Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty

15
FARMAKOTERAPI pada USIA LANJUT Ardy Moefty I. DEFINISI Farmakoterapi:Pemberian terapi dengan obat Farmakokinesis: perlakuan badan terhadap obat , terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolism dan eksresi obat. 1 Farmakodinamik obat: adalah aspek efek obat terhadap berbagai organ tubuh dan mekanisme kerjanya. 2 Bioavailability (= ketersediaan hayati) adalah jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Clearance (= bersihan) adalah volume darah yang di bersihkan dari suatu zat persatuan waktu oleh hati, ginjal, atau tubuh secara keseluruhan. Polifarmasi adalah 1 : 1. Penggunaan obat melebihi indikasi klinis 2. Pengobatan yang mencakup paling tidak satu obat yang tidak perlu 3. Penggunaan empirik 5 obat atau lebih. II. EPIDEMIOLOGI Dalam penelitian Allard yang dilakukan di Quebec, Canada menunjukan bahwa populasi lansia menggunakan rata- rata 6 obat yang berbeda. Interaksi obat bertanggung jawab terhadap 15-20% reaksi efek samping obat. 3 Di Poliklinik Geriatri Departemen llmu Penyakit Dalam RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), tercatat sebanyak 32,3% pasien menggunakan lebih dari lima obat pada tahun 1999; di tahun berikutnya, terdapat 21,8% pasien dengan polifarmasi, dan pada tahun 2001 turun menjadi 15,6%. 2 III. PATOFISIOLOGI PERUBAHAN FARMAKOKINETIKA Oral bioavailability

Transcript of Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty

Page 1: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty

FARMAKOTERAPI pada USIA LANJUTArdy Moefty

I. DEFINISIFarmakoterapi:Pemberian terapi dengan obatFarmakokinesis: perlakuan badan terhadap obat , terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolism dan eksresi obat.1

Farmakodinamik obat: adalah aspek efek obat terhadap berbagai organ tubuh dan mekanisme kerjanya.2

Bioavailability (= ketersediaan hayati) adalah jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif.Clearance (= bersihan) adalah volume darah yang di bersihkan dari suatu zat persatuan waktu oleh hati, ginjal, atau tubuh secara keseluruhan.Polifarmasi adalah1 :

1. Penggunaan obat melebihi indikasi klinis

2. Pengobatan yang mencakup paling tidak satu obat yang tidak perlu

3. Penggunaan empirik 5 obat atau lebih.

II. EPIDEMIOLOGIDalam penelitian Allard yang dilakukan di Quebec, Canada menunjukan bahwa

populasi lansia menggunakan rata-rata 6 obat yang berbeda. Interaksi obat bertanggung jawab terhadap 15-20% reaksi efek samping obat.3

Di Poliklinik Geriatri Departemen llmu Penyakit Dalam RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), tercatat sebanyak 32,3% pasien menggunakan lebih dari lima obat pada tahun 1999; di tahun berikutnya, terdapat 21,8% pasien dengan polifarmasi, dan pada tahun 2001 turun menjadi 15,6%.2

III. PATOFISIOLOGI

PERUBAHAN FARMAKOKINETIKAOral bioavailability

Sejak 60 tahun yang lalu Vanzant dkk (1932) telah melaporkan terjadinya aklorhidria (berkurangnya produksi asam lambung) dengan bertambahnya usia seseorang. Aklorhidria terdapat pada 20-25% dari mereka yang berusia 80 tahun dibandingkan dengan 5% pada mereka yang berusia 30 tahun-an. Maka obat-obat yang absorbsinya di lambung dipengaruhi oleh keasaman lambung akan terpengaruh seperti: ketokonazol, flukonazol, indometasin, tetrasiklin dan siprofloksasin.

Akhir-akhir ini dibicarakan pengaruh enzim gut-associated cytochrom P-450. Aktivitas enzim ini dapat mempengaruhi bioavailability obat yang masuk per oral. Beberapa obat mengalami destruksi saat penyerapan dan metabolisme awal di hepar (first-pass metabolism di hepar); obat-obat ini lebih sensitif terhadap perubahan bioavailability akibat proses menua. Sebagai contoh, sebuah obat yang akibat aktivitas enzim tersebut mengalami destruksi sebanyak 95 % pada first-pass metabolism, sehingga yang masuk ke sirkulasi tinggal 5%; jika karena proses menua destruksi obat mengalami penurunan (hanya 90 %) maka yang tersisa menjadi 10% dan sejumlah tersebut yang

Page 2: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty

masuk ke sirkulasi. Jadi akibat penurunan aktivitas enzim tersebut maka destruksi obat berkurang dan dosis yang masuk ke sirkulasi meningkat dua kali lipat. Obat dengan farmakokinetik seperti kondisi tersebut di atas disebut sebagai obat dengan high first-pass effect; contohnya nifedipin dan verapamil.

Distribusi obat (pengaruh perubahan komposisi tubuh & faal organ akibat penuaan). Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh. Komposisi tubuh manusia sebagian besar dapat digolongkan kepada komposisi cairan tubuh dan lemak tubuh. Pada usia bayi, komposisi cairan tubuh tentu masih sangat dominan; ketika beranjak besar maka cairan tubuh mulai berkurang dan digantikan dengan massa otot yang sebenarnya sebagian besar juga berisi cairan. Saat seseorang beranjak dari dewasa ke usia lebih tua maka jumlah cairan tubuh akan berkurang akibat berkurangnya pula massa otot. Sebaliknya, pada usia lanjut akan terjadi peningkatan komposisi lemak tubuh. Persentase lemak pada usia dewasa muda sekitar 8-20% (laki-laki) dan 33% pada perempuan; di usia lanjut meningkat menjadi 33% pada laki-laki dan 40-50% pada perempuan. Keadaan tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di dalam plasma. Distribusi obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik) akan menurun. Konsentrasi obat hidrofilik di plasma akan meningkat karena jumlah cairan tubuh menurun. Dosis obat hidrofilik mungkin harus diturunkan sedangkan interval waktu pemberian obat lipofilik mungkin harus dijarangkan.

Kadar albumin dan a1-acid glycoprotein juga dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh. Hipoalbuminemia sesungguhnya tidak semata-mata disebabkan oleh proses menjadi tua namun juga dapat disebabkan oleh penyakit yang diderita. Tinggi rendahnya kadar albumin terutama berpengaruh pada obat-obat yang afinitasnya terhadap albumin memang cukup kuat seperti naproxen. Kadar naproxen bebas dalam plasma sangat dipengaruhi oleh afinitasnya pada albumin. Pada kadar albumin normal maka kadar obat bebas juga normal; pada kadar albumin yang rendah maka kadar obat bebas akan sangat meningkat sehingga bahaya efek samping lebih besar.

Metabolic ClearanceFaal heparMassa hepar berkurang setelah seseorang berumur 50 tahun; aliran darah ke hepar juga berkurang. Secara umum metabolisme obat di hepar (biotransformasi) terjadi di reticulum endoplasmik hepatosit, yaitu dengan bantuan enzim mikrosom. Biotransformasi biasanya mengakibatkan molekul obat menjadi lebih polar sehingga kurang larut dalam lemak dan mudah dikeluarkan melalui ginjal. Reaksi kimia yang terjadi dibagi dua yaitu reaksi oksidatif (fase 1) dan reaksi konyugasi (fase 2). Reaksi fase satu dapat berupa oksidasi, reduksi maupun hidrolisis; obat menjadi kurang aktif atau menjadi tidak aktif sama sekali. Reaksi fase 1 (melalui sistem sitokhrom P-450, tidak memerlukan energi) biasanya terganggu dengan bertambahnya umur seseorang. Reaksi fase dua berupa konyugasi molekul obat dengan gugus glukuronid, asetil atau sulfat; memerlukan energi dari ATP; metabolit menjadi inaktif. Reaksi fase 2 ini tidak mengalami perubahan dengan bertambahnya usia. Reaksi oksidatif dipengaruhi pula oleh beberapa hal seperti: merokok, indeks ADL's (= Activities of Daily Living) Barthel serta beratringannya penyakit yang diderita pasien geriatri. Keadaan-keadaan tersebut dapat mengakibatkan kecepatan biotransformasi obat berkurang dengan kemungkinan terjadinya peningkatan efek toksik obat.

Page 3: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty

Faal ginjalFungsi ginjal akan mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan umur. Kalkulasi fungsi ginjal dengan menggunakan kadar kreatinin plasma tidak tepat sehingga sebaiknya menggunakanRumus Cockroft-Gault,CCT (140-umur) x BB (kg) (dalam ml/menit)––––––––––––––––72 x [kreatinin]plasma

dikali 0,85 untuk pasien perempuan.

GFR dapat diperhitungkan dengan mengukur kreatinin urin 24 jam; dibandingkan dengan kreatinin plasma. Dengan menurunnya GFR pada usia lanjut maka diperlukan penyesuaian dosis obat; sama dengan pada usia dewasa muda yang dengan gangguan faal ginjal. Penyesuaian dosis tersebut memang tak ada patokannya yang sesuai dengan usia tertentu; namun pada beberapa penelitian dipengaruhi antara lain oleh skor ADL’s Barthel. Pemberian obat pada pasien geriatri tanpa memperhitungkan faal ginjal sebagai organ yang akan mengekskresikan sisa obat akan berdampak pada kemungkinan terjadinya akumulasi obat yang pada gilirannya bisa menimbulkan efek toksik. Patokan penyesuaian dosis juga dapat diperoleh dari informasi tentang waktu paruh obat.2

0,693 x volume distribusiT1/2= ––––––––––––––––––––––––––– clearance

Page 4: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty

IV. PENATALAKSANAAN

Page 5: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty
Page 6: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty

1 Roosheroe AG. Supartondo. Pedoman pemberian obat pada pasien geriatric serta mengatasi masalah polifarmasi. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW et al. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2009: Hal. 776-788.

2 Soejono CH. Trisna Y. Puspita T. Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien geriatri. DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN . DEPARTEMEN KESEHATAN RI. 2006.

3 Bressler R, Bahl JJ. Principles of Drug Therapy for Elderly Patient. Mayo Clin Proc.

2003;78:1564-77.

Page 7: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty
Page 8: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty
Page 9: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty
Page 10: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty
Page 11: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty
Page 12: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty

Beberapa langkah praktis berikut ini mungkin dapat lebih memudahkan bagi setiap dokter dan tenaga kesehatan lain yang terlibat:

Mencatat semua obat yang dipakai saat ini (resep dan nonresep, termasuk jamu) Mengenali nama generik dan golongan obat Mengenali indikasi klinik untuk setiap obat Mengetahui profil efek samping setiap obat Mengenali faktor risiko sesuatu efek yang tak terduga (misalnya

interaksi) Menyederhanakan rejimen pengobatan Menghentikan pemberian obat tanpa manfaat penyembuhan Menghentikan pemberian obat tanpa indikasi klinik Mengganti dengan obat yang lebih aman, bila perlu Tidak menangani efek tak terduga suatu obat dengan obat lagi Menggunakan obat tunggal bila cara pemberiannya tidak sering Membiasakan untuk melakukan evaluasi daftar obat secara berkala

Setiap dokter (internis, psikiater atau anggota tim lain) harus mampu menekan arogansi disiplin masing-masing dan bersedia menghentikan obat yang diresepkannya apabila obatnya sudah bukan lagi merupakan prioritas untuk diberikan

Page 13: Farmakoterapi Pada Usia Lanjut by Ardy Moefty