novi behavioral.docx
-
Author
vilkanova-mila -
Category
Documents
-
view
267 -
download
41
Embed Size (px)
Transcript of novi behavioral.docx

Daftar pustaka
Ekodageink.2013.[online].makalah konseling kelompok behavioral. Tersedia :
ekodageink.blogspot.com
Diakses 23 maret 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembahasan
Individu-individu yang menempati wilayah tertentu merupakan suatu perkumpulan atau
disebut dengan kelompok. Dengan demikian, kehidupan individu itu tidak terlepas dari
kelompok, baik kelompok kecil seperti keluarga dan kelompok kerja, maupun kehidupan
kelompok besar seperti masyarakat, bangsa, dan lain sebagainya.
Menurut Hernert Smith, kelompok adalah suatu unit yang terdapat beberapa individu
yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar
kesatuan persepsi.
Jadi, dapat diambil pemahaman bahwa kelompok merupakan kumpulan individu yang
mengadakan interaksi secara mendalam antara satu sama lain. Mereka memiliki kesatuan
persepsi untuk bertingkah laku di dalam maupun di luar kumpulan mereka. Sementara itu,
konseling kelompok adalah layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan
pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
Mengingat peranan konseling kelompok dalam kehidupan sekarang ini bukan hanya
menjadi salah satu teknik penting dalam profesi Bimbingan dan Konseling khususnya di

lingkungan pendidikan, namun telah menjadi salah satu teknik terapi dan peningkatan
pengelolaan emosi dan tingkah laku yang efektif seperti yang sudah banyak dilakukan di negara-
negara maju. Format konseling kelompok bisa mengurangi ketakutan untuk mengungkapkan
emosi, dan menawarkan pelatihan ulang dalam pengungkapan emosi yang lebih sesuai.
Konseling kelompok yang dilakukan dengan baik sangat efektif dalam menangani
masalah psikologis, misalnya masalah antarpribadi. Untuk dapat melakukan proses konseling
kelompok yang baik sangat diperlukan pemahaman dan pengaktualisasikan teknik-teknik
konseling yang ada ke dalam konseling kelompok secara tepat dan sesuai dengan masalah-
masalah yang dihadapi oleh konseli.
Teknik-teknik konseling yang dapat diterapkan dalam konseling kelompok cukup
banyak, teknik-teknik tersebut ada yang berdasarkan pendekatan individual, teknik komunikasi,
serta teknik-teknik terapan lainnya sehingga dalam melakukan kegiatan konseling kelompok,
konselor hendaknya selalu mengaktualisasikan teknik dan kemampuannya. Jadi pemahaman
teknik-teknik konseling yang baik sangat mendukung pelaksanaan konseling kelompok yang
efektif dan efisien.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan latar belakang pembahasan yang sudah dijelaskan di atas, jadi kegiatan
konseling kelompok itu dapat berjalan dengan baik apabila pemahaman tentang teknik-tekniknya
diketahui dengan baik dan benar oleh penggunanya.
Mengingat teknik-teknik konseling konseling kelompok ada cukup banyak, jadi dalam
makalah ini akan menjelaskan salah satu teknik konseling kelompok yaitu Teknik Konseling
Behavioral, yang mana cakupan pembahasannya adalah:

1. Sejarah dari konseling behavioral.
2. Konsep dasar konseling behavioral.
3. Peranan konselor dengan konseli dalam konseling kelompok.
4. Serta prosedur dan proses melakukan konseling kelompok ini.
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari pembahasan tentang teknik konseling behavioral ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah, konsep, dan teknik pelaksanaan konseling behavioral dengan baik
dan benar.
2. Memahami metode dan ciri khas yang terdapat dalam pelaksanaan konsep teori behavioral
dalam format konseling kelompok.
3. Menjelaskan kajian-kajian dan peranan konselor dan konseli dalam proses konseling kelompok
behavioral.
Adapun manfaat dari pembahasan tentang teknik konseling behavioral ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman berdasarkan kajian teoritik juga berdasarkan kajian
historik.
2. Memberikan gambaran dan perbandingan dari teknik-teknik konseling yang ada dan
penerapannya dalam kegiatan konseling yang sebenarnya.
3. Mengembangkan wawasan para pelaku dan pelaksanaan konseling dalam memahami kegiatan
konseling kelompok behavioral.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Konseling Behavioral
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari
dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-mula
terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Tujuan
terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R)
sedapat mungkin.
Dasar teori terapi behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil
kombinasi : (1) belajar di waktu yang lalu dalam hubungannya dengan keadaan yang sekarang,

(2) keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan terhadap lingkungan, (3)
perbedaan-perbedaan biologik baik genetik atau karena gangguan fisiologik.
Dalam hal ini Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan
tersendiri mengenai perilaku, yaitu :
1. Respon tidak perlu selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh
reinforcement (penguatan).
2. Lebih menekankan pada studi subjek individual ketimbang generalisasi kencenderungan
kelompok.
3. Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku ketimbang motivasi
di dalam diri.
Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an
sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini
dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan sumbangan pada
prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis besar sejarah perkembangan
pendekatan behavioral terdiri dari sebagai berikut :
1. Classical Conditioning
Ivan Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan
meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson yang terkenal
adalah classical conditioning. Penelitiannya yang paling terkenal adalah menggunakan anjing
yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara. Dalam penelitiannya tersebut,
Pavlov menyimpulkan bahwa Respon (tindakan) dapat terjadi apabila ada Stimulus
(rangasangan).
2. Operant Conditioning

Tokoh yang mengembangkan operant conditioning adalah BF. Skinner Pengkondisian
operan, salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar,
melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang
diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental
(instrumental conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa
dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah laku
tersebut.
Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah
mengembangkan prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola
tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian penguatan positif
bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan negatif bisa memperlemah
tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di lingkungan dan instrumental bagi perolehan
ganjar.
Sering kali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya berlebihan atau ia
kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil pendekatan behavioral
membantu konseli untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka
untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan. Dengan kata lain,
membantu konseli agar tingkah lakunya menjadi lebih adaptif dan menghilangkan yang
maladaptif (Gladding, 2004).
Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu konseli yang mempunyai
masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan disfungsi psikoseksual. Juga

bermanfaat untuk membantu mengurangi gangguan yang diasosiasikan dengan anxietas, stres,
asertivitas, dan interaksi sosial (Gladding, 2004).
Pandangan teori behavioral secara umum terhadap perilaku manusia menyatakan bahwa,
antara lain :
Respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh penguatan
(reinforcement).
Lebih menekankan pada studi subjek individual dibandingkan generalisasi kecenderungan
kelompok.
Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku dibandingkan
motivasi di dalam diri.
Para konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari.
Karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan
perilaku berubah menjadi positif.
B. Konsep Dasar Konseling Behavioral
Menurut Skinner, perilaku manusia atas konsekuensi yang diterima. Apabila perilaku
mendapat ganjaran positif, maka individu akan meneruskan atau mengulangi tingkah lakunya,
sebaliknya apabila perilaku mendapat ganjaran negatif (hukuman), maka individu akan
menghindari atau menghentikan tingkah lakunya. Pendekatan behavioral lebih berorientasi pada
masa depan dalam menyelesaikan masalah. Inti dari behavioral adalah proses belajar dan
lingkungan individu. Konseling behavioral dikenal sebagai ancangan yang pragmatis.
Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan
internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-

metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar konseling behavioral
adalah bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses
belajar untuk perubahan perilaku.
Corey (2001) mengatakan bahwa konseling behavioral yang modern tidak mempunyai
asumsi deterministik tentang manusia yang menganggap manusia hanya sebagai produk dari
kondisioning sosiokultur. Individu adalah hasil produksi dan juga yang memproduksi
lingkungannya. Corey melihat Skinner sebagai penganut teori tingkah laki yang radikal yang
tidak mengakui kemungkinan diri sebagai penentu dan kebebasan diri. Kecenderungan sekarang
adalah untuk mengajarkan pengendalian kepada konseli, dengan demikian meningkatkan
kebebasan mereka. Modifikasi tingkah laku bertujuan meningkatkan keterampilan individu
sehingga mereka mempunyai lebih banyak pilihan dalam memilih suatu tingkah laku.
Adapun ciri-ciri dari karakteristik konseling behavioral antara lain adalah, yaitu :
Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam merubah
perilaku-perilaku yang relevan; prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-
perubahan yang relevan dalam perilaku konseli dengan merubah lingkungan.
Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan “sosial modeling”, dapat
digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-perubahan dalam perilaku-
perilaku khusus konseli diluar dari layanan konseling yang diberikan.
Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara
khusus di desain untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah khusus.

C. Peran Konselor dan Konseli Dalam Konseling Behavioral
1. Peran Konselor
Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral bersikap aktif dalam
proses konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali bertingkah laku tertentu.
Dalam proses ini, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, pemberi dukungan dan fasilitator.
Ia bisa juga memberi instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada di
lingkungan konseli yang membantu dalam proses perubahan tersebut. Konselor behavioral yang
efektif beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan konseli dalam setiap fase
konseling (Gladding, 2004).
Fungsi dan tuga konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan prinsip dari
mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan
perilaku yang lebih adaptif. Kemudian menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli,
dengan membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif
sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang
dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum.
Lebih rincinya peranan seorang konselor dalam proses konseling kelompok ini, antara
lain adalah :
1) Konselor berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
ditunjukan oleh konseli.
2) Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau mengkritik.
3) Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan kebebasan
bagi konseli untuk mengekspresikan diri.

4) Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan
perubahan.
5) Konselor harus memberikan reinforcement.
6) Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata.
2. Peran Konseli
Keberadaan konseli dalam konseling kelompok khususnya behavioral tidak harus berasal
dari konseli yang mempunyai permasalahan yang sama. Setiap anggota kelompok diberikan
kesempatan untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh salah seorang anggota
kelompok. Di sini, ada semacam sharing pendapat di antara teman sebaya dalam memecahkan
sebuah persoalan.
Adapun peranan atau hak seorang konseli dalam proses konseling kelompok behavioral,
antara lain adalah :
1) Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel eksternal dan
internal yang mungkin menstimulasi dan menguatkan perilakunya dan lebih lanjut membuat
pernyataan perilaku baru yang diharapkan.
2) Konseli dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapeutik.
3) Konseli berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai.
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini
bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-
masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur
konseling behavioral sangat terdefinisikan, juga demikian pula peranan yang jelas dari konselor
dan konseli.

Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki
motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik
ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
Konselor memahami dan menerima konseli.
Antara konselor dan konseli saling bekerjasama dalam satu kelompok.
Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.
D. Proses Konseling Kelompok Behavioral
Untuk memberikan gambaran singkat tentang proses konseling kelompok secara umum,
berikut urutan proses pelaksanaannya :
1. Konselor memperkenalkan diri, kemudian mempersilahkan masing-masing anggota kelompok
untuk memperkenalkan diri mereka.
2. Konselor menjelaskan aturan main dalam konseling kelompok.
3. Konselor menyuruh setiap anggota kelompok mengemukakan persoalan yang saat ini dihadapi.
4. Setelah semua anggota sudah menyampaikan permasalahan, maka konselor bersepakat dengan
semua anggota kelompok untuk membahas satu permasalahan yang dianggap paling mendesak
untuk dipecahkan.
5. Mempersilahkan setiap anggota kelompok untuk menanggapi persoalan yang dibahas.
6. Setelah menemukan solusi terhadap persoalan, konselor menanyakan kesanggupan anggota
kelompok untuk melaksanakan kesepakatan bersama.
7. Menutup pertemuan dengan kalimat yang baik dan doa.

Guna mencapai perubahan yang menjadi tujuan penyelenggaraan konseling behavioral,
maka tahap-tahap pelaksanaan konseling harus sistematis. Hal ini disebabkan konseling
behavioral berbasis pada tingkah laku khusus yang akan dirubah. Berikut merupakan tahapannya
:
1. Memulai Kelompok (Beginning The Group)
Konselor mengadakan pertemuan dengan setiap individu untuk menentukan apakah
individu-individu tersebut cocok untuk ditangani dalam kelompok dan memiliki kemauan untuk
berpartisipasi dalam kelompok. Aktivitas dalam pertemuan kelompok yang pertama dipusatkan
pada pengorganisasian kelompok, serta mengorientasikan konseli ke proses kelompok dan
memulai membangun sebuah kebersamaan kelompok.
2. Pembatasan atau Penentuan masalah (Definition of the Problem)
Masalah konseli yang diceritakan pada kelompok perlu dianalisis terlebih dahulu.
Konselor mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi tingkah laku dengan melakukan analisis
yang sistematis tentang tingkah laku bermasalah tersebut, sehingga konselor dapat memberikan
stimuli dan mengeksplorasi lebih lanjut unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada masalah
itu.
3. Perkembangan dan Sejarah Sosial (The Development and Social History)
Pada tahap ini, konselor dapat meminta konseli untuk mengungkapkan keberhasilan dan
kegagalan dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan dirinya, hubungan sosial, penghambat
tingkah laku, dan konflik-konflik yang dialami.
4. Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating Behavioral Goal)
Konseli harus menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral.
Tujuan yang spefisik ini merupakan tujuan bagi perilaku khusus yang akan diubah.

5. Strategi Pengubahan Tingkah Laku (Strategies for Behavioral Change)
Pada tahap ini akan sangat membantu jika konselor mengembangkan kontrak behavioral
yang spefisik, yaitu kontrak mingguan dengan setiap anggota.
6. Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah Laku yang Dikehendaki
(Transfer andMaintenance of Desired Behavior)
Pengalihan pengubahan tingkah laku ini dapat difasilitasi pemanfaatan kelompok sebagai
dunia kecil dari kehidupan yang sebenarnya. Konselor perlu membangun situasi di mana anggota
kelompok dapat mencoba tingkah laku yang dikehendaki dalam situasi kelompok sehingga
mereka dapat memperoleh balikan (feedback) atas usaha mereka.

Daftar pustaka
Akhmad sudrajat.2008.[online].pendekatan dan teknik konseling behavioral. Tersedia
akhmadsudrajat.wordpres.com. di akses 22 maret 2016
. Konsep Dasar Konseling Behavioral
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari
luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap
lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian
membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan
macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari
ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a)
pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan. Tingkah laku tertentu pada
individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.
Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar,
sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi
pembentukan tingkah laku.
Karakteristik konseling behavioral adalah : (a) berfokus pada tingkah laku yang tampak
dan spesifik, (b) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling, (c)
mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan (d)
penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

1. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan
negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak
sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.
3. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah
laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga
karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga
tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip
belajar
C. Tujuan Konseling
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan
tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.
Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a)
diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan
tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik
Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-
tujuan khusus konseling.
D. Deskripsi Proses Konseling Behavioral

Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar
tersebut.
Konselor aktif :
1. Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah
konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak
2. Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan
konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam
konseling
3. Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-
hasilnya.
E. Deskripsi langkah-langkah konseling Behavioral :
1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi
dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan
kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan
interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor
mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar
dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi
motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku
yang ingin diubah.
2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor
dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam

konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut : (a) Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang
dihadapi klien; (b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang
dikehendaki sebagai hasil konseling; (c) Konselor dan klien mendiskusikan
tujuan yang telah ditetapkan klien : (a) apakah merupakan tujuan yang
benar-benar dimiliki dan diinginkan klien; (b) apakah tujuan itu realistik;
(c) kemungkinan manfaatnya; dan (d)k emungkinan kerugiannya; (e)
Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling
dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan
kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
3. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan
teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang
diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
4. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah
kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai
hasil sesuai dengan tujuan konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk
memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari
(yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian
respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.
F. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral

1. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien
terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya
mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis
dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
2. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
3. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan
terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
4. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau
model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
5. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku
yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk
ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.
G. Teknik-teknik Konseling Behavioral
1. Latihan Asertif
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan
diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif
lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan
konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
2. Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan
bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara
mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku
yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan
tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis
hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
3. Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada
stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara
bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya.
Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak
dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
4. Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan
memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan

kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik,
model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak
dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor.
Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.