Faktor Resiko , Patofisiologi Dan MK CA Colorectal Edit

16
Faktor Resiko 1. Polip Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker . Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma. Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik. Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan inflamatory polip. Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna; dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%. Gambar Adenomatous Polip

Transcript of Faktor Resiko , Patofisiologi Dan MK CA Colorectal Edit

Faktor Resiko

1. Polip

Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu

sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa,

pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif

kanker . Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan

perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif

karsinoma.

Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik. Non

neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik yaitu polip

hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan inflamatory

polip. Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna; dan

berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous

adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular adenoma,

10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.

Gambar Adenomatous Polip

Gambar Polip Neoplastik

Keterangan : (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C) tubulovillous adenoma, (D) karsinoma

pada tangkai tubular adenoma, (E) karsinoma invasif yang muncul dari sebuah villous adenoma.

2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

2.1 Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon, sekitar 1% dari

pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan kanker pada pasien ini

berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan

keaktifan dari ulseratif kolitis.

2.2 Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker

kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis.

3. Faktor Genetik

3.1 Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker

kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker

kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila

dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.

3.2 Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju mukosa kolon

yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar

berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari

sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Dua sindrom ini, dimana mempunyai

predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang berbeda, yaitu familial

adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).

FAP

Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi pada kromosom

5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat menggiring kepada kemungkinan

pembentukan kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun. Pada FAP yang telah berlangsung

cukup lama, didapatkan polip yang sangat banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi

polipektomi yang aman dan adekuat. Ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk melakukan

prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada bagian yang tersisa. Idealnya

prophylactic colectomy harus ditunda kecuali terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani

dengan aman. Prosedur pembedahan elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika

memungkinkan. Screening untuk polip harus dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP yang

diberi 400 mg celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip

sebesar 28%. Tumor lain yang mungkin muncul pada sindrom FAP adalah karsinoma papillary

thyroid, sarcoma, hepatoblastomas, pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari

FAP termasuk gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.

HNPCC

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II. Generasi multipel

yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur yang muda (±45 tahun), dengan

predominan lokasi kanker pada kolon kanan. Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal,

tumor pada HNPCC seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-cell,

reaksi yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada perifer inflitrasi

kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara tumor. Karsinogenesis yang

terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini adenoma kolon yang berukuran kecil dapat

menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun, bila dibandingkan dengan proses pada rata-rata kanker

kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10 tahun. Pasien dengan HNPCC mempunyai

kecenderungan untuk menderita kanker kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening

harus dimulai pada umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang pertama

kali terdiagnosa kanker kolorektal yang berhubungan HNPCC.

4. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat

berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian, meskipun

terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker

kolorektal. Dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel

disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin yang tak dapat

dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim

COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan

mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini

dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-

inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang

berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat

menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.

5 Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk

memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20

tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran

besar. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker

kolorektal.

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan asupan

energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah

menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan

penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker

kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara

aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan

meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

6 Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita adalah 61%

dan 56%. Peningkatan resiko kanker kolorektal meningkat sesuai dengan usia.

Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal :

1. Berusia > 50 tahun

2. Sindroma adenomatous popilposis ( familial, hamartomatous poliposis dan Peutz jagers sindrom)

3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

4. Inflamatory bowel disease

5. Riwayat menderita kanker kolorektal

6. Riwayat menderita polip kolrektal

Patofisiologi

Penyebab dari kanker kolorektal masih terus diselidiki. Mutasi dapat menyebabkan aktivasi

dari onkogen (k-ras) dan atau inaktivasi dari gen supresi tumor ( APC, DCCà deleted in colorectal

carcinoma, p53). Karsinoma kolorektal merupakan perkembangan dari polip adenomatosa dengan

akumulasi dari mutasi ini.

Gambar Perkembangan menuju karsinoma

Defek pada gen APC yang merupakan pertama kali dideskripsikan pada pasien dengan FAP.

Dengan meneliti dari populasi ini, maka karakteristik mutasi dari gen APC dapat diidentifikasi.

Mereka sekarang diketahui ada dalam 80% kasus sporadik kanker kolorektal. Gen APC merupakan

gen supresi tumor. Mutasi pada setiap alel diperlukan untuk pembentukan polip. Mayoritas dari

mutasi ialah prematur stop kodon yang menghasilkan truncated APC protein. Inaktivasi APC

sendiri tidak menghasilkan karsinoma. Akan tetapi, mutasi ini menyebabkan akumulasi kerusakan

genetik yang menghasilkan keganasan. Tambahan mutasi pada jalur ini ialah aktivasi onkogen K-

ras dan hilangnya gen supresi tumor DCC dan p53.

K-ras diklasifikasikan sebagai proto onkogen karena mutasi 1 alel siklus sel. Gen K-ras

menghasilkan produk G protein yang akan menyebabkan transduksi signal intraceluler. Ketika aktif,

K-ras berikatan dengan guanosine triphosphate (GTP) yang dihidrolisis menjadi guanosis

diphosphate (GDP) kemudian menginaktivasi G protein. Mutasi K-ras menyebabkan

ketidakmampuan dalam hidrolisis GTP yang menyebabkan G protein aktiv secara permanen. Hal

ini yang menyebabkan pemecahan sel yang tidak terkontrol.

DCC ialah gen supresi tumor dan kehilangan semua alelnya diperlukan untuk degenerasi

keganasan, mutasi DCC terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma kolorektal dan memiliki

prognosis negatif. Gen supresi tumor p-53 sudah banyak dikarakteristikan dalam banyak keganasan.

Protein p53 penting untuk menginisiasi apoptosis dalam sel pada kerusakan genetik yang tidak

dapat diperbaiki. Mutasi p53 diperlihatkan dalam 75% kasus.

Gambar Perubahan genetik dan gambaran klinis

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus)

dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan

normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan

menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).

Neoplasma primer à adenokarsinoma

Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :

1. Tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol kedalam lumen usus, berbentuk kembang

kol dan ditemukan terutama di daerah sekum dan kolon asendens.

2. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,

terutama ditemukan di daerah kolon desendens, sigmoid dan rektum.

3. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum.

Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

Berbagai varian gambaran histopatologi kanker kolorektal berdasarkan klasifikasi World

Health Organization:

- Mucinous adenocarcinoma

- Signet ring cell adenocarcinoma

- Adenoskuamous carcinoma

- Squamous carcinoma

- Choriocarcionma

- Medullary carcinoma

Manifestasi klinis

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah

yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, kolon

ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior yang

memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan

bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik.

Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.

Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal ialah air.

Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum terdiagnosa. Pasien

sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi

dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan

perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung

empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.

Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses ialah

semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang menyebabkan

gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB. Pendarahan dari anus

sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau

hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan darah atau feses.

Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan seringkali

terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien dengan perdarahan

rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan.

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan

pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker.

Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah

keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah.

Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut

dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia

dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga

dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis.

Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda

pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang

sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal

Kolon kanan :

- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia

- Tes darah samar pada feses

- Gejala dispepsia

- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten

- Teraba massa abdominal

Kolon kiri :

- Gangguan pola buang air besar

- Darah makro pada feses

- Gejala obstruksi

Rektum :

- Pendarahan per rektal

- Gangguan pola buang air

- Adanya sensasi tidak lampias

- Teraba tumor intrarectal

Tabel Gambaran klinis karsinoma kolorektal

KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM

ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis

NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi

DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus menerus

OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu

DARAH PADA

FESES

Samar Samar/makroskopik Makroskopik

FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk

DISPEPSIA Sering Jarang Jarang

ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat

MEMBURUKNYA

KEADAAN UMUM

Hampir selalu Lambat Lambat

Staging tumor menurut TNM

Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan dalamnya penetrasi

tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau metastasis jauh. Semua

variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya diperhatikan oleh

Dukes.

Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan kedalaman

penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada tidaknya metastase

jauh.

Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah bening (KGB)

dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih dalam namun tidak menyebar

ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0). Bila tumor terbatas sampai lapisan

muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila tumor menginfiltrasi serosa dan KGB disebut

stadium C (TXN1M0), bila terdapat status anak sebar di hati, paru, atau tulang mempertegas stadium

D (TXNXM1). Bila status metastasis belum dapat dipastikan maka sulit menentukan stadium. Oleh

karena itu, pemeriksaan mikroskopik terhadap spesimen bedah sangat penting dalam menentukan

stadium. Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah pembedahan sehingga

harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator kesembuhan. Indikator buruknya prognosis

prognosis kanker kolorektal setelah menjalani operasi.

Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau ke hati

melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering mendapat anak sebar

kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang rekuren disertai metastase ke hati dan

duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan metastase ke hati pada waktu meninggal. Kanker

kolorektal jarang bermetastasis ke paru. KGB superklavikula tulang atau otak tanpa ditemukan anak

sebar di hati terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat terletak di distal rektum, sel

tumor dapat menyebar melalui pleksus vena paravertebra kemudian dapat mencapai paru atau KGB

superklavikula tanpa melalui sistem vena porta. Rata-rata harapan hidup setelah ditemukan

metastase berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan gangguan pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil

di hati yang ditandai oleh peningkatan CEA dan gambaran CT-scan).

T – Tumor primer

Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai

T0: Tidak ada tumor primer

Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial

T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa

T2: Invasi tumor di lapisan otot propria

T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik yang

tidak dilapisi peritoneum atau perirektal

T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau peritoneum viseral.

Gambaran kedalaman tumor

N – Kelenjar limfe regional

Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional

N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau pada

kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).

M – Metastase jauh

Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0: Tidak ada metastase jauh

M1: Terdapat metastase jauh6

Tabel Stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal

Stadium Deskripsi histopatologis

Bertahan 5 tahun (%)Dukes TNM Derajat

A T1N0M0 I Kanker terbatas pada

mukosa/submukosa

>90

B1 T2N0M0 I Kanker mencapai muskularis

85

B1 T3N0M0 II Kanker cenderung masuk atau

melewati lapisan serosa

70-80

C TxN1M0 III Metastasis 35-65D TxNxM1 IV 5

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and anus. In Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.

Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.