Fermentasi NDC _Angela Irena Wibawa_ 12.70.0034_ F1

15
  FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Angela Irena Wibawa 12.70.0034 Kelompok : F1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 

description

Nata de coco merupakan produk fermentasi air kelapa yang menggunakan bakteri Acetobacter xylinum

Transcript of Fermentasi NDC _Angela Irena Wibawa_ 12.70.0034_ F1

  • FERMENTASI SUBSTRAT CAIR

    FERMENTASI NATA DE COCO

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

    TEKNOLOGI FERMENTASI

    Disusun oleh :

    Angela Irena Wibawa 12.70.0034

    Kelompok : F1

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2015

  • VIPER

  • 1

    1. HASIL PENGAMATAN

    1.1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata De Coco

    Hasil pengamatan lapisan Nata De Coco dapat dilihat pada tabel 1.

    Tabel 1. Lapisan Nata De Coco

    Kel Tinggi Media

    Awal (cm)

    Tinggi Ketebalan Nata (cm) Persentasi Lapisan (%)

    H0 H7 H14 H0 H7 H14

    F1 0,5 0 0,4 0,4 0 80 80

    F2 2,0 0 0,2 0,2 0 10 10

    F3 1,5 0 0,5 0,2 0 75 13,33

    F4 1,5 0 0,3 0,3 0 20 20

    F5 1,5 0 0,3 0,1 0 20 6,67

    Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa parameter yang diamati dalam praktikum Nata

    De Coco adalah tinggi media awal, tinggi ketebalan Nata de Coco dan persentasi lapisan

    pada hari ke 0,7, dan 14. Hasil yang diperoleh kelompok berbeda-beda karena

    menggunakan wadah plastik yang ukurannya berbeda. Berdasarkan tinggi media awal

    nata, kelompok F3, F4, dan F5 mendapatkan hasil yang sama yaitu 1,5 cm sedangkan

    kelompok F1 sebesar 0,5 cm dan kelompok F2 sebesar 2,0 cm. Hasil yang diperoleh

    tinggi ketebalan nata dan persentasi lapisan pada hari ke- 0 adalah 0 cm. Kemudian

    pada hari ke-7, hasil yang diperoleh masing-masing kelompok mengalami peningkatan.

    Namun pada hari ke- 14, pada kelompok F3 dan F5 mengalami penurunan dari tinggi

    ketebalan nata serta persentasi lapisan.

    1.2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata De Coco

    Hasil pengamatan uji sensoris Nata De Coco dapat dilihat pada tabel 2.

    Tabel 2. Uji Sensori Nata De Coco

    Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa

    F1 +++ + - -

    F2 +++ + - -

    F3 +++ + - -

    F4 +++ + - -

    F5 +++ + - -

  • 2

    Keterangan:

    Aroma

    ++++ : Tidak Asam

    +++ : Agak Asam

    ++ : Asam

    + : Sangat Asam

    Warna

    ++++ : Putih

    +++ : Putih Bening

    ++ : Putih Agak

    Bening

    + : Bening

    Tekstur

    ++++ : Sangat Kenyal

    +++ : Kenyal

    ++ : Agak Kenyal

    + : Tidak Kenyal

    Rasa

    ++++ : Sangat manis

    +++ : Manis

    ++ : Agak manis

    + : Tidak manis

    Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Nata De Coco yang dihasilkan oleh semua

    kelompok memiliki aroma yang sama yaitu aroma agak asam dan juga memiliki warna

    yang sama yaitu bening. Pada atribut tekstur dan rasa tidak dapat diamati karena Nata

    De Coco tidak terbentuk.

  • 3

    2. PEMBAHASAN

    Nata de coco merupakan produk pangan yang padat, kokoh, berwarna putih transparan

    dan kenyal yang terbuat dari air kelapa tua sebagai bahan dasar dan bahan tambahan

    yang mengandung gula, protein, dan mineral melalui proses fermentasi yang melibatkan

    mikoorganisme (Pambayun, 2002). Rahman, (1992) mengatakan bahwa

    mikroorganisme yang terlibat dalam fermentasi nata de coco adalah bakteri Acetobacter

    xylinum yang dapat tumbuh pada media yang mengandung gula dan bakteri ini akan

    mengubah gula menjadi selulosa. Bakteri Acetobacter xylinum membutuhkan

    kandungan air sebanyak 91,23 %, protein 0,29 %, lemak 0,15 %, karbohidrat 7,27 %,

    serta abu 1,06 % yang ada di dalam air kelapa untuk pertumbuhannya (Palungkun,

    1996). Santosa et al (2012) menambahkan bahwa nata de coco merupakan produk

    pangan yang memiliki kalori yang rendah dan tinggi serat sehingga baik untuk

    melancarkan pencernaan dan mencegah kanker usus besar. Keberhasilan pembuatan

    nata de coco dipengaruhi oleh suhu, pH, kandungan gula dalam substrat.

    Lapisan nata terbentuk dari glukosa yang digunakan oleh Acetobacter xylinum berikatan

    dengan asam lemak dan membentuk prekursor pada membrane sel. Prekursor tersebut

    merupakan penciri nata (Rahman, 1992). Rahayu et al. (1993) juga menambahkan

    bahwa bakteri Acetobacter xylinum akan mengubah gula pada media menjadi selulosa,

    dan diakumulasi secara ekstraseluler dalam bentuk folikel liat selama fermentasi

    berlangsung. Selulosa yang dihasilkan bakteri Acetobacter disebut dengan bacterial

    cellulose (Kamarudin et al., 2013). Dalam proses fermentasi nata de coco, Acetobacter

    xylinum dapat mengonsumsi mineral yang berasal dari air kelapa. Hal itu dibuktikan

    dari penelitian Almeida et al., (2013) yang mengatakan bahwa Acetobacter xylinum

    mengonsumsi mineral (K, Fe, P, S-SO4-2

    , B, NO3--N and NH4

    +-N) yang sangat tinggi

    dengan media yang menggunakan air kelapa tua sedangkan dengan media air kelapa

    muda (masih hijau), konsumsi mineral yang tinggi oleh bakteri Acetobacter xylinum

    adalah Na, Mg and NTK. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi

    konsumsi mineral yang tinggi pada bakteri tersebut dengan menggunakan dua media

    yang sudah disebutkan adalah dengan agitasi.

  • 4

    Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan nata de coco adalah air kelapa yang

    berasal dari buah kelapa tua. Air kelapa adalah substrat cair yang memberikan kondisi

    optimum yang berasal dari buah kelapa dan mudah didapat serta murah (Rahman,

    1992). Langkah kerja yang dilakukan dalam pembuatan nata de coco adalah 1,2 liter air

    kelapa yang akan digunakan untuk satu kloter disaring terlebih dahulu. Tujuan

    penyaringan adalah untuk menghilangkan kotoran dan benda asing contohnya sisa sabut

    sehingga nata yang dihasilkan akan memiliki penampakan yang baik (Biamenta, 2011).

    Gambar 1. Penyaringan Air Kelapa

    Setelah disaring, air kelapa direbus hingga agak panas dan ditambahkan gula pasir

    sebanyak 120 g ke dalam air kelapa dan diaduk hingga larut. Menurut Awang (1991) ,

    gula berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Selain itu,

    Sunarso (1982) juga menambahkan bahwa gula juga digunakan sebagai sumber karbon

    pada proses fermentasi nata de coco. Lalu ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 6 g

    dan diaduk hingga tercampur rata. Pambayun (2002) mengatakan bahwa ammonium

    sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen organik bagi pertumbuhan Acetobacter

    xylinum. Hamad dan Kristiono (2013) juga menambahkan bahwa sumber nitrogen selain

    ammonium sulfat dapat berupa ekstrak yeast atau protein yang merupakan nitrogen

    organik sedangkan sumber nitrogen anorganik adalah ammonium fosfat (ZA) dan urea.

    Dalam penelitiannya dapat dilihat bahwa urea dengan jumlah 5 gram memberikan hasil

    yang optimal pada nata de coco. Wowor et al. (2007) menambahkan bahwa

    penambahan urea atau ZA sebanyak 2,5 gram maupun 5 gram dalam pembuatan nata de

    coco dapat memberikan keuntungan pada petani. Namun penambahan ZA sebanyak 2,5

    gram merupakan perlakuan yang terbaik karena dapat menghasilkan nata de coco dengan

    tebal, berat dan warna yang diinginkan. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Tari et

    al., (2010) yang mengatakan bahwa penambahan sumber nitrogen yang terbaik untuk

  • 5

    fermnetasi nata de coco adalah ZA dibandingkan dengan NPK dan urea karena hasil yang

    didapatkan dari uji fisik dan kimia merupakan hasil tertinggi.

    Gambar 2. Penambahan Gula Gambar 3. Penambahan Ammonium Sulfat

    Kemudian setelah tercampur rata, ditambahkan asam cuka glasial hingga pH mencapai

    4-5. Asam cuka berfungsi untuk membantu mencapai pH optimum bagi pertumbuhan

    Acetobacter xylinum yaitu antara 4-4,5. Setelah penambahan asam cuka, larutan

    kemudian di panaskan hingga mendidih dan disaring kembali untuk menghilangkan

    sisa-sisa kotoran yang masih tertinggal. Hasil akhir dari proses pemasakan selanjutnya

    dituang ke dalam wadah plastik dan masing-masing kelompok mendapat 200 ml.

    Gambar 4. Penambahan Asam Cuka Glasial hingga pH 4-5

    Tahap selanjutnya adalah 5 wadah plastik bersih yang berisi air kelapa diambil dan 100

    ml media steril dimasukkan ke dalam masing-masing wadah dan ditutup rapat. Biang

    nata (starter) ditambahkan sebanyak 10% dari media ke dalam masing-masing wadah

    plastik secara aseptis dan digojog perlahan sampai seluruh starter bercampur homogen.

    Proses penambahan media dan starter dilakukan secara aseptis. Pato & Dwiloka (1994)

    mengatakan bahwa jumlah starter yang ditambahkan dalam pembuatan nata sekitar 4-

  • 6

    10% maka starter yang ditambahkan dalam praktikum sudah sesuai dengan teori

    tersebut. Jumlah starter yang ditambahkan menjadi salah satu faktor penting karena jika

    penambahan tidak sesuai dapat menghasilkan karakteristik nata yang tidak diinginkan.

    Hamad et al. (2014) menambahkan bahwa umur starter mempengaruhi hasil akhir nata.

    Semakin lama penyimpanan starter maka semakin meningkat jumlah koloni

    Acetobacter xylinum. Namun starter tidak boleh disimpan lebih dari 30 hari karena

    dapat menurunkan jumlah koloni bakteri tersebut. Umur starter yang optimal untuk

    digunakan dalam pembuatan nata de coco adalah 7-13 hari. Hal tersebut dibuktikan dari

    hasil yield nata terbaik. Dwidjoseputro (1994) mengatakan bahwa perlakuan aseptis

    dilakukan agar pertumbuhan Acetobacter xylinum dapat berjalan dengan baik dan tidak

    ada mikroba lain yang tumbuh dan menganggu pertumbuhan Acetobacter xylinum.

    Kemudian wadah plastik ditutup dengan kertas coklat untuk memberikan oksigen yang

    cukup untuk pertumbuhan Acetobacter dan mencegah kontaminasi (Pambayun, 2002).

    Proses selanjutnya adalah dilakukan inkubasi pada suhu ruang selama 2 minggu. Suhu

    ruang yang digunakan adalah 28oC. Hal tersebut sesuai dengan teori Pambayun (2002)

    yang mengatakan bahwa Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada suhu ruang. Suhu

    inkubasi untuk bakteri Acetobacter xylinum tidak boleh terlalu tinggi atau rendah. Jika

    suhu mencapai 40oC maka bakteri tersebut akan mati. Selama inkubasi, wadah plastic

    juga tidak boleh goyang agar lapisan nata terbentuk dan tidak terpisah-pisah. Kemudian

    dilakukan pengamatan terhadap nata de coco yang dihasilkan, meliputi mulai

    terbentuknya lapisan di permukaan cairan, ketebalan lapisan nata pada hari ke 0, 7,dan

    14 (dihitung juga persentase kenaikan ketebalan). Persen lapisan nata dapat dihitung

    dengan rumus berikut ini :

    Setelah 14 hari, nata yang terbentuk dicuci dengan air mengalir dan dimasak dengan air

    gula. Setelah nata dimasak, dilakukan uji sensori dengan atribut rasa, aroma, tekstur dan

    warna dari nata tersebut. Palungkun (1992) mengatakan bahwa lapisan nata yang

    terbentuk akan berada diatas medium karena dalam proses fermentasi, dihasilkan gas

    CO2 yang mempunyai kecenderungan melekat pada selulosa dan menyebabkan jaringan

  • 7

    tersebut terangkat ke atas. Rahman (1992) mengatakan bahwa proses pencucian dan

    perebusan nata berfungsi untuk menghilangkan asam.

    Gambar 5. Fermentasi Nata De Coco F1-F5

    Berdasarkan hasil pengamatan lapisan nata de coco dapat dilihat bahwa tinggi media

    awal dari setiap kelompok berbeda-beda, hal tersebut disebabkan oleh tinggi wadah

    yang berbeda-beda. Namun pada kelompok F3, F4, dan F5 tinggi media awal yang

    diperoleh adalah sama karena menggunakan wadah plastik yang ukurannya sama.

    Kemudian ketebalan yang dihasilkan pada hari ke-7 dan hari ke-14 ada yang sama dan

    yang berbeda. Pada kelompok F3, F4, dan F5, ketebalan yang dihasilkan pada hari ke-7

    juga berbeda padahal tinggi media awalnya sama. Hal tersebut dapat disebabkan oleh

    aktivitas dari bakteri Acetobacter xylinum pada kelompok F3 lebih baik dibandingkan

    kelompok F4 dan F5. Tranggono & Sutardi (1990) menambahkan bahwa aktivitas

    baketri Acetobacter xylinum akan menjadi optimum jika tidak ada mikroba perusak

    yang tumbuh dan dapat mengurangi konsentrasi glukosa yang mengakibatkan nata tidak

    terbentuk dan nata yang terbentuk sedikit. Selain itu, ketebalan nata yang dihasilkan

    kelompok F3 dan F5 mengalami pengurangan di hari ke-14 yang mempengaruhi hasil

    persentase lapisan nata. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori Lapuz et al (1967) yang

    mengatakan bahwa waktu inkubasi yang lama akan mempengaruhi ketebalan nata.

    Semakin lama waktu inkubasi maka lapisan yang terbentuk semakin tebal. Hal-hal yang

    menyebabkan berkurangnya ketebalan dan % lapisan nata adalah kontaminasi saat

    proses fermentasi, kurang aseptisnya saat perlakuan penambahan starter, dan gula yang

    tidak tercampur dengan rata sehingga hasil nata tidak sesuai yang diinginkan

    (Pambayun, 2002). Dina (2009) juga menambahkan bahwa waktu fermentasi juga

  • 8

    menjadi hal yang juga diperhitungkan karena semakin lama waktu fermentasi semakin

    tebal lapisan nata dan sebaliknya.

    Hasil pengamatan yang diperoleh pada uji sensori adalah aroma yang agak asam pada

    semua kelompok. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori Rahman (1992) yang

    mengatakan bahwa proses pencucian dan perendaman dapat menghilangkan aroma

    asam nata. Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh proses pencucian dan perendaman nata

    yang dilakukan secara tidak tepat. Aroma asam yang dihasilkan berasala dari oksidasi

    gula bakteri Acetobacter xylinum yang diubah menjadi asam asetat. Bakteri Acetobacter

    xylinum juga dapat mengoksidasi berbagai jenis alkohol lain menjadi asam asetat (Halib

    et al., 2012). Pada atribut warna, hasil yang diperoleh adalah bening. Hal tersebut tidak

    sesuai dengan teori Rahman (1992) yang mengatakan bahwa warna nata de coco yang

    dihasilkan adalah putih bening. Warna yang dihasilkan nata de coco dipengaruhi oleh

    gula yang digunakan. Biasanya dalam pembuatan nata de coco digunakan sukrosa putih.

    Pada praktikum kloter F, nata tidak terbentuk sehingga atribut tekstur dan rasa tidak

    dapat diamati. Penyebab tidak terbentuknya nata yaitu karena terjadi gangguan selama

    fermentasi seperti adanya goncangan (Rahayu et al., 1993). Selain itu, faktor-faktor

    pembentukan nata seperti tingkat keasaman, temperatur, sumber karbon dan sumber

    nitrogen juga tidak mendukung (Rahman, 1989). Pato & Dwiloted (1994) juga

    menambahkan bahwa umur kelapa dan munculnya mikroba perusak juga menjadi faktor

    penting. Kondisi yang tidak aseptis dalam penambahan media dan starter juga dapat

    berpengaruh karena dapat menyebabkan cross contamination. Misalnya sukrosa

    terkontaminasi yeast (Jagannath et al., 2008).

  • 9

    3. KESIMPULAN

    Prinsip pembuatan nata de coco adalah penyaringan, perebusan, pencampuran

    bahan (gula, ammonium sulfat, asam cuka glacial), pemanasan, penyaringan,

    penempatan dalam wadah plastik, pemeraman (fermentasi), pemanenan.

    Air kelapa yang baik untuk pembuatan nata de coco adalah air kelapa tua.

    Gula yang baik untuk digunakan agar menghasilkan nata yang berwarna putih

    bening adalah sukrosa putih.

    Gula berfungsi sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum.

    Ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan

    Acetobacter xylinum.

    Proses fermentasi nata de coco berasal dari glukosa pada media yang digunakan

    oleh Acetobacter xylinum diubah menjadi selulosa yang selanjutnya diakumulasi

    secara secara ekstraseluler dalam bentuk folikel liat selama fermentasi berlangsung.

    Nata yang tidak terbentuk disebabkan oleh gangguan selama fermentasi seperti

    goncangan, umur kelapa, adanya mikroba perusak, dan faktor-faktor yang tidak

    mendukung.

    Semarang, Juni 2015

    Praktikan Asisten Dosen,

    - Wulan Apriliana

    - Nies Mayangsari

    Angela Irena Wibawa

    12.70.0034

  • 10

    4. DAFTAR PUSTAKA

    Almeida, Denise Milleo, Rosilene Aparecida Prestes, Adriel Ferreira da Fonseca,

    Adenise L.Woiciechowski, Gilvan Wosiacki. (2013). Minerals consumption by

    Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water. Brazilian Journal of

    Microbiology 44, 1, 197-206.

    Awang, S.A. (1991). Kelapa : kajian sosial-ekonomi. Aditya media. Yogyakarta.

    Biamenta, E. (2011). Karakterisasi dan Analisa Kadar Nutrisi Edible Film dari Nata De

    Coco dengan Penambahan Pati, Gliserin dan Kitosan Sebagai Bahan Pengemas

    Makanan. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.

    Dina, R. (2009). Pemanfaatan Buah Tomat sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata de

    Tomato. Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro

    Semarang

    Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan.

    Halib, N.; M. C. I. M. Amin & I. Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and

    Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose.

    Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.

    Hamad, Alwani dan Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen

    Terhadap Hasil Fermentasi Nata De Coco. Vol. 9, No. 1, Hal. 62-65.

    Hamad,Alwani, Nur Afifah Handayani, Endar Puspawiningtyas. (2014). Pengaruh

    Umur Starter Acetobacter Xylinum terhadap Produksi Nata De Coco. Volume 15 No. 1,

    Hal. 37 49.

    Jagannath, A.; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju & A. S. Bawa. (2008). The

    Effect of pH, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on The Production of

    Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol

    Biotechnol (2008) 24:25932599.

    Kamarudin, S.; M. Sahaid, K.; M. Sobri, T.; W. Mohtar, W. Y.; D. Radiah, A. B. &

    Norhasliza, H. (2013). Different Media Formulation on Biocellulose Production by

    Acetobacter xylinum (0416). Pertanika J. Sci. & Technol. 21 (1): 29 - 36 (2013).

    Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. and Palo, M.A. (1967). The Nata Organism Cultural.

    Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.

  • 11

    Palungkun, R . ( 1992 ) . Aneka Produk Olahan Kelapa . Penebar Swadaya . Jakarta.

    Palungkun, R. ( 1996 ). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Pambayun, R. ( 2002 ). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

    Pato, U. & Dwiloted, B. (1994). Proses & Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan

    Nata de Coco. Sains Teks I (A) : 70 77.

    Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan

    Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

    Rahman, A. (1989). Pengantar Teknologi Fermentasi. PAU IPB. Bogor.

    Rahman, A (1992). Teknologi Fermentasi I, Penerbit Arcan, Jakarta.

    Santosa, B.; K. Ahmadi & D. Taeque. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy

    Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco.

    IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar

    2012,6-11. ISSN : 2252-5297.

    Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel

    pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

    Tari, A.Intan Niken, Catur Budi, Handayani dan Sri Hartati. Pembuatan Nata de Coco :

    Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap Sifat Fisiko-Kimianya.Jurnal Widyatama. No. 2,

    Vol. 19.

    Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi

    UGM. Yogyakarta.

    Wowor, Liana Y., Mufidah Muis, dan Abd. Rahman Arinong . (2007). Analisis Usaha

    Pembuatan Nata De Coco dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan N yang

    Berbeda. Jurnal Agrisistem. Vol. 3 No. 2.

  • 12

    5. LAMPIRAN

    5.1. Perhitungan

    Rumus:

    Kelompok F1

    Hari ke 0

    Hari ke 7

    Hari ke 14

    Kelompok F2

    Hari ke 0

    Hari ke 7

    Hari ke 14

    Kelompok F3

    Hari ke 0

    Hari ke 7

    Hari ke 14

  • 13

    Kelompok F4

    Hari ke 0

    Hari ke 7

    Hari ke 14

    Kelompok F5

    Hari ke 0

    Hari ke 7

    Hari ke 14

    5.2. Laporan Sementara

    5.3. Jurnal

    5.4. Scan Viper