EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

42

Click here to load reader

Transcript of EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

Page 1: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L)MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL DENGAN

METODE EKSTRAKSI MASERASI

LAPORAN PENELITIAN

Disusun oleh:

FAJAR LESTARI ASTUTI 3335092104

IBNU MAJAH APHARI 3335092255

JURUSAN TEKNIK KIMIA - FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

CILEGON - BANTEN

2013

Page 2: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf
Page 3: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

iiiiiiiii

ABSTRAK

Kebutuhan industri terhadap penggunaan oleoresin adalah sebagai bahanaditif bagi industri pangan, farmasi dan kosmetik, maka perlu adanya suatupengolahan dalam bentuk oleoresin yang lebih mudah dan efektif dalampenggunaannya. Produksi oleoresin dapat diperoleh dengan metode ekstraksi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum dalammenghasilkan oleoresin daun kayu putih berdasarkan persen rendemen yangdihasilkan dan menganalisa komponen senyawa oleoresin yang terkandungmenggunakan analisa GCMS. Ekstraksi dilakukan dengan metode ekstraksimaserasi. Pelarut yang digunakan yaitu etanol 96%. variasi rasio pelarut sebesar1:5, 1:7 dan 1:9, kecepatan pengadukan sebesar 300, 400 dan 600 rpm dan suhuekstraksi sebesar 30, 40 dan 50 oC. Hasil proses ekstraksi dipisahkan denganmetode destilasi dengan suhu 70oC. Setelah itu melakukan analisa kimia persenrendemen oleoresin daun kayu putih dan analisa GCM untuk mengetahuikomponen senyawa dalam oleoresin. Hasil penelitian diperoleh rendemen oleoresinterbesar sebesar 23,52% pada kondisi operasi suhu 40oC, kecepatan pengadukan 600 rpmdengan perbandingan massa sampel dan pelarut 1:7. Komponen terbesar yangdidapat pada hasil GCMS yaitu alpha-selinene sebesar 9,07%. Dengan persentasekomponen 1,8 Cineol sebagai komponen utama minyak atsiri sebesar 4,66%.

Kata kunci: Oleoresin, kayu putih, Rendemen, 1,8 Cineol

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

iiiiiiiii

ABSTRAK

Kebutuhan industri terhadap penggunaan oleoresin adalah sebagai bahanaditif bagi industri pangan, farmasi dan kosmetik, maka perlu adanya suatupengolahan dalam bentuk oleoresin yang lebih mudah dan efektif dalampenggunaannya. Produksi oleoresin dapat diperoleh dengan metode ekstraksi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum dalammenghasilkan oleoresin daun kayu putih berdasarkan persen rendemen yangdihasilkan dan menganalisa komponen senyawa oleoresin yang terkandungmenggunakan analisa GCMS. Ekstraksi dilakukan dengan metode ekstraksimaserasi. Pelarut yang digunakan yaitu etanol 96%. variasi rasio pelarut sebesar1:5, 1:7 dan 1:9, kecepatan pengadukan sebesar 300, 400 dan 600 rpm dan suhuekstraksi sebesar 30, 40 dan 50 oC. Hasil proses ekstraksi dipisahkan denganmetode destilasi dengan suhu 70oC. Setelah itu melakukan analisa kimia persenrendemen oleoresin daun kayu putih dan analisa GCM untuk mengetahuikomponen senyawa dalam oleoresin. Hasil penelitian diperoleh rendemen oleoresinterbesar sebesar 23,52% pada kondisi operasi suhu 40oC, kecepatan pengadukan 600 rpmdengan perbandingan massa sampel dan pelarut 1:7. Komponen terbesar yangdidapat pada hasil GCMS yaitu alpha-selinene sebesar 9,07%. Dengan persentasekomponen 1,8 Cineol sebagai komponen utama minyak atsiri sebesar 4,66%.

Kata kunci: Oleoresin, kayu putih, Rendemen, 1,8 Cineol

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

iiiiiiiii

ABSTRAK

Kebutuhan industri terhadap penggunaan oleoresin adalah sebagai bahanaditif bagi industri pangan, farmasi dan kosmetik, maka perlu adanya suatupengolahan dalam bentuk oleoresin yang lebih mudah dan efektif dalampenggunaannya. Produksi oleoresin dapat diperoleh dengan metode ekstraksi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum dalammenghasilkan oleoresin daun kayu putih berdasarkan persen rendemen yangdihasilkan dan menganalisa komponen senyawa oleoresin yang terkandungmenggunakan analisa GCMS. Ekstraksi dilakukan dengan metode ekstraksimaserasi. Pelarut yang digunakan yaitu etanol 96%. variasi rasio pelarut sebesar1:5, 1:7 dan 1:9, kecepatan pengadukan sebesar 300, 400 dan 600 rpm dan suhuekstraksi sebesar 30, 40 dan 50 oC. Hasil proses ekstraksi dipisahkan denganmetode destilasi dengan suhu 70oC. Setelah itu melakukan analisa kimia persenrendemen oleoresin daun kayu putih dan analisa GCM untuk mengetahuikomponen senyawa dalam oleoresin. Hasil penelitian diperoleh rendemen oleoresinterbesar sebesar 23,52% pada kondisi operasi suhu 40oC, kecepatan pengadukan 600 rpmdengan perbandingan massa sampel dan pelarut 1:7. Komponen terbesar yangdidapat pada hasil GCMS yaitu alpha-selinene sebesar 9,07%. Dengan persentasekomponen 1,8 Cineol sebagai komponen utama minyak atsiri sebesar 4,66%.

Kata kunci: Oleoresin, kayu putih, Rendemen, 1,8 Cineol

Page 4: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

Laporan Penelitian Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

iv

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan laporan penelitian dengan baik. Laporan penelitian ini

adalah salah satu syarat untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana teknik

pada Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis atas yang telah mendukungan baik moril dan

materi.

2. Bapak Jayanudin, ST., M.Eng selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan motivasi kepada

penulis dalam penulisan laporan penelitian ini.

3. Ibu Dhena Ria Barleany, ST., M.Eng selaku koordinator penelitian

yang telah memberikan arahan dalam penulisan proposal penelitian ini.

4. Bapak Rudi Hartono ST., MT., bapak Rusdi ST.,MT., dan Ibu Widya

Ernayati, S.Si., M.Si selaku penguji yang memberikan masukan agar

sempurnanya laporan ini.

5. Semua teman-teman teknik kimia 2009 yang saling

mengingatkan,memberikan dukungan dan menyemangati dalam suka

dan duka. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal penelitian

ini. Penulis mengharapkan proposal penelitian ini dapat menjadi kontribusi yang

bermanfaat bagi semua pihak.

Cilegon, November 2013

Penulis

Laporan Penelitian Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

iv

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan laporan penelitian dengan baik. Laporan penelitian ini

adalah salah satu syarat untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana teknik

pada Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis atas yang telah mendukungan baik moril dan

materi.

2. Bapak Jayanudin, ST., M.Eng selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan motivasi kepada

penulis dalam penulisan laporan penelitian ini.

3. Ibu Dhena Ria Barleany, ST., M.Eng selaku koordinator penelitian

yang telah memberikan arahan dalam penulisan proposal penelitian ini.

4. Bapak Rudi Hartono ST., MT., bapak Rusdi ST.,MT., dan Ibu Widya

Ernayati, S.Si., M.Si selaku penguji yang memberikan masukan agar

sempurnanya laporan ini.

5. Semua teman-teman teknik kimia 2009 yang saling

mengingatkan,memberikan dukungan dan menyemangati dalam suka

dan duka. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal penelitian

ini. Penulis mengharapkan proposal penelitian ini dapat menjadi kontribusi yang

bermanfaat bagi semua pihak.

Cilegon, November 2013

Penulis

Laporan Penelitian Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

iv

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan laporan penelitian dengan baik. Laporan penelitian ini

adalah salah satu syarat untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana teknik

pada Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis atas yang telah mendukungan baik moril dan

materi.

2. Bapak Jayanudin, ST., M.Eng selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan motivasi kepada

penulis dalam penulisan laporan penelitian ini.

3. Ibu Dhena Ria Barleany, ST., M.Eng selaku koordinator penelitian

yang telah memberikan arahan dalam penulisan proposal penelitian ini.

4. Bapak Rudi Hartono ST., MT., bapak Rusdi ST.,MT., dan Ibu Widya

Ernayati, S.Si., M.Si selaku penguji yang memberikan masukan agar

sempurnanya laporan ini.

5. Semua teman-teman teknik kimia 2009 yang saling

mengingatkan,memberikan dukungan dan menyemangati dalam suka

dan duka. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal penelitian

ini. Penulis mengharapkan proposal penelitian ini dapat menjadi kontribusi yang

bermanfaat bagi semua pihak.

Cilegon, November 2013

Penulis

Page 5: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

ABSTRAK .................................................................................................... iii

PRAKATA.................................................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii

DAFTAR TABEL......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 2

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Putih Secara Umum........................................................ 3

2.2 Kandungan Kimia Kayu Putih ................................................ 5

2.3 Oleoresin ................................................................................. 6

2.4 Perkembangan Oleoresin di Indonesia .................................... 8

2.5 Ekstraksi Oleoresin .................................................................. 10

2.6 Ethanol ..................................................................................... 11

2.7 Gas Chromatographi and Mass Spectometry.................................... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian 16

3.1.1 Tahap Persiapan Bahan 16

3.1.2 Tahap Ekstraksi.............................................................. 17

3.2 Prosedur Penelitian 18

3.2.1 Tahap Persiapan 18

3.2.2 Tahap Ekstraksi Oleoresin 18

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

ABSTRAK .................................................................................................... iii

PRAKATA.................................................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii

DAFTAR TABEL......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 2

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Putih Secara Umum........................................................ 3

2.2 Kandungan Kimia Kayu Putih ................................................ 5

2.3 Oleoresin ................................................................................. 6

2.4 Perkembangan Oleoresin di Indonesia .................................... 8

2.5 Ekstraksi Oleoresin .................................................................. 10

2.6 Ethanol ..................................................................................... 11

2.7 Gas Chromatographi and Mass Spectometry.................................... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian 16

3.1.1 Tahap Persiapan Bahan 16

3.1.2 Tahap Ekstraksi.............................................................. 17

3.2 Prosedur Penelitian 18

3.2.1 Tahap Persiapan 18

3.2.2 Tahap Ekstraksi Oleoresin 18

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

ABSTRAK .................................................................................................... iii

PRAKATA.................................................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii

DAFTAR TABEL......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 2

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Putih Secara Umum........................................................ 3

2.2 Kandungan Kimia Kayu Putih ................................................ 5

2.3 Oleoresin ................................................................................. 6

2.4 Perkembangan Oleoresin di Indonesia .................................... 8

2.5 Ekstraksi Oleoresin .................................................................. 10

2.6 Ethanol ..................................................................................... 11

2.7 Gas Chromatographi and Mass Spectometry.................................... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian 16

3.1.1 Tahap Persiapan Bahan 16

3.1.2 Tahap Ekstraksi.............................................................. 17

3.2 Prosedur Penelitian 18

3.2.1 Tahap Persiapan 18

3.2.2 Tahap Ekstraksi Oleoresin 18

Page 6: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

vi

3.3 Alat dan Bahan 19

3.3.1 Alat 19

3.3.2 Bahan ........................................................................... 19

3.5 Gambar Alat 20

3.5 Variabel Penelitian 21

3.6 Metode Pengumpulan dan Data Analisa 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Ratio Pelarut dengan Hasil Rendemen Oleoresin 22

4.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dengan Hasil Oleoresin 24

4.3 Pengaruh Suhu dengan Hasil Rendemen Oleoresin 25

4.4 Hasil Analisa Oleoresin Daun Kayu Putih 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 30

5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

A. Data Penelitian dan Perhitungan

B. Data Pendukung

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

vi

3.3 Alat dan Bahan 19

3.3.1 Alat 19

3.3.2 Bahan ........................................................................... 19

3.5 Gambar Alat 20

3.5 Variabel Penelitian 21

3.6 Metode Pengumpulan dan Data Analisa 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Ratio Pelarut dengan Hasil Rendemen Oleoresin 22

4.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dengan Hasil Oleoresin 24

4.3 Pengaruh Suhu dengan Hasil Rendemen Oleoresin 25

4.4 Hasil Analisa Oleoresin Daun Kayu Putih 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 30

5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

A. Data Penelitian dan Perhitungan

B. Data Pendukung

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

vi

3.3 Alat dan Bahan 19

3.3.1 Alat 19

3.3.2 Bahan ........................................................................... 19

3.5 Gambar Alat 20

3.5 Variabel Penelitian 21

3.6 Metode Pengumpulan dan Data Analisa 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Ratio Pelarut dengan Hasil Rendemen Oleoresin 22

4.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dengan Hasil Oleoresin 24

4.3 Pengaruh Suhu dengan Hasil Rendemen Oleoresin 25

4.4 Hasil Analisa Oleoresin Daun Kayu Putih 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 30

5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

A. Data Penelitian dan Perhitungan

B. Data Pendukung

Page 7: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik Kimia

Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasavii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Skema GC-MS 15

Gambar 2 Diagram Alir Tahap Persiapan Bahan 16

Gambar 3 Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oleoresin dalam Pembuatan

Oleoresin Daun kayuputih 17

Gambar 4 Gambar Rangkaian Alat Ektraksi 20

Gambar 5 Gambar Rangkaian Alat Distilasi 20

Gambar 6 Hasil Rendemen dengan Variasi Ratio Pelarut 22

Gambar 7 Hasil Rendemen dengan Variasi Kecepatan Pengadukan 24

Gambar 8 Hasil Rendemen dengan Variasi Suhu Ektraksi 25

Gambar 9 Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih 27

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik Kimia

Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasavii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Skema GC-MS 15

Gambar 2 Diagram Alir Tahap Persiapan Bahan 16

Gambar 3 Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oleoresin dalam Pembuatan

Oleoresin Daun kayuputih 17

Gambar 4 Gambar Rangkaian Alat Ektraksi 20

Gambar 5 Gambar Rangkaian Alat Distilasi 20

Gambar 6 Hasil Rendemen dengan Variasi Ratio Pelarut 22

Gambar 7 Hasil Rendemen dengan Variasi Kecepatan Pengadukan 24

Gambar 8 Hasil Rendemen dengan Variasi Suhu Ektraksi 25

Gambar 9 Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih 27

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik Kimia

Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasavii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Skema GC-MS 15

Gambar 2 Diagram Alir Tahap Persiapan Bahan 16

Gambar 3 Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oleoresin dalam Pembuatan

Oleoresin Daun kayuputih 17

Gambar 4 Gambar Rangkaian Alat Ektraksi 20

Gambar 5 Gambar Rangkaian Alat Distilasi 20

Gambar 6 Hasil Rendemen dengan Variasi Ratio Pelarut 22

Gambar 7 Hasil Rendemen dengan Variasi Kecepatan Pengadukan 24

Gambar 8 Hasil Rendemen dengan Variasi Suhu Ektraksi 25

Gambar 9 Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih 27

Page 8: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

Laporan Penelitian Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kadar Oleoresin dalam rempah-rempah 8

Tabel 2 Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih 28

Laporan Penelitian Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kadar Oleoresin dalam rempah-rempah 8

Tabel 2 Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih 28

Laporan Penelitian Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kadar Oleoresin dalam rempah-rempah 8

Tabel 2 Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih 28

Page 9: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan kayu putih sudah digunakan sejak lama untuk diambil minyak

atsirinya. Bagian tanaman yang digunakan yaitu daun dan ranting, dimana pada

bagian daun terkandung lebih banyak minyak atsirinya dibandingkan dengan

bagian ranting. Tumbuhan kayu putih tumbuh di tempat yang tropis salah satunya

di daerah Cilegon, Banten. Letaknya yang dekat dengan pantai membuat tanaman

ini dapat tumbuh subur.

Pada percobaan penyulingan daun kayu putih dengan cara distilasi uap yang

telah kami lakukan, didapatkan hasil minyak atsiri yang sangat sedikit sehingga

tidak dapat dipisahkan dari airnya. Hasil ini tentunya tidak sesuai dengan

spesifikasi dari daun kayu putih yang memiliki rendemen berkisar antara 0,5% –

1,5% (Luthony, 1994). Metode yang kami gunakan merupakan metode yang

pernah dilakukan untuk menghasilkan minyak atsiri daun cengkeh.

Berdasarkan hasil penyulingan, maka kami mencoba untuk mengekstrak

daun kayu putih untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam daun kayu

putih. Ekstraksi daun kayu putih akan menghasilkan ekstrak yang didalamnya

terdapat komponen seperti senyawa aktif dari daun kayu putih, getah, minyak

atisiri dan senyawa yang dapat larut dengan pelarut yang digunakan. Penentuan

kandungan ekstrak ini akan dilakukan dengan menggunakan GC-MS.

Hasil identifikasi ektrak daun kayu putih akan menghasilkan komponen-

komponen pembentuknya. Dalam komponen ini juga terdapat komponen minyak

atsiri. Dari identifikasi ini diharapkan dapat diketahui konsentrasi komponen

utama pembentuk minyak atsiri daun kayu putih yaitu 1,8 Cineol.

Salah satu tahapan terpenting dalam pengambilan ekstrak daun kayu putih

adalah proses ekstraksi. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa aspek teknis

yaitu ukuran bahan, jenis pelarut, rasio pelarut, metode ekstraksi, lama ekstraksi,

Page 10: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

2

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

dan suhu ekstraksi (Nurur, 2013). Pada penelitian ini akan digunakan beberapa

variasi diantaranya rasio pelarut, suhu ekstraksi dan kecepatan pengadukan.

Dalam penelitian ekstraksi daun kayu putih diharapkan dapat diperoleh

rendemen optimum dari berbagai variasi metode ekstraksi maserasi. Pelarut yang

digunakan adalah etanol dengan pertimbangan tingkat toxic dibandingkan metanol

yang bersifat karsinogenik namun dengan kepolaran yang tidak jauh berbeda

dengan metanol.

Ekstrak daun kayu putih memiliki efek analgetika. Menurut hasil penelitian

Pratita (2007), ekstrak daun kayu putih dengan etanol mempunyai efek analgetika

pada hewan percobaan dengan dosis 5,12 g/Kg BB. Efek analgetika pada dosis ini

setara dengan parasetamol dosis 65 mg/Kg BB.

1.2 Rumusan Masalah

Proses penyulingan daun kayu putih yang telah kami lakukan dengan

metode distilasi uap menghasilkan minyak atsiri yang sedikit, sehingga tidak

dapat dipisahkan dari airnya. Untuk menentukan jumlah komponen utama

pembentuk minyak atisiri, kami mencoba melakukan proses ekstraksi dengan

pelarut organik. Metode ekstraksi memberikan keuntungan yaitu mendapatkan

kondisi operasi optimum pada perolehan rendemen, maka perlu adanya penelitian

ini. Ekstrak daun kayu putih diambil dengan metode ekstraksi. Ekstraksi

dilakukan dengan memvariasikan rasio massa sampel dengan pelarut, suhu

ekstraksi dan kecepatan pengadukan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu menentukan kondisi operasi ekstraksi daun

kayu putih berdasarkan perolehan rendemen yang maksimal dan menentukan

kandungan oleoresin daun kayu putih dengn menggunakan GC-MS Pirolisis.

1.4 Ruang Lingkup Percobaan

Batasan-batasan dalam penelitian ini diantaranya adalah daun yang

digunakan berasal dari Perumahan Damkar KS, Cilegon, Banten. Variabel yang

akan divariasikan yaitu rasio pelarut dengan massa daun kayu putih, kecepatan

pengadukan dan suhu ekstraksi untuk menghasilkan rendemen maksimal dari

daun kayu putih.

2

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

dan suhu ekstraksi (Nurur, 2013). Pada penelitian ini akan digunakan beberapa

variasi diantaranya rasio pelarut, suhu ekstraksi dan kecepatan pengadukan.

Dalam penelitian ekstraksi daun kayu putih diharapkan dapat diperoleh

rendemen optimum dari berbagai variasi metode ekstraksi maserasi. Pelarut yang

digunakan adalah etanol dengan pertimbangan tingkat toxic dibandingkan metanol

yang bersifat karsinogenik namun dengan kepolaran yang tidak jauh berbeda

dengan metanol.

Ekstrak daun kayu putih memiliki efek analgetika. Menurut hasil penelitian

Pratita (2007), ekstrak daun kayu putih dengan etanol mempunyai efek analgetika

pada hewan percobaan dengan dosis 5,12 g/Kg BB. Efek analgetika pada dosis ini

setara dengan parasetamol dosis 65 mg/Kg BB.

1.2 Rumusan Masalah

Proses penyulingan daun kayu putih yang telah kami lakukan dengan

metode distilasi uap menghasilkan minyak atsiri yang sedikit, sehingga tidak

dapat dipisahkan dari airnya. Untuk menentukan jumlah komponen utama

pembentuk minyak atisiri, kami mencoba melakukan proses ekstraksi dengan

pelarut organik. Metode ekstraksi memberikan keuntungan yaitu mendapatkan

kondisi operasi optimum pada perolehan rendemen, maka perlu adanya penelitian

ini. Ekstrak daun kayu putih diambil dengan metode ekstraksi. Ekstraksi

dilakukan dengan memvariasikan rasio massa sampel dengan pelarut, suhu

ekstraksi dan kecepatan pengadukan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu menentukan kondisi operasi ekstraksi daun

kayu putih berdasarkan perolehan rendemen yang maksimal dan menentukan

kandungan oleoresin daun kayu putih dengn menggunakan GC-MS Pirolisis.

1.4 Ruang Lingkup Percobaan

Batasan-batasan dalam penelitian ini diantaranya adalah daun yang

digunakan berasal dari Perumahan Damkar KS, Cilegon, Banten. Variabel yang

akan divariasikan yaitu rasio pelarut dengan massa daun kayu putih, kecepatan

pengadukan dan suhu ekstraksi untuk menghasilkan rendemen maksimal dari

daun kayu putih.

2

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

dan suhu ekstraksi (Nurur, 2013). Pada penelitian ini akan digunakan beberapa

variasi diantaranya rasio pelarut, suhu ekstraksi dan kecepatan pengadukan.

Dalam penelitian ekstraksi daun kayu putih diharapkan dapat diperoleh

rendemen optimum dari berbagai variasi metode ekstraksi maserasi. Pelarut yang

digunakan adalah etanol dengan pertimbangan tingkat toxic dibandingkan metanol

yang bersifat karsinogenik namun dengan kepolaran yang tidak jauh berbeda

dengan metanol.

Ekstrak daun kayu putih memiliki efek analgetika. Menurut hasil penelitian

Pratita (2007), ekstrak daun kayu putih dengan etanol mempunyai efek analgetika

pada hewan percobaan dengan dosis 5,12 g/Kg BB. Efek analgetika pada dosis ini

setara dengan parasetamol dosis 65 mg/Kg BB.

1.2 Rumusan Masalah

Proses penyulingan daun kayu putih yang telah kami lakukan dengan

metode distilasi uap menghasilkan minyak atsiri yang sedikit, sehingga tidak

dapat dipisahkan dari airnya. Untuk menentukan jumlah komponen utama

pembentuk minyak atisiri, kami mencoba melakukan proses ekstraksi dengan

pelarut organik. Metode ekstraksi memberikan keuntungan yaitu mendapatkan

kondisi operasi optimum pada perolehan rendemen, maka perlu adanya penelitian

ini. Ekstrak daun kayu putih diambil dengan metode ekstraksi. Ekstraksi

dilakukan dengan memvariasikan rasio massa sampel dengan pelarut, suhu

ekstraksi dan kecepatan pengadukan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu menentukan kondisi operasi ekstraksi daun

kayu putih berdasarkan perolehan rendemen yang maksimal dan menentukan

kandungan oleoresin daun kayu putih dengn menggunakan GC-MS Pirolisis.

1.4 Ruang Lingkup Percobaan

Batasan-batasan dalam penelitian ini diantaranya adalah daun yang

digunakan berasal dari Perumahan Damkar KS, Cilegon, Banten. Variabel yang

akan divariasikan yaitu rasio pelarut dengan massa daun kayu putih, kecepatan

pengadukan dan suhu ekstraksi untuk menghasilkan rendemen maksimal dari

daun kayu putih.

Page 11: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Putih Secara Umum

Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L), merupakan salah

satu tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mana daun tumbuhan ini

mengandung minyak atsiri sekitar 0,5 - 1,5% tergantung efektivitas penyulingan

dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan yang disuling (Lutony, 1994).

Sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotiledonae

Ordo : Myrtales

Family : Myrtaceae

Genus : Melaleuca

Spesies : Melaleuca Leucadendra, L

Tumbuhan dari famili Myrtaceae merupakan salah satu sumber minyak

atsiri yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Beberapa jenis dari famili

ini yang terkenal sebagai penghasil minyak atsiri adalah tumbuhan dari marga

Eucalyptus dan Melaleuca. Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra L)

merupakan tumbuhan perdu yang mempunyai batang pohon kecil dengan banyak

anak cabang yang menggantung ke bawah. Daunnya berbentuk lancip dengan

tulang daun yang sejajar. Bunga kayu putih berwarna merah, sedangkan kulit

batang kayunya berlapis-lapis dengan permukaan terkelupas. Keistimewaan

tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di tempat yang kering, di tanah yang

berair, atau di daerah yang banyak memperoleh guncangan angin atau sentuhan

air laut. Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Tanaman kayu putih

tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu putih dapat mencapai

ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas permukaan laut,

Page 12: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

4

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk

berkembang. (Lutony, 1994).

Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan

produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling

minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun.

Seterusnya dapat dilakukan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30

tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bisa dipungut

daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah berumur lima

tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun berikut ranting.

Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari

ketinggian antara 5-450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang

satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang.

Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.

Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak

atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama,

pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan

menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun

selalu diikuti dengan pemangkasan. (Lutony, 1994).

Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih bisa langsung

dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun kayu putih

tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari pucuk daun.

Apabila yang disuling berikut dengan ranting daunnya sebaiknya menggunakan

perbandingan antara berat ranting terhadap berat daun sebesar 15%, karena

ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak (Ketaren, 1985).

Minyak kayu putih disuling dari daun dan ranting (terminal branhlet)

beberapa spesies melaleuca merupakan sejenis pohon yang tumbuh melimpah di

kepulauan hindia timur (Indonesia), semenanjung malaya, dan di beberapa tempat

lainnya. Pasaran utama bagi minyak atsiri cajeput oil antara lain Amerika Serikat,

Jepang, Singapura, Perancis, dan Belanda.

Tanaman kayu putih merupakan salah satu keluarga Myrtaceae dengan

bentuk berupa pohon yang bermanfaat sebagai sumber minyak atsiri berupa

4

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk

berkembang. (Lutony, 1994).

Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan

produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling

minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun.

Seterusnya dapat dilakukan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30

tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bisa dipungut

daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah berumur lima

tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun berikut ranting.

Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari

ketinggian antara 5-450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang

satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang.

Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.

Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak

atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama,

pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan

menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun

selalu diikuti dengan pemangkasan. (Lutony, 1994).

Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih bisa langsung

dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun kayu putih

tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari pucuk daun.

Apabila yang disuling berikut dengan ranting daunnya sebaiknya menggunakan

perbandingan antara berat ranting terhadap berat daun sebesar 15%, karena

ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak (Ketaren, 1985).

Minyak kayu putih disuling dari daun dan ranting (terminal branhlet)

beberapa spesies melaleuca merupakan sejenis pohon yang tumbuh melimpah di

kepulauan hindia timur (Indonesia), semenanjung malaya, dan di beberapa tempat

lainnya. Pasaran utama bagi minyak atsiri cajeput oil antara lain Amerika Serikat,

Jepang, Singapura, Perancis, dan Belanda.

Tanaman kayu putih merupakan salah satu keluarga Myrtaceae dengan

bentuk berupa pohon yang bermanfaat sebagai sumber minyak atsiri berupa

4

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk

berkembang. (Lutony, 1994).

Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan

produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling

minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun.

Seterusnya dapat dilakukan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30

tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bisa dipungut

daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah berumur lima

tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun berikut ranting.

Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari

ketinggian antara 5-450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang

satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang.

Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.

Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak

atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama,

pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan

menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun

selalu diikuti dengan pemangkasan. (Lutony, 1994).

Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih bisa langsung

dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun kayu putih

tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari pucuk daun.

Apabila yang disuling berikut dengan ranting daunnya sebaiknya menggunakan

perbandingan antara berat ranting terhadap berat daun sebesar 15%, karena

ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak (Ketaren, 1985).

Minyak kayu putih disuling dari daun dan ranting (terminal branhlet)

beberapa spesies melaleuca merupakan sejenis pohon yang tumbuh melimpah di

kepulauan hindia timur (Indonesia), semenanjung malaya, dan di beberapa tempat

lainnya. Pasaran utama bagi minyak atsiri cajeput oil antara lain Amerika Serikat,

Jepang, Singapura, Perancis, dan Belanda.

Tanaman kayu putih merupakan salah satu keluarga Myrtaceae dengan

bentuk berupa pohon yang bermanfaat sebagai sumber minyak atsiri berupa

Page 13: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

5

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

minyak kayu putih. Minyak atsiri yang dihasilkan dari daun kayu putih berguna

sebagai bahan baku obat gosok yang memiliki banyak fungsi, seperti analgesik

atau pereda nyeri, desinfektan atau pembunuh kuman, ekspektoran atau peluruh

dahak dan antipasmodik atau pereda nyeri pada perut (Handita 2011). Minyak

kayu putih memiliki beberapa komponen penyusun yang cukup bervariasi. Dari

hasil identifikasi komponen minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun

kayu putih segar dengan menggunakan GC-MS diperoleh hasil bahwa minyak

kayu putih pada daun tersebut mengandung 32 jenis komponen sedangkan dari

penyulingan daun kayu putih kering diperoleh 26 jenis komponen yang menyusun

minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan.

2.2 Kandungan Kimia Minyak Kayu Putih

Dari beberapa komponen penyusun minyak kayu putih yang diperoleh dari

penyulingan daun kayu putih terdapat 7 komponen penyusun utama minyak kayu

putih dari daun segar, yaitu:

1. a-pinene

2. Sineol

3. a-terpineol

4. Kariofilen

5. a-karyofilen

6. Ledol

7. Elemol (Siregar dan Nopelena 2010)

Menurut Guenther (1990), menyebutkan bahwa komponen utama penyusun

minyak kayu putih adalah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (CHO),

limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H). Komponen yang memiliki

kandungan cukup besar di dalam minyak kayu putih yaitu sineol sebesar 50%

sampai dengan 65%. Dari berbagai macam komponen penyusun minyak kayu

putih hanya kandungan komponen sineol dalam minyak kayu putih yang dijadikan

penentuan mutu minyak kayu putih. Sineol merupakan senyawa kimia golongan

ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri, seperti pada

minyak kayu putih. Semakin besar kandungan bahan sineol maka akan semakin

baik mutu minyak kayu putih (Sumadiwangsa, 1973).

5

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

minyak kayu putih. Minyak atsiri yang dihasilkan dari daun kayu putih berguna

sebagai bahan baku obat gosok yang memiliki banyak fungsi, seperti analgesik

atau pereda nyeri, desinfektan atau pembunuh kuman, ekspektoran atau peluruh

dahak dan antipasmodik atau pereda nyeri pada perut (Handita 2011). Minyak

kayu putih memiliki beberapa komponen penyusun yang cukup bervariasi. Dari

hasil identifikasi komponen minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun

kayu putih segar dengan menggunakan GC-MS diperoleh hasil bahwa minyak

kayu putih pada daun tersebut mengandung 32 jenis komponen sedangkan dari

penyulingan daun kayu putih kering diperoleh 26 jenis komponen yang menyusun

minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan.

2.2 Kandungan Kimia Minyak Kayu Putih

Dari beberapa komponen penyusun minyak kayu putih yang diperoleh dari

penyulingan daun kayu putih terdapat 7 komponen penyusun utama minyak kayu

putih dari daun segar, yaitu:

1. a-pinene

2. Sineol

3. a-terpineol

4. Kariofilen

5. a-karyofilen

6. Ledol

7. Elemol (Siregar dan Nopelena 2010)

Menurut Guenther (1990), menyebutkan bahwa komponen utama penyusun

minyak kayu putih adalah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (CHO),

limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H). Komponen yang memiliki

kandungan cukup besar di dalam minyak kayu putih yaitu sineol sebesar 50%

sampai dengan 65%. Dari berbagai macam komponen penyusun minyak kayu

putih hanya kandungan komponen sineol dalam minyak kayu putih yang dijadikan

penentuan mutu minyak kayu putih. Sineol merupakan senyawa kimia golongan

ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri, seperti pada

minyak kayu putih. Semakin besar kandungan bahan sineol maka akan semakin

baik mutu minyak kayu putih (Sumadiwangsa, 1973).

5

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

minyak kayu putih. Minyak atsiri yang dihasilkan dari daun kayu putih berguna

sebagai bahan baku obat gosok yang memiliki banyak fungsi, seperti analgesik

atau pereda nyeri, desinfektan atau pembunuh kuman, ekspektoran atau peluruh

dahak dan antipasmodik atau pereda nyeri pada perut (Handita 2011). Minyak

kayu putih memiliki beberapa komponen penyusun yang cukup bervariasi. Dari

hasil identifikasi komponen minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun

kayu putih segar dengan menggunakan GC-MS diperoleh hasil bahwa minyak

kayu putih pada daun tersebut mengandung 32 jenis komponen sedangkan dari

penyulingan daun kayu putih kering diperoleh 26 jenis komponen yang menyusun

minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan.

2.2 Kandungan Kimia Minyak Kayu Putih

Dari beberapa komponen penyusun minyak kayu putih yang diperoleh dari

penyulingan daun kayu putih terdapat 7 komponen penyusun utama minyak kayu

putih dari daun segar, yaitu:

1. a-pinene

2. Sineol

3. a-terpineol

4. Kariofilen

5. a-karyofilen

6. Ledol

7. Elemol (Siregar dan Nopelena 2010)

Menurut Guenther (1990), menyebutkan bahwa komponen utama penyusun

minyak kayu putih adalah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (CHO),

limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H). Komponen yang memiliki

kandungan cukup besar di dalam minyak kayu putih yaitu sineol sebesar 50%

sampai dengan 65%. Dari berbagai macam komponen penyusun minyak kayu

putih hanya kandungan komponen sineol dalam minyak kayu putih yang dijadikan

penentuan mutu minyak kayu putih. Sineol merupakan senyawa kimia golongan

ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri, seperti pada

minyak kayu putih. Semakin besar kandungan bahan sineol maka akan semakin

baik mutu minyak kayu putih (Sumadiwangsa, 1973).

Page 14: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

6

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2.3 Oleoresin

Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri pembawa

aroma dan damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin umumnya didapatkan dari

ekstraksi rempah-rempah misalnya jahe, cengkeh, lada, kayu manis, dengan

pelarut tertentu. Pelarut yang dapat digunakan misalnya heksan, metanol, alkohol,

aseton, isopropanol, dll.

Dalam ekstraksi oleoresin, mula-mula bahan rempah yang telah digiling

diekstraksi beberapa kali dengan pelarut organik yang sesuai dengan cara

maserasi. Ekstrak yang tertinggal merupakan oleoresin yang biasanya bercampur

dengan minyak, lemak, pigmen dan komponen flavor yang terekstrak dari bahan

asal. Oleoresin yang diperoleh merupakan cairan yang kental atau semi padat

yang mempunyai karakteristik rasa dan aroma sama dengan bahan asalnya. Untuk

memudahkan proses selanjutnya, oleoresin yang diperoleh dapat diencerkan

dengan minyak atsiri hasil penyulingan dari bahan rempah yang sama. Oleoresin

juga dapat diperoleh dari hasil samping dan limbah pengolahan rempah-rempah,

misalnya lada enteng, kulit lada ataupun ampas sisa penyulingan minyak atsiri.

Oleoresin adalah campuran komplek yang diperoleh dengan ekstraksi,

konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial (minyak atsiri) dan

komponen non volatil (tidak menguap) dari rempah-rempah, biasanya dalam

bentuk cairan kental atau pasta. Sedangkan minyak atsiri atau minyak esensial

adalah fraksi volatil yang diperoleh dari proses destilasi rempah-rempah dan

bagian tanaman lain (Purseglove, 1981).

Ekstraksi dengan pelarut non polar akan menghasilkan oleoresin dengan

kandungan lemak yang tinggi sedangkan ekstraksi dengan menggunakan pelarut

polar seperti etanol dan aseton akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan

lemak yang rendah.

Keuntungan penggunaan oleoresin bagi suatu industri terutama industri

makanan adalah sebagai berikut.

1. Oleoresin yang diekstrak dari bahan mentah dengan menggunakan pelarut

organik akan steril.

6

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2.3 Oleoresin

Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri pembawa

aroma dan damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin umumnya didapatkan dari

ekstraksi rempah-rempah misalnya jahe, cengkeh, lada, kayu manis, dengan

pelarut tertentu. Pelarut yang dapat digunakan misalnya heksan, metanol, alkohol,

aseton, isopropanol, dll.

Dalam ekstraksi oleoresin, mula-mula bahan rempah yang telah digiling

diekstraksi beberapa kali dengan pelarut organik yang sesuai dengan cara

maserasi. Ekstrak yang tertinggal merupakan oleoresin yang biasanya bercampur

dengan minyak, lemak, pigmen dan komponen flavor yang terekstrak dari bahan

asal. Oleoresin yang diperoleh merupakan cairan yang kental atau semi padat

yang mempunyai karakteristik rasa dan aroma sama dengan bahan asalnya. Untuk

memudahkan proses selanjutnya, oleoresin yang diperoleh dapat diencerkan

dengan minyak atsiri hasil penyulingan dari bahan rempah yang sama. Oleoresin

juga dapat diperoleh dari hasil samping dan limbah pengolahan rempah-rempah,

misalnya lada enteng, kulit lada ataupun ampas sisa penyulingan minyak atsiri.

Oleoresin adalah campuran komplek yang diperoleh dengan ekstraksi,

konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial (minyak atsiri) dan

komponen non volatil (tidak menguap) dari rempah-rempah, biasanya dalam

bentuk cairan kental atau pasta. Sedangkan minyak atsiri atau minyak esensial

adalah fraksi volatil yang diperoleh dari proses destilasi rempah-rempah dan

bagian tanaman lain (Purseglove, 1981).

Ekstraksi dengan pelarut non polar akan menghasilkan oleoresin dengan

kandungan lemak yang tinggi sedangkan ekstraksi dengan menggunakan pelarut

polar seperti etanol dan aseton akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan

lemak yang rendah.

Keuntungan penggunaan oleoresin bagi suatu industri terutama industri

makanan adalah sebagai berikut.

1. Oleoresin yang diekstrak dari bahan mentah dengan menggunakan pelarut

organik akan steril.

6

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2.3 Oleoresin

Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri pembawa

aroma dan damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin umumnya didapatkan dari

ekstraksi rempah-rempah misalnya jahe, cengkeh, lada, kayu manis, dengan

pelarut tertentu. Pelarut yang dapat digunakan misalnya heksan, metanol, alkohol,

aseton, isopropanol, dll.

Dalam ekstraksi oleoresin, mula-mula bahan rempah yang telah digiling

diekstraksi beberapa kali dengan pelarut organik yang sesuai dengan cara

maserasi. Ekstrak yang tertinggal merupakan oleoresin yang biasanya bercampur

dengan minyak, lemak, pigmen dan komponen flavor yang terekstrak dari bahan

asal. Oleoresin yang diperoleh merupakan cairan yang kental atau semi padat

yang mempunyai karakteristik rasa dan aroma sama dengan bahan asalnya. Untuk

memudahkan proses selanjutnya, oleoresin yang diperoleh dapat diencerkan

dengan minyak atsiri hasil penyulingan dari bahan rempah yang sama. Oleoresin

juga dapat diperoleh dari hasil samping dan limbah pengolahan rempah-rempah,

misalnya lada enteng, kulit lada ataupun ampas sisa penyulingan minyak atsiri.

Oleoresin adalah campuran komplek yang diperoleh dengan ekstraksi,

konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial (minyak atsiri) dan

komponen non volatil (tidak menguap) dari rempah-rempah, biasanya dalam

bentuk cairan kental atau pasta. Sedangkan minyak atsiri atau minyak esensial

adalah fraksi volatil yang diperoleh dari proses destilasi rempah-rempah dan

bagian tanaman lain (Purseglove, 1981).

Ekstraksi dengan pelarut non polar akan menghasilkan oleoresin dengan

kandungan lemak yang tinggi sedangkan ekstraksi dengan menggunakan pelarut

polar seperti etanol dan aseton akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan

lemak yang rendah.

Keuntungan penggunaan oleoresin bagi suatu industri terutama industri

makanan adalah sebagai berikut.

1. Oleoresin yang diekstrak dari bahan mentah dengan menggunakan pelarut

organik akan steril.

Page 15: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

7

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2. Mutu makanan akan lebih terkontrol, hal tersebut disebabkan variasi

perbedaan pada kandungan kimia oleoresin yang digunakan lebih kecil

dibandingkan dengan serbuk rempah-rempah yang mungkin berasal dari

daerah yang berlainan sehingga kemungkinan kandungan kimianya berbeda.

3. Penggunaan oleoresin akan lebih ekonomis dan efisien karena oleoresin

sudah merupakan ekstrak dari rempah-rempah, sehingga untuk mendapatkan

tingkat flavor yang diinginkan memerlukan lebih sedikit oleoresin

dibandingkan jika menggunakan rempah-rempah dalam bentuk serbuk.

Oleoresin mengandung bahan yang tidak menguap dalam jumlah besar

dan akan memberikan rasa, walaupun minyak atsirinya telah menguap (Fuad,

2008). Salah satu senyawa yang tidak mudah menguap adalah resin, yaitu polimer

yang terbentuk di alam juga dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi)

minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu yang tinggi serta dalam

penyimpanan (Ketaren, 1985 dalam Fuad, 2008). Oleoresin memiliki kelemahan

yaitu sebagai berikut :

1. Wujudnya berupa cairan kental sampai semi padat sehingga sulit ditangani

dan dicampurkan pada makanan tanpa pemanasan,

2. Flavornya bervariasi tergantung dari flavor rempah aslinya dan jenis pelarut

yang digunakan,

3. Mengandung tanin kecuali bila diperlukan secara khusus.

Pembuatan oleoresin dapat dilakukan 2 tahap yakni ekstraksi tahap satu

dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tahap 1 yaitu tahap ekstraksi dengan pelarut

yang cukup, sehingga semua zat terlarut (bahan aktif oleoresin) dapat terekstrak.

Ampas hasil ekstraksi oleoresin masih mengandung pelarut yang juga masih

mengandung zat terlarut (solute) oleoresin. Ekstraksi multi tahap yaitu dimana

pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai.

Tahapan penting dalam oleoresin adalah dalam pengambilan oleoresin

adalah proses ekstraksi. Proses ekstraksi oleoresin dipengaruhi oleh beberapa

aspek teknis yaitu ukuran bahan, jenis pelarut, rasio pelarut, metode ekstraksi,

lama ekstraksi, dan suhu ekstraksi (Fajriani, 2008).

7

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2. Mutu makanan akan lebih terkontrol, hal tersebut disebabkan variasi

perbedaan pada kandungan kimia oleoresin yang digunakan lebih kecil

dibandingkan dengan serbuk rempah-rempah yang mungkin berasal dari

daerah yang berlainan sehingga kemungkinan kandungan kimianya berbeda.

3. Penggunaan oleoresin akan lebih ekonomis dan efisien karena oleoresin

sudah merupakan ekstrak dari rempah-rempah, sehingga untuk mendapatkan

tingkat flavor yang diinginkan memerlukan lebih sedikit oleoresin

dibandingkan jika menggunakan rempah-rempah dalam bentuk serbuk.

Oleoresin mengandung bahan yang tidak menguap dalam jumlah besar

dan akan memberikan rasa, walaupun minyak atsirinya telah menguap (Fuad,

2008). Salah satu senyawa yang tidak mudah menguap adalah resin, yaitu polimer

yang terbentuk di alam juga dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi)

minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu yang tinggi serta dalam

penyimpanan (Ketaren, 1985 dalam Fuad, 2008). Oleoresin memiliki kelemahan

yaitu sebagai berikut :

1. Wujudnya berupa cairan kental sampai semi padat sehingga sulit ditangani

dan dicampurkan pada makanan tanpa pemanasan,

2. Flavornya bervariasi tergantung dari flavor rempah aslinya dan jenis pelarut

yang digunakan,

3. Mengandung tanin kecuali bila diperlukan secara khusus.

Pembuatan oleoresin dapat dilakukan 2 tahap yakni ekstraksi tahap satu

dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tahap 1 yaitu tahap ekstraksi dengan pelarut

yang cukup, sehingga semua zat terlarut (bahan aktif oleoresin) dapat terekstrak.

Ampas hasil ekstraksi oleoresin masih mengandung pelarut yang juga masih

mengandung zat terlarut (solute) oleoresin. Ekstraksi multi tahap yaitu dimana

pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai.

Tahapan penting dalam oleoresin adalah dalam pengambilan oleoresin

adalah proses ekstraksi. Proses ekstraksi oleoresin dipengaruhi oleh beberapa

aspek teknis yaitu ukuran bahan, jenis pelarut, rasio pelarut, metode ekstraksi,

lama ekstraksi, dan suhu ekstraksi (Fajriani, 2008).

7

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2. Mutu makanan akan lebih terkontrol, hal tersebut disebabkan variasi

perbedaan pada kandungan kimia oleoresin yang digunakan lebih kecil

dibandingkan dengan serbuk rempah-rempah yang mungkin berasal dari

daerah yang berlainan sehingga kemungkinan kandungan kimianya berbeda.

3. Penggunaan oleoresin akan lebih ekonomis dan efisien karena oleoresin

sudah merupakan ekstrak dari rempah-rempah, sehingga untuk mendapatkan

tingkat flavor yang diinginkan memerlukan lebih sedikit oleoresin

dibandingkan jika menggunakan rempah-rempah dalam bentuk serbuk.

Oleoresin mengandung bahan yang tidak menguap dalam jumlah besar

dan akan memberikan rasa, walaupun minyak atsirinya telah menguap (Fuad,

2008). Salah satu senyawa yang tidak mudah menguap adalah resin, yaitu polimer

yang terbentuk di alam juga dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi)

minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu yang tinggi serta dalam

penyimpanan (Ketaren, 1985 dalam Fuad, 2008). Oleoresin memiliki kelemahan

yaitu sebagai berikut :

1. Wujudnya berupa cairan kental sampai semi padat sehingga sulit ditangani

dan dicampurkan pada makanan tanpa pemanasan,

2. Flavornya bervariasi tergantung dari flavor rempah aslinya dan jenis pelarut

yang digunakan,

3. Mengandung tanin kecuali bila diperlukan secara khusus.

Pembuatan oleoresin dapat dilakukan 2 tahap yakni ekstraksi tahap satu

dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tahap 1 yaitu tahap ekstraksi dengan pelarut

yang cukup, sehingga semua zat terlarut (bahan aktif oleoresin) dapat terekstrak.

Ampas hasil ekstraksi oleoresin masih mengandung pelarut yang juga masih

mengandung zat terlarut (solute) oleoresin. Ekstraksi multi tahap yaitu dimana

pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai.

Tahapan penting dalam oleoresin adalah dalam pengambilan oleoresin

adalah proses ekstraksi. Proses ekstraksi oleoresin dipengaruhi oleh beberapa

aspek teknis yaitu ukuran bahan, jenis pelarut, rasio pelarut, metode ekstraksi,

lama ekstraksi, dan suhu ekstraksi (Fajriani, 2008).

Page 16: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

8

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Tabel 1. Kadar oleoresin dalam rempah-rempah

No. Jenis Oleoresin

Kadar Oleoresin

Dalam Bahan Kering

(%)

1

2

3

4

5

6

7

Lada

Cabe

Jahe

Kunyit

Pala

Cengkeh

Kayu Manis

11 – 13

19 – 21

11 – 12

5 – 7

24 – 30

5 – 10

10 – 12

Sumber: Ketaren 2004

2.4 Perkembangan Oleoresin di Indonesia

Melimpahnya ketersediaan rempah-rempah di Indonesia, industri oleoresin

mempunyai prospek yang sangat menjanjikan baik untuk tujuan ekspor maupun

untuk industri dalam negeri. Pada penggunaan rempah-rempah sebagai bahan

penyedap makanan dan minuman dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu

penggunaan dalam bentuk bahan asal, ekstrak atau oleoresin. Penggunaan

oleoresin sendiri sangat luas, selain sebagai penyedap makanan dan minuman,

juga banyak digunakan pada pembuatan parfum, kosmetik, flavouring

(pengolahan susu, es kream, produk-produk roti, pudding dan lain-lain), untuk

pengolahan daging, susu, keju, snack (dari oleoresin paprika), sebagai pemberi

aroma dan citarasa dalam makanan dan minuman, bahan aditif pada pembuatan

parfum dan obat-obatan (dari cinnamom oleoresin), fragrance (household

product, deodorant, tobacco). Penggunaan pada parfum dan kosmetik antara lain

berasal dari oleoresin cardamon, cumin, celery, chive, juniper, vanilla dan

nutmeg. Selain itu oleoresin banyak juga digunakan atau berkhasiat dalam dunia

kesehatan atau dunia kedokteran antara lain sebagai antimikroba ( black pepper,

garlic, cinnamom, nutmeg, cloves, ginger, cumin), untuk arthritis, shingles,

psoriasis, diabetic neuropathy (dari capsicum oleoresin), mengobati migran,

antimual dan antimuntah, antiradang, pereda nyeri dan memperlancar aliran darah

8

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Tabel 1. Kadar oleoresin dalam rempah-rempah

No. Jenis Oleoresin

Kadar Oleoresin

Dalam Bahan Kering

(%)

1

2

3

4

5

6

7

Lada

Cabe

Jahe

Kunyit

Pala

Cengkeh

Kayu Manis

11 – 13

19 – 21

11 – 12

5 – 7

24 – 30

5 – 10

10 – 12

Sumber: Ketaren 2004

2.4 Perkembangan Oleoresin di Indonesia

Melimpahnya ketersediaan rempah-rempah di Indonesia, industri oleoresin

mempunyai prospek yang sangat menjanjikan baik untuk tujuan ekspor maupun

untuk industri dalam negeri. Pada penggunaan rempah-rempah sebagai bahan

penyedap makanan dan minuman dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu

penggunaan dalam bentuk bahan asal, ekstrak atau oleoresin. Penggunaan

oleoresin sendiri sangat luas, selain sebagai penyedap makanan dan minuman,

juga banyak digunakan pada pembuatan parfum, kosmetik, flavouring

(pengolahan susu, es kream, produk-produk roti, pudding dan lain-lain), untuk

pengolahan daging, susu, keju, snack (dari oleoresin paprika), sebagai pemberi

aroma dan citarasa dalam makanan dan minuman, bahan aditif pada pembuatan

parfum dan obat-obatan (dari cinnamom oleoresin), fragrance (household

product, deodorant, tobacco). Penggunaan pada parfum dan kosmetik antara lain

berasal dari oleoresin cardamon, cumin, celery, chive, juniper, vanilla dan

nutmeg. Selain itu oleoresin banyak juga digunakan atau berkhasiat dalam dunia

kesehatan atau dunia kedokteran antara lain sebagai antimikroba ( black pepper,

garlic, cinnamom, nutmeg, cloves, ginger, cumin), untuk arthritis, shingles,

psoriasis, diabetic neuropathy (dari capsicum oleoresin), mengobati migran,

antimual dan antimuntah, antiradang, pereda nyeri dan memperlancar aliran darah

8

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Tabel 1. Kadar oleoresin dalam rempah-rempah

No. Jenis Oleoresin

Kadar Oleoresin

Dalam Bahan Kering

(%)

1

2

3

4

5

6

7

Lada

Cabe

Jahe

Kunyit

Pala

Cengkeh

Kayu Manis

11 – 13

19 – 21

11 – 12

5 – 7

24 – 30

5 – 10

10 – 12

Sumber: Ketaren 2004

2.4 Perkembangan Oleoresin di Indonesia

Melimpahnya ketersediaan rempah-rempah di Indonesia, industri oleoresin

mempunyai prospek yang sangat menjanjikan baik untuk tujuan ekspor maupun

untuk industri dalam negeri. Pada penggunaan rempah-rempah sebagai bahan

penyedap makanan dan minuman dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu

penggunaan dalam bentuk bahan asal, ekstrak atau oleoresin. Penggunaan

oleoresin sendiri sangat luas, selain sebagai penyedap makanan dan minuman,

juga banyak digunakan pada pembuatan parfum, kosmetik, flavouring

(pengolahan susu, es kream, produk-produk roti, pudding dan lain-lain), untuk

pengolahan daging, susu, keju, snack (dari oleoresin paprika), sebagai pemberi

aroma dan citarasa dalam makanan dan minuman, bahan aditif pada pembuatan

parfum dan obat-obatan (dari cinnamom oleoresin), fragrance (household

product, deodorant, tobacco). Penggunaan pada parfum dan kosmetik antara lain

berasal dari oleoresin cardamon, cumin, celery, chive, juniper, vanilla dan

nutmeg. Selain itu oleoresin banyak juga digunakan atau berkhasiat dalam dunia

kesehatan atau dunia kedokteran antara lain sebagai antimikroba ( black pepper,

garlic, cinnamom, nutmeg, cloves, ginger, cumin), untuk arthritis, shingles,

psoriasis, diabetic neuropathy (dari capsicum oleoresin), mengobati migran,

antimual dan antimuntah, antiradang, pereda nyeri dan memperlancar aliran darah

Page 17: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

9

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

(dari ginger oleoresin). Efek balsamic, digestive dan stimulating, dispell anger,

frustration dan tension, calming, camforting (dari vanilla oleoresin).

Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan pengekspor rempah-

rempah utama di dunia. Bahan baku oleoresin baik berupa rempah-rempah hasil

samping atau limbah pengolahan rempah-rempah tersedia cukup melimpah dan

kontinyu sehingga potensi ini sangat memungkinkan dikembangkan industri

oleoresin di Indonesia.

Di dunia perdagangan dikenal produk-produk oleoresin siap pakai yang

berbentuk dispersed, fat based, dan encapsulated. Bentuk dispersed dibuat dengan

cara mencampur oleoresin dengan media tertentu, yaitu garam, tepung, dan gula.

Bentuk fat based dibuat dengan cara mencampurkan oleoresin dengan lemak atau

minyak tumbuh-tumbuhan. Bentuk encapsulated merupakan bubuk oleoresin

yang dimasukan ke dalam kapsul. Bentuk encapsulated tahan disimpan lama

karena pengurangan rasa dan aroma yang terjadi relatif kecil (Tim lentera, 2002).

2.5. Ekstraksi Oleoresin

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau

cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut.

Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang muka terjadi

pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur

dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan

melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian

dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan

konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan (Bernasconi, dkk. 1995).

Oleoresin didapatkan dari rempah-rempah dengan cara diekstraksi

menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksi mengandung minyak dan senyawa

terlarut pada pelarut. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa

hidrokarbon pelarut lemak dan minyak, seperti alkohol dan aseton.

9

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

(dari ginger oleoresin). Efek balsamic, digestive dan stimulating, dispell anger,

frustration dan tension, calming, camforting (dari vanilla oleoresin).

Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan pengekspor rempah-

rempah utama di dunia. Bahan baku oleoresin baik berupa rempah-rempah hasil

samping atau limbah pengolahan rempah-rempah tersedia cukup melimpah dan

kontinyu sehingga potensi ini sangat memungkinkan dikembangkan industri

oleoresin di Indonesia.

Di dunia perdagangan dikenal produk-produk oleoresin siap pakai yang

berbentuk dispersed, fat based, dan encapsulated. Bentuk dispersed dibuat dengan

cara mencampur oleoresin dengan media tertentu, yaitu garam, tepung, dan gula.

Bentuk fat based dibuat dengan cara mencampurkan oleoresin dengan lemak atau

minyak tumbuh-tumbuhan. Bentuk encapsulated merupakan bubuk oleoresin

yang dimasukan ke dalam kapsul. Bentuk encapsulated tahan disimpan lama

karena pengurangan rasa dan aroma yang terjadi relatif kecil (Tim lentera, 2002).

2.5. Ekstraksi Oleoresin

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau

cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut.

Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang muka terjadi

pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur

dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan

melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian

dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan

konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan (Bernasconi, dkk. 1995).

Oleoresin didapatkan dari rempah-rempah dengan cara diekstraksi

menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksi mengandung minyak dan senyawa

terlarut pada pelarut. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa

hidrokarbon pelarut lemak dan minyak, seperti alkohol dan aseton.

9

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

(dari ginger oleoresin). Efek balsamic, digestive dan stimulating, dispell anger,

frustration dan tension, calming, camforting (dari vanilla oleoresin).

Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan pengekspor rempah-

rempah utama di dunia. Bahan baku oleoresin baik berupa rempah-rempah hasil

samping atau limbah pengolahan rempah-rempah tersedia cukup melimpah dan

kontinyu sehingga potensi ini sangat memungkinkan dikembangkan industri

oleoresin di Indonesia.

Di dunia perdagangan dikenal produk-produk oleoresin siap pakai yang

berbentuk dispersed, fat based, dan encapsulated. Bentuk dispersed dibuat dengan

cara mencampur oleoresin dengan media tertentu, yaitu garam, tepung, dan gula.

Bentuk fat based dibuat dengan cara mencampurkan oleoresin dengan lemak atau

minyak tumbuh-tumbuhan. Bentuk encapsulated merupakan bubuk oleoresin

yang dimasukan ke dalam kapsul. Bentuk encapsulated tahan disimpan lama

karena pengurangan rasa dan aroma yang terjadi relatif kecil (Tim lentera, 2002).

2.5. Ekstraksi Oleoresin

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau

cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut.

Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang muka terjadi

pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur

dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan

melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian

dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan

konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan (Bernasconi, dkk. 1995).

Oleoresin didapatkan dari rempah-rempah dengan cara diekstraksi

menggunakan pelarut organik. Hasil ekstraksi mengandung minyak dan senyawa

terlarut pada pelarut. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa

hidrokarbon pelarut lemak dan minyak, seperti alkohol dan aseton.

Page 18: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

10

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara

yaitu:

1. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah proses pengambilan komponen

dalam suatu padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Treybal,

1981). Interaksi antara solute dengan padatan, solute dengan pelarut dan

pelarut dengan padatan sangat berpengaruh pada proses ekstraksi. Pada

proses ekstraksi ini melalui pemanasan, solute yang terperangkap di dalam

padatan mulai meleleh dan bergerak melalui pori-pori padatan. Adanya

penambahan pelarut menyebabkan pori-pori padatan mengembang dan

pelarut yang masuk kemudian melarutkan solute dilanjutkan dengan berdifusi

keluar permukaan partikel padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar

padatan, untuk selanjutnya ke badan cairan.

2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang

saling bercampur.

Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi menjadi

dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap.

1. Ekstraksi tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak

dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan

diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan.

Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah.

2. Ekstraksi multi tahap yaitu bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa

kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah

melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan maka didapatkan berbagai

ekstrak dengan rendemen yang lebih tinggi daripada ekstraksi tunggal.

Susanto (1999) menjelaskan bahwa jumlah pelarut berpengaruh terhadap

efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih

banyak dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal. McCabe, et al

(1999) menambahkan jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya

oleoresin yang diekstrak sampai titik keseimbangan, pada ekstraksi multi

tahap kepekatan dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya

10

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara

yaitu:

1. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah proses pengambilan komponen

dalam suatu padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Treybal,

1981). Interaksi antara solute dengan padatan, solute dengan pelarut dan

pelarut dengan padatan sangat berpengaruh pada proses ekstraksi. Pada

proses ekstraksi ini melalui pemanasan, solute yang terperangkap di dalam

padatan mulai meleleh dan bergerak melalui pori-pori padatan. Adanya

penambahan pelarut menyebabkan pori-pori padatan mengembang dan

pelarut yang masuk kemudian melarutkan solute dilanjutkan dengan berdifusi

keluar permukaan partikel padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar

padatan, untuk selanjutnya ke badan cairan.

2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang

saling bercampur.

Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi menjadi

dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap.

1. Ekstraksi tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak

dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan

diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan.

Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah.

2. Ekstraksi multi tahap yaitu bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa

kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah

melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan maka didapatkan berbagai

ekstrak dengan rendemen yang lebih tinggi daripada ekstraksi tunggal.

Susanto (1999) menjelaskan bahwa jumlah pelarut berpengaruh terhadap

efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih

banyak dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal. McCabe, et al

(1999) menambahkan jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya

oleoresin yang diekstrak sampai titik keseimbangan, pada ekstraksi multi

tahap kepekatan dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya

10

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara

yaitu:

1. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah proses pengambilan komponen

dalam suatu padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Treybal,

1981). Interaksi antara solute dengan padatan, solute dengan pelarut dan

pelarut dengan padatan sangat berpengaruh pada proses ekstraksi. Pada

proses ekstraksi ini melalui pemanasan, solute yang terperangkap di dalam

padatan mulai meleleh dan bergerak melalui pori-pori padatan. Adanya

penambahan pelarut menyebabkan pori-pori padatan mengembang dan

pelarut yang masuk kemudian melarutkan solute dilanjutkan dengan berdifusi

keluar permukaan partikel padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar

padatan, untuk selanjutnya ke badan cairan.

2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang

saling bercampur.

Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi menjadi

dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap.

1. Ekstraksi tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak

dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan

diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan.

Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah.

2. Ekstraksi multi tahap yaitu bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa

kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah

melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan maka didapatkan berbagai

ekstrak dengan rendemen yang lebih tinggi daripada ekstraksi tunggal.

Susanto (1999) menjelaskan bahwa jumlah pelarut berpengaruh terhadap

efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih

banyak dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal. McCabe, et al

(1999) menambahkan jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya

oleoresin yang diekstrak sampai titik keseimbangan, pada ekstraksi multi

tahap kepekatan dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya

Page 19: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

11

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

selalu menjadi lebih rendah, karena bahan pelarut tidak terpakai secara

optimum.

Ekstraksi dengan pelarut berdasarkan pada sifat kelarutan komponen-

komponen terhadap pelarut dalam suatu campuran. Ekstraksi dapat dilakukan

untuk komponen cair dari sistem campuran cair – cair maupun cair – padat, dan

komponen padat dari sistem campuran padat – padat maupun padat – cair.

Pemilihan jenis pelarut harus menjadi pertimbangan dan bersifat selektif. Pelarut

harus mempunyai kemampuan melarutkan komponen yang akan dipisahkan dan

mempunyai viskositas cukup rendah sehingga mudah disirkulasikan.

2.6 Ethanol

Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol

saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna,

dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-

hari. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia

C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari

dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan “Et” merupakan

singkatan dari gugus etil (C2H5).

Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil

dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke

dalam ikatan hidrogen sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari

pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.

Etanol adalah pelarut yang serbaguna larut dalam air dan pelarut organik

lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform,

dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Etanol juga

larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan seperti pentana dan heksana, dan

juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan

tetrakloroetilena (Fajriani, 2008).

Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186 °C. Ikatan hidrogen

menyebabkan etanol murni sangat higroskopis sehingga etanol dapat menyerap air

dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam

banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida,

11

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

selalu menjadi lebih rendah, karena bahan pelarut tidak terpakai secara

optimum.

Ekstraksi dengan pelarut berdasarkan pada sifat kelarutan komponen-

komponen terhadap pelarut dalam suatu campuran. Ekstraksi dapat dilakukan

untuk komponen cair dari sistem campuran cair – cair maupun cair – padat, dan

komponen padat dari sistem campuran padat – padat maupun padat – cair.

Pemilihan jenis pelarut harus menjadi pertimbangan dan bersifat selektif. Pelarut

harus mempunyai kemampuan melarutkan komponen yang akan dipisahkan dan

mempunyai viskositas cukup rendah sehingga mudah disirkulasikan.

2.6 Ethanol

Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol

saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna,

dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-

hari. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia

C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari

dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan “Et” merupakan

singkatan dari gugus etil (C2H5).

Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil

dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke

dalam ikatan hidrogen sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari

pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.

Etanol adalah pelarut yang serbaguna larut dalam air dan pelarut organik

lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform,

dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Etanol juga

larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan seperti pentana dan heksana, dan

juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan

tetrakloroetilena (Fajriani, 2008).

Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186 °C. Ikatan hidrogen

menyebabkan etanol murni sangat higroskopis sehingga etanol dapat menyerap air

dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam

banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida,

11

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

selalu menjadi lebih rendah, karena bahan pelarut tidak terpakai secara

optimum.

Ekstraksi dengan pelarut berdasarkan pada sifat kelarutan komponen-

komponen terhadap pelarut dalam suatu campuran. Ekstraksi dapat dilakukan

untuk komponen cair dari sistem campuran cair – cair maupun cair – padat, dan

komponen padat dari sistem campuran padat – padat maupun padat – cair.

Pemilihan jenis pelarut harus menjadi pertimbangan dan bersifat selektif. Pelarut

harus mempunyai kemampuan melarutkan komponen yang akan dipisahkan dan

mempunyai viskositas cukup rendah sehingga mudah disirkulasikan.

2.6 Ethanol

Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol

saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna,

dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-

hari. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia

C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari

dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan “Et” merupakan

singkatan dari gugus etil (C2H5).

Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil

dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke

dalam ikatan hidrogen sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari

pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.

Etanol adalah pelarut yang serbaguna larut dalam air dan pelarut organik

lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform,

dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Etanol juga

larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan seperti pentana dan heksana, dan

juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan

tetrakloroetilena (Fajriani, 2008).

Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186 °C. Ikatan hidrogen

menyebabkan etanol murni sangat higroskopis sehingga etanol dapat menyerap air

dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam

banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida,

Page 20: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

12

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan

natrium bromida. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon non polar,

sehingga juga larut dalam senyawa non polar.

2.7 Gas Chromatographi and Mass Spectometry

Sejak tahun 1960, GC-MS digunakan secara luas dalam Kimia Organik.

Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaan yang sangat besar dari metode ini. Ada

dua alasan utama terjadinya hal tersebut. Pertama adalah telah ditemukannya alat

yang dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkan uap.

Kedua, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan

struktur molekulnya.GC-MS adalah singkatan dari “Gas Chromatography-Mass

Spectrometry”. Instrumen alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS, artinya

sampel yang hendak diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (Gas

Chromatography) selanjutnya diidentifikasi dengan alat MS (Mass Spectrometry).

GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang simultan untuk memisahkan

dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran.

Adapun kegunaan alat GC-MS adalah :

1. Untuk menentukan berat molekul dengan sangat teliti sampai 4 angka di

belakang desimal. Guna menentukan sampai 4 angka di belakang desimal

contohnya adalah sebagai berikut:

senyawa-senyawa: CO Massa Molekul = 28 ; N2 Massa Molekul = 28 ;

H2C=CH2 Massa Molekul = 28. Bila dihitung massa masing-masing dengan

teliti, massa masing-masing molekulnya akan berbeda.

2. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui Rumus Molekul tanpa

melalui Analisa Unsur. Misalnya C4H10O, biasanya memakai cara kualitatif

atau kuantitatif, mula-mula diketahui rumus empiris terlebih dulu (CxHyOz)n,

kemudian ditentukan BM-nya. Adanya komputer pada alat GC-MS dapat

diketahui secara langsung Rumus Molekulnya.

3. Bila kita memasukkan senyawa dalam spektroskopi massa, maka senyawa itu

akan ditembaki oleh elektron dan molekul akan mengalami reaksi

fragmentasi. Molekul akan pecah karena tembakan elektron dalam

spektrometer. Pecahnya molekul itu tergantung pada gugus fungsi yang ada

12

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan

natrium bromida. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon non polar,

sehingga juga larut dalam senyawa non polar.

2.7 Gas Chromatographi and Mass Spectometry

Sejak tahun 1960, GC-MS digunakan secara luas dalam Kimia Organik.

Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaan yang sangat besar dari metode ini. Ada

dua alasan utama terjadinya hal tersebut. Pertama adalah telah ditemukannya alat

yang dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkan uap.

Kedua, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan

struktur molekulnya.GC-MS adalah singkatan dari “Gas Chromatography-Mass

Spectrometry”. Instrumen alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS, artinya

sampel yang hendak diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (Gas

Chromatography) selanjutnya diidentifikasi dengan alat MS (Mass Spectrometry).

GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang simultan untuk memisahkan

dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran.

Adapun kegunaan alat GC-MS adalah :

1. Untuk menentukan berat molekul dengan sangat teliti sampai 4 angka di

belakang desimal. Guna menentukan sampai 4 angka di belakang desimal

contohnya adalah sebagai berikut:

senyawa-senyawa: CO Massa Molekul = 28 ; N2 Massa Molekul = 28 ;

H2C=CH2 Massa Molekul = 28. Bila dihitung massa masing-masing dengan

teliti, massa masing-masing molekulnya akan berbeda.

2. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui Rumus Molekul tanpa

melalui Analisa Unsur. Misalnya C4H10O, biasanya memakai cara kualitatif

atau kuantitatif, mula-mula diketahui rumus empiris terlebih dulu (CxHyOz)n,

kemudian ditentukan BM-nya. Adanya komputer pada alat GC-MS dapat

diketahui secara langsung Rumus Molekulnya.

3. Bila kita memasukkan senyawa dalam spektroskopi massa, maka senyawa itu

akan ditembaki oleh elektron dan molekul akan mengalami reaksi

fragmentasi. Molekul akan pecah karena tembakan elektron dalam

spektrometer. Pecahnya molekul itu tergantung pada gugus fungsi yang ada

12

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan

natrium bromida. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon non polar,

sehingga juga larut dalam senyawa non polar.

2.7 Gas Chromatographi and Mass Spectometry

Sejak tahun 1960, GC-MS digunakan secara luas dalam Kimia Organik.

Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaan yang sangat besar dari metode ini. Ada

dua alasan utama terjadinya hal tersebut. Pertama adalah telah ditemukannya alat

yang dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkan uap.

Kedua, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan

struktur molekulnya.GC-MS adalah singkatan dari “Gas Chromatography-Mass

Spectrometry”. Instrumen alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS, artinya

sampel yang hendak diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (Gas

Chromatography) selanjutnya diidentifikasi dengan alat MS (Mass Spectrometry).

GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang simultan untuk memisahkan

dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran.

Adapun kegunaan alat GC-MS adalah :

1. Untuk menentukan berat molekul dengan sangat teliti sampai 4 angka di

belakang desimal. Guna menentukan sampai 4 angka di belakang desimal

contohnya adalah sebagai berikut:

senyawa-senyawa: CO Massa Molekul = 28 ; N2 Massa Molekul = 28 ;

H2C=CH2 Massa Molekul = 28. Bila dihitung massa masing-masing dengan

teliti, massa masing-masing molekulnya akan berbeda.

2. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui Rumus Molekul tanpa

melalui Analisa Unsur. Misalnya C4H10O, biasanya memakai cara kualitatif

atau kuantitatif, mula-mula diketahui rumus empiris terlebih dulu (CxHyOz)n,

kemudian ditentukan BM-nya. Adanya komputer pada alat GC-MS dapat

diketahui secara langsung Rumus Molekulnya.

3. Bila kita memasukkan senyawa dalam spektroskopi massa, maka senyawa itu

akan ditembaki oleh elektron dan molekul akan mengalami reaksi

fragmentasi. Molekul akan pecah karena tembakan elektron dalam

spektrometer. Pecahnya molekul itu tergantung pada gugus fungsi yang ada

Page 21: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

13

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

dalam molekul tersebut, melalui suatu corak tertentu dan tidak secara random.

Sebelumnya hanya Spektrometri IR, Resonansi Magnit Inti yang bisa

mengetahui gugus fungsi. Adanya fragmentasi kita juga bisa mengenali

senyawa tersebut, sehingga kita bisa mendapatkan cara tambahan untuk

mengetahui apakah senyawa tersebut termasuk golongan alkohol, amin,

karboksilat, aldehid dan lain sebagainya.GC-MS hanya dapat digunakan

untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap.

Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehingga tidak dapat

dideteksi dengan alat GC-MS. Kriteria menguap adalah pada:

1. Kondisi vakum tinggi, tekanan rendah.

2. Dapat dipanaskan.

3. Uap yang diperlukan tidak banyak.

Pada umumnya senyawa-senyawa dengan BM kurang dari 1000 dapat

diuapkan dan dapat ditentukan massa molekulnya dengan cara spektroskopi

massa. Analisis GC-MS dengan predikat pemisahan yang “high resolution” serta

MS yang sensitif sangat diperlukan dalam bidang aplikasi, antara lain bidang

lingkungan, arkeologi, kesehatan, forensik, ilmu antariksa, kimia, biokimia dan

lain sebagainya.

Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi menggunakan

gas sebagai fasa penggerak. Zat yang dipisahkan dilewatkan dalam kolom yang

diisi dengan fasa tidak bergerak yang terdiri dari bahan terbagi halus yang cocok.

Gas pembawa mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap, memisahkan zat

dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan normal. Cara

ini digunakan untuk percobaan identifikasi dan kemurnian, atau untuk penetapan

kadar.

Kromatografi Gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan

dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk

menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari

campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi

sebuah kompleks.

13

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

dalam molekul tersebut, melalui suatu corak tertentu dan tidak secara random.

Sebelumnya hanya Spektrometri IR, Resonansi Magnit Inti yang bisa

mengetahui gugus fungsi. Adanya fragmentasi kita juga bisa mengenali

senyawa tersebut, sehingga kita bisa mendapatkan cara tambahan untuk

mengetahui apakah senyawa tersebut termasuk golongan alkohol, amin,

karboksilat, aldehid dan lain sebagainya.GC-MS hanya dapat digunakan

untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap.

Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehingga tidak dapat

dideteksi dengan alat GC-MS. Kriteria menguap adalah pada:

1. Kondisi vakum tinggi, tekanan rendah.

2. Dapat dipanaskan.

3. Uap yang diperlukan tidak banyak.

Pada umumnya senyawa-senyawa dengan BM kurang dari 1000 dapat

diuapkan dan dapat ditentukan massa molekulnya dengan cara spektroskopi

massa. Analisis GC-MS dengan predikat pemisahan yang “high resolution” serta

MS yang sensitif sangat diperlukan dalam bidang aplikasi, antara lain bidang

lingkungan, arkeologi, kesehatan, forensik, ilmu antariksa, kimia, biokimia dan

lain sebagainya.

Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi menggunakan

gas sebagai fasa penggerak. Zat yang dipisahkan dilewatkan dalam kolom yang

diisi dengan fasa tidak bergerak yang terdiri dari bahan terbagi halus yang cocok.

Gas pembawa mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap, memisahkan zat

dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan normal. Cara

ini digunakan untuk percobaan identifikasi dan kemurnian, atau untuk penetapan

kadar.

Kromatografi Gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan

dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk

menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari

campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi

sebuah kompleks.

13

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

dalam molekul tersebut, melalui suatu corak tertentu dan tidak secara random.

Sebelumnya hanya Spektrometri IR, Resonansi Magnit Inti yang bisa

mengetahui gugus fungsi. Adanya fragmentasi kita juga bisa mengenali

senyawa tersebut, sehingga kita bisa mendapatkan cara tambahan untuk

mengetahui apakah senyawa tersebut termasuk golongan alkohol, amin,

karboksilat, aldehid dan lain sebagainya.GC-MS hanya dapat digunakan

untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap.

Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehingga tidak dapat

dideteksi dengan alat GC-MS. Kriteria menguap adalah pada:

1. Kondisi vakum tinggi, tekanan rendah.

2. Dapat dipanaskan.

3. Uap yang diperlukan tidak banyak.

Pada umumnya senyawa-senyawa dengan BM kurang dari 1000 dapat

diuapkan dan dapat ditentukan massa molekulnya dengan cara spektroskopi

massa. Analisis GC-MS dengan predikat pemisahan yang “high resolution” serta

MS yang sensitif sangat diperlukan dalam bidang aplikasi, antara lain bidang

lingkungan, arkeologi, kesehatan, forensik, ilmu antariksa, kimia, biokimia dan

lain sebagainya.

Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi menggunakan

gas sebagai fasa penggerak. Zat yang dipisahkan dilewatkan dalam kolom yang

diisi dengan fasa tidak bergerak yang terdiri dari bahan terbagi halus yang cocok.

Gas pembawa mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap, memisahkan zat

dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan normal. Cara

ini digunakan untuk percobaan identifikasi dan kemurnian, atau untuk penetapan

kadar.

Kromatografi Gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan

dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk

menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari

campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi

sebuah kompleks.

Page 22: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

14

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau “mobile phase”) adalah

sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak

reactive seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap

mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam

bagian darisistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen

yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas

chromatograph (atau “aerograph”, ”gas pemisah”).

Kromatografi gas yang pada prinsipnya sama dengan kromatografi kolom

(serta yang lainnya bentuk kromatografi, seperti HPLC, TLC), tapi memiliki

beberapa perbedaan penting. Pertama, proses memisahkan komponen

dalam campuran dilakukan antara stationary fase cair dan gas fase bergerak,

sedangkan pada kromatografi kolom yang seimbang adalah tahap yang solid dan

bergerak adalah fase cair. (Jadi, nama lengkap prosedur adalah “kromatografi gas-

cair”, merujuk ke ponsel dan stationary tahapan masing-masing.) Kedua, melalui

kolom yang lolos tahap gas terletak di sebuah oven dimana temperatur gas

yang dapat dikontrol, sedangkan kromatografi kolom (biasanya) tidak memiliki

kontrol seperti suhu. Ketiga, konsentrasi yang majemuk dalam fase gas adalah

hanya salah satu fungsi dari tekanan uap dari gas.

Kromatografi gas juga mirip dengan pecahan penyulingan, karena kedua

proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan titik didih

(atau tekanan uap) perbedaan. Pecahan penyulingan biasanya digunakan untuk

memisahkan komponen campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat

digunakan pada skala yang lebih kecil (yakni microscale).

14

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau “mobile phase”) adalah

sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak

reactive seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap

mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam

bagian darisistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen

yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas

chromatograph (atau “aerograph”, ”gas pemisah”).

Kromatografi gas yang pada prinsipnya sama dengan kromatografi kolom

(serta yang lainnya bentuk kromatografi, seperti HPLC, TLC), tapi memiliki

beberapa perbedaan penting. Pertama, proses memisahkan komponen

dalam campuran dilakukan antara stationary fase cair dan gas fase bergerak,

sedangkan pada kromatografi kolom yang seimbang adalah tahap yang solid dan

bergerak adalah fase cair. (Jadi, nama lengkap prosedur adalah “kromatografi gas-

cair”, merujuk ke ponsel dan stationary tahapan masing-masing.) Kedua, melalui

kolom yang lolos tahap gas terletak di sebuah oven dimana temperatur gas

yang dapat dikontrol, sedangkan kromatografi kolom (biasanya) tidak memiliki

kontrol seperti suhu. Ketiga, konsentrasi yang majemuk dalam fase gas adalah

hanya salah satu fungsi dari tekanan uap dari gas.

Kromatografi gas juga mirip dengan pecahan penyulingan, karena kedua

proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan titik didih

(atau tekanan uap) perbedaan. Pecahan penyulingan biasanya digunakan untuk

memisahkan komponen campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat

digunakan pada skala yang lebih kecil (yakni microscale).

14

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau “mobile phase”) adalah

sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak

reactive seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap

mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam

bagian darisistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen

yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas

chromatograph (atau “aerograph”, ”gas pemisah”).

Kromatografi gas yang pada prinsipnya sama dengan kromatografi kolom

(serta yang lainnya bentuk kromatografi, seperti HPLC, TLC), tapi memiliki

beberapa perbedaan penting. Pertama, proses memisahkan komponen

dalam campuran dilakukan antara stationary fase cair dan gas fase bergerak,

sedangkan pada kromatografi kolom yang seimbang adalah tahap yang solid dan

bergerak adalah fase cair. (Jadi, nama lengkap prosedur adalah “kromatografi gas-

cair”, merujuk ke ponsel dan stationary tahapan masing-masing.) Kedua, melalui

kolom yang lolos tahap gas terletak di sebuah oven dimana temperatur gas

yang dapat dikontrol, sedangkan kromatografi kolom (biasanya) tidak memiliki

kontrol seperti suhu. Ketiga, konsentrasi yang majemuk dalam fase gas adalah

hanya salah satu fungsi dari tekanan uap dari gas.

Kromatografi gas juga mirip dengan pecahan penyulingan, karena kedua

proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan titik didih

(atau tekanan uap) perbedaan. Pecahan penyulingan biasanya digunakan untuk

memisahkan komponen campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat

digunakan pada skala yang lebih kecil (yakni microscale).

Page 23: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

15

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Umumnya terdiri dari pencadang gas pembawa (injector), tempat

penyuntikan zat, kolom terletak dalam thermostat, alat pendeteksi (detector) dan

alat pencatat (rekorder) yang ditampilkan pada komputer. Susunan alat tersebut

dapat dibuat seperti skema berikut:

Gambar 1. Skema GC-MS

15

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Umumnya terdiri dari pencadang gas pembawa (injector), tempat

penyuntikan zat, kolom terletak dalam thermostat, alat pendeteksi (detector) dan

alat pencatat (rekorder) yang ditampilkan pada komputer. Susunan alat tersebut

dapat dibuat seperti skema berikut:

Gambar 1. Skema GC-MS

15

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Umumnya terdiri dari pencadang gas pembawa (injector), tempat

penyuntikan zat, kolom terletak dalam thermostat, alat pendeteksi (detector) dan

alat pencatat (rekorder) yang ditampilkan pada komputer. Susunan alat tersebut

dapat dibuat seperti skema berikut:

Gambar 1. Skema GC-MS

Page 24: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Simulasi Kimia Organik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan beberapa tahapan proses.

3.1. Tahapan Penelitian

Tahap dari penelitian ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Tahap Persiapan

Bahan dan Tahap Ekstraksi Daun Kayuputih.

3.1.1 Tahap Persiapan Bahan

Gambar 2. Diagram Alir Tahap Persiapan Bahan

Daun kayu putih

Pembersihan

Pengeringan

Penghalusan

Pengayakan

Page 25: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

17

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.1.2 Tahap Ekstraksi

Gambar 3. Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oleoresin dalam Pembuatan Oleoresin

daun kayu putih

Alat Ekstraksi

Penyaringan

Daun Kayu Putih Etanol

Residu

Filtrat

Destilasi

Etanol

Hasil Ekstrak

Analisa GCMS

17

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.1.2 Tahap Ekstraksi

Gambar 3. Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oleoresin dalam Pembuatan Oleoresin

daun kayu putih

Alat Ekstraksi

Penyaringan

Daun Kayu Putih Etanol

Residu

Filtrat

Destilasi

Etanol

Hasil Ekstrak

Analisa GCMS

17

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.1.2 Tahap Ekstraksi

Gambar 3. Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oleoresin dalam Pembuatan Oleoresin

daun kayu putih

Alat Ekstraksi

Penyaringan

Daun Kayu Putih Etanol

Residu

Filtrat

Destilasi

Etanol

Hasil Ekstrak

Analisa GCMS

Page 26: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

18

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.2 Prosedur penelitian

3.2.1 Tahap persiapan

Daun yang telah dibersihkan dari kotoran, dikeringkan dan kemudian

dihaluskan.

3.2.2 Tahap ekstraksi oleoresin

Pada ekstraksi oleoresin daun kayuputih, pertama melakukan yaitu

merangkai alat kemudian memasukan campuran daun dan pelarut etanol dengan

perbandingan 1:5, 1:7 dan 1:9, selanjutnya melakukan proses ekstraksi dengan

mengatur suhu 30, 40 dan 50 oC (jangan melewati titik didih etanol), dan

mengatur kecepatan pengaduk 300 rpm, 400 rpm, 600 rpm. Kemudian hasil

oleoresin dan pelarut di destilasi sampai didapat hasil oleoresin (suhu di atur

berdasarkan titik didih etanol). Tahap akhir yaitu menentukan rendemen dan

menganalisa hasil oleoresin dengan menggunakan GC-MS.

3.2.3 Prosedur Analisa GCMS Shimadzu QP-2010

1. Buka tabung gas helium kekiri setengah putaran

2. Sambungkan colokan dari stabilizer ke listrik dan on-kan stabilizer

3. On-kan Instrument (GC-MS dan Pyrolizer) kemudian PC dan Printer

4. Pada display PC pilih icon GCMS Real Time Analysis User ID isi

admin tanpa password OK

5. Klik TOP Pilih icon Vacuum Control Klik auto start up sampai

ada tulisan complete Close

6. Klik icon tuning Klik icon detail atur suhu masing-masing unit

sesuai dengan kondisi analysis OK

7. Untuk mengaktifkan Pyrolizer pada display PC klik icon PY-2020iS

Control Atur suhu furnace dan Interface.

18

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.2 Prosedur penelitian

3.2.1 Tahap persiapan

Daun yang telah dibersihkan dari kotoran, dikeringkan dan kemudian

dihaluskan.

3.2.2 Tahap ekstraksi oleoresin

Pada ekstraksi oleoresin daun kayuputih, pertama melakukan yaitu

merangkai alat kemudian memasukan campuran daun dan pelarut etanol dengan

perbandingan 1:5, 1:7 dan 1:9, selanjutnya melakukan proses ekstraksi dengan

mengatur suhu 30, 40 dan 50 oC (jangan melewati titik didih etanol), dan

mengatur kecepatan pengaduk 300 rpm, 400 rpm, 600 rpm. Kemudian hasil

oleoresin dan pelarut di destilasi sampai didapat hasil oleoresin (suhu di atur

berdasarkan titik didih etanol). Tahap akhir yaitu menentukan rendemen dan

menganalisa hasil oleoresin dengan menggunakan GC-MS.

3.2.3 Prosedur Analisa GCMS Shimadzu QP-2010

1. Buka tabung gas helium kekiri setengah putaran

2. Sambungkan colokan dari stabilizer ke listrik dan on-kan stabilizer

3. On-kan Instrument (GC-MS dan Pyrolizer) kemudian PC dan Printer

4. Pada display PC pilih icon GCMS Real Time Analysis User ID isi

admin tanpa password OK

5. Klik TOP Pilih icon Vacuum Control Klik auto start up sampai

ada tulisan complete Close

6. Klik icon tuning Klik icon detail atur suhu masing-masing unit

sesuai dengan kondisi analysis OK

7. Untuk mengaktifkan Pyrolizer pada display PC klik icon PY-2020iS

Control Atur suhu furnace dan Interface.

18

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.2 Prosedur penelitian

3.2.1 Tahap persiapan

Daun yang telah dibersihkan dari kotoran, dikeringkan dan kemudian

dihaluskan.

3.2.2 Tahap ekstraksi oleoresin

Pada ekstraksi oleoresin daun kayuputih, pertama melakukan yaitu

merangkai alat kemudian memasukan campuran daun dan pelarut etanol dengan

perbandingan 1:5, 1:7 dan 1:9, selanjutnya melakukan proses ekstraksi dengan

mengatur suhu 30, 40 dan 50 oC (jangan melewati titik didih etanol), dan

mengatur kecepatan pengaduk 300 rpm, 400 rpm, 600 rpm. Kemudian hasil

oleoresin dan pelarut di destilasi sampai didapat hasil oleoresin (suhu di atur

berdasarkan titik didih etanol). Tahap akhir yaitu menentukan rendemen dan

menganalisa hasil oleoresin dengan menggunakan GC-MS.

3.2.3 Prosedur Analisa GCMS Shimadzu QP-2010

1. Buka tabung gas helium kekiri setengah putaran

2. Sambungkan colokan dari stabilizer ke listrik dan on-kan stabilizer

3. On-kan Instrument (GC-MS dan Pyrolizer) kemudian PC dan Printer

4. Pada display PC pilih icon GCMS Real Time Analysis User ID isi

admin tanpa password OK

5. Klik TOP Pilih icon Vacuum Control Klik auto start up sampai

ada tulisan complete Close

6. Klik icon tuning Klik icon detail atur suhu masing-masing unit

sesuai dengan kondisi analysis OK

7. Untuk mengaktifkan Pyrolizer pada display PC klik icon PY-2020iS

Control Atur suhu furnace dan Interface.

Page 27: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

19

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.2.4 Kondisi Operasi GCMS Shimadzu QP-2010

Merk : Shimadzu Type GCMS-QP2010

Gas : Helium

Detektor : FID

kolom : kapiler tipe fase RTX-5MS (60 m ; 0.25 mmID)

Temperatur kolom : 50 0C

Inlet Press : 100 kpa

Laju Alir Kolom : 0.85 ml/min.

Split Rasio : 112,3

Temperatur SPL : 280 0C

MS Interface : 280 0C

Ion Sources : 200 0C

Pirolisis Temperatur : 400 0C

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Proses ekstraksi dilakukan secara batch alat yang digunakan adalah

a) Labu leher tiga yang dilengkapi dengan sebuah pendingin balik

b) Thermometer

c) Pengaduk

d) Alat destilasi ( dengan kondensor )

e) Pemanas

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a) Daun kayu putih segar

b) Etanol 96 %

19

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.2.4 Kondisi Operasi GCMS Shimadzu QP-2010

Merk : Shimadzu Type GCMS-QP2010

Gas : Helium

Detektor : FID

kolom : kapiler tipe fase RTX-5MS (60 m ; 0.25 mmID)

Temperatur kolom : 50 0C

Inlet Press : 100 kpa

Laju Alir Kolom : 0.85 ml/min.

Split Rasio : 112,3

Temperatur SPL : 280 0C

MS Interface : 280 0C

Ion Sources : 200 0C

Pirolisis Temperatur : 400 0C

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Proses ekstraksi dilakukan secara batch alat yang digunakan adalah

a) Labu leher tiga yang dilengkapi dengan sebuah pendingin balik

b) Thermometer

c) Pengaduk

d) Alat destilasi ( dengan kondensor )

e) Pemanas

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a) Daun kayu putih segar

b) Etanol 96 %

19

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.2.4 Kondisi Operasi GCMS Shimadzu QP-2010

Merk : Shimadzu Type GCMS-QP2010

Gas : Helium

Detektor : FID

kolom : kapiler tipe fase RTX-5MS (60 m ; 0.25 mmID)

Temperatur kolom : 50 0C

Inlet Press : 100 kpa

Laju Alir Kolom : 0.85 ml/min.

Split Rasio : 112,3

Temperatur SPL : 280 0C

MS Interface : 280 0C

Ion Sources : 200 0C

Pirolisis Temperatur : 400 0C

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Proses ekstraksi dilakukan secara batch alat yang digunakan adalah

a) Labu leher tiga yang dilengkapi dengan sebuah pendingin balik

b) Thermometer

c) Pengaduk

d) Alat destilasi ( dengan kondensor )

e) Pemanas

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a) Daun kayu putih segar

b) Etanol 96 %

Page 28: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

20

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.4 Gambar Alat

Gambar 4. Rangkaian Alat Ekstraksi

Gambar 5. Rangkaian Alat Destilasi

Keterangan Alat:

1. Heater

2. Oil Bath

3. Labu Leher Tiga

4. Termometer

5. Kondensor Untuk Ekstraksi

6. Kondensor Untuk Distilasi

7. Erlenmeyer

1

12

2 3

3

4

4

5

6

7

20

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.4 Gambar Alat

Gambar 4. Rangkaian Alat Ekstraksi

Gambar 5. Rangkaian Alat Destilasi

Keterangan Alat:

1. Heater

2. Oil Bath

3. Labu Leher Tiga

4. Termometer

5. Kondensor Untuk Ekstraksi

6. Kondensor Untuk Distilasi

7. Erlenmeyer

1

12

2 3

3

4

4

5

6

7

20

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.4 Gambar Alat

Gambar 4. Rangkaian Alat Ekstraksi

Gambar 5. Rangkaian Alat Destilasi

Keterangan Alat:

1. Heater

2. Oil Bath

3. Labu Leher Tiga

4. Termometer

5. Kondensor Untuk Ekstraksi

6. Kondensor Untuk Distilasi

7. Erlenmeyer

1

12

2 3

3

4

4

5

6

7

Page 29: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

21

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.5 Variabel Penelitian

Variabel – variabel yang menjadi batas penelitian kali ini terdapat 2 jenis

variabel. Variabel bebas dan variabel tetap.

a) Variabel Bebas

- Perbandingan pelarut = 1:5, 1:7 dan 1:9

- Kecepatan pengaduk = 300, 400, 600 rpm

- Suhu ekstraksi = 30, 40, 50 °C

b) Variabel Tetap

- Waktu ekstraksi = 6 jam

- Konsentrasi etanol = 96%

3.6 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Parameter hasil dari penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan

analisa GC-MS (gas chromatograph mass spectrometer) untuk mengetahui

kandungan kimia pada oleoresin daun kayu putih.

21

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.5 Variabel Penelitian

Variabel – variabel yang menjadi batas penelitian kali ini terdapat 2 jenis

variabel. Variabel bebas dan variabel tetap.

a) Variabel Bebas

- Perbandingan pelarut = 1:5, 1:7 dan 1:9

- Kecepatan pengaduk = 300, 400, 600 rpm

- Suhu ekstraksi = 30, 40, 50 °C

b) Variabel Tetap

- Waktu ekstraksi = 6 jam

- Konsentrasi etanol = 96%

3.6 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Parameter hasil dari penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan

analisa GC-MS (gas chromatograph mass spectrometer) untuk mengetahui

kandungan kimia pada oleoresin daun kayu putih.

21

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.5 Variabel Penelitian

Variabel – variabel yang menjadi batas penelitian kali ini terdapat 2 jenis

variabel. Variabel bebas dan variabel tetap.

a) Variabel Bebas

- Perbandingan pelarut = 1:5, 1:7 dan 1:9

- Kecepatan pengaduk = 300, 400, 600 rpm

- Suhu ekstraksi = 30, 40, 50 °C

b) Variabel Tetap

- Waktu ekstraksi = 6 jam

- Konsentrasi etanol = 96%

3.6 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Parameter hasil dari penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan

analisa GC-MS (gas chromatograph mass spectrometer) untuk mengetahui

kandungan kimia pada oleoresin daun kayu putih.

Page 30: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian oleoresin dari daun kayu putih ini dipengaruhi beberapa faktor

diantaranya perbandingan kecepatan pengadukan, rasio pelarut ethanol dengan

massa sampel, dan suhu ekstrasi yang digunakan untuk mengekstrak daun kayu

putih terhadap perolehan rendemen oleoresin kayu putih yang dihasilkan. Dari

hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa didapatkan hasil sebagai berikut :

4.1 Pengaruh Rasio Pelarut dengan Hasil Rendemen Oleoresin

Dari hasil penelitian ekstraksi daun kayu putih dengan variasi rasio

perbandingan massa ethanol 1:5, 1:7, dan 1:9 dengan waktu ekstraksi selama 6

jam, temperatur ekstraksi 30oC dan kecepatan pengadukan 300 rpm, didapatkan

hasil rendemen dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Hasil Rendemen dengan Variasi Rasio Pelarut

Page 31: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

23

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Dari gambar 6 diperoleh hasil rendemen pada rasio pelarut 1:5 adalah 2,23

gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 gram dan persentase perolehan

rendemen sebesar 20,81%. Pada rasio pelarut 1:7 didapatkan hasil rendemen

sebanyak 2,30 gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 dan persentase

perolehan rendemen sebesar 21,47%. Untuk rasio pelarut 1:9 hasil rendemen

sebanyak 2,43 gram dengan massa sampel 11 gram dan persentase rendemen

sebesar 22,68%.

Hasil rendemen tertinggi diperoleh dari rasio 1:9 yang merupakan

konsentrasi pelarut tertinggi dibandingkan dengan rasio 1:5 dan 1:7. Hal ini

disebabkan karena semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan proses

pengontakan antar muka bahan dan pelarut semakin baik dan pendistribusian

semakin merata ke seluruh permukaan sampel.

Semakin besar volume pelarut yang digunakan maka rendemen oleoresin

yang dihasilkan juga semakin besar, sehingga hasilnya akan bertambah sampai

pada titik jenuh pelarut (Suryandari, 1981 dalam Rizki, 2013). Pada volume

pelarut dengan jumlah yang kecil, maka rendemen oleoresin yang dihasilkan juga

kecil, sebab adanya keterbatasan pelarut dalam mengekstrak oleoresin.

Keterbatasan ini disebabkan karena larutan alkohol sudah jenuh dan tidak dapat

lagi melarutkan oleoresin yang ada. Kejenuhan pelarut ini dapat diatasi dengan

cara menambah jumlah pelarut yang digunakan.

Larutan jenuh merupakan larutan yang mengandung jumlah terlarut

berlebih pada suhu tertentu, sehingga kelebihan zat terlarut itu tidak mampu untuk

dilarutkan kembali. Artinya larutan tersebut telah mencapai titik seimbang dengan

zat pelarutnya dan konsentrasinya telah maksimal.

Jika jumlah pelarut bertambah maka kemampuan untuk melarutkan juga

semakin besar. Jumlah pelarut yang semakin besar pada suatu titik akan

menghasilkan nilai rendemen yang tidak jauh berbeda dengan perbandingan

sebelumnya. Ini dikarenakan gradien konsentrasi antara pelarut dan zat terlarut

sudah seimbang. Sehingga perpindahan zat terlarut menuju pelarut sudah tidak

terjadi lagi (Mc.Cabe, 2005).

23

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Dari gambar 6 diperoleh hasil rendemen pada rasio pelarut 1:5 adalah 2,23

gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 gram dan persentase perolehan

rendemen sebesar 20,81%. Pada rasio pelarut 1:7 didapatkan hasil rendemen

sebanyak 2,30 gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 dan persentase

perolehan rendemen sebesar 21,47%. Untuk rasio pelarut 1:9 hasil rendemen

sebanyak 2,43 gram dengan massa sampel 11 gram dan persentase rendemen

sebesar 22,68%.

Hasil rendemen tertinggi diperoleh dari rasio 1:9 yang merupakan

konsentrasi pelarut tertinggi dibandingkan dengan rasio 1:5 dan 1:7. Hal ini

disebabkan karena semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan proses

pengontakan antar muka bahan dan pelarut semakin baik dan pendistribusian

semakin merata ke seluruh permukaan sampel.

Semakin besar volume pelarut yang digunakan maka rendemen oleoresin

yang dihasilkan juga semakin besar, sehingga hasilnya akan bertambah sampai

pada titik jenuh pelarut (Suryandari, 1981 dalam Rizki, 2013). Pada volume

pelarut dengan jumlah yang kecil, maka rendemen oleoresin yang dihasilkan juga

kecil, sebab adanya keterbatasan pelarut dalam mengekstrak oleoresin.

Keterbatasan ini disebabkan karena larutan alkohol sudah jenuh dan tidak dapat

lagi melarutkan oleoresin yang ada. Kejenuhan pelarut ini dapat diatasi dengan

cara menambah jumlah pelarut yang digunakan.

Larutan jenuh merupakan larutan yang mengandung jumlah terlarut

berlebih pada suhu tertentu, sehingga kelebihan zat terlarut itu tidak mampu untuk

dilarutkan kembali. Artinya larutan tersebut telah mencapai titik seimbang dengan

zat pelarutnya dan konsentrasinya telah maksimal.

Jika jumlah pelarut bertambah maka kemampuan untuk melarutkan juga

semakin besar. Jumlah pelarut yang semakin besar pada suatu titik akan

menghasilkan nilai rendemen yang tidak jauh berbeda dengan perbandingan

sebelumnya. Ini dikarenakan gradien konsentrasi antara pelarut dan zat terlarut

sudah seimbang. Sehingga perpindahan zat terlarut menuju pelarut sudah tidak

terjadi lagi (Mc.Cabe, 2005).

23

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Dari gambar 6 diperoleh hasil rendemen pada rasio pelarut 1:5 adalah 2,23

gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 gram dan persentase perolehan

rendemen sebesar 20,81%. Pada rasio pelarut 1:7 didapatkan hasil rendemen

sebanyak 2,30 gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 dan persentase

perolehan rendemen sebesar 21,47%. Untuk rasio pelarut 1:9 hasil rendemen

sebanyak 2,43 gram dengan massa sampel 11 gram dan persentase rendemen

sebesar 22,68%.

Hasil rendemen tertinggi diperoleh dari rasio 1:9 yang merupakan

konsentrasi pelarut tertinggi dibandingkan dengan rasio 1:5 dan 1:7. Hal ini

disebabkan karena semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan proses

pengontakan antar muka bahan dan pelarut semakin baik dan pendistribusian

semakin merata ke seluruh permukaan sampel.

Semakin besar volume pelarut yang digunakan maka rendemen oleoresin

yang dihasilkan juga semakin besar, sehingga hasilnya akan bertambah sampai

pada titik jenuh pelarut (Suryandari, 1981 dalam Rizki, 2013). Pada volume

pelarut dengan jumlah yang kecil, maka rendemen oleoresin yang dihasilkan juga

kecil, sebab adanya keterbatasan pelarut dalam mengekstrak oleoresin.

Keterbatasan ini disebabkan karena larutan alkohol sudah jenuh dan tidak dapat

lagi melarutkan oleoresin yang ada. Kejenuhan pelarut ini dapat diatasi dengan

cara menambah jumlah pelarut yang digunakan.

Larutan jenuh merupakan larutan yang mengandung jumlah terlarut

berlebih pada suhu tertentu, sehingga kelebihan zat terlarut itu tidak mampu untuk

dilarutkan kembali. Artinya larutan tersebut telah mencapai titik seimbang dengan

zat pelarutnya dan konsentrasinya telah maksimal.

Jika jumlah pelarut bertambah maka kemampuan untuk melarutkan juga

semakin besar. Jumlah pelarut yang semakin besar pada suatu titik akan

menghasilkan nilai rendemen yang tidak jauh berbeda dengan perbandingan

sebelumnya. Ini dikarenakan gradien konsentrasi antara pelarut dan zat terlarut

sudah seimbang. Sehingga perpindahan zat terlarut menuju pelarut sudah tidak

terjadi lagi (Mc.Cabe, 2005).

Page 32: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

24

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

4.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dengan Hasil Oleoresin

Kecepatan suatu pengaduk merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap hasil rendemen. Variasi kecepatan pengadukan sebesar 300, 400 dan 600

rpm. Rasio massa bahan dan pelarut sebesar 1:7 dan pada suhu 30 oC. Hasil

penelitian dengan variasi Kecepatan Pengadukan dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Hasil Rendemen dengan Variasi Kecepatan Pengadukan

Pada gambar 7 dapat terlihat bahwa semakin besar kecepatan suatu

pengaduk maka rendemen oleoresin yang dihasilkan juga semakin besar. Dari

data diatas dapat dilihat pada kecepatan pengadukan 300 rpm dengan massa

rendemen 2,23 gram didapatkan persentase sebesar 20,81%. Pada kecepatan

pengadukan 400 rpm dengan massa rendemen 2,30 gram persentase rendemennya

sebesar 21,47%. Sedangkan pada kecepatan 600 rpm dengan massa rendemen

2,43 didapatkan persentase rendemen sebesar 22,68%.

Semakin cepat putaran pengadukan maka nilai koefisien transfer massa

cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena semakin cepat putaran pengadukan

maka akan menaikkan turbulensi (tumbukan) sehingga kontak antara padatan

dengan pelarut semakin sering akibatknya difusi pada permukaan padatan dengan

pelarut semakin banyak dan koefisien tranfer massa semakin besar (artati,2007).

24

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

4.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dengan Hasil Oleoresin

Kecepatan suatu pengaduk merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap hasil rendemen. Variasi kecepatan pengadukan sebesar 300, 400 dan 600

rpm. Rasio massa bahan dan pelarut sebesar 1:7 dan pada suhu 30 oC. Hasil

penelitian dengan variasi Kecepatan Pengadukan dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Hasil Rendemen dengan Variasi Kecepatan Pengadukan

Pada gambar 7 dapat terlihat bahwa semakin besar kecepatan suatu

pengaduk maka rendemen oleoresin yang dihasilkan juga semakin besar. Dari

data diatas dapat dilihat pada kecepatan pengadukan 300 rpm dengan massa

rendemen 2,23 gram didapatkan persentase sebesar 20,81%. Pada kecepatan

pengadukan 400 rpm dengan massa rendemen 2,30 gram persentase rendemennya

sebesar 21,47%. Sedangkan pada kecepatan 600 rpm dengan massa rendemen

2,43 didapatkan persentase rendemen sebesar 22,68%.

Semakin cepat putaran pengadukan maka nilai koefisien transfer massa

cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena semakin cepat putaran pengadukan

maka akan menaikkan turbulensi (tumbukan) sehingga kontak antara padatan

dengan pelarut semakin sering akibatknya difusi pada permukaan padatan dengan

pelarut semakin banyak dan koefisien tranfer massa semakin besar (artati,2007).

24

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

4.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dengan Hasil Oleoresin

Kecepatan suatu pengaduk merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap hasil rendemen. Variasi kecepatan pengadukan sebesar 300, 400 dan 600

rpm. Rasio massa bahan dan pelarut sebesar 1:7 dan pada suhu 30 oC. Hasil

penelitian dengan variasi Kecepatan Pengadukan dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Hasil Rendemen dengan Variasi Kecepatan Pengadukan

Pada gambar 7 dapat terlihat bahwa semakin besar kecepatan suatu

pengaduk maka rendemen oleoresin yang dihasilkan juga semakin besar. Dari

data diatas dapat dilihat pada kecepatan pengadukan 300 rpm dengan massa

rendemen 2,23 gram didapatkan persentase sebesar 20,81%. Pada kecepatan

pengadukan 400 rpm dengan massa rendemen 2,30 gram persentase rendemennya

sebesar 21,47%. Sedangkan pada kecepatan 600 rpm dengan massa rendemen

2,43 didapatkan persentase rendemen sebesar 22,68%.

Semakin cepat putaran pengadukan maka nilai koefisien transfer massa

cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena semakin cepat putaran pengadukan

maka akan menaikkan turbulensi (tumbukan) sehingga kontak antara padatan

dengan pelarut semakin sering akibatknya difusi pada permukaan padatan dengan

pelarut semakin banyak dan koefisien tranfer massa semakin besar (artati,2007).

Page 33: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

25

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pada kecepatan pengadukan 300 rpm tidak terlihat adanya pencampuran

sempurna antara bahan dengan pelarut sehingga bahan masih banyak terdapat

didasar wadah. Sedangkan pada kecepatan pengadukan 400 rpm terlihat adanya

pencampuran larutan dengan bahan tetapi bahan tidak sepenuhnya bercampur

dengan baik, namun masih ada sebagian bahan yang terdapat di dasar wadah.

Pada kecepatan pengadukan 600 rpm pengadukan terlihat lebih merata keseluruh

permukaan bahan dan tidak ada lagi bahan yang tertinggal didasar wadah.

Pada penelitian oleoresin dengan kecepatan pengadukan 600 rpm dapat

mengasilkan rendemen yang tinggi karena terjadi pencampuran yang merata pada

bahan dan didapatkan persentase rendemen sebesar 22,68%. Artinya, semakin

besar kecepatan pengadukan maka nilai persentase rendemen oleoresin juga

meningkat.

Proses perpindahan massa zat terlarut menuju pelarut atau yang biasa

disbut difusi, tidak hanya terjadi dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi. Pada

percobaan ini difusi juga dipengaruhi oleh adanya external force yaitu

pengadukan (Mc.Cabe. 2005)

4.3 Pengaruh Suhu dengan Hasil Rendemen Oleoresin

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen yang

dihasilkan. Variasi suhu yang digunakan sebesar 30, 40 dan 50 oC dengan

kecepatan pengadukan 600 rpm dan rasio massa bahan dan pelarut sebesar 1:7.

Hasil penelitian dengan variasi Suhu Ektrakai (oC) dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Hasil Rendemen dengan Variasi Suhu Ektraksi

25

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pada kecepatan pengadukan 300 rpm tidak terlihat adanya pencampuran

sempurna antara bahan dengan pelarut sehingga bahan masih banyak terdapat

didasar wadah. Sedangkan pada kecepatan pengadukan 400 rpm terlihat adanya

pencampuran larutan dengan bahan tetapi bahan tidak sepenuhnya bercampur

dengan baik, namun masih ada sebagian bahan yang terdapat di dasar wadah.

Pada kecepatan pengadukan 600 rpm pengadukan terlihat lebih merata keseluruh

permukaan bahan dan tidak ada lagi bahan yang tertinggal didasar wadah.

Pada penelitian oleoresin dengan kecepatan pengadukan 600 rpm dapat

mengasilkan rendemen yang tinggi karena terjadi pencampuran yang merata pada

bahan dan didapatkan persentase rendemen sebesar 22,68%. Artinya, semakin

besar kecepatan pengadukan maka nilai persentase rendemen oleoresin juga

meningkat.

Proses perpindahan massa zat terlarut menuju pelarut atau yang biasa

disbut difusi, tidak hanya terjadi dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi. Pada

percobaan ini difusi juga dipengaruhi oleh adanya external force yaitu

pengadukan (Mc.Cabe. 2005)

4.3 Pengaruh Suhu dengan Hasil Rendemen Oleoresin

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen yang

dihasilkan. Variasi suhu yang digunakan sebesar 30, 40 dan 50 oC dengan

kecepatan pengadukan 600 rpm dan rasio massa bahan dan pelarut sebesar 1:7.

Hasil penelitian dengan variasi Suhu Ektrakai (oC) dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Hasil Rendemen dengan Variasi Suhu Ektraksi

25

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pada kecepatan pengadukan 300 rpm tidak terlihat adanya pencampuran

sempurna antara bahan dengan pelarut sehingga bahan masih banyak terdapat

didasar wadah. Sedangkan pada kecepatan pengadukan 400 rpm terlihat adanya

pencampuran larutan dengan bahan tetapi bahan tidak sepenuhnya bercampur

dengan baik, namun masih ada sebagian bahan yang terdapat di dasar wadah.

Pada kecepatan pengadukan 600 rpm pengadukan terlihat lebih merata keseluruh

permukaan bahan dan tidak ada lagi bahan yang tertinggal didasar wadah.

Pada penelitian oleoresin dengan kecepatan pengadukan 600 rpm dapat

mengasilkan rendemen yang tinggi karena terjadi pencampuran yang merata pada

bahan dan didapatkan persentase rendemen sebesar 22,68%. Artinya, semakin

besar kecepatan pengadukan maka nilai persentase rendemen oleoresin juga

meningkat.

Proses perpindahan massa zat terlarut menuju pelarut atau yang biasa

disbut difusi, tidak hanya terjadi dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi. Pada

percobaan ini difusi juga dipengaruhi oleh adanya external force yaitu

pengadukan (Mc.Cabe. 2005)

4.3 Pengaruh Suhu dengan Hasil Rendemen Oleoresin

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen yang

dihasilkan. Variasi suhu yang digunakan sebesar 30, 40 dan 50 oC dengan

kecepatan pengadukan 600 rpm dan rasio massa bahan dan pelarut sebesar 1:7.

Hasil penelitian dengan variasi Suhu Ektrakai (oC) dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Hasil Rendemen dengan Variasi Suhu Ektraksi

Page 34: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

26

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Gambar 8 menunjukkan pengaruh suhu ekstraksi terhadap hasil rendemen

oleoresin. Pada variasi suhu 30 oC didapatkan rendemen sebesar 22,68%. Variasi

suhu 40 oC didapatkan rendemen sebesar 23,52 % dan pada variasi suhu 50 oC

rendemennya sebesar 14,84 %.

Hasil rendemen terbesar didapatkan pada suhu 40 oC sebesar 23,52%.

Semakin tinggi suhu maka nilai difusivitas dan koefesien transfer massa

cenderung meningkat. Difusivitas meningkat karena kenaikan suhu

mengakibatkan pori-pori daun cenderung lebih terbuka, sehingga proses difusi

berlangsung lebih cepat (artarti, 2007). Pada penelitian ini semakin besar suhu,

rendemen yang dihasilkan semakin besar. Akan tetapi, pada suhu 50 oC rendemen

yang dihasilkan lebih kecil dari hasil pada suhu 40 oC.

Pada suhu ekstraksi sebesar 50 oC mulai terjadi penguapan pada pelarut

etanol, sehingga jumlah etanol tidak cukup untuk proses ektraksi (Daryono,

2010). Pada percobaan yang dilakukan, penguapan pelarut etanol dapat dibuktikan

dengan adanya kondensat yang ada pada dinding kondensor. Penguapan ini akan

menyebabkan pelarut yang kontak dengan bahan baku berkurang sehingga proses

ekstraksi tidak berjalan dengan baik.

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap

kinetika ekstraksi, dimana konsentrasi oleoresin dalam pelarut pada akhir

ekstraksi meningkat seiring dengan naiknya suhu. Suhu 40 oC merupakan suhu

optimum yang memberikan hasil rendemen tertinggi. Kenaikan suhu akan

menyebabkan gerakan molekul etanol sebagai pelarut semakin cepat dan acak.

(Ramadhan, 2010). Selain itu, kenaikan suhu menyebabkan pori-pori padatan

mengembang sehingga memudahkan etanol sebagai pelarut untuk mendifusi

masuk ke dalam pori-pori padatan jahe dan melarutkan oleoresin. Oleh karena itu,

oleoresin yang berinteraksi semakin besar dan menyebabkan terjadinya

perpindahan massa solut dari padatan menuju pelarut semakin besar (Treyball,

1981).

26

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Gambar 8 menunjukkan pengaruh suhu ekstraksi terhadap hasil rendemen

oleoresin. Pada variasi suhu 30 oC didapatkan rendemen sebesar 22,68%. Variasi

suhu 40 oC didapatkan rendemen sebesar 23,52 % dan pada variasi suhu 50 oC

rendemennya sebesar 14,84 %.

Hasil rendemen terbesar didapatkan pada suhu 40 oC sebesar 23,52%.

Semakin tinggi suhu maka nilai difusivitas dan koefesien transfer massa

cenderung meningkat. Difusivitas meningkat karena kenaikan suhu

mengakibatkan pori-pori daun cenderung lebih terbuka, sehingga proses difusi

berlangsung lebih cepat (artarti, 2007). Pada penelitian ini semakin besar suhu,

rendemen yang dihasilkan semakin besar. Akan tetapi, pada suhu 50 oC rendemen

yang dihasilkan lebih kecil dari hasil pada suhu 40 oC.

Pada suhu ekstraksi sebesar 50 oC mulai terjadi penguapan pada pelarut

etanol, sehingga jumlah etanol tidak cukup untuk proses ektraksi (Daryono,

2010). Pada percobaan yang dilakukan, penguapan pelarut etanol dapat dibuktikan

dengan adanya kondensat yang ada pada dinding kondensor. Penguapan ini akan

menyebabkan pelarut yang kontak dengan bahan baku berkurang sehingga proses

ekstraksi tidak berjalan dengan baik.

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap

kinetika ekstraksi, dimana konsentrasi oleoresin dalam pelarut pada akhir

ekstraksi meningkat seiring dengan naiknya suhu. Suhu 40 oC merupakan suhu

optimum yang memberikan hasil rendemen tertinggi. Kenaikan suhu akan

menyebabkan gerakan molekul etanol sebagai pelarut semakin cepat dan acak.

(Ramadhan, 2010). Selain itu, kenaikan suhu menyebabkan pori-pori padatan

mengembang sehingga memudahkan etanol sebagai pelarut untuk mendifusi

masuk ke dalam pori-pori padatan jahe dan melarutkan oleoresin. Oleh karena itu,

oleoresin yang berinteraksi semakin besar dan menyebabkan terjadinya

perpindahan massa solut dari padatan menuju pelarut semakin besar (Treyball,

1981).

26

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Gambar 8 menunjukkan pengaruh suhu ekstraksi terhadap hasil rendemen

oleoresin. Pada variasi suhu 30 oC didapatkan rendemen sebesar 22,68%. Variasi

suhu 40 oC didapatkan rendemen sebesar 23,52 % dan pada variasi suhu 50 oC

rendemennya sebesar 14,84 %.

Hasil rendemen terbesar didapatkan pada suhu 40 oC sebesar 23,52%.

Semakin tinggi suhu maka nilai difusivitas dan koefesien transfer massa

cenderung meningkat. Difusivitas meningkat karena kenaikan suhu

mengakibatkan pori-pori daun cenderung lebih terbuka, sehingga proses difusi

berlangsung lebih cepat (artarti, 2007). Pada penelitian ini semakin besar suhu,

rendemen yang dihasilkan semakin besar. Akan tetapi, pada suhu 50 oC rendemen

yang dihasilkan lebih kecil dari hasil pada suhu 40 oC.

Pada suhu ekstraksi sebesar 50 oC mulai terjadi penguapan pada pelarut

etanol, sehingga jumlah etanol tidak cukup untuk proses ektraksi (Daryono,

2010). Pada percobaan yang dilakukan, penguapan pelarut etanol dapat dibuktikan

dengan adanya kondensat yang ada pada dinding kondensor. Penguapan ini akan

menyebabkan pelarut yang kontak dengan bahan baku berkurang sehingga proses

ekstraksi tidak berjalan dengan baik.

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap

kinetika ekstraksi, dimana konsentrasi oleoresin dalam pelarut pada akhir

ekstraksi meningkat seiring dengan naiknya suhu. Suhu 40 oC merupakan suhu

optimum yang memberikan hasil rendemen tertinggi. Kenaikan suhu akan

menyebabkan gerakan molekul etanol sebagai pelarut semakin cepat dan acak.

(Ramadhan, 2010). Selain itu, kenaikan suhu menyebabkan pori-pori padatan

mengembang sehingga memudahkan etanol sebagai pelarut untuk mendifusi

masuk ke dalam pori-pori padatan jahe dan melarutkan oleoresin. Oleh karena itu,

oleoresin yang berinteraksi semakin besar dan menyebabkan terjadinya

perpindahan massa solut dari padatan menuju pelarut semakin besar (Treyball,

1981).

Page 35: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

27

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

4.4 Hasil Analisa Oleoresin Daun Kayu Putih

Analisa hasil oleoresin daun kayu putih dilakukan dengan menggunakan

GC-MS Pirolisis (Py-GC-MS) di Balai Departemen Kehutanan kota Bogor.

Analisis dilakukan pada 2 sampel oleoresin. Sampel A merupakan hasil ekstraksi

pada suhu 30oC, sedangkan sampel B merupakan hasil ekstraksi pada suhu 40oC.

Py-GCMS adalah metode instrumental yang memungkinkan karakterisasi

dari makromolekular volatile dan kompleks. Perbedaan dengan GCMS biasa yaitu

ada pada jenis contoh yang dianalisis. Pada Py-GCMS contoh langsung

diinjeksikan kedalam ruang kuarsa dalam pirolisis unit yang kemudian dipanaskan

dalam lingkungan bebas oksigen pada suhu yang sudah ditentukan. Pada analisis

oleoresin daun kayu putih suhu yang digunakan yaitu 400 oC.

Hasil analisa GCMS pada sampel oleoresin daun kayu putih dapat dilihat

pada gambar 9.

Gambar 9. Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih

27

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

4.4 Hasil Analisa Oleoresin Daun Kayu Putih

Analisa hasil oleoresin daun kayu putih dilakukan dengan menggunakan

GC-MS Pirolisis (Py-GC-MS) di Balai Departemen Kehutanan kota Bogor.

Analisis dilakukan pada 2 sampel oleoresin. Sampel A merupakan hasil ekstraksi

pada suhu 30oC, sedangkan sampel B merupakan hasil ekstraksi pada suhu 40oC.

Py-GCMS adalah metode instrumental yang memungkinkan karakterisasi

dari makromolekular volatile dan kompleks. Perbedaan dengan GCMS biasa yaitu

ada pada jenis contoh yang dianalisis. Pada Py-GCMS contoh langsung

diinjeksikan kedalam ruang kuarsa dalam pirolisis unit yang kemudian dipanaskan

dalam lingkungan bebas oksigen pada suhu yang sudah ditentukan. Pada analisis

oleoresin daun kayu putih suhu yang digunakan yaitu 400 oC.

Hasil analisa GCMS pada sampel oleoresin daun kayu putih dapat dilihat

pada gambar 9.

Gambar 9. Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih

27

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

4.4 Hasil Analisa Oleoresin Daun Kayu Putih

Analisa hasil oleoresin daun kayu putih dilakukan dengan menggunakan

GC-MS Pirolisis (Py-GC-MS) di Balai Departemen Kehutanan kota Bogor.

Analisis dilakukan pada 2 sampel oleoresin. Sampel A merupakan hasil ekstraksi

pada suhu 30oC, sedangkan sampel B merupakan hasil ekstraksi pada suhu 40oC.

Py-GCMS adalah metode instrumental yang memungkinkan karakterisasi

dari makromolekular volatile dan kompleks. Perbedaan dengan GCMS biasa yaitu

ada pada jenis contoh yang dianalisis. Pada Py-GCMS contoh langsung

diinjeksikan kedalam ruang kuarsa dalam pirolisis unit yang kemudian dipanaskan

dalam lingkungan bebas oksigen pada suhu yang sudah ditentukan. Pada analisis

oleoresin daun kayu putih suhu yang digunakan yaitu 400 oC.

Hasil analisa GCMS pada sampel oleoresin daun kayu putih dapat dilihat

pada gambar 9.

Gambar 9. Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih

Page 36: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

28

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Gambar 9 merupakan hasil berupa peak dengan jumlah 45 komponen

(Lampiran C). Masing-masing komponen pada sampel ditentukan berdasarkan

waktu tinggal dalam kolom. Komponen terbesar pada ekstrak daun kayu putih

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komponen hasil ekstrak daun kayu putih

NO KomponenKonsentrasi

(%)

1 Alpha.-selinene 9.07

2 Guaiol 7.47

3 2-Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl-, [R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol

5.24

41,2,4-Cyclopentanetrione, 3-(2-pentenyl)-(CAS) 3,2-PENTENYL-1,2,4-CYCLOPENTANETRIONE

4.90

5 trans-Caryophyllene 4.78

6 10-epi-.gamma.-eudesmol 4.69

7 1,8-Cineole 4.66

8 Hexadecanoic acid (CAS) Palmitic acid 4.23

9 4-ISOPROPYL-5-METHYL-HEXA-2,4-DIEN-1-OL

3.79

102-Propen-1-one, 1-(2,6-dihydroxy-4-methoxyphenyl)-3-phenyl-, (E)- (CAS)Pinostrobin

3.71

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pada sampel B didapat komponen

terbesar yaitu Alpha Selinene dengan konsentrasi sebesar 9,07 %. 1,8 Cineole

yang didapat sebesar 4,66 %. Persentase yang didapat merupakan hasil

perhitungan berdasarkan rasio luas area pada masing-masing sampel dengan total

luas area yang didapat. Luas area menunjukkan kuantitas komponen yang ada

pada sampel.

Pada ekstraksi dengan pemanasan didapatkan komponen yang lebih besar,

ini menunjukkan pemanasan berpengaruh terhadap proses ekstraksi daun kayu

putih. Semakin tinggi suhu maka nilai difusivitas dan koefesien transfer massa

28

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Gambar 9 merupakan hasil berupa peak dengan jumlah 45 komponen

(Lampiran C). Masing-masing komponen pada sampel ditentukan berdasarkan

waktu tinggal dalam kolom. Komponen terbesar pada ekstrak daun kayu putih

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komponen hasil ekstrak daun kayu putih

NO KomponenKonsentrasi

(%)

1 Alpha.-selinene 9.07

2 Guaiol 7.47

3 2-Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl-, [R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol

5.24

41,2,4-Cyclopentanetrione, 3-(2-pentenyl)-(CAS) 3,2-PENTENYL-1,2,4-CYCLOPENTANETRIONE

4.90

5 trans-Caryophyllene 4.78

6 10-epi-.gamma.-eudesmol 4.69

7 1,8-Cineole 4.66

8 Hexadecanoic acid (CAS) Palmitic acid 4.23

9 4-ISOPROPYL-5-METHYL-HEXA-2,4-DIEN-1-OL

3.79

102-Propen-1-one, 1-(2,6-dihydroxy-4-methoxyphenyl)-3-phenyl-, (E)- (CAS)Pinostrobin

3.71

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pada sampel B didapat komponen

terbesar yaitu Alpha Selinene dengan konsentrasi sebesar 9,07 %. 1,8 Cineole

yang didapat sebesar 4,66 %. Persentase yang didapat merupakan hasil

perhitungan berdasarkan rasio luas area pada masing-masing sampel dengan total

luas area yang didapat. Luas area menunjukkan kuantitas komponen yang ada

pada sampel.

Pada ekstraksi dengan pemanasan didapatkan komponen yang lebih besar,

ini menunjukkan pemanasan berpengaruh terhadap proses ekstraksi daun kayu

putih. Semakin tinggi suhu maka nilai difusivitas dan koefesien transfer massa

28

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Gambar 9 merupakan hasil berupa peak dengan jumlah 45 komponen

(Lampiran C). Masing-masing komponen pada sampel ditentukan berdasarkan

waktu tinggal dalam kolom. Komponen terbesar pada ekstrak daun kayu putih

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komponen hasil ekstrak daun kayu putih

NO KomponenKonsentrasi

(%)

1 Alpha.-selinene 9.07

2 Guaiol 7.47

3 2-Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl-, [R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol

5.24

41,2,4-Cyclopentanetrione, 3-(2-pentenyl)-(CAS) 3,2-PENTENYL-1,2,4-CYCLOPENTANETRIONE

4.90

5 trans-Caryophyllene 4.78

6 10-epi-.gamma.-eudesmol 4.69

7 1,8-Cineole 4.66

8 Hexadecanoic acid (CAS) Palmitic acid 4.23

9 4-ISOPROPYL-5-METHYL-HEXA-2,4-DIEN-1-OL

3.79

102-Propen-1-one, 1-(2,6-dihydroxy-4-methoxyphenyl)-3-phenyl-, (E)- (CAS)Pinostrobin

3.71

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pada sampel B didapat komponen

terbesar yaitu Alpha Selinene dengan konsentrasi sebesar 9,07 %. 1,8 Cineole

yang didapat sebesar 4,66 %. Persentase yang didapat merupakan hasil

perhitungan berdasarkan rasio luas area pada masing-masing sampel dengan total

luas area yang didapat. Luas area menunjukkan kuantitas komponen yang ada

pada sampel.

Pada ekstraksi dengan pemanasan didapatkan komponen yang lebih besar,

ini menunjukkan pemanasan berpengaruh terhadap proses ekstraksi daun kayu

putih. Semakin tinggi suhu maka nilai difusivitas dan koefesien transfer massa

Page 37: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

29

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

cenderung meningkat. Difusivitas meningkat karena kenaikan suhu

mengakibatkan pori-pori daun cenderung lebih terbuka, sehingga proses difusi

berlangsung lebih cepat (artarti, 2007). Jumlah luas area yang didapatkan pada

sampel B lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah luas area pada sampel A.

Luas area sampel B sebesar 6.810.894.553 dan pada sampel A sebesar

2.820.725.396. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemanasan menentukan

jumlah komponen yang dapat dilarutkan.

1,8 cineol merupakan komponen utama dari minyak atsiri daun kayu putih.

Jika dilihat pada hasil sampel, 1,8 cineol yang didapat sebesar 4,66%. Pada

percobaan penyulingan daun kayu putih dengan metode distilasi uap yang telah

dilakukan, tidak didapatkan minyak atsiri dari daun kayu putih yang digunakan.

Hal ini dapat terjadi karena kecilnya komponen 1,8 cineol yang didapatkan ketika

daun kayu putih diekstraksi dengan etanol.

29

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

cenderung meningkat. Difusivitas meningkat karena kenaikan suhu

mengakibatkan pori-pori daun cenderung lebih terbuka, sehingga proses difusi

berlangsung lebih cepat (artarti, 2007). Jumlah luas area yang didapatkan pada

sampel B lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah luas area pada sampel A.

Luas area sampel B sebesar 6.810.894.553 dan pada sampel A sebesar

2.820.725.396. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemanasan menentukan

jumlah komponen yang dapat dilarutkan.

1,8 cineol merupakan komponen utama dari minyak atsiri daun kayu putih.

Jika dilihat pada hasil sampel, 1,8 cineol yang didapat sebesar 4,66%. Pada

percobaan penyulingan daun kayu putih dengan metode distilasi uap yang telah

dilakukan, tidak didapatkan minyak atsiri dari daun kayu putih yang digunakan.

Hal ini dapat terjadi karena kecilnya komponen 1,8 cineol yang didapatkan ketika

daun kayu putih diekstraksi dengan etanol.

29

Laporan Penelitian Oleoresin Daun Kayu PutihJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

cenderung meningkat. Difusivitas meningkat karena kenaikan suhu

mengakibatkan pori-pori daun cenderung lebih terbuka, sehingga proses difusi

berlangsung lebih cepat (artarti, 2007). Jumlah luas area yang didapatkan pada

sampel B lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah luas area pada sampel A.

Luas area sampel B sebesar 6.810.894.553 dan pada sampel A sebesar

2.820.725.396. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemanasan menentukan

jumlah komponen yang dapat dilarutkan.

1,8 cineol merupakan komponen utama dari minyak atsiri daun kayu putih.

Jika dilihat pada hasil sampel, 1,8 cineol yang didapat sebesar 4,66%. Pada

percobaan penyulingan daun kayu putih dengan metode distilasi uap yang telah

dilakukan, tidak didapatkan minyak atsiri dari daun kayu putih yang digunakan.

Hal ini dapat terjadi karena kecilnya komponen 1,8 cineol yang didapatkan ketika

daun kayu putih diekstraksi dengan etanol.

Page 38: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi operasi yang menghasilkan rendemen terbesar 23,53% yaitu pada

rasio massa bahan dan pelarut 1:7, suhu ekstraksi sebesar 40oC dengan

kecepatan putaran 600 rpm.

2. Pada hasil analisa GCMS didapatkan kandungan terbesar pada sampel

oleoresin daun kayu putih yaitu komponen Alpha-selinene sebesar 9,07%

dan 1,8 Cineol sebesar 4,66%.

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan untuk

penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Melakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pengadukan diatas 600

rpm dan pemanasan pada suhu sekitar 40 oC sehingga dapat menghasilkan

rendemen yang optimum.

2. Sampel yang akan dianalisa dalam keadaan fresh untuk mendapatkan hasil

analisa GCMS yang valid.

3. Suhu pada saat destilasi sebaiknya konstan agar perolehan rendemen

oleoresin yang diperoleh lebih maksimal.

Page 39: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

DAFTAR PUSTAKA

Artati, Fadillah, 2010, Jurnal Penelitian Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan danSuhu Operasi Pada Ekstraksi Tanin dari Jambu Mete Dengan Pelarut Aseton,Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret.

Budi, Faleh, 2009, Pengambilan Oleoresin dari Ampas Jahe ( Hasil SampingPenyulingan Minyak Jahe ) Dengan Proses Ekstraksi, Teknik Kimia FakultasTeknik, Universitas Diponegoro.

Budiman, Arief, dkk, 2009, Pengaruh Pelakuan Daun dan Suhu Terhadap WaktuDistilasi Pada Isolasi Minyak Cengkeh, Teknik Kimia Fakultas Teknik,Universitas Gajah Mada.

Dwi Haryono, Elvinanto, 2010, Oleoresin Dari jahe Menggunakan Proses EktraksiDengan Pelarut Etanol, Teknik Kimia Fakultas Teknik, Institut TeknologiNasional.

Mc Cabe, Warren L., 2005, Unit Operation Of Chemical Engineering Hal. 527,International Edition: Mc Graw Hills Companies.

Supranto, 2010, Perancangan Pabrik Minyak Atsiri, Yogyakarta: Universitas GajahMada.

SNI No. 06-3954-2006, Standar Mutu Kayu Putih, Badan Standarisasi Nasional.

Page 40: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

Laporan Penelitian Oleoresin KunyitJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

LAMPIRAN

A. Data Penelitian dan Perhitungan

Tabel L.1 Pengaruh Rasio Pelarut Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 1 (Variasi : Ratio Alkohol : Daun Kayu Putih)

No m Daun m Alkohol Ratio m Rendemen % Rendemen1 15.00 75 1:05 2.89 19.27%2 10.71 75 1:07 2.23 20.81%3 11.00 99 1:09 2.73 24.82%

Tabel L.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 2 (Variasi : Kecepatan Stirrer)

No Ratio Kecepatan m Rendemen % Rendemen1 1:07 300 2.23 20.81%2 1:07 400 2.30 21.47%3 1:07 600 2.43 22.68%

Tabel L.3 Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 3 (Variasi : Suhu Ekstraksi)

No Ratio Kecepatan Suhum

Rendemen % Rendemen1 1:07 600 30 2.43 22.68%2 1:07 600 40 2.52 23.52%3 1:07 600 50 1.59 14.84%

Laporan Penelitian Oleoresin KunyitJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

LAMPIRAN

A. Data Penelitian dan Perhitungan

Tabel L.1 Pengaruh Rasio Pelarut Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 1 (Variasi : Ratio Alkohol : Daun Kayu Putih)

No m Daun m Alkohol Ratio m Rendemen % Rendemen1 15.00 75 1:05 2.89 19.27%2 10.71 75 1:07 2.23 20.81%3 11.00 99 1:09 2.73 24.82%

Tabel L.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 2 (Variasi : Kecepatan Stirrer)

No Ratio Kecepatan m Rendemen % Rendemen1 1:07 300 2.23 20.81%2 1:07 400 2.30 21.47%3 1:07 600 2.43 22.68%

Tabel L.3 Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 3 (Variasi : Suhu Ekstraksi)

No Ratio Kecepatan Suhum

Rendemen % Rendemen1 1:07 600 30 2.43 22.68%2 1:07 600 40 2.52 23.52%3 1:07 600 50 1.59 14.84%

Laporan Penelitian Oleoresin KunyitJurusan Teknik KimiaFakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

LAMPIRAN

A. Data Penelitian dan Perhitungan

Tabel L.1 Pengaruh Rasio Pelarut Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 1 (Variasi : Ratio Alkohol : Daun Kayu Putih)

No m Daun m Alkohol Ratio m Rendemen % Rendemen1 15.00 75 1:05 2.89 19.27%2 10.71 75 1:07 2.23 20.81%3 11.00 99 1:09 2.73 24.82%

Tabel L.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 2 (Variasi : Kecepatan Stirrer)

No Ratio Kecepatan m Rendemen % Rendemen1 1:07 300 2.23 20.81%2 1:07 400 2.30 21.47%3 1:07 600 2.43 22.68%

Tabel L.3 Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen

RUNNING TAHAP 3 (Variasi : Suhu Ekstraksi)

No Ratio Kecepatan Suhum

Rendemen % Rendemen1 1:07 600 30 2.43 22.68%2 1:07 600 40 2.52 23.52%3 1:07 600 50 1.59 14.84%

Page 41: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

B. DATA-DATA PENDUKUNG

L.B 1 gambar daun kayu putih

L.B 2 gambar daun kayu putih yang dihaluskan

Page 42: EKSTRAKSI DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra (L).pdf

L.B 3 gambar pengaruh kecepatan pengadukan terhadap pola aliran

L.B 4 gambar hasil oleoresin