Epilepsi Case Novi

download Epilepsi Case Novi

of 31

description

epilepsi

Transcript of Epilepsi Case Novi

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    1/31

    PRESENTASI KASUS

    EPILEPSI

    PEMBIMBING

    Dr. Marwatal Hutadjulu, SpS

    PENYUSUN

    Tri Novia Maulani

    030.08.243

    KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

    RSUP FATMAWATI

    PERIODE 10 JUNI 14 JULI 2013

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    2/31

    BAB I

    Pendahuluan

    Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti "serangan" atau

    penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum

    terjadi dan penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi

    medik tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun

    keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi

    masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi. 2

    Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi utama dengan

    permasalahan yang komplek. Epilepsi memiliki beban sakit yang

    signifikan,terutama dinegara-negara berkembang dimana menunjukkan bahwa

    tingkat cedera dan kematian lebih tinggi pada penyandang epilepsy dibanding

    populasi normal. Epilepsi juga dihubungjan dengan konsekuensi psikososial yang

    lebih berat bagi para panyandangnya.Stigma sosial yang melekat pada epilepsi

    juga menghambat panyandangnya untuk terlibat dalam kegiatan olahraga ,pekerjaan, pendidikan dan pernikahan.

    Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan

    mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan

    psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya. 3 Oleh

    karena itu, pada tinjauan kepustakaan ini akan dijabarkan tentang definisi,

    epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala, diagnosis, dan terapi

    epilepsi

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    3/31

    BAB II

    STATUS NEUROLOGI

    I. IDENTITAS PASIEN

    No RM : 00902181

    Nama : Tn. W

    Usia : 62 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Tempat tanggal lahir : Jakarta, 5 Juli 1951

    Pekerjaan : Pensiunan

    Pendidikan terakhir : SMA

    Status pernikahan : Menikah

    Suku : Jawa

    Alamat : Jl.Gunung Merbabu

    Agama : Islam

    Tanggal Kunjungan RS : 17 Juni 2013

    II. ANAMNESIS

    Tanggal 17 Juni 2013 pasien masuk Poli Saraf & dilakukan anamnesis pukul

    09.00 WIB

    Keluhan Utama : -

    Riwayat Penyakit Sekarang:

    Pasien datang kontrol dengan riwayat kejang berulang

    Pasien datang ke poli saraf untuk kontrol karena obat habis.

    Terakhir kali kejang sekitar 2 tahun yang lalu. Kejang terjadi dikarenakan

    pasien tidak meminum obat. Kejang terjadi 1 kali. Dengan durasi sekitar

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    4/31

    10 menit. Sebelum kejang pasien mengaku tidak merasakan suatu

    perasaan yang aneh, baik mencium sesuatu maupun merasakan perubahan

    pada dirinya. Tidak ada kejadian tertentu sebagai pencetus kejang.

    Kejang dideskripsikan oleh ibu pasien sebagai kelojotan.

    Didahului dengan gerakan kaku dan kemudian pasien seperti kelojotan,

    seluruh anggota gerak bergerak disaat yang bersamaan. Pada saat kejang

    pasien tidak sadar. Mata mendelik keatas disertai mulut yang berbusa.

    Setelah selesai serangan, pasien mengaku tidak ingat apa yang telah

    terjadi pada dirinya. Pasien mengaku selama ini rajin control sebulan

    sekali dan minum obat secara teratur.

    Penyakit yang menyertai seperti pusing, demam, mual, serta

    muntah proyektil disangkal. Pandangan ganda(-), bicara pelo (-),

    kesemutan (-), kelemahan tiba-tiba (-). Rasa tidak nyaman ketika melihat

    cahaya yang terang maupun mendengar suara yang bising disangkal.

    Riwayat Penyakit Dahulu:

    Pasien pertama kali kejang pada usia 8 bulan. Pada saat itu

    sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi dan kemudian

    mengalami kejang yang memiliki durasi sekitar 1 menit. Sekitar kurang

    lebih 6 jam kemudian pasien kembali kejang untuk kedua kalinya. Ibu

    pasien tidak ingat persis bagaimana deskripsi kejang pada saat itu.

    Pasien pertama kali datang ke poli saraf RSUP Fatmawati pada

    tanggal 27 Agustus 2004 dengan keluhan kejang dari tanggal 19 Agustus

    21 Agustus. Selama 3 hari tersebut kejang sebanyak 10x per hari.

    Dengan durasi 2 menit. Pola kejang selalu sama. Kejang tidak didahului

    dengan gerakan salah satu anggota tubuh. Pada saat kejang seperti

    kelojotan dan disertai mata mendelik keatas serta mulut yang berbusa.

    Setelah kejang pasien tertidur sempat terbangun kembali sebelum

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    5/31

    mengalami serangan yang kedua. Begitu seterusnya. Pada saat itu pasien

    berusia 10 tahun dengan BB 44 kg. diberikan obat Trileptal -1-1,

    depakote 2 x 250 mg, Asam folat 2 x 1 tab.

    Setelah itu pasien rutin kontrol tiap bulan ke poli saraf RSUP

    Fatmawati. Dan setiap bulan mengalami bangkitan 1 -2 kali.

    Riwayat tumbuh kembang :

    Pasien lahir normal, cukup bulan. Dengan BB 4,25 Kg dan TB 50

    cm. pasien menangis spontan dan tidak ada kelainan pada saat itu. Pada

    saat hamil, ibu pasien mengaku tidak memiliki penyakit apapun, riwayat

    demam saat hamil disangkal. Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat

    obatan apapun selama kehamilan.

    Pasien mulai berjalan pada usia 1 tahun. Dan mulai berbicara pada

    usia 1,5 tahun.

    Riwayat jatuh atau terbentur pada bagian kepala saat pasien masih

    balita tidak diketahui oleh ibu pasien karena pasien dirawat oleh

    pembantu rumah tangga.

    Riwayat Penyakit Keluarga:

    Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang

    sama seperti pasien. Riwayat kejang demam dalam keluarga disangkal.

    III. PEMERIKSAAN FISIK

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    6/31

    Keadaan umum

    Kesadaran : Compos Mentis

    GCS : E4M6V5

    Keadaan Umum : Baik

    Status gizi : Baik

    Tanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg

    Nadi : 88x/menit,regular,isi cukup

    Suhu : 36,5o C

    Pernafasan :19x/menit regular

    Keadaan Lokal

    Trauma Stigmata : -

    Perdarahan perifer : Capillary refill time < 2 detik

    Pulsasi arteri karotis : cukup, regular equal kanan kiri

    KGB : tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

    Columna Vertebralis : Lurus ditengah, tidak ada nyeri tekan

    Kepala : rambut hitam, tidak mudah dicabut, jejas (-), nyeri tekan perikranial (-)

    Mata : conjungtiva anemis (-)/(-), sclera ikterik (-)/(-). Pupil bulat isokhor, RCL

    (+)/(+), RCTL (+)/(+)

    THT

    Telinga :Deformitas (-)/ (-): serumen minimal

    Hidung : Pernafasan cuping hidung ( - ): Deformitas (-)

    Tenggorokan : T1/T1 Tidak hiperemis

    Gigi & Mulut : Oral trusth ( - )

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    7/31

    Leher : Tiroid tidak teraba, JVP 5-2 cmH20

    Penggunaan otot pernafasan tambahan m. sternokleidomastoideus (-):pembesaran KGB (- ) nyeri tekan (-)

    Paru

    Inspeksi : gerakan nafas simetris dalam statis &

    dinamis

    Palpasi : Nyeri tekan (-), emphysema subkutis (-)

    vocal fremitus sama pada lapang paru

    dextra et sinistra

    Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

    Auskultasi : Suara nafas lapang paru dextra et sinistra vesikuler; Tidak

    ada suara nafas tambahan. Ronkhi ataupun wheezing pada kedua lapang paru

    Jantung

    Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

    Palpasi : teraba Ictus ordis pada 2 jari medial Linea Midclavicula ICS 5

    sinistra

    Perkusi : Pinggang jantung ICS III Linea parasternalis sinistra

    : Batas kanan ICS 4 linea parasternalis dextra

    : Batas Kiri 2 jari medial Linea midclavicularis sinistra ICS 5

    sinistra

    Auskultasi : BJ I & II regular, Murmur (-), Gallop (-)

    Abdomen

    Inspeksi : datar, tidak tampak buncit.

    Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defanse muscular(-), hepatoslenomegali (-)

    Perkusi : Timpani

    Auskultasi : BU (+) normal

    Punggung :deformitas (-), gibus (-)

    Genitalia Eksterna : tidak diperiksa

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    8/31

    Ekstremitas : perfusi baik, akral hangat +/+,edem pitting

    -/-, sianosis -/-,clubbing finger -/-

    Kelenjar Getah Bening : Tidak ada kelainan

    Status Neulologis

    GCS : E4M6V5

    TRM :

    Kaku kuduk (-)

    Brudzinski I (- / -)

    Brudzinski II (- / - )

    Laseque >70o/>70o

    Kernig >135o/>135o

    Saraf Kranialis

    N.I - Olfaktori : baik

    N.II - Optikus

    Acies Visus : kesan baik Dextra et Sinistra

    Visus Campus : kesan baik Dextra et Sinistra

    Lihat warna : kesan baik Dextra et Sinistra

    Funduskopi : tidak diperiksa

    N. III (oculomotor) ,IV (tokhlearis) dan VI (absusen)

    Kedudukan bola mata : Ortophori Dextra et Sinistra

    Pergerakan bola mata : Baik ke segala arah

    Eksoftalmus : Dextra et Sinistra -/-

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    9/31

    Nistagmus : Dextra et Sinistra -/-

    Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm RCL +/+ RCTL +/+

    Akomodasi : Dextra et Sinistra +/+

    Konvergensi : Dextra et Sinistra +/+

    N. V (trigeminus)

    Cab. Motorik

    Gerakan Rahang : Dextra et Sinistra baik

    Menggigit : Dextra et Sinistra baik

    Cab. Sensorik

    Opthalmicus : Dextra et Sinistra baik

    Maksilaris : Dextra et Sinistra baik

    Mandibularis : Dextra et Sinistra baik

    Reflek

    Corneal reflex : Dextra et Sinistra +/+

    Jaw refleks : Dextra et Sinistra -/-

    N. VII (fasialis)

    Motorik orbitofrontal: baik

    Motorik orbikularis: baik

    Pengecap lidah : baik

    N.VIII (vestobulochoclear)

    Vestibular : Dextra et Sinistra baik

    Koklear : Dextra et Sinistra baik

    N. IX (glosofaringeus), X (vagus)

    Motorik : Dextra et Sinistra baik

    Sensorik : Dextra et Sinistra baik

    N. XI (Aksesorius)

    Mengangkat bahu: baik

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    10/31

    Menoleh : baik

    N. XII (Hipoglosus)

    Pergerakkan lidah : baik

    Atrofi :-

    Fasikulasi : -

    Tremor : -

    Trofi :Eutrofi

    Tonus : Normotonus

    Sistem Motorik : Ekstremitas : Atas 5555 | 5555

    : Bawah 5555 | 5555

    Sistem Sensorik

    Propioseptif : Dextra et Sinistra baik

    Eksteroseptif : Dextra et Sinistra baik

    Fungsi Otonom

    Miksi : Baik

    Defekasi : Baik

    Sekresi Keringat : Baik

    Reflek Fisiologis

    Biseps : +2 |+ 2

    Triseps : +2 |+ 2

    Radius : +2 |+ 2

    Patella : +2 |+ 2

    Achiles : +2 |+ 2

    Reflek Patologi

    Hoffman tromer : - | -

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    11/31

    Babinski : - | -

    Chaddok : - | -

    Oppenhein : - | -

    Schafer : - | -

    Gonda : - | -

    Mendel-Bechterew : - | -

    Klonus Patella : - | -

    Klonus Achiles : - | -

    Gerakan Involunter

    Tremor : - | -

    Khorea : - | -

    Atetose : - | -

    Mioklonik : - | -

    Tik : - | -

    Fungsi Serebelar

    Ataksia : - | -

    Disdiadokinesis : - | -

    Jari-jari : - | -

    Jari-hidung : - | -

    Tumit-lutut : - | -

    Fenomena Rebound : - | -

    Hipotoni : - | -

    Fungsi Luhur

    Astereognosia : - | -

    Apraksia : - | -

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    12/31

    Afasia : - | -

    Keadaan Psikis

    Inteligensia : baik

    Tanda regresi : -

    Demensia : -

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Lab darah

    PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN HASIL

    HEMATOLOGI

    Hemoglobin

    Hematokrit

    Lekosit

    Trombosit

    Eritrosit

    11,7 15, 5 g/dl

    33 45 %

    5, 0 10,0 ribu/ul

    150 440 ribu/ul

    3,80 5,20 juta/ul

    13,3

    40

    5,7

    331

    4,69

    VER/HER/KHER/RDW

    VER

    HER

    KHER

    RDW

    80,0 100,0 fl

    26,0 34,0 pg

    32,0 36,0 g/dl

    11,5 14,5%

    84,4

    28,4

    33,6

    11,4

    HITUNG JENIS

    Basofil

    Eosinofil

    0,0 1,0%

    1,0 3,0%

    0,0

    1,0

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    13/31

    Netrofil

    Limfosit

    Monosit

    50,0 70,0 %

    20,0 40,0 %

    2,0 8,0 %

    55,0

    39,0

    5,0

    FUNGSI HATI

    SGOT

    SGPT

    0 34 U/l

    0 40 U/l

    22

    21

    FUNGSI GINJAL

    Ureum darah

    Creatinin darah

    20 40 mg/dl

    0,6 1,5 mg/dl

    10

    0,4

    2. EEG

    Kesan : Abnormal dengan perlambatan dan focus epileptiform di TPC kiri.

    V. RESUME

    Pasien datang kontrol dengan Riwayat kejang.

    Riwayat Penyakit Sekarang:

    Pasien datang kontrol dengan riwayat kejang berulang

    Pasien terakhir kali kejang sekitar 2 bln yg lalu. Kejang terjadi

    dikarenakan pasien tidak meminum obat. Kejang terjadi hanya 1 kali.

    Dengan durasi sekitar 2 menit. Sebelum kejang pasien mengaku tidak

    merasakan suatu perasaan yang aneh, baik mencium sesuatu maupun

    merasakan perubahan pada dirinya. Tidak ada kejadian tertentu sebagai

    pencetus kejang.

    Kejang tidak didahului dengan pergerakan dari salah satu anggota

    badan terlebih dahulu. Kejang dideskripsikan oleh ibu pasien sebagai

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    14/31

    kelojotan. Didahului dengan gerakan kaku dan kemudian pasien seperti

    kelojotan, seluruh anggota gerak bergerak disaat yang bersamaan. Pada

    saat kejang pasien tidak sadar. Mata mendelik keatas disertai mulut yang

    berbusa.

    Setelah selesai serangan, pasien kemudian tertidur kurang lebih 1

    jam. Pasien mengaku setelah kejang langsung tertidur dan begitu

    terbangun tidak merasakan keanehan apapun pada tubuhnya.

    Pasien pertama kali kejang pada usia 8 bulan. Pada saat itu

    sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi dan kemudian

    mengalami kejang yang memiliki durasi sekitar 1 menit. Sekitar kurang

    lebih 6 jam kemudian pasien kembali kejang untuk kedua kalinya. Ibu

    pasien tidak ingat persis bagaimana deskripsi kejang pada saat itu.

    Pasien pertama kali datang ke poli saraf RSUP Fatmawati pada

    tanggal 27 Agustus 2004 dengan keluhan kejang pada tanggal 19-21

    Agustus kejang sebanyak 10x per hari. Dengan durasi 2 menit. Polakejang selalu sama. Kejang tidak didahului dengan gerakan salah satu

    anggota tubuh. Pada saat kejang seperti kelojotan dan disertai mata

    mendelik keatas serta mulut yang berbusa. Setelah kejang pasien tertidur

    dan pasien sempat terbangun sebelum bangkitan berikutnya. Begitu

    seterusnya. Pada saat itu pasien berusia 10 tahun dengan BB 44 kg.

    diberikan obat Trileptal -1-1, depakote 2 x 250 mg, Asam folat 2 x 1

    tab.

    Setelah itu pasien rajin kontrol setiap bulan ke poli saraf RSUP

    Fatmawati. Dan setiap bulan mengalami bangkitan 1 2 kali.

    Pemeriksaan penunjang

    EEG

    Kesan : Abnormal dengan perlambatan dan focus epileptiform di TPC kiri.

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    15/31

    VI. DIAGNOSIS

    Diagnosis Klinis : Bangkitan epilepsi umum tipe tonik klonik

    Diagnosis Etiologis : idiopatik

    Diagnosis Topis : Korteks lobus temporalis

    VII. TATALAKSANA

    Farmakologi

    Depakote 2 x 250 mg

    Luminal 2x 3

    Asam folat 2 x 1

    Non-Farmakologi

    Hindari pemicu bangkitan

    Minum obat teratur

    VIII. PROGNOSIS

    Quo Ad Vitam : Bonam

    Quo Ad Functionam : Dubia ad bonam

    Quo Ad Sanationam : Dubia ad malam

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    16/31

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 DEFINISI

    Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan

    tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.4

    MenurutInternational League Against Epilepsy (ILAE) danInternational

    Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu

    kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat

    mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan

    adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan

    sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.5

    Sedangkan status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit

    atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua

    serangan kejang.5

    2.2 . EPIDEMIOLOGI

    Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum

    terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.

    Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju

    ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai

    100/100,000.7

    Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan

    pengobatan apapun.8 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak

    dibandingkan denganperempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    17/31

    bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000

    kasus). 9

    Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang

    muncul tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik

    jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak.

    Keadaan ini bisa di indikasikan sebagai disfungsi otak. Pendataan secara global

    ditemukan 3.5 juta kasus baru per tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan

    dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya ditemukan pada usia lanjut.2,3

    Gejala dan tanda klinik bangkitan epilepsi sangat bervariasi dan

    tergantung pada lokasi neuron kortikal yang mengalami gangguan. Loncatan

    elektrik abnormal sebagai pencetus serangan sangat sering berasal dari neuron-

    neuron kortikal. Faktor lain yang ikut berperan dalam terjadinya bangkitan adalah

    ketidakseimbangan neurotransmiter eksitasi dan inhibisi, dan gangguan saluran

    ion di reseptor yang berperan terhadap kegiatan eksitatorik neurotransmiter.

    Ikatan eksitatorik dengan reseptor terkait akan membuka pintu untuk masuknya

    ion kalsium yang berlebihan kedalam sel sebagai penyebab dari kematian sel yang

    berdampak pada kualitas otak dalam hal ini fungsi hipokampus dan korteks serta

    mengarah pada gangguan perilaku termasuk bunuh diri

    2.3. ETIOLOGI

    Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :11

    1) Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari

    penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik,

    awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu

    pengetahuan dan ditemukannya alat alat diagnostik yang canggih

    kelompok ini makin kecil

    2) Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf

    pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),

    gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum,

    lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat),

    kelainan neurodegeneratif.

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    18/31

    3) Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum

    diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut

    dan epilepsi mioklonik

    2.4. KLASIFIKASI

    Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League

    Against Epilepsy (ILAE) 1981: 12

    I . Kejang Parsial (fokal)

    A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

    1. Dengan gejala motorik

    2. Dengan gejala sensorik

    3. Dengan gejala otonomik

    4. Dengan gejala psikik

    B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

    1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

    a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

    b. Dengan automatisme

    2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang

    a. Dengan gangguan kesadaran saja

    b. Dengan automatisme

    C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-

    klonik, tonik atau klonik)

    1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum

    2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum

    3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks,

    dan berkembang menjadi kejang umum

    II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)

    A. Absens

    B. Mioklonik

    C. Tonik

    D. Atonik

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    19/31

    E. Klonik

    F. Tonik-klonik

    III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

    Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :

    I. Berkaitan dengan letak fokus

    A. Idiopatik

    Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes

    Childhood epilepsy with occipital paroxysm

    B. Simptomatik

    Lobus temporalis

    Lobus frontalis

    Lobus parietalis

    Lobus oksipitalis

    II. Epilepsi Umum

    A. Idiopatik

    Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions

    Benign myoclonic epilepsy in infancy

    Childhood absence epilepsy

    Juvenile absence epilepsy

    Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

    Epilepsy with grand mal seizures upon awakening

    Other generalized idiopathic epilepsies

    B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik

    Wests syndrome (infantile spasms)

    Lennox gastaut syndrome

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    20/31

    Epilepsy with myoclonic astatic seizures

    Epilepsy with myoclonic absences

    C. Simtomatik

    Etiologi non spesifik

    Early myoclonic encephalopathy

    Specific disease states presenting with seizures

    2.5. PATOFISIOLOGI

    Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

    transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter

    eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan

    neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf

    dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil

    dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter

    eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan

    neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid(GABA)

    dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi

    transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron

    mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi

    potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan

    melepas muatan listrik.

    Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

    mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh

    ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan

    letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur

    dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara

    sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan

    epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    21/31

    inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang

    epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang

    menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang

    peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti

    ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi

    otak.13

    Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

    2.6 GEJALA

    Kejang parsial simplek, seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan

    mengalami gejala berupa:

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    22/31

    - deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama

    sebelumnya.

    - Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak

    dapat dijelaskan

    - Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada

    bagian tubih tertentu.

    - Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu

    - Halusinasi

    Kejang parsial (psikomotor) kompleks, serangan yang mengenai bagian otak

    yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar

    sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan.

    Gejalanya meliputi:

    - Gerakan seperti mencucur atau mengunyah

    - Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan

    pakaiannya

    - Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling

    dalam keadaan seperti sedang bingung

    - Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang

    - Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

    Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal), merupakan tipe kejang yang paling

    sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau

    kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik

    atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan

    perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal,

    kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan

    kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang,

    berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada

    saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol,

    mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat

    pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah

    serangan semacam ini.14

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    23/31

    2.7 DIAGNOSIS

    Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik

    dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 15

    2.7.1 Anamnesis

    Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.

    Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan

    kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler

    dan penggunaan obat-obatan tertentu.

    Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:

    a) Pola / bentuk serangan

    b) Lama serangan

    c) Gejala sebelum, selama dan paska serangan

    d) Frekueensi serangan

    e) Faktor pencetus

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    24/31

    f) Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

    g) Usia saat serangan terjadinya pertama

    h) Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

    i) Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

    j) Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

    2.7.2 Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

    Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan

    epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,

    gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-

    sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit

    sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya

    keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota

    tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

    2.7.3 Pemeriksaan penunjang

    a) Elektro ensefalografi (EEG)

    Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan

    merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

    rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold

    standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung

    oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan

    adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada

    EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

    Rekaman EEG dikatakan abnormal:

    1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama

    di kedua hemisfer otak.

    2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat

    dibanding seharusnya misal gelombang delta.

    3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak

    normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike) , dan

    gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    25/31

    b) Rekaman video EEG

    Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita

    yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis

    dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan

    hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan

    untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal

    ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui

    secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.

    Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat

    diperlukan pada persiapan operasi.

    c. Pemeriksaan Radiologis

    Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan

    untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan

    dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan

    tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus

    kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.

    VIII. TERAPI

    Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.

    Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:

    OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat

    minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah

    mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya. Terapi dimulai dengan monoterapi

    Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai

    dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma

    ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

    Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol

    bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai

    kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    26/31

    Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak

    dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

    Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila

    kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas

    pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala

    disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. 16

    Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :

    Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)

    Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+,

    Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.

    Epilepsi yang merupakan penyakit saraf kronik kejang masih tetap

    merupakan problem medik dan sosial. Masalah medic yang disebabkan oleh

    gangguan komunikasi neuron bisa berdampak pada gangguan fisik dan mental

    dalam hal gangguan kognitif.

    Dilain pihak obat-obat antiepilepsi juga bisa berefek terhadap gangguan

    kognitif. Oleh sebab itu pertimbangan untuk pemberian obat yang tepat adalah

    penting mengingat efek obat yang bertujua untuk menginhibisi bangkitan listrik

    tapi juga bisa berefek pada gangguan memori. Levetirasetam salah satu obat

    antiepilepsi mempunyai keistimewaan dalam hal ikatan dengan protein SVA2 di

    presinaptik. Selain itu sampai sekarang ini belum ditemukan efek gangguan

    kognitif dan dapat digunakan pada penderita epilepsy yang mengidap penyakit

    termasuk ansietas dan depresi.

    Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka

    mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,

    penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi

    eksitatorik glutamat.6,7 Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok

    inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antie- pilepsi yang dikenal sampai

    sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol), klobazam (Frisium),

    klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin (Neurontin), lamotrigin

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    27/31

    (Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal), fenobarbital

    (Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril), topiramat

    (Topamax), asam valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and Dichter, 1996).10

    Protokol penanggulangan terhadap status epilepsy dimulai dari terapi

    benzodiazepine yang kemudian menyusul fenobarbital atau fenitoin. Fenitoin

    bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium berperan dalam memblok

    loncatan listrik.11

    Beberapa studi membuktikan bahwa obat antiepilepsi selain mempunyai

    efek samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain yang berefek terhadap

    gangguan kognitif ringan dan sedang.12-14 Melihat banyaknya efek samping dari

    obat antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat perlu

    mengingat bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap

    jaringan otak. Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron

    sebagai activator terhadap reseptor NMDA dan reseptoralpha-amino-3-hydroxy-

    5-methyl-4isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor

    NMDA dan AMPA akan memperboleh-kan ion kalsium masuk kedalam sel yang

    bisa menstimulasi kematian dari sel.6

    Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan

    antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam

    penelitian lanjut.15,16 Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat

    antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai

    mekanisme berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor

    NMDA dan AMPA yakni glutamat dan GABA).17 Pada hewan percobaan

    ditemukan bahwa potensi levetirasetam berkorelasi dengan perpaduan ikatan obat

    tersebut dengan SVA2 yang menimbulkan efek sebagai antiepilepsi.18

    Dari data penelitian ditemukan bahwa levetiracetam dapat digunakan

    pada penderita epilepsi dengan berbagai penyakit saraf sentral lainnya seperti

    pasien epilepsi dengan gangguan kognitif, karena ternyata levetirasetam tidak

    berinteraksi dengan obat CNS lainnya.19-21 Salah satu andalan dari levetirasetam

    yang berfungsi sebagai antikonvulsan adalah dengan ditemukannya ikatan

    levetirasetam dengan protein SVA2. Dari beberapa penelitian membuktikan

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    28/31

    bahwa vesikel protein SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya protein yang

    mempunyai ikatan dengan levetirasetam mendasar pada karakter serta

    pendistribusian molekul protein sebagai antikonvulsan. Keadaan ini terbukti pada

    hewan percobaan bahwa pemberian levetirasetam yang analog dengan protein

    SVA2 di vesikel berpotensi sebagai antikonvulsan.22

    Sedangkan jika pasien sedang mengalami serangan sikap kita adalah

    jangan panik , Biarkan serangan berlalu karena serangan akan berhenti dengan

    sendirinya , amankan penderita dari lingkungan yang membahayakan penderita,

    longgarkan pakaian yang ketat, posisi kepala dimiringkan (bila kejang sudah

    berhenti), serta bila serangan berkepanjangan: kirim ke RS

    Nama obat Dosis/kgBB ESO

    Fenobarbital 2-5 mg/kgBB/Hari Mengantuk

    Difenilhidantoin [DFH]

    (Phenitoin,Dilantin)

    4-10mg/kgBB 1-2dd Sedasi, nistagmus, ataksia

    Karbamazepin (Tegretol,

    temporol)

    400-1600mg/kgBB /hari Efek psikotropik

    Diazepam

    (valium,stesolid)-status

    epilepsi

    Penghentian pemberian OAE

    Pada OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas

    serangan .

    Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:

    Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau

    keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis

    semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan

    Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai

    dari satu OAE yang bukan utama

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    29/31

    VIII. ASPEK SOSIAL

    Cenderung dikucilkan dari lingkungan, cenderung ditolak untuk sekolah

    Sulit mencari pekerjaan, merupakan aib bagi keluarga, menurunkan rasa percaya

    diri sertalebih mudah mengalami cedera

    Mengenai kesempatan bekerja pada dasarnya tidak ada larangan untuk

    bekerja bagi penderita epilepsi hanya pekerjaan disesuaikan dengan jenis

    serangan dan penderita harus paham tentang penyakit yang dideritanya. Satu lagi

    yaitu dukungan positip dari keluarga dan lingkungan kerja

    Menikah adalah hak azasi manusia, perhatian lebih khusus pada penderita

    perempuan (menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui), Suami-isteri harus selaras,

    keputusan pahit adalah menunda kehamilan

    Mengenai mengemudi ada prasyarat yang harus dipenuhi penderita. Yaitu

    sifatnya sangat terbatas. Lebih aman apabila penderita tidak mengemudi

    kendaraan (bermotor). Penderita harus memahami kondisinya sendiri secara jujur

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    30/31

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi.

    In : Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University

    Press. 2005. p119-127.

    2. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric

    Neurology: Essentials for General Practice. 1st ed. 2007

    3. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical

    development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.

    4. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and

    Therapy in Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing

    Ltd. 2005

    5. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

    Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC

    6. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.

    7. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005

    8. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008

    9. Jan Sudir Purba Epilepsi :permasalahan di reseptor atau

    neotransmiter.Departemen Neurologi/RSCM, FK UI Jakarta

    10. Gilman,Godman. Dasar farmakologi terapi. edisi 10 jilid 1. EGC : Jakarta

    . 2008

  • 7/15/2019 Epilepsi Case Novi

    31/31