Faktor Resiko, Keluaran Maternal Dan Neonatal Pada Plasenta Previa
-
Upload
andreas-meilago-siborutorop -
Category
Documents
-
view
34 -
download
0
description
Transcript of Faktor Resiko, Keluaran Maternal Dan Neonatal Pada Plasenta Previa
Jaringan Parut pada Uterus sebagai Salah Satu Faktor Resiko Terjadinya Plasenta Previa
pada Kehamilan Berikutnya
Oleh :
Dhely Lesthama
Peserta PPDS Obstetri Ginekologi tahap IIC
Perdarahan dari plasenta previa adalah salah satu kegawatdaruratan yang paling
mengancam jiwa dan paling akut pada kasus obstetri. Kegagalan mengenali kondisi dan
menatalaksana komplikasi yang ada, terutama perdarahan obstetrik masif, menjadi
penyebab dari sebagian besar kematian maternal yang semestinya dapat dihindari. Studi
di Inggris ( 1994 – 1996 ) menunjukkan bahwa 50% kematian akibat perdarahan
disebabkan oleh solutio placentae dan plasenta previa, di mana perdarahan akibat
plasenta previa pada uterus yang pernah mengalami luka parut lebih mudah terjadi.
Sectio cesarea ( SC ) sebelumnya menjadi faktor resiko terjadinya plasenta previa akreta.
Ketepatan diagnostik dan strategi tatalaksana intervensi antara lain dapat menggunakan
USG dan MRI.
Salah satu studi dilakukan di Saudi Arabia pada pusat kesehatan tersier dari
Januari 1997 sampai Desember 2000. Semua pasien yang telah didiagnosis plasenta
previa melalui USG dan dikonfirmasi pada saat SC dimasukkan pada studi ini. Yang
dimaksud plasenta previa adalah plasenta yang menutupi orifisium uteri interna baik
parsial maupun total. Secara rutin, sebelumnya wanita ini diskrining pada kehamilan 16
minggu untuk lokalisasi plasenta. Bila terdapat implantasi plasenta letak sangat rendah
maka dilakukan pemeriksaan ulang pada kehamilan 28 minggu. Masing-,masing pasien
kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan mulai dirawat di rumahsakit sebelum
usia gestasi 34 minggu, dengan pemberian dexametason (6 mg per 12 jam secara
intramuskuler). SC dilakukan pada usia gestasi 38 minggu. Untuk yang mengalami
plasenta akreta, dilakukan histerektomi. Data yang dicatat mencakup usia ibu, suku
bangsa, paritas, riwayat abortus sebelumnya, riwayat SC sebelumnya, komplikasi intra
dan pascaoperasi, laboratorium pra dan pascaoperasi, perkiraan jumlah perdarahan,
jumlah transfusi, histerektomi cito dan lama perawatan.
Hasil studi menunjukkan terdapat 101 kasus plasenta previa dari 15.191 kelahiran.
Mayoritas pasien (92 atau 91,1%) adalah warga Saudi Arabia dan 9 (8,9%) warga dari
luar. Sebanyak 37 pasien (36,6%) menjalani ANC, selebihnya 64 (63,4%) tidak
menjalani ANC. Sebanyak 65 pasien (64,4%) menjalani SC cito dan 36 (35,6%) elektif.
Rerata SC adalah 21,1% ( 3198 dari 15.191 ).
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1, distribusi kasus dan insidens plasenta
previa dihubungkan berdasarkan usia maternal dan paritas. Usia maternal berkisar dari 20
– 46 tahun, dengan rerata 32,31+6,27 tahun, dan paritas berkisar dari 0-13, dengan rerata
4,94+3,43. Insidens plasenta previa berhubungan dengan usia maternal dan paritas
(masing-masing P<0.001)
Tabel 1. Distribusi kasus plasenta previa dilihat dari usia maternal dan paritasJumlah kasus plasenta previa Jumlah kelahiran Insidens rata-rata
Variabel ( n=101) (n=15.191) (%) Odds ratioUsia maternal ( tahun)
20-29 45 11.241 0,40 130-39 48 3722 1,29 3,2540+ 8 228 3,51 9,05
P<0,001Paritas
0 6 2886 0,20 11-4 46 7140 0,64 3,115-8 33 3950 0,84 4,049+ 16 1215 1,32 6,41
P<0,001
Sedangkan tabel 2 menunjukkan, 46,5% pasien belum pernah SC. Tabel ini
menunjukkan hubungan signifikan antara peningkatan insidens plasenta previa dengan
jumlah SC. Kemungkinan terjadinya plasenta previa adalah 20 kali lipat pada wanita
dengan riwayat SC 5 kali (Odds Ratio 20,33), dibandingkan pada wanita yang belum
pernah SC.
Tabel 2. Insidens plasenta previa dihubungkan dengan jumlah riwayat SCJumlah riwayat Jumlah kasus plasenta previa Jumlah kelahiran Insidens PP SC ( n=100 ) ( n=15.191) (%) Odds ratio
0 47 11.993 0,4 11 29 2020 1,4 3,702 12 802 1,5 3,863 8 276 2,9 7,594 3 73 4,1 10,895 2 27 7,4 20,33
P<0,001
Jumlah kehilangan darah melebihi 550 ml pada 57 pasien (56,4%) dengan kisaran
550-2000 ml. Sebanyak 6 pasien kehilangan darah lebih kurang 2 liter. Sejumlah 7 pasien
menjalani histerektomi akibat perdarahan tidak terkontrol, di mana 5 di antaranya
disebabkan oleh plasenta akreta. Komplikasi operasi adalah trauma buli-buli dan
trombosis vena dalam ( masing-masing 1 kasus ), dan 2 kasus emboli pulmonal. Tidak
terdapat kematian maternal. Lama perawatan berkisar dari 6 sampai 70 hari, dengan
rerata 25+20,5 hari. Sejumlah 44 pasien (43,6%) mempunyai riwayat abortus
sebelumnya.
Berat badan lahir neonatus berkisar dari 0,75 – 4,5 kg, dengan rerata 2,5+0,74 kg
Terdapat 4 kelahiran pasca perdarahan pervaginam masif sebelum masuk rumah sakit,
dan 7 neonatis meninggal akibat prematuritas.
Diskusi
Studi ini menunjukkan adanya hubungan langsung antara insidens plasenta previa
dan makin tingginya usia maternal. Terdapat juga hubungan antara meningkatnya
insidens plasenta previa dan paritas. Studi oleh Taylor menunjukkan adanya jaringan
parut pada segmen bawah uterus dapat menyebabkan implantasi plasenta letak rendah.
Studi ini juga menunjukkan bahwa SC tidak hanya merupakan faktor resiko, tetapi
terdapat hubungan langsung dengan insidens plasenta previa. Kemungkinan perdarahan
masif sangat mungkin terjadi, sebagaimana ditunjukkan dengan dilakukannya
histerektomi darurat pada 7 pasien dengan riwayat SC, sehingga pada saat masuk rumah
sakit, ahli kebidanan dan ahli anestesi harus sudah siap menghadapi segala kemungkinan.
Terdapat hubungan antara meningkatnya insidens plasenta previa dengan
meningkatnya usia maternal, meningkatnya jumlah riwayat SC, dan komplikasi yang
mungkin terjadi dapat berakibat fatal. Sebaiknya pra dan pasca bedah diberikan transfusi
darah adekuat. Keterlambatan koreksi hipovolemia, keterlambatan diagnosis dan
tatalaksana koagulasi dan keterlambatan kontrol perdarahan dapat menyebabkan
kematian maternal.
Studi lainnya menunjukkan wanita dengan riwayat SC sebanyak 1,2 dan 3 kali
mempunyai resiko terjadinya plasenta previa sebanyak 2,2; 4,1; dan 22,4 kali lebih tinggi.
Plasenta previa yang terjadi umumnya terletak di bagian anterior. Dan wanita dengan
riwayat aborsi 2 atau lebih mempunyai resiko plasenta previa 2,1 kali lebih tinggi
terjadinya plasenta previa. Resiko terjadinya plasenta akreta terdapat pada 1,18% pasien
dengan plasenta previa, 80% pada pasien dengan riwayat SC sebelumnya. Resiko relatif
plasenta akreta adalah 35 kali lebih tinggi pada pasien dengan riwayat SC dibandingkan
dengan uterus tanpa jaringan parut. Dengan demikian, pasien yang pada pemeriksaan
antenatal telah didiagnosis plasenta previa dengan riwayat SC atau aborsi sebelumnya
mempunyai resiko tinggi terjadinya plasenta akreta.
Daftar rujukan :
1. Archibong EI, Ahmed ESM. Risk factors, maternal dan neonatal outcome in
major placenta previa: a prospective study. Available from :
http://www.kfshrc.edu.sa/annals/213_214/01-076.htm (last updated Oct 26 2004)
2. Hendricks MS, Chow YH, Bhagavath B, Singh K. Previous cesarean section and
abortion as risk factors for developing placenta previa. In : J Obstet Gynaecol
Res.1999 Apr;25(2):137-42
3. To WW, Leung WC. Placenta previa and previous cesarean section. In : Int J
Gynaecol Obstet.1995 Oct;51(1):25-31