ENDOFTALMITIS
-
Upload
rizky-zulfa-afrida -
Category
Documents
-
view
49 -
download
0
Transcript of ENDOFTALMITIS
ENDOFTALMITIS
Definisi dan Klasifikasi
Endoftalmitis adalah penyakit inflamasi dalam rongga intraokular (aqueous atau vitreus
humor) baik akut maupun kronik yang biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau
endogen akibat sepsis. Bentuk endoftalmitis adalah radang supuratif dalam rongga mata.
Secara garis besar, endoftalmitis dibagi menjadi endoftalmitis eksogen dan endogen.
Dikatakan eksogen bila port d’entrée-nya ekstrinsik, dikatakan endogen bila infeksinya
berasal dari penyebaran hematogen karena bakteremia.
Gambar 2. Klasifikasi endoftalmitis oleh Greenwald
Epidemiologi
60% kasus endoftalmitis eksogen terjadi pasca pembedahan intraokular. Bentuk
endoftalmitis yang paling sering di Amerika Serikat adalah endoftalmitis pasca katarak. 0,1-
0,3% operasi katarak mengalami komplikasi endoftalmitis. Endoftalmitis pasca trauma terjadi
pada 4-13% trauma tajam mata. Keterlambatan menutup luka akibat trauma tajam berkaitan
dengan peningkatan risiko terjadinnya endoftalmitis.
Di Amerika Serikat endoftalmitis endogen jarang terjadi, hanya berkisar antara 2-15%
dari seluruh kasus endoftalmitis. Insiden tahunan rata-rata adalah 5 dari 10.000 pasien yang
dirawat. Pada kasus endoftalmitis unilateral, mata kanan dua kali lebih sering terinfeksi
dibanding mata kiri. Hal ini disebabkan letak mata kanan yang lebih proksimal dan aliran
darahnya yang langsung ke arteri karotis kanan. Sejak 1980, infeksi Candida pada
penyalahguna obat intravena meningkat. Peningkatan risiko tersebut dapat disebabkan
penyebaran AIDS, penggunaan obat imunosupresif yang makin sering, dan peningkatan
prosedur invasif (seperti transplantasi sumsum tulang).
Etiologi
56-90% endoftalmitis disebabkan oleh organisme Gram positif. Organisme tersering
adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus sp. Organisme
Gram negatif, seperti Pseudomonas sp, Escherichia coli, dan Enterococcus, didapatkan pada
trauma tajam. Tapi pada endoftalmitis endogen persentase di atas turun bermakna karena
proporsi infeksi jamur yang lebih besar.
Penyebab tersering endoftalmitis endogen adalah Candida. Faktor risiko untuk terinfeksi
Candida antara lain adalah penyalahguna obat intravena, pembedahan, keganasan,
hiperalimentasi intravena, jalur endovaskular, diabetes, neutropenia, serta penggunaan
antibiotik spektrum luas dan obat imunosupresif.
Patofisiologi
Pada keadaan normal, sawar darah-okular memiliki resistensi alami terhadap organisme.
Pada endoftalmitis endogen, organisme hematogen menembus sawar darah-okulardengan
cara invasi langsung (seperti emboli septik) ataupun dengan melepaskan substansi yang
menimbulkan perubahan pada endotel vaskular pada saat infeksi. Destruksi jaringan
intraokular dapat disebabkan karena invasi langsung organisme dan atau karena mediator
inflamasi respon imun.
Prosedur pembedahan yang merusak integritas bola mata (seperti katarak, glaukoma,
retinal, keratotomi radial) dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen.
Gambaran endoftalmitis dapat hanya berupa nodul-nodul putih di kapsul lensa, iris,
retina, atau koroid; atau dapat berupa inflamasi seluruh jaringan okular yang menyebabkan
bola mata penuh dengan eksudat purulen. Inflamasi ini dapat menyebar ke jaringan lunak
orbita.
Gejala Klinis
Umumnya pasien mengeluh nyeri pada mata, pandangan kabur, keluar sekret dari mata,
fotofobia, nyeri kepala, dan injeksi mata. Gejala endoftalmitis bakterial biasanya akut,
meliputi mata nyeri dan merah, kelopak mata bengkak, dan penurunan visus. Beberapa
bakteri, seperti Propionibacterium acnes, dapat menyebabkan inflamasi kronik dengan gejala
yang ringan. Organisme tersebut adalah flora normal kulit dan biasanya inokulasi terjadi saat
pembedahan intraokular. Sebaliknya, endoftalmitis fungal memiliki perjalanan penyakit yang
lambat, dalam hitungan beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya meliputi
penglihatan kabur, nyeri, dan penurunan visus. Pada pasien sering didapatkan riwayat trauma
tajam karena tanaman atau benda asing yang terkontaminasi tanah. Pasien dengan infeksi
Candida dapat menderita demam tinggi yang diikuti gejala okular beberapa hari kemudian.
Fever of unknown origin yang persisten dapat berkaitan dengan infiltrat fungal retinokoroidal
yang tidak terlihat.
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan endoftalmitis juga harus ditanyakan untuk
memperkuat dugaan adanya infeksi primer (seperti penyalahgunaan obat intravena, risiko
sepsis atau endokarditis, riwayat prosedur oftalmologi invasif). Pada kasus endoftalmitis
pasca operasi, infeksi dapat terjadi segera setelah operasi atau berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun kemudian seperti pada kasus P. acnes.
Pemeriksaan Oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologis sesuai dengan struktur yang terkena dan derajat infeksi
atau inflamasi. Pemeriksaan oftalmologi yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan visus,
pemeriksaan eksternal, funduskopi, dan slit lamp mata bilateral. Pemeriksaan dengan slit
lamp dan ultrasonografi okular perlu dilakukan untuk melihat adanya kekeruhan vitreus
anterior, penebalan retinokoroidal, dan keutuhan retina. Pemeriksaan lain yang dapat
dipertimbangkan adalah pengukuran tekanan intraokular.
Tanda yang perlu dicari adalah edema dan eritema kelopak mata, injeksi konjungtiva dan
sklera, hipopion, vitreitis, kemosis, penurunan atau hilangnya refleks merah, proptosis (tanda
lanjut pada panoftalmitis), papilitis, cotton-wool spots, edema dan infeksi kornea, lesi putih di
koroid dan retina, uveitis kronik, massa dan debris vitreus, sekret purulen, demam, serta cells
and flare di bilik anterior pada pemeriksaan slit lamp. Tidak adanya nyeri dan hipopion tidak
menyingkirkan kemungkinan endoftalmitis, terutama pada kasus infeksi P. acnes kronik
indolen. Kemosis, proptosis, dan hipopion adalah tanda pada stadium lanjut. Tanda dini
seperti Roth’s spots (titik bulat putih di retina yang dikelilingi perdarahan) dan periflebitis
retina dapat terlihat pada funduskopi.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi menunjukkan yellowish-green discoloration of the
vitreous body occasionally referred to as a vitreous body abscess
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium terpenting adalah pewarnaan Gram dan kultur aqueus dan
vitreus humor. Kultur darah dan kultur intraokular dari kedua rongga mata sebelum memulai
terapi antibiotik kemungkinan besar akan membantu menemukan patogen penyebab.
Spesimen kultur juga dapat diambil dari dari tempat lain, seperti urin. Ada juga pendapat
yang menyatakan pewarnaan Gram cairan intraokular kurang membantu.
Untuk endoftalmitis endogen, pemeriksaan lain yang perlu dilakukan meliputi:
darah perifer lengkap dan hitung jenis untuk mengevaluasi tanda-tanda infeksi berupa
leukositosis dan shift to the left;
laju endap darah untuk mencari penyebab reumatik, infeksi kronis, atau keganasan;
blood urea nitrogen dan kreatinin untuk melihat kemungkinan diagnosis atau peningkatan
risiko gagal ginjal.
Selain pemeriksaan laboratorium diagnostik awal, pemeriksaan terhadap infeksi HIV
sebaiknya dipertimbangkan pada orang sehat yang menderita endoftalmitis. Foto polos dada
mungkin memperlihatkan gambaran sumber infeksi di paru. Ekokardiografi dapat digunakan
untuk menyingkirkan kemungkinan endokarditis. CT scan atau MRI orbita dapat dilakukan
untuk menyingkirkan diagnosis diferensial. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai manifestasi
klinis, antara lain kultur dari cairan serebrospinal, tenggorok, feces, catheter tip, atau benda
tajam penyebab trauma.
Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial endoftalmitis ialah trombosis sinus kavernosus, abrasi kornea,
laserasi kornea, ulkus korena dan keratitis ulserativa, endokarditis, ruptur bola mata, herpes
zoster oftalmikus, iritis dan uveitis, lupus eritematosus sistemik, serta perdarahan vitreus.
Tatalaksana
Tatalaksana endoftalmitis dilakukan di ruang gawat darurat. Jika telah didiagnosis atau
diduga kuat endoftalmitis, pasien harus dirujuk segera ke spesialis mata untuk evaluasi lebih
lanjut. Tatalaksana diberikan berdasarkan penyebab endoftalmitis. Pada endoftalmitis
endogen, terapi antibiotik yang tepat adalah kunci keberhasilan tatalaksana. Endoftalmitis
endogen responsif terhadap pemberian antibiotik intravena, sedangkan pada endoftalmitis
eksogen tidak selalu perlu diberikan antibiotik. Antibiotik sistemik juga diberikan untuk
membunuh fokus infeksi yang jauh dan mencegah berlanjutnya bakteremia, dengan demikian
mengurangi kemungkinan endoftalmitis pada mata lainnya. Terapi parenteral tidak
diperlukan pada endoftalmitis pasca operasi kecuali ada bukti infeksi di luar bola mata. Pada
endoftalmitis bentuk lain, perlu diberikan antibiotik spektrum luas bila kultur positif.
Antibiotik empirik spektrum luas yang digunakan adalah vankomisin dan aminoglikosida
atau sefalosporin generasi tiga. Sefalosporin generasi tiga mampu mempenetrasi jaringan
okular dan efektif terhadap bakteri Gram negatif.
Tatalaksana endoftalmitis pasca operasi:
vitrektomi pars plana atau aspirasi vitreus oleh dokter spesialis mata disertai pemberian
antibiotik intravitreal, seperti vankomisin, amikasin, atau seftazidim;
dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik sistemik dan steroid intravitreal;
pasien dengan endoftalmitis pasca operasi biasanya tidak dirawat di rumah sakit. Namun
keputusan merawat pasien ditentukan oleh dokter spesialis mata.
Tatalaksana endoftalmitis pasca trauma:
pasien dirawat di rumah sakit;
tatalaksana bila terjadi ruptur bola mata;
antibiotik sistemik dengan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosporin generasi
tiga. Pertimbangkan klindamisin jika kemungkinan etiologi Bacillus belum dapat
disingkirkan dan dicurigai ada kontaminasi tanah;
diberikan antibiotik topikal dan intravitreal;
pertimbangkan vitrektomi pars plana;
diperlukan imunisasi tetanus jika riwayat imunisasi telah lama;
sikloplegi tetes mata, seperti atropin dapat diberikan.
Tatalaksana endoftalmitis endogen bakterial:
pasien dirawat di rumah sakit;
antibiotik intravena spektrum luas vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosporin
generasi tiga. Pertimbangkan menambahkan klindamisin untuk penyalahguna obat
intravena hingga infeksi Bacillus dapat disingkirkan;
antibiotik periokular kadang diperlukan;
antibiotik intravitreal adalah indikasi;
sikloplegi tetes mata, seperti atropin, dan steroid topikal dapat diberikan;
mungkin diperlukan vitrektomi untuk organisme virulen.
Tatalaksana endoftalmitis Candida:
pasien dirawat di rumah sakit;
flukonazol oral merupakan indikasi;
dapat dipertimbangkan pemberian amfoterisin B intravena atau intravitreal dan sikloplegi
tetes mata.
Tabel 6. Dosis antibiotik dan antifungal parenteral
Antibiotik Dosis
Vankomisin IV: 1 g diinfus dalam 1 jam, dilanjutkan q12h
Intravitreal: 1 mg dalam 0,1 mL
Gentamisin IV: 2 mg/kg dalam 30-60 menit, dilanjutkan 1,7 mg/kg q8h atau 3-6 mg/kg/hari
dibagi 3 dosis
Klindamisin IV: 600-900 mg q8h
Ceftazidime IV: 2 g q12h
Ceftriaxon IV: 2 g q24h
Intravitreal: 2 mg dalam 0,1 mL
Cefotaxime IV: 2 g q4h
Antifungal Dosis
Amfoterisin B IV: 3 mg/kg/hari, diinfuskan dalam 2-6 jam, selama 14 hari
Injeksi antibiotik intravena telah merevolusi tatalaksana endoftalmitis eksogen namun
pada kasus endoftalmitis endogen, keefektifannya masih kontroversial. Demikian juga
intervensi bedah, seperti vitrektomi, dilakukan pada endoftalmitis pasca operasi dan pasca
trauma tapi kegunaannya pada kasus endogen diperdebatkan.
Sumber infeksi dapat digunakan sebagai pedoman pemilihan antibiotik. Pada kasus
dengan riwayat infeksi gastrointestinal atau genitourinaria, antibiotik pilihannya adalah
sefalosporin generasi dua atau tiga dan aminoglikosida. Vankomisin digunakan untuk
penyalahguna obat untuk mengatasi kemungkinan infeksi Bacillus. Bila sumber infeksinya
diperkirakan luka, digunakan oksasilin atau sefalosporin generasi pertama. Jika anamnesis
pasien, pewarnaan, atau kultur mengarah pada infeksi jamur, rejimen obat harus menyertakan
amfoterisin B, flukonazol, atau itrakonazol.
Intervensi bedah disarankan terutama untuk pasien yang terinfeksi organisme virulen,
visus 20/400 atau kurang, atau keterlibatan vitreus berat. Kadang endoftalmitis posterior difus
atau panoftalmitis menyebabkan kebutaan meski telah ditatalaksana dengan baik, namun
vitrektomi dan antibiotik intravitreal mencegah atrofi okular atau keharusan enukleasi.
Beberapa kerusakan berhubungan dengan mediator inflamasi. Steroid seperti
deksametason diberikan intravitreal, meskipun perannya belum jelas. Secara empiris, steroid
topikal diberikan pada pasien dengan endoftalmitis fokal anterior atau difus untuk mencegah
komplikasi seperti glaukoma dan sinekiae.
Komplikasi
Penurunan visus dan kebutaan adalah komplikasi endoftalmitis yang tersering. Bila
terjadi komplikasi, perlu dilakukan enukleasi.
Pencegahan
Penggunaan alat pelindung mata dapat mengurangi risiko terjadinya trauma okular dan
penetrasi bola mata pada situasi tertentu.
Prognosis
Fungsi penglihatan pada pasien endoftalmitis sangat tergantung pada kecepatan diagnosis
dan tatalaksana. Prognosisnya sangat bervariasi tergantung penyebab. Faktor prognostik
terpenting adalah visus pada saat diagnosis dan agen penyebab.
Prognosis endoftalmitis endogen secara umum lebih buruk dari eksogen karena jenis
organisme yang menyebabkan endoftalmitis endogen biasanya lebih virulen, terdapat pada
pejamu yang imunokompromais, dan keterlambatan diagnosis. Pada suatu studi retrospektif,
meskipun dengan terapi agresif, dikatakan hanya 40% pasien dengan visus dapat menghitung
jari atau lebih baik.
The prognosis for acute microbial endophthalmitis depends on the virulence of the
pathogen and how quickly effective antimicrobial therapy can be initiated. Extremely virulent
pathogens such as Pseudomonas and delayed initiation of treatment (not within a few hours)
worsen the prognosis for visual acuity.With postoperative inflammation and poor initial
visual acuity, an immediate vitrectomy can improve the clinical course of the disorder. The
prognosis is usually far better for chronic forms and secondary vitritis in uveitis/vitritis.
DAFTAR PUSTAKA
Gerhard K. Lang, M. D. Ophthalmology A Short Textbook. New York : 2000
T.Schlote dkk. Pocket Atlas of Ophthalmology. Germany : 2006
Peters JR. Endophthalmitis. Diunduh dari: http://www.emedicine.com/emerg/topic880.htm.
Tanggal akses: 6 Desember 2006.
Romero CF, Rai MK, Lowder CY, Adal KA. Endogenous endophthalmitis. J Am Fam
Physician 1999;60(2).