Fikosianin Yuliana Alexandra Nona Sain 13.70.0173 b5 Unika Soegijapranata

25
FIKOSIANIN PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGAE” SPIRULINA LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Yuliana Alexandra Nona Sain NIM : 13.70.0173 Kelompok B5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

description

fikosianin merupakan pewarna alami yang digunakan dalam industri pangan yang berasal dari alga.

Transcript of Fikosianin Yuliana Alexandra Nona Sain 13.70.0173 b5 Unika Soegijapranata

FIKOSIANIN

PEWARNA ALAMI DARI “BLUE

GREEN MICROALGAE” SPIRULINA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Yuliana Alexandra Nona Sain

NIM : 13.70.0173

Kelompok B5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer,

oven, dan plate stirrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomasa Spirulina basah, aquades,

dan dekstrin.

1.2. Metode

8 gram biomasa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer

Dilarutkan dalam aquades (biomasa : aquades = 1 : 10)

Diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam

Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatan

Supernatan diencerkan dan divortex hingga pengenceran 10-2

Diukur kadar fikosianinnya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

8 ml supernatan ditambah dekstrin (supernatan : dekstrin = 1 : 1)

Dicampur rata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 45ºC hingga kadar air ± 7%

Diperoleh adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan alat penumbuk hingga berbentuk powder

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai OD, Konsentrasi Fikosianin, Yoeld, dan Warna dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran OD, Konsentrasi Fikosianin (KF), Yield, dan Warna Fikosianin

Kelompok

Berat Biomassa

(gram)

JumlahAkuades (ml)

Total Filtrat (ml) OD 615 OD 652 KF (mg/ml) Yield

(mg/g) Warna

Sebelum di oven

Setelah dioven

B1 8 80 56 0,1521 0,1094 1,877 13,139 + +B2 8 80 56 0,1481 0,1094 1,800 12,600 ++ ++B3 8 80 56 0,1393 0,1732 1,071 7,497 + +B4 8 80 56 0,1676 0,1749 1,586 11,103 + +B5 8 80 56 0,1217 0,1743 0,732 5,124 + +

Keterangan :Warna :+ : biru muda++ : biru+++ : biru tua

Berdasarkan tabel hasil pengamatn diatas dapat diketahui hasil nilai OD dengan menggunakan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm,

konsentrasi fikosianin, yield fikosianin, serta pengujian secara sensoris yaitu warna fikosianin. Dari data yang diperoleh menunjukkan

bahwa pada penggunaan berat biomassa dan volume aquades yang sama, masing-masing kelompok memperoleh pengukuran nilai OD yang

berbeda, sehingga konsentrasi fikosianin (KF) dan yield yang dihasilkan juga berbeda. Pada kelompok B1 menghasilkan nilai konsentrasi

fikosianin dan yield yang tertinggi yaitu sebesar 1,877 mg/ml dan 13,139 mg/g. Sedangkan pada kelompok B5 didapatkan nilai konsentrasi

fikosianin dan yield terendah yaitu sebesar 0,732 mg/ml dan 5,124 mg/g. Dalam parameter warna, setiap kelompok menghasilkan warna

fikosianin tidak mengalami perubahan warna pada saat sebelum dan setelah dioven fikosianin tetap berwarna biru muda dan biru.

3. PEMBAHASAN

Dalam praktikum Teknologi Hasil Laut yang dilakukan oleh kloter B ini telah dilakukan

percobaan pembuatan pewarna alami dari Spirulina sp. dengan cara mengisolasi pigmen

fikosianin yang terdapat di dalamnya. Zat warna yang digunakan pada makanan

biasanya menggunakan pewarna alami atau sintesis, namun pewarna sintesis belum bisa

menjamin keamanan pangan meskipun dari segi harga relatif murah dan mudah untuk

didapatkan serta tahan lama karena bersifat stabil (Steinkraus, 1983). Pewarna alami

merupakan solusi untuk menjamin keamanan pangan dengan tetap menyajikan makanan

secara menarik (Astawan, 2008). Sehingga pada praktikum ini melakukan percobaan

membuat pewarna alami dari spirulina yang nantinya dapat digunakan sebagai pewarna

makanan alami.

Dalam jurnal yang berjudul “C-Phycocyanin Extraction from Spirulina platensis Wet

Biomass” mengatakan bahwa C-phycocyanin dapat diekstraksi dari cyanobacteria

seperti Spirulina platensis yang sudah banyak dimanfaatkan dalam industri kosmetik

dan industri pangan sebagai pewarna biru alami (Moraes et al., 2011). Sedangkan dalam

dengan judul “A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin”

menambahkan bahwa fikosianin merupakan komponen utama dari phycobiliprotein

dalam Spirulina. Dimana unit penyusunnya yaitu subunit α dan β. Fikosianin juga

memiliki berat molekul 140-210 kDa (Wenjun et al., 2013).

Fikosianin merupakan hasil ekstraksi dari spirulina yang memiliki kegunaan sebagai

aplikasi imun dan pewarna makanan. Fikosianin merupakan pigmen protein yang

berwarna biru atau disebut biliprotein dan dapat ditemukan di dalam sistem thylakoid

yang terdapat di membran sitoplasma (Duangsee et al., 2009). Fikosianin merupakan

pigmen utama yang digunakan dalam fotosintesis dan memiliki fungsi untuk menyerap

cahaya pada bagian yang memiliki kandungan klorofil yang rendah (Vonshak, 1997).

Menurut Seo et al (2013) fikosianin merupakan pigmen dengan warna biru yang

memiliki manfaat yang baik yaitu sebagai antioksidan, anti-aging serta untuk mencegah

kanker karena memiliki aktivitas anti-inflamatori. Menurut Devanathan & Ramanathan

(2012) kegunaan spirulina sp yang lain yaitu digunakan untuk farmasi, produk kosmetik

dan digunakan di insustri pangan. Fikosianin banyak terkandung di dalam spirulina sp.,

merupakan mikroalga yang termasuk alga hijau atau alga hijau – biru dan beberapa dari

mikroalga tersebut dapat memproduksi beberapa produk dari hasil fotosintesis.

Menurut Urek & Leman (2011) menyatakan bahwa spirulina sp. terlebih Spirulina

maxima merupakan cyanobacterium yang terbentuk dari populasi yang besar pada air

yang memiliki kandungan karbonat dan bikarbonat serta memiliki pH lebih dari 11.

Struktur sel dari spirulina sendiri digolongkan sebagai bakteri prokariotik dan pigmen

yang mendominasi adalah klorofil, karotenoid dan fikosianin (Duangsee et al., 2009).

Dalam jurnal yang berjudul “Extraction and purification of C-phycocyanin from

Spirulina platensis (CCC540)” mengatakan bahwa cyanobacteria dikenal sebagai alga

hijau biru yang termasuk dalam bakteri gram negatif, dimana memiliki pigmen

karotenoid, klorofil, dan phycobiliproteins (Devandra et al., 2013).

Dalam jurnal dengan judul “Studies on Anabaena sp. NCCU-9 with special reference to

phycocyanin” Hemlata et al., (2011) menjelaskan bahwa phycobiliproteins merupakan

pigmen yang memiliki berbagai macam warna, serta memiliki sifat larut dalam air.

Warna phycobiliproteins berasal dari kelompok prostetik kovalen terikat dengan rantai

terbuka yang disebut phycobilins. Terdapat empat kelas utama dari phycobiliproteins

yaitu, allophycocyanin (hijau kebiruan), phycocyanin (biru), phycoerythrin (merah tua),

dan phycocyanobilin (oranye).

Spirulina juga merupakan organisme multiseluler yang bentuk tubuhnya berupa filamen

hijau-biru dan berbentuk silinder serta tidak memiliki cabang (Richmond, 1988).

Spirulina sp berukuran 100 kali lebih besar dari sel darah manusia dan dalam

pertumbuhannya membutuhkan temperatur, nutrient dan supply cahaya sehingga dapat

ditemui di daerah tropis (Tietze, 2004). Menurut Belay & Gershwin (2007) spirulina sp

memiliki temperatur optimal untuk pertumbuhannya yaitu 35○C-38○C dan temperatur

minimumnya yaitu 15○C-20○C. Karena di dalam fotosintesis membutuhkan CO2 maka

spirulina juga membutuhkannya untuk menghasilkan O2 serta pH dari lingkungan

perairan juga turut diperhatikan karena pertumbuhan spirulina sp pada pH - 11. Hal ini

juga berpengaruh terhadap fikosianin yang sangat sensitif terhadap perubahan pH dan

temperatur di lingkungan sekitarnya (Seo et al, 2013).

Spirulina merupakan sumber dari protein sel tunggal dan mengandung mineral, vitamin,

protein dan polyunsaturated fatty acid (Urek & Leman, 2011). Menurut Tietze (2004)

spirulina juga mengandung kalori, lemak, kolestrol dan rendah kadar sodium serta

mengandung empat belas vitamin yang penting dari empat belas mineral yang terikat

dengan asam amino. Hal inilah yang mempengaruhi proses asimilasi di dalam tubuh

terjadi sangat cepat dan pada dasarnya spirulina tidak membutuhkan pengolahan yang

khusus karena spirulina memiliki membran sel yang tipis dan lembut sehingga mudah

dicerna. Sedangkan menurut Seo et al (2013) pada salah satu mikroalga yaitu Spirulina

platensis mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia karena pada membran sel tidak

mengandung selulosa. Spirulina banyak mengandung lipid dan asam lemak tidak jenuh

sehingga hal inilah yang menyebabkan spirulina memiliki fungsi sebagai antioksidan

(Monteiro et al., 2010).

Di dalam spirulina terdapat kandungan fikosianin yang merupakan pigmen alami hasil

ekstraksi spirulina dan pigmen yang mendominasi adalah klorofil, karotenoid dan

fikosianin (Duangsee, 2009). Menurut Richmond (1998) bahwa pigmen yang dapat

ditemukan di dalam spirulina yaitu klorofil a yang memiliki berat 1,7 dari berat selnya,

xantofil dan karotenoid sebesar 0,5% dari berat selnya serta fikobiliprotein yang

merupakan protein paling dominan karena terdiri dari 20% protein seluler.

Fikobiliprotein merupakan pigmen yang penting dalam spirulina dan terdiri dari

allophycocyanin (APC), phycoerythrin (PE), dan phycosianin (PC) (Saleh et al., 2011).

Menurut Song et al., (2013) komponen utama yang terdapat pada fikobiliprotein adalah

C-fikosianin (C-FC) dan terdapat 2 unit yaitu α dan β yang merupakan kandungan alami

dalam Cyanobacteria. Pigmen fikosianin terdapat di dalam phycobilisomes yang

memiliki peran untuk mengumpulkan cahaya dan pada posisi ini fikosianin

mendapatkan posisi yang lebih banyak dibanding yang lainnya maka dapat

dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang menghasilkan lebih banyak hasil ekstraksi.

Fikosianin yang terkandung di dalam spirulina memiliki peran sebagai komponen

penyimpanan nitrogen, jika nitrogen yang tersedia mengalami penurunan maka media

juga kehilangan nitrogen untuk proses pertumbuhannya dan berakibat fikosianin

berkurang sehingga aktivitas protease meningkat dalam purifikasi c-fikosianin

(Richmond, 1988). Menurut Urek & Leman (2011) nitrogen adalah syarat yang

digunakan untuk sintesis asam amino sehingga dapat menghasilkan protein dan

komponen seluler yang lainnya. Jumlah nitrogen pada medium pertumbuhanna juga

berpengaruh terhadap komposisi biomassa dari spirulina. Berat molekul yang dimiliki

fikosianin adalah 140 – 210 kDa (Song et al., 2013). Sedangkan untuk ekstrak

fikosianin segar memiliki berat molekul sebesar 262 kDa yang menunjukkan lebih besar

dari berat molekul yang dimiliki fikosianin.

Menurut Song et al (2013) terdapat hal-hal yang berpengaruh dalam pemurnian

fikosianin yaitu densitas pada saat sentrifugasi, presipitasi amonium sulat, fase ekstraksi

dan metode kromatografi. Dalam proses penyimpanan fikosianin dapat terjadi

perubahan warna atau terjadi pemudaran warna sebesar 30% dan bahkan menjadi

bening ketika suhu mencapai 35○C setelah 15 hari (Mishra et al., 2008). Hal yang bisa

digunakan untuk mencegah pemudaran warna yaitu dengan adanya penambahan

dekstrin. Dekstrin merupakan polisakarida yang melalui proses hidrolisa pati oleh enzim

tertentu atau hidrolisa oleh asam (Thompson, 2011). Menurut Reynold (1982) dekstrin

memiliki sifat yang larut di dalam air, tidak kental, terdispersi secara cepat, berwarna

putih hingga kekuningan serta lebih stabil daripada pati.

Pada praktikum ini mengekstraksi pigmen fikosianin dilakukan dengan cara biomassa

dari spirulina dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan aqua destilata

dengan perbandingan 1:10 yaitu 8 gram : 80 ml. Penggunaan aqua destilata ini dapat

melarutkan biomassa spirulina menjadi lebih mudah dibandingkan dengan pelarut yang

memiliki sifat kurang polar (Richmond, 1988). Kemudian dilakukan pengadukan

dengan stirrer diatas hotplate selama 2 jam lalu disentrifugasi dengan kecepatan 5000

rpm selama 10 menit hingga didapatkan endapan dan supernatant (cairan yang berisi

fikosianin). Proses pengadukan ini bertujuan untuk mencampurkan larutan agar

biomassa Spirulina dapat terlarut secara sempurna dalam pelarut dan fikosianin dapat

terekstrak dengan optimal (Fardiaz, 1992). Menurut Suyitno (1989), sentrifugasi adalah

pemisahan antara dua komponen, baik antara kedua zat cair yang tidak saling

melarutkan maupun antara zat cair dengan padatan yang terdispersi di dalamnya. Proses

pemisahan ini dilakukan berdasarkan berat jenis molekul yang berbeda melalui

pemberian gaya sentrifugal, sehingga substansi yang memiliki berat jenis lebih tinggi

akan berada di bagian dasar, dan substansi yang memiliki berat jenis lebih rendah akan

terletak di bagian atas (Faatih, 2009). Dimana dalam praktikum ini, Spirulina yang

memiliki berat molekul lebih tinggi dibandingkan fikosianin yang terlarut dalam

aquades, sehingga Spirulina akan berada di bawah sedangkan fikosianin akan berada di

bagian atas. Supernatan yang didapatkan diambil sebanyak 10 ml lalu diukur kadar

fikosianinnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

dan dicatat pada hasil pengamatan. Namun sebelum dilakukan dilakukan pengukuran

kadar fikosianin menggunakan spektrofotometer ini, supernatan tersebut diencerkan

terlebih dahulu hingga pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan dengan cara sebanyak

1 ml larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1 berisi aquades 9 ml, sehingga

diperoleh pengenceran 10-1. Lalu larutan dari pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 ml

lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi 2 berisi aquades 9 ml, sehingga diperoleh

pengenceran 10-2. Perlakuan pengenceran ini memiliki tujuan untuk mendapatkan

larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dan tidak terlalu pekat (Khopkar, 1990).

Setelah diperoleh larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah, kemudian dilakukan

pengukuran nilai absorbansi menggunakan spektrofotmeter dengan panjang gelombang

615 nm dan 652 nm, dimana juga memiliki tujuan untuk mengetahui kelarutan

fikosianin pada larutan (Achmadi et al., 2002).

Disamping itu, supernatant yang masih tersisa diambil sebanyak 8 ml lalu ditambahkan

dekstrin dengan perbandingan 1:1 yaitu 8 ml:8 gram. Penambahan dekstrin ini

berfungsi sebagai pembawa bahan pangan aktif misalnya bahan pewarna dan flavor,

keduanya mudah larut di dalam air dan dapat meningkatkan berat produk yang

berbentuk bubuk serta dapat mempercepat pengeringan dan mencegah rusaknya pigmen

yang diakibatkan oleh panas (Thompson, 2011). Lalu dicampur hingga merata

kemudian dituang di dalam wadah yang siap digunakan dan dapat dipakai untuk proses

pengeringan. Selanjutnya dimasukkan di dalam oven dengan suhu 45C hingga kering

atau diperoleh kadar air kurang lebih 7% atau dapat dilihat dengan spatula apakah sudah

mengering atau masih menggumpal. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air

dan mengurangi kadar air bebas yang bisa digunakan sebagai media bakteri untuk

tumbuh ( Winarno, 2002). Jika sudah terbentuk adonan kering yang gempal maka dapat

dihaluskan dengan blender untuk memperoleh dalam pewarna alami dalam bentuk

powder/bubuk. Jika semua telah selesai dilakukan maka dihitung konsentrasi

fikosianin(mg/ml) dan yield(mg/g) :

Konsentrasi Fikosianin=OD 615−0,474 (OD652)5,34

Yield=KF x Vol (total filtrat )

g (berat biomassa)

Dari hasil pengamatan yang didapat, nilai absorbansi tertinggi pada gelombang 615 nm

yaitu pada kelompok B4 yaitu sebesar 0,1676 dan yang terendah adalah kelompok B5

yaitu sebesar 0,1217. Untuk panjang gelombang 652 nm yang memiliki nilai absorbansi

paling tertinggi dihasilkan oleh kelompok B4 yaitu sebesar 0,1749, sedangkan yang

memiliki nilai absorbansi terendah pada kelompok B1 dan B2 yaitu sebesar 0,1094.

Pada hasil nilai konsentrasi fikosianin yang tertinggi dihasilkan oleh kelompok B1.

Untuk nilai yield yang memiliki nilai tertinggi yaitu pada kelompok B1 sedangkan

untuk nilai terendah terdapat pada kelompok B5. Jadi dapat dikatakan bahwa

konsentrasi fikosianin dan nilai yield berbanding lurus. Hasil ini didukung oleh

pendapat Seo et al., (2013) bahwa semakin tinggi kadar fikosianin maka konsentrasi

juga meningkat serta terdapat peningkatan aktivitas. Perbedaan nilai absorbansi pada

setiap kelompok dapat dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan tersebut,

semaikin keruh larutan maka konsentrasi larutan semakin tinggi (Fox, 1991). Warna

fikosianin yang dihasilkan pada setiap kelompok tidak menunjukkan adanya perubahan

setelah dioven. Hasil yang diperoleh ini kurang sesuai dengan teori Mishra et al.,

(2008) bahwa akan terjadi pemudaran warna setelah dilakukan penyimpanan beberapa

hari sehingga warna bubuk fikosianin terlihat lebih muda.

4. KESIMPULAN

Isolasi pigmen fikosianin dari spirulina sp dapat dihasilkan pewarna alami.

Spirulina sp merupakan Cyanobacteria, merupakan bakteri eukariotik dan organisme

multiseluler.

Fikosianin merupakan pigmen yang berwarna biru yang digunakan untuk

fotosintesis.

Pigmen fikosianin terdapat di dalam phycobilisomes yang memiliki bagian banyak

dalam menyerap cahaya sehingga dapat digunakan sebagai pewarna alami.

Dapat terjadi pemudaran warna dalam penyimpanan fikosianin.

Dekstrin merupakan polisakarida yang melalui proses hidrolisa pati oleh enzim

tertentu atau hidrolisa oleh asam.

Dekstrin memiliki sifat larut dalam air, tidak kental, terdispersi secara cepat,

berwarna putih hingga kekuningan serta lebih stabil daripada pati.

Aqua destilata merupakan pelarut polar yang mudah untuk melarutkan biomassa

spirulina.

Pengeringan memiliki tujuan untuk mengurangi kadar air dan mengurangi kadar air

bebas.

Konsentrasi dan kejernihan larutan mempengaruhi nilai absorbansi.

Semakin besar nilai OD maka konsentrasi fikosianin dan yield meningkat.

Semarang, 5 Oktober 2014 Asisten Dosen :- Deanna Suntoro- Ferdyanto Juwono

Yuliana Alexandra Nona Sain 13.70.0173

5. DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji.(2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat.Hayati.

Astawan M, Kasih AL. (2008). Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Belay, Amha and M. E. Gershwin. (2007). Spirulina in Human Nutrition and Health. CRC Press.

Devanathan, J.;N. Ramanathan. (2012). Pigment production from Spirulina platensis using seawater supplemented with dry poultry Manure. Department of Microbiology, Annamalai University, Annamalainagar, Tamilnadu. India. J. Algal Biomass Utln. 2012, 3 (4): 66–73 Pigment production from Spirulina platensis. ISSN: 2229- 6905.

Duangsee,R.Natapas Pheopat;Suwayd Ningsanond. (2009). Phycocyanin extraction from Spirulina platensis and extract stability under various pH and temperature. As. J. Food Ag-Ind. 2009, 2(04), 819-826. Asian Journal of Food and Agro-Industry. ISSN 1906-3040. www.ajofai.info.

Faatih, M. (2009). Isolasi dan Digesti DNA Kromosom. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi; 10(1): 61-67.

Fardiaz, Srikandi. (1992). Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.PAU Pangan dan Gizi.Institut Pertanian Bogor.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Khopkar S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.

Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.

Monteiro, M.P.; Rosa H.L.; and Theresinha M.A. (2010).Effect of Three Different Types of Culture Conditions on Spirulina maxima Growth. Vol.53, n. 2: pp. 369-373.

Reynold, T. D. 1982. Unit Operations And Processes In Environmental Engineering. Brooks/Cole Engineering Division Monterey : California.

Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Saleh, A.M., Dhar, D.W. and Singh, P.K. Comparative pigment profiles of different Spirulina strains. Research in Biotechnology, 2(2): pp 67-74, 2011.

Seo, Y.C.; Woo Seok Choi; Jong Ho Park; Jin Oh Park;Kyung-Hwan Jung; and Hyeon Yong Lee. (2013). International Journal of Molecular Sciences. ISSN 1422-0067. www.mdpi.com/journal/ijms.

Song, W.; Cuijuan Zhao; Suying Wang. (2013). A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4, July 2013. DOI: 10.7763/IJBBB.2013.V3.216.

Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.

Suyitno. (1989). Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.

Thompson, Caroline. (2011). What Is Wheat Dextrin? http://www.livestrong.com/article/499266-what-is-wheat-dextrin/.

Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing.Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.

Urek, R.O.; Leman Tarhan. (2011). Th e relationship between the antioxidant system and phycocyanin production in Spirulina maxima with respect to nitrate concentration. Biochemistry Division, Chemistry Department, Science Faculty, Dokuz Eylül University. Turkey.

Vonshak A. (1997). Spirulina platensis (Arthrospira): Physiology, Cell-Biology and Biotechnology. London: Taylor & Francis.

Winarno, F.G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Pt Gramedia Pusataka Utama. Jakarta.

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus perhitungan :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 (OD652 )

5,34

Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)

Kelompok B1

KF = 0,1521 – 0,474 (0,1094)5,34 = 1,877 mg/ml

Yield = 1 , 877 ×56

8 = 13,139 mg/g

Kelompok B2

KF = 0,1481 – 0,474 (0,1094)5,34 = 1,800 mg/ml

Yield = 1 , 800×56

8 = 12,600mg/g

Kelompok B3

KF = 0,1393 – 0,474 (0,1732)5,34 = 1,071 mg/ml

Yield = 1 , 071 ×56

8 = 7,497 mg/g

Kelompok B4

KF = 0,1676 – 0,474 (0,1749)5,34 = 1,586 mg/ml

Yield = 1 ,586×56

8 = 11,103 mg/g

Kelompok B5

KF = 0,1217 – 0,474 (0,1743)5,34 = 0,732 mg/ml

Yield = 0,732×56

8 = 5,124 mg/g

6.2. Abstrak Jurnal

6.3. Diagram Alir

6.4. Laporan Sementara