Esai Kepemimpinan

download Esai Kepemimpinan

If you can't read please download the document

description

Tugas Esai

Transcript of Esai Kepemimpinan

Kepemimpinan : Jika aku menjadi kalian

Manusia adalah makhluk sosial, dimana tentu saja dan tak ada yang akan meragukan, manusia yang masih bisa menghembuskan nafas untuk tetap berpijak di muka bumi ini, tak akan pernah bisa hidup sendiri. Yakinlah! Meskipun ia memiliki tenaga sekuat baja atau ton, ia tetap harus membutuhkan bantuan orang lain yang ada di sekitarnya, untuk lebih mempermudah urusannya, dalam mencapai tujuan yang ia gagaskan dalam susunan saraf pikirannya.

Di bumi ini, manusia terdiri dari bermacam ras, suku, golongan dan usia khususnya, Indonesia. Manusia yang menghirup nafas tanah air Indonesia disatukan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Yah! Semua orang meski anak SD yang berumur 6 tahun sampai yang tinggal di daerah terisolasi sekalipun tahu arti Bhineka Tunggal Ika itu Berbeda-beda tapi tetap satu jua

Tapi, apakah kepemimpinan pada jaman debu yang menyesakkan nafas nasionalisme kita pada saat ini sudah dapat mem Bhineka Tunggal Ika kan kita yang berbeda?, apakah kepemimpinan kita sudah pas di hati kita yang katanya berbeda-beda?, lalu apakah sebenarnya makna berbeda-beda yang dimaksud?, asalnya yang berbeda?, atau sengaja memperbedakan?

Hmm, coba janganlah mengedipkan mata anda 5 menit! lihatlah disana! Di gedung DPR, ribuan wakil rakyat berdasi duduk di kursi yang mungkin saja meski dilihat pakai mikroskop sekalipun tak akan menampakkan debu walau secuil, datang bersepatu hitam, memakai jas jutaan, duduk di ruang ber-AC, hidup terjamin, tunjangan melimpah, ke luar negeri dengan mudah. Hei, jangan terpaku! Lihat lagi rakyat yang nota bene pemegang kekuasaan tertinggi, pemegang demokrasi, coba tapakkan kaki ke pelosok Jakarta misalnya, disana masih banyak yang meringis karena entah berapa hari tak bisa makan secuil nasi dan garam, lihat lagi disebelahnya, makan nasi aking!.Inikah katanya mempersatukan yang berbeda-beda? Dimana peran pemimpin kita melihat hal ini? Mengapa jurang perbedaan dan pemisah makin dalam? Yang kaya semakin kaya, yang fakir makin miskin. Dimana hati nurani Anda?

Hei, tidak! Bhineka Tunggal Ika berarti mempersatukan budaya yang berbeda. Oh, jadi budaya saja yang harus dipersatukan? Bukankah kebisaan hidup juga bagian dari budaya? Dimana pemimpin kita yang nota bene mau mempersatukan rakyat sedangkan realita yang Nampak yaitu makin dalamnya jurang pemisah?

Mengapa kita tak pernah mengambil sedikit pelajaran moral ketika diadakannya pemilu presiden beberapa bulan lalu? Semua rakyat di kota, desa sampai daerah terpencil pun berusaha untuk mendapatkan hak pilihnya, berusaha agar dia dapat memegang paku coblosan dan melihat gambar para pemimpin terpilih, dalam sanubarinya bertutur lemah sebentar lagi hidupku akan berubah, sebentar lagi aku dapat melihat suamiku mementeng tas kerjanya ke kantor, lalu pulang dengan lelah membawakan sedikit penghasilan untuk kami tetap bertahan hidup tapi, alangkah sayangnya karena semua aspirasi sanubari rakyat kita tak pernah sedikitpun terlintas di benak pikiran para calon pemimpin berdasi. Anda mau tahu apa yang terlintas? hoh, sebentar lagi jika saya terpilih jadi pemimpin di negeri ini, hidupku dan keluargaku sampai 17 turunan sekalipun akan tejamin oleh negara, kemana-mana aku akan dikawal oleh ajudan-ajudan kekar agar tak ada pikiran kotor sedikitpun yang dapat teraplikasikan untuk membinasakanku.

Sungguh tragis, bukan! Apakah kita akan diam saja menyaksikan perhelatan sanubari rakyat kita? Apakah kita akan tetap bertopang dagu?

Hei, tidakkah anda mengingat pelajaran studi PPKN sewaktu kita SD dulu? Seringkali dalam ulangan harian kita ada pertanyaan Bagaimana peran anak-anak dan pemuda dalam ikut membangun bangsa? Tak lain dan tak bukan kita pasti akan segera mencari jawaban Belajar dengan sebaik-baiknya

Tapi, kelak bila kita mulai dewasa, tentu sering muncul dalam lamunan kita apa sebenarnya makna belajar yang dimkasud dalam buku PPKN itu? Selama ini saya sudah belajar dari SD sampai SMA, namun gubuk depan rumah saya masih seperti itu? Hutang Indonesia kata guru ekonomi saya sewaktu SMA semakin banyak, bahkan triliunan, lalu peran saya dalam membangun bangsa seperti apa?

Masuk perguruan tinggi, menjadi mahasiswa. Anda tahu apa arti mahasiswa? Siswa yang maha, siswa yang katanya tingkat pengetahuannya tinggi, siswa yang sudah mampu berakhlak mulia!, tapi, kenyataannya apa? Mahasiswa masuk organisasi garis keras, tidak setuju dengan kebijakan pemerintah, mengadakan demokrasi, berorasi dimana-mana, memakai almamater universitas, yang katanya sebagai wujud rasa cintanya pada kampus, cintanya pada rakyat dan memperjuangkan amanah rakyat, menyalurkan aspirasi rakyat, tapi bertindak anarkis, malah tambah menyesakkan nafas rakyat, meresahkan aktivitas, dan semua waktu profesi lain jadi terkuras, profesi keamanan berbaju dan celana coklat serta hijau lagi-lagi harus menyisihkan waktunya, bukan sedikit tapi banyak buat mengamankan anak muda tak tahu terima kasih ini.

Hei, tahukah anda? Apa masa depan para pemuda sok tahu itu? Betul, mereka lagi yang akan duduk di bangku perwakilan rakyat, mereka lagi yang berdasi, bersepatu hitam dalan ruang ber-AC, tapi alangkah sayangnya! Mereka sama sekali amnesia tentang masa lalu mereka yang pernah jadi tukang protes, atas nama terjaminnya hidup 17 turunan, dusta pun rela mereka jual atas nama rakyat.

Intinya semua sama, kan? tak ada bedanya, bapak ibu yang berdasi dan berjas itu tak hanya menurunkan genetik biologis, tapi juga genetik moralitas tak beradab.

Lalu, solusi untuk generasi muda dan generasi tua apa? Generasi tua belok kanan, generasi muda pun demikian. Siapa sebenarnya yang patut diteladani? Siapa yang mengkoordinir semua kalangan? Siapa pemimpin kita?

Satu-satunya yang patut diteladani, yang pantas kita jadikan pemimpin, yang mampu mengkoordinir diri kita adalah diri kita sendiri, karena kitalah yang mempunyai diri kita, kitalah yang mengendalikan diri kita tanpa lupa bahwa ada tuhan yang menciptakan kita. Meski seribu hingga berjuta kata keluar dengan nafas terengah dari para pemimpin berdasi di seberang sana, atas nama kebijakan yang mungkin saja hanya 50 % menjamin terciptanya senyum di bibir kita, tapi kitalah yang akan menjalani kehidupan kita, ditangan kitalah benih emas untuk menanam pohon kebajikan yang dapat menciptakan kedamaian di tanah air kita tercinta, wahai para pemuda!

Ada seorang filosof besar cina, Lao Tsu, ketika ia ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin sejati, maka dia menjawab:

As for the best leaders, the people do not notice their existence. The next best, the people honour and praise. The next, the people fear, and the next the people hate. When the best leaders work is done, the people say we did it ourselves

Kepercayaan, kesempatan dan harapan yang harus ditumbuhkan oleh para pemimpin kita terhadap generasi muda.

Bapak, Ibu! Tanpa mengurangi rasa hormat kami pada kalian, kami cuma ingin berkata, Kami juga manusia, kalian pun demikian! Kita sama-sama punya otak untuk berpikir, kita juga punya 2 tangan, juga 2 kaki, kami juga dapat berjalan kemanapun kami berkehendak, dan yang paling kita sama-sama mempunyai hati nurani. Sejijik apapun kami, sehina apapun kami para generasi muda, kami pasti menginginkan yang terbaik buat bangsa kami ini, karena kami lahir di sini dari rahim kalian yang penuh kasih sayang, kami makhluk pribumi, kami cinta tanah air. Kalian cukup disana, di tempat kalian berdiri, diatas kursi putar kalian, didalam ruang ber-AC itu, kalian cukup memberi kami semangat, motivasi, inspirasi serta memaksimalkan pekerjaan kami, tapi pesan kami, jangan pernah berpikir untuk meninggalkan kami dengan amanah benih emas ini, bantu kami mencarikan lahan yang baik untuk menanamnya, bantu kami menyiramnya agar tumbuh subur, dan kita akan bersama memanennya dengan penuh kemenangan agar kita semua dapat mewujudkan hidup yang damai dan sejahtera, percayakan kepada kami, maka kami juga akan percaya pada diri kami sendiri

Inilah suara terdalam lubuk hati generasi muda. Mungkin kebanyakan pemimpin kita tak dapat menerima dengan bijak suara lubuk ini, karena para generasi muda tahu, mereka harus lebih menghormati orang-orang yang lebih duluan lahir dari mereka. Kami, para generasi muda tahu seorang pemimpin haruslah berwibawa, haruslah dihormati dan tak lupa dipuji. Tapi, apakah semua itu bisa menutup kemungkinan bahwa akar-akar kesombongan akan tumbuh dalam hati pemimpin kita? Apakah semua itu akan menjamin para pemimpin kita tidak akan lupa diri serta makin jauh dari cahaya rendah hati?

Untuk para generasi muda, hendaknya memanfaatkan kesempatan yang diberikan para orang tua kita, tanamkanlah dalam hati kita semangat untuk melayani rakyat, ubahlah diri kita menjadi sebaik-baiknnya pemimpin muda, lahirkanlah sifat amanah dalam mengepal kepercayaan yang diberikan oleh bapak dan ibu kita, sekarang bukan saatnya lagi untuk melempar batu sembunyi tangan, sewenang-wenang bertindak anarkis, merasa diri paling hebat dan bisa melakukan segalanya, paling benar dan paling hebat dalam perhelatan pemikiran! Ingat, nafas tanah air ada di tangan kita, pusaka merah di atas putih, hanya kita yang bias menurunkan dan menaikkannya kembali, bukalah mata hati kita, pikiran kita dan jangan pernah terpikir untuk menutup telinga kita! Jangan lagi kita bersembunyi dibawah atap ketidaktanggungjawaban! Kita berani berbuat, maka kita harus bertanggung jawab! Itulah pemimpin sejati.