Faringitis Tht Pkm

33
Refrat FARINGITIS Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran Unsyiah RSUD dr. Zainoel Abidin – Puskesmas Meuraxa kota Banda Aceh Disusun oleh : Riantiara Putriza 0707101010049 BAGIAN FAMILY MEDICINE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN-PUSKESMAS MEURAXA 1

Transcript of Faringitis Tht Pkm

Refrat

FARINGITIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran Unsyiah

RSUD dr. Zainoel Abidin – Puskesmas Meuraxa kotaBanda Aceh

Disusun oleh :

Riantiara Putriza0707101010049

BAGIAN FAMILY MEDICINEFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN-PUSKESMAS MEURAXABANDA ACEH

2013

1

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

referensi artikel di bagian family medicine yang berjudul faringitis

Shalawat beriringan salam saya hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW

yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman Islamiyah juga

kepada sahabat dan keluarga beliau.

Ucapan terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada pembimbing, yang

telah membimbing penulis dan para staf bagian family medicine yang telah

memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya referensi artikel

ini.

Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah karya tulis.

Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan

beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

masukan terhadap tulisan ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, Februari 2013

Penulis

2

DAFTAR ISI

Halama

n

KATA PENGANTAR............................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 3

BAB II. ILUSTRASI KASUS................................................................. 5

BAB III.TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 8

BAB IV.KESIMPULAN......................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 24

3

BAB I

PENDAHULUAN

Faring atau tenggorokan adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan

hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi region : nasal, oral,

dan laring.

Nasofaring terletak disebelah posterior hidung dang di atas palatum mole.

Orofaring memuat fausial, atau palatin, tonsil. Laringofaring memanjang dar

tulang hyoid ke kartilago krikoid. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglottis.

Adenoid, atau tonsil faring, terletak dalam langit-langit nasofaring.

Tenggorok dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur

ini merupakan penghubung penting ke nodus limfe dagu menjaga tubuh dari

serangan organisme yang memasuki hidung dan tenggorok. Fungsi faring adalah

untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.

Infeksi jalan napasa atas merupakan kondisi umum yang mengenai

kebanyakan orang pada waktu tertentu. Beberapa dari kondisi tersebut adalah

akut, dengan gejala yang berlangsung lama atau terjadi secara berulang.

Jarang pasien dengan kondisi ini membutuhkan perawatan di rumah sakit,

namun demikian, perawat yang bekerja di pusat ambulantori atau fasilitas

perawatan jangka panjang dapat saja menghadapi pasien dengan infeksi ini dan

memberikan asuhan keperawatan untuk kondisi tersebut.

Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada

dewasa. Sekitar 15 – 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia

4 – 7 tahun, dan sekitar 10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi

pada anak usia <3 tahun. Penyebab tersering dari faringitis ini yaitu streptokokus

grup A, karena itu sering disebut faringitis GAS (Group A Streptococci). Bakteri

penyebab tersering yaitu Streptococcus pyogenes. Sedangkan, penyebab virus

tersering yaitu rhinovirus dan adenovirus.

4

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Nama : Reza

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 28 tahun

No kartu : 188/12

Alamat : Gp. Pie

Status : belum kawin

Pekerjaan : Swasta

Tanggal Pemeriksaan : 7 Februari 2013

A. Keluhan Utama : Nyeri menelan

B. Riwayat perjalanan penyakit :

Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan yang sudah dirasakan sejak

3 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan tenggorokan terasa nyeri dan panas,

serta pasien sulit menelan makanan, sudah 2 hari ini pasien hanya makan

bubur saja. Selain itu pasien junga mengeluhkan demam sebelumnya, dan

batuk pilek. Demam yang di keluhkan lebih sering di malam hari serta

demamnya tidak terlalu tinggi. Batuk juga tidak berdahak, kering dan

tenggorokan juga terasa gatal.

C. Genogram

5

Keterangan:

D. Riwayat Dahulu

Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal

F. Riwayat Kebiasaan Sosial

Paien seorang pedagang di pasar aceh, makan tidak teratur, suka

mengkonsumsi minuman yang dingin dan makan gorengan.

G. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : baik, compos mentis

Tanda Vital

oTekanan darah : 120/70 mmHg

oNadi : 87x/menit

oPernapasan : 20 x/menit

oSuhu : 37,3° C

Kepala : normal

6

PasienPerempuan, sehat

Menikah

Pasien(Sakit)

Laki laki, sehat

Mata : anemis(-/-), ikterik (-/-)

Hidung : Dalam batas normal

Telinga : Dalam batas normal

Mulut : arcus faring hiperemis (+), T2/T2

Leher : dalam bnatas normal, pembesaran KGB(-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : batas jantung kesan dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Paru

Inspeksi : simetris, Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Stream Fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler (+/+), rh(-/-), wh(-/-)

Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Perkusi : Tympani

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas

Oedem Akral dingin

7

H. Diagnosa Kerja

Faringitis

I. Planning Terapi :Non-medikamentosa:

Hindari minum es dan makan gorengan.

Banyak minum air putih

Istirahan yang cukup

Medikamentosa :

Paracetamol 3 x 500 mg Eritromisin 4x 500 mg Vit C 3x 1 Vit B 2x1

N. Prognosis

Dubia ad bonam

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat

infeksi maupun non infeksi.

B. Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong

dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan

ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler

ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga

setinggi vertebra servikalis ke-6.

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini

merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh

selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia

bukofaringeal.

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang

(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior,

media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan

berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot

bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama

lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah

untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.

9

Gambar 1. Otot-otot Faring dan Esofagus

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring,

Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring).

10

Gambar 2. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas

dari nasofaring ini antara lain :

- batas atas : Basis Kranii

- batas bawah : Palatum mole

- batas depan : rongga hidung

- batas belakang : vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan

beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral

faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke,

yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,

suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana,

foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan

11

Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus

os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring

dan laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :

- batas atas : palatum mole

- batas bawah : tepi atas epiglottis

- batas depan : rongga mulut

- batas belakang : vertebra servikalis

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior

faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula,

tonsil lingual dan foramen sekum.

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring.

Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu :

- batas atas : epiglottis

- batas bawah : kartilago krikodea

- batas depan : laring

- batas belakang : vertebra servikalis

Fisiologi Faring

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu

menelan, resonansi suara dan artikulasi.

Fungsi Menelan

menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses

memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking food

into the body through the mouth”.

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan

setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan

berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik

dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.

12

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut

ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut

disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut

sampai ke lambung.

Gambar 4. Proses Menelan

Fungsi Faring Dalam Proses Bicara

Percakapan  digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk

menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian

penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang

sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini

memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk

perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.

Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di

otak, dengan produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak.

13

Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara.

Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan

aliran berkesinambungan dari udara dengan volume  yang  cukup dan tekanan (di

bawah kontrol volunteer  adekuat) untuk phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi

dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan

peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara.

C. Etiologi

Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-

60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang

paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses

(±5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus,

Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-

Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya

faringitis. 1

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes

dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus

merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun,

ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis

yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium

diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema

pallidum, Mycobacterium tuberculosis.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang

menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin,

turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi

alkohol yang berlebihan.

D. Patogenesis

14

Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet

udara yang berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk

dan bersin. Jika bakteri ini hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan

bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini menyebabkan kerusakan

pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan jaringan ini

ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring.10 Periode inkubasi

faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 – 72 jam.

Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik

yang menyebabkan bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan.

Bercak tersebut terjadi sebagai akibat dari kumpulan darah pada pembuluh darah

yang rusak akibat pengaruh toksin.

Faktor risiko dari faringitis yaitu:

Cuaca dingin dan musim flu

Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular

melalui udara

Merokok, atau terpajan oleh asap rokok

Infeksi sinus yang berulang

Alergi

E. Klasifikasi Faringitis

1. Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan

menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan

sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus

influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.

15

Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit

berupa maculopapular rash. 1

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan

gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV)

menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.

Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan

hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan

nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak

faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak

lemah.

b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan

suhu yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak

16

tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di

permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum

dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada

penekanan. 1

Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan

dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :

- demam

- Anterior Cervical lymphadenopathy

- Tonsillar exudates

- absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien

tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3

maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan

17

bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group

A.5

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak

plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1

2. Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik

dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring

adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol,

inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab

terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena

hidungnya tersumbat.

a. Faringitis Kronik Hperplastik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk

yang bereak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa

dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan

lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak

rata dan berglanular.

b. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.

Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya

sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya

mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada

pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila

diangkat tampak mukosa kering.

18

E. Gejala klinis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada

mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan

tanda dan gejala-gejala seperti demam, anorexia, suara serak, kaku dan sakit

pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle

yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan

dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap

darah dan leukosit.

G. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang

cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan,

sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang

hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar

getah bening di leher.

H. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam

penegakkan diagnose antara lain yaitu :

- pemeriksaan darah lengkap

- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi

bakteri streptococcus group A

- Throat culture

Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi

terbatas.

I. Penatalaksanaan

19

Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup

dan berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus

metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis

60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan

pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. 1

Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya

streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000

U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari

selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin

4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah

menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid

yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-

anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat

bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk

berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik. 1

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan

melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau

dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur,

jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit

pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi

pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi

hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan

mulut.

Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi

radang tenggorokan antara lain :

1) cukup beristirahat

2) berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari

3) bagi perokok harus berhenti merokok 

4) banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi

20

5) minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik.

J. Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan

faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

K. Komplikasi

Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses

peritonsiler.

• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri

yaitu : sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia.

Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas

pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.

• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal

glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses

• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré

syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan

karsinoma nasofaring.

BAB IV

21

KESIMPULAN

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa

tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring,

hipofaring, tonsil dan adenoid.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita

faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya

daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang

berlebihan.

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada

mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan

tanda dan gejala-gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak,

kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir

palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan

nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai

peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis

faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan

temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher.

Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang

membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri

maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup

diberikan analgetik dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi

aktivitasnya. Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien

dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya sembuh dalam

waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media,

epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal.

Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis,

22

glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum,

limfogenik maupun hematogenik.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, Goerge L.1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta; 328-29.

2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. 1997. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.

3. Berhman, E. Richard dan Victor C.V.1992. Sistem pernafasan: Infeksi-infeksi Saluran Nafas Bagian Atas dalam: Nelson Ilmu Penyakit Anak Bagian 2. EGC. Jakarta; 297-98.

4. Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok: Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta; 118.

5. Nizar NW, Mangunkusumo E. 2000. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

6. Soemirat, Juli. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mata Press.

7. http://medicastore.com/penyakit/56/Faringitis_Radang_Tenggorokan.html 8. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/faringitis-_-

9510001038069. http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/respirasi-kedokteran-klinis/

faringitis-dan-laringitis/10. http://www.umm.edu/esp_ency/article/000655.htm 11. Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.

Jakarta: EGC.12. Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

24