CA Colorectal 3

65
BAB I PENDAHULUAN Karsinoma disebut juga tumor ganas epithelial, dan merupakan keganasan terbanyak pada saluran gastrointestinal. 1 Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang memanjang dari sekum hingga rektum. Sebagian besar kanker kolorektal berasal dari adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah neoplasma ganas epitelial dengan sel-sel penyusunnya identik struktural bahkan kadang fungsional dengan sel epitel kelenjar normal pasangannya apokrin, ekrin, endokrin, dan kelenjar parenkim 2 Kanker kolorektal merupakan keganasan pada saluran gastrointestinal terbanyak di Amerika, dimana menjadi urutan ke-3 dari semua kejadian kanker. Dari 147.000 kasus yang terdeteksi, 57.000 diantaranya meninggal, atau 10-15% dari akumulasi kematian yang diakibatkan oleh kanker kolorectal pada tahun 2004. 1 Insidens karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara Barat, perbandingan insidens laki-laki : 1

description

ca kolorektal

Transcript of CA Colorectal 3

Page 1: CA Colorectal 3

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma disebut juga tumor ganas epithelial, dan merupakan keganasan

terbanyak pada saluran gastrointestinal.1 Karsinoma kolon adalah tumor ganas

epitelial pada usus besar yang memanjang dari sekum hingga rektum. Sebagian

besar kanker kolorektal berasal dari adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah

neoplasma ganas epitelial dengan sel-sel penyusunnya identik struktural bahkan

kadang fungsional dengan sel epitel kelenjar normal pasangannya apokrin, ekrin,

endokrin, dan kelenjar parenkim2

Kanker kolorektal merupakan keganasan pada saluran gastrointestinal

terbanyak di Amerika, dimana menjadi urutan ke-3 dari semua kejadian kanker.

Dari 147.000 kasus yang terdeteksi, 57.000 diantaranya meninggal, atau 10-15%

dari akumulasi kematian yang diakibatkan oleh kanker kolorectal pada tahun

2004.1

Insidens karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian

juga angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih

banyak pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara

Barat, perbandingan insidens laki-laki : perempuan = 3 : 1, kurang dari 50%

ditemukan di rektosigmoid, dan merupakan penyakit orang usia lanjut.3

Mortalitas operatif karsinoma kolorektal banyak mengalami penurunan

karena makin membaiknya pemahaman terhadap preparasi usus preoperatif,

pemberian antibiotika yang tepat, perbaikan teknik – teknik operasi, tersedianya

transfusi darah, makin membaiknya penanganan anestesi dan sistem pendukung

paska operatif. 4

1

Page 2: CA Colorectal 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kolon dan Rektum1,4,5

2.1.1. Kolon

Kolon mempunyai panjang ± 1,5 meter dan terbentang dari ileum

terminalis sampai dengan anus. Diameter terbesarnya ± 8,5 cm dalam sekum,

berkurang menjadi ± 2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih

berdilatasi dalam rektum. Kolon terdiri dari 6 bagian yaitu sekum, kolon asenden,

kolon transversum, kolon desenden, sigmoid dan rectum, dengan katup ileosekal

pada kranialnya, untuk mencegah refluks dan linea dentate dari anus pada ujung

kaudal. Bagian asendens dan desendens di retroperitoneum, tapi kolon

sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di

intraperitoneum.

Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut

taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus

tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra.

Batas antara kolon dan rectum tampak jelas karena pada rectum ketiga taenia

tidak tampak lagi. Batas ini terletak di bawah promontorium, ±15 cm dari anus.

2

Page 3: CA Colorectal 3

Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon

kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon

asendens, transversum, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan

tajam yaitu fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi

krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S.

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi, yaitu : tunika serosa,

tunika muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa

membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel

selapis toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam

sepertiga bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di

keseluruhan kolon. Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus

mienterikus (Auerbach) terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum

sirkulasi.

Appendiks memiliki massa dari jaringan limfe yang merupakan bagian

dari MALT (mucosa associated lymphatic tissue) memiliki hubungan yang sangat

erat dengan system imun tubuh. Namun ia memiliki infrastruktur yang penting

yaitu suatu struktur yang memberikan lokasi ideal bagi bakteri untuk

berakumulasi dan berkembang biak. Masalah yang paling umum pada regio kanan

bawah adalah inflamasi appendiks dan bila pecah akan menjadi peritonitis.

Walaupun gejalanya sangat bervariasi namun nyeri perut kanan bawah adalah

yang paling khas dan perlu diingat bahwa salah satu predisposisi karsinoma

adalah proses infeksi dan inflamasi yang berulang-ulang. Beberapa kasus dari

nyeri di abdomen sering sekali dianggap appendisitis namun ternyata oleh karena

invasi cacing-cacing parasitik yang sering dijumpai pada penduduk di Amerika

Utara yang mengkonsumsi daging setengah matang.

Suplai darah kolon terutama melalui arteria Mesenterika Superior dan

arteri Mesentrika Inferior, yang mana berhubungan dengan watershed area di

flexura splenikus (artery of Drummond). Arteri mesenterika superior ada tiga

cabang utama : (1) arteri ileokolika, (2) Kolika dekstra dan (3) kolila media.

Arteria mesenterikan inferior bercabang ke arteria kolika sinistra, hemoroidalis

superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing mempunyai anatomis dengan

3

Page 4: CA Colorectal 3

arteria terdekat, yang membentuk pembuluh darah kontinyu di sekeliling

keselurahan kolon.

Drainase vena kolon sejajar sistem arteria, tetapi tidak memasuki sistem

venakava inferior. Vena mesenterika superior dan inferior bergabung dengan vena

splenika untuk membentuk vena porta dan berdrainase ke hati. Pembuluh vena

kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan melalui v.

mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.

mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Keduanya

bermuara ke dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui v. lienalis.

Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar

yang berasal dari keganasan rectum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan

yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada batas rektum dan anus terdapat

banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistem

pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria

regional ke nodi limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan

inferior. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan

kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat

pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai

lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis

dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan

retroperitoneal pada a. kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar

regional di regio inguinalis.

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus

dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus.

Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua

bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal

dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada

apendisitis akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut

4

Page 5: CA Colorectal 3

kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid berasal dari usus

belakang terasa mula di hipogastrium atau di bawah pusat dan nyeri perut. 1,5,6

2.1.2 Rektum 1,4,5

Rektum seluruhnya terbungkus dalam serat otot longitudinal, kemudian

dilanjutkan oleh kanalis analis, dimana sfingter eksterna dari otot volunter

memberikan selubung tambahan. Otot levator ani membentuk sudut 600-1050 pada

orang normal dari sambungan rektoanal depan, sarafnya mensuplai sisi atasnya,

oleh karena itu dapat rusak akibat peregangan otot yang luas misalnya pada waktu

persalinan.

5

Page 6: CA Colorectal 3

Kolorektum dilapisi oleh epitel kolumnar sejauh linea dentata pada

pertengahan kanalis analis kemudian dilanjutkan oleh epitel squamosa sensitive

yang berlanjut pada perineum. Kelenjar submukosa analis dapat meluas secara

dalam ke sfingter dan jika terinfeksi maka dapat mengakibatkan abses perianal

dan fistula.

Pada pelvis, setinggi vertebra sakralis ketiga, kolon sigmoid bergabung

dengan rektum, lalu berjalan dari posteroinferior didepan sakrum. Secara natural

orientasi dari rektum diperiksa dengan jari melalui dinding rektum anterior. Hal

ini disebut eksaminasi rektal (rektal = lurus). Selain itu rektum memiliki kurva

lateral tiga buah, dimana di bagian internal ditampilkan sebagai lapisan

transversal disebut katub rektal. Katub ini memisahkan feses dari flatus, yang

menghentikan feses dan membuat gas saja yang keluar.

Bagian anus, yang terakhir dari usus besar terletak eksternal pada kavum

abdominopelvis. Kira-kira 3 cm panjangnya, dengan saluran anus berawal dari

rektum mempenetrasi muskulus levator ani dari pelvis dan membuka kebagian

badan eksterior dari anus. Saluran anal memiliki dua buah spingter, yaitu spingter

internal, tidak disadari (involuntary) dan spingter ekternal yang terdiri dari otot

skeletal. Spingter, bekerja seperti dompet yang membuka dan menutup anus

kecuali pada saat defekasi. Letak karsinoma kolorektal sekitar 70-75% terletak

pada rectum dan sigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip, colitis ulserosa,

dan colitis amuba kronik.

2.2. Fisiologi Kolon dan Rektum6

6

Page 7: CA Colorectal 3

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi

mucus, serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-

1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml yang dikeluarkan

sebagai feses setiap harinya.

Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon transversum. Kolon

yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5 liter air, 403 m.Eq Na

dan 462 m.Eq Cl. Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45 m.Eq K dan 259

m.Eq bikarbonat. Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada kiriman yang

berlebihan dari ileum maka akan terjadi diare.

Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.

Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat

yang lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak.

Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu

pembentukan flatus di kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses,

sedangkan zat lainnya diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan

diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.

Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan

CO2 di dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan

gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam

usus mencapai 500 ml sehari. Makanan yang mudah membentuk gas : kacang

mengandung karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Sekresi di kolon ialah cairan

kental yang banyak, terjadi di dalam mukus dengan PH 8,4. cairan mukus terdiri

atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik bikarbonat maupun amilase,

maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan normal tidak ada laktase,

protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan melindungi mukosa kolon.

Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan. Rangsangan

pada nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar sekresi.

Rangsangan simpatikus serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi. Usus

besar juga mempunyai fungsi ekskresi mineral missal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe.

Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang tidak

dapat dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein

7

Page 8: CA Colorectal 3

dan lain-lainnya. Zat-zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti

bubur. Pada kolon desendens mulai menjadi padat, kemudian dikumpulkan di

kolon sigmoideum dan sampai di ampula rekti sehingga pada suatu waktu terjadi

rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi. Berat akhir feses yang

dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari

residu makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan

mineral yang tidak diabsorbsi. Pleksus saraf intrinsik pada dasarnya

bertanggungjawab terhadap kontraksi kolorektal. Pleksus intrinsik dibawah

pengaruh hormon usus dan hormon lain misalnya, kolesitokinin, motilin, peptida

intestinal vasoaktif dan ketokolamin yang konsentrasi sirkulasinya bervariasi

secara bermakna mempengaruhi aktifitas kontraksi. Maka sesudah makan

motilitas meningkat dengan jelas, mungkin karena aktifitas kolesitokinin

sementara itu pleksus saraf intrinsik juga memberikan efek yang nyata. Tidur

menurunkan aktifitas kolon cukup besar yang segera meningkat pada waktu

bangun. Stress mental meningkatkan kontraktilitas. Makanan yang mengandung

banyak serat meembantu mempertahankan air dan meningkatkan massa feses

sehingga membantu defekasi.

Karsinoma Kolorektal

2.3 Definisi

Karsinoma disebut juga tumor ganas epithelial, dan merupakan keganasan

terbanyak pada saluran gastrointestinal. Berdasarkan dari jaringan kelenjar

endodermal, adenokarsinoma dan varian histopalogik nya 90 – 95% semua adalah

keganasan dari kolorektal. Secara makroskopis, kebanyakan kanker kolorektal

memiliki polypoid atau ulcerative – infiltrating, tetapi kombinasi juga sering.1

Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang

memanjang dari sekum hingga rektum. Sebagian besar kanker kolorektal berasal

dari adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah neoplasma ganas epitelial dengan

sel-sel penyusunnya identik struktural bahkan kadang fungsional dengan sel epitel

kelenjar normal pasangannya apokrin, ekrin, endokrin, dan kelenjar parenkim.2

8

Page 9: CA Colorectal 3

2.4 Epidemiologi

Kanker kolorektal merupakan keganasan pada saluran gastrointestinal

terbanyak di Amerika, dimana menjadi urutan ke-3 dari semua kejadian kanker.

Dari 147.000 kasus yang terdeteksi, 57.000 meninggal, atau 10-15% dari

akumulasi kematian yang diakibatkan oleh kanker kolorectal pada tahun 2004.2

Insidens karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian

juga angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih

banyak pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara

Barat, perbandingan insidens laki-laki : perempuan = 3 : 1, kurang dari 50%

ditemukan direktosigmoid, dan merupakan penyakit orang usia lanjut.3

2.5 Etiologi

Karsinoma kolorektal bisa dimulai dari malignansi polip kolon, selain itu

radang kolon seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba juga memiliki faktor

resiko yang tinggi terjadinya pembentukan karsinoma kolorektal.7

Penyakit kanker kolorektal merupakan hasil interaksi yang kompleks

antara faktor gen dan faktor lingkungan. Kanker kolorektal akibat faktor genetik

sering berbentuk sebagai sindroma herediter seperti Familial Adenomatous

Polyposis (FAP) dan Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPC).

Kanker kolorektal sporadik merupakan kanker yang muncul setelah melewati

rentang waktu yang sangat panjang yang biasanya merupakan akibat dari faktor

9

Page 10: CA Colorectal 3

lingkungan sehingga dapat menimbulkan suatu perubahan genetik yang

berkembang menjadi kanker. Kanker kolorektal jenis sporadik dan herediter ini

tidak muncul secara mendadak melainkan sejak awalnya dapat diidentifikasikan

sebagai bentuk adenoma displasia pada mukosa kolon.8

Skema perubahan morfologik dan molekuler pada sekuensi adenoma-karsinoma

Faktor Genetik

Ada dua mekanisme akibat faktor genetik yang dapat menyebabkan kanker

kolorektal yakni: 8

a. Jalur APC/ β – katenin atau Instabilitas Kromosom

Adenoma Poliposis Coli (APC) atau instabilitas kromosom ini dapat

menyebabkan akumulasi bertahap mutasi diserangkaian onkogen dan gen

penekan tumor. Perubahan sel disepanjang perjalanan kanker kolon ini

dapat dibedakan stadiumnya berdasarkan perubahan morfologinya yang

biasa dikenal sebagai sekuensi adenoma – karsinoma. Pada awal

pembentukan terjadi proliferasi sel epitel kolon selanjutnya akan

membentuk adenoma kecil yang secara progresif membesar menjadi lebih

diplastik dan akhirnya berkembang menjadi sel kanker yang invasif.

Proses genetik yang berperan yaitu:

- Hilangnya gen penekan tumor APC

10

Page 11: CA Colorectal 3

APC atau Adenoma Poliposis Coli secara normal akan meningkatkan

penguraian β-katenin, ketika protein APC tidak berfungsi lagi maka β-

katenin akan menumpuk berpindah ke nukleus dan mengaktifkan

transkripsi beberapa gen yang dapat meningkatkan proliferasi sel

kolon. Hal ini diperkirakan merupakan kejadian yang paling awal

terbentuknya adenoma dikolon. Mutasi APC ini terdapat pada 80%

kejadian kanker kolon sporadik.

- Mutasi K – ras

Mutasi K-ras terjadi setelah hilangnya APC. Ras yang bermutasi akan

teperangkap dalam keadaan aktif dan mengeluarkan sinyal mitotik

sekaligus mencegah apoptosis. Gen ini mengalami mutasi pada kurang

dari 10% adenoma yang ukurannya kurang dari 1 cm, pada 50%

adenoma yeng lebih besar daripada 1 cm, dan 50% karsinoma.

- Delesi kromosom 18q21

Hilangnya gen penekan kanker putatif 18q21 terdapat pada 60% - 70%

kanker kolon. Diketahui ada tiga gen yang terletak pada kromosom ini

yakni:

1. DCC (deleted in colon cancer)

Pada karsinoma kolorektal terjadi delesi pada gen ini

2. DPC4/ Smad4 (deleted in pancreas cancer4/ tumor supressor of

pancreatic cancer)

Pada karsinoma pankreas terjadi delesi pada gen ini

3. Smad2

Belum jelas gen mana yang terlibat pada karsinogenesis kolon.

DCC berfungsi mengkode suatu molekul perekat sel disebut netrin

– 1, yang berperan dalam fungsi akson. DPC4/ SMAD4 dan

SMAD 2 mengkode komponen – komponen jalur sinyal

transforming growth factor-β (TGF-β). Karena hilangnya sinyal

TGF-β memungkinkan sel tumbuh tak terkendali.

- Hilangnya TP53 (tumor protein 53)

11

Page 12: CA Colorectal 3

Hilangnya gen penekan tumor ditemukan pada 70-80% kanker kolon,

kehilangan serupa jarang ditemukan pada adenoma, yang

menggambarkan bahwa mutasi gen TP53 terjadi pada kanker

kolorektal.

b. Lesi Genetik di DNA mismatch repair genes

Jalur ini berperan pada 10-15% kasus sporadik. Adanya gangguan

perbaikan DNA yang disebabkan inaktivasi gen perbaikan ketidakcocokan

DNA merupakan hal yang sangat mendasar mengawali proses

pembentukan kanker kolorektum. Mutasi herediter pada satu dari lima gen

perbaikan ketidakcocokan DNA seperti MSH2, MSH6, MLH1, PMS1,

PMS2 menyebabkan timbulnya karsinoma kolon nonpoliposis herediter

(HNPCC). Hilangnya gen ini menghasilkan keadaan hypermutable dimana

sel mikrosatelit menjadi tidak stabil selama replikasi DNA yang

menyebabkan perubahan dan pengulangan pengkodean yang luas.

Instabilitas mikrosatelit ini sering ditemukan pada polip hiperplastik disisi

kanan kolon yang bersifat prakanker tumor yang terbentuk dengan jalur

ini, dan memperlihatkan bentuk morfologi yang khas yakni lokasinya yang

di kolon proksimal, bentuk histologi yang musinosa, dan adanya infiltrasi

oleh limfosit, dan secara umum tumor yang terbentuk melalui jalur ini

memiliki prognosis yang lebih baik.1

Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum.

Tipe polipoid dan vegetatif, tipe ini tumbuh dengan menonjol kedalam

lumen usus, lalu akan membentuk bunga kol dan sering ditemukan di

daerah sekum dan kolon ascenden. Tipe sikrus,tipe ini dapat menyebabkan

stenosis sehingga kolon akan obstruksi dan sering ditemukan pada bagian

kolon descenden, sigmoid dan rektum. Yang terakhir merupakan tipe

ulseratif, tipe ini terjadi akibat adanya nekrosis dibagian sentral dekat

rektum. Pada tahap yang lebih lanjut, sebagian karsinoma kolon akan

mengalami ulserasi menjadi tukak maligna. 1

Colitis ulserosa

12

Page 13: CA Colorectal 3

Colitis ulserativa sering juga menyebabkan kanker kolon dan paling

banyak di segmen proksimal dari kolon. Dimulai dengan mikroabses pada kripta

mukosa kolon dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut

membentuk pseudopolip yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus.

Perjalanan penyakit yang sudah lama, berulang-ulang dan lesi luas disertai adanya

pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap kanker. 9

Poliposis familial

Gejala poliposis familial adalah berat dan biasanya mengalami degenerasi

maligna. Bila telah berubah menjadi maligna maka tumor akan tumbuh menjadi

besar dan berwarna lebih gelap dan mungkin mengalami ulserasi. Bentuk polip ini

biasanya mirip dengan polip adenomatosum bertangkai atau berupa polip sesil,

akan tetapi multipel dan tersebar pada mukosa kolon. Dalam jangka waktu 10-20

tahun dapat mengalami degenerasi menjadi kanker kolon. Adanya kanker kolon

pada umur muda kemungkinan berasal dari pertumbuhan poliposis. Sebagian dari

poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare,

sekresi lendir yang menggangu penderita. 9

Polip Adenomatosum

Biasanya berukuran kecil kurang dari 1 cm terdiri dari tiga bagian yaitu

puncak, badan dan tangkai. Masing-masing bagian dibentuk dari sedikit kelenjar

sel goblet dilapisi oleh epitel silinder dengan jaringan ikat stroma. Pada kondisi

polip demikian jarang ditemukan kanker. Akan tetapi semakin bertambah ukuran

polip, resiko perubahan sel epitel mulai dari derajat atipik sampai anaplasia

semakin tinggi. Pada polip dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai

adanya kanker. Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan

keganasan. Perubahan dimulai dari puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa

maupun pada epitel kelenjar, meluas kebagian badan dan basis tangkai polip.9

Adenoma Vilosum

13

Page 14: CA Colorectal 3

Terbanyak dijumpai di daerah rektosigmoid dan biasanya berupa massa

papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan

basis polip. Pada kelainan ini resiko terhadap kanker lebih sering dibanding

dengan polip adenomatosum. Pada lebih kurang 30% adenoma vilosum

ditemukan area kanker. Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, resiko

menjadi kanker adalah 45%. Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden

kanker. Seperti juga pada polip adenomatosum perubahan dimulai didaerah

permukaan, meluas pada dareah basis dan invasi pada submukosa kolon atau

rektum. Biasanya adenoma vilosum memproduksi lendir yang mengandung

banyak elektrolit terutama kalium, mengakibatkan kemungkinan hipokalemi.

Neoplasma ini ditemukan biasanya karena banyak mengeluarkan lendir dengan

atau tanpa darah.9

2.6 Faktor Risiko9

Diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat meningkatkan pertumbuhan

kuman – kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis clostridium dan bakteroides.

Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu sekunder, yang dapat

merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara simultan

berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang potensial

karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen) dari

amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak

hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan

memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan

ini mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet

rendah serat sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta

sayur-sayuran yang mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai

efek anti kanker.

14

Page 15: CA Colorectal 3

Faktor Lingkungan

Risiko terkena kanker kolorektal meningkat pada orang yang berpindah

dari tempat yang memiliki kejadian kanker kolorektal yang rendah ke tempat yang

memiliki kejadian kanker kolorektal yang tinggi, hal ini dikaitkan dengan pola

makan penduduknya.8 Faktor makanan yang mendapatkan perhatian untuk

meningkatkan kejadian kanker kolorektal adalah, makanan yang rendah

kandungan serat dan sayuran sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh, makanan

yang memiliki kadar karbohidrat murni tinggi, makanan yang memiliki kadar

lemak tinggi, dan makanan yang memiliki kadar mikronutrien protektif seperti

vitamin A, C dan E yang rendah. Penurunan konsumsi serat dapat mengurangi

masa tinja sehingga terjadi peningkatan retensi tinja didalam usus, dan

menyebabkan perubahan flora bakteri dalam usus. Karenanya akan terjadi

peningkatan konsentrasi produk sampingan oksidatif yang toksik yang tertahan

berkontak lebih lama di mukosa kolon. Peningkatan konsumsi lemak dapat

menyebakan peningkatan sintesis kolesterol dan asam empedu oleh hati yang

nantinya akan diubah menjadi bahan karsinogen potensial oleh bakteri usus.

Kurang asupan mikronutrien protektif berhubungan dengan pembersihan radikal

oksigen di usus yang menurun.9 Meskipun dugaan – dugaan ini belum terbukti

namun diketahui bahwa masyarakat yang mengkonsumsi ikan laut memiliki

insiden penyakit kanker kolon yang rendah, sedangkan peminum alkohol dapat

meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal 10

Beberapa faktor resiko lain yang dapat meningkatkan terjadinya kejadian

karsinoma kolorektal adalah aktifitas fisik. Untuk mengurangi resiko ini maka

American Cancer Society menganjurkan untuk melakukan olahraga sedang

selama lebih dari atau sama dengan 30 menit sehari selama lima kali dalam

seminggu. Dengan latihan ini angka resiko kejadian karsinoma kolorektal dapat

diturunkan sebesar 50%.1

Beberapa penelitian ada juga yang menyebutkan bahwa pemakaian aspirin

dan NSAID lain memiliki efek protektif terhadap kejadian kanker kolon.

15

Page 16: CA Colorectal 3

Perempuan yang mengkonsumsi tablet aspirin memperlihatkan penurunan

insidensi kanker kolon. Mekanisme yang terjadi kemungkinan akibat adanya

apoptosis pada sel tumor dan inhibisi angiogenesis. Efek yang kemungkinan

akibat diperantarai oleh inhibisi siklooksigenase – 2 (Cox – 2). Enzim dalam jalur

sintesis prostaglandin sepertinya dapat meningkatkan angiogenesis dengan

meningkatkan produksi faktor pertumbuhan endotel vaskuler (VEGF: Vascular

Endotel Growth Factor). 1

Tabel 2.1. Faktor Lingkungan yang Berperan pada Karsinogenesis Kanker Kolorektal1

1. Probably Related- Konsumsi diet lemak tinggi- Konsumsi diet lemak rendah

2. Possibly Related- Karsinogen dan mutagen- Heterocyclic amines- Hasil metabolisme bakteri- Bir dan konsumsi alkohol- Diet rendah selenium

3. Probably protektif- Konsumsi serat tinggi- Diet kalsium- Aspirin dan OAINS- Aktivitas fisik (BMI rendah)

4. Possibly protektif- Sayuran hijau dan kuning- Makanan dengan karoten tinggi- Vitamin C dan E- Selenium- Asam folat

5. Cyclooxgenase-2 (COX-2) Inhibitor6. Hormone Replacement Therapy (estrogen)

2.7 Letak3

Sekitar 70-75% karsinoma kolon dan rectum terletak pada rectum dan

sigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip colitis ulserosa dan colitis amuba

kronik.

16

Page 17: CA Colorectal 3

2.8 Patologi11

Penyakit kanker mengenai sel sebagai unit dasar kehidupan. Sel akan

tumbuh dan membelah untuk mempertahankan fungsi normalnya, tetapi kadang-

kadang pertumbuhan ini diluar kontrol sehingga sel terus membelah meskipun sel-

sel baru tersebut tidak diperlukan. Pertumbuhan yang berlebihan ini dapat

merupakan suatu keadaan prekanker, contohnya adalah polip di daerah usus besar.

Setelah melalui periode panjang, polip ini dapat menjadi ganas. Pada keadaan

lanjut, kanker ini dapat menembus dinding usus besar dan menyebar melalui

saluran pembuluh getah bening.

Hampir semua karsinoma kolon rektum berasal dari polip, terutama polip

adenomatus. Ini disebut adenoma-carsinoma sequence. Menurut P. Deyle,

perkembangannya dibagi atas 3 fase. Fase pertama yaitu fase karsinogen yang

bersifat rangsangan. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor, fase ini tidak

menimbulkan keluhan atau fase tumor asimtomatis. Kemudian fase ketiga dengan

timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan tersebut timbulnya

17

Page 18: CA Colorectal 3

perlahan-lahan dan tidak sering, biasanya penderita merasa terbiasa dan baru

memeriksakan dirinya ke dokter setelah memasuki stadium lanjut.

Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma

yang berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai

struktur glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi

pembengkakan sel kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang

mengalami mitosis. Pada bentuk yang kurang berdiferensiasi sel-sel epitel terlihat

didalam kolumna atau massa. Dasar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi

dari pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pada pertumbuhan anaplastik kadang

terlihat signet ring cell (inti mendesak ke arah sel).

Perubahan yang terjadi selama evolusi karsinoma kolorektal dapat dilihat

pada gambar dibawah ini :

18

Page 19: CA Colorectal 3

2.9 Klasifikasi1,9,12

Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi

menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infilltrasi karsinoma di dinding

usus, yaitu :

- Dukes A : dalamnya infilltrasi; terbatas pada dinding usus atau mukosa.

- Dukes B : dalamnya infilltrasi; menembus lapisan muskularis mukosa.

- Dukes C : dalamnya infilltrasi metastasi kelenjar limfe dengan :

C1 : beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer.

C2 : dalam kelenjar limfe jauh.

- Dukes D : metastasis jauh

Berdasarkan besar diferensiasi sel terdapat 4 tingkat klasifikasi yaitu :

- Grade I : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25%

- Grade II : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25-50%

- Grade III : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 50-75%

- Grade IV : Sel-sel anaplastik lebih dari 75%

Derajat terkini dari kanker kolorektal menurut American joint committee

on cancer terbagi empat derajat (I-IV) berdasarkan sistim klasifikasi TNM yaitu:

1) parameter kedalaman invasi tumor dan juga pada lapisan dinding abdomen (T)

dibagi atas TX s/d T4; 2) adanya keterlibatan limfonodus regional (N) dibagi atas:

dibagi atas NX s/d N2; 3) ada atau tidaknya metastasis, dibagi: MX s/d M1. Sejak

reseksi tumor (complete vs incomplete) sangat erat kaitannya dengan prognosis,

maka American Joint Committee on Cancer (AJCC) menambahkan guidline pada

perluasan residual tumor setelah reseksi operasi dengan huruf R.1

19

Page 20: CA Colorectal 3

Adapun sistim TNM dapat dijabarkan sebagai berikut (Schwartz, 1995):

Tumor Primer (T)

Tx : Tumor primer tak dapat ditentukan

To : Tidak ditemukan tumor primer

Tis : Carcinoma in situ: invasi intraepithelial ke lamina propria

T1 : Tumor menyebuk submucosa

T2 : Tumor menyebuk muscularis propria

T3 : Tumor menembus muscularis propria ke subserosa/perikolika/jar. perirektal

20

Page 21: CA Colorectal 3

T4 : Tumor menginfiltrasi organ atau struktur atau ke peritoneum visceral

Kelenjar Limfe Regional (N)

Nx : KGB Regional tidak dapat ditentukan

No : Tak terdapat keterlibatan KGB regional

N1 : Metastasis ke 1-3 KGB regional

N2 : Metastasis ke 4 atau lebih KGB regional

Metastasis jauh (M)

Mx : Tidak dapat ditentukan adanya metastasis jauh

Mo : Tidak ditemukan metastasis jauh

M1 : Ditemukan metastasis jauh

Stadium 0 : Tis, No, Mo

Stadium I : T1, No, Mo (Tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor hanya terbatas pada submukosa)

: T2, No, Mo (menembus muscularis propria)

KKR Stadium 1

Stadium II :T3, No, Mo (Tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor menembus lapisan subserosa)

: T4, No, Mo (Tumor sudah penetrasi ke luar dinding kolon tetapi

belum metastasis ke kelenjar limfe)

21

Page 22: CA Colorectal 3

KKR Stadium 2

Stadium III : Semua T, N1, Mo (Tumor invasi ke limfonodi regional)

: Sernua T, N2, Mo

KKR Stadium 3

Stadium IV : Semua T, Semua N, M1 (Metastasis jauh)

KKR Stadium 4

Tabel.2.2. Klasifikasi Karsinoma Kolon Menurut Duke’s dan TNM

Klasifikasi TNM Klasifikasi Duke’s

Harapan hidup (%)

Stage 0 Karsinoma in situ

Stage 1 Tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada metastasis, tumor hanya terbatas pada submukosa (T1, N0, M0); Tumor menembus muscularis propria (T2, N0, M0)

A 90-100

Stage 2 Tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada metastasis, tumor menembus lapisan subserosa (T3, N0, M0) Tumor sudah penetrasi ke luar dinding kolon tetapi belum metastasis ke kelenjar limfe

B 75-85

22

Page 23: CA Colorectal 3

(T4, N0, M0)

Stage 3 Tumor invasi ke limfonodi regional (Tx, N1, M0)

C 30-40

Stage 4 Metastasis jauh D <5

Tumor dapat menyebar secara infilltratif langsung ke struktur yang

berdekatan, seperti pada kedalam VU, melalui pemb. limfe ke kelenjar limfe

perikolon dan mesokolon dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon

mengalirkan darah ke sistem portal. Karsinoma kolon dan rektum mulai

berkembang pada mukosa dan tumbuh sambil menembus dinding dan

memperluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Di daerah rektum penyebaran

ke arah anal jarang melebihi 2 cm. penyebaran per kontinuitatum menembus

jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina

atau prostat. Penyebaran limfogen ke kelenjar parailliaka, mesenterium, dan

paraaorta. Penyebaran peritoneal menyebabkan paritonitis karsinomatosa dengan

atau tanpa asites.

2.10 Manifestasi Klinik

Selama bertahun-tahun kanker kolorektal tidak menimbulkan gejala klinis,

gejala timbul perlahan-lahan, sering ada setelah berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun sebelum didiagnosis.1

Gejala kanker kolorektal yang paling sering terjadi yakni perubahan

kebiasaan defekasi, perdarahan, nyeri, anemia,anoreksia, dan penurunan berat

badan, perdarahan per anus. 8,10

Gejala kanker kolorektal terkait dengan kejadian obstruksi yang

disebabkan oleh kanker kolorektal, obstruksi parsial awalnya ditandai dengan

nyeri abdomen. Namun jika obstruksi total terjadi maka akan menyebabkan

nausea, muntah, distensi, dan obstipasi. Tumor yang terletak di distal umumnya

disertai hematokezia atau darah tumor dalam feses, tetapi tumor daerah proksimal

23

Page 24: CA Colorectal 3

menyebabkan anemia defisiensi besi, perdarahan ini terjadi akibat tumor yang

rapuh dan mengalami ulserasi.

Gejala klinis kanker kolorektal juga dipengaruhi oleh letak kanker

kolorektal.10 Kanker kolon yang berada di sebelah kanan dan caecum sering

menimbulkan rasa lelah, lesu, dan anemia defisiensi besi,1 pasien juga

kemungkinan mengalami rasa tidak enak pada daerah abdomen dan epigastrium10.

Pada kanker kolon dibagian ini memiliki sedikit kemungkinan untuk terjadinya

obstruksi karena lumen usus masih besar dan feses masih encer. Sedangkan

kanker pada sebelah kiri pasien sering datang dengan keluhan perubahan

kebiasaan defekasi akibat iritasi dan resposn refleks, nyeri kram kuadran kiri

bawah, dan perdarahan tersamarpada feses.1

Lesi kolon pada bagian kiri cenderung berbentuk melingkar sehingga

sering timbul gejala obstruksi lumen,dan fesesdapat berbentuk kecil dan seperti

pita. Mukus juga dapat terlihat pada feses. Bisa menyebabkan anemia akibat

kehilangan darah yang kronis. Pertumbuhan kanker pada bagian sigmoid dan

rektum dapat mengenairadiks saraf, pembuluh limfe, atau vena sehingga

menimbulkan gejala pada tungkai atau perineum. Kejadian hemoroid, nyeri

pinggang bagian bawah, keinginan defekasi, atau sering berkemih dapat timbul

akibat adanya tekanan pada struktur tersebut.13 Invasi lokal dari tumor dapat

menyebabkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang dan obstruksi

urethra. Abdomen akut dapat terjadi jika tumor menimbulkan perforasi, kadang

timbulfistula antara kolon dengan lambung dan usus halus.Asites maligna dapat

terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosadan sebaran ke peritoneal. 2

Tabel 2.3. Ringkasan Gejala Klinis

Kolon Kanan

- Anemia dan lemah- Darah samar pada feses- Dispepsia

24

Page 25: CA Colorectal 3

- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah- Masa perut kanan bawah- Foto rontgen perut khas- Temuan koloskopi

Kolon Kiri

- Perubahan pola defekasi- Darah di feses- Gejala dan tanda obstruksi- Foto rontgen khas- Penemuan koloskopi

Rektum

- Perdarahan rektum- Darah di feses- Perubahan pola defekasi- Pascadefekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh- Penemuan tumor pada colok dubur- Penemuan tumor rektosigmoidoskopi

Kanker kolorektum dapat menyebar secara langsung ke struktur

didekatnya dan bermetatasis melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah.

Tempat yang sering ditemukan hasil metastasis dari kanker kolonadalah, kelenjar

getah bening regional, hati, paru,dan tulang, lalu diikuti tempat lainseperti

membran serosa rongga peritoneum. Metastasis hati dapat menyebabkan nyeri

perut,ikterus, dan hipertensi portal. Karsinoma kolon dan rektum mulai

berkembang pada mukosa dan menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke

arah oral dan aboral.

2.11 Diagnosis3

Diagnosis karsinoma kolorectal ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, colok dubur, dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan

kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia

diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi

25

Page 26: CA Colorectal 3

anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan

tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk

metastase.

Anamnesis

Dari anamnesis kita dapat menduga seseorang menderita karsinoma

kolorektal, pada mereka yang usia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi buang

air besar terganggu yaitu bila sulir buang air besar disertai darah lendir, atau

buang air besar disertai darah segar. Dapat juga untuk menggali riwayat :

· Perubahan kebiasaan defekasi seperti diare, konstipasi

· Perdarahan rektal atau occult bleeding (meskipun demikian, feses sering normal)

· Kram atau nyeri perut, Kelelahan dan fatigue, Diet kurang serat

· Riwayat kanker kolorektal pada keluarga dan riwayat menderita polip kolorektal

· Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease

Pemeriksaan Fisik

Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa.

Tumor sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah

metastase ke hati, akan teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan

yang kenyal. Dapat ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala

obstruksi dari inspeksi dapat ditemukan dinding abdomen distensi, dumb countur,

dumb steifung. Dari palpasi ditemukan massa abdomen, dan hipertimpani pada

perkusi abdomen, auskultasi usus bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang

kemudian diikuti dengan burburigmi, metalik sound dan penurunan serta

menghilangnya peristaltik. Bisa juga ditemukan nyeri tekan pada seluruh dinding

abdomen apabila terjadi perforasi usus. 3

Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa

maligna (massa berbenjol-benjol dengan striktura) direktum dan rektosigmoid

teraba keras kenyal dan lendir darah pada sarung tangan.10

Pemeriksaan Penunjang10

Laboratorium.

26

Page 27: CA Colorectal 3

Hasil laboratorium pada umumnya memberikan hasil yang normal. Jika terdapat

perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui darah samar

feses dan anemiadefisiensi besi5

Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan barium enema kontras ganda hanya mampu mendeteksi50% polip

kolon dengan spesifitas 85%, bagian yang paling sulit divisualisasikan adalah

bagian rektosigmoid, makadariitu untuk daerah rektosigmoid diperlukan

pemeriksaan rektosigmoideskopi. Jika ada lesi yang mencurigakan diperlukan

pemeriksaan kolonoskopi untuk biopsi. Pemeriksaan lumen melalui barium

kontras ganda merupakan alternatiflain yang bisa digunakan selain kolonoskopi

namun pemeriksaan ini tidak cukup efektif untuk mendeteksi lesi kecil, namun

pemeriksaan ini cukup efektif mendeteksi bagian belakang struktur yang tidak

terjangkau kolonoskopi.2

Kolonoskopi.

Membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian polyp

adenomatosa dan polypectomy dengan memberikan gambaran keseluruhan colon

yang dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi distal. Kolonoskopi

mempunyai sensitifitas terbaik pada metoda screening yang ada saat ini.

Kerugian kolonoskopi adalah biaya, resiko yang ditingkatkan seperti

pendarahan dan perforasi, persiapan pasien yang sulit, dan membutuhkan

pemberian obat sedasi. Secara endoskopi umumnya bentuk kanker kolorektal

ialah polipoid yang ireguler, anular seperti bunga kol yang ulseratif, striktura,

sirkular, dan dapat menemukan letak obstruksi. Apabila dibandingkan,

kolonoskopi menjadi suatu metoda surveilen yang lebih efektif dibanding dengan

kontras barium enema ganda. Setelah melakukan pemeriksaan kolonoskopi

dengan disertai polypectomy, 580 pasien dilakukan surveilen dengan kolonoskopi

dan kontrol barium enema ganda (DCBE). Hasil kolonoskopi menemukan 392

polyp, DCBE menemukan polyp 139 (35%) pada kasus yang sama. 3,12

27

Page 28: CA Colorectal 3

Tabel 2.4. Presentase Penegakkan Diagnosis Karsinoma Kolorektal

Cara Pemeriksaan Presentase

- Colok dubur 40%

- Rektosigmoideskopi 75%

- Foto Kolon dengan barium/kontras ganda

90%

- Kolonoskopi Hampir 100%

Kolonoskopi

Evaluasi Histologi Atau Temuan Patologi Anatomi10

Evaluasi histologi dinilai berdasarkan jaringan yang telah diambil melalui

biopsi maupunkolonoskopi, setelah pasien dicurigai terkena karsinoma kolorektal

dengan melakukan pemeriksaan barium enema, kolonoskopi ataupun CT-

kolonografi.

- Gambaran Patologi Kanker Kolorektum

Bentuk makroskopik dari kanker kolorektal tegantung pada letak

tumornya. Karsinoma pada daerah proksimal kolon seperti Caecum dan

Kolon ascenden akan tampak sangat besar dikarenakan adanya aliran

darah yang banyak kesana sehingga jaringan akan terus tumbuh dan akan

jarang terjadinya nekrosis, yang sering terlihat sebagai bentuk polip.

Kanker pada daerah distal kolon dan rektum akan tampak seperti masa

28

Page 29: CA Colorectal 3

sirkumferen yang nantinya akan menyebabkan penyempitan lumen usus

dan terbentuk sebagai Napkin-Ring. Tumor bisa terbentuk ulserasi dan

biasanya menyebar secara intramural atau kedalam lumen. Morfologi dari

kanker kolorektal dapat menentukan makna klinis, diagnostik,dan

prognostiknya

- Gambaran Histologi Kanker Kolorektal

Karsinoma pada daerah usus besar biasanya berbentuk

adenokarsinoma, dimana terjadinya diferensiasi pada kelenjarnya sehingga

sering menghasilkan mucin yang banyak. Mucin merupakan glikoprotein

dengan berat molekul yang besar yang akan dihasilkan oleh sel normal

dan sel neoplastik di lumen usus,untuk membedakannya bisa dilakukan

pemeriksaan reaksi histokimia seperti Periodic acid-Schiff (PAS). Pada

tumor yang berdiferensiasi buruk perubahan stuktur dari kelenjar serta

musin tidak begitu menonjol. Signet ring cells memiliki vakuola yang

besar dan inti sel akan bergeser ke sisi lain.

Gambaran Patologi Anatomi KarsinomaKolorektum

Gambaran Patologi Anatomi Tipe Musinosa

29

Page 30: CA Colorectal 3

Adenoma dikategorikan sebagai gambaran histologiyang dominan. Yang

paling sering adalah adenoma tubular (85%), adenoma tubulovilosum (10%) dan

adenoma serrata (1%). Temuan sel atipik pada adenoma akan digolongkan

menjadi ringan, sedang, berat. Gambaran atipik yang berat ditandai dengan

adanya fokus karsinomatosus namun belum menyentuh daerah basalis. Jika sel

ganasmenembus daerah basalis namun tidak melewati muskularis mukosa maka

disebut sebagai karsinoma intra mukosa. Risiko terjadinya displasia berat atau

adenokarsinoma memiliki hubungan dengan ukuran polip dan dominasi

jenisvilosum.2

Penapisan Kanker Kolorektal (Screening)12

Uji penapisan haruslah murah, realible, dan dapat diterima. Banyak jenis tes yang

sudah dicoba untuk dapat mendeteksi karsinoma kolorektal,yakni:

a. Flexible Sigmoidoscopy

Tes ini diketahui dapat mendeteksi sekitar 80% kanker kolorektal.

Diperkirakan efektif dilakukan pada usia sekitar 55-65 tahun. Prosedur

bisa dilakukan dalam kantor tanpa pemberian obat penenang, hemat biaya

dan murah, dapat untuk mengurangi angka kematian kanker colon sekitar

60–70%, dan persiapan pasien lebih mudah dibandingkan dengan

kolonoskopi. Akan tetapi, FS mendeteksi hanya separuh adenomas dan

40% kanker dari proximal sampai splenic flexure.

Pemeriksaannya sering dibatasi oleh ketidaknyamanan pasien dan kurang

persiapan. Dengan melakukan pemeriksaan FOBT setiap tahun dan FS

setiap lima 5 tahun. Metode ini memberikan gambaran pada kolon

descenden dan memberikan sensitifitas yang baik pada FOBT untuk

proximal kanker yang tidak bisa dicapai oleh FS. Suatu penelitian terbaru

menunjukkan bahwa penambahan sekali FOBT dengan FS meningkatkan

tingkat pendeteksian neoplasia dari 70% dengan FS sendiri, menjadi 76%.

b. Kolonoskopi

30

Page 31: CA Colorectal 3

Kolonoskopi merupakan gold standar dari pemeriksaan karsinoma

kolorektal, membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian polyp

adenomatosa dan polypectomy dengan memberikan gambaran keseluruhan

colon yang dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi distal,

namun pemeriksaan ini sangatlah mahal. Tes ini juga merupakan pilihan

untuk men-screening pasien dengan faktor resiko yang tinggi.

c. Barium Enema

Barium enema sama seperti pemeriksaan kolonoskopi, yakni dapat menilai

keseluruhan dari kolon dan rektum. Keunggulannya adalah pemeriksaan

ini lebih murah dan memiliki komplikasi yang lebih rendah dibandingkan

kolonoskopi.

d. Tes Darah Samar pada Feses

Sensitivitas pemeriksaan ini sekitar 50-60% untuk mendiagnosis

karsinoma kolorektal. Tes ini mendeteksi adanya hematin yang berasal

dari darah yang dicerna di kolon.

Kanker kolorektal sebenarnya bisa disembuhkan jika dideteksi secara dini,

penapisan terhadap kanker kolorektal dilakukan dengan beberapa cara yakni tes

darah samar dari feses dan sigmoidoskopi, FOBT (Fecal Ocult Blood Test)

setahun sekali, Sigmidoskopi fleksibel setiap 5 tahun, Barium enema kontras

ganda setiap 5 tahun,kolonoskopi setiap10 tahun,virtual kolonoskopi atau

kolonograpi dengan memanfaatkan alat CT-Scan multislice, deteksi mutasi

genetik sel kolon dengan pemeriksaan feses seperti CO-X dan adanya

protoonkogenes semacam K-ras. Sehingga dengan melakukan penapisan dini

maka diharapkan pasien kanker kolorektal dapat meningkatkan kualitas

hidupnya.2

Pemeriksaan penunjang lainnya

MRI, CT scan, transrektal ultrasound merupakan bagian dari teknik

imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan

kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan screening tes. 12

31

Page 32: CA Colorectal 3

CT scan

CT scan dapat mengevaluasi rongga abdominal dari pasien kanker

kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar

adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat

berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang

meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai

55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon

karena sulitnya dalam menentukan staging dari lesi sebelum tindakan

operatif. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding

usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelenjar

getah bening >1 cm pada 75% pasien.12 Penggunaan CT dengan kontras dari

abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan

daerah intraperitoneal. 9

CT – Scan

MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan

sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan

menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT

scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar. 12

32

Page 33: CA Colorectal 3

2.12 Diagnosis Banding3

Berbagai kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip adalah

ulkus peptic, neoplasma lambung, kolesistitis, abses hati, neoplasma hati, abses

appendiks, massa periapendikular, amuboma, diverticulitis, colitis ulserosa,

enteritis regionalis, proktitis pasca radiasi, dan polip rektum.

Tabel 2.3 Diagnosis Banding

Kolon kanan Kolon tengah Kolon kiri Rektum

Abses appendiks

Tukak peptik

Karsinoma

Colitis ulserosa

Polip

33

Page 34: CA Colorectal 3

Massa appendiks

Amuboma

Enteritis regionalis

lambung

Abses hati

Karsinoma hati

Kolesistitis

Kelainan pancreas

Kelainan saluran empedu

Polip

Diverticulitis

Endometriosis

Prokitis

Fisura anus hemorrhoid

Karsinoma anus

2.13 Penyulit3

1. Obstruksi : Obstruksi kolon kiri sering merupakan tanda pertama karsinoma

kolon. Kolon bisa menjadi sangat besar terutama sekum dan kolon asenden.

Tipe obstruksi ini disebut tipe dileptik.

2. Perforasi : Perforasi terjadi disekitar tumor karena nekrosis dan dipercepat

oleh obstruksi yang menyebabkan tekanan di dalam rongga kolon makin

meninggi. Biasanya perforasi menyebabkan peritonitis umum disertai gejala

sepsis. Kadang terjadi perforasi dengan pembentukan absessekitar tumor

sebagai reaksi peritoneum. Peritoneum dan jaringan sekitarnya

menyelubungi perforasi tersebut sehingga pencemaran terbatas dan

terbentuk abses. Tumor yang terletak dekat lambung dapat menyebabkan

fistel gastrokolika dengan gejala mual dan muntah fekal. Tumor yang

terletak di VU dapat menyebabkan fistel vesikokolika dengan tanda

pneumaturia.

2.14. Penatalaksanaan

Pembedahan3,9

Prinsip dari penatalaksanaan dari kanker kolorektal adalah, pada stadium I

dilakukan tindakan operatif, pada stadium IIa dilakukan tindakan operatif, pada

stadium IIb tindakan operatif dan kemoterapi, pada stadium IIIa dan IIIb juga

34

Page 35: CA Colorectal 3

dilakukan tindakan operatif dan kemoterapi. Sedangkan pada stadium IV

dilakukan tindakan operatif paliatif dan terapi hormonal.

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan

utama tindak bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif

maupun nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan

manfaat kuratif.

Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal

maupun jauh. Pada tumor sekum atau kolon asenden dilakukan hemikolektomi

kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatica

dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi

kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor

kolon desenden dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan

reseksi sigmoid dan pada tumor rectum sepertiga proksimal dilakukan reseksi

anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah dilakukan reseksi low anterior

dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal

dilakukan amputasi rectum melalui reseksi abdominoperianal Quenu-Miles, pada

operasi ini anus juga dibuang.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rectum dan

sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan

retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan

seluruhnya dengan rectum melalui abdomen.

Reseksi anterior rendah pada rectum dilakukan melalui laparatomi dengan

menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal

rendah.

Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.

Seleksi penderita harus dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi

ultrasonografi untuk menentukan tingkat penyebaran dalam dinding rectum dan

adanya kelenjar ganas pararektal.

Koagulasi dengan laser digunakan sebagai terapi paliatif. Sedangkan

radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi digunakan sebagai terapi adjuvan.

35

Page 36: CA Colorectal 3

Penyulit yang sering terjadi pada reseksi rectum abdominoperineal radikal

maupun reseksi rectum anterior rendah ialah gangguan fungsi seks. Pada diseksi

kelenjar limfe pararektal dan daerah retroperitoneal sekitar promontorium dan

daerah preaortal dilakukan juga eksisi saraf autonom, simpatik maupun

parasimpatik. Gangguan seks mungkin berupa libido berkurang atau hilang,

gangguan ereksi, gangguan lubrikasi vagina, orgasme atau ejakulasi. Gangguan

yang terjadi mungkin salah satu atau kombinasi beberapa gangguan yang disebut

diatas. Dengan teknik pembedahan khusus yang halus dan teliti angka kejadian

penyulit ini dapat diturunkan. 3

36

Hemikolektomi kanan, lokasi karsinoma di sekum dan kolon

ascendens

Transversektomi, lokasi di kolon transversum

Hemikolektomi kiri, lokasi karsinoma di kolon desendens

Sigmoidektomi, lokasi karsinoma di sigmoid

Page 37: CA Colorectal 3

Kemoterapi

Kemoterapi diberikan secara adjuvant, dimana tindakan kemoterapi ini

dilakukan setelah tindakan operatif.

Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke

hepar adalah intraarterial floxuridine (FUDR). Diikuti reseksi karsinoma kolon

primer dan nodus limfatikus, dengan pilihan kemoterapi: kemoterapi sistemik

menggunakan regimen 5-FU/leucovorin /CPT11 atau kemoterapi intrahepatic

(intraarterial) dengan FUDR. Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi hepar yang

luas atau multiple sehingga membutuhkan kemoterapi dosis yang lebih tinggi.

Prinsip terapi ini adalah metastase ke hepar menerima suplai darah terutama

melalui sirkulasi arteri hepatika, dimana hepar secara normal menerima darah

melalui vena porta. Efek samping utama pada intraarterial FUDR adalah

kolangitis sclerosis.

Terapi FUDR intraarterial biasanya diberikan melalui pompa yang

ditanam di daerah subcutan, yang diganti secara periodik. Efek samping utama

yang bisa terjadi adalah sclerosing cholangitis.

Terapi Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray

berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi

37

Tindakan operasi Miles, untuk tumor yang letaknya sepertiga distal rectum

Page 38: CA Colorectal 3

radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi

diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Eksternal radiasi

(external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi

secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh

sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang

sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya

berlangsung beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation)

menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel

kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan

dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi

memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat

bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal

radiasi secara sementara menetap didalam tubuh. 14

2.15 KOLOSTOMI

a. Definisi

Suatu tindakan membuat lubang pada kolon dan berhubungan dengan dunia

luar merupakan kolocutaneustomi yang disebut juga anus prenaturalis yang

dibuat sementara atau menetap.

b. Ruang Lingkup

Lesi atau kelainan sepanjang kolon sampai ke rektum.

c. Indikasi operasi

Peritonitis lokal dan general yang disebabkan oleh perforasi kolon.

Trauma pada kolon dan rektum proksimal yang tidak menjamin dilakukannya

anastomosis primer karena secara teknik sulit dan tanpa /kurang bowel

preparation.

Obstruksi yang disebabkan oleh tumor atau karsinoma pada kolon dan rektum.

38

Page 39: CA Colorectal 3

Divertikulitis sigmoid

d. Kontra indikasi

Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi

e. Diagnosis banding

Karsinoma kolon dan rektum

Inflamatory bowel disease: penyakit Crohn

Infeksi granulamatous kolon dan rektum: tuberkulosa, amuboma

f. Pemeriksaan Penunjang

Foto polos abdomen 3 posisi

Kolon inloop

Proktoskopi, Kolonoskopi

USG abdomen

Teknik Operasi

Sebagai model dipilih kolo-tranvesotomi:

Desinfeksi lapangan operasi dengan desinfektan

Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril

Insisi dinding abdomen pada kuadran kanan atas (untuk kolo-transvesotomi

kanan) atau kuadran kiri atas (untuk kolo-transversotomi kiri).

39

Page 40: CA Colorectal 3

Insisi transversal atau vertikal diatas bagian kolon yang mengalami distensi.

Insisi dibuat cukup lebar untuk dapat mengidentifikasi dan memobilisasi kolon

yang mengalami distensi. Insisi diusahakan melalui m. Rektus abdominis.

Insisi diperdalam lapis demi lapis dengan membuka fascia anterior, m. rektus

dipisahkan, fascia posterior dan peritoneum dibuka secara tajam.

Identifikasi kolon transversum, bila distensi maka dilakukan dekompresi

terlebih dahulu. Hindari kontaminasi. Dengan cara demikian maka dapat

dihindari lubang abdomen yang besar.

Kolon dimobilisir dan dikeluarkan dari rongga abdomen. Hindari ketegangan

dalam memobilisasi kolon. Omentum mayus di diseksi dari kolon transversum.

Dipasang ‘rod’ dari plastik/karet pada mesokolon yang avaskuler, untuk

mempertahankan kolon.

Peritoneum dan fascia posterior dijahit dengan dinding kolon pada jaringan

lemak kolon (fat tab) pada beberapa tempat. Fascia anterior dijahit dengan fat

tab pada beberapa tempat.

Fascia dipersempit dengan jahitan, dengan menyisakan 1 jari longgar untuk

menghindari gangguan pasase kolon.

Kulit pada beberapa tempat dijahitkan dinding kolon.

Bila disttensi kolon masih berlanjut dapat dilakukan dekompresi pada bagian

kolon yang masih distensi dengan memasang pipa (tube) melalui dinding kolon

yang difiksasi dengan jahitan ‘purse string’.

Pada keadaan dimana perlu eksplorasi keadaan kolon terlebih dahulu atau

terdapat kesulitan mobilisasi kolon maka dilakukan laparotomi secara midline

dan selanjutnya tindakan kolostomi seperti tersebut diatas.

g. Komplikasi operasi

Perdarahan

40

Page 41: CA Colorectal 3

Herniasi parakolostomi.

Prolaps kolon.

Striktur stoma.

Iskaemi dan nekrosis kolon karena gangguan pembuluh darah

Iritasi kulit.

h. Mortalitas

Sesuai kasus yang mendasari

i. Perawatan Pasca Bedah

Pasca bedah penderita dirawat diruangan untuk diobservasi kemungkinan

terjadinya komplikasi dini yang membahayakan jiwa penderita seperti

perdarahan. Diet diberikan setelah penderita sadar dan pasase usus baik.

Stoma dilakukan setelah 48 jam dengan membuka diding kolon.

Jahitan luka diangkat pada hari ke-7.

j. Follow-Up

Folllow up terapi terhadap penyakit dasarnya.

Evaluasi kelancaran stoma dengan melakukan irigasi.

Evaluasi terjadinya komplikasi seperti iritasi kulit.

2.16 Prognosis 9

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh yaitu klasifikasi

penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas

pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah

80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran

kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila disertai differensiasi

sel tumor buruk, prognosisnya buruk.

41

Page 42: CA Colorectal 3

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang

memanjang dari sekum hingga rektum. Dari 147.000 kasus yang terdeteksi,

57.000 diantaranya meninggal, atau 10-15% dari akumulasi kematian yang

diakibatkan oleh kanker kolorectal pada tahun 2004.

Insidensi karsinoma rekti sekitar 30% dari seluruh karsinoma kolorektal.

Insidens karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga

angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih

banyak pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid.

42

Page 43: CA Colorectal 3

Jenis karsinoma rekti yang paling banyak dijumpai adalah

adenokarsinoma. Mortalitas operatif karsinoma kolorektal banyak mengalami

penurunan karena makin membaiknya pemahaman terhadap preparasi usus

preoperatif, pemberian antibiotika yang tepat, perbaikan teknik – teknik operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zinner MJ, Ashley SW. 2007. Maingot’s Abdominal Operation. 11th

Edition. Section V. Small Intestine and Colon. Tumors of the Colon. United

States of America: Appleton & Lange. p: 625 – 652.

2. Pezzoli A, Matarese V, Rubini M. 2007. Colorectal cancer screening: Result

of 5-year program in asymptomatic subjects at increased risk. America:

Digestive and Liver Departement.

3. R. Sjamsuhidajat. De Jong, Wim. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II :

Usus halus, appendiks, kolon dan anorektum. Jakarta: EGC.

4. Johorning P. 2002. Karsinoma Rekti (Referat Sub Bagian Bedah Digestif)

43

Page 44: CA Colorectal 3

5. Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Edisi 6. Jakarta:

EGC.

6. Ganong, W.F. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

7. Sudoyo, A W dkk.2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V.

Jakarta: Interna Publishing

8. Tjindarbumi, D dan Rukmini M. 2002. Cancer in Indonesia, Present and

Future. Jakarta: Departemen Bedah dan Patologi FKUI

9. Casciato DA. 2004. Manual of Clinical Oncology. Ed 5 th. Lippincott Wiliams

& Wilkins: p 201.

10. Robbin and Kumar.2007.Buku Ajar: Patologi Edisi 7 Vol.2.Jakarta:EGC

11. Kumar, Abbas, Fausto. 2010. Robbins and Cotran Pathologic Basis of

Disease; Ed 7th. Jakarta : EGC.

12. Schwartz SI. 2005. Schwartz’s Principles of Surgery. Ed 8 th. United States of

America: The McGraw-Hill Companies.

13. Avunduk. Canan. 2002. Lippincott Williams & Wilkin: Manual of

Gastroenterology: Diagnosis and Therapy. Ed 3rd.

14. Lu, Mei. 2006. Radiation Therapy. North America: Henry Ford Medical

Group.

44