epistemologi Budaya Konsumerisme

13
1 1.PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ketika produksi dikerahkan secara besar-besaran yang mengakibatkan keberlimpahan sehingga dibutuhkan tempat dilemparkan barang dan jasa tersebut dimana kapitalis harus membuat masyarakat mengkonsumsi barang yang telah diproduksi tersebut, dibuatlah semacam ideology agar masyarakat membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa tersebut.ideologi tersebut muncul ketika mode produksi digantikan oleh mode konsumsi, terutama dengan adanya arus globalisasi kapitalis semakin melebarkan kekuatan untuk melanggengkan kekuasaan atas masyarakat dalam konsumerisme. Konsumerisme menurut Baudrillard (2009: 79, buku masyarakat konsumsi) adalahsuatu pola pikir serta tindakan dimana orang melakukan tindakan membeli barang  bukan dikarenakan ia membutuhkan barang itu tetapi dikarenakan tindakan membeli itu sendiri memberikan kepuasan kepada dirinya sendiri. Artinya dia membeli bukan karena nilai guna barang tersebut melainkan dalam kajian Baudrillard disebut nilai tanda.Konsumerisme sebagai logika untuk memenuhi kepuasan hasrat.Melimpahnya  barang konsumsi bukan lagi karena kebutuhan masyarakat, namun lebih pada pemuasan nafsu mereka.Dalam pandangan Baudrillard, kapitalisme akhir memanfaatkan mesin hasrat tersebut untuk terus membelenggu masyarakat dalam jerat konsumerisme. Konsumerisme sangat kental dalam budya masyarakat modern yang begitu membutuhkan konsumsi dalam jumlah yang besar.Namun konsumsi yang dilakukan bukan lagi hanya sekedar kegiatan yang berasal dari produksi.Konsumsi tidak lagi sekedar kegiatan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan fungsional manusia.Konsumsi telah menjadi budaya, budaya konsumsi.Sistem masyarakat pun telah berubah, dan yang ada kini adalah masyarakat konsumen, yang mana kebijakan dan aturan-aturan sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebijakan pasar. Fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat konsumen, juga sangat diwarnai dengan kegempitaan kegiatan konsumsi. Bagi masyarakat konsumen, saat ini hampir tidak ada ruang dan waktu tersisa untuk menghindari diri dari serbuan berbagai informasi yang berurusan dengan kegiatan konsumsi. Arus informasi melalui media begitu

description

konsumerisme sebagai suatu budaya merupakan suatu pemborosan, ini adalah mengenai epistemologi konsumerisme

Transcript of epistemologi Budaya Konsumerisme

1.PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Ketika produksi dikerahkan secara besar-besaran yang mengakibatkan keberlimpahan sehingga dibutuhkan tempat dilemparkan barang dan jasa tersebut dimana kapitalis harus membuat masyarakat mengkonsumsi barang yang telah diproduksi tersebut, dibuatlah semacam ideology agar masyarakat membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa tersebut.ideologi tersebut muncul ketika mode produksi digantikan oleh mode konsumsi, terutama dengan adanya arus globalisasi kapitalis semakin melebarkan kekuatan untuk melanggengkan kekuasaan atas masyarakat dalam konsumerisme.Konsumerisme menurut Baudrillard (2009: 79, buku masyarakat konsumsi) adalahsuatu pola pikir serta tindakan dimana orang melakukan tindakan membeli barang bukan dikarenakan ia membutuhkan barang itu tetapi dikarenakan tindakan membeli itu sendiri memberikan kepuasan kepada dirinya sendiri. Artinya dia membeli bukan karena nilai guna barang tersebut melainkan dalam kajian Baudrillard disebut nilai tanda.Konsumerisme sebagai logika untuk memenuhi kepuasan hasrat.Melimpahnya barang konsumsi bukan lagi karena kebutuhan masyarakat, namun lebih pada pemuasan nafsu mereka.Dalam pandangan Baudrillard, kapitalisme akhir memanfaatkan mesin hasrat tersebut untuk terus membelenggu masyarakat dalam jerat konsumerisme.Konsumerisme sangat kental dalam budya masyarakat modern yang begitu membutuhkan konsumsi dalam jumlah yang besar.Namun konsumsi yang dilakukan bukan lagi hanya sekedar kegiatan yang berasal dari produksi.Konsumsi tidak lagi sekedar kegiatan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan fungsional manusia.Konsumsi telah menjadi budaya, budaya konsumsi.Sistem masyarakat pun telah berubah, dan yang ada kini adalah masyarakat konsumen, yang mana kebijakan dan aturan-aturan sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebijakan pasar.Fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat konsumen, juga sangat diwarnai dengan kegempitaan kegiatan konsumsi. Bagi masyarakat konsumen, saat ini hampir tidak ada ruang dan waktu tersisa untuk menghindari diri dari serbuan berbagai informasi yang berurusan dengan kegiatan konsumsi. Arus informasi melalui media begitu banyak masuk ke dalam kehidupan masyarakat, dengan cara tersebut konsumerisme masuk dalam kehidupan manusia.Konsumerisme sebagai suatu budaya begitu mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan menstruktur praktek keseharian masyarakat.Nilai-nilai, pemaknaan dan harga dari segala sesuatu yang dikonsumsi menjadi semakin penting dalam pengalaman personal dan kehidupan sosial masyarakat.Konsumerisme telah terinternalisasi dalam rasionalitas berpikir masyarakat dan teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.Saat ini internet sebagai salah satu media penyampai pesan juga sarat dengan informasi yang berkaitan dengan konsumerisme ini, salah satunya kemunculan situs di internet yang menawarkan barang secara online.Barang-barang yang dijual ditampilkan foto dari barang tersebutdan ditampilkan spesifikasi dari barang tersebut.Bahkan tidak jarang dicantumkan dicantumkan diskon sehingga individu menjadi tertarik membeli barang yang ditawarkan secara online ini.Pengguna internet di Indonesia yang ada sekarang mencapai 63 juta (http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Belanja_Daring_Nasional) merupakan pasar yang sangat besar jika kapitalis dapat memanfaatkannya melalui belanja secara online akan dapat memunculkan budaya konsumerisme, apalagi kita ketahui saat ini bahkan sudah muncul apa yang disebuthari belanja online nasional yang jatuh pada 12-12-2013, ini membuktikan budaya belanja online sudah dikenal dan merupakan budaya baru dalam berbelanja. Belanja secara online ini dapat meningkatkan arus konsumsi karena inndividu dapat dengan mudah belanja online aman, nyaman dan dan bisa dilakukan kapan saja(http://female.kompas.com/).Budaya belanja online memang dapat memberikan kemudahan dalam memilih barang yang diinginkan tetapi di lain sisi budaya konsumerisme dapat pula meningkat, seperti George ritzer menyimpulkan pandangannya mengenai konsumsi sebagai berikut.jika orang mencoba meringkas yang menjadi bagian dan yang tidak menjadi bagian dari konsumsi, maka konsumsi berlawanan dengan kebijakan konvensional, bukankah sesuatu yang dilakukan individu dan dengannya mendapatkan kenikmatan, kebahagiaan, dan kepuasan. Namun konsumsi adalah satu struktur (atau fakta sosial durkhemian) yang bersifat eksternal dan bersifat memaksa individu.Konsumsi bisa berbentuk organisasi structural, satu fenomena kolektif, atau moralitas yang berada di atas semua system tanda yang dikodekan, dalam hal individu dipaksa untuk menggunakan system tersebut. Penggunaan system tersebut adalah cara penting yang digunakan orang dalam berkomunikasi satu sama lainDalam masyarakat konsumsi, orang mengkonsumsi bukan hanya barang dan jasa, tetapi semua hal. Pada akhirnya yang tengah dikonsumsi adalah konsumsi itu sendiri (mengkonsumsi konsumsi), contoh: orang membaca atau menonton iklan berarti mengkonsumsi konsumsi.Menurutnya segala hal bisa menjadi objek konsumen. Konsumsi mencengkeram semua kehidupan masyarakat (Baudrillard, 2009: xxxiv-xxxv)

B.Permasalahan PenelitianBudaya Konsumerisme membawa dampak negative kepada masyarakat ketika kesadaran mengenai apa yang benar-benar bernilai digantikan menjadi apa yang dicitrakan bernilai. Apalagi dalam belanja online yang dicitrakan bernilai adalah benda-benda yang umumnya adalah benda sekunder maupun tersier. Dalam budaya konsumerisme penilaian terhadap apa yang menjadi kebutuhan dikonsumsi dan apa yang bisa ditunda dalam konsumsi menjadi kabur karena pencitaraan terhadap nilai bendanya dimana segala sesuatunya harus dicoba, atau akan dihantui ketakutan untuk ketinggalan atau kehilangan sesuatu, yaitu segala bentuk kesenangan.Permasalahan dalam penelitian ini adalah Baudrillard relevansinyadengan budaya belanja secara online.Rumusan masalah terdiri dari tiga pertanyaan yaitu:1. Apa makna budaya konsumerismemenurut jean Baudrillard?2. Apa dasar epistemologi budaya konsumerismemenurut jean Baudrillard?3. Bagaimana relevansi budaya konsumerisme dengan budaya belanja secara onlinedi Indonesia? 4. Bagaimana cara mencegah budaya konsumerisme dalam budaya belanja secara online di Indonesia?

C. Keaslian Penelitian

NoJudul, Nama, TahunObjek FormalObjek MaterialMetodeHasil

1Tesis.Epistemologi konsumerisme, Fadhillah, 2010.EpistemologiKonsumerismeJenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptifHasil yang dicapai dari penelitian meliputi tiga hal :pertama pandangan epistemology konsumsi baudillard bersifat multi dimensi.kedua, masyarakat konsumsi adalah individu sosial sebagai subjek konsumsi. Ketiga, budaya konsumerismeadalah budaya masyarakat yang cenderung mengkonsumsi objek secara berlebihan ,

2Tesis, Interpretasi makna atas simulasi dan hiperrealitas sebagai stimulant konsumerisme (analisis semiotika barthesian dalam katalog MLM Tupperware), Hartati Sulistyo rini2011,Semiotika (Filsafat Khusus)Stimulant Konsumerisme dalam katalog MLM TupperwareJenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptifHasil yang dicapai dalam Penelitian ini Arti penting dari media disini katalog dalam masyarakat konsumsi ini menjadi topic kajian yang melengkapi analisis ini. System tanda yang tersusun dalam katalog yang membentuk citar atas simulasi dan hiprealitas tersebut digunakan oleh produsen sebagai salah satu strategi pemasaran.

3Gaya hidup dan budaya konsumen: kasus konsumen di galleria di Yogyakarta. Cho, Youn-Mee, 1997EpistemologiGaya hidup dan budaya konsumenJenis penelitian ini menggunakan metode penelitian grounded researchHasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah gaya hidup pada konsumen galleria dipengaruhi oleh tren masa kini mengkonsumsi system tanda, misalnya dengan membeli jam bermerek terkenal agar terlihat mewah ketika berjalan di mall.

D. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui makna budaya konsumerisme menurut jean Baudrillard.2. Menemukandasar epistemologi budaya konsumerisme menurut Jean Baudrillard.3. Melakukan refleksi kritis mengenai budaya konsumerisme menurut jean Baudrillard relevansinya dengan budaya belanja secara online di Indonesia.4. Melakukan refleksi kritis untuk mencegah budaya konsumerisme berdasar perspektif Jean Baudrillard.

2. MANFAAT PENELITIAN A. MANFAAT BAGI PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT1. Sebagai peningkatan keilmuan strategis dalam objek formal epistemology berkaitan dengan budaya konsumerisme2. Sebagai langkah pengembangan keilmuan berkaitan dengan filsafat sosial hubungannya dengan masyarakat konsumsi.B. MANFAAT BAGI PEMBANGUNAN BANGSA DAN NEGARA1. Sebagai langkah kritis untuk mencegah budaya konsumerisme.2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bahaya budaya konsumerisme dan cara untuk mencegah budaya konsumerisme.

3.TINJAUAN PUSTAKA1. Buku Berjudul Budaya Konsumen ditulis oleh Celia Lury yang diterbitkan oleh yayasan obor, buku ini melihat budaya Konsumen dari basis studi yang luas meliputi bangkitnya budaya konsumen dalam hubungan antara produksi dan konsumen benda-benda budaya.2. Buku Berjudul Budaya Konsumen Terlahir Kembali: Modernitas, Konsumsi dan kebudayaan ditulis oleh Martin J. Lee yang diterbitkan kreasi wacana pada tahun 2006. Buku ini Buku ini berupaya mendalami mantra-mantra yang ditebarkan pada Pedagang, mulai iklan perusahaan multi-nasional sampai rayuan pedagang asongan, agar nafsu mengonsumsi bergelora sedahsyat-dahsyatnya di dalam diri seseorang. Di lain pihak, buku ini pun ingin menunjukkan bahwa teknik-teknik pengendalian hawa nafsu, baik yang berasal dari Marx maupun lainnya, ternyata kurang manjur.3. Buku Posmodernisme dan Budaya Konsumen ditulis oleh Mike Fearstone yang diterbitkan oleh Pustaka pelajar pada tahun 2004 lebih kepada Budaya konsumen (consumer culture), dari Adorno, Horkheimer, Marcuse, disajikan sebagai kritik elitis tentang budaya massa (mass culture) yang menggambarkan sesuatu yang sekarang dipandang sebagai perbedaan yang meragukan antara individualitas yang nyata dengan yang palsu, dan antara kebutuhan yang sesungguhnya dengan kebutuhan yang semu.Penelitian mengenai ontologi budaya konsumen (consumer culture) dari keempat filsuf yaitu Jean Baudrillard, Pierre Bourdieu, Herbert Marcuse dan George Ritzer yang berhubungan langsung dengan masalah budaya konsumen merupakan penelitian yang masih baru untuk diteliti dan dapat memberikan manfaat paling tidak sebagai alternatif menangkal bahaya konsumerisme.

4.LANDASAN TEORI1. Teori Masyarakat Konsumsi (Consumer Society)Baudrillard menyatakan bahwa kebutuhan diproduksi sebagai sebuah kekuatan konsumtif.Kebutuhan adalah bentuk paling maju dari sistematisasi rasional kekuatan-kekuatan produksi pada level individu, dimana konsumsi memakai penyampaian logis dan penting dari produksi. Dunia objek dan kebutuhan akan menjadi dunia histeria merata. Seperti organ-organ dan fungsi tubuh dalam perubahan histerikal menjadi sebuah paradigma yang besar dengan menandakan melalui bahasa lain atau melalui perkataan yang lain. Konsumsi adalah sebuah ideologi dan sebuah sistem komunikasi, dan dapat dipandang sebagai eksklusivitas kenikmatan.Seperti yang dikatakan Baudrillard dalam buku consumer societyThe truth of consumption is that is not a function of enjoyment, but a function of production Consumption is a system which secures the ordering signs and integrationof the group: it is therefore both morality (a system of ideological values) and a communication system, a structure exchangeit is on this basis, and on the fact that this social function and structural organizationfar surpass individual and impose themselves upon them by the way of an conscious social constraint, that we can found a theoretical hyphothesis that is neither a merely reciting of figures nor descriptive metaphisics.According this hypheothesis, paradoxical as it may seem, consumtion is defined as exclusive of enjoyment (Baudrillard, 1998 : 78).

Kenikmatan bukanlah tujuan dari konsumsi, melainkan hanya sekedar rasionalisasi.Tujuan sebenarnya adalah untuk memberi sokongan terhadap sistem obyek. Produksi dan konsumsi adalah satu dan proses logis yang sama dalam pengembangan reproduksi kekuatan-kekuatan produktif dan kontrol mereka.

Menurut George Ritzer (1998), Baudrillard memakai dua pendekatan untuk menukilkan pemikirannya di dalam Masyarakat Konsumsi, yaitu sosiologi dan strukturalisme. Oleh karenanya pembahasan Baudrillard juga bersinggungan dengan teori bahasa yang berkaitan erat dengan kedua pendekatan tersebut. Sebagaimana bahasa, konsumsi adalah cara dimana kita berbicara dan berkomunikasi satu sama lain. Begitu kita berpikir tentang konsumsi sebagai suatu bahasa, kita bebas menguraikan seluruh perlengkapan yang berasal dari linguistik struktural.Konsumsi sebagai nilai tanda mengandung kelebihan dan kekurangan.Tindakan konsumsi bukan hanya pembelian yang sederhana, tetapi juga sebuah perluasan, konsumsi adalah manifestasi kekayaan, dan sebuah perwujudan dari penghancuran kekayaan.Nilai pertukaran ekonomis diubah ke dalam nilai pertukaran tanda berdasarkan sebuah monopoli kode.Masyarakat tak lagi membeli barang atau jasa karena barang atau jasa itu dapat ditukarkan dengan barang yang bernilai tinggi.Tidak juga masyarakat menghendaki kegunaan dari barang atau jasa yang mereka konsumsi.Justru saat ini kebutuhan yang prestisius menjadi hasrat tertinggi masyarakat.Inilah bahasa yang dikomunikasikan dalam sistem obyek.5.METODE PENELITIANA. BERKAITAN DENGAN SUMBER DATAJenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kepustakaan, Menurut Kaelanyang dimaksud dengan: penelitian kepustakaan adalah tipe penelitian filsafat yang mengkaji objek material karya-karya filsuf yang ebrupa karya filsafat. Untuk tipe penelitian seperti ini sumber data dikumpulkan dari buku-buku kepustakaan, yamh berkaitan dengan objek material penelitian tersebut(Kaelan, 2005 : 138).Berdasarkan objek material penelitian ini yaitu budaya konsumerisme yang dilihat dari objek formal epistemology, menurut pandangan Jean Baudrillard.Sumber primer dalam penelitian ini adalah buku Baudrillard mengenai masyarakat konsumsi yang berjudul The Consumer Society Mith and Structures, diterbitkan pada tahun 1998 oleh penerbit Sage Publications. Pada buku ini terkandung pemikiran utama Baudrillard mengenai budaya konsumerime dalam kaitannya konsumsi system tanda.Sumber sekunder dalam penelitian ini adalah semua buku-buku Jean Baudrillard mengenai konsumerisme, system tanda, dan hiperealitas. Sumber sekunder dalam penelitian ini juga buku-buku dari filsuf dan teoritisi sosial yang mempunyai tema yang sama mengenai budaya konsumerisme.B. BERKAITAN DENGAN PENGUMPULAN DATABerkaitan dengan jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kepustakaan maka pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah menggunakan kartu data, kartu data dapat diperoleh di took-toko kertas atau dengan membuat sendiri, yaitu kertas tebal (seperti kertas cover), dengan bentuk empat persegi panjangukuran kira-kira 10cmx15cm(Kaelan, 2005 : 155).Tahapan membaca yang akan dilakukan peneliti agar dapat menangkap makna secara keseluruhan mengenai budaya konsumerisme dalam buku Baudrillard akan melalui bebrapa tahapan konkrit(Kaelan, 2005 : 155) yaitu1. Membaca pada tingkat simbolik, yaisinopsis dari isi buku membaca dilakukan pada melainkan menangkap synopsis dari isi buku, bab yang menysusnnya, sub bab sampai pada bagian-bagian terkecil buku. Tahap membaca dalam tahap simbolik ini perlu untuk memenuhi peta penelitian dan mengembangkan peta penelitian.2. Membaca pada tingkat semantik, artinya peneliti mengumpulkan data dengan membaca lebih terinci, terurai dan menangkap esensi dari data tersebut.hal ini memerlukan ketekunan dan kerja dengan waktu yang cukup lama. Pada tahap membaca pada tingkat semantic ini peneliti harus mendahulukan data-data dari sumber primer, baru ketika sumber primer telah diolah maka baru ke data sekunder.Proses selanjutnya adalah proses perekaman data yang dalam hal ini melalui teknis mencatat dalam kartu data. Proses perekaman dan pencatatan dalam kartu data akan menggunakan empat cara dalam mencatat data ke dalam kartu-kartu data:1. Mencatat data secara quotasi, mencatat data secara quotasi adalah mencatat data dari sumber data secara langsung tanpa mengubah satu kata pun dari sumber data (Nazir dalam Kaelan, 2005 : 165) mencatat secara quotasi ini peneliti gunakan ketika menyangkut terminology kunci dari seorang tokoh sehingga maksud apa yang dimaksudkan tokoh tersebut tereduksi seminimal mungkin akan. 2. Mencatat data secara paraphrase, artinya menangkap keseluruhan inti sari data kemudian mencatatkan pada kartu data, dengan menggunakan kalimat atau kata-kata yang disusun oleh peneliti sendiri (Nazir dalam Kaelan, 2005: 160). Proses ini berfungsi sebagai peningkatan efisiensi karena bila menulis semua pemikiran secara quotasi akan membutuhkan banyak dana dan waktu. Dalam mencatat secara paraphrase diutamakan dalam menemukan ide pokok dari tulisan tersebut dan menuliskan kembali dengan bahasa penulis.3. Mencatat Secara sinoptik, maksudnya melakukan pencatatan dilakukan dengan cara membuat ikhtisar atau summary (Nazir dalam Kaelan, 2005: 161) setelah peneliti membaca suatu bagian atau sub bagian misalkan penulis kemudian membuat ringkasan dari apa yang dibaca tetapi perlu dicatat bahwa hasil synopsis ini harus memuat unsur-unsur yang sama secara logis, sebagaimana terkandung di data.4. Metode mencatat secara prcis, ketika telah melakukan pencatatan secara sinopti dimungkinkan peneliti akan menemukan data yang plural maka perlu perlu peneliti mengelompokkan berdasar kategori-kategori, yang meliputi budaya konsumerisme, sistem tanda, dan hiperrealitas. Metode mencatat secara precise dapat digunkan atau tidak karena disini penulis sudah spesifik dalam penelitian mengenai aspek epistemology budaya konsumerisme.

C. ANALISIS DATA1. Analisis pada waktu pengumpulan dataAnalisis dalam pengumpulan data akan dipilih sebab dalam penelitian kepustakaan tidak mungkin penulis melakukanhanya memilih buku tanpa dibaca isinya terlebih dahulu. Dikatakan oleh kaelan analisis data tidak hanya dilakukan setelah pengumpulan data melainkan juga pada waktu pengumpulan data. Setiap aspek pengumpulan data,peneliti senantiasa sekaligus melakukan suatu analisis(Kaelan, 2005: 166)Dalam proses pengumpulan data ini yang digunakan adalah metode herneutika dengan melalui verstehen, interpretasi dan kemudian memberikan penafsiran. Metode ini diterapkan mengingat data yang dikumpulkan berupa data-data verbal, yang sifatnya deskriptif dalam bentuk uraian kalimat yang panjang (Kaelan, 2005: 166)

2. Analisis DATA SETELAH pengumpulan dataAnalisis setelah pengumpulan data dengan melakukan suatu interpretasi dan penafsiran terhadap proses analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan di antara unsur yang ada dan kemudian merumuskan kontruksi teoritisnya (Kaelan, 2005: 166). Berikut adalah proses analisis data yang penulis gunakan berdasarkan Miles dan Huberman (Miles & Huberman, 1992: 46):

1. Reduksi DataMeliputi kegiatan yang berupa pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah yang muncul dari catatan-catatan selama di lapangan. Pada tahap ini data-data yang berupa catatan-catatan dari tahap pengumpulan data dipilah-pilah berdasarkan rumusan masalah yang ada.2. Penyajian DataPada tahap ini peneliti menerjemahkan hasil pemilahan data dalam bentuk naratif. Data mengenai konsumerisme dan berbagai data lain yang telah di reduksi yang berkaitan dengan makna budaya konsumerisme disusun menjadi paragraf naratif berdasarkan rumusan masalah yang ada.3. METODE ANALISISSelain dilakukan analisis data secara deskriptif kemudian untuk menentukan saling hubungan antara satu kategori dan kategori lainnya dilakukan dengan metode analisis serta interpretasi sesuai dengan peta penelitian yang di bombing oleh masalah dan tujuan penelitian. Proses analisis data ini dilakukan untuk mewujudkan konstruksi teoritis, yaitu untuk menemukan pola sistematis pandangan filosofis dari filsuf yang merupakan objek material dalam penelitian filsafat(Kaelan, 2005: 171).Beberapa unsur metode yang digunakan adalah:1. VerstehenProses analisis ini berada di tingkat analisis simbolik untuk memahami makna yang terkandung dalam konsep-konsep dan pemikiran-pemikiran filsuf. Analisis ini dilakukan dengan merinci susunan-susunan verbal yang diungkapkan oelh para filsuf. Verstehen berguna untuk menangkap kembali isi pemikiran, dan jikalau data itu data itu berkaitan dengan dimensi sejarah verstehan berguna untuk menghidupkan kembali makna yang terkandung dalam konsep filosofis (Kaelan, 2005: 171).2. InterpretasiSetelah dilakuakn analisis dengan metode verstehen berikutnya sebagai konsekuensinya dilakukan analisis interpretasi. Metode interpretasi diterapkan untuk menangkap makan konsep-konsep dan pemikiran filosofis secara sistematis. Analisis interpretasi untuk mewujudkan penangkapan makna secara sistematis ke arah terwujudnya konstruksi teoritis, artinya pemahaman interpretatif ke arah struktur filosofis yang sistematis (Kaelan, 2005: 172).3. InterpretasiMetode heuristic digunakan untuk menemukan suatu jalan baru, baik suatu pemikiran-pemikiran baru setelah menyampaikan penyimpulan, kritik teoritis, atau menemukan suatu metode baru(Kaelan, 2005 : 254). Disini peneliti menggunakan metode heuristic untuk dapat menemukan pemikiran dari Jean Baudrillard mengenai budaya konsumerisme relevansinya denganbudaya belanja secara online, harapannya peneneliti juga dapat menemukan rumusan teoritisnya sendiri sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan budaya konsumerisme ini.

6.BAGIAN AKHIRDAFTAR PUSTAKA SEMENTARABUKUBaudrillard, Jean. 1998. Consumer Society. London. Sage Publications Inc.Hacker, Richard.1990. (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. Yogjakarta.Jalasutra.M.S, Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta. ParadigmaMarcuse, Herbert. 2007. One-Dimensional Man. New York. Beacon Press.Miles & Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta. Universitas IndonesiaPress.Noviani, J. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan: Antara Realitas, Represi dan Simulasi, Cet. 1. Yogyakarta. Pustaka PelajarPiliang, Amir Yasraf. 2009. Posrealitas, Realitas Kebudayaan dalam era Posmetafisika. Yogyakarta.Jalasutra.Ritzer, George. Mei 2002. Ketika Kapitalisme Berjingkrang: Telaah Kritis terhadap Gelombang McDonaldisasi. Yogyakarta. Pustaka PelajarTESISTesis, epistemology konsumerisme, Fadhillah, 2010,Yogjakarta, UGM. Tesis, Interpretasi makna atas simulasi dan hiperrealitas sebagai stimulant konsumerisme (analisis semiotika barthesian dalam katalog MLM Tupperware), Hartati Sulistyo rini2011, Yogyakarta, UGM.Tesis. Gaya hidup dan budaya konsumen: kasuus konsumen di galleria di Yogyakarta. Cho, Youn-Mee, 97.Yogyakarta.UGM.

1