk.

Sebagaimana diutarakan, terdapat dua cara manusia mendapat

pengetahuan, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri

dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman orang lain yang

diberitahukan kepadanya, baik secara langsung maupun melalui medium,

misalnya sebuah buku. Contoh pengetahuan yang diperoleh dari orang lain

adalah kita bisa berkata bahwa kutub utara dingin, padahal kita belum

pernah ke sana. Kita mengetahui hal itu dari orang lain yang sudah pernah

pergi ke sana, ataupun kita mengetahuinya melalui membaca buku yang

menceritakan bahwa kutub utara dingin.

Berikut ini terdapat beberapa sikap mental di dalam menyikapi

pengetahuan yang baru didapat, baik berdasarkan pengalaman sendiri

maupun berdasarkan pengalaman orang lain. Sikap mental tersebut di

antaranya:

1. Ke-YAKIN-an (Keyakinan)

Dalam mencari pengetahuan yang benar, manusia harus bersifat kritis,

tidak cepat menyimpulkan telah mencapai kebenaran. Jika suatu ketika

seseorang merasa cukup alasan pengetahuannya benar, berarti ia telah

memiliki keyakinan. Tapi, keyakinan tidak selalu benar. Keyakinan

hanya menunjukkan sikap manusia yang tahu, ia yakin karena telah

cukup alasan bahwa pengetahuannya benar.

Page 4: Filsafat Komunikasi Resume

2. Ke-PASTI-an (Kepastian)

Bila manusia berdasarkan pengalamannya sendiri telah membuktikan

bahwa keyakinannya benar, dapat dikatakan ia telah memiliki

kepastian. Jadi, kepastian adalah keyakinan yang telah mendapat

pembuktian kebenaran berdasarkan pengalaman. Dalam kepastian,

manusia tidaka akan bersikap sangsi lagi.

3. Ke-PERCAYA-an (Kepercayaan)

Beda halnya dengan kepastian. Bila kepastian adalah sikap mental

sebagai hasil dari mencari kebenaran berdasarkan pengalaman sendiri,

dimana karena telah mengalami sendiri, seseorang meyakini kebenaran

sebagai suatu kepastian. Sedangkan apabila kebenaran pengetahuan

didapat dari pengalaman orang lain yang dipercaya, maka disebut

kepercayaan. Contohnya, ketika seorang astronomi menyatakan bahwa

akan ada gerhana, Anda akan mempercayai kebenaran pengetahuan itu

karena percaya pada kredibilitas atau otoritas orang yang menyatakan

hal tersebut. Jadi, percaya adalah menerima kebenaran karena

kredibilitas atau otoritas orang yang menyampaikan. Agama dikatakan

suatu jenis kepercayaan karena kebenarannya diterima berdasarkan

kredibilitas dan otoritas orang yang menyampaikan, yaitu para nabi

dan rasul. Syarat dari objek agama adalah tidak harus diverifikasi atau

diuji.

Pengetahuan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pengetahuan

dipergunakan dalam rumah tangga, pertanian, perikanan, dan sebagainya.

Pengetahuan yang digunakan seseorang terutama untuk kehidupan sehari-

hari tanpa mengetahui seluk beluknya disebut pengetahuan biasa atau

pengetahuan saja. Contohnya, seorang petani tahu benar berapa jumlah

pupuk yang harus disiram pada tanamannya, tapi ia tidak benar-benar tahu

mengapa jika terlalu banyak atau kekurangan pupuk maka kualitas

tanamannya menurun. Dan juga, petani itu tahu benar kapan harus mulai

menanam satu jenis tanaman dan kapan memanennya. Akan tetapi, ia tidak

benar-benar tahu mengapa tanaman itu harus ditanam pada saat itu dan

Page 5: Filsafat Komunikasi Resume

dipanen pada saat berikutnya. Ia hanya tahu bahwa demikianlah apa yang

diberitahukan kepadanya secara turun temurun, juga berdasarkan apa yang

ia dapat dari pengalamannya sendiri. Sebaliknya, pengetahuan yang

digunakan seseorang dengan harus tahu benar apa sebabnya demikian dan

mengapa demikian. Jenis pengetahuan ini disebut ilmu. Contohnya,

seorang mahasiswa pertanian yang bahkan belum pernah bercocok tanam

sendiri tahu benar berapa banyak pupuk yang harus diberikan pada jenis

tanaman tertentu. Ia tahu benar apa sebabnya demikian dan mengapa

demikian.

Karena tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu, maka terdapat

sejumlah persyaratan agar pengetahuan (knowledge) layak disebut ilmu

(science). Persyaratan ini disebut sifat ilmiah. Ada 4 syarat agar

pengetahuan dapat disebut ilmu, yaitu:

1. Sistematis, yaitu tersusun dalam sebuah rangkaian sebab akibat. Untuk

mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan

terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis, sehingga

membentuk suatu sistem, yang artinya utuh menyeluruh, terpadu,

menjelaskan rangkaiansebab akibat menyangkut objeknya.

2. Metodis, yaitu cara. Dalam upaya mencapai kebenaran, selalu terdapat

kemungkinan penyimpangan. Oleh karena itu, harus diminimalisasi.

Konsekuensinya, harus terdapat cara tertentu untuk menjamin

kepastian kebenaran.

3. Objektif, yaitu sesuai dengan objeknya. Ilmu harus memiliki objek

kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat

hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya

dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji

keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran,

yaitu persesuaian tahu dengan objek, dan karena itu disebut kebenaran

objektif, bukan berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang

penelitian.

Page 6: Filsafat Komunikasi Resume

4. Universal, yaitu secara keseluruhan (umum). Kebenaran yang hendak

dicapai bukan yang tertentu saja, melainkan yang bersifat umum.

Dengan kata lain, pengetahuan tentang yang khusus, yang tertentu saja

tidak diinginkan. Pola pikir yang digunakan adalah pola pikir induktif,

yaitu cara berpikir dari hal-hal khusus sampai pada kesimpulan umum.

Contohnya, Segitiga lancip, jumlah sudutnya 180 derajat. Segitiga

siku-siku, jumlah sudutnya 180 derajat. Segitiga tumpul, jumlah

sudutnya 180 derajat. Maka, ditarik kesimpulan secara umum bahwa

semua segitiga bersudut 180 derajat, apapun bentuk segitiga itu.

dengan demikian, jika pengetahuan hendak disebut ilmu, ia harus

memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu Sistematis, Metodis,

Objektif, Universal. Syarat dari objek ilmu adalah harus bisa diverifikasi

atau diuji.

Dalam kehidupannya, manusia memiliki pengetahuan yang

beraneka ragam. Terdapat 4 jenis pengetahuan yang dimiliki oleh manusia,

yaitu:

1. Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang kita tahu begitu saja.

2. Pengetahuan ilmu / Ilmu Pengetahuan / Ilmu

3. Pengetahuan agama / teologi, yaitu pengetahuan Ketuhanan

4. Pengetahuan filsafat

Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh

ilmu berasal, darinya pula seluruh ilmu dan pengetahuan manusia

dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada

berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam

semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala ilmu mengalami

masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan

memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia

mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh,

menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar,

hingga ke dasar.

Page 7: Filsafat Komunikasi Resume

Filsafat bermula dari pertanyaan dan berakhir pada pertanyaan.

Hakikat filsafat adalah bertanya terus-menerus, karenanya dikatakan

bahwa filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri. Dengan bertanya, filsafat

mencari kebenaran. Namun, filsafat tidak menerima kebenaran apapun

sebagai sesuatu yang sudah selesai. Yang muncul adalah sikap kritis,

meragukan terus kebenaran yang ditemukan. Dengan bertanya, orang

menghadapi realitas kehidupan sebagai suatu masalah, sebagai sebuah

pertanyaan, tugas untuk digeluti, dicari tahu jawabannya.

Terdapat tiga karakteristik dalam berpikir filsafat, yaitu mendasar,

spekulatif, dan menyeluruh. Berdasarkan tiga karakteristik tersebut, maka

pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga wilayah utama,

yaitu wilayah ada, wilayah pengetahuan, dan wilayah nilai. Dan juga,

ketiga wilayah tersebut akan digunakan ketika membahas filsafat ilmu.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat yang menjawab

beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Terdapat tiga aspek dalam

filsafat ilmu, yaitu:

1. Ontologi, yaitu berada dalam wilayah ada. Kata Ontologi berasal dari

Yunani, yaitu onto yang artinya ada dan logos yang artinya ilmu.

Dengan demikian, ontologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang

keberadaan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain:

apakah objek yang ditelaah ilmu? Bagaimanakah hakikat dari objek

itu? Bagaimanakah hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap

manusia yang membuahkan pengetahuan dan ilmu?

2. Epistemologi, yaitu berada dalam wilayah pengetahuan. Kata

Epistemologi berasal dari Yunani, yaitu episteme yang artinya cara dan

logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, epistemologi dapat

diartikan sebagai ilmu tentang bagaimana seorang ilmuwan akan

membangun ilmunya. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara

lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya

pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya? Untuk hal

ini, kita akan mengarah ke cabang fisafat metodologi.

Page 8: Filsafat Komunikasi Resume

3. Aksiologi, yaitu berada dalam wilayah nilai. Kata Aksiologi berasal

dari Yunani, yaitu axion yang artinya nilai dan logos yang artinya

ilmu. Dengan demikian, aksiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang

nilai-nilai etika seorang ilmuwan. Pertanyaan yang menyangkut

wilayah ini antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?

Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah

moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-

pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan

dengan norma-norma moral dan profesional? Dengan begitu , kita akan

mengarah ke cabang fisafat Etika.

Sedangkan apabila ilmu komunikasi dimaknai sebagai ilmu yang

mempelajari penyampaian pesan antarmanusia, dapat dinyatakan bahwa

filsafat ilmu komunikasi mencoba mengkaji ilmu komunikasi dari segi

ciri-ciri, cara perolehan, dan pemanfaatannya. Oleh karena itu, filsafat

ilmu komunikasi mencoba untuk menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai

berikut:

1. Ontologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain:

Apakah ilmu komunikasi? Apakah yang ditelaah oleh ilmu

komunikasi? Apakah objek kajiannya? Bagaimanakah hakikat

komunikasi yang menjadi objek kajiannya?

2. Epistemologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain:

Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan

menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya, metodologinya? Hal-hal

apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan dan ilmu

yang benar dalam hal komunikasi? Apa yang dimaksud dengan

kebenaran? Apakah kriteria kebenaran dan logika kebenaran dalam

konteks ilmu komunikasi?

3. Aksiologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Untuk

apa ilmu komunikasi itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara

penggunaan pengetahuan dan ilmu tersebut dengan kaidah-kaidah

moral? Bagaimanakah kaitan ilmu komunikasi berdasarkan pilihan-

Page 9: Filsafat Komunikasi Resume

pilihan moral? Bagaimana kaitan antara operasionalisasi metode ilmiah

dalam upaya melahirkan dan menemukan teori-teori dan aplikasi ilmu

komunikasi dengan norma-norma moral dan profesional?

Tidak sebagaimana dengan ilmu-ilmu alam yang objeknya eksak,

misalnya dalam biologi akan mudah untuk membedakan kucing dengan

anjing, mana jantung dan mana hati, sehingga tidak memerlukan

pendefinisian secara ketat. Tidak demikian halnya dengan ilmu-ilmu

sosial yang objeknya abstrak. Ilmu komunikasi berada dalam rumpun

ilmu-ilmu sosial yang berobjek abstrak, yaitu tindakan manusia dalam

konteks sosial. Komunikasi sebagai kata yang abstrak sulit untuk

didefinisikan. Para pakar telah membuat banyak upaya untuk

mendefinisikan komunikasi. Ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu

sosial mutlak memberikan definisi tajam dan jernih guna menjelaskan

objeknya yang abstrak itu.

Tidak semua peristiwa merupakan objek kajian ilmu komunikasi.

Sebagaimana diutarakan, objek suatu ilmu harus terdiri dari satu golongan

masalah yang sama sifat hakikatnya. Karena objeknya yang abstrak, syarat

objek ilmu komunikasinya adalah memiliki objek yang sama, yaitu

tindakan manusia dalam konteks sosial. Artinya, peristiwa yang terjadi

antarmanusia. Contoh, Anda berkata kepada seorang teman, ”Wah, maaf,

kemarin saya lupa menelepon.” Peristiwa ini memenuhi syarat objek ilmu

komunikasi , yaitu bahwa yang dikaji adalah komunikasi antarmanusia,

bukan dengan yang lain selain makhluk manusia.

Telah diketahui ilmu komunikasi memiliki sejumlah ilmu praktika,

yaitu Hubungan Masyarakat, Periklanan, dan Jurnalistik. Misalnya, jika

ilmu komunikasi juga mempelajari penyampaian pesan kepada makhluk

selain manusia, bagaimanakah agar pesan kehumasan yang ditujukan

kepada bebatuan serta tumbuhan yang tercemar limbah perusahaan

sehingga memberi respon positif mereka? Dengan kata lain, penyampaian

pesan kepada makhluk selain manusia akan mencederai kriteria objek

keilmuannya.

Page 10: Filsafat Komunikasi Resume

Terdapat beraneka ragam definisi komunikasi, hingga pada tahun

1976 saja Dance dan Larson berhasil mengumpulkan 126 definisi

komunikasi yang berlainan. Mereka mengidentifikasi tiga dimensi

konseptual penting yang mendasari perbedaan dari ke-126 definisi

temuannya, yaitu:

1. Tingkat observasi atau derajat keabstrakannya

Yang bersifat umum, misalnya definisi yang menyatakan bahwa

komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian dengan

bagian lainnya dalam kehidupan. Yang bersifat terlalu khusus,

misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah alat

untuk mengirimkan pesan militer, perintah, dan sebagainya melalui

telepon, telegraf, radio, kurir, dan sebagainya.

2. Tingkat kesengajaan

Yang mensyaratkan kesengajaan, misalnya definisi yang menyatakan

komunikasi adalah situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber

mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan

disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Sementara definisi

yang mengabaikan kesengajaan, misalnya dari Gode yang menyatakan

komunikasi sebagai proses yang membuat sesuatu dari yang semula

dimiliki oleh seseorang atau monopoli seseorang menjadi dimiliki oleh

dua orang atau lebih.

3. Tingkat keberhasilan dan diterimanya pesan

Yang menekankan keberhasilan dan diterimanya pesan, misalnya

definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran

informasi untuk mendapatkan saling pengertian. Sedangkan yang tidak

menekankan keberhasilan, misalnya definisi yang menyatakan bahwa

komunikasi adalah proses transmisi informasi.

Dengan beragamnya definisi komunikasi, sementara definisi itu

diperlukan untuk menggambarkan objek ilmu komunikasi secara jelas dan

jernih, maka pada tahun 1990-an para teoritisi komunikasi berdebat dan

mempertanyakan apakah komunikasi harus disengaja? dan Apakah

Page 11: Filsafat Komunikasi Resume

komunikasi harus diterima (received)? Setelah beradu argumentasi, para

ahli sepakat untuk tidak sepakat dan menyatakan bahwa sekurang-

kurangnya terdapat tiga perspektif (sudut pandang) / paradigma yang

dapat diakomodir.

Paradigma adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan

lingkungannya yang akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif),

bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Karenanya, paradigma

sangat menentukan bagaimana seorang ahli memandang komunikasi yang

menjadi objek ilmunya. Berikut ini adalah uraian atas ketiga paradigma

sebagai hasil ”kesepakatan untuk tidak sepakat” dari para teoritisi

komunikasi:

1. Paradigma-1

Komunikasi harus terbatas pada pesan yang sengaja diarahkan

seseorang dan diterima oleh orang lainnya. Paradigma ini menyatakan

bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja, dan pesan itu harus

diterima. Artinya, untuk dapat terjadi komunikasi, syaratnya harus

terdapat komunikator pengirim, pesan itu sendiri, dan komunikan

penerima. Implikasinya, jika pesan tidak diterima, tidak ada

komunikan, karena tidak ada manusia yang menerima pesan. Jadi tidak

ada komunikasi dan proses komunikasi yang merupakan kajian

paradigma ini. Misalnya, ketika seorang teman melambai pada kita tapi

kita tidak melihat, ini bukan komunikasi yang menjadi kajiannya,

karena kita selaku komunikan tidak menerima pesan itu.

2. Paradigma-2

Komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi

penerima, apakah disengaja atau tidak. Paradigma ini menyatakan

bahwa pesan tidak harus disampaikan dengan sengaja, tapi harus

diterima. Paradigma ini relatif mengenal istilah komunikan penerima.

Biasanya dalam penggambaran model, pada dua titik pelaku

komunikasi dinamai sebagai komunikator mengingat keduanya

mempunyai peluang untuk menyampaikan pesan, baik disengaja

Page 12: Filsafat Komunikasi Resume

maupun tidak, yang dimaknai oleh pihak lainnya. Atau, keduanya

disebut sebagai komunikan yang dimaknai sebagai semua manusia

pelaku komunikasi. Intinya, selama ada pemaknaan pesan pada salah

satu pihak, adalah komunikasi yang menjadi kajiannya. Maka ketika

kita dengan tidak sengaja melenggang di tepi jalan dan supir taksi

berhenti serta bertanya, ”Taksi, pak?” ini adalah komunikasi yang

menjadi kajiannya karena supir itu telah memaknai lenggangan kita

yang tidak sengaja sebagai panggilan terhadapnya, tanpa terlalu

mempersoalkan siapa pengirim dan penerima.

3. Paradigma-3

Komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang disampaikan dengan

sengaja, namun derajat kesengajaan sulit untuk ditentukan. Paradigma

ini menyataan bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja, tapi

tidak mempersoalkan apakah pesan diterima atau tidak. Artinya, untuk

dapat terjadi komunikasi, syaratnya harus terdapat komunikator

pengirim, pesan, dan target komunikan penerima. Ketika seorang

teman melambaikan tangan tapi kita tidak melihat, ini merupakan

komunikasi yang menjadi kajiannya. Pertanyaannya adalah mengapa

pesan itu tidak kita terima? Gangguan apa yang sedang terjadi, apakah

pada salurannya? Atau pada alat penerima (mata kita)? Atau ada hal

lainnya?

Ketiga paradigma ini dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Sengaja Diterima Syarat

Paradigma-1 V V Komunikator, pengirim pesan, dan

komunikan penerima.

Paradigma-2 X V Tidak mempersoalkan komunikator –

komunikasi selama ada pihak yang

menerima dan memaknai pesan.

Seluruh pelaku komunikasi disebut

komunikator atau bahkan

mendefinisikannya sebagai

Page 13: Filsafat Komunikasi Resume

komunikan, yaitu manusia pelaku

komunikasi.

Paradigma-3 V X komunikator pengirim, pesan, dan

target komunikan penerima

Tiga Paradigma Objek Kajian Ilmu Komunikasi