Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

25
KEDUDUKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG TINDAK PIDANA ASALNYA DIKETAHUI BERASAL DARI TINDAK PIDANA KORUPSI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (Strata - 1) Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Disusun Oleh AQIDATUL AWWAMI No. Mahasiswa : 03410356 Jurusan : Ilmu Hukum Program Studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2011

Transcript of Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

Page 1: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

KEDUDUKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG

TINDAK PIDANA ASALNYA DIKETAHUI BERASAL DARI

TINDAK PIDANA KORUPSI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

(Strata - 1) Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta

Disusun Oleh

AQIDATUL AWWAMI

No. Mahasiswa : 03410356

Jurusan : Ilmu Hukum

Program Studi : Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya manusia hidup untuk memenuhi kebutuhan dan

kepentingannya masing-masing, sedangkan hukum adalah suatu gejala sosial

budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola

perikelakuan tertentu terhadap individu-individu dalam masyarakat. Apabila

hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan-

kebutuhan serta kepentingan-kepentingannya, maka ia akan mencari jalan

keluar serta mencoba untuk menyimpang dari aturan-aturan yang ada. Segala

bentuk tingkahlaku yang menyimpang yang mengganggu serta merugikan

dalam kehidupan bermasyarakat tersebut diartikan oleh masyarakat sebagai

sikap dan perilaku jahat. Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan

kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang

bersifat immateriil yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan

bermasyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi

kejahatan, namun kejahatan tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan

semakin meningkat seiring dengan cara hidup manusia dan perkembangan

tekhnologi yang semakin canggih sehingga menyebabkan tumbuh dan

Page 3: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

2

berkembangnya pola dan ragam kejahatan yang muncul. Kejahatan-kejahatan

tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar

jumlahnya. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak

pidana tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan

oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan, akan mudah

dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan

tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar

harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem

keuangan, terutama ke dalam sistem perbankan. Dengan cara demikian, asal

usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh penegak

hukum. Apalagi didukung oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

tekhnologi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan termasuk sistem

perbankan dengan menawarkan mekanisme lalu lintas dana dalam skala

nasional maupun internasional dapat dilakukan dalam waktu yang relatif

singkat. Keadaan demikian dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh sebagian

orang untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana yang diperoleh

dari hasil illegal yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Pada

umumnya perbuatan demikian merupakan dana dari hasil tindak pidana korupsi

dan tindak pidana pencucian uang yang beberapa dekade ini mendapatkan

perhatian ekstra dari dunia internasional, karena dimensi dan implikasinya yang

melanggar batas-batas Negara.1

1 Adrian Sutedi, S.H., M.H. Tindak Pidana Pencucian Uang, ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti,

Page 4: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

3

Dampak-dampak yang dapat disebabkan oleh kedua tindak pidana

tersebut di ataspun sangat besar bagi kelangsungan perekonomian, sosial dan

budaya suatu bangsa. Sehingga tindak pidana korupsi dan tindak pidana

pencucian uang oleh banyak kalangan dikategorikan sebagai kejahatan luar

biasa (extra ordinary crime) sehingga keduanya mempunyai pengaturan khusus

dalam sistem perundang-undangan. Bagaimanapun bentuknya, perbuatan-

perbuatan pidana itu bersifat merugikan masyarakat dan anti sosial.2

Tindak pidana pencucian uang merupakan hasil tindak pidana yang

berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan beberapa

tindak pidana lainnya. Ini mengindikasikan bahwa tindak pidana pencucian

uang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tindak pidana yang lainnya

termasuk di dalamnya korupsi sebagai tindak pidana asal (predicate crime).

Semua harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil kejahatan yang

disembunyikan atau disamarkan merupakan pidana pencucian uang. Tindak

pidana pencucian uang tidak berdiri sendiri karena harta kekayaan yang

ditempatkan, ditransfer, atau dialihkan dengan cara integrasi itu diperoleh dari

tindak pidana, berarti sudah ada tindak pidana lain yang mendahuluinya

(predicate crime).3

Bandung, 2008, hlm. 1. 2 Prof. Moeljatno, S.H, Asas-asas Hukum Pidana, ctk. Kedelapan, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 3.

3 Adrian Sutedi, S.H., M.H. Op Cit., hlm. 182.

Page 5: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

4

Media perbankan menjadi salah satu sarana mulus untuk melakukan

tindak pidana pencucian uang dengan modus mentransfer dana hasil kejahatan

dengan melintasi yurisdiksi suatu Negara untuk menghilangkan jejak hasil dari

uang kotor tersebut. Artinya, bukan hanya saja pelaku yang dapat dijerat

dengan ketentuan Undang-Undang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU), namun semua orang yang

berkecimpung dan terlibat di dalamnya dapat pula dijerat. Pada rumusan pasal 5

UU PPTPPU memuat ancaman pidana 5 Tahun Penjara dan denda sebesar satu

milyar rupiah bagi setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan,

pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau

menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya

merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)

dalam UU PPTPPU. Isi pasal 5 ayat (1) tersebut pada bunyi : “… bagi setiap

orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,……”

menyiratkan bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana

yang berdiri sendiri (independent crime), dimana independensinya terbatas pada

orang yang menerima uang hasil kejahatan tersebut. Penerimaan uang transfer

hasil tindak pidana money laundering tersebut dapat langsung disita tanpa harus

membuktikan tindak pidana asalnya.4

4 Ali, Kejahatan Pencucian Uang Tak Bisa Berdiri Sendiri, dalam http://www.hukumonline.com (Nov.

16, 2007). Daiakses pada tanggal 20 Maret 2011.

Page 6: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

5

Pada banyak fakta yang terjadi, pelaku kejahatan ini mencuci uang

mereka yang hampir rata-rata diperoleh dari kejahatan hasil korupsi. Dengan

berbagai modus dilakukan untuk menghilangkan jejak perbuatannya dengan

mencuci uang hasil kejahatan tersebut.

Namun demikian, uang atau dana yang diperoleh dari setiap hasil tindak

pidana khususnya korupsi, tidak semua dapat dikategorikan sebagai tindak

pidana pencucian uang. Artinya, perolehan di bawah jumlah limaratus juta

rupiah, tidak dapat dikategorikan sebagai kejahatan tindak pidana pencucian

uang (predicate crime), meskipun hal itu dilakukan dengan cara-cara tindak

pidana.5

Berdasarkan praktik peradilan selama ini, pada tindak pidana pencucian

uang tidak dibuktikan terlebih dahulu pidana asalnya (predicate crime), aparat

kejaksaan mengajukan dakwaan pencucian uang lepas dari jenis tindak pidana

asal. Tidak betul-betul dibuktikan telah terjadi tindak pidana, tetapi cukup

dibuktikan telah ada bukti permulaan yang cukup atas terjadinya tindak

pidana.6 Jikapun ada seorang terdakwa lolos dari dari jeratan korupsi sebagai

pidana asal bukan berarti dia dapat lolos dari dakwaan pidana pencucian uang.

Karena hal tersebut berdasar atas dugaan awal adanya tindak pidana pencucian

uang. Pada sisi lain dalam praktik peradilan di negeri kita terkait korupsi, tidak

5 N.H.T. Siahaan, S.H. MH., Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, 2005, hlm. 50. 6 Barda Nawawi Arief, S.H., Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,

hlm. 172.

Page 7: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

6

dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang sekalipun perbuatan tersebut

dilakukan dengan cara transfer melalui media perbankan dan memenuhi nilai

batas minimum jumlah uang yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana

pencucian uang. Sehingga meski tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai

tindak pidana asal di dalam tindak pidana pencucian uang tetapi di dalam

banyak dakwaan yang diajukan jaksa di dalam persidangan tidak

mencantumkan adanya delik pencucian uang yang dilakukan oleh terdakwa dan

seakan-akan kedua tindak pidana ini merupakan tindak pidana yang berdiri

sendiri dan tidak berkaitan satu sama lain. Padahal di dalam undang-undang

Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang mencantumkan korupsi sebagai salah satu pidana asal dari

pencucian uang. Jika ditelisik lebih jauh hal ini mengindikasikan bahwa

keduanya merupakan dua tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama

dalam waktu tertentu. Namun, yang menjadi persoalan apabila tindak pidana

korupsi yang yang dilakukan tersebut telah diputus oleh pengadilan dan telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dan uang transfer merupakan barang bukti

dari tindak pidana korupsi tersebut telah disita oleh pengadilan. Menjadi bias

jika dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang yang pada intinya yakni

melalui metode transfer dan perbuatan mentransfer uang dengan menggunakan

media perbankan.

Page 8: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

7

Berdasar latar belakang masalah tersebut di atas, penulis tertarik

melakukan penelitian dengan judul “KEDUDUKAN TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG YANG TINDAK PIDANA ASALNYA DIKETAHUI

BERASAL DARI TINDAK PIDANA KORUPSI”.

B. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas,

maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kedudukan tindak pidana pencucian uang yang tindak

pidana asalnya (predicate crime) diketahui hasil dari tindak pidana

korupsi, sedangkan tindak pidana asal tersebut telah diadili dan memiliki

kekuatan hukum yang tetap?

2. Apakah suatu tindak pidana korupsi yang telah terbukti di persidangan

dan telah memiliki kekuatan hukum tetap dan uang hasil tindak pidana

korupsi yang ditransfer tersebut telah disita oleh pengadilan dapat

dikenakan sebagai tindak pidana pencucian uang?

3. Bagaimanakah jika perbuatan mentransfer dana dari hasil tindak pidana

korupsi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

dari tindak pidana korupsi, apakah perbuatan mentransfer dana hasil

Page 9: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

8

tindak pidana korupsi tersebut dapat dikenakan tindak pidana pencucian

uang atau menjadi bagian dari tindak pidana korupsi?

4. Bagaimana penerapan doktrin perbarengan perbuatan pidana atau

perbuatan pidana berlanjut dalam kasus tindak pidana korupsi yang

hasilnya ditransfer melalui jasa perbankan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan yang telah

dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang kedudukan tindak pidana

pencucian uang yang diketahui merupakan hasil tindak pidana korupsi

sebagai tindak pidana asal (predicate crime) yang telah diadili dan

mempunyai kekuatan hukum tetap.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang status uang transfer hasil tindak

pidana korupsi yang telah terbukti dalam persidangan dan mempunyai

kekuatan hukum tetap dapat atau tidaknya dikenakan sebagai tindak

pidana pencucian uang.

3. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang perbuatan mentransfer dana dari

hasil tindak pidana korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa

Page 10: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

9

dipisahkan dari tindak pidana korupsi atau dapat dikenakan dengan tindak

pidana pencucian uang.

4. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang penerapan doktrin perbarengan

perbuatan pidana atau perbuatan pidana berlanjut dalam kasus tindak

pidana korupsi yang hasilnya diperoleh melalui jasa perbankan.

D. Tinjauan Pustaka

Munculnya berbagai jenis kejahatan dalam dimensi baru akhir-akhir ini,

menunjukan bahwa kejahatan berkembang sesuai dengan perkembangan

masyarakat termasuk juga kejahatan pencucian uang yang popular dengan

istilah money laundering.

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin

kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang

semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah

merambah ke berbagai sektor. Maka banyak kalangan menyebut bahwa tindak

pidana ini merupakan kejahatan transnasional, karena praktik kejahatan ini

dapat dilakukan oleh orang tanpa harus bepergian ke luar negeri dengan melalui

akses transaksi yang sangat mudah yaitu melalui cyber space (internet) dan

pembayaran dapat dilakukan melalui bank secara elektronik (cyber payment).

Page 11: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

10

Adapun tujuan utama dilakukanya jenis kejahatan ini adalah untuk

menghasilkan keuntungan, baik bagi individu maupun kelompok yang

melakukan kejahatan tersebut. Menurut suatu perkiraan baru-baru ini hasil dari

kegiatan money laundering diseluruh dunia, dalam perhitungan secara kasar

berjumlah satu triliun dolar pertahun. Dana-dana gelap tersebut akan digunakan

oleh pelaku untuk membiayai kegiatan kejahatan selanjutnya.7

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU) memberikan

definisi mengenai pencucian uang dalam pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut:

“Pencucian Uang adalah Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,

mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,

menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan

dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta

Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil

tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan

tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan…”

Kemudian dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang yang sama tersebut

mencantumkan 25 jenis tindak pidana yang berbunyi :

Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak

pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e.

penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan;

h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l.

perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan;

p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u.

7Dr.M.Arief Amrullah,S.H., M.Hum, MONEY LAUNDERING (Tindak Pidana Pencucian Uang),

Bayu Media, Ctk. Kedua, Malang, 2004. hlm. 8.

Page 12: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

11

prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang

lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana

lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang

dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga

merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Adapun menurut ketentuan Article 38 (3) Finance Act 1993

Luxembourg, pencucian uang dapat didefinisikan sebagai: 8

suatu perbuatan yang terdiri atas penipuan, menyembunyikan, pembelian,

pemilikan, menggunakan, menanamkan, penempatan, pengiriman, yang dalam

undang-undang yang mengatur mengenai kejahatan atau pelanggaran secara

tegas menetapkan status perbuatan tersebut sebagai tindak pidana khusus,

yaitu suatu keuntungan ekonomi yang diperoleh dari tindak pidana lainnya.

Sedangkan Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa tidak ada

definisi yang universal dan komprehensif mengenai tindak pidana pencucian

uang (money laundering), karena berbagai pihak seperti institusi-institusi

investigasi, kalangan pengusaha, Negara-negara dan organisasi-organisasi

lainnya memiliki definisi-definisi sendiri untuk itu. Akan tetapi dia mengambil

kesimpulan tentang berbagai definisi tentang pencucian uang sebagai berikut: 9

“pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang

merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap

uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah

atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana,

dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang tersebut ke dalam

system keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat

dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai uang halal.”

8 Dr.M.Arief Amrullah,S.H., M.Hum, Op. cit., hlm. 10-11.

9 Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan

Terorisme, Grafiti, Jakarta, 2004, hlm 5.

Page 13: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

12

N.H.T. Siahaan dalam bukunya menyimpulkan tentang pengertian tindak

pidana pencucian uang (money laundering) sebagai perbuatan yang bertujuan

mengubah suatu perolehan dana secara tidak sah supaya terlihat diperoleh dari

dana atau modal yang sah.10

Tidaklah mudah untuk membuktikan adanya suatu tindak pidana

pencucian uang karena tindak pidana ini melalui proses kegiatan yang sangat

kompleks. Secara umum, cara pencucian uang ini dilakukan dengan

melewatkan uang yang diperoleh secara illegal melalui serangkaian transaksi

finansial yang rumit guna menyulitkan berbagai pihak untuk mengetahui asal-

usul uang tersebut. Adapun Metode proses pencucian tersebut meliputi tiga

tahap. Yang terdiri dari :

a. Penempatan (placement)

Yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke

dalam system keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang

giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke

dalam system keuangan, terutama system perbankan.

b. Transfer (layering)

Yakni upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak

pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa

keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke

10

N.H.T. Siahaan, S.H. MH., Op. Cit., hlm. 7

Page 14: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

13

penyedia jasa keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering akan

menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul harta

kekayaan tersebut.

c. Menggunakan harta kekayaan (integration)

Yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana

yang telah berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui penempatan

atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean

money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali

kegiatan kejahatan.

Secara langsung tindak pidana pencucian uang terlihat seakan-akan tidak

merugikan orang tertentu atau perusahaan tertentu. Sepintas lalu tampaknya

pencucian uang tidak ada korbannya. Tindak pidana ini tidak seperti halnya

perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan

menimbulkan kerugian bagi korbannya. Akan tetapi Billy Steel mengemukakan

mengenai money laundering “it seem to be a victimless crime”11

Namun, benarkah tidak ada pihak yang dirugikan atau dikorbankan dalam

tindak pidana pencucian uang?

11

Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., Op. Cit., hlm. 16.

Page 15: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

14

John McDowell dan Gary Noris dari Bureau of International Narcotics and Law

Enforcement Affairs, US Departement of State, mengemukakan: “money

laundering has potentially devastating economic, security, and social

consequences”.12

Selanjutnya mereka mengemukakan beberapa dampak dari

pencucian uang dalam makalahnya pada bulan Mei 2001. Secara garis besar

penulis simpulkan sebagai berikut :

1. Merongrong sektor swasta yang sah (Undermining the Legitimate Private

Sector)

2. Merongrong integritas pasar-pasar keuangan (Undermining the Integrity

of Financial Markets)

3. Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan

ekonominya (Loss of Control of Economic Policy)

4. Timbulnya distorsi dan ketidakdtabilan ekonomi (economic distortion and

Instability)

5. Mengurangi pendapatan Negara dari sumber pembayaran pajak (Loss of

Revenue)

6. Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan Negara

yang dilakukan oleh pemerintah (Risks to Privatization Efforts)13

12

Ibid, hlm. 18. 13

Ibid, hlm. 28.

Page 16: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

15

Oleh karena itu, mengingat besarnya dampak-dampak kerugian yang akan

ditimbulkan oleh tindak pidana pencucian uang, maka pada Pasal 23 ayat (1)

UU PPTPPU memberikan kewajiban bagi pihak pelapor (penyedia jasa

keuangan dan penyedia barang dan atau jasa lain) untuk melaporkan kepada

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jika terjadi hal-hal

berikut:

1. Adanya transaksi yang mencurigakan

2. Adanya transaksi yang dilakukan dengan uang tunai dalam jumlah

komulatif Rp. 500.000.000,00 atau lebih atau juga valuta asing yang

mempunyai nilai setara dengan jumlah uang tersebut.

3. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.

UU PPTPPU mengenal dan mengatur apa yang disebut dengan ketentuan

anti tipping off. Anti Tipping off adalah suatu ketentuan yang mewajibkan

pejabat atau petugas tertentu untuk tidak memberitahukan nasabah tentang

suatu laporan yang berkenaan dengan nasabah tersebut dengan suatu maksud

tertentu.14

Dalam pasal 12 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 secara jelas

menentukan demikian :

“Direksi, komisaris, pengurus atau pegawai Pihak Pelapor dilarang

memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung

maupun tidak langsung, dengan cara apapun mengenai laporan Transaksi

Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada

PPATK”.

14

N.H.T. Siahaan, S.H. MH, Op. Cit., hlm. 53.

Page 17: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

16

Ketentuan pasal tersebut begitu tegas dan menyatakan : “….. dilarang

memberitahukan … baik secara langsung atau tidak langsung dengan cara

apapun…”. Hal ini menyiratkan bahwa masalah penangan pencucian uang perlu

ditangani secara rapi, cermat, cepat dan rahasia. Oleh karenanya pihak pelapor

dilarang sampai membocorkan segala sesuatu mengenai laporan transaksi

demikian, kepada siapapun, lebih-lebih kepada si pengguna jasa keuangan yang

mencurigakan tersebut.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari ketentuan anti tipping off tersebut

adalah :

1. Untuk mencegah pihak yang dilaporkan (nasabah) mengalihkan dananya

dan atau melarikan diri sehingga mempersulit aparat penegak hukum dalam

melakukan pelacakan tersebut.

2. Untuk menjaga efektifitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

pencucian uang.15

Istilah korupsi berasal dari satu kata dalam bahasa Latin yakni corruptio

atau corruptus yang disalin ke berbagai bahasa. Misalnya disalin dalam bahasa

Inggris menjadi menjadi corruption atau corrupt, dalam bahasa Prancis menjadi

corruption, dan dalam bahasa Belanda disalin menjadi istilah coruptie

15

Adrian Sutedi, S.H. M.H, Op. Cit., hlm 163.

Page 18: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

17

(korruptie). Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi dalam

bahasa Indonesia.16

Secara garis besar tindak pidana korupsi diatur dalam UU Nomor 31

Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. Pada Pasal 1 ayat (1) memberikan definisi tentang korupsi

yang berbunyi:

“setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan

Negara atau perekonomian Negara …..”.

Sedangkan menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku

pejabat publik baik politikus/politisi maupun pegawai negeri,yang secara tidak

wajar atau tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat

dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan

kepada mereka.

Dari sudut pandang hukum, secara garis besar tindak pidana korupsi

mencakup unsur-unsur sebagai berikut :

Perbuatan melawan hukum

Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana

16

Andi Hamzah, Korupsi di IndonesiaMasalah dan Pemecahannya, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, 1991, hlm. 7.

Page 19: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

18

Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi

Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara

Sedangkan jika ditinjau dari segi bentuknya, terdapat 13 rumusan pasal

pasal dalam UUPTPK tentang perbuatan korupsi. Rumusan tersebut masing-

masing terdapat dalam pasal sebagai berikut :

Pasal 2 (tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang

lain, atau suatu korporasi)

Pasal 3 (tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan, sarana jabatan, atau kedudukan)

Pasal 5 (tindak pidana korupsi suap dengan memberikan atau

menjanjikan sesuatu)

Pasal 6 (tindak pidana korupsi suap pada hakim dan advokat)

Pasal 7 (korupsi dalam hal membuat bangunan dan menjual bahan

bangunan dan korupsi dalam hal menyerahkan alat keperluan TNI dan

KNRI)

Pasal 8 (korupsi pegawai negeri menggelapkan uang dan surat berharga)

Pasal 9 (tindak pidana korupsi pegawi Negeri memalsu buku dan daftar-

daftar)

Pasal 10 (tindak pidana korupsi Pegawai negeri merusakkan barang,

akta, surat, atau daftar)

Page 20: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

19

Pasal 11 (korupsi pegawai negeri menerima hadiah atau janji yang

berhubungan dengan kewenangan jabatan)

Pasal 12 (korupsi pegawai negeri atau penyelenggara Negara atau hakim

dan advokat menerima hadiah atau janji, pegawai negeri memaksa

membayar, memotong pembayaran, meminta pekerjaan, menggunakan

tanah negara, dan turut serta dalam pemborongan)

Pasal 12 B (tindak pidana korupsi pegawai negeri menerima gratifikasi)

Pasal 13 (korupsi suap pada pegawai negeri dengan mengingat

kekuasaan jabatan)

Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang sangat sulit diberantas

karena berhadapan dengan subyek pelaku yang mempunyai kedudukan

ekonomi dan politik yang kuat, sehingga tindak pidana korupsi dikategorikan

sebagai white collar crime, crimes as business, economic crimes, official crime

dan a buse of power.17

Seorang kriminolog Amerika Serikat Erwin H. Sutherland merumuskan

tentang white collar crime (kejahatan kerah putih) sebagai kejahatan yang

17

Dr. Barda Nawawi Arief, S.H. “Penayangan Koruptor pada Media TVRI Ditinjau Dari Segi Hukum

Pidana” dalam Bunga Rampai Hukum Pidana, ctk. Kesatu, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 133.

Page 21: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

20

dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan

terhormat dalam pekerjaannya.18

Ketentuan mengenai perbarengan perbuatan pidana dan perbuatan pidana

berlanjut diatur masing-masing dalam pasal 63, 64 dan 65 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam rumusan pasal 63 ayat (1) berbunyi :

“jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang

dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda yang

dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat”.

Selanjutnya pada pasal 65 ayat (1) merumuskan tentang perbarengan

perbuatan sebagai berikut :

“dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai

perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan

yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan satu

pidana”.

Adapun mengenai perbuatan pidana berlanjut dirumuskan dalam pasal 64

ayat (1) sebagai berikut :

“jika diantara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan

kejahatan atau pelanggaran,ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus

dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voortgezette handeling), maka

18

Prof. Dr. Muladi, S.H. “Politik Kriminal Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Perbankan

Dalam Kerangka Tindak Pidana Perekonomian” dalam Bunga Rampai Hukum Pidana, ctk. Kesatu,

Alumni, Bandung, 1992, hlm. 1-2.

Page 22: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

21

hanya dikenakan stu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang

memuat ancaman pidana pokok yang paling berat”.

Dapat dikatakan adanya suatu perbarengan perbuatan pidana/gabungan

tindak-tindak pidana atau samenloop van strafbare feiten apabila dalam suatu

jangka waktu yang tertentu, seseorang telah melakukan lebih daripada satu

perilaku yang terlarang, dan dalam jangka waktu tersebut orang yang

bersangkutan belum pernah dijatuhi hukuman oleh pengadilan karena salah satu

dari perilaku-perilaku yang telah ia lakukan.19

Secara umum, perbarengan perbuatan pidana dan perbuatan pidana

berlanjut ini diatur dalam BAB ke VI dari buku ke 1 KUHP yakni pada pasal

63 hingga pasal 71 KUHP. Yaitu berkenaan dengan pengaturan mengenai berat

ringannya hukuman yang dapat dijatuhkan oleh seorang hakim terhadap

seorang tertuduh yang telah melakukan lebih dari satu perilaku yang terlarang,

yang perkaranya telah diserahkan kepadanya untuk diadili bersama-sama.20

E. Definisi Operasional

Guna menghindari dualisme pengertian dan untuk memberi arah kepada

pelaksanaan pengumpulan data, di dalam penelitian ini terdapat beberapa

terminology yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa operasional sebagai

berikut :

19

DRS.P.A.F. Lamintang, SH., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984,

hlm. 641. 20

Ibid, hlm. 641.

Page 23: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

22

1) Kedudukan : status hukum suatu tindak pidana yang berkaitan dengan

tindak pidana lain yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.

2) Tindak pidana asal : jenis kejahatan yang hasilnya dapat dilakukan

melalui proses pencucian uang.

Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa maksud tema dari “Kedudukan

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Tindak Pidana Asalnya Diketahui Berasal

Dari Tindak Pidana Korupsi” adalah ingin mengungkapkan secara detail

mengenai kedudukan tindak pidana pencucian uang, modus operandi dan

pengaturan hukumnya serta kedudukannya terhadap tindak pidana korupsi yang

mempunyai kekuatan hukum tetap sebagai tindak pidana asalnya, serta

penerapan doktrin concursus terhadap tindak pidana korupsi yang hasilnya

diperoleh melalui media perbankan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normative atau

penelitian kepustakaan. Jadi dalam penelitian ini data diperoleh dari

penelitian pustaka dengan menggunakan metode pendekatan yuridis,

yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut

ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku.

Page 24: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

23

2. Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

berupa bahan-bahan hukum. Adapun bahan-bahan hukum tersebut terdiri

dari:21

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat,yang

berupa:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pecucian Uang

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan

terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku literature,

artikel, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan

dengan penelitian ini.

21

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 13.

Page 25: Fh Uii Kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang

24

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

tentang bahan hukum sekunder, yang terdiri dari :

1. Kamus Umum Bahasa Indonesia

2. Kamus Istilah Hukum

3. Ensiklopedi

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi

dokumen, yaitu mengkaji, menelaah dan mempelajari bahan-bahan

hukum yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari penelitian yang disajikan secara

deskriptif dan dianalisis secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan dalam

penelitian.

b. Hasil klasifikasi data kemudian disistematisasikan.

c. Data yang telah disitematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan

dasar dalam mengambil kesimpulan.