FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI

download FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI

of 27

Transcript of FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI

APLIKASI FILSAFAT DALAM ILMU KOMUNIKASI Oleh Tine Silvana R*)

Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi massa dewasa ini bahkan ketergantungan manusia pada media massa sudah sedemikian besar. Media komunikasi massa abad ini yang tengah digandrungi masyarakat adalah televisi. Joseph Straubhaar & Robert La Rose dalam bukunya Media Now, menyatakan; the Avarege Person spend 2600 Hours per years watcing TV or listening to radio. That,s 325 eight-hourdays, a full time job. We spend another 900 hours with other media, including, newpaper, books, magazines, music, film, home video, video games and the internet, that about hours of media use more time than we spend on anything else, including working or sleeping (straubhaar & La Rose, 2004 : 3) Di Indonesia berdasarkan survey Ac Nielsen di tahun 1999 bahwa 61% sampai 91% masyarakat Indonesia suka menonton televisi, hasil ini lebih lanjut dijelaskan bahwa hampir 8 dari 10 orang dewasa di kota-kota besar menonton televisi setiap hari dari 4 dari 10 orang mendengarkan radio ( Media Indonesia, 16- Nopember 1999). Hal ini menunjukkan bahwa menonton televisi merupakan aktivitas utama masyarakat yang seakan tak bisa ditinggalkan. Realitas ini sebuah bukti bahwa televisi mempunyai kekuatan menghipnotis pemirsa, sehingga seolah-olah televisi telah mengalienasi seseorang dalam agenda settingnya. Perkembangan pertelevisian di Indonesia dua tahun terakhir ini memang amat menarik, televisitelevisi swasta bermunculan melengkapi dan memperkaya TV yang sudah ada. Tercatat lebih dari 17 TV yang ada di Indonesia adalah TVRI, RCTI, SCTV, TPI, AN-TV, Indosiar, Trans-TV, Lativi, TV-7, TV Global, dan Metro TV ditambah TV-TV lokal seperti Bandung TV, STV, Padjadjaran TV dan sebagainya. Fenomena ini tentu saja menggembirakan karena idealnya masyarakat Indonesia memiliki banyak alternatif dalam memilih suguhan acara televisi. Namun realitasnya, yang terjadi adalah stasiun-stasiun TV di Indonesia terjebak pada selera pasar karena tema acara yang disajikan hampir semua saluran TV tidak lagi beragam tetapi seragam di mana informasi yang sampai kepada publik hanya itu-itu saja tidak menyediakan banyak alternatif pilihan. Beberapa format acara TV yang sukses di satu stasiun TV acapkali diikuti oleh TV-TV lainnya, hal ini terjadi hampir pada seluruh format acara TV baik itu berita kriminal dan bedah kasus, tayangan misteri, dangdut, film india, telenovela, serial drama Asia, Infotainment, dan lain-lain. _______________*) Dosen pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Media watch mencatat bahwa selama ini atas nama mekanisme pasar, pilihan format isi pertelevisian tak pernah lepas dari pertimbangan tuntunan khalayak menurut perspektif

pengelola. Berbagai program acara dibuat hanya untuk melayani kelompok budaya mayoritas yang potensial menguntungkan, sementara kelompok minoritas tersisihkan dari dunia simbolik televisi. Ukuran televisi hanya dilihat berdasarkan rating tidak memperhatikan faktor fungsional, akibatnya ada kelompok masyarakat yang dapat menikmati berbagai stasiun TV karena berada di wilayah yang berpotensi, tapi ada masyarakat yang tak terlayani sama sekali atau menangkap acara televisi namun isinya secara kultural tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Keadaan ini sebelumnya terjadi juga pada negara adi kuasa seperti Amerika Serikat penelitian di negara ini menunjukkan bahwa surat kabar dan televisi mengarahkan sasaran liputan mereka terutama pada kelompok elite dan tak memperdulikan sebagian besar warga (Kovach, 2003:66) dalam pemenuhan fungsi informasi dan hiburan belakangan ini, TV-TV gencar menayangkan berita-berita yang disebut dengan infotainment. Kehadiran infotainment amat mewarnai programprogram acara di televisi bahkan menempati posisi rating tertinggi yang berarti acara-acara model seperti ini amat digemari oleh masyarakat. Pengiklan pun tak urung berbondong bondong memasang iklan pada setiap tayangannya tentu saja semakin mamacu pengelola media untuk berloma-lomba membuat heboh acara infotainment yang dikemasnya. Dipelopori oleh tayangan kabar-kabari lima tahun silam di RCTI, saat ini tidak kurang dari 50 judul acara serupa muncul menyebar di semua stasiun TV termasuk TVRI bahkan Metro TV. Semua format yang tampil mengatasnamakan infotainment sebagai penggabungan dari kata Information dan Entertainment (Informasi dan Hiburan) wujudnya merupakan paket tayangan informasi yang dikemas dalam bentuk hiburan & informasi yang menghibur. Jika kita cermati tampaknya tayangan-tayangan infotainment yang mengklaim sebagai sebuah produk jurnalisme seringkali berorientasi bukan pada efek yang timbul dalam masyarakat tetapi produk komersial tersebut apakah mampu terjual dan mempunyai nilai ekonomis atau tidak, sehingga tidak memperhatikan apa manfaatnya bagi pemirsa ketika menginformasikan adegan syur Mayangsari Bambang Soeharto, exploitasi kawin cerai para selebritis, konflik, gaya hidup, serta kebohongan publik yang kerap digembar-gemborkan oleh kalangan selebritis. Fenomena ini menandakan satu permasalahan di dalam kehidupan nilai-nilai filosofis televisi di Indonesia. Televisi Indonesia semakin hari semakin memperlihatkan kecenderungan mencampuradukan berita dan hiburan melalui format tayangan infotainment. Kebergunaan berita menjadi berkurang bahkan menyimpang. Hal ini disebabkan di antaranya oleh tekanan pasar yang makin meningkat. 1. Kerangka Teoritis Louis O. Katsoff dalam bukunya Elements of Philosophy menyatakan bahwa kegiatan filsafat merupakan perenungan, yaitu suatu jenis pemikiran yang meliputi kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan gagasan yang lainnya, menanyakan mengapa mencari jawaban yang lebih baik ketimbang jawaban pada pandangan mata. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keutuhan, dan keadaan memadainya pengetahuan agar dapat diperoleh

pemahaman. Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini. Menemukan hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematik. Filsafat membawa kita kepada pemahaman & pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Tiga bidang kajian filsafat ilmu adalah epistemologis, ontologis, dan oksiologis. Ketiga bidang filsafat ini merupakan pilar utama bangunan filsafat. Epistemologi: merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah. Medode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang & mapan, sistematis & logis. Ontologi: adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut Stephen Litle John, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas. Bagi ilmu sosial ontologi memiliki keluasan eksistensi kemanusiaan. Aksiologis: adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika, atau agama. Litle John menyebutkan bahwa aksiologis, merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value (nilai-nilai) Litle John mengistilahkan kajian menelusuri tiga asumsi dasar teori ini adalah dengan nama metatori. Metatori adalah bahan spesifik pelbagai teori seperti tentang apa yang diobservasi, bagaimana observasi dilakukan dan apa bentuk teorinya. Metatori adalah teori tentang teori pelbagai kajian metatori yang berkembang sejak 1970 an mengajukan berbagai metode dan teori, berdasarkan perkembangan paradigma sosial. Membahas hal-hal seperti bagaimana sebuah knowledge itu (epistemologi) berkembang. Sampai sejauh manakah eksistensinya (ontologi) perkembangannya dan bagaimanakah kegunaan nilai-nilainya (aksiologis) bagi kehidupan sosial. Pembahasan ; Berita infotainment dalam kajian filosofis. Kajian ini akan meneropong lingkup persoalan di dalam disiplin jurnalisme, sebagai sebuah bahasan dari keilmuan komunikasi, yang telah mengalami degradasi bias tertentu dari sisi epistemologis, ontologis bahkan aksiologisnya terutama dalam penyajian berita infotainment di televisi. 2. Kajian Aspek Epistemologis: Dalam berita hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti dalam setiap pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap kepingan informasi mengimplikasikan realitas peristiwa kemasyatakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan kepentingan kepentingan kebutuhan masyarakat. Charnley (1965 : 22.30) mengungkapkan kunci standardisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat, seimbang, obyektif, jelas dan singkat serta mengandung waktu kekinian. Hal-hal ini merupakan tolok ukur dari The Quality of

News dan menjadi pedoman yang mengondisikan kerja wartawan di dalam mendekati peristiwa berita & membantu upaya tatkala mengumpulkan & mereportase berita. Secara epistemologis cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita infotainment yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang matang, mapan, sistematis & logis. 3. Kajian Aspek Ontologis Dalam kajian berita infotainment ini bahasan secara ontologis tertuju pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme. Pada abad 19, pernah berkembang jurnalisme yang berusaha mendapatkan audiensnya dengan mengandalkan berita kriminalitas yang sensasional, skandal seks, hal-hal, yang menegangkan dan pemujaan kaum selebritis ditandai dengan reputasi James Callender lewat pembeberan petualangan seks, para pendiri Amerika Serikat, Alexande Hamilton & Thomas Jeferson merupakan karya elaborasi antara fakta dan desus-desus. Tahun itu pula merupakan masa kejayaan William Rudolf Hearst dan Joseph Pulitzer yang dianggap sebagai dewa-dewa Jurnalisme kuning. Fenomena jurnalisme infotainment kembali mencuat ketika terjadi berita hebohnya perselingkuhan Presiden Amerika Bill Clinton- Lewinsky. Sejak saat itu seakan telah menjadi karakteristik pada banyak jaringan TV di dunia. Di Indonesia, fenomena ini juga bukan terbilang baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri Penerangan pada saat itu) banyak surat kabarsurat kabar kuning muncul & diwarnai dengan antusias masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto menerbitkan Monitor semakin membuat semarak Jurnalisme kuning di Indonesia. Pasca Orde Baru ketika kebebasan pers dibuka lebarlebar semakin banyak media baru bermunculan, ada yang memiliki kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan kualitas dengan mengandalkan sensasional, gosip, skandal dan lain-lain. Ketika tayangan Cek & Ricek dan Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya juga ikut-ikut menayangkan acara gosip. Dari sinilah cikal bakal infotainment marak di TV kita. Fenomena infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan bukti rating tinggi (public share tinggi) 4. Kajian pada aspek aksiologis Secara aksiologis kegunaan berita infotainment dititik beratkan kepada hiburan. Pengelola acara ini menarik audiens hanya dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat sebagai sebuah strategi bisnis jurnalisme. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain. Ketika etika infotainment telah salah langkah mencoba untuk menyaingkan antara berita & hiburan. Padahal nilai dan daya pikat berita itu berbeda, infotainment pada gilirannya akan membentuk audiens yang dangkal karena terbangun atas bentuk bukan substansi. Pengelola media melalui berita infotainment terkadang tidak lagi mempertimbangkan moral sebagai pengontrol langkah mereka sehingga begitu mengabaikan kepentingan

masyarakat.Hal itulah yang terjadi dengan berita infotainment di Indonesia, beberapa kaidah yang semestinya dijalankan malah diabaikan demi kepentingan mengejar rating dan meraup keuntungan dari pemasang iklan.

DAFTAR PUSTAKA Andersen., Kenneth E., 1972, Introduction to Communication Theory and Practice, Philippines: Cumming Publ Company. Anshari., Endang Saefuddin, 1991. Ilmu Filsafat dan Agama, PT. Bina Ilmu, Surabaya. Asante., Molefi Kete, 1989, Handbook of International and Intercultural Communication, California: sage Publ Inc. Bagus., Lorens, 1991, Metafisika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Berger., Charles R., 1987, Handbook of Communication Science, California: Sage publ Inc. Cobley., Paul, 1996, The Communication Theory Reader, London: Routledge. DeFleur., Melvin L., 1985, Understanding Mass Communication, Boston: Houghton Mifflin Company. Effendy., Onong Uchjana, 2000, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Fisher., B. Aubrey, 1987, Interpersonal Communication: Pragmatics of Human Relation 2 nd ed., McGraw-Hill Little John., Stephen W., 1996, Theories of Human Communication, Ohio: Charles E. Merril Company Muhadjir., Noeng, 1998, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, Rake Sarasin, Yogyakarta Mulyana., Deddy, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, PT. Rosdakarya, Bandung Mulyana., Deddy, 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Rosdakarya, Bandung Poerwadarminta., W.J.S, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta

Susanto., Astrid S, 1976, Filsafat Komunikasi, Penerbit Binacipta, Bandung. Suriasumantri, Jujun S, 1985, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta Syam., Nina Winangsih, Rekonstruksi Ilmu Komunikasi Perspektif Pohon Komunikasi dan Pergeseran Paradigma Komunikasi Pembangunan Dalam Era Globalisasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran pada tanggal 11 September 2002

Etika komunikasi persuasifDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari Etika komunikasi persuasif adalah seperangkat aturan-aturan dalam mempraktekkan komunikasi persuasif agar tidak menjadi propaganda[1] .

[sunting] LaranganDalam prakteknya, saat komunikasi persuasif dilakukan maka komunikator tidak diperkenankan untuk: 1. Menggunakan data palsu, data yang sengaja dirancang untuk menonjolkan kesan tertentu, data yang dengan sengaja diejawantahkan secara salah, dibelokkan, atau bukti yang benar tapi tidak ada hubungannya untuk mendukung suatu pernyataan atau mengesahkan sesuatu. 2. Tidak diperkenankan secara sengaja menggunakan alasan yang meragukan atau tidak masuk diakal (tidak logis). 3. Tidak diperkenankan menyatakan diri sebagai ahli pada subyek tertentu, padahal bukan ahlinya. Tidak diperkenankan juga mengaku telah diberi informasi oleh ahlinya padahal tidak. 4. Tidak diperkenankan untuk mengajukan hal-hal yang tidak berkaitan untuk mengalihkan perhatian dari isyu yang sedang menjadi perhatian. Diantara hal-hal yang paling sering digunakan untuk mengalihkan perhatian adalah perilaku sengaja menyerang karakter individu yang menjadi lawannya, pembelaan dengan menggunakan kebencian dan (bigotry) sebagai alasan. (Innuendo), penggunaan istilah "Tuhan" atau "setan" yang dapat menyebabkan/ mengundang keadaan tegang namun tidak mencerminkan reaksi positif atau negatif yang sebenarnya.

5. Tidak diperkenankan untuk meminta kepada target sasaran (pembaca/ pemirsa) untuk mengaitkan ide atau proposal yang diajukan dengan nilai-nilai yang emosional, motifmotif tertentu, atau tujuan-tujuan yang sebenarnya tidak ada kaitannya. 6. Tidak diperkenankan untuk menipu khalayak dengan menyembunyikan tujuan sebenarnya, atau kepentingan pribadi/ kelompok yang diwakilkan, atau menggunakan posisi pribadi sebagai penasehat saat memberikan sisi pandang tertentu. 7. Jangan menutup-nutupi, membelokkan, atau sengaja menafsirkan dengan salah angka, istilah, jangkauan, intensitas, atau konsekuensi logis yang mungkin diakibatkan di masa depan. 8. Tidak diperkenankan untuk menggunakan pembelaan emosional yang tidak disertai bukti, latar belakang, atau alasan yang tidak dapat diterima apabila target penerima memiliki kesempatan dan waktu untuk menyelidiki subyek tersebut sendiri kemudian menemukan sesuatu yang lain/ bertentangan. 9. Tidak diperkenankan untuk menyederhanakan sebuah situasi yang yang sebenarnya kompleks, sehingga terlihat sebagai hitam dan putih saja, hanya memiliki dua pilihan atau pandangan, dan (polar views). 10. Tidak diperkenankan untuk mengaku sebuah kepastian sudah dibuat padahal situasinya masih sementara, dan derajat kemungkinan situasi masih dapat berubah sebenarnya lebih akurat. 11. Tidak diperkenankan menganjurkan sesuatu yang kita secara pribadi sebenarnya juga tidak percaya.

[sunting] Referensi1. ^ (en) Prof. Richard L. Johannesen, Profesor Komunikasi dari Northen Illinois University dalam buku "Ethics in Human Communication"

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN FILSAFAT KOMUNIKASI http://etika-filsafat-komunikasi.blogspot.com/Materi 6 : Heri Erlangga 1. Pemikiran Richard Lanigan Karyanya yang berjudul Communication Models in Philosophy, Review and Commentary membahas secara khusus analisis filsafati mengenai komunikasi. Mengatakan; bahwa filsafat sebagai disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-bidang utama menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan berikut ini : - Apa yang aku ketahui ? (What do I know ?) - Bagaimana aku mengetahuinya ? (How do I know it ?) - Apakah aku yakin ? (Am I sure ?) - Apakah aku benar ? (Am I right ?) Pertanyaan-pertanyaan di atas berkaitan dengan penyelidikan sistematis studi terhadap : - Metafisika; - Epistemologi; - Aksiologi; dan - Logika Metafisika; adalah suatu studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realita. Hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sbb : 1) Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam semesta; 2) Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab, dan aturan; 3) Problem pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku manusia. Pentingnya metafisika bagi pembahasan filsafat komunikasi, dikutip pendapat Jujun S Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu kajian tentang hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan pikiran. Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua yakni : - Ada sebagai yang ada; ilmu pengetahuan mengkaji yang ada itu dalam bentuk semurnimurninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti kata tidak terkena perubahan, atau dapat diserapnya oleh panca indera. Metafisika disebut juga Ontologi. - Ada sebagai yang iLLahi; keberadaan yang mutlak, yang tidak bergantung pada yang lain, yakni TUHAN (iLLahi berarti yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera). Epistemologi; merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods and limits of human knowledge). Epistemologi berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, tepat apabila dihubungkan dengan metodologi.

Metode; adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematik dan logis. Pada dasarnya metode ilmiah dilandasi : - Kerangka pemikiran yang logis; - Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran; - Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual. Jujun S Suriasumantri, mengemukakan akronim metode ilmiah yang dikenal sebagai logicohypotetico verifikasi, kerangka pemikiran yang logis mengandung argumentasi yang dalam menjabarkan penjelasannya mengenai suatu gejala bersifat rasional. Lanigan, mengatakan bahwa dalam prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang selanjutnya menuju konasi, epistemology berpijak pada salah satu atau lebih teori kebenaran. Dikenal empat teori kebenaran, sebagai berikut : 1) Teori koherensi; suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. 2) Teori korespondensi; suatu pernyataan adalah benar jikalau materi yang terkena oleh persyaratan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu. 3) Teori pragmatik; suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia. Aksiologi; asas mengenai cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang secara epistemologis diperoleh dan disusun. Aksiologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti etika, estetika, atau agama. Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, aksiologi adalah suatu kajian terhadap apa itu nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya atau mengekspresikannya. Jelaslah, pentingnya seorang komunikator untuk terlebih dahulu mempertimbangkan nilai (value judgement), apakah pesan yang akan dikomunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak. Logika; berkaitan dengan telaah terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar. Logika sangat penting dalam komunikasi, karena pemikiran harus dikomunikasikan, sebagai hasil dari proses berpikir logis.

2. Pemikiran Stephen LittleJOHN Materi 7 : Heri Erlangga Penelaahan terhadap teori dan proses komunikasi dengan membagi menjadi tiga tahap dan empat tema : A. Tahap Metatheoritical; Meta mempunyai beberapa pengertian : - Berubah dalam posisi (changed in position);

- Di seberang, di luar atau melebihi (beyond); - Di luar pengertian dan pengalaman manusia (trancending); - Lebih tinggi (higher); Teori menurut Wibur Schramm adalah suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi dapat dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai tingkah laku. B. Tahap Hipotetikal; Adalah tahap teori di mana tampak gambaran realitas dan pembinaan kerangka kerja pengetahuan. C. Tahap Deskriptif; Tahap ini meliputi pernyataan-pernyataan aktual mengenai kegiatan dan penemuan-penemuan yang berkaitan dengannya.

Empat Tema dimaksud adalah : A. Tema Epistemology (pertanyaan mengenai pengetahuan); Adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia. LittleJOHN mengajukan pertanyaan : Dengan proses bagaimana timbulnya pengetahuan ? terdapat empat posisi : 1. Mentalisme atau rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan timbul dari kekuatan pikiran manusia. Posisi ini menempatkan pada penalaran manusia. 2. Empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi. Melihat dunia apa yang sedang terjadi. 3. Konstruksivisme yang menyatakan bahwa orang menciptakan pengetahuan agar berfungsi secara pragmatis dalam kehidupannya. Percaya bahwa fenomena di dunia dapat dikonsepsikan dengan berbagai cara, dimana pengetahuan berperan penting untuk merekayasa dunia. 4. Konstruksivisme sosial mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam kelompok sosial. Realitas dikonstruksikan secara sosial sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya. B. Tema Ontology (pertanyaan mengenai eksistensi); Ontology adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud (nature of being) atau sifat fenomena yang ingin kita ketahui, dalam sosiologi berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Dalam teori komunikasi tampak berbagai posisi ontologis, tetapi dapat dikelompokan menjadi

dua posisi yang saling berlawanan : 1. Teori Aksional (actional theory); Bahwa orang menciptakan makna, mereka mempunyai tujuan, mereka menentukan pilihan nyata. Berpijak pada landasan teleologis yang menyatakan bahwa orang mengambil keputusan yang dirancang untuk mencapai tujuan. 2. Teori Non-aksional (nonactional theory); Bahwa perilaku pada dasarnya ditentukan oleh dan responsive terhadap tekanan-tekanan yang lalu. Tradisi ini dalil-dalil tertutup biasanya dipandang tepat, interpretasi aktif seseorang dilihat dengan sebelah mata. C. Tema Perspective (pertanyaan mengenai focus); Suatu teori terdapat pada fokusnya. Perspektif berkorelasi dengan epistemology dan ontology disebabkan bagaimana teoritisi memandang pengetahuan dan bagaimana pengaruhnya terhadap perspektif teori. Teori komunikasi menyajikan perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang. Suatu perspektif adalah sebuah titik pandang, suatu cara mengkonseptualisasikan sebuah bidang studi. Perspektif ini memandu seorang teoritikus dalam memilih apa yang akan dijadikan fokus dan apa yang akan ditinggalkan, bagaimana menerangkan prosesnya, dan bagaimana mengkonseptualisasikan apa yang diamati. Empat jenis yang dinilainya memadai dalam pembahasan perspektif, yaitu : 1. Perspektif Behavioristik (behavioristic perspective); Timbul dari psikologi mazhab perilaku atau behavioral, menekankan pada rangsangan dan tanggapan (stimulus dan response) yang cenderung menekankan pada cara bahwa orang dipengaruhi oleh pesan. 2. Perspektif Transmisional (transmissional perspective); Memandang komunikasi sebagai pengiriman informasi dari sumber kepada penerima, menggunakan gerakan model linier dari suatu lokasi ke lokasi lain. Menekankan pada media komunikasi, waktu dan unsur-unsur konsekuensial. 3. Perspektif Interaksional (interactional perspective); Mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik menanggapi satu sama lain. Umpan balik dan efek bersama merupakan kunci konsep.

4. Perspektif Transaksional (Transactional perspective); Menekankan kegiatan saling beri. Memandang komunikasi sesuatu di mana pesertanya terlibat secara aktif, menekankan konteks, proses dan fungsi. Komunikasi dipandang situasional dan sebagai proses dinamis yang memenuhi fungsi-fungsi individual dan sosial D. Tema Axiology (pertanyaan mengenai nilai).

Cabang Filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Bagi pakar komunikasi, ada tiga persoalan aksiologis : 1. Apakah Teori Bebas Nilai ? Ilmu klasik menganggap teori dan penelitian bebas nilai. Ilmu pengetahuan bersifat netral, berupaya memperoleh fakta sebagaimana tampak dalam dunia nyata. Jika ada pendirian ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, karena karya peneliti dipandu oleh suatu kepentingan dalam cara-cara tertentu dalam melaksanakan penyelidikan. Beberapa cendikiawan berpendapat bahwa teori tidak pernah bebas nilai dalam metode dan substansinya. Para ilmuwan memilih apa yang akan dipelajari, dan pemilihan itu dipengaruhi oleh nilai-nilai baik personal maupun institusional.

2. Sejauh mana pengaruh praktek penyelidikan terhadap obyek yang dipelajari ? Titik pandang ilmiah menunjukan bahwa para ilmuwan melakukan pengamatan secara hati-hati, tetapi tanpa interferensi dengan tetap memelihara kemurnian pengamatan. Beberapa kritisi tetap berpendapat bahwa teori dan pengetahuan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. 3. Sejauh mana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial ? Apakah para ilmuwan akan tetap objektif atau akan berupaya membantu perubahan sosial dengan cara-cara yang positif ? Peranan ilmuwan adalah menghasilkan ilmu, sarjana bertanggungjawab berkewajiban mengembangkan perubahan yang positif. Jadi secara keseluruhan, persoalan aksiologis ini terdapat dua posisi umum, yaitu : 1. Ilmu yang sadar nilai (value-conscious) mengakui pentingnya nilai bagi penelitian dan teori secara bersama berupaya untuk mengarahkan nilai-nilai kepada tujuan positif. 2. Ilmu yang bernilai netral (value-neutral) percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai, dan bahwa para cendikiawan mengontrol efek nilai-nilai.

3. Pemikiran Whitney R. Mundt Materi 8 : Heri Erlangga

Berbeda dengan pemikiran yang lain, dalam karyanya Global Media Philosophies menjelaskan keterpautan pemerintah dengan jurnalistik di mana keseimbangan kekuatan selalu bergeser. Pertanyaannya, dimana garis pemisah antara kebebasan dan pengawasan ? Menurut MUNDT ; - Dalam teori authoritarian pers adalah pelayan negara. Peranannya tidak usah dipertanyakan, karena merupakan filsafat kekuasaan mutlak dari

pemerintah suatu kerajaan. Perintisnya adalah Hobbes, Hegel dan Machiavelli. Negara-negara contohnya adalah Iran, Paraguay dan Nigeria. - Teori libertarian, media tidak bisa tunduk kepada pemerintah, tetapi harus bebas otonom, bebas untuk menyatakan ideanya tanpa rasa takut diintervensi pemerintah. Perintisnya adalah Locke, Milton dan Adam Smith. Negara-negara contohnya adalah AS, Jepang dan Jerman Barat. - Teori Social Responsibility, merupakan modifikasi atau perkembangan dari teori libertarian, tetapi berbeda dengan akarnya; fungsi pers adalah sebagai media untuk mendiskusikan konflik. Perbedaan lainnya ialah pers tanggungjawab sosial diawasi oleh opini komunitas, kegiatan konsumen dan etika profesional. Beberapa negara cenderung menganut teori ini, termasuk AS. - Teori Soviet Communist dikatakan bahwa pers Uni Soviet melayani partai yang sedang berkuasa dan dimiliki oleh negara. Orang-orang soviet mengatakan bahwa persnya bebas untuk menyatakan kebenaran, sedangkan pers dengan apa yang dinamakan sistem liberal dikontrol oleh kepentingan bisnis. Dalam kaitannya dengan Filsafat PERS, Lowenstein tetap berpegang pada istilah authoritarian dan libertarian. Jelasnya dibawah ini adalah tipologi Lowenstein. Kepemilikian PERS : 1. Kepemilikan Pribadi Dimiliki oleh perorangan atau lembaga non-pemerintah; dibiayai terutama oleh periklanan ddan langganan. 2. Kepemilikan Partai Politik Dimiliki oleh partai politik, disubsidi oleh partai atau anggota partai. 3. Kepemilikan Pemerintah Dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah yang dominan, disubsidi terutama oleh dana pemerintah. Filsafat PERS : 1. Otoritarian Dengan lisensi dan sensor pemerintah untuk menekan kritik dan dengan demikian memelihara kekuasaan kaum elite. 2. Sosial-otoritarian Dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah untuk melengkapi pers guna mencapai tujuan ekonomi nasional dan tujuan filsafati. 3. Libertarian Ketiadaan pengawasan pemerintah (kecuali undang-undang tentang fitnah dan cabul), untuk menjamin pemasaran gagasan secara bebas (free market place of ideas) dan pengoperasian proses tegakkan diri (selfrighting process). 4. Sosial Libertarian Pengawasan pemerintah secara minimal untuk menyumbat saluransaluran komunikasi dan untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.

5. Sosial Sentralis Kepemilikan pemerintah atau lembaga umum dengan saluran komunikasi terbatas untuk menjamin semangat operasional dan filsafat libertarian. 4. Nilai Logika, Etika dan Estetika dalam Komunikasi Bagan Hubungan Logika, Etika dan Estetika : Dasar Tujuan Nilai Hasil LOGIKA Pikiran Kebenaran Benar/Salah IPTEK FILSAFAT ETIKA Kehendak Kecocokan Baik/Buruk Keserasian ESTETIKA Perasaan Keindahan Indah/Jelek Kesenian

Penjelasan mengenai nilai inti yang tercakup oleh filsafat komunikasi adalah, sebagai berikut : 1) Logika; Logika berkaitan dengan penelaahan terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar (deals with the study of the principles and methods of correct reasoning). Bahwa logika teramat penting dalam proses komunikasi, jelas karena suatu pemikiran harus dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang dikomunikasikan itu harus merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir logis (yang berarti mengadakan seleksi diantara fakta dan opini, untuk kemudian menyusunnya menjadi suatu kesatuan yang utuh, tidak bertentangan dengan satu sama lain). M. Sommer dalam bukunya Logika mengatakan bahwa kalau seseorang hendak bicara atau menulis dengan tepat, ia harus memperhatikan hukum-hukum gramatika. Dan jika hendak berpikir tepat, harus memperhatikan hukum-hukum logika. Logika oleh Summer didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang karya-karya akal budi untuk melakukan pembimbingan menuju kebenaran. diposkan oleh Herry Erlangga pada 22:42 4 Komentar

Sabtu, 29 September 2007Evasi KomunikasiHambatan komunikasi pada umumnya mempunyai 2 sifat : 1. Hambatan Obyektif; Gangguan dan halangan terhadap jalannya komunikasi yang tidak disengaja, dibuat oleh pihak lain, tapi mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Misal: Gangguan cuaca, gangguan lalu-lintas.

Hambatan Objektif juga bisa disebabkan :y y y y

Kemampuan komunikasi yang kurang baik; Approach/Pendekatan penyajian kurang baik; Timing tidak cocok; Penggunaan media yang keliru.

2. Hambatan Subyektif; yang sengaja dibuat oleh orang lain. Disebabkan karena adanya :y y y y y

Pertentangan kepentingan; Prejudice; Tamak; Iri hati; Apatisme, dsb. Gejala mencemooh dan mengelakan suatu komunikasi untuk mendeskreditkan atau menyesatkan pesan komunikasi.

y

y

Mencacatkan

Pesan

Komunikasi

(Message

made

invalid);

Kebiasaan

mencacatkan pesan komunikasi dengan menambah-nambah pesan yang negatif.y

Mengubah Kerangka Referensi (Changing frame of reference),Kebiasaan mengubah kerangka referensi menunjukkan seseorang yang menanggapi komunikasi dengan diukur oleh kerangka referensi sendiri.

diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:58 0 Komentar

Faktor-Faktor Penunjang Komunikasi EfektifMengapa Komunikasi Kita Pelajari dan Teliti ? Jawabannya :

Karena Kita Ingin Mengetahui Bagaimana Efek Suatu Jenis Komunikasi kepada Seseorang. WILBUR Schramm, menampilkan apa yang disebut the condition of success in communication, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki, dengan memperhatikan : a) Pesan harus dirancang dan disampaikan sehingga menarik. b) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman antara komunikator dan komunikan, sehingga dimengerti. c) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan. d) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan komunikan. 1. FAKTOR KOMPONEN KOMUNIKAN a. Para Ahli Komunikasi meneliti sedalam-dalamnya tujuan Komunikan b. Mengapa Know Your Audience merupakan ketentuan utama dalam komunikasi Sebabnya ialah karena penting mengetahui : -Timing yang tepat untuk suatu pesan; -Bahasa yang harus dipergunakan agar pesan dapat dimengerti; -Sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif; -Jenis kelompok dimana komunikasi akan dilaksanakan. Komunikan dapat dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini : Dapat dan Benar-benar Mengerti Pesan Komunikasi; Pada Saat Mengambil Keputusan, Sadar Sesuai dengan Tujuannya;

Pada Saat Mengambil Keputusan, Sadar Keputusannya Bersangkutan dengan Kepentingan Pribadinya; Mampu menepatinya baik secara mental maupun fisik. 2. FAKTOR KOMPONEN KOMUNIKATOR Dua Faktor Penting pada diri Komunikator: Kepercayaan pada Komunikator (Source Credibility); Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar. Kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai dimana ia memperoleh kepercayaan dari komunikan. Kepercayaan ditentukan oleh Keahliannya dan dapat dipercaya. Karena kepercayaan yang besar dapat merubah sikap.nDaya

Tarik Komunikator (Source Attractiveness);

Hasrat seseorang untuk menyamakan dirinya dengan komunikator. Komunikator akan sukses dalam komunikasinya, bila berhasil memikat perhatian komunikan. Sehingga akan mempunyai kemampuan melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik. Komunikan menyenangi komunikator, apabila merasa adanya kesamaan khususnya kesamaan ideologi yang lebih penting daripada kesamaan demografi. Seorang komunikator akan sukses dalam komunikasinya. Kalau menyesuaikan komunikasinya dengan the image dari komunikan, yaitu :nMemahami

kepentingannya;

-Kebutuhannya; -Kecakapannya;-Pengalamannya;

-Kemampuan

berpikirnya; dsb

-Kesulitannya;

Singkatnya, Komunikator harus dapat menjaga kesemestaan alam mental yang terdapat pada komunikan. Prof. Hartley, menyebutnya the image of other. 3. HAMBATAN KOMUNIKASI Ahli Komunikasi menyatakan; tidaklah mungkin seseorang melakukan komunikasi yang sebenarnya efektif, karena ada banyak hambatan yang harus menjadi perhatian, antara lain : a. Gangguan - Mekanik (Mechanical channel noise); Gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. - Semantik (Semantic noise); Gangguan yang bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Karena melalui penggunaan bahasa. Semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata. Lambang kata yang sama mempunyai pengertian yang berbeda untuk orang-orang yang berlainan, terjadi salah pengertian Denotatif (arti yang sebenarnya dari kamus yang diterima secara umum) dan Konotatif (arti yang bersifat emosional latar belakang dan pengalaman seseorang). b. Kepentingan Interest atau kepentingan akan membuat seorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya.

c. Motivasi Terpendam Motivasi akan mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Intensitasnya akan berbeda atas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi. d. Prasangka Prejudice atau prasangka merupakan rintangan atau hambatan berat bagi kegiatan komunikasi. diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:52 0 Komentar

Proses KomunikasiBagaimana tekniknya agar komunikasi yang dilancarkan seseorang komunikator berlangsung efektif, dalam prosesnya dapat ditinjau dari dua perspektif : Proses Komunikasi dalam Perspektif Psikologis; Dalam perspektif ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan, terjadinya suatu proses komunikasi (isi pesan berupa pikiran dan lambang umumnya bahasa). Walter Lippman menyebut isi pesan picture in our head, sedangkan Walter Hagemann menamakannya das Bewustseininhalte. Proses mengemas atau membungkus pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator, yang dinamakan encoding. Sedangkan proses dalam diri komunikan disebut decoding (seolah-olah membuka kemasan atau bungkus pesan).

Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis;Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau melemparkan dengan bibir kalau lisan, atau dengan tangan kalau tulisan. Penangkapan pesan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya. Adakalanya komunikasi tersebar dalam jumlah relatif banyak,

sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau sarana, dalam situasi ini dinamakan komunikasi massa. diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:51 0 Komentar

Komunikasi..Pengertian dan HakikatnyaDewasa ini Ilmu Komunikasi dianggap sangat penting, Mengapa??? Sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi kemaslahatan umat manusia akibat perkembangan teknologi. Karena Apa? Dengan Alasan, bahwa :

Ilmu Komunikasi, apabila diaplikasikan secara benar akan mampu mencegah danmenghilangkan konflik antarpribadi, antarkelompok, antarsuku, antarbangsa, dan antarras, membina kesatuan dan persatuan umat manusia penghuni bumi.

Pentingnya studi komunikasi karena permasalahan-permasalahan yang timbul akibatkomunikasi (akibat perbedaan-perbedaan diantara manusia yang banyak dalam pikirannya, perasaannya, kebutuhannya, keinginannya, sifatnya, tabiatnya, pandangan hidupnya, kepercayaannya, aspirasinya, dsb. Hakikat Komunikasi, adalah :

Proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaanseseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Tegasnya;

Komunikasi berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, jikadianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek:

Pertama, Isi Pesan (the content of the massage); Kedua, Lambang (symbol); Konkritnya Isi Pesan itu adalah Pikiran atau Perasaan, Lambang adalah Bahasa. Semakin peliknya antar manusia dan semakin pentingnya studi terhadap komunikasi, disebabkan Teknologi (khususnya teknologi komunikasi yang semakin canggih). Mengapa harus serius untuk dipelajari, Karena;

Jika seseorang Salah Komunikasinya (miscommunication), maka orang yangdijadikan sasaran mengalami;

Salah Persepsi (misperception), yang gilirannya; Salah Interpretasi (misinterpretation), berikutnya; Salah Pengertian (misunderstanding). Dalam hal tertentu menimbulkan; SalahPerilaku (misbehavior), dapat dibayangkan apabila komunikasinya

berlangsung skala nasional atau internasional, bisa fatal. Apa sebenarnya Komunikasi itu ? Secara etimologis dari perkataan latin communicatio, istilah ini bersumber dari perkataan communis artinya sama, maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jika terjadi kesamaan makna antar kedua aktor komunikasi, maka komunikasi tidak terjadi, rumusan lain situasi tidak komunikatif. diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:50 0 Komentar

Hakikat Filsafat KomunikasiFILSAFAT KOMUNIKASI adalah SUATU DISIPLIN YANG MENELAAH PEMAHAMAN SECARA FUNDAMENTAL, METODOLOGIS, SISTEMATIS, ANALITIS KRITIS, DAN HOLISTIS TEORI DARI PROSES KOMUNIKASI YANG MELIPUTI SEGALA DIMENSI, Menurut :y y y y y y y

Bidangnya; Sifatnya; Tatanannya; Tujuannya; Fungsinya; Tekniknya; dan Metodenya

Tujuan Komunikasi : a. Mengubah Sikap (to change the attitude) b. Mengubah Opinin (to change the opinion) c. Mengubah Perilaku (to change the behavior) d. Mengubah Masyarakat (to change the society) Fungsi Komunikasi : a. Menginformasikan (to inform) b. Mendidik (to educate) c. Menghibur (to entertain) d. Mempengaruhi (to influence) Teknik Komunikasi : a. Komunikasi Informatif b. Komunikasi Persuasif c. Komunikasi Pervasif d.Komunikasi Koersif

e. Komunikasi Instruktif diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:47 3 Komentar

Etika, Nilai dan NormaDua Macam Etika yang Berkaitan Dengan Nilai dan Norma : Pertama, Etika Deskriptif; Berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika Deskriptif berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Ia berbicara mengenai kenyataan penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat, tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak secara etis. Kedua, Etika Normatif; Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan apa tindakan yang seharusnya diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini. Etika Normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek. Bedanya dari kedua macam etika : Etika Deskriptif memberi fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.

Sedangkan Etika Normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. Jadi dapat dikatakan bahwa etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.y

Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang mau kita lakukan dalam situasi tertentu dalam hidup kita sehari-hari. Etika membantu kita untuk membuat pilihan, pilihan nilai yang terjelma dalam sikap dan perilaku kita yang sangat mewarnai dan menentukan makna kehidupan kita.

y

Etika Komunikasi: PERKARA MEMERDEKAKAN RUANG PUBLIK Oleh: Santi Indra Astuti, S.Sos., M.Si. Apa biang keladi persoalan komunikasi dewasa ini? Bagi Haryatmoko, penulis buku Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi , jawabannya adalah (tekanan) pasar dan determinisme teknologi. Pelakunya adalah media dan pemerintah (negara, state). Sementara korbannya adalah publik. Mari kita lihat apa yang terjadi dalam wilayah komunikasi, ketika tekanan pasar mendominasi. Tekanan pasar mengakibatkan media massa berlomba-lomba mendekati konsumennya dengan pelbagai cara: mereorganisasi hakikat, sistem dan modus komunikasi. Yang lebih gawat lagi, mereduksi makna dan fungsi komunikasi sosial: yang tadinya berfokus pada keindahan pesan dan perekat publik, kini menjadi komoditi pasar yang terjebak dalam logika waktu pendek, perangkap mimetisme dan epigonisme (h. 911). Inilah yang terjadi ketika produk jurnalisme, misalnya, terperangkap dalam hukum persaingan yang menuntut informasi ditampilkan serbacepat (bukan serbabenar). Muncul berita-berita yang sensasional, namun kebenarannya tak bisa dipertanggungjawabkan. Kemasan berita pun digarap seheboh mungkin karena sekadar menginformasikan tak cukup membuat khalayak tertarik untuk menontonnya. Maka horor kriminalitas dalam siaran berita pun dikemas menjadi sebentuk entertainment! Konsekuensi besar yang harus ditanggung bukan sekadar menguatnya konstruksi pasar. Pada tahap transfer of knowledge, kompetensi jurnalisme kini semata-mata diarahkan untuk mendukung pasar. Sementara di sisi lain, masyarakat diturunkan derajatnya menjadi konsumen yang tak lepas dari upaya eksploitasi produsennya. Biang keladi kedua dari persoalan komunikasi dewasa ini adalah determinisme teknologi. Teknologi komunikasi, di satu sisi, menyelesaikan persoalan komunikasi dalam aspek ruang dan waktu. Teknologi dianggap demokratis, membuka sekat-sekat dan sumber informasi yang tadinya hanya dimonopoli satu pihak, janjinya adalah menjadikan komunikasi semakin transparan! Kenyataannya, teknologi memunculkan kultus teknologi. Yang terakhir ini semakin memacu rasionalitas instrumental di mana sarana lebih menjadi prioritas daripada tujuan. Presentasi atau penyutradaraan makna informasi menjadi lebih penting daripada pesan informasi itu sendiri. Kultus teknologi akhirnya mengalahkan tujuan dan idealisme media (h. 11). Monopoli tak terhindarkan lagi hak monopoli berpindahtangan dipegang oleh penguasa teknologi. Lagi-lagi masyarakat yang dirugikan, meskipun, bukan tidak mungkin ada persetujuan diam-diam dari mereka. Di sini, Haryatmoko meminjam asumsi paradigma konstruktivisme yang mengandaikan bahwa pembentukan realitas diatur lewat negosiasi. Lantas, apa sesungguhnya idealisme komunikasi yang mestinya ada kalau bentuk-bentuk yang menggejala sekarang ini dianggap menyimpang dari yang seharusnya? Media mestinya memberikan informasi yang benar. Jika media mampu memfungsikan diri sebagai sarana pendidikan yang efektif, maka pemirsa, pembaca, dan pendengar akan semakin memiliki sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir (h. 9). Informasi yang benar akan mencerahkan kehidupan, karena membantu menjernihkan pertimbangan. Pun, membuka peluang memperbaiki nasib seseorang atau kelompok. Informasi yang benar menghindarkan salah paham dan menjadi sarana penting untuk menciptakan perdamaian (h. 19). Etika komunikasi sendiri ada, bukan hanya untuk menjamin hak akan informasi yang

benar. Lebih dari itu, etika komunikasi dimaksudkan untuk menjamin hak berkomunikasi di ruang publik. Wujudnya, antara lain, pada etika profesi, etika institusional, dan regulasi publik. Mengapa regulasi publik tidak diserahkan saja pada mekanisme diskusi publik yang diwadahi oleh lembaga legislatif? Ingat masalah pornografi yang tak pernah tuntas? Pornografi selalu dibela pendukungnya dengan dalih kebebasan berekspresi. Secara cerdas, pornografi juga dilarikan pada masalah sulitnya mendefinisikan batas-batas pornografi . Padahal kebebasan berekspresi di ruang publik ada batasnya, yaitu kepentingan publik sendiri. Selain itu, batas-batas pornografi juga bisa dirumuskan secara jelas, kalau mau becermin bukan pada pelakunya sendiri. Nah, menurut penulis buku ini, etika komunikasi mau memecahkan dilema antara kebebasan berekspresi dan tanggungjawab media sebagai instansi pelayanan publik. Etika komunikasi dapat membantu terciptanya regulasi publik, yang bukan pertama-tama untuk membatasi kebebasan berekspresi, tetapi juga memperkuat deontologi profesi, mengangkat kredibilitas media, dan pada akhirnya menjamin masyarakat untuk memenuhi haknya akan informasi yang benar (h. 13). Dalam kurikulum studi ilmu komunikasi, etika komunikasi diajarkan dalam sebuah mata kuliah yang tak lebih dari 2-3 sks. Membaca buku ini, etika komunikasi sangat penting karena merupakan pisau etis yang menyentuh setiap produk komunikasi, sehingga mestinya, etika komunikasi mendapat sks lebih dan diajarkan tidak sekenanya oleh dosen yang tidak berkompeten. Etika komunikasi mesti diajarkan bukan dalam logika transfer of knowledge, tapi merupakan sebentuk bimbingan yang melibatkan peran aktif kedua pihak: dosen maupun mahasiswa. Buku Baru, Cara Pandang Baru Dibandingkan buku-buku komunikasi lainnya, buku tentang filsafat atau etika tidak begitu diminati pasar. Selain kemasannya yang cenderung berat (dalam tataran pemikiran maupun fisik!) dan text-bookoriented, buku tentang filsafat atau etika cuma bikin ngantuk karena mengulang-ulang cerita lama: definisi filsafat adalah bla-bla-bla; definisi etika adalah bla-bla-bla, prinsip keadilan adalah bla-bla-bla, hukum kebenaran adalah... dst. Struktur seperti ini sudah bisa ditebak, yang berbeda paling-paling jumlah halaman: ditambah, diganti, atau dikurangi. Tailoring dijahit-jahit, tapi tak menawarkan sesuatu yang baru. Tak heran kalau pelajaran filsafat atau etika komunikasi cenderung membosankan. Inilah justru yang berbeda dengan buku ini. Etika filsafat karya Haryatmoko, doktor bidang Antropologi dan Sejarah Agama jebolan Universitas Sorbonne Paris IV dan doktor Etika/Sosial Politik dari Institut Catholique de Paris, memotret lansekap persoalan komunikasi dari wilayah yang sangat modern dan kontemporer: media massa. Ia meninggalkan persoalan-persoalan pendefinisian etika dan filsafat, dan langsung menyentuh pokok persoalan komunikasi masa kini. Maka, enam bab bukunya yang tebalnya tak lebih dari 180 halaman menyoal masalah perubahan modus komunikasi dan informasi dalam bisnis pemberitaan, etika profesi wartawan atau pekerja informasi/komunikasi lainnya, dilema regulasi publik berhadapan dengan persoalan kebebasan berekspresi, masalah pornografi dan kekerasan, serta komunikasi dan tarik-menarik kepentingan politik (lengkap dengan logika politiknya). Jangan mengharapkan penjelasan ihwal definisi filsafat, etika dan lain-lain ketika pembaca menyimak buku ini, semua itu sudah dianggap selesai. Artinya, sudah dikuasai pembaca.

Pembaca buku ini memang dituntut tidak hanya orang yang sudah memahami sendi-sendi komunikasi, tapi juga tahu dasar-dasar filsafat dan etika. Haryatmoko tidak mau repot-repot menjelaskan (atau menambah tebal bukunya dengan penjelasan) ihwal makna deontologi, logika instrumental, rasionalitas instrumental pembaca dianggap sudah fasih menguasai pemikiran Max Weber, juga filosof lain. Sebagai doktor lulusan Prancis, Haryatmoko banyak mengadopsi pemikiran para teorisi komunikasi yang tidak biasa setidaknya, dalam buku ini pembaca akan dihadapkan pada pemikiran Michel Foucault, Pierre Bourdieu dan Phillippe Breton. Ia juga dengan fasih berhadapan dengan pemikiran para jagoan cultural studies dan studi modernitas lainnya: Ernest Gellner, Anthony Giddens, James Curran, dan lainlain. Buku ini menjadi penting bagi para mahasiswa dan dosen studi ilmu komunikasi karena membuka ruang perjumpaan intelektualitas dengan pemikir-pemikir yang menawarkan cara pandang baru untuk mewacanakan persoalan komunikasi kontemporer. Dengan membuka diskusi dari perspektif hak-hak publik terhadap komunikasi dan informasi, buku ini juga memberi peluang bagi pembacanya untuk turut berupaya memerdekakan ruang komunikasi dari tekanan kapitalisme dan bias-bias ideologis dari power kekuasaan. Data buku Judul : Etika Komunikasi. Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi Penulis : Dr. Haryatmoko Penerbit : Kanisius, Yogya Tahun Terbit : 2007 Tebal : 180 halaman (plus indeks)