Eter Sasbel

3
ETER Eter (dietil eter, zaman dahulu dikenal sebagai sulfuric eter karena diproduksi melalui reaksi kimia sederhana antara etil alkohol dengan asam sulfat) digunakan pertama kali tahun 1540 oleh Valerius Cordus, botani Prusia berusia 25 tahun. Eter sudah dipakai dalam dunia kedokteran, namun baru digunakan sebagai agen anestetik pada manusia di tahun 1842, ketika Crawford W. Long dan William E. Clark menggunakannya pada pasien. Namun penggunaan ini tidak dipublikasikan. Empat tahun kemudian, di Boston, 16 Oktober 1846, William T. G. Morton memperkenalkan demostrasi publik penggunaan eter sebagai anestetik umum (Morgan & Mikhail, 2002). Eter dapat dimasukkan kedalam derivat alkohol dimana H dari R-O-[H] digantikan oleh gugus R lainnya. Eter adalah oksida organik yang berstrukur: [R]-C-O-C-[R] Eter tidak berwarna, berbau menyengat, cairan yang mudah menguap. Titik didihnya adalah 36,2°C. Cara pembuatan yang paling umum adalah dengan dehidrasi alkohol bersama asam sulfat (Collins, 1996). EFEK FISIOLOGI a. Sistem respirasi Eter mengiritasi membran mukosa traktus respiratorius, menstimulasi aliran mukus yang berlebihan, dan dapat menyebabkan batuk dan spasme laring. Penggunaan premedikasi seperti atropin dan scopalamin diperlukan untuk mengurangi aliran sekret. Pada fase awal anestesi, ater menyebabkan stimulasi respirasi yang bermakna. Walaupun volume tidal menurun, namun peningkatan laju pernafasan dapat mennyebabkan ventilasi permenit yang lebih tinggi dan PaCO2 yang normal atau menurun sedikit.

description

sasaran belajar eter (blok nbss)

Transcript of Eter Sasbel

Page 1: Eter Sasbel

E T E R

Eter (dietil eter, zaman dahulu dikenal sebagai sulfuric eter karena diproduksi melalui reaksi kimia sederhana antara etil alkohol dengan asam sulfat) digunakan pertama kali tahun 1540 oleh Valerius Cordus, botani Prusia berusia 25 tahun. Eter sudah dipakai dalam dunia kedokteran, namun baru digunakan sebagai agen anestetik pada manusia di tahun 1842, ketika Crawford W. Long dan William E. Clark menggunakannya pada pasien. Namun penggunaan ini tidak dipublikasikan. Empat tahun kemudian, di Boston, 16 Oktober 1846, William T. G. Morton memperkenalkan demostrasi publik penggunaan eter sebagai anestetik umum (Morgan & Mikhail, 2002).

Eter dapat dimasukkan kedalam derivat alkohol dimana H dari R-O-[H] digantikan oleh gugus R lainnya. Eter adalah oksida organik yang berstrukur:

[R]-C-O-C-[R]

Eter tidak berwarna, berbau menyengat, cairan yang mudah menguap. Titik didihnya adalah 36,2°C. Cara pembuatan yang paling umum adalah dengan dehidrasi alkohol bersama asam sulfat (Collins, 1996).

EFEK FISIOLOGI

a. Sistem respirasiEter mengiritasi membran mukosa traktus respiratorius, menstimulasi

aliran mukus yang berlebihan, dan dapat menyebabkan batuk dan spasme laring. Penggunaan premedikasi seperti atropin dan scopalamin diperlukan untuk mengurangi aliran sekret. Pada fase awal anestesi, ater menyebabkan stimulasi respirasi yang bermakna. Walaupun volume tidal menurun, namun peningkatan laju pernafasan dapat mennyebabkan ventilasi permenit yang lebih tinggi dan PaCO2 yang normal atau menurun sedikit. Respirasi dipertahankan sampai konsentrasi eter dalam darah tinggi. Eter, seperti halotan, berguna pada pasien asma karena memiliki efek bronkodilasi (Collins, 1996).

b. Sistem saraf pusatTerjadi depresi jaras descenden ireguler. Tanda klasik anestesi adalah efek

dari eter. Pada neuron, yang memenuhi efek sentral seperti transeksi farmakologi berturut turut dari aksis serebrospinal (Collins, 1996).

Investigasi dari mekanisme yang tepat dan dan tempat aksi mengungkapkan blokade dari sinaps pusat. Depresi pada multisinaps pada formasio retikularis otak tengah. Terjadi depresi pada pengaturan suhu dan pusat muntah, juga oksidasi jaringan dan pusat vasomotor (Collins, 1996).

c. Sirkulasi

Page 2: Eter Sasbel

Selama induksi, tekanan darah meningkat karena peningkatan volume sekuncup dan nadi, keduanya terjadi karena peningkatan katekolamin. Efek ini terjadi bahkan pada induksi lambat. Selama perawatan, tekanan darah turun ke tingkat sebelum di anastesi atau di bawah itu, sementara nadi tetap meningkat. Bila waktu anestesi memanjang lebih dari satu jam, walaupun tidak ada perdarahan, tekanan darah tetap rendah dan stabil (Collins, 1996).

d. EndokrinSelain stimulasi medulla glandula adrenal, korteks adrenal juga

terpengaruh. Selama anestesi, terjadi sekitar 2/3 kali peningkatan 17-hydroxycorticosteroid. Selama induksi anestesi dan selama pembedahan, sejumlah besar ACTH dikeluarkan secara berkala, dengan dua sampai tiga puncak pada plasma. Sebaliknya, kadar kortisol bebas meningkat. Penelitian Oyama, dkk menunjukkan bahwa peningkatan kortisol bebas plasma adalah karena peningkatan aktivitas ACTH plasma (Collins, 1996; Oyama, dkk, 1968).

INDIKASI

Indikasi penggunaan eter termasuk pada kasus asma, penyakit bronkospastik, dan penyakit jantung koroner (Collins, 1996).

KONTRA INDIKASI

Eter tidak boleh digunakan dalam kasus asidosis, penyakit respirasi akut, peningkatan tekanan intracranial, diabetes, dan debil (Collins, 1996).

DAFTAR PUSTAKA

Collins, Vincent J. 1996. Diethyl Ether and Chloroform. Dalam: Physiology and Pharmacologic Bases of Anesthesia. Pennsylvania: Williams & Wilkins.

Morgan, G. Edward dan Maged S. Mikhail. 2002. The Practice of Anesthesiology. Dalam: Clinical Anesthesiology. USA: McGraw-Hill.

Oyama, Tsutomu, dkk. 1968. Plasma Levels of ACTH and Cortisol in Man during Diethyl Ether Anesthesia and Surgery. Anesthesiology 29, 559.