Faringitis Tht Pkm
-
Upload
rahyuni-devilia-nofa -
Category
Documents
-
view
59 -
download
1
Transcript of Faringitis Tht Pkm
Refrat
FARINGITIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran Unsyiah
RSUD dr. Zainoel Abidin – Puskesmas Meuraxa kotaBanda Aceh
Disusun oleh :
Riantiara Putriza0707101010049
BAGIAN FAMILY MEDICINEFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN-PUSKESMAS MEURAXABANDA ACEH
2013
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referensi artikel di bagian family medicine yang berjudul faringitis
Shalawat beriringan salam saya hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman Islamiyah juga
kepada sahabat dan keluarga beliau.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada pembimbing, yang
telah membimbing penulis dan para staf bagian family medicine yang telah
memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya referensi artikel
ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah karya tulis.
Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan
beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
masukan terhadap tulisan ini demi perbaikan di masa yang akan datang.
Banda Aceh, Februari 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halama
n
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 3
BAB II. ILUSTRASI KASUS................................................................. 5
BAB III.TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 8
BAB IV.KESIMPULAN......................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 24
3
BAB I
PENDAHULUAN
Faring atau tenggorokan adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi region : nasal, oral,
dan laring.
Nasofaring terletak disebelah posterior hidung dang di atas palatum mole.
Orofaring memuat fausial, atau palatin, tonsil. Laringofaring memanjang dar
tulang hyoid ke kartilago krikoid. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglottis.
Adenoid, atau tonsil faring, terletak dalam langit-langit nasofaring.
Tenggorok dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur
ini merupakan penghubung penting ke nodus limfe dagu menjaga tubuh dari
serangan organisme yang memasuki hidung dan tenggorok. Fungsi faring adalah
untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.
Infeksi jalan napasa atas merupakan kondisi umum yang mengenai
kebanyakan orang pada waktu tertentu. Beberapa dari kondisi tersebut adalah
akut, dengan gejala yang berlangsung lama atau terjadi secara berulang.
Jarang pasien dengan kondisi ini membutuhkan perawatan di rumah sakit,
namun demikian, perawat yang bekerja di pusat ambulantori atau fasilitas
perawatan jangka panjang dapat saja menghadapi pasien dengan infeksi ini dan
memberikan asuhan keperawatan untuk kondisi tersebut.
Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada
dewasa. Sekitar 15 – 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia
4 – 7 tahun, dan sekitar 10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi
pada anak usia <3 tahun. Penyebab tersering dari faringitis ini yaitu streptokokus
grup A, karena itu sering disebut faringitis GAS (Group A Streptococci). Bakteri
penyebab tersering yaitu Streptococcus pyogenes. Sedangkan, penyebab virus
tersering yaitu rhinovirus dan adenovirus.
4
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama : Reza
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 28 tahun
No kartu : 188/12
Alamat : Gp. Pie
Status : belum kawin
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Pemeriksaan : 7 Februari 2013
A. Keluhan Utama : Nyeri menelan
B. Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan yang sudah dirasakan sejak
3 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan tenggorokan terasa nyeri dan panas,
serta pasien sulit menelan makanan, sudah 2 hari ini pasien hanya makan
bubur saja. Selain itu pasien junga mengeluhkan demam sebelumnya, dan
batuk pilek. Demam yang di keluhkan lebih sering di malam hari serta
demamnya tidak terlalu tinggi. Batuk juga tidak berdahak, kering dan
tenggorokan juga terasa gatal.
C. Genogram
5
Keterangan:
D. Riwayat Dahulu
Disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
F. Riwayat Kebiasaan Sosial
Paien seorang pedagang di pasar aceh, makan tidak teratur, suka
mengkonsumsi minuman yang dingin dan makan gorengan.
G. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : baik, compos mentis
Tanda Vital
oTekanan darah : 120/70 mmHg
oNadi : 87x/menit
oPernapasan : 20 x/menit
oSuhu : 37,3° C
Kepala : normal
6
PasienPerempuan, sehat
Menikah
Pasien(Sakit)
Laki laki, sehat
Mata : anemis(-/-), ikterik (-/-)
Hidung : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : arcus faring hiperemis (+), T2/T2
Leher : dalam bnatas normal, pembesaran KGB(-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kesan dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Paru
Inspeksi : simetris, Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Stream Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), rh(-/-), wh(-/-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas
Oedem Akral dingin
7
H. Diagnosa Kerja
Faringitis
I. Planning Terapi :Non-medikamentosa:
Hindari minum es dan makan gorengan.
Banyak minum air putih
Istirahan yang cukup
Medikamentosa :
Paracetamol 3 x 500 mg Eritromisin 4x 500 mg Vit C 3x 1 Vit B 2x1
N. Prognosis
Dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat
infeksi maupun non infeksi.
B. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong
dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan
ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler
ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga
setinggi vertebra servikalis ke-6.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh
selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal.
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior,
media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan
berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot
bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama
lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah
untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.
9
Gambar 1. Otot-otot Faring dan Esofagus
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring,
Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring).
10
Gambar 2. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas
dari nasofaring ini antara lain :
- batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral
faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke,
yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,
suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana,
foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan
11
Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus
os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring
dan laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula,
tonsil lingual dan foramen sekum.
Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring.
Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu :
- batas atas : epiglottis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis
Fisiologi Faring
Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu
menelan, resonansi suara dan artikulasi.
Fungsi Menelan
menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses
memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking food
into the body through the mouth”.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan
setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik
dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.
12
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut
ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut
disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut
sampai ke lambung.
Gambar 4. Proses Menelan
Fungsi Faring Dalam Proses Bicara
Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk
menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian
penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang
sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini
memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk
perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.
Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di
otak, dengan produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak.
13
Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara.
Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan
aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di
bawah kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi
dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan
peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara.
C. Etiologi
Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-
60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang
paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses
(±5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus,
Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-
Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya
faringitis. 1
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes
dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus
merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun,
ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis
yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium
diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema
pallidum, Mycobacterium tuberculosis.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang
menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin,
turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi
alkohol yang berlebihan.
D. Patogenesis
14
Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet
udara yang berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk
dan bersin. Jika bakteri ini hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan
bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini menyebabkan kerusakan
pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan jaringan ini
ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring.10 Periode inkubasi
faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 – 72 jam.
Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik
yang menyebabkan bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan.
Bercak tersebut terjadi sebagai akibat dari kumpulan darah pada pembuluh darah
yang rusak akibat pengaruh toksin.
Faktor risiko dari faringitis yaitu:
Cuaca dingin dan musim flu
Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular
melalui udara
Merokok, atau terpajan oleh asap rokok
Infeksi sinus yang berulang
Alergi
E. Klasifikasi Faringitis
1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan
sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus
influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.
15
Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit
berupa maculopapular rash. 1
Gambar 2.4. Viral Pharyngitis
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan
gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV)
menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan
nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak
faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak
lemah.
b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan
suhu yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak
16
tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di
permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum
dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada
penekanan. 1
Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan
dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :
- demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien
tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3
maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan
17
bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group
A.5
c. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak
plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1
2. Faringitis Kronik
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik
dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring
adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol,
inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab
terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena
hidungnya tersumbat.
a. Faringitis Kronik Hperplastik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk
yang bereak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa
dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan
lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak
rata dan berglanular.
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.
Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya
mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada
pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila
diangkat tampak mukosa kering.
18
E. Gejala klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada
mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan
tanda dan gejala-gejala seperti demam, anorexia, suara serak, kaku dan sakit
pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle
yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan
dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap
darah dan leukosit.
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang
cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan,
sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang
hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar
getah bening di leher.
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam
penegakkan diagnose antara lain yaitu :
- pemeriksaan darah lengkap
- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi
bakteri streptococcus group A
- Throat culture
Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi
terbatas.
I. Penatalaksanaan
19
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup
dan berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus
metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis
60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan
pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. 1
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000
U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari
selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin
4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah
menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid
yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-
anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat
bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk
berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik. 1
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan
melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau
dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur,
jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit
pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi
pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi
hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan
mulut.
Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
radang tenggorokan antara lain :
1) cukup beristirahat
2) berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari
3) bagi perokok harus berhenti merokok
4) banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi
20
5) minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik.
J. Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan
faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
K. Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses
peritonsiler.
• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri
yaitu : sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia.
Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas
pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.
• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal
glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses
• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré
syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan
karsinoma nasofaring.
BAB IV
21
KESIMPULAN
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa
tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring,
hipofaring, tonsil dan adenoid.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya
daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang
berlebihan.
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada
mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan
tanda dan gejala-gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak,
kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir
palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan
nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai
peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis
faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan
temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher.
Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang
membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri
maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup
diberikan analgetik dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi
aktivitasnya. Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien
dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya sembuh dalam
waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media,
epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal.
Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis,
22
glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum,
limfogenik maupun hematogenik.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam, Goerge L.1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta; 328-29.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. 1997. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.
3. Berhman, E. Richard dan Victor C.V.1992. Sistem pernafasan: Infeksi-infeksi Saluran Nafas Bagian Atas dalam: Nelson Ilmu Penyakit Anak Bagian 2. EGC. Jakarta; 297-98.
4. Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok: Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta; 118.
5. Nizar NW, Mangunkusumo E. 2000. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
6. Soemirat, Juli. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mata Press.
7. http://medicastore.com/penyakit/56/Faringitis_Radang_Tenggorokan.html 8. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/faringitis-_-
9510001038069. http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/respirasi-kedokteran-klinis/
faringitis-dan-laringitis/10. http://www.umm.edu/esp_ency/article/000655.htm 11. Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.
Jakarta: EGC.12. Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
24