Filsafat Hukum Islam Prin

19
TUGAS KELOMPOK FILSAFAT HUKUM ISLAM SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM ISLAM OLEH M.RAPI DEWI CAHYANTI DOSEN PEMBIMBING : JUNAIDI, SHI., M.HUM FAKULTAS HUKUM SEMESTER III / A

Transcript of Filsafat Hukum Islam Prin

Page 1: Filsafat Hukum Islam Prin

TUGAS KELOMPOK FILSAFAT HUKUM ISLAM

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM ISLAM

OLEH

M.RAPI DEWI CAHYANTI

DOSEN PEMBIMBING : JUNAIDI, SHI., M.HUM

FAKULTAS HUKUM SEMESTER III / A

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRITAHUN 2012

Page 2: Filsafat Hukum Islam Prin

BAB I

PENDAHULUAN

Hukum Islam merupakan sistem aturan atau perundangan-undangan ideal

yang mengatur hubungan antara manusia dengan Rabbnya, hubungan antara

individu, masyrakat, dan antarnegara dalam keadaan damai atau perang yang

ditetapkan berdasarkan norma-norma yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah

Rasul-Nya.

1

Page 3: Filsafat Hukum Islam Prin

BAB IIPEMBAHASAN

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM ISLAM

1. Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam

Sumber utama hukum islam adalah al-quran dan al-sunah.terhadap segala

permasalahan yang tidak di terangkan dalam kedua sumber tersebut,kaum muslimin

di perbolehkan berijtihad dengan mempergunakan akalnya guna menemukan

ketentuan hukum.

Berijtihad dengan mempergunakan akal dalam permasalahan hukum islam,yang

pada hakikatnya merupakan pemikiran falsafi itu,di restui oleh Rasulullah.dan

Rasulullahm mengutus dan memberi izin kepada Mu’adz ibn jabal untuk berijtihad.

Izin Rasulullah kepada mu’adz untuk berijtihad tersebut merupakan awal lahirnya

filsafat hukum islam.pada masa Rasulullah segala persoalan di selesaikan dengan

wahyu.pemikiran falsafi atau ijtihad yang salah segera di betulkan dengan datangnya

wahyu. Akan tetapi ketika Rasulullah wafat dah wahyupun telah usai,maka akal

dengan pemikiran falsafinya berperan,baik dalam perkara yang ada nashnya maupun

tidak ada nashnya.1

2. Perkembangan Filsafat Hukum Islam

Kegiatan penelitian terhadap tujuan hukum (maqasbid al-syariah) telah di lakukan

oleh para ahli ushul fiqih terdahulu. Al-juwaini sebagai ushul fiqih yang pertama

yang menekankan pentingnya maqashid al-syariah dalam penetapan hukum islam.

1 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999 hal :18-19

2

Page 4: Filsafat Hukum Islam Prin

Kerangka berfikir al-juwaini di kembangkan oleh muridnya, al-

Ghazali.Dalam kitabnya syifa al-ghazalil, al-Ghazali menjelaskan maksud syariat

dalam kaitanya dengan pembahasan al-munasabat al-mashlahiyyat dalam

qiyas,sementara dalam kitabnya yang lain ia membicarakannya dalam pembahasan

istihlal. Maslahat, baginya adalah memelihara maksud al-syari’,pembuat hukum.

Kemudian ia merinci maslahat itu menjadi lima,yaitu: memelihara agama, jiwa, akal,

keturunan dan harta.

Ahli ushul fiqh berikutnya yang membahas secara khusus aspek utama

maqashid al-syariah, adalah Izz al-Din Ibn ‘Abb al-salam dari kalangan mazhab

syafi’i. dalam kitabnya Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, ia lebih banyak

mengelaborasi hakikat mashlahat yang di ejawantahkan dalam bentuk dar’u al-

mafasid wa jalbu al-manafi’ ( menghindari mafsadat dan menarik manfaat ).

Adapun ahli ushul fiqh yang membahas teori maqashid al-syariah secara khusus,

sistematis, dan jelas adalah al-Syuthibi, dari kalangan mazhab Maliki. Dalam

kitabnya al-muwafakat, ia menghabiskan kurang lebih sepertiga pembahasannya

dalam maslahat ini.

Ia secara tegas menyatakan bahwa tujuan Allah SWT. Mensyariatkan hukum-

Nya adalah untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. karena itu ta’lif dalam

bidang hukum harus bermuara pada tujuan hukum tersebut.2

2 Ibid hal : 20-22

3

Page 5: Filsafat Hukum Islam Prin

Masa pertumbuhan dan perkembangan berlangsung selama tiga abad lebih.

Dari zaman kerasulan hingga abad ke-3 hijrah. Periode ini dari segi pase sejarah

hukum islam, dapat dibagi menjadi tiga zaman Nabi muhammad SAW, yang

berlangsung selama 22 tahun lebih (610-632 H / 12 SH-10 H), dan zaman tabi’in

serta tabi’ tabi’in yang berlangsung selama 250 tahun (724-974 M / 100-351 H).

Tahun 351 H / 1974 M, dianggap sebagai zaman kejumudan, karena tidak ada lagi

ulama pendiri maazhab. Ulama pendiri mazhab terakhir adalah Ibn Jarir al-Thabari

(310 H / 734 M), yang mendirikan mazhab jaririyah.

1. MASA KEEMASAN

Periode pembinaan pengembangan dan pembukuan hukum Islam

Disamping periode Nabi Muhammad dan pada periode Khulafaur Rasyidin, maka

terdapat pula periode pembinaan, pengembangan dan pembukuan hukum Islam.

Periode ini dilakukan di masa pemerintahan Khalifah Umayyah (662-750) dan

Khalifah Abbasiyah (750-1258).

Hukum fiqh Islam sebagai salah satu aspek kebudayaan Islam mencapai

puncak perkembangannya di zaman Khalifah Abbasiyah yang memerintah selama

lebih kurang 500 tahun. Di masa ini lahir para ahli hukum Islam yang menemukan

dan merumuskan garis-garis hukum fiqh Islam serta muncul berbagai teori hukum

yang masih dianut dan dipergunakan oleh umat Islam sampai sekarang.3

Pada periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M) pemerintahan

Abbasiyah, telah mencapai masa keemasannya. Secara politis, para Khalifah betul-

betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus.

Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga

3 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009, hal: 154

4

Page 6: Filsafat Hukum Islam Prin

berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan

dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbasiyah

mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus

berkembang.4

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat yaitu dari tahun

750 M – 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adlah Abu

Ja’far al-Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari

Bani Umayyah, Khawarij dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan.

Untuk lebih menjaga kestabilan ibu kota negara yang baru berdiri yaitu al-

Hasyimiyah, dekat Kufah, al-Manshur memindahkan ibu kota negara ke kota yang

baru dibangunnya, Baghdad dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M.

Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah

bangsa Persia. Di ibu kota ini al-Manshur melakukan fonsolidasi dan penertiban

pemeritahannnya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di

lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi

baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Dia juga

membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara dan kepolisian negara. Di

samping membenahi angkatan bersenjata. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa

Dinasti Bani Umayyah di tingkatkan peranannya dengan tambahan tugas.

Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah di letakkan dan dibangun

oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, maka puncak keemasan dinasti ini

berada pada tujuh khalifah sesudahnya yaitu:

4 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009, hal: 155

5

Page 7: Filsafat Hukum Islam Prin

1. Al-Mahdi (775-785 M)

2. Al-Hadi (775-786 M)

3. Harun al-Rasyid (786-809 M)

4. Al-Ma’mun (813-833 M)

5. Al-Mu’tashim (833-842 M)

6. Al-Wasiq (842-847 M)

7. Al-Mutawakkil (8470861 M)

Pada masa khalifah-khalifah ini banyak kemajuan yang terjadi pada hukum

Islam. Diantaranya di galakkannya penerjemahan buku-buku asing. Berdirinya

sekolah dan salah satu karya terbesar yang berfungsi sebagai perguruan tinggi

dengan perpustakaan yang besar.

Bani Abbasiyah ini merupakan lanjutan dari pemerintahan Bani Umayyah.

Jika dibandingkan dengan Bani Umayyah, Bani Abbasiyah lebih maju. Dengan

berpindahnya ibu kota ke kota Baghdad, pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi jauh

dari pengaruh Arab sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat beorientasi kepada

Arab. Kemudian dalam penyelenggaraan negara, pada Bani Abbas ada jabatan wazir

yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam

pemerintahan Bani Umayyah. Demikian pula ketentaraan profesional baru terbentuk

pada masa pemerintahan Bani Abbas sebelumnya tidak ada tentara khusus yang

profesional.5

Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama

melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu

5 http: www.google.co.id/Perkembangan Filsafat hukum Islam/2012

6

Page 8: Filsafat Hukum Islam Prin

pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Yakni dalam bidang tafsir.

Dalam metode-metode tafsir sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran

filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan

terutama dalam bidang teologi.6

Dalam periode pembinaan, pengembangan dan pembukuan ini banyak faktor

yang mendorong orang untuk menetapkan hukum dan merumuskan garis-garis

hukum yaitu:

a. Wilayah Islam sudah sangat luas, terbentang dari perbatasan India sampai

Tiongkok di Timur sampai ke Spanyol (Eropa) di sebelah Barat

b. Telah ada karya-karya tulis tentang hukum yang dapat dipergunakan sebagai

bahan landasan untuk membangun serta mengembangkan hukum fiqh Islam

c. Telah tersedia pula para ahli yang mampu berijtihad memecahkan berbagai

masalah hukum dan masyarakat

Dalam periode ini timbul para mujtahid atau Imam tersebut diatas. Dulu jumlahnya

banyak, tetapi kini yang masih mempunyai pengikut adalah 4 yakni:

1. Abu Hanifah (al-Nukman ibn Tsabit): 700-767 M

2. Malik bin Anas: 713 -795 M

3. Muhammad Idris as-Syafi’i: 767-820 M7

4. Ahmad bin Hambal (Hanbal): 781-855 M

Dan sebagaimana diketahui, sumber utama hukum Islam itu adalah al-Quran

dan as-Sunnah Nabi Muhammad. Al-Quran sudah dicatat di masa Nabi Muhammad,

di himpun dalam satu naskah di zaman khalifah Abu Bakar, dua tahun setelah Nabi

6 http: www.google.co.id/Perkembangan Filsafat hukum Islam/20127 Locit hal : 188

7

Page 9: Filsafat Hukum Islam Prin

Muhammad wafat dan disalin serta dibukukan dalam satu Mushaf al-Quran standar

di zaman khalifah Usman.

Demikian atas usaha para ahli, pada pertengahan abad ke-3 H atau akhir abad

ke-9 dan permulaan abad ke-10 M tersusunlah kitab-kitab Hadist yang terkenal

dengan nama al-Kutub as-Sittah (Enam buah kitab Hadist)

Selain dari itu, perlu di catat pula bahwa pad periode ini pulalah metode-

metode tertentu pengambilan hukum dari al-Quran dan Sunnah, penetapan dan

penemuan hukum yang tidak ada ketentuannya dalam dua sumber utama hukum

Islam itu dikembangkan. Yang terpenting diantaranya adalah: ijma’, qiyas, masalih

al-mursalah, istihsan, istishab, al-‘urf.

2 . Masa kelesuan pemikiran

Sejak permulaan abad ke-4 H atau abad ke-10 – 11 M, ilmu hukum Islam

mulai berhenti berkembang. Ini terjadi di akhir penghujung pemerintahan atau dinasti

Abbasiyah. Pada masa ini para ahli hukum hanya membatasi diri mempelajari

pikiran-pikiran para ahli sebelumnya yang telah dituangkan kedalam buku berbagai

mazhab.

Yangmemnjadi ciri umum pemikiran hukum dalam periode ini adalah para ahli

hukum tidak lagi memusatkan usahanya untuk memahami prinsip-prinsip atau ayat-

ayat hukum yang terdapat dalam al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad, tetapi

pikirannya ditumpukan pada pemahaman perkataan-perkataan, pikiran-pikiran

hukum para Imamnya saja. Perkembangan masyarakat yang berjalan terus dan

persoalan-persoalan hukum yang ditumbuhkannya pada masa ini tidak lagi diarahkan

dengan hukum dan dipecahkan sebaik-baiknya seperti zaman-zaman sebelumnya.

8

Page 10: Filsafat Hukum Islam Prin

Dengan kata lain, masyarakat terus berkembang sedang pemikiran hukumnya

berhenti.8

Diantara faktor-faktor atau keadaan yang menyebabkan kemunduran atau

kelesuan pemikiran Islam di masa itu adalah hal-hal sebagai berikut:

1. Kesatuan wilayah Islam yang luas itu, telah retak dengan munculnya beberapa

negara baru, baik di Eropa (Spanyol), Afrika Utara, di Kawasan Timur Tengah dan

Asia.9

2. Ketidakstabilan politik yang mempengaruh kegiatan pemikiran hukum. Artinya

orang tidak bebas mengutarakan pendapatnya.

3. Pecahnya kesatuan kenegaraan atau pemerintahan itu menyebabkan merosotnya

kewibawaan pengendalian perkembangan hukum. Dan bersamaan dengan itu muncul

pula orang-orang yang sebenarnya tidak mempunyai kelayakan untuk berijtihad,

namun mengeluarkan berbagai garis hukum dalam bentuk fatwa yang

membingungkan masyarakat.

4. Timbullah gejala kelesuan berpikir di mana-mana karena kelesuan berpikir itu,

para ahli tidak mampu lagi menghadapi perkembangan keadaan dengan

mempergunakan akal pikiran yang merdeka dan bertanggung jawab. 10

3. Pada Masa Taqlid

Periode taqlid ini adalah periode dimana semangat ijtihad mutlak para ulama

sudah pudar dan berhenti. Semangat kembali kepada sumber-sumber pokok tasyri’,

8 http: www.google.co.id/Perkembangan Filsafat hukum Islam/2012

9 http: www.google.co.id/Perkembangan Filsafat hukum Islam/201210 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009, hal : 194

9

Page 11: Filsafat Hukum Islam Prin

dalam rangka menggali hukum-hukum dari teks al-Quran dan Sunnah dan semangat

mengistimbatkan hukum-hukum terhadap suatu masalah yang belum ada ketetapan

hukumnya dari nash dengan menggunakan dalil-dalil syara’, sudah pudar dan

berhenti. Mereka hanya mengikuti hukum-hukum yang telah dihasilkan oleh imam-

imam mujtahid terdahulu.

Periode taqlid ini mulai sekitar pertengahan abad IV H/X M. Pada masa ini

pula terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan umat Islam dan

menghalangi aktivitas mereka dalam pembentukan hukum atau perundang-undangan

hingga terjadinya kemandekan. Semangat kebebasan dan kemerdekaan berpikir para

ulama sudah mati. Mereka tidak lagi menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai

sumber utama, akan tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan berpegang

kepada fiqh imam-imam mujtahid terdahulu, yakni Abu Hanifah, Malik, Syafi’i,

Ahmad bin Hanbal dan rekan-rekannya. Mereka mencurahkan segenap kemampuan

mereka untuk memahami kata-kata dan ungkapan-unkapan para imam mujtahid

mereka. Dan mereka tidak berusaha mencurahkan segenap kemampuannya untuk

memahami nash-nash syariat dan prinsip-prinsipnya yang umum.

1. Sebab-sebab terhentinya gerakan ijtihad

Ada 4 faktor penting yang menyebabkan terhentinya gerakan ijtihad dan

suburnya kebiasaan bertaqlid kepada para imam terdahulu, yaitu:

a. Terpecah-pecahnya Daulah Islamiyah ke dalam beberapa kerajaan yang antara satu

dengan yang lainnya saling bermusuhan, saling memfitnah, memasang berbagai

perangkap, tipu daya dan pemaksaan dalam rangka meraih kemenangan dan

kekuasaan.11

11 http: www.google.co.id/Perkembangan Filsafat hukum Islam/2012

10

Page 12: Filsafat Hukum Islam Prin

b. Pada pariode ketiga para imam Mujtahid terpolarisasi dalam beberapa golongan.

Masing-masing golongan membentuk menjadi aliran hukum tersendiri dan

mempunyai khittah tersendiri pula. Misalnya ada kalanya dalam rangka membela dan

memperkuat mazhabnya masing-masing dengan cara mengemukakan argumentasi

yang melegitimasi kebenaran mazhabnya masing-masing mengedepankan kekeliruan

mazhab lain yang dinilai bertentangan dengan mazhabnya.

c. Umat Islam mengabaikan sistem kekuasaan perundang-undangan, sementara di

sisi lain mereka juga tidak mampu merumuskan peraturan yang bisa menjamin agar

seseorang tidak ikut berijtihad kecuali yang memang ahli dibidangnya.

d. Para ulama dilanda krisis moral yang menghambat mereka sehingga tidak bisa

sampai pada level orang-orang yang melakukan ijtihad. Di kalangan mereka terjadi

saling menghasut dan egois mementingkan diri sendiri.12

12 http: www.google.co.id/Perkembangan Filsafat hukum Islam/2012

11

Page 13: Filsafat Hukum Islam Prin

DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman Djamil MA, Filasafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Waca Ilmu, 1999

Mohammad Daud Ali, SH, Hukum Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009

http: www.google.co.id/Perkembangan Filsafat hukum Islam/2012

12