Farmakoterapi II Usman

29
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan kuasa-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini dibuat dengan tujuan agar pembaca mendapatkan informasi mengenai arthritis reumatoid sehingga pembaca dapat mengetahui definisi, etiologi, dan beberapa hal yang terkait dengan arthritis rheumatoid. Penyusun berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai masalah-masalah kesehatan khususnya tentang arthritis reumatoid. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian untuk penyempurnaan makalah ini.

description

farmakoterapi stifa

Transcript of Farmakoterapi II Usman

Page 1: Farmakoterapi II Usman

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

rahmat dan kuasa-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini dibuat dengan tujuan agar pembaca mendapatkan informasi

mengenai arthritis reumatoid sehingga pembaca dapat mengetahui definisi, etiologi,

dan beberapa hal yang terkait dengan arthritis rheumatoid.

Penyusun berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

pembaca mengenai masalah-masalah kesehatan khususnya tentang arthritis reumatoid.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun dari pembaca sekalian untuk penyempurnaan makalah ini.

Makassar, Juli 2014

Penyusun

Page 2: Farmakoterapi II Usman

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reumatoid artritis (RA) atau penyakit rematik adalah radang sendi yang

menyebabkan rasa sakit, pembengkakan, kekakuan dan kehilangan fungsi pada sendi

Anda. RA dapat memengaruhi setiap sendi tetapi terutama di pergelangan tangan dan

jari. RA adalah penyakit autoimun, yang berarti sistem kekebalan tubuh Anda secara

keliru menyerang jaringan tubuh sendiri.

Penderita RA lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki, yang seringkali

dimulai pada usia antara 25 s.d. 55 tahun. Gejala penyakit bisa timbul hanya untuk

waktu yang singkat atau mungkin datang dan pergi. Bentuk RA yang parah dapat

bertahan seumur hidup.

Reumatoid artritis berbeda dari osteoartritis, artritis yang biasanya datang pada usia

tua. RA dapat memengaruhi bagian tubuh selain sendi, seperti mata, mulut dan paru-

paru.

Tidak ada yang tahu apa yang menyebabkan reumatoid artritis. Gen,

lingkungan dan hormon mungkin ikut berperan. Perawatan RA termasuk perubahan

gaya hidup, pengobatan dan pembedahan untuk memperlambat atau menghentikan

kerusakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan pembengkakan.

Sekitar 1% dari populasi dunia menderita rheumatoid arthritis, wanita tiga kali

lebih sering dibandingkan pria. Penyakit ini paling sering antara usia 40 dan 50, tetapi

orang-orang dari segala usia bisa terkena.

Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut,

atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat

dengan meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo, 1994).

Page 3: Farmakoterapi II Usman

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Rheumatoid Arthritis

2.1.1. Definisi

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang

berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,

arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah

suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan

kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan

seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi

(Gordon, 2002). Menurut Daud (2003) dan Engram (1998), artritis

reumatoid (RA) merupakan penyakit inflamasi kronik, sistemik, dengan

etiologi yang tidak diketahui, yang terutama menyerang sendi. Inflamasi

sendi dapat mengalami remisi, tetapi bila berlangsung terus akan terjadi

destruksi sendi yang progresif (deformitas), dan berakibat

ketidakmampuan dalam berbagai tingkat. Berbeda dengan osteoartritis,

dimana kelainan utamanya dimulai dan proses degenerasi pada rawan

sendi, maka pada artritis reumatoid dimulai dengan radang pada sinovia

(sinovitis) disusul oleh proses kerusakan sendi.

Page 4: Farmakoterapi II Usman

2.1.2. Insidensi

Artritis reumatoid ± 2 ½ kali lebih sering menyerang wanita daripada

pria. Insidensi meningkat dengan bertambahnya usia terutama pada

wanita. Insidensi puncak adalah antara usia 40 – 60 tahun (Daud, 2010).

2.1.3. Etiologi

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,

namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-

antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun et al., 2008),

endokrin, faktor nutrisi, geografi, pekerjaan, faktor psikososial, infeksi

bakteri, spirokaeta, virus dan imunologik (Daud, 2010).

2.1.4. Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam

jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam

sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi

edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus.

Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi

tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan

mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot

akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas

otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer dan Bare, 2002). Lamanya

rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya

Page 5: Farmakoterapi II Usman

masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang

sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.

Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai

dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang

difus (Long, 1996).

Gambar 1.1Gambar Sendi lutut normal dan reumatoid artritis

Gambar 1.2Gambar sendi lutut Normal (kanan), Rheumatoid arthritis (kiri)

Page 6: Farmakoterapi II Usman

2.1.5. Manifestasi Klinis

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada

tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit

ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif.

Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan pada

minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala

penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika

penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves et al.,

2001).

Menurut American College of Rheumatology (2010), artritis rheumatoid

(RA) memiliki 7 kriteria gejala yaitu:

a) Kekakuan pagi hari di dalam dan sekitar sendi minimal satu jam.

b) Pembengkakan atau cairan di sekitar tiga atau lebih sendi secara

bersamaan yang telah berlangsung paling sedikit selama 6 minggu.

c) Setidaknya satu bengkak di daerah pergelangan tangan,

metakarpofalangeal (MCP) atau proksimal interfalang (PIP) selama

6 minggu atau lebih.

d) Arthritis melibatkan sendi yang sama di kedua sisi tubuh (arthritis

simetris).

e) Rheumatoid nodul, benjolan pada kulit penderita rheumatoid

arthritis. Nodul ini biasanya di titik-titik tekanan dari tubuh, paling

sering siku.

Page 7: Farmakoterapi II Usman

f) Faktor reumatoid positif dengan menggunakan metode

pemeriksaan yang pada orang normal hasil positifnya tidak lebih

dari 5%.

g) X-ray tampak perubahan di tangan dan pergelangan tangan khas dari

rheumatoid arthritis, harus disertai erosi dan dekalsifikasi tulang

yang tidak rata pada sendi yang terlibat.

Manifestasi sistemik artritis rheumatoid menurut Long (1996) yaitu

kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, takikardi, berat

badan menurun, anemia, demam subfebris, nyeri otot dan sendi dan

kekakuan. Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis

sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya

penyakit (Smeltzer dan Bare, 2002). Jika ditinjau dari stadium penyakit,

terdapat tiga stadium yaitu :

a) Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang

ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak

maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

b) Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial

terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi

tendon.

c) Stadium deformitas

Page 8: Farmakoterapi II Usman

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang

kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Keterbatasan

fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini

sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi

inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang

teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien

cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan

imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan

kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas

dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika

sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga

sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Manifestasi ekstraartikuler artritis rheumatoid (Daud, 2010) sebagai

berikut :

a) Kulit : nodul subkutan, vaskulitis

b) Jantung : fibrosis penikard, nodus reumatoid di miokand dan katup

jantung

c) Paru : nodul reumatoid di pleura, efusi pleura, pneumonitis fibrosis

interstitiel difusi

d) Neurologik : mononeuritis, sindrom carpal-tunnel, kompresi

medula spinalis

e) Mata : sindrom Sjogren

Page 9: Farmakoterapi II Usman

f) Sindrom Felty: splenomegali, limfadenopati, anemia,

trombositopenia, dan neutropenia

2.1.6. Klasifikasi

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe dari

7 gejala berdasarkan American College of Rheumatology (2010), yaitu:

a) Rheumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 6 minggu.

b) Rheumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 6 minggu.

c) Probable rheumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 6 minggu.

d) Possible rheumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan darah tepi berupa amenia nomokrom normisitik

Page 10: Farmakoterapi II Usman

b) Laju endap darah meningkat, sesuai dengan aktifitas penyakit,

makin aktif penyakit makin tinggi LED

c) Faktor reumatoid (RF) penting, tetapi bukan penentu diagnosis.

Walaupun RF negatif, diagnosis RA tetap dapat ditegakkan secara

klinik dan radiologik. Penderita dengan titer RF yang tinggi

cenderung menunjukkan gejala sistemik, artritis erosif dan destruktif

d) Anti Nuclear Antibody (ANA) dan antigen lainnya dapat ditemukan

pada sebagian kecil penderita ,umumnya dengan titer yang rendah

e) HLA-DR4 positif pada sebagian pasien. Pemeriksaan ini tidak dapat

digunakan sebagai penunjang diagnosis

f) Cairan sinovia : Jumlah sel antara 5.000-20.000 mm3, titer

komplemen rendah, RF positif dan bekuan mucin jelek

g) Pemeriksaan radiologik yang terbaik ialah melihat pada sendi

pengelangan dan jari-jari tangan. Pada awal penyakit menunjukkan

gambaran pembengkakan jaringan lunak dan osteoporosis

juxtaartikuler. Pada stadium lebih lanjut ditemukan gambaran

permukaan sendi yang tidak rata akibat erosi sendi, penyempitan

celah sendi, subluksasi dan akhinrnya ankilosis sendi (Daud, 2010)

2.1.8. Kriteria Diagnostik

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan bila ditemukan 4 kriteria atau

lebih, berdasarkan 7 kriteria gejala oleh American College of

Rheumatology (2010). Sedangkan kriteria remisi klinik pada artritis

Page 11: Farmakoterapi II Usman

reumatoid yaitu bila ditemukan 5 gejala di bawah atau lebih selama 2

bulan berturut-turut :

a) Lama kaku pagi tidak lebih dari 15 menit

b) Tidak ada rasa lemah

c) Tidak ada nyeri sendi (dari riwayat penyakit)

d) Tidak ada nyeri gerakan atau bengkak sendi

e) Tidak ada pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi atau sekitar

sarung tendon

f) Laju endap darah kurang dan 30 mm/jam pada wanita dan 20

mm/jam pada pria (cara Westengren)

Kriteria progresivitas dari rheumatoid artritis menurut Michael (1995)

adalah :

a) Derajat I, Awal

Pada pemeriksaan radiologik tidak ditemukan perubahan

destruktif

Pada pemeriksaan radiologik dapat ditemukan gambaran

osteoporosis

b) Derajat II, Sedang

Pada pemeriksaan radiologik ditemui gambaran

osteoporosis, dengan atau tanpa destruksi ringan tulang

subkondral dapat ditemukan destruksi ringan rawan sendi.

Page 12: Farmakoterapi II Usman

Tidak ditemukan deformitas, walaupun dapat ditemukan

keterbatasan gerak sendi.

Atrofi otot disekitarnya.

Dapat ditemukan lesi jaringan lunak ekstraartikuler, seperti

nodul atau tenosivitis.

c) Derajat III, Berat

Pada pemeriksaan radiologik selain osteoporosis dapat

ditemukan destruksi rawan sendi dan tulang.

Deformitas sendi, seperti subluksasi, deviasi ulnar,

hiperekstensi tanpa disertai fibrosis atau ankilosis sendi.

Atrofi otot yang nyata.

Dapat ditemukan lesi jaringan lunak ekstraartikuter, seperti

nodul atau tenosivitis.

d) Derajat IV, Terminal

Fibrosis atau ankilosis sendi

Kriteria dari derajat III

2.1.9. Penatalaksanaan

a) Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya

dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin

Page 13: Farmakoterapi II Usman

hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau

tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan

sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat

dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).

b) Obat antinflamasi non steroid (OAINS). Sudah menjadi perjanjian

bahwa pada setiap pasien artritis reumatoid baru, pengobatannya

harus dimulai dengan OAINS, kecuali ada kontra indikasi tertentu.

OAINS ini merupakan obat tahap pertama (first line) dan dikenal

berbagai jenis yang mempunyai efek analgesik dan antiflamasi yang

baik. Obat golongan ini tidak dapat menghentikan/mempengaruhi

perjalanan penyakit artritis reumatoid (Smeltzer & Bare, 2002).

Terdapat 6 golongan obat yaitu :

Golongan salisilat

Golongan indol: indometasin

Golongan turunan asam propionat: ibuprofen, naproksen,

ketoprofen, diklofenak

Golongan asam antranilik: natrium meklofenamat

Golongan oksikam: piroksikam, tenoksikam, meloxikam

Golongan pirazole: fenil dan oksifenbutazon

c) Slow-acting/disease-modifying antirheumatic drugs. Obat golongan

ini dapat menekan perjalanan penyakit artritis reumatoid, karena itu

disebut sebagai obat remitif atau disease-modifying antirheumatic

Page 14: Farmakoterapi II Usman

drugs/DMRD. Karena efek kerjanya lambat maka disebut sebagai

slowacting-antirheumatic drugs/SAARD. Obat golongan ini baru

memberikan efek setelah pemakaian selama minimal 6 bulan dan

tidak mempunyai efek langsung menekan rasa nyeri dan inflamasi,

oleh karena itu sambil menunggu efek obat ini terbentuk, maka

biasanya pada awal pengobatan diberikan bersama-sama dengan

OAINS untuk mengurangi penderitaan pasien. Bila efek obat

SAARD telah terbentuk maka OAINS dapat dikurangi, bahkan

dihentikan bila pasien sudah mencapai stadium remisi. Dengan

demikian SAARD disebut pula sebagai obat tahap kedua (second-

line drug). Indikasi pemberian SAARD terutama ditujukan pada

penderita RA yang progresif, yang ditandai dengan bukti radiologik

adanya erosi sendi dan destruksi sendi. Karena obat golongan ini

sangat toksik dan mempunyai efek samping yang besar, sehingga

memerlukan pengawasan yang ketat, maka sebaiknya pemberian

obat ini dilakukan oleh seorang dokter spesialis. Obat yang

termasuk golongan ini ialah:

Obat antimalaria : kiorokuin dan hidroksiklorokuin

Garam emas

Penisilamin

Sulfasalasin

Obat imunosupresif

Page 15: Farmakoterapi II Usman

d) Oleh karena RA merupakan penyakit kronik, sering menyebabkan

gangguan psikis dan keputusasaan penderita. Hal ini perlu

diantisipasi dokter agar penderita tetap mematuhi pengobatan yang

diberikan, baik obat-obatan maupun terapi fisik. Aspek sosial perlu

pula diperhatikan, karena penderita harus menyesuaikan pekerjaan

dan kehidupan sehari-harinya dengan penyakit yang dideritanya,

mungkin sekali penderita perlu mengganti jenis pekerjaannya atau

merubah kebiasaan hidupnya (Michael, 1995).

e) Pembedahan dapat bersifat preventif atau reparatif. Pembedahan

preventif antara lain dengan melakukan sinovektomi untuk

mencegah bertambah rusaknya sendi yang terserang. Pembedahan

reparatif terutama untuk mengoreksi deformitas yang terjadi antara

lain dengan melakukan artroplasti.

f) Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas

sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi

hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah

bergerak.

g) Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini,

seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat

badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai

dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut.

Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang

mengandung Omega 3. Di dalam omega 3 terdapat zat yang sangat

efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.

Page 16: Farmakoterapi II Usman

2.2. Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis

Berdasarkan dari pengalaman para pasien rheumatoid arthritis aktivitas yang

dilakukan sehari-hari dapat terganggu. Hal ini disebabkan adanya gerakan sendi

yang terbatas. Rheumatoid arthritis mengurangi kemampuan seseorang untuk

menggerakkan sendi mereka dalam jangkauan gerakan yang penuh. Sumber

utama dari perubahan aktivitas ini adalah rasa tidak nyaman pada fisik penderita

rheumatoid arthritis karena sendi yang kaku dan sakit. Saat pasien mengeluh

rasa lemah dan lelah pada dokter mereka, mereka disarankan untuk mengurangi

jumlah kegiatan mereka, dan bukannya mendorong untuk menambahnya tetapi

untuk istirahat yang banyak. Fakta lain menunjukkan bahwa istirahat yang

berlebihan dapat merusak kesehatan (Gordon, 2002). Pengaruh negatif dari

sistem otot dan tulang yang tidak bergerak, mencakup: terhentinya pertumbuhan

otot, tendon, ligament dan tulang. Melemahnya otot otot, tendon, ligament dan

tulang. Merosotnya kondisi tulang rawan sendi, bertambahnya risiko tulang

yang patah karena hilangnya massa tulang, suatu kondisi yang disebut dengan

osteoporosis.

Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis yang tergaggu diterjemahkan dalam

kapasitas fungsional yang semakin rendah atau kemampuan melakukan aktivitas

semakin berkurang. Kemampuan yang menurun seperti membungkuk untuk

memungut sesuatu, membersihkan kebun, menyisir rambut, bangun dari tempat

tidur pada pagi hari, berjalan, dan berdiri (Gordon, 2002). Selain itu juga pasien

dengan rheumatoid arthritis mengalami kesulitan melakukan kegiatan normal

sehari-hari dalam hal berpakaian, berdandan, mencuci, menggunakan toilet,

Page 17: Farmakoterapi II Usman

menyiapkan makanan, dan melakukan pekerjaan rumah. Gejala-gejala

rheumatoid arthritis dapat juga menganggu kerja bagi orang banyak. Setengah

dari pasien-pasien rheumatoid tidak lagi mampu bekerja 10-20 tahun setelah

kondisi mereka didiagnosis.

BAB III

PENUTUP

Page 18: Farmakoterapi II Usman

1. KESIMPULAN

Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun yaitu kegagalan

suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri, yang membuat

respon kekebalan melawan sel dan jaringan miliknya sendiri. Atau dengan kata

lain sel itu akan menyerang dirinya sendiri. Selain auto imun Rheumatoid

Arthritis juga disebabkan oleh faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF)

yaitu immunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Karena

penderita juga mengandung IgG dalam serum, maka RF termasuk

autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui pasti,

walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG

memegang peranan yang penting pada rematik artritis (rheumatoid

arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF positif. Sebagian

besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA.

T U G A S

Page 19: Farmakoterapi II Usman

MATA KULIAH FARMAKOTERAPI II

‘’ RHEUMATOID ARTHRITIS ‘’

OLEH

NAMA : USMAN BUGIS NIM : 11 01 016

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASIMAKASSAR

2014