EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI...

100
EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Oleh ABDUL WAHAB SUWAKIL NIM. 10300108002 JURUSAN HUKUM PIDANA DAN KETATANEGARAAN FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2012

Transcript of EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI...

Page 1: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIADI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam

(S.HI) Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan

Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Oleh

ABDUL WAHAB SUWAKILNIM. 10300108002

JURUSAN HUKUM PIDANA DAN KETATANEGARAANFAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR2012

Page 2: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ABDUL WAHAB SUWAKIL

NIM : 10300108002

Tempat/Tgl Lahir : Makassar/ 17 Agustus 1989

Fakultas/Jurusan : Syariah dan Hukum/ HPK

Angkatan : 2008

Alamat : Jl. Perintis kemerdekaan Km.10, Kel. Tamalanrea

Indah, Kec. Tamalanrea, Kota Makassar

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi

yang berjudul Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah benar

hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan

duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka

skripsi dan gelar yang diperoleh batal demi hukum.

Samata-Gowa, 10 Agustus 2012

Penyusun,

Abdul Wahab SuwakilNIM: 10300108002

Page 3: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi Saudara Abdul Wahab Suwakil, dengan

NIM: 10300108002, mahasiswa Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan pada

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, setelah dengan seksama

meneliti dan mengoreksi skripsi yang bersangkutan dengan judul, “EKSISTENSI

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA di INDONESIA” memandang bahwa

skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk

diajukan ke sidang munaqasyah.

Demikian persertujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

Makassar, 06 Agustus 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Darussalam, M.Ag. Dra. Hj. Halimah B.M.Ag.NIP. 19621016 199003 1 003 NIP. 19730710 200003 1 004

Page 4: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

iv

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang bejudul “Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia”

yang disusun oleh saudari Abdul Wahab Suwakil, Nim: 10300108002, mahasiswa

Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam Sidang Munaqasyah yang

diselenggarakan pada hari, Rabu tanggal 15 Agustus 2012 dan dinyatakan telah dapat

diterima sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam

pada Fakultas Syariah dan Hukum, dengan beberapa perbaikan.

Samata-Gowa, 31 Agustus 2012 M16 Syawal 1433 H

DEWAN PENGUJI

Ketua : Prof. Dr. H. Ali Parman, M.Ag. (…………………..……)

Sekretaris : Dra. Nila Sastrawati, M.Si ( ……..…………….…. )

Munaqisy I : Dr. H. Halim Talli, M. Ag. ( …………………….... )

Munaqisy II : Dr. Kurniati, M.Ag. ( ………….......…...….. )

Pembimbing I : Prof. Dr. Darussalam, M. Ag. ( …………….…...…… )

Pembimbing II : Dra. Hj. Halimah B, M.Ag ( ……………...………. )

Diketahui Oleh:

Dekan Fakultas Syariah danHukum UIN Alauddin Makassar

Prof. Dr. H. Ali Parman, M.Ag.NIP: 19570414 198603 1 003

Page 5: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

v

DAFTAR TRANSLITERASI

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ا Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkanب Ba B -ت Ta T -ث Sa S s (dengan titik di atas)ج Jim J -ح Ha’ H h (dengan titik di bawah)خ Kha’ Kh -د Dal D -ذ Zal Z z (dengan titik di atas)ر Ra R -ز Za Z -س Sin S -ش Syin Sy -ص Sad S s (dengan titik di bawah)ض Dad D d (dengan titik di bawah)ط Ta T t (dengan titik di bawah)ظ Za Z z (dengan titik di bawah)ع ‘ain ‘ Koma terbalik ke atasغ Gain G -ف Fa F -ق Qaf Q -ك Kaf K -ل Lam L -م Mim M -ن Nun N -و Wawu W -ه Ha H -ء Hamzah ◌ -ي Ya’ Y Apostrof

Page 6: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv

DAFTAR ISI......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR TRANSLITRASI ................................................................................. x

ABSTRAK ........................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

B Rumusan Masalah.................................................................................... 7

C Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian .............................. 8

D Kajian Pustaka................................................................................ ......... 9

E Metode Penelitian ................................................................................... 11

F Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................................ 14

G Garis Besar Isi Skripsi……………………………………. ................... 15

BAB II PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

A Pengertian dan Dasar hukum pembentukan pengadilan Hak Asasi

Manusia .................................................................................................. 17

1. Pengertian Pengadilan Hak Asasi Manusia ...................................... 17

2. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia .......... 16

B Latar belakang terbentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia ............... 20

C Tempat Kedudukan Pengadilan Hak Asasi Manusia ............................. 25

D. Susunan Struktur Dalam Pengadilan Hak Asasi Manusia .................... 27

E. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia.................................. 31

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA

A Pengertian Hak Asasi Manusia .............................................................. 39

B Sejarah lahirnya Hak Asasi Manusia ..................................................... 45

C Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia....................................................... 48

Page 7: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

ii

D Kewajiban Asasi Manusia (KAM) dalam Islam.................................... 52

BAB IV EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DALAM

PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

A Pertimbangan profil pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di

Indonesia ................................................................................................ 61

B Pemberlakuan asas retroaktif dalam pengadilan Hak Asasi Manusia

terhadap pelanggaran masa lalu. ............................................................ 65

C Eksistensi lembaga pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan

hukum .................................................................................................... 75

BAB V PENUTUP

A Kesimpulan ............................................................................................ 83

B Saran ...................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 8: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil alamin.

Dengan segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. yang telah

melimpahkan rahmat dan Inayah-nya kepada Penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana.

Shalawat dan taslim penulis peruntukan kepada junjungan Nabiullah Muhammad

saw. Yang di utus oleh Allah swt. sebagai pengemban misi dakwah dalam

menyampaikan kebenaran kepada manusia, sehingga senantiasa berada di jalan

yang haq.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya yang

mwsih sederhana. Namun penulis persembahkan kehadapan para pembaca yang

budiman, semoga setelah menelaah isinya berkenan meluangkan waktunya untuk

memberikan kritik dan saran konstruktif guna penyempurnaan skripsi ini.

Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimah kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang dengan ikhlas

telah memberikan bantuan dan partisipasi dalam usaha penyelesaian skripsi ini

terutama ditujukan kepada.

1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Usman Suwakil, S.Pdi dan Ibunda Cahaya

yang mendidikku, menyekolahkanku hingga pendidikan tinggi, serta doa dan

dukungan yang tiada henti dalam menyertai langkah dalam menapaki jenjang

pendidikan hingga bisa menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas

Syariah & Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Page 9: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

iv

2. Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, MS., selaku Rektor UIN Alauddin

Makassar, dan pembantu Rektor I, II, III dan IV yang telah membina dan

memimpin UIN Alauddin Makassar

3. Bapak Prof. Dr. H. Ali Parman MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum. serta para pembantu dekan, dosen dan staf fakultas Syari’ah dan

Hukum.

4. Bapak Drs. Hamzah Hasan, M.HI, dan Dra. Nila Sastrawati, M.Si., selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Pidana & Ketatanegaraan yang telah

banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi,

serta K’ Sri dan K’Hilma selaku Staf Jurusan.

5. Bapak Prof. Dr. Darussalam, M.Ag dan Ibu Dra. Hj. Halimah B. M.Ag.

selaku pembimbing yang telah banyak mengarahkan penulis dalam

perampungan penulisan skripsi.

6. Buat saudaraku yang tercinta dan kubanggakan, Arif Hasyim Suwakil jangan

menyerah dalam menggapai cita-citamu adik-adiku dan buat Alm. Fitri Indah

Lestari Suwakil semoga tenang di alam sana.

7. Buat seluruh Pembina di Pesantren Moderen IMMIM Putra yang setiap saat

memberikan dukungan dan motivasi.

8. Saudara-saudariku tercinta Ahmad Fauzi, A.Rahmila Maulana, Hamdar Mita

Sari, Ervin Masita Dewi , Fatmah, Evayanti ansar, Erni, Herlina, Syamsul

Ilmi, Mustakim Mahmud, Chairil Anwar, Nurcholis Rafid yang selalu setia

menemani, membantu penulis dan memberi semangat, dukungan serta telah

banyak menemani mengarungi bahtera kehidupan kampus yang berliku-liku.

Page 10: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

v

9. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2008 baik dari jurusan Hukum Pidana

& Ketatanegaraan maupun jurusan lainnya yang bersama-sama menjalani

suka dan duka selama menempuh pendidikan di Fakultas Syariah & Hukum,

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

10. Teman-teman alumni Pondok Pesantren IMMIM putra, KKN ke-47 desa

wanio dan seluruh teman-teman se-kecamatan Panca Lautang kabupaten

Sidrap yang senang tiasa memberikan motivasi dan dukungan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari

kesempurnaan, untuk itu saran dan koreksi yang membangun yang penulis sangat

harapkan dari berbagai pihak untuk kesempurnaan pada karya ilmiah ini.

Akhirnya kepada Allah swt. jualah tempat segala kesempurnaan, harapan penulis

mudah-mudahan karya ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.

Wassalamu’ alaikum wr. wb.

Samata-Gowa,10Agustus 2012

ABDUL WAHAB SUWAKIL

Page 11: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

vi

ABSTRAK

Nama Penulis : Abdul Wahab SuwakilNIM : 10300108002Jurusan : Hukum Pidana dan KetatanegaraanJudul Skripsi :Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Skripsi ini membahas tentang Eksistensi Pengadilan Hak Asasi ManusiaDi Indonesia dengan permasalahan pokok adalah Bagaimana EksistensiPengadilan Hak Asasi Manusia dalam Penengakan Hukum di Indonesia, dan daripermasalahan pokok tersebut masih dirinci lagi ke dalam beberapa sub masalah.Bagaimana Profil Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia, Bagaimanapemberlakuan asas retroaktif dalam pengadilan Hak Asasi Manusia terhadappelanggaran Hak Asasi Manusia pada masa lalu, dan Bagaimana eksistensiPengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan hukum. Dalam penulisan skripsiini menggunakan metode penulisan deskriptif, dan dengan menggunakan metodeteologi normatif, Pendekatan yuridis normatif, Pendekatan aspek historis, metodepengumpulan data berupa penelitian kepustakaan (library research), denganmembaca, membahas dan menganalisa buku-buku referensi, serta dalam metodepengolahan dan analisa data menggunakan metode induktif dan deduktif.

Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan lembaga yang mengadili,memutus setiap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Sesuai dengan UUNo 26 Tahun 2000 dimana setiap adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia yangberat yang terjadi, maka semua diproses di pengadilan Hak Asasi Manusia diantaranya kejahatan Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Lahirnyapengadilan ini didasarkan oleh kemauan dunia internasional maupun Indonesia,dimana banyaknya terjadi kasus-kasus Hak Asasi Manusia yang terjadi diIndonesia sehingga Pengadilan Hak Asasi Manusia ini di bentuk.

Lahirnya Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HakAsasi Manusia merupakan tolak ukur bahwa Indonesia bisa mengadili kasusPelanggaran Hak Asasi Manusia itu sendiri tanpa ada campur tangan dari luar.Banyak kasus yang sudah di adili di pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesiaini masih sangat kurang efektif ,baik kepada semua korban dari kasus pelanggaranHak Asasi Manusia yang di lakukan oleh beberapa oknum yang melakukanpelanggaran baik pelanggaran yang terjadi pada masa lalu maupun sekarang.Pemberlakunya asas retroaktif di pengadilan Hak Asasi Manusia bertentangdengan Asas Legalitas yang dianut dalam kitab Undang-Undang Hukum PidanaIndonesia. Sehingga keefektifitas pengadilan Hak Asasi Manusia ini masih perludi pertanyakan dan diperbaiki lagi guna memberikan hal yang baik bagimasyarakat diIndonesia.

Page 12: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak untuk hidup adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh

manusia. Hak hidup merupakan bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak

dapat ditawar lagi (non derogable rights).1 Artinya, hak ini mutlak harus

dimiliki setiap orang, karena tanpa adanya hak untuk hidup, maka tidak ada

hak-hak asasi lainnya. Hak tersebut juga menandakan setiap orang memiliki

hak untuk hidup dan tidak ada orang lain yang berhak untuk mengambil hak

hidupnya.

Bangunan dasar Hak Asasi Manusia yang lekat di dalam episentrum

otoritas individual yang merdeka, merupakan bawaan sejak lahir, sehingga

tidak bisa di gugat dengan banalitas prgamatisme kepentingan kekuasaan,

ambisi dan hasrat. Dengan dan atas nama apa pun, bahwa dasar-dasar

kemanusiaan yang intim harus di lindungi, di pelihara, dan tidak di biarkan

berada sama sekali dalam ruangan-ruangan sosial yang mengaliennasinya.

Penelusuran historis dan pentakfiran (pemberitahuan) paham Hak Asasi

Manusia itu harus di mulai dengan memfokuskan penelaahan terhadap satu

periodisasi awal sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia itu sendiri. Sebagai

sejarah dunia, Hak Asasi Manusia merupakan risalah kompleksitas dari proses

1Sriyanto dan Desiree Zuraida, Modul Instrumen HAM Nasional: Hak Untuk Hidup, HakBerkeluarga dan Melanjutkan Keturunan Serta Hak Mengembangkan Diri (Jakarta: DepartemenHukum dan HAM RI, Direktorat Jenderal Perlindungan HAM, 2001), h. 1.

Page 13: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

2

perjalanan akan kesadaraan diri, kebebasan manusia untuk memperjuangkan

jati diri dan pemenuhan kemartabatannya. Pada periode 1215 kekuatan para

bangsawan berhasil mendesak para raja-raja di inggris untuk segera

memberikan Magna charta Libertatum sebagai wujud realisasi dari berbagai

tuntutan-tuntutan rakyat, karena itu ia memiliki nilai postulat pokok dan

merupakan dokumen pertama sejarah Hak Asasi Manusia yang relatif

konstruktif, tertata dan pada prinsip-prinsipnya menghargai, sekaligus

melindungi hak-hak individu.

Di Indonesia pengakuan dan perlindungan serta penegakan Hak Asasi

Manusia secara yuridis telah di jamin dalam berbagai aturan baik pada UUD

1945 sebagai sebuah perwujudan Negara yang berdasarkan atas hukum “

Rechtstaat” tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.

Dalam sejarah panjang Indonesia sebagai suatu bangsa merdeka

masalah Hak Asasi Manusia selalu menjadi kisah yang mengerikan. Dari satu

resim ke rezim yang lain, masalah Hak Asasi Manusia menjadi isu yang perlu

mendapatkan apresiasi. Masalah Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun

dengan otoritas kekuasaan yang hampir sempurna kediktatorannya,

pelanggaran Hak Asasi Manusia telah menjadi dosa kolektif aparat Negara

pada era itu Negara yang angker di bawah kendali rezim saat itu telah

melakukan serangkaian tindakan kejahatan kemanusiaan secara sistematis, dan

tindakan itu telah memakan ratusan ribu bahkan jutaan korban jiwa yang tidak

berdosa sama sekali. Namun setelah Orde Baru hengkang dari panggung

politik, teriakan-teriakan kekuatan penopang demokrasi untuk menegakkan

Page 14: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

3

Hak Asasi Manusia menjadi semarak diberitakan di mana-mana, serta riset dan

advokasi atas pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu justru mendapatkan

posisi yang spesial.

Penegakan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia di Indonesia

mencapai kemajuan ketika pada tanggal 6 November 2000 di sahkannya

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

oleh DPR RI dan kemudian di undangkannya tanggal 23 November 2000.

Undang-undang ini merupakan undang-undang yang secara tegas menyatakan

sebagai undang-undang yang mendasari adanya pengadilan Hak Asasi Manusia

di Indonesia yang akan berwenang untuk mengadili para pelaku pelanggaran

Hak Asasi Manusia berat. Undang-undang ini juga mengatur tentang adanya

pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc yang akan berwenang untuk mengadili

pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang terjadi masa lalu.

Di Indonesia telah memiliki yuridiksi pengadilan internasional dan

yuridiksi inilah yang menjadi dasar bagi upaya “ penghukuman” bagi

pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. Yuridiksi pengadilan Hak Asasi

Manusia ini meliputi :

1. Material jurisdiction (rationae materiae), yakni jenis pelanggaran

Hak Asasi Manusia yang berat yang bisa di adili oleh pengadilan Hak Asasi

Manusia,meliputi : kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (

Pasal 4 jo. Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000). Secara lebih terang di dalam pasal

, yang di maksud kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang di lakukan

denagn maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau

Page 15: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

4

sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:

(a) membunuh anggota kelompok; (b) mengakibatkan penderitaan fisik atau

mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; (c) menciptakan

kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara

fisik baik seluruh atau sebagiannya; (d) memaksakan tindakan-tindakan yang

bertujuan mencegah kelahiran di salah kelompok atau (e) memindahkan secara

paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.2 Defenisi kejahatan

genosida di dalam pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000 tersebut sesuai dengan

kerangka normatif hokum internasional, khusus pasal 6 dari Rome Statue 1998

of internasional Criminal Court dan Article II Genocide Converntion 1948.

Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagimana di tegaskan di

dalam pasal 9 adalah salah satu perbuatan yang di lakukan sebagai bagian dari

serangan sistematik atau meluas yang di ketahuinya bahwa serangan tersebut di

tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : (a) pembunuhan (b)

pemusnahan (c) perbudakan (d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara

paksa ( e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain

secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hokum

internasional (f) penyiksaan (g) perkosaaan, perbudakan seksual, pelancuran

secara paksa, pemaksaan kehamilan (h) penganiyaan terhadap suatu kelompok

tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,

kebangsaan etnis, budaya, agama, kelamin atau alas an lain yang telah diakui

2Prinst. Darwan, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2001), h. 71.

Page 16: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

5

secara universal sebagai hal yang di larang menurut hokum internasional

(i)penghilangan orang secara paksa atau (j) kejahatan apartheid.3

2. Temporal jurisdiction ( rationae temporis ). Berlakunya UU No.

26 Tahun 2000 adalah sejak undang-undang ini di undangkan, atau pada 23

November 2000. Meskipun demikian, berdasarkan pasal 43 ayat (1), di

nyatakan bahwa : pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi

sebelum di undangkannya undang-undang ini, di periksa dan di putus oleh

Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc. Ini berarti di berlakukanya pula asas

retroaktif atas penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat

sebelum 23 November 2000, seperti kasus pembumi hangusan di timor-timur

dan lain-lain.

3. Pesonal jurisdiction (rationae personae). Berdasarkan pasal 6

Undang-Undang No.26 Tahun 2000, pengadilan Hak Asasi Manusia di tujukan

pada individu ( seseorang ), dan tidak berwenang memeriksa dan memutus

perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang di lakukan oleh

seseorang yang berumur di bawah 18 Tahun pada saat kejahatn di lakukan.

4. Territorial jurisdiction (rationae loci). Pasal 5 UU No. 26 Tahun

2005 menyatakan bahwa pengadilan Hak Asasi Manusia berwenang juga

memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat

yang di lakukan di luar batas teritorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh

warga Negara Indonesia.

3Ibid., h. 73.

Page 17: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

6

Sejak tahun 2000, dengan diundangkannya UU No. 26 tahun 2000

tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, Indonesia mempunyai mekanisme

untuk melakukan penuntutan terhadap kasus-kasus kejahatan kemanusiaan dan

kejahatan genosida. Hadirnya mekanisme ini membuka peluang dihadapkannya

para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang sebelumnya menikmati

impunitas ke depan pengadilan. Pengadilan ini juga memberikan mekanisme

untuk pemenuhan hak-hak korban yakni pengaturan tentang kompensasi,

restitusi dan rehabilitasi. Sejak saat itu, serangkaian upaya penyelidikan atas

kasus-kasus yang diduga mengandung unsur muatan pelanggaran Hak Asasi

Manusia berat mulai dilakukan. Salah satunya adalah kasus Abepura yang

diajukan ke Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc di Makassar.4

Hasil dari putusan pengadilan tersebut ternyata membebaskan hampir

semua terdakwa. Dengan hasil ini, banyak kalangan menyatakan bahwa

pengadilan ini telah gagal, bahkan selama proses pengadilan berjalan, kritik

telah muncul berkaitan dengan kinerja pengadilan yang berada dibawah standar

pengadilan internasional.5 Pandangan yang lain menyatakan bahwa pengadilan

ini memang sejak awal sengaja diupayakan untuk mengalami kegagalan.6

Beberapa kasus dalam Pengadilan Hak Asasi Manusia memang secara

prosedural belum selesai karena masih ada proses selanjutnya yaitu ada tingkat

4Bandingkan dengan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum Pasal 8 Ayat 1 jo.UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 2. Dimana dalam UUtersebut diatur eksistensi pengadilan HAM yang tidak lagi bersifat ad. hoc, namun permanen tetapipengadilan HAM tetap Iinklud dalam pengadilan negeri.

5Progress Report ELSAM IV, “Pengadilan HAM dibawah Standar: PreliminaryConclusive Report”, http://www.elsam.co.id (Diakses 25 November 2011).

6David Cohen, Intended to Fail, The Trial Before the Ad Hoc Human Rights Court inJakarta, dalam Elsam, Ibid.

Page 18: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

7

banding maupun kasasi, sehingga penilaian atas proses peradilan yang terjadi

belum bisa dikatakan lengkap.

Ketidakberhasilan pengadilan Hak Asasi Manusia ini, selain bebasnya

para terdakwa, juga tidak mampu memenuhi hak-hak korban pelanggaran Hak

Asasi Manusia yang berat. Hak-hak korban yang meliputi hak atas kompensasi,

restitusi dan rehabilitasi sampai saat ini tidak satupun yang diterima oleh

korban. Padahal secara jelas bahwa para korban pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat berhak mendapat kompensasi, restitusi dan rehabilitasi

berdasarkan pasal 35 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia

Berdasarkan dari hal tersebut,menarik perhatian penulis untuk

mengangkat judul tentang “ EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI

MANUSIA DI INDONESIA”

B. Rumusan Masalah

Untuk memperoleh hasil penelitian yang kualitatif dan memenuhi

syarat-syarat ilmiah serta dapat memberikan kesimpulan yang sesuai dengan

judul, maka perlu adanya pembatasan dan rumusan masalah. Hal ini sangat

penting agar dalam pelaksanaan pengumpulan data dan analisis data tidak akan

terjadi kekaburan dan menyimpang dari tujuan semula. Adapun permasalahan

yang dimaksud dalam proses pengadilan Hak Asasi Manusia dalam skripsi ini

adalah bagaimana eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan

hukum di Indonesia.

Page 19: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

8

Dari pokok masalah tersebut, maka akan digambarkan sub masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana profil pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di

Indonesia?

2. Bagaimana pemberlakukan asas Retroaktif dalam pengadilan Hak

Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu?

3. Bagaimana eksistensi lembaga pengadilan Hak Asasi Manusia

dalam penegakan hukum?

C. Defenisi operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

Judul skripsi ini adalah “eksistensi pengadilan Hak Asasi Manusia di

Indonesia” bertitik tolak dari kerangka judul tersebut, maka penulis akan

mencoba memberikan gambaran dan pengertian dari kata yang merangkai judul

tersebut :

Eksistensi adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase

target yang dicapai, makin tinggi eksistensinya.

Pengadilan adalah Dewan/ badan yang berkewajiban untuk mengadili

perkara-perkara dengan memeriksa dan memberikan keputusan megenai

pesengketaan hukum, pelanggaran hukum atau Undang-Undang dan

sebagainya.7

7Simorangkir, J.C.T, dkk, Kamus Hukum (Bumi aksara. Jakarta.1995), h. 124.

Page 20: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

9

Hak artinya kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah di tentukan

oleh Undang-undang, aturan-aturan dan sebagainya.8

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

dan keberadaan manusia sebagian makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerahnya yang wajib di hormati, di junjung tinggi, dan di

lindungi oleh Negara,hokum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan

serta perlindungan harkat dan martabat manusia.9

Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Hak Asasi Manusia

yang selanjutnya di sebut Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah pengadilan

khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.10

D. Kajian Pustaka

Sepanjang pengamatan yang penulis lakukan terhadap beberapa

referensi yang ada baik berupa tulisan para pakar dan para ahli sebagian yang

baru mengangkat masalah eksistensi pengadilan Hak Asasi Manusia. Hal inilah

yang kemudian penulis memotivasi untuk mengkaji wacana secara teoritik.

Adapun referensi buku yang penulis anggap sebagai rujukan pembahasan

skripsi ini adalah sebagai berikut :

Abdul Rozak dan A.Ubaedillah. dalam bukunya Demokrasi, Hak Asasi

Manusia dan Masyarkat Madani (edisi ke-3), dimana dalam buku ini

8Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. IV;Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 334.

9Ubaedillah.A,Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarkat Madani (Edisi. III, Jakarta:Kencana 2008), h. 141.

10Republik Indonesi, UU Hak Asasi Manusia (Jakarta selatan: Indonesia Legal CenterPublishing, 2010), h. 59.

Page 21: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

10

membahas Hak Asasi Manusia dan masyarakat madani dimana perkembangan

Hak Asasi Manusia dalam sejarah tergantung dinamika model dan sistem

pemerintahan yang ada. Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dapat

dilakukan baik oleh aparatur Negara maupun warga Negara. Untuk menjaga

pelaksanaan Hak Asasi Manusia, penindakan terhadap pelanggaran Hak Asasi

Manusia di lakukan melalui proses peradilan Hak Asasi Manusia melalui tahap

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Dalam buku ini belum membahas

secara detail mengenai eksistensi pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Harifin A. Tumpa. Dalam bukunya Peluang dan tantangan eksistensi

pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, dimana dalam bukunya

membahas pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia karena

pelaksanaan peradilan HAM menurut UU No,26 tahun 2000 tidak lagi murni

proses hukum, karena adanya keharusan meminta persetujuan dari dewan

perwakilan rakyat untuk menuntut dan mengadili suatu pelanggarn Hak Asasi

Manusia berat. Dalam buku ini sudah banyak memberikan masukan tapi masih

ada kekurangan dari segi penegakan hukumnya dalam pembahasan mengenai

penanganan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Darwan Prinst. Dalam bukunya Sosialisasi dan deseminasi penegakan

Hak Asasi Manusi, dimana dalam bukunya membahas perkara yang di adili di

pengadilan Hak Asasi Manusia bukan merupakan tindak pidana yang di atur

dalam KUHP sehingga menimbulkan kerugian materil maupun inmateriel. Oleh

karena itu perlu segera di pulihkan supremasi hukum untuk mencapai

Page 22: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

11

kedamaian, ketertiban, ketenteraman, keadilan,dan kesejahteraan bagi seluruh

masyarkat Indonesia.

Abdullah Rozali. Dalam bukunya Perkembangan Hak Asasi Manusia

dan Keberadaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia,di mana dalam

bukunya membahas setiap orang berhak mendapatkan peradilan yang adil dan

tidak memihak (fair and impertial court). Ini merupakan hak dasar setiap

manusia. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana pun, kapan pun dan pada

siapa pun tanpa ada diskriminasi. Hak ini merupakan tugas dan kewajiban

Negara.

Dalam kajian pustaka yang saya masukan sebagai referensi dalam

skripsi ini masih belum memberikan solusi yang menyeluruh baik dari segi

hukum sehingga pelaku kejahatan Pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat

dihukum dengan semestinya.

E. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan beberapa metode

penelitian baik dalam pengumpulan data maupun pada saat pengolahan data.

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis

penelitian deskriptif, penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk

Page 23: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

12

menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap obyek yang

menjadi pokok permasalahan.

B. Pendekatan penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, untuk mendapatkan suatu data yang

sesuai dengan pokok pembahasan, maka pendekatan yang digunakan yaitu:

a. Pendekatan teologi normatif (syar’i) yaitu pendekatan yang

berdasarkan dan bertolak dari dalil-dalil syari’at yang bersumber dari al-qur’an

dan hadis Nabi Muhammad saw., Yang ada kaitannya dengan permasalahan

yang dibahas.

b. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang digunakan untuk

menghubungkan masalah-masalah yang di bahas dengan pendekatan hukum,

baik dengan undang-undang atau peraturan lainnya yang ada hubungannya

dengan masalah tersebut.

c. Pendekatan aspek historis yaitu pendekatan yang dilakukan dalam

kerangka pelacakan sejarah lembaga hukum, memahami filosofi dari aturan

hukum dari waktu ke waktu, dan untuk memahami perubahan dan

perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut.

C. Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, maka yang digunakan adalah penelitian

kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan data dan bahan-bahan

pemikiran yang bersumber dari sejumlah literatur, baik mengubah redaksi

kalimatnya ataupun tidak.

Page 24: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

13

1. Jenis data

Dalam penulisan skripsi ini jenis data yang digunakan yaitu jenis data

kualitatif. Kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan temuan data

tanpa menggunakan prosedur statistik atau dengan cara lain dari pengukuran

(kuantifikasi).

2. Sumber data

Dalam penulisan skripsi ini sumber data yang digunakan yaitu data

kepustakaan (library research). Data kepustakaan (library research) yaitu

mengumpulkan data dan bahan-bahan pemikiran yang bersumber dari sejumlah

literatur, baik mengubah redaksi kalimatnya maupun tidak.

D. Pengolahan dan Analisis Data

a). Pengolahan Data

1. Identifikasi Data yaitu dengan mengumpulkan beberapa literatur,

kemudian memilah-milah dan memisahkan data yang akan dibahas.

2. Editing data adalah pemeriksaan data hasil penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui relevansi (hubungan) dan keabsahan data yang akan

dideskripsikan dalam menemukan jawaban pokok permasalahan. Hal ini

dilakukan dengan tujuan memperbaiki kualitas data serta menghilangkan

keragu-raguan atas data yang diperoleh.

b). Analisis Data

Teknik analisis data bertujuan menguraikan dan memecahkan masalah

yang berdasarkan data yang diperoleh. Analisis data yang digunakan adalah

analisis data kualitatif yang menghendaki penegasan teknik analisis mencakup

Page 25: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

14

reduksi dan kategorisasi dan selanjutnya di interpretasi dengan cara induktif

dan deduktif.

F.Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana profil pembentukan pengadilan Hak

Asasi Manusia di Indonesia.

b. Untuk mengetahui pemberlakukan asas Retroaktif dalam

pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia masa

lalu.

c. Untuk mengetahui eksistensi lembaga pengadilan Hak Asasi

Manusia dalam penegakan hukum.

2. Kegunaan

a. Secara Teoritis

Sebagai salah satu bentuk sumbangsih dalam memperluas cakrawala

dan memperkaya khazanah berfikir kita.

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan hukum pidana, khususnya mengenai perdebatan kinerja

Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam menangani kasus pelanggaran Hak Asasi

Manusia di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberi

masukan kepada Lembaga yudikatif agar dapat lebih memperhatikan hak-hak

korban pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Page 26: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

15

3. Publik

Diharapkan seteleh penulisan skripsi ini dapat dijadikan rekomendasi

oleh pengambil kebijakan khususnya pemerintah dalam mengatasi pelanggaran

Hak Asasi Manusia yang berat di indonesia.

G. Garis Besar Isi Skripsi

Penulisan skrips ini disusun dalam 4 (empat) bab, setiap bab

menguraikan tentang pokok bahasan dari materi yang sedang dikaji. Adapun

sistematikanya sebagai berikut:

Bab I adalah bab pendahuluan yang uraiannya meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, pengertian judul, ruang lingkup pembahasan,

tinjauan pustaka, serta metode penelitian, yang paling terakhir adalah garis-

garis besar isi Skripsi. Dimana dalam Bab I membahas dasar Hak Asasi

Manusia secara umum sehingga melahirkan sub masalah dalam rumusan

masalah yang ingin diteliti.

Pada bab II, penulis mengemukakan tinjauan umum tentang pengadilan

Hak Asasi Manusia yang beisikan pengertian dan dasar hukum pengadilan Hak

Asasi Manusia, latar belakang terbentuknya pengadilan Hak Asasi Manusia,

bentuk-bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia dan tempat dan kedudukan dan

susunan pengadilan Hak Asasi Manusia. Dimana dalam Bab II membahas

mengenai terbentunya lembaga yang mengadili Pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat sebagai perwujudan adanya kemauan untuk menegakkan

Hak Asasi Manusia.

Page 27: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

16

Pada bab III, mengemukakan tinjauan umum tentang Hak Asasi

Manusia, yang berisikan pengertian Hak Asasi Manusia, sejarah lahirnya Hak

Asasi manusia, pembagian Hak Asasi Manusia, serta membahas Kewajiban

Asasi Manusia dalam Islam. Dimana dalam Bab III membahas mengenai Hak

dasar manusia sebagai mahluk tuhan baik dilihat dari segi agama,sosial maupun

secara umum.

Pada bab IV, membahas mengenai pertimbangan pembentukan

pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, pemberlakuan asas retroaktif

dalam pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran masa lalu dan

eksistensi lembaga pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan hukum.

Dimana dalam Bab IV membahas mengenai rumusan masalah yang ingin dikaji

dimana pembentukan dari pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan

perwujudan dari dunia internasional maupun nasional dalam mengadili

pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat sebagai penegakan

hukum diIndonesia.

Pada bab V Adalah penutup akhir penulisan ini memuat kesimpulan dan

saran. Bab ini menyimpulkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya serta masukan berupa saran.

Page 28: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

17

BAB II

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian dan Dasar Hukum pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia

1. Pengertian Pengadilan Hak Asasi Manusia

Menurut Undang-Undang RI. No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan

Hak Asasi Manusia, dijelaskan bahwa :

Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya di sebut Pengadilan

Hak Asasi Manusia adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat.1

Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan pengadilan yang khusus

yang berada dilingkungan pengadilan umum yang terkhusus mengadili

pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.

2. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia

Dengan diadakannya perubahan (amademen) kedua atas Undang-

Undang Dasar 1945, terutama dengan menambah Bab X A tentang Hak Asasi

Manusia yang terdiri 10 (sepuluh) pasal, yaitu Pasal 28 a sampai dengan 28 j,

hal ini lebih mempertegaskan komitmen bangsa Indonesia terhadap upaya

perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan landansan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945,

sebagaimana telah di kemukakan sebelumya majelis permusyawaratan Rakyat

Indonesia, sebagai pemegang kedaulatan rakyat tertinggi, melalui ketetapan

1Republik Indonesi, UU Hak Asasi Manusia (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,2010), h. 59.

Page 29: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

18

Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, menugaskan kepada

semua lembaga tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk

menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai Hak

Asasi Manusia kepada seluruh masyarakat.

Berdasarkan penugasan dari mejelis permusyawaratan rakyat ini,

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai badan legislatif

menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165).

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999, melalui pasal 104 memerintahkan

pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia, dengan rumusan sebagai berikut.

Ayat (1) :“ Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

berat di bentuk pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan peradilan

umum.”

Ayat (2) :“ Pengadilan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di

bentuk dengan undang-undang dalam jangka waktu paling lama (4) tahun.”

Ayat (3) :“ Sebelum terbentuknya pengadilan Hak Asasi Manusia

sebagaimana di maksud dalam ayat (2) maka kasus-kasus pelanggaran Hak

Asasi Manusia sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di adili oleh pengadilan

yang berwenang.”

Menurut ketentuan pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 tahun

1999 tersebut di atas, pengadilan Hak Asasi Manusia tersebut harus sudah di

bentuk selambat-lambatnya 4 (empat) tahun sesudah Undang-Undang ini di

undang-undangkan. Satu tahun sesudah di undangkannya Undang-Undang

Page 30: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

19

Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Dewan Perwakilan Rakyat

sudah berhasil pula menetapkan Undang-Undanng Nomor 26 Tahun 2000

tentang pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2000 Nomor 208).

Berarti masih tersisa waktu selama 3(tiga) tahun lagi untuk membentuk

Pengadilan Hak Asasi Manusia. Walapun waktu yang tersisa relatif masih

belum cukup panjang, tetapi sebaiknya pembentukan pengadilan Hak Asasi

Manusia di usahakan secepat mungkin, karena untuk bisa menjalankan

tugasnya Pengadilan Hak Asasi Manusia tersebut membutuhkan persiapan dan

sosialisasi kepada masyarakat. Di samping itu, tidak kalah pentingnya, dengan

semakin cepatnya di bentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Pengadilan

Hak Asasi Manusia Ad Hoc, semakin cepat pula perkara-perkara pelanggaran

Hak Asasi Manusia yang berat bisa di selesaikan. Dengan demikian bangsa kita

bisa bekerja dengan tenang dalam menyelesaikan berbagai krisis yang sedang

melanda bangsa kita dewasa ini.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak

Asasi Manusia, menyatakan seabagai berikut.

Ayat (1) :” pengadilan Hak Asasi Manusia berkedudukan di daerah

kabupaten, atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum

pengadilan negeri yang bersangkutan.”

Ayat (2) :” Untuk daerah Khusus Ibukota Jakarta, pengadilan Hak

Asasi Manusia berkedudukan di setiap wilayah pengadilan negeri yang

bersangkutan.”

Page 31: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

20

Berhubung Pengadilan Hak Asasi Manusia ini berada di lingkungan

peradilan umum, maka dasar hukum pembentukannya tidak terlepas dari

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok

kekuasaan kehakiman (Lembaran Negara Republic Indonesia Tahun 1970

Nomor 74) sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 35

Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (Lembaran Negara

republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147) dan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1986 tentang Pengadilan Umum(Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1986 Nomor 20).

B. Latar belakang terbentuknya pengadilan Hak Asasi Manusia

Pada hakikanya, Hak Asasi Manusia tersebut adalah merupakan hak

dasar yang di miliki oleh setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan

anugerah dari tuhan yang maha esa. Dengan demikian, Hak Asasi Manusia

bukanlah merupakan hak bersumber dari Negara dan hukum. Oleh karena itu,

sebagaimana telah di kemukakan sebelumnya yang di perlukan dari Negara dan

hukum hanyalah pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi

Manusia tersebut.

Dalam masyrakat internasional Hak Asasi Manusia tersebut telah diakui

secara resmi, dengan di deklarasikannya suatu piagam oleh perserikatan

bangsa-bangsa (PBB) yang di kenal dengan “ Universal Declaration of Human

Right” (pernyataan sejagat tentang Hak Asasi Manusia), pada tanggal 10

Desember 1948. Lebih lanjut, Hak-Hak Asasi Manusia tersebut di jabarkan

Page 32: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

21

dalam berbagai instrumen perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam bentuk

konvensi internasional tentang Hak Asasi Manusia. Konvensi ini mengikat

setiap Negara yang ikut menandatangani dan setelah di ratifikasinya oleh

masing-masing negara, maka konvensi tersebut akan mengikat secara langsung

setiap warga Negara dari Negara yang bersangkutan.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, sebagaimana telah di

kemukakan sebelumnya melalui ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998

tentang Hak Asasi Manusia, menugaskan kepada semua lembaga-lembaga

tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintahan untuk menghormati,

menegakkan,dan menyebarluaskan pemahaman mengenai Hak Asasi Manusia

kepada seluruh warga masyarakat dan segera meratifikasi berbagai instrument

PBB tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan

pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. (Tap MPR No.XVII/MPR/1998).

Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia sebagaimana telah di

kemukanan sebelumnya, selain menggunakan instrumen hukum, dapat pula di

lakukan melalui instrumen dan kelembagaan, baik yang bersifat nasional

maupun internasional. Perlindungan Hak Asasi Manusia melalui kelembagaan

dapat di lakukan melalui Komisi Hak Asasi Manusia PBB, Mahkamah

Internasional, dan secara nasional melalui Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi.

Pembentukan komisi nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM)

telah dilakukan sebelum ditetapkannya ketetapan MPR Nomor

Page 33: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

22

XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 39

tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, melalui kepres Nomor 5 Tahun 1993

tanggal 7 Juli 1993, sedangkan Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Komisi

Kebenaran dan Rekonsiliasi pembentukannya di dasarkan pada Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, tidak hanya

sekedar memenuhi kebutuhan secara nasional, tetapi juga memenuhi tuntutan

masyarakat internasional. Kebijakan PBB dalam upaya perlindungan terhadap

Hak Asasi Manusia secara universal melalui beberapa instrumennya member

kewenangan kepada PBB untuk terlibat secara langsung dalam suatu Negara

berdaulat, dengan alasan untuk melindungi Hak Asasi Manusia. Kita lihat saja

beberapa contoh campur tangan PBB melalui pasukan multinasional, di

Negara-negara yang di duga telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia

yang berat, seperti di Bosnia, Kosovo dan Serbia. Apabila Komisi Hak Asasi

Manusia PBB, melihat suatu Negara tidak mampu melindungi hak asasi warga

negaranya dan mengadili pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat

yang terjadi di Negara bersangkutan, maka komisi Hak Asasi Manusia PBB

dapat merekomendasikan campur tangan PBB dan mengadili para pelakunya di

Pengadilan Internasional.

Hal semacam ini hampir saja terjadi di Indonesia pada saat terbunuhnya

dua orang petugas PBB di antambua dan kasus terbununya wartawan asing di

Timor-timur. Waktu itu ternyata pemerintah Republik Indonesia masih mampu

mempertahankan kedaulatan dan kehormatan bangsa dan Negara dengan

Page 34: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

23

menolak rekomendasi dari komisi Hak Asasi Manusia PBB tersebut dengan

alasan bahwa kita masih mampu mengadili para pelanggaran Hak Asasi

Manusia tersebut melalui peradilan dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Secara jujur kita harus mengakui bahwa Negara di Negara kita memang

cukup banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia, tidak saja

di masa orde baru, melainkan di era reformasi ini pun banyak terjadi

pelanggaran Hak Asasi Manusia. Di samping itu, pembentukan pengadilan Hak

Asasi Manusia di Indonesia, juga dalam rangka memenuhi salah satu syarat

Negara hukum. Walapun kita mengetahui tidak satu pasal pun dalam Undang-

undang dasar 1945 yang menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik

Indonesia adalah Negara hukum, tetapi di dalam penjelasan umum Undang-

Undang dasar 1945 di tegaskan bahwa Negara Indonesia adalah merupakan

Negara hukum (rechtstaat). Dimana dikaitkan dengan prinsip pengakuan dan

perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, pengakuan perlindungan Hak-Hak

Asasi Manusia mendapat tempat utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan dari

pada Negara hukum,2dan bukan Negara ke kekuasaan (machstaat).

Kosep tentang Negara hukum ini sangat erat kaitannya dengan Hak

Asasi Manusia dan demokrasi. Suatu Negara tidak dapat dikatakan Negara

hukum selama Negara itu tidak memberikan penghargaan dan jaminan

2Lihat Hadjon M. Philipus, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia (sebuah Studitentang prinsip-prinsipnya, penanganan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum danpembentukan Peradilan Administrasi Negara (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987), h.71.

Page 35: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

24

dihargainya Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia hanya dapat dilaksanakan

dalam pemerintahan yang demokratis, karena cirri-ciri Negara hukum adalah3

1. Pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia, yang mengandung

persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, kultur dan pendidikan.

2. Peradilan bebas tidak memihak atau dengan kata lain kekuasaan

yuridis tidak dicampuri oleh eksekutif maupun legislatif.

3. Legalitas dalam semua aspek kehidupan kenegaraan yang meliputi

aspek alamiah dan sosial(Asta Gatra).

Dalam ciri Negara hukum pengakuan dan perlindungan Hak Asasi

Manusia ditempatkan dan berkedudukan sebagai ciri yang pertama.

Seperti yang di kemukakan oleh Frederick Julius Stahl, suatu Negara

hukum formal harus memenuhi 4 unsur penting, yaitu sebagai berikut :

1. Adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.

2. Adanya pemisahan/pembagian kekuasaaan.

3.Setiap tindakan pemerintahan harus di dasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

4. Adanya peradilan Tata Usaha Negara.

Adapun konsep Rule of Law adalah konsep Negara hukum yang di anut

oleh Negara Anglo Saxion. Konsep ini menekankan tiga tolak ukur atau unsur

utama yaitu :

1. Supremasi hukum atau supremacy of law.

2. Persamaan di hadapan hukum atau equality of law.

3Poelinggomang Edward dan Mapangara Suriadi, Dunia Militer di Indonesia(Yogyakarta:Gadjah Mada University, 2000), h. 270.

Page 36: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

25

3. Konstitusi yang di dasarkan atas Hak Asasi Manusia ( HAM ).4

Sehingga dalam konsep Negara hukum ini harus lebih memberikan

konsep perlindungan Hak Asasi Manusia dalam memberikan Negara hukum

yang ideal dan diakui dalam suatu Negara. Dari hal ini juga jelas bagi kita

bahwa perlindungan terhadapa Hak Asasi Manusia adalah merupakan unsur

pertama bagi suatu Negara hukum. Hal ini sesuai pula dengan tujuan reformasi

kita, yaitu “ mewujudkan suatu indonesia baru, yaitu Indonesia yang lebih

demokratis, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menegakkan supremasi

hukum”.

Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia tersebut dapat di berikan

antara lain melalui pengadilan Hak Asasi Manusia. Di undangkannya Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,

merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan terhadap keberadaan pengadilan

Hak Asasi Manusia di Indonesia. Tinggal bagaimana menunggu realisasi

pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia tersebut dan di harapkan agar

pembentukannya dapat di lakukan sesegera mungkin dengan cara bertahap.

C. Tempat Kedudukan Pengadilan Hak Asasi Manusia

Menurut ketentuan pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaaan kehakiman sebagimana telah di

ubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999, di Indonesia di kenal

adanya 4 (empat) sistem peradilan, yaitu sebagai berikut.

a. Peradilan Umum

4Ismatullah Deddy dan Gatara Sahid A. Asep, Ilmu Negara dalam Multi Perspektif“Kekuasaan, Masyarakat,Hukum dan Agama” (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 167.

Page 37: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

26

b. Peradilan Agama

c. Peradilan Militer

d. Peradilan Tata Usaha Negara

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 26 tahun

2000, pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan pengadilan khusus yang

berada di lingkungan peradilan umum. Dengan demikian pengadilan Hak Asasi

Manusia bukanlah merupakan suatu sistem peradilan yang berdiri sendiri,

tetapi merupakan bagian dari peradilan umum, yang di bentuk khusus untuk

mengadili perkara-perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Dengan

kata lain, pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan bagian dari pengadilan

negeri.

Pengadilan Hak Asasi Manusia berkedudukan di setiap kabupaten atau

kota, yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang

bersangkutan. Selanjutnya, pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2000 menyebutkan untuk daerah Khusus Ibukota Jakarta, pengadilan Hak

Asasi Manusia berkedudukan di setiap wilayah pengadilan negeri, yaitu

pengadilan negeri Jakarta Pusat, pengadilan negeri Jakarta Selatan, pengadilan

negeri Jakarta Utara, pengadilan negeri Jakarta Timur dan pengadilan negeri

Jakarta Barat.

Menurut ketentuan pasal 45 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, buat pertama kali pada saat Undang-

Undang ini mulai berlaku, pengadialn Hak Asasi Manusia baru akan di bentuk

Page 38: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

27

di Jakarta Pusat, Surabaya, medan dan Makassar yang daerah khususnya

meliputi sebagai berikut.

a. Pengadilan Hak Asasi Manusia Jakarta Pusat, meliputi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi

Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Kalimantan

Barat, dan Provinsi Kalimantan Tengah.

b. Pengadilan Hak Asasi Manusia Surabaya, meliputi Provinsi Jawa

Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta,

Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Nusa

Tenggara Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

c. Pengadilan Hak Asasi Manusia Makassar, meliputi Provinsi

Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Tengah,

Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara,dan

Provinsi Irian Jaya.

d. Pengadilan Hak Asasi Manusia Medan, meliputi Provinsi Sumatera

Utara, Daerah Istimewa Aceh, Provinsi Riau, Provinsi Jambi, dan Provinsi

Sumatera Barat.

D. Susunan Struktur Dalam Pengadilan Hak Asasi Manusia

Susunan majelis hakim pengadilan Hak Asasi Manusia terdiri atas 5

orang hakim yang berasal dari hakim pada pengadilan Hak Asasi Manusia yang

berjumlah 2 orang dan 3 orang dari hakim ad hoc. Majelis hakim ini di ketuai

oleh salah seorang hakim dari pengadilan yang bersangkutan.

Page 39: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

28

Setiap pengadilan Hak Asasi Manusia diangkat 12 orang hakim ad hoc.

Pengangkatan di lakukan oleh presiden selaku kepala Negara atau usul ketua

Mahkamah Agung. Hakim ad hoc di angkat untuk masa jabatan 5 tahun dan

dapat di angkat kembali 1 kali masa jabatan. Menurut penjelasan pasal 28 ayat

1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, hakim ad hoc adalah hakim yang di

angkat dari luar hakim karir yang memenuhi persyaratan professional,

berdedikasi dan berintegrasi tinggi, menghayati cita-cita Negara hukum dan

Negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, memahami dan menghormati

Hak Asasi Manusia dan kewajiban dasar manusia.

Selanjutnya, pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000,

menyebutkan syarat-syarat yang harus di penuhi seseorang untuk dapat

diangkat sebagai hakim ad hoc, yaitu sebagai berikut.

a. Warga Negara Republik Indonesia

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c. Berumur Sekurang-kurangnya 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun.

d. Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai

keahlian di bidang hukum.

e. Sehat jasmani dan rohani.

f. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.

g. Setia kepada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

h. Memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.

Dalam penjelasan pasal 29 angka 4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2000, di jelaskan bahwa yang di maksud dengan “keahlian di bidang hukum”,

Page 40: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

29

adalah antara lain Sarjana Syariah atau Sarjana Lulusan Penguruan Tinggi Ilmu

Kepolisian.

Sebelum menjalankan tugasnya, seorang hakim ad hoc yang telah di

angkat oleh presiden, wajib mengucapkan sumpah sesuai dengan agamanya

masing-masing dimana sebagai tugas profesinya dan sebagai penegak hukum

dalam peradilan yang lafalnya berbunyi sebagai berikut.

”Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk

melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan

nama atau cara apa pun juga, tidak akan memberikan atau menjanjikan

sesuatu apapun kepada siapapun juga.”

“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung

atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.”

“ Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan

mempertahankan serta mengamalkan pancasila sebagai dasar

Negara,Undang-undang Dasar 1945, serta peraturan perundang-undangan

yang berlaku bagi Negara republic Indonesia.”

“ Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senangtiasa akan menjalankan

tugas ini dengan jujur, saksama dan objektif dengan tidak membeda-bedakan

orang, dan akan menjunjung tinggi etika profesi dalam melaksanakan

kewajiban saya ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sepeerti

layaknya bagi seorang petugas yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan

hukum dan keadilan.”(pasal 26 UU No.26 Tahun 2000).

Page 41: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

30

Susunan majelis hakim di pengadilan Tinggi Hak Asasi Manusia sama

dengan pengadilan Hak Asasi Manusia, yaitu 2 orang hakim dari pengadilan

tinggi yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc. Di setiap pengadilan

tinggi Hak Asasi Manusia, sekurang-kurangnya di angkat 12 orang hakim ad

hoc. Untuk hakim ad hoc pada pengadilan tinggi Hak Asasi Manusia juga

berlaku syarat-syarat sebagaimana syarat-syarat yang berlaku bagi hakim ad

hoc di pengadilan Hak Asasi Manusia dan juga di wajibkan mengucapkan

sumpah sebagaimana yang di lakukan oleh hakim ad hoc di pengadilan Hak

Asasi Manusia.

Demikian juga di mahkamah agung susunan majelis hakimnya sama

dengan susunan majelis hakim pada pengadilan Hak Asasi Manusia dan

pengadilan tinggi Hak Asasi Manusia, yaitu sebanyak 5 orang, yang terdiri dari

2 orang hakim agung dan 3 orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc di tingkat

Mahkamah agung sekurang-kurangnya berjumlah 3 orang, diangkat oleh

presiden selaku kepala Negara atas usul dewan perwakilan rakyat republik

Indonesia. Hakim ad hoc pada Mahkamah Agung di angkat hanya untuk 1 kali

masa jabatan dan tidak boleh lagi diangkat untuk masa jabatan berikutnya.

Menurut ketentuan pasal 33 ayat 6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2000, syarat-syarat yang harus di penuhi oleh seseorang untuk dapat diangkat

sebagai hakim ad hoc pada mahkamah agung adalah sebagai berikut.

1. Warga Negara Republik Indonesia.

2. Bertakwa kepada tuhan yang maha esa.

3. Berumur sekurang-kurangnya 50 tahun.

Page 42: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

31

4. Berpendidikan sarjana hukum atau sarjan lain yang mempunyai

keahlian di bidang hukum.

5. Sehat jasmani dan rohani.

6. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.

7. Setiap kepada pancasila dan undang-undang dasar 1945.

8. memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.

Walapun dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang

Pengadilan Hak Asasi Manusia tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa

hakim ad hoc di Mahkamah Agung wajib mengucapkan sumpah, tetapi

menurut logika, sama halnya dengan hakim ad hoc di pengadilan Hak Asasi

Manusia dan pengadilan tinggi Hak Asasi Manusia, maka hakim ad hoc di

Mahkamah Agung juga wajin mengucapkan sumpah sebelum melaksanakan

tugasnya, dengan lafal yang sama dengan sumpah hakim ad hoc pada

pengadilan Hak Asasi Manusia dan pengadilan tinggi Hak Asasi Manusia.

Susunan pengadilan Hak Asasi Manusia sama dengan susunan

peradilan umum, yaitu pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai peradilan

tingkat pertama, pengadilan tinggi Hak Asasi Manusia sebagai peradilan

banding, dan mahkamah agung sebagai peradilan tingkat kasasi.

E. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Menurut Undang-Undang RI. No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan

Hak Asasi Manusia, dijelaskan bahwa :

Page 43: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

32

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran Hak

Asasi Manusia sebagaimana di maskud dalam Undang-Undang ini.5

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau

kelompok orang termaksud aparat Negara baik di sengaja ataupun tidak di

sengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,

membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok

orang yang di jamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau di

khawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,

berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku ( UU Nomor. 26 Tahun 2000

tentang pengadilan Hak Asasi Manusia ).6

Pada dasarnya pelanggaran Hak Asasi Manusia merupakan pelanggaran

terhadap berbagai instrument nasional seperti Konversi Internasional Hak Sipil

dan Politik, Konvensi Anti penyiksaan dan penghukuman atau perlakuan yang

kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia dan deklarasi

mengenai perlindungan kepada semua orang terhadap penghilangan paksa.7

Pelanggaran Hak Asasi Manusia merupakan pelanggaran yang telah di

atur dalam Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia baik itu aparatur

Negara yang melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia atau kelompok

sehingga memberikan situasi yang tidak tenang.

5Republik Indonesi, UU Hak Asasi Manusia (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,2010), h. 59.

6Lihat Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi: HAM dan masyarakatMadani (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 227.

7Fatwa.M.A,Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc Tanjung Priok (Jakarta: DharmapenaPublishing, 2005), h. 274.

Page 44: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

33

Penentuan kompetensi pengadilan Hak Asasi Manusia adalah sangat

penting dan perlu di rumuskan dengan cermat, guna mencegah terjadinya

tumpang tindih kewenangan antara pengadilan Hak Asasi Manusia dengan

pengadilan pidana.

Pembunuhan dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain adalah

merupakan pelanggaran terhadap hak asasi seseorang (hak untuk hidup) dan

perbuatan ini dapat di jerat melalui pasal 340 KUHP, dan di adili oleh

pengadilan pidana dan bukan oleh pengadilan Hak Asasi Manusia.

Menurut ketentuan pasal 4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

pengadilan Hak Asasi Manusia bertugas dan berwenang memeriksa dan

memutuskan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Dari

ketentuan pasal ini jelas bagi kita bahwa tidak semua pelanggaran Hak Asasi

Manusia dapat diadili oleh pengadilan Hak Asasi Manusia, seperti contoh

kasus pembunuhan di atas, tetapi terbatas pada “ pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat”. Di maskud dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

berat menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 adalah

sebagaimana di jelaskan dalam pasal 7 yang berbunyi sebagai berikut.

“ Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat meliputi :

a. Kejahatan Genosida.

b.Kejahatan Terhadap Kemanusiaan.

Yang dimaskud dengan kejahatan genosida adalah setiap perbuatan

yang di lakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memutuskan

Page 45: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

34

seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama

dengan cara8 :

1. Membunuh anggota kelompok

2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap

anggota-anggota kelompok.

3. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan

pemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya.

4. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran

di dalam kelompok.

5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke

kelompok lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan

adalah salah satu perbuatan yang di lakukan sebagai bagian dari serangan yang

meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut di tujukan

secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa hal-hal berikut :

1. Pembunuhan, dengan rumusan delik sebagaimana di dalam Pasal 340

kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).9

2. Pemusnahan, meliputi perbuatan yang menimbulkan penderitaan

yang dilakukan dengan sengaja, antara lain berupa perbuatan menghambat

8Ibid,h. 609Lihat Soesilo.R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya lengkap pasal demi pasal,Bogor: Politeia, 1995), h. 241.

Page 46: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

35

pemasokan barang makanan dan obat-obatan yang dapat menimbulkan

pemusnahan pada sebagian penduduk.10

3. Perbudakan, dalam ketentuan ini termasuk perdagangan manusia,

khususnya perdagangan wanita dan anak-anak.11

4. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, yaitu

pemindaan orang-orang secara paksa dengan cara pengusiran atau tindakan

pemaksaan yang lain dari daerah dimana mereka bertempat tinggal secara sah,

tanpa di dasari alasan yang diijinkan oleh hukum Internasional.12

5. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain

secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum

internasional.

6. Penyiksaan yaitu segaja melawan hukum,menimbulkan kesakitan

atau penderitaan yang berat baik fisik maupun mental, terhadap seorang

tahanan atau seorang yang berada dibawah pengawasan.13

7. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,pemaksaan

kehamilan, pemandulan atau sentralisasi secara paksa atau bentuk-bentuk

kekerasan seksual lain yang setara.

8. Penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan

yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,

jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal

yang di larang menurut hukum internasional.

10Republik Indonesi, UU Hak Asasi Manusia (Jakarta selatan: Indonesia Legal CenterPublishing, 2010), h. 85.

11Ibid.12 Ibid,. h. 86.13 Ibid.

Page 47: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

36

9. Penghilangan orang secara paksa, yaitu penagkapan,penahanan,atau

penculikan seseorang oleh atau dengan kuasa,dukungan atau persetujaun dari

Negara atau kebijakan organisasi, diikuti oleh penolakan untuk mengakui

perampasan kemerdekaan tersebut, dengan maksud untuk melepaskan dari

perlindungan hukum dalam waktu jangka panjang.14

10. Kejahatan apartheid adalah perbuatan tidak manusiawi dengan sifat

yang sama dengan sifat-sifat yang disebutkan dalam pasal 8 yang dilakukan

dalam konteks suatu rezmi kelembagaan berupa penindasan dan dominasi oleh

suatu kelompok rasial atas suatu kelompok atau kelompok-kelompok ras lain

dan dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan rezim itu.15

Pola-pola kejahatan terhadap kemanusian (crimes against

humanity)16adalah salah satu bentuk pelanggaran berat Hak Asasi Manusia

(gross violition of human rights) yang menjadi tanggung jawab Negara. Akan

tetapi, demi keadilan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat tersebut harus

di pertanggung jawabkan secara perorangan.17

Kedua pasal tersebut di atas yang mengatur tentang kejahatan genosida

dan kejehatan terhadap kemanusiaan, diadopsi dari pasal 6 dan Pasal 7 Rome

Statue Of Internasional Criminal Court.

Pengadilan Hak Asasi Manusia menurut ketentuan Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2000, di samping berwenang memeriksa dan memutus

perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi di territorial

14Ibid.15Ibid.16 Statuta Roma Mengenai Pengadilan Kriminal Internasional, 1998 Pasal 5.17A.M.Fatwah., op.cit., h. 274.

Page 48: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

37

wilayah Negara Republik Indonesia ( Asas Teritorialitet ), juga berwenang

memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di

lakukan oleh warga Negara Indonesia di luar Teritorial wilayah Negara

Republik Indonesia ( Asas Nasionalitet), tujuan di muatnya ketentuan ini

adalah untuk melindungi warga Negara Indonesia yang melakukan pelanggaran

Hak Asasi Manusia yang berat di luar negeri, karena dengan ketentuan ini

mereka dapat diadili dan dihukum berdasarkan hukum yang berlaku di

Indonesia.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 6

memberikan pengecualian berkenaan weweng Pengadilan Hak Asasi Manusia

sebagai berikut.

“pengadilan Hak Asasi Manusia tidak berwenang memeriksa dan

memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang dilakukan

oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat

kejahatan di lakukan.”

Hak ini berarti bahwa seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan

belas) tahun yang melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, tetap

di periksa dan diputus oleh pengadilan Negeri sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bukan oleh Pengadilan Hak

Asasi Manusia.

Dalam penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 di

nyatakan bahwa dalam kewenangan memeriksa dan memutus yang dimiliki

pengadilan Hak Asasi Manusia, termaksud menyelesaikan perkara yang

Page 49: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

38

menyangkut kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Dari apa yang telah di kemukakan di atas bahwa pengadilan Hak Asasi

Manusia hanya berwenang memeriksa memutus perkara pelanggaran Hak

Asasi Manusia yang berat. Seperti telah di kemukakan sebelumnya,

pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat itu meliputi : kejahatan genosida

dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Page 50: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

39

BAB III

HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Secara etimologi, hak merupakan unsur normatif yang berfungsi

sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta jaminan

adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.

Sedangkan asasi berarti yang bersifat paling mendasar atau fundamental. Istilah

hak asasi mansuia sediri berasal dari istilah droits I’home (Prancis), menslijke

recten (Belanda), fitrah (Arab) dan human right (Inggris). istilah human right

semula berasal dari ‘right of human’ yang menggantikan istilah ‘natural right’

yang selanjutnya oleh Eleanor Roosevelt diubah dengan istilah ‘human right’

yang memiliki konotasi lebih nertral dan universal.1

Dengan demikian hak asasi berarti hak yang paling mendasar yang di

miliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga tak satu pun mahluk dapat

menginvestasinya apalagi mencabutnya dan merupakan anugerah yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintahan

dan setiap orang demi terciptanya kehormatan dan harkat martabat manusia.

Misalnya hak hidup yang mana tak satu pun manusia ini memiliki kewenagan

untuk mencabut kehidupan manusia yang lain.

Menurut Undang-undang RI. No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, dijelaskan bahwa:

1Tutik Triwulan Titik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca AmandemenUUD 1945 (Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher, 2008), h. 325.

Page 51: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatdan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa danmerupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dandilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demikehormatan serta perlindungan harkat dan marabat manusia.2

Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan

langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat

kodrati.3

Menurut Jan Materson dari komisi Hak Asasi Manusia PBB, pengertian

Hak Asasi Manusia adalah:

Human rights could be generally defined as those rights which areinheret in our nature and without which we cannot live as human being.(Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada manusia, yangtanpa dengannya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia).4

Menurut Baharuddin Lopa, pengertian Hak Asasi Manusia yang seperti

beliau kutip dari pengertian yang diberikan Jan Materson, tetapi ditambahkan

bahwa pada kalimat “mustahil dapat hidup sebagai manusia” hendaknya

diartikan “mustahil dapat hidup sebagai manusia yang bertanggung jawab”.

Alasan penambahan istilah bertanggung jawab yaitu disamping manusia

memiliki hak, manusia juga memiliki tanggung jawab dari segala yang telah

dilakukannya.5

2Republik Indonesi, UU RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Jakarta:Sinar Grafika, 2011), h. 3.

3Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi: HAM dan masyarakatMadani (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.119.

4Baharuddin Lopa, Al-Quran dan Hak asasi Manusia (Yogyakarta: PT, Dana Bhaktiprima Yasa, 1996), h. 1.

5Ibid.

Page 52: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

41

: أال كلكم راع. ل أ نھ قا ى ا هللا علیھ و سلم : ل ص ي سب عن ا بن عمر,عن ا لنو كلكم مسؤول عن ر عیتھ. فا آل میر ا لذ ي على الناس راع, وھو مسؤو ل عن ر عیتھ. والر جل راع على أھل بیتھ, وھو مسؤول عنھم. والمرأة

بیت بعلھا وولده, وھي مسؤولة عنھم. والعبدراع على مال سیده, راعیة على (رواه مسلم)6 وھومسؤول عنھ. آال فكلكم راع. وكلكم مسؤول عن ر عیتھ.Artinya :

Dari Ibn Umar, Dari nabi SAW : Sesungguhnya dia bersabda, ingatlah kalianadalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban dari yangdipimpinnya. Pemerintah adalah pemimpin terhadap rakyat dan akan dimintaipertanggung jawaban dari yang dipimpinnya, laki-laki (suami) adalahpemimpin keluarga dalam rumah tangganya ia akan dimintai pertanggungjawaban dari keluarga yang dipimpinnya, perempuan (istri) adalah pemimpindalam rumah suami dan anak-anaknya dia akan dimintai pertanggung jawabandari keluarga yang dipimpinnya, budak adalah pemimpin terhadap hartatuanya dia akan dimintai pertanggung jawaban dari harta tuanya. Ingatlahkalian adalah pemimpin, kalian akan dimintai pertanggung jawaban dari apayang dipimpinnya.(Sahih Muslim)

Menurut Martin Kriele dalam prasarannya di Kongres IVR (Gottengen,

19 agustus 1991), bahwa Hak Asasi Manusia berarti hak-hak yang melekat

pada manusia berdasarkan kodratnya.7

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia sebagai

manusia, maka kita tidak boleh mengecualikan kelompok-kelompok manusia

tertentu, dan sudah melekat pada pengertian hak-hak manusia itu sendiri bahwa

hak-hak asasi manusia harus difahami dan dimengerti secara universal.

Memerangi atau menentang universalitas hak-hak asasi manusia berarti

memerangi dan menentang Hak Asasi Manusia. Dan adapun surat yang

berhubungan dengan hak individu yaitu Qs. An-Nisa : 7

6Abu Husain Muslim Ibn al-Hajjaj,Sahih Muslim, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h.187-188

7Gunawan Setiardja, Hak-hak Asasi Manusia Berdasrkan Ideologi Pancasila(Yogyakarta: Kanisus, 2001), h. 21.

Page 53: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

Terjemahan :

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dankerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalanibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yangTelah ditetapkan.

Al-Maraghi menjelaskan bahwa, Apabila bagi anak-anak yatim ada harta

benda yang yang di tinggalkan oleh kedua orang tuanya dan kerabat dekat,

maka mereka mendapatkan bagian sama besar, dalam hal itu tidak ada

perbedaan antara pria dan wanita semuanya mendapatkan bagian yang sama,

dengan tanpa memandang besar kecil jumlah harta peninggalan itu.8

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai Hak Asasi Manusia di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar atau

hak-hak pokok yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir dan merupakan

anugerah Allah swt. kepada hamba-Nya, yaitu seluruh manusia tanpa

terkecuali. Dan adapun surat yang berhubungan dengan hak hidup yaitu Qs.

Al- Israa’:31

8Ahmad Mustofa al-Maraghi ,Tafsir al-Maraghi, Juz 4 (Beirut: Dar Ikhya Alturaz al-Arabi, t.th), h. 192

Page 54: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

43

Terjemahan :

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan.kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Dalam Islam juga mengajarkan kita tentang Hak Asasi Manusia, tetapi

Hak Asasi Manusia dalam Islam berbeda dengan Hak Asasi Manusia yang

umum dikenal. Dalam Islam seluruh Hak Asasi Manusia merupakan kewajiban

Negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, Negara

bukan hanya menahan diri dari menyentuh Hak-Hak Asasi Manusia tersebut,

melainkan juga mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menjamin hak-

hak tersebut.9

Hak Asasi Manusia memiliki Prinsip-prinsip utama dan menjadikannya

sebagai bagian penting dalam kehidupan umat manusia. Ada delapan prinsip

Hak Asasi Manusia, yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip universalitas merupakan prinsip yang dimiliki dalam nilai-nilai

etika dan moral yang tersebar diseluruh wilayah di dunia dan pemerintahan

termasuk masyarakat harus mengakui dan menyokong Hak Asasi Manusia ini

menunjukan bahwa hak-hak asasi manusia itu ada dan harus dihormati oleh

9Hak Asasi Manusia Dalam Islam.http://www.angelfire.com.Di akses Pada tanggal 18juni 2012.

Page 55: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

seluruh umat manusia didunia manapun tidak tergantung wilayahnya atau

bangsa tertentu.

2. Prinsip Pemartabatan terhadap manusia (Human Dignity) dimana

prinsip ini untuk menegaskan setiap orang untuk menghormati hak orang lain,

hidup damai dalam keberagaman yang bisa menghargai satu dengan yang lain

serta membentuk atau membangun toleransi kepada sesame manusia.

3. Prinsip non-diskriminasi sebenarnya bagian internal dengan prinsip

persamaan, dimana menjelaskan bahwa tiada perlakuan yang membedakan

dalam rangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak individu.

4. Prinsip equality atau persamaan setiap orang dilahirkan merdeka dan

mempunyai martabat serta hak-hak yang sama.

5. Prinsip indivisibility merupakan hak yang tidak bisa dipisahkan baik

hak sipil dan politik tidak bisa dipisahkan dengan hak ekonomi, sosial dan

budaya.

6. Prinsip inalienability merupakan prinsip atas hak yang tidak

dipindahkan, tidak bisa dirampas atau dipertukarkan dengan hal tertentu.

7. Prinsip interpedency (saling ketergantungan) merupakan hak-hak yang

dimiliki oleh setiap orang tergantung dengan hak-hak asasi manusia dalam

ruang dan lingkungan manapun.

Page 56: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

45

8. Prinsip responsibilitas (pertanggungjawaban) merupakan hak-hak

asasi manusia yang menegaskan bahwa perlunya mengambil langkah atau

tindakan tertentu untuk menghormati,melindungi dan memenuhi hak-hak asasi

manusia.

Kedelapan prinsip-prinsip tersebut, merupakan hal yang mendasar dan

tolak ukur untuk mengkaji hak-hak asasi manusia, baik secara tekstualitas

maupun kontekstualitasnya dalam pengertian untuk mempelajari

sejarahnya,istrumen hukum dan prakteknya dilapangan.

B. Sejarah Lahirnya Hak Asasi Manusia

Pemikiran mengenai Hak Asasi Manusia secara hukum ketatanegaraan di

perkirakan muncul pada awal dari abad ke-17 dan Ke-18 Masehi. Hal ini

terjadi sebagai reaksi terhadap arogansi dan kediktatoran raja-raja dan kaum

feudal terhadap rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka

pekerjakan di zaman itu. Masyarakat manusia di zaman dimaksud terdiri dari

dua lapisan besar, yaitu lapisan atas (minoritas) sebagai yang mempunyai

sejumlah hak terhadap lapisan bawah(mayoritas) sebagai kelompok yang

diperintah; dan lapisan bawah yang mayoritas mempunyai sejumlah kewajiban-

kewajiban terhadap lapisan minoritas yang menguasainya.10 Munculnya konsep

hukum alam serta hak-hak alam. Akan tetapi, pada umumnya para pakar di

Eropa berpendapat bahwa lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris.

Magna Charta antara lain menanamkan bahwa raja yang tadinya memiliki

10Ali Zainuddin, Sosiologi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 92.

Page 57: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat

pada hukum), menjadi dibatasi kekeuasaannya dan mulai dimintai

pertanggungjawabannya dimuka hukum.11

Dengan adanya Magna Charta sudah mulai dinyatakan bahwa raja

terikat kepada hukum dan bertanggung jawab kepada rakyat, yang mana

parlemen sebagai wakil rakyat. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti

oleh perkembambangan yang lebih kongkret, dengan lahirnya Bill of Right di

Inggris pada tahun 1968. Pada masa itu mulai timbul adanya persamaan

manusia di muka hukum (equality before the law) yang memperkuat dorongan

timbulnya negara hukum. Bill of Right melahirkan asas persamaan, di mana

hak persamaan ini mendukung terwujudnya hak kebebasan.

Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Rousseau yang

berisikan tentang perjanjian masyarakat (contracsocial). Montesqueieu dengan

trias politiknya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani;

John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika Serikat dengan hak-

hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanamkan.12

Perkembangan Hak Asasi Manusia selanjutnya ditandai dengan

munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham

Rousseau dan Montesquieu, yang mempertegas bahwa manusia adalah

merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah

dilahirkan akan terbelenggu.

11Baharuddin Lopa, op. cit., h.2.12Ibid.

Page 58: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

47

Kemudian pada tahun 1789, lahirlah The French Declaration, Dimana

hak-hak yang lebih dirinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain

dinyatakan tidak boleh ada penangkapan dan penahanan semena-mena,

termasuk di tangkap tanpa alasan yang sah dan di tahan tanpa surat perintah

yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of

innocence, artinya orang-orang yang di tangkap, kemudian di tahan dan

dituduh berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga

dengan freedom of expression (bebas mengeluarkan pendapat), freedom of

religion (bebas manganut keyakinan/ agama yang dikehendaki), The right of

property (perlindungan terhadap hak milik).

Jadi dalam the french declaration sudah tercakup semua hak, meliputi

hak-hak yang menjamin timbulnya demokrasi maupun negara hukum. Semua

hak-hak tersebut di atas kemudian dirumuskan dalam Deklarasi Universal Hak-

hak Asasi Manusia (The Universal declaration of Human Rights) oleh sidang

umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 desember 1948, yang merupakan

suatu peristiwa penting dan mempunyai nilai historis yang besar. Ia merupakan

peristiwa yang pertama dalam sejarah umat manusia, dimana seluruh bangsa

dari berbagai penjuru dunia membuat sebuah deklarasi tentang hak-hak asasi

manusia dan kebebasan fundamental manusia. Deklarasi itu sendiri sebenarnya

hanya merupakan sebuah kesepakatan yang mengikat dalam wujud hukum

Page 59: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

internasional. Namun demikian, deklarasi tersebut merupakan suatu pertanda

langkah maju dalam gerakan perjuangan umat manusia.13

Teori hak-hak asasi manusia dikumandangkan oleh sejumlah negara dan

bangsa sepanjang sejarahnya, bahkan lembaga tertinggi dunia Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) telah melahirkan The Universal Declaration 0f Human

Rights sebagai piagam hak asasi manusia yang paling universal pengaruhnya.

Tujuannya jelas, yaitu untuk melindungi dan memelihara martabat serta

eksistensi manusia dari ancaman pihak lain.

Berhubung perlunya masyarakat umum mengetahui hak-hak dan

kebebasan, penting dan terbesar agar benar-benar menjalankan perjanjian ini,

maka sidang umum perserikatan bangsa-bangsa mengumandangkan, The

Universal declaration of Human rights ini, dimana pada Proklamasi

Kemerdekaan Amerika yang dikumandangkan pada tanggal 6 juli 1976

dinyatakan bahwa setiap orang dilahirkan dalam kedudukan sama, bahwa

manusia punya hak-hak asasi, persamaan, kemerdekaan, kehidupan dan

kebahagiaan.

C. Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia

Bagir Manan membagi Hak Asasi Manusia pada beberapa kategori

yaitu : hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak sosial budaya. Hak sipil

terdiri dari hak diperlakukan sama dimuka hukum, hak bebas dari kekerasan,

hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan

13Harun Nasution dan Bahtiar effendy, Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia –Pustaka Fidaus, 1987), h. 75.

Page 60: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

49

kehidupan. Hak politik terdiri dari hak kebebasan berserikat dan berkumpul,

hak kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan

hak menyampaikan pendapat di muka umum. Hak ekonomi terdiri dari hak

jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak

pembangunan berkelanjutan. Hak sosial budaya terdiri dari hak memperoleh

pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak memperoleh

perumahan dan pemukiman.14

Sementara Baharuddin Lopa, membagi Hak Asasi Manusia dalam

beberapa jenis yaitu hak persamaan dan kebebasan, hak hidup, hak

memperoleh perlindungan, hak penghormatan pribadi, hak menikah, hak

berkeluarga, hak wanita sederajat dengan pria, hak anak dari orang tua, hak

memperoleh pendidikan, hak kebebasan memilih agama, hak kebebasan

bertindak dan mencari suaka, hak untuk bekerja, hak memperoleh kesempatan

yang sama, hak milik pribadi, hak menikmati hasil/produk ilmu, dan hak

tahanan dan narapidana.15

Dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal

Declaration of Human Rights) atau yang dikenal dengan istilah DUHAM,

Hak Asasi Manusia terbagi kedalam beberapa jenis, yaitu hak personal (hak

jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan perlindungan hukum),

hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk

menunjang kehidupan) serta hak ekonomi, sosial dan budaya.

14Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi: HAM dan masyarakatMadani (Cet. III; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.121.

15Ibid.

Page 61: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

Menurut pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil, dan

politik meliputi : 16

1. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;

2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;

3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam,

tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;

4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;

5. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif;

6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang

sewenang-wenang;

7. Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;

8. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;

9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap

kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat;

10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;

11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu;

12. Hak bergerak;

13. Hak memperoleh suaka;

14. Hak atas satu kebangsaan;

15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;

16. Hak untuk mempunyai hak milik;

17. Hak bebas berpikir, berkesadaran dan beragama;

16Ibid. h. 122.

Page 62: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

51

18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;

19. Hak untuk berhimpun dan bersetikat; dan

20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses

yang sama terhadap pelayanan masyarakat.

Adapun hak ekonomi, sosial dan budaya meliputi:

1. Hak atas jaminan sosial;

2. Hak untuk bekerja;

3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;

4. Hak untuk bergabung kedalam serikat-serikat buruh ;

5. Hak atas istirahat dan waktu senggang;

6. Hak atas standar hidupyang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;

7. Hak atas pendidikan;

8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari

masyarakat.

Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I - IV UUD 1945)

memuat Hak Asasi Manusia yang terdiri dari hak:

1. Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;

2. Hak kedudukan yang sama di dalam hukum;

3. Hak kebebasan berkumpul;

4. Hak kebebasan beragama;

5. Hak penghidupan yang layak;

6. Hak kebebasan berserikat;

Page 63: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

7. Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan.17

Dari beberapa bentuk-bentuk Hak Asasi Manusia di atas, secara

umum semua konsep Hak Asasi Manusia sangat mengedepankan hak untuk

hidup, kebebasan dan perlindungan. Tidak ada satupun konsep Hak Asasi

Manusia yang tidak mengedepankan hak untuk hidup, karena hak untuk

hidup merupakan hak manusia sejak lahir.

D. Kewajiban Asasi Manusia (KAM) dalam Islam

Pada tahun 1997, Interaction Council, sebagai organisasi

Internasional, mencanangkan suatu naskah, Universal Declaration of Human

Responsibilities sebagai pelengkap bagi Universal Declaration of Human

Rights PBB. Dianggap bahwa sudah waktunya hak asasi harus di imbangi

dengan tanggung jawab atau kewajiban. Deklarasi Tanggung Jawab Manusia

yang di umumkan pada tanggal 1 september 1997 tidak hanya bermaksud

untuk mencari keseimbangan antara hak dan kewajiban, tetapi juga untuk

mendamaikan berbagai ideologi, serta pandangan politik yang di masa

lampau di anggap antagonistik (seperti pemikiran barat versus non-barat).

Prinsip dasar adalah tercapainya kebebasan sebanyak mungkin, tetapi pada

saat yang sama berkembangnya rasa tanggung jawab penuh yang akan

memungkinkan kebebasan itu semakin bertumbuh, “kebebasan tanpa

menerima tanggung jawab dapat memusnahkan kebebasan itu sendiri.”18

17Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi: HAM dan masyarakatMadani (Cet. I; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2000), h. 216.

18Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2008), h. 230.

Page 64: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

53

Bukan hanya di dunia barat yang mengenal adanya Kewajiban Asasi

Manusia, tetapi dalam hukum Islam juga dikenal Hak Asasi Manusia dan

Kewajiban Asasi Manusia. Seringkali orang memahami bahwa Hak Asasi

Manusia sepenuhnya hanya terkait dengan hak-hak semata. Padahal dalam

Hak Asasi Manusia itu sepenuhnya terdapat sepenuhnya kewajiban-

Kewajiban Asasi Manusia (KAM).19 Karena itu, Hak Asasi Manusia harus

diinterpretasikan secara kontekstual, sehingga Hak-Hak Asasi Manusia

mempunyai arti, tidak saja sebagaimana yang selama ini dikenal sekedar

bebas beragama, bebas berekspresi, tetapi juga syarat dan kewajiban-

kewajiban asasi. Dengan demikian variabel penting yang terkandung dalam

hak-hak asasi manusia adalah hak dan kewajiban.

Kata “kewajiban” yang digunakan dalam bahasa sehari-hari, dan juga

bahasa hukum berasal dari bahasa Arab “wajib”. Secara etimologi, wajib

berarti tetap, mesti atau harus. Secara terminologi, kata wajib lazim

didefinisikan dengan sesuatu yang mutlak harus dikerjakan dan sekaligus

dilarang (haram) ditinggalkan/diabaikan. Kata wajib sering pula diartikan

dengan sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberikan pahala dan apabila

ditinggalkan akan di balas dengan siksaan.20

Berdasarkan penjelasan di atas maka Kewajiban Asasi Manusia dapat

didefinisikan dengan “keharusan atau kewajiban/ tanggung jawab tertentu

yang bersifat mendasar yang dibebankan Allah kepada setiap manusia

19Muhammad Amin Suma, HAM dan KAM dalam perspektif hukum Islam, dalam TimPakar Hukum Depkeh-HAM, Gagasan dan Pemikiran tentang Pembaharuan Hukum Nasional(Cet. II; Jakarta: Delta Citra Grafindo, 2002), h. 158.

20Ibid.

Page 65: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

mukallaf untuk melaksanakannya dengan atau tanpa melalui perantaraan

orang/ pihak lain.21

Al-Qur’an mengajarkan pentingnya menunaikan kewajiban sebagai

hal pokok dibanding menuntut hak. Dalam hal kebendaan misalnya, yang

ditegaskan adalah kewajiban yang dibebankan kepada orang-orang yang

memiliki harta benda untuk untuk memberi kepada orang miskin bukannya

hak untuk memanfaatkan harta itu.22 Qs. al-Israa’: 26

Terjemahnya:

Berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orangmiskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.23

Demikian pula dalam hal kekeluargaan, yang ditekankan adalah

kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang terutama seorang ayah

atau suami kepada keluarganya. Ini dapat dilihat dalam Qs. al-Tahrim [66]: 6

21Menurut Amin Suma, definisi hak dan Kewajiban Asasi Manusia masih sangat perludisosialisasikan kepada masyarakat luas secara seimbang agar masyarakat tidak hanya mengenalhak-hak asasinya, akan tetapi dalam hal yang bersamaan, mereka juga menyadari tentangkewajiban asasinya. Selanjutnya, Lihat Muhammad Amin Suma, HAM dan KAM dalamperspektif Hukum Islam”, dalam Tim Pakar Hukum Depkeh-HAM, Gagasan dan pemikirantentang pembaharuan hukum nasional, h. 160-161.

22Lihat pula antara lain, Q.S. Muhammad [47]: 37; Q.S. al-Nahl [16]: 71.23Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: CV Penerbit

Diponegoro, 2009), h. 428.

Page 66: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

55

Terjemahnya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dariapi neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganyamalaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allahterhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalumengerjakan apa yang diperintahkan.”24

Uraian-uraian di atas menegaskan manusia harus mendahulukan

kewajiban dari pada hak. Hak akan hilang apabila kewajiban tidak terpenuhi,

bahkan dengan pemenuhan kewajiban, hak akan timbul denagn sendirinya.

Ungkapan ini memang beralasan, karena masyarakat kita selama ini lebih

menuntut hak asasinya dan cenderung mengabaikan Kewajiban Asasi

Manusia (KAM). Padahal, Hak Asasi Manusia dapat terwujud bila disaat

yang bersamaan Kewajiban Asasi Manusia (KAM) juga dilaksanakan.25

berbeda halnya dengan pemikiran-pemikiran Barat yang berkembang

selama ini sangat mementingkan semangat individu. Akibatnya pola pikir

manusia lebih terfokus kepada pemenuhan hak-hak asasi dibanding

kewajiban-kewajiban asasi. Para ahli pikir barat, tampaknya sangat

dipengaruhi oleh paham individualisme sehingga hak-hak manusia lebih

dikedepankan dari kewajiban-kewajiban manusia.

Dengan demikian, perbedaan pokok antara pemikiran barat dan al-

Qur'an tentang hak dan kewajiban sangat jelas. Pemikiran barat lebih

24Ibid, h. 560.25Op.cit,. h. 161.

Page 67: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

menonjolkan hak dari pada kewajiban, sebagai dampak dari paham

individualisme dan materialisme yang berlebihan. Sedang al-Qur’an

cenderung menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Artinya, hak-hak

manusia merupakan imbangan dari kewajiban-kewajiban yang telah

ditunaikannya, Hak dan kewajiban harus dijalankan beriringan.26

Kewajiban yang diperintahkan kepada umat manusia di bawah

petunjuk Ilahi dapat dibagi kepada dua kategori, yaitu huqquq Allah dan

huquq al-ibad atau huquq al-nas. Huquq Allah (hak-hak Allah) adalah

kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam

berbagai ritual ibadah. Sedangkan huquq al-ibad (hak-hak manusia)

merupakan kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-

makhluk Allah lainnya.27Yang berhubungan di dalam Qs. An-Nisa 36 :

26Achmad Abubakar, Diskursus HAM Dalam Al-Qur’an (Telaah Konseptual Ayat-ayatAl-Qur’an atas Problematika Kemanusiaan Universal), (Jakarta: Pustaka Mapan, 2007), h. 43.

27Syaukat Hussein, Human Rights in Islam, dalam dalam Achmad AbuBakar, DiskursusHAM dalam Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Mapan, 2007), h. 43.

Page 68: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

57

Terjemahan :

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengansesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat,anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yangjauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. SesungguhnyaAllah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan hak-hak

muslim atas sesamanya dalam sabdanya :

والیوم اآلخر فال أن رسول هللا صلي هللا علیھ وسلم قال من كان یؤمن با والیوم اآلخر فالیكرم ضیفھ, ومن كان یؤمن یؤذي جار ه, ومن كان یؤمن با

والیوم اآلخر فالیقل خیرا أو لیسكت (متفق علیھ)28 با

Artinya :“Sesungguhnya rasulullah saw bersabda: barang siapa yang beriman kepadaAllah dan hari akhir (kiamat) hendaklah dia tidak menyakiti tetangganya, danbarang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah diamenghormati tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hariakhir hendaklah ia berkata baik atau diam”. (Muttafakun Alaih)

Allah adalah maha pencipta, karena itu, hak-hak ini juga ciptaan

Allah. Hak-hak Allah bersesuaian dengan hak-hak makhluk-Nya. Dengan

kata lain, kedua hak ini (hak Allah dan hak makhluk-Nya) tetap dari Allah.29

Manusia bertanggung jawab atas kedua kategori hak ini di hadapan-Nya. Jadi,

jelaslah sekarang bahwa dalam al-Qur’an tanggung jawab apapun yang

dipegang manusia terhadap sesamanya telah ditetapkan Allah sebagai hak.

Sebuah hadis yang berkaitan dengan huquq Allah sebagai berikut:

28Abu Husain Muslim Ibn al-Hajjaj,Sahih Muslim, Juz I (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h. 4529Abdul Rahaem, “Principles of Muhammadan Jurisprudence”, dalam Achmad

AbuBakar, Diskursus HAM dalam Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Mapan, 2007), h. 43.

Page 69: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

ص علیھ و سلم یا معا ذ أ تد عن معا ذ بن جبل قا ل قا ل ر سو ل ا لى ا

ق ر ي ما ح هللا ورسولھ أعلم قال أن یعبد هللا وال یشرك على العبا د قال ا

بھ شي ء قا ل أ تد ري ما حقھم علیھ إذا فعلواذلك فقا ل هللا ورسو لھ أعلم یعذ بھم 30 قال أن ال

Artinya:“...dari Mu’az bin Jabal r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda : “wahai Mu’aztahukah kamu apa hak Allah terhadap hamba-hambanya”? Mu’az menjawab:Allah dan Rasulnya lebih tahu tentang itu. Nabi lalu bersabda: “sesungguhnyahak Allah terhadap hamba-hamba-Nya adalah menyembah Allah dan tidakmenyekutukan-Nya dengan apapun”. Nabi bertanya (lagi): “tahukah kamuapakah hak hamba-hamba (Allah) kepada-Nya jika mereka telah melakukanyang demikian itu”? Mu’az menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. LaluNabi bersabda: “Dia (Allah) tidak akan menyiksa mereka”. (H.R. Muslim).

Hadis di atas menjelaskan bahwa manusia yang telah memenuhi hak

Allah dengan mengabdikan diri sepenuhnya tanpa sikap mendua dalam

pengabdiannya itu (diberi gelar “hamba” saja) memperoleh hak dari Allah

berupa pernyataan jaminan bebas azab. Perwujudan hak bebas azab ini adalah

hidup aman tanpa rasa takut dan sedih serta hidup sejahtera tanpa rasa derita

dan nista.

Implikasi lain hadis ini adalah komitmen tauhid, dimana hak Allah

harus diimani, tidak untuk dipersekutukan. Hak ini dapat ditunaikan dengan

iman dan tauhid kepada Allah. Dari hadis ini dapat diperoleh gambaran

bahwa persoalan hak dan kewajiban mendapat tempat yang sangat penting

dalam batang tubuh ajaran Islam. Baik Allah maupun manusia, masing-

masing memiliki hak, hanya saja hak Allah digambarkan sebagai kewajiban

30Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, (w. 261H), ShahihMuslim, (Jilid. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th), h.59.

Page 70: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

59

manusia, sebaliknya hak manusia bukan kewajiban Allah, tetapi kewajiban

bagi manusia lainnya untuk ditunaikan.

Terdapat pula riwayat lain yang ditakhrijkan oleh Imam Tirmidzi

sebagai berikut:

ا المفلس فینا یارسول هللا من الد رھم لھ وال متا ع قا أ تدرون ما المفلس قا لو

تي من یأ ت هللا صلى هللا علیھ وسلم رسو ل ل ي یوم القیامة المفلس من أم

تي قد شتم ھذا وقذف ھذاوأكل مال ھذا وزكا تھ ویأ بصال تھ وصیا مھ

تھ وھذا من حسناوسفك دم ھذا وضرب ھذا فیقعد فیقتص ھذا امن حسنا تھ

فطرح تص ما علیھ من الخطایا أخذ من خطایا ھم حسناتھ قبل أن یق فإن فنیت

علیھ ثم طرح في النار قال أبو عیسى ھذا حدیث حسن صحیح 31

Artinya:

“Dari Abu Hurairah bahwasanya rasulullah saw. bersabda: “Tahukah kalianorang yang melarat (bangkrut) itu?”. Para sahabat menjawab, “yang diantarakami adalah orang yang kehabisan harta dan barang-barang.”kemudian NabiMuhammad saw. menjelaskan, “Di dalam waktu umatku, orang yangbangkrut itu ialah yang akan menghadap Allah dengan pahala amal-amalsaleh seperti salat, zakat, dan puasa pada hari akherat kelak, namun kemudiania bertindak kejam terhadap seseorang dan menyalahi seseorang, merampasharta milik orang, menumpahkan darah seseorang dan menyiksa seseorang.Lalu pahala amal-amal saleh itu akan di bagi-bagi di antara korban-korbantindakannya dan ia akan dibebani dengan dosa-dosa mereka dan kemudian iaakan dilemparkan ke dalam neraka.”(HR.Al-Tirmidzi).

Kedua hadis di atas memiliki substansi makna yang sama, meskipun

memiliki lafal matan yang berbeda. Madlul kedua hadis ini mengandung dua

31Muhammad ibn Isa Abu Isa al-Tirmidzi (w.279H), Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: DarIhya’ al-Turats al-‘Arabi, t.t), jilid 4, nomor hadis, 2418, h. 613; juga di-takhrij oleh Muhammadibn Hibban Ahmad Abu Hatim al-Tamimi, (w.354H),Shahih Ibn Hibban, (Jilid. x; Cet. II; Beirut:Mu’assasah al-Risalah,1993M-1414H), h. 259.

Page 71: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

hak secara bersamaan sebagaimana telah diuraikan sebalumnya, yakni haquq

Allah dan haquq al-ibad.32

Ketika hadis ini mengungkap tentang ibadah salat, puasa dan zakat

berarti masuk dalam cakupan haquq Allah yang juga berarti kewajiban bagi

manusia untuk menunaikannya. Sebaliknya, matn hadis yang berhubungan

dengan perbuatan menyalahi seseorang, merampas harta milik orang,

menumpahkan darah dengan cara melukai dan menyiksa seseorang,

kesemuanya terkait dengan haquq al-nas.33

Hadis di atas menyoroti aspek penting dan validitas Hak Asasi

Manusia dalam Islam. Juga membuktikan betapa pentingnya memperlakukan

manusia semulia-mulianya. Karena bila tidak, maka dianggap sebagai

perbuatan zalim dan termaksud orang muflis.

Di samping itu keserasian kesucian Hak Asasi Manusia dalam Islam

jauh lebih besar dari sekedar ibadah-ibadah ritual. Mungkin seseorang yang

tidak memenuhi kewajibannya terhadap Allah dapat memperoleh ampunan

Allah, namun tidak demikian halnya dengan orang yang tidak memenuhi

kewajiban terhadap manusia.

32Achmad Abubakar, op. cit., h. 46.33Ibid.

Page 72: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

61

BAB IV

EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

A. Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Upaya dalam mewujudkan keadilan dalam penegakan Hak Asasi

Manusia merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya

ini sering sekali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam

kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.

Dalam hal penegakan Hak Asasi Manusia, yang mendesak saat ini

untuk segera diakomodasikan adalah bagaimana menangani tuntutan

pelanggaran Hak Asasi Manusia dimasa lalu dan memberikan rambu-rambu

agar tidak terulang dimasa yang akan datang. Konsep tersebut dikenal dengan

transitional justice yang berkaitan dengan tantangan yang dihadapi Negara

transisional dalam upaya keluar dari pemerintahan otoriter kepemerintahan

yang lebih demokratis.

Pengaturan tentang perlindungan Hak Asasi Manusia terdapat dalam

UUD RI 1945 Pasal 28 huruf a sampai dengan huruf j dan Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang kemudian

diikuti oleh asas hukum internasional seperti deklarasi Universal tentang Hak

Asasi Manusia (Duham) dan konvensi-konvensi internasional yang telah di

ratifikasi dalam bentuk Undang-Undang, seperti Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi menentang Penyiksaan dan

Page 73: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

62

perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau

merendahkan martabat manusia dan lain-lain.

Penegasan mengenai Hak Asasi Manusia dalam setiap bentuk peraturan

perundang-undangan Indonesia seperti tersebut di atas, merupakan manifestasi

dari politik hukum pemerintahan dalam melaksanakan nilai-nilai esensial yang

terkandung dalam Hak Asasi Manusia. Pergeseran paradigma dari sistem

pemerintahan otoriter kepada sistem pemerintahan yang cenderung demokratis,

saat ini dapat terlihat dengan jelas dari karakteristik produk hukum yang yang

dihasilkannya.

Penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah

memperhatikan dua prinsip keadilan , seperti dikemukakan oleh penganut teori

keadilan. Pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan

dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua,

mampu mengatur kembali kesenjangan yang terjadi, sehingga dapat memberi

keuntungan yang bersifat timbal balik bagi setiap orang, baik mereka yang

berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung.

Dengan demikian prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur dasar

masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal

utama kesejahteraan. Otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang

yang paling kurang beruntung.

Hal ini berarti, keadilan harus diperjuangkan untuk dua hal: pertama,

melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami

kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi dan

Page 74: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

63

politik yang memberdayakan. Pengadilan Hak Asasi Manusia termaksud salah

satu institusi dimaksud. Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai

pemandu dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi

ketidakadilan yang dialami kaum lemah.

Kehendak pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

membentuk pengadilan Hak Asasi Manusia memang merupakan suatu

pemberlakuan yang imperatif sifatnya. Secara kuantitas, pelanggaran Hak

Asasi Manusia di Indonesia tidak dikategorikan sebagai salah satu Negara

dengan penuh prioritasnya sebagai groos violations of human right, namun

demikian sejak adanya peristiwa penculikan para aktivis pro demokrasi sekitar

tahun 1997 sampai dengan peristiwa era peralihan wilayah atau pasca jajak

pendapat di wilayah Timor-Timur, persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia

di Indonesia menjadi sangat primaritas yang memerlukan suatu ekspektasi yang

dianggap serius dan urgen penyelesaiaanya.

Sebelum mencapai pada tahap financial menjadi Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, pembahasan

(rancangan)Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia telah mencapai

pembahasan yang kesepuluh kali dengan segala perubahan,baik pengurangan,

penambahan ataupun beberapa catatan revisi yang dianggap sebagai suatu

pembahasan yang signifikan. Keseluruhannya diharapkan dapat

mengakomodasi segala opini, kritik maupun saran dari berbagai unsur

masyarkat.

Page 75: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

64

Dalam hak penegakan Hak Asasi Manusia dewasa ini, yang mendesak

saat ini untuk di akomodasikan adalah bagaimana menagani tuntutan

pelanggaran Hak Asasi Manusia di masa lalu dan memberikan rambu-rambu

agar tidak terulang di masa yang akan datang. Konsep tersebut dikenal dengan

agenda transitional justice yang berkaitan dengan tantangan yang di hadapi

Negara transitional dalam upaya keluar dari pemerintahan otoriter

kepemerintahan yang lebih demokratis.

Adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Hak Asasi

Manusia merupakan perwujudan tanggung jawab Negara Republik Indonesia

yang merupakan salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain itu,

juga untuk memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat dalam rangka

mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah melalui institusi

pengadilan Hak Asasi Manusia. Sekalipun lahirnya Undang-Undang

Pengadilan Hak Asasi Manusia ini merupakan desakan politik dan desakan

kewajiban internasional, namun kehadiran Undang-Undang ini harus diambil

hikmahnya sebagai bentuk perwujudan dari perlindungan terhadap Hak Asasi

Manusia yang merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri

manusia sehingga tujuan dari terbentunya Undang-Undang ini untuk ikut

memelihara perdamaian dunia, menjamin pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan

memberikan perlindungan, kepastian,keadilan dan perasaan perorangan

maupun masyarakat1 dan untuk menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat karena extra ordinary crimes yang berdampak luas, pada

1Gultom Binsar, Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Keadaan Darurat diIndonesia”Mengapa Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc Indonesia Kurang Efektif?” (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama , 2010), h.273.

Page 76: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

65

tingkat internasional maupun nasional terkhususnya diIndonesia sebab perkara

yang diadili dalam pengadilan Hak Asasi Manusia bukan merupakan tindak

pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tapi berada di

dalam peradilan umum sehingga ketentuan-ketentuan yang berlaku secara tidak

langsung bersinggungan dengan proses penetapan hukumnya.

Semangat pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia pada prinsipnya

adalah kehendak seluruh bangsa dan masyarakat baik nasional maupun

internasional. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia menjadi penting

karena, untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia baik itu

bersifat ringan maupun berat. Oleh karena itu masyrakat menyambut Undang-

Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia ketika di

bentuk dan disambut baik oleh masyrakat dimana sebagai lembaga yang dapat

mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia diindonesia.

B. Pemberlakuan Asas Retroaktif Dalam Pengadilan Hak Asasi Manusia

Ketentuan yang sangat erat hubungannya dengan adanya pengadilan

Hak Asasi Manusia ad hoc adalah ketentutan mengenai berlakunya Asas

Retroaktif atau asas berlaku surut. Bentuk pengadilan Hak Asasi Manusia

ad hoc yang dalam Pasal 43 UU No. 26 Tahun 2000 yang berlaku untuk

locus dan tempus delicti tertentu mengacu pada bentuk pengadilan

internasional ad hoc, yang antara lain memungkinkan berlakunya prinsip

retroaktivitas. Prinsip retroaktif ini menjadi ketentuan yang paling banyak

diperdebatkan karena dianggap bertentangan dengan asas legalitas dalam

hukum pidana.

Page 77: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

66

a. Dasar pengaturan

Asas berlaku surut ini menjadi sebuah asas yang paling

kontroversial dalam aturan mengenai pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc

ini. Pasal 43 ayat 1 yang menyatakan bahwa pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-

Undang ini diperiksa dan diputus oleh pengadilan Hak Asasi Manusia ad

hoc. Dalam pengaturan mengenai kasus-kasus masa lalu sebelum

diundangkannya Undang-Undang ini tidak memberikan batasan secara

limitatif sampai tahun berapa kasus-kasus masa lalu dapat diperiksa.

Seperti diketahui bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan dan

kejahatan genosida sebelumnya memang belum dijadikan delik tersendiri

dalam hukum pidana kita. Dalam kitab Undang-Undang hukum pidana

(KUHP) yang ada adalah kejahatan yang berupa pembunuhan (murder),

perampasan kemerdekaan (imprisonment), penyiksaan/penganiayaan

(torture),dan perkosaan (rape) yang sifatnya biasa. Bentuk-bentuk kejahatan

diatas menjadi elemen spesifik untuk adanya kejahatan terhadap

kemanusiaan yang membutuhkan elemen umum yang dalam UU No. 26

Tahun 2000 ini unsur-unsurnya adalah adanya unsur sistematik atau meluas

dan adanya kebijakan. Delik kejahatan terhadap kemanusiaan dengan

rumusan yang seperti inilah yang dianggap sebagai delik baru dalam

hukum pidana sehingga kalau delik ini akan diberlakukan kepada para pelaku

kejahatan terhadap kemanusiaan sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun

2000 maka akan berlaku prinsip retroaktif.

Page 78: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

67

Kontroversi mengenai adanya prinsip retroaktif ini karena dalam

hukum pidana asas kardinal yang dipegang teguh adalah asas legalitas

dimana tidak ada penghukuman tanpa adanya pemidanaan terlebih

dahulu.2Diluar ketentuan KUHP, larangan untuk pemberlakuan pengaturan

yang berlaku surat juga terdapat dalam Pasal 28 I Undang-Undang 1945.

Dalam konvensi internasional untuk hak sipil dan politik juga dilarang

digunakannya peraturan yang bersifat surut.

Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 disinggung mengenai dasar

yuridis digunakannya prinsip retroaktif ini. Landasan yang digunakan adalah

Pasal 28 huruf j ayat (2) yang berbunyi bahwa dalam menjalankan hak dan

kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan

dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin

pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk

memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai

agama, keamanan, ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Dengan ungkapan lain bahwa asas retroaktif dapat diberlakukan dalam

rangka melindungi Hak Asasi Manusia itu sendiri.3

b. Argumen dapat diterapkannya asas retroaktif

Landasan legitimasi untuk dapat digunakannya asas retroaktif adalah

bahwa asas legalitas (nullum crimen sine lege) mempunyai landasan fundamen

moral yaitu hendak melindungi rakyat dari kezaliman penguasa. Salah satu

bentuk kezaliman itu adalah penguasa secara sadar tidak pernah mau

2Lihat Pasal 1 ayat 1 KUHP.3 Landasan dapat diterapkannya asas retroaktif karena sesuai dengan Pasal 28 J ayat (2)

Page 79: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

68

membuat perundang-undangan yang bisa mengadili dirinya sendiri. Dalam

konteks Indonesia, telah begitu banyak korban kejahatan yang kejahatan

terhadap kemanusiaan yang dilakukan kekuasaan selama puluhan tahun.

Tidak ada ketentuan yang melindungi martabat kemanusiaan rakyat dan

tidak ada kasus yang bisa dibawa keperadilan. Itulah sebabnya penerapan

prinsip legalitas perlu dipertanyakan landasan moralitasnya, siapa yang

perlu dilindungi, rakyat yang terus menerus menjadi korban atau penguasa

yang diduga melakukan kejahatan.

Asas nullum delictum ini tidak harus berlaku secara mutlak seperti

dikemukakan oleh penganut utilitarianisme. Dengan adanya asas ini pada

hakekatnya banyak kejahatan yang perbuatannya patut dipidana tapi tidak

dapat dipidana. Pendapat Utrech yang menyatakan bahwa asas nullum

delictum lebih berperspektif melindungi individu ketimbang melindungi

kepentingan kolektif dan juga asas legalitas dianggap terlalu dipandang

tidak sepenuhnya tepat karena pengecualian yang nampaknya didasarkan

pada Pasal 29 Piagam Hak Asasi Manusia PBB hanya berlaku untuk

“derogable rights” dimana hak untuk tidak diadili dengan peraturan yang

berlaku surut adalah “non derogable rights”. Mekanisme Domestik untuk

Mengadili Pelanggaran Hak Asasi Manusia berat melalui sistem Pengadilan

atas Dasar UU No. 26 Tahun 2000, Makalah dalam Diskusi Panel 4 Bulan

Pengadilan Hak Asasi Manusia kasus Tanjung Priok, Jakarta, 20 Januari

2004. berpihak pada kepentingan positivistik saja.4

4 Bambang Wijoyanto, Problem RUU Pengadilan Hak Asasi Manusia, Kompas, 2 Maret 2000.

Page 80: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

69

Dalam ketentuan Undang-Undang No.14 tahun 1970 Pasal 27 membuka

peluang adanya rechtsvinding dengan menyatakan bahwa hakim sebagai

penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami

nilai-nilai yang hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam masyarakat

internasional sejak 52 tahun yang lalu terdapat peradilan Nurenberg dan Tokyo

yang menggunakan prinsip retroaktif untuk mengadili kejahatan terhadap

kemanusiaan. Dengan rechtsvinding ini indonesia bisa merujuk nilai-nilai

hukum masyarakat internasional, dalam hal ini terdapat landasan untuk

menerapkan prinsip retroaktif.5

Dalam praktek peradilan internasional, pada awalnya peradilan

terhadap para pelaku kajahatan internasional (pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat) ditempuh oleh masyarakat internasional dengan

membentuk ad hoc extra judicial tribunal. Telah menjadi kesepakatan

universal bahwa Sejak berakhirnya perang dunia ke. II kejahatan-kejahatan

terhadap kemanusiaan harus diperangi dan diadili. Para pelakunya sedapat

mungkin diadili, dan jika terbukti bersalah harus dihukum, untuk

menunjukkan bahwa jenis kejahatan ini sama sekali tidak bisa ditolerir

dan harus dicegah dari kemungkinan berulang dimasa yang akan datang.

Pikiran inilah yang mendasari dan menjadi alasan dari pembentukan ad

hoc extra judicial tribunal. Peradilan ini bersifat extra legal atau extra

judicial, karena dibentuk dengan sangat terpaksa untuk mensiasati

kekosongan norma-norma internasional dan adanya pertentangan antara

5 Ibid.

Page 81: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

70

norma internasional dan norma nasional. Peradilan yang dibentuk adalah

peradilan untuk kasus Nurenberg dan Tokyo.

Dalam kasus Nurenberg Tribunal menerapkan dan mempraktekkan

sifat extra legal dengan menerapkan definisi yang sangat longgar terhadap

prinsip legalitas dan melanggarnya. Para penjahat perang yang dihadapkan

ke peradilan tersebut telah diadili dengan norma-norma yang dibuat untuk

kepentingan pengadilan itu sendiri. Dalam hal ini berarti, norma-norma itu

dibuat untuk melarang, dan kemudian mengadili dan menghukum,

terhadap perbuatan-perbuatan yang sudah terjadi, yang sebelumnya tidak

dilarang (ex post facto law). Dari sini pertama kalinya dilakukan

penyimpangan terhadap asas legalitas dengan menerapkan prinsip retroaktif.

Penyimpangan terhadap asas legalitas ini bukannnya tanpa disadari

oleh para pembentuknya tetapi adanya kesadaran bahwa pelanggaran

terhadap asas legalitas ini dipilih secara sadar karena suatu keadaan yang

tidak terelakkan, dan adanya komitmen yang sungguh untuk membatasi

akibatnya, komitmen untuk membatasi dampak dari pelanggaran asas

legalitas ini memberikan sifat ad hoc bagi peradilan tersebut. Sifat ad

hoc ini mempunyai pengertian bahwa harus berakhir ketika kasus yang

ditanganinya selesai dan tidak dapat digunakan untuk mengadili kasus-

kasus lainnya. Jadi sifat ad hoc ini berfungsi untuk limiting the damage

yang bisa diakibatkan oleh sifat extra judicial dari peradilan tersebut.

Setelah peradilan Nurenbeg, tidak ada ad hoc tribunals yang bisa

dikatakan melanggar asas legalitas. Peradilan untuk eks Yugoslavia

Page 82: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

71

melalui ICTY dan untuk Rwanda melalui ICTR dianggap tidak

melanggar asas legalitas karena semata- mata belum adanya suatu

pengadilan kejahatan internasional yang bersifat permanen sedangkan

norma-norma kejahatan tersebut sudah tersedia sejak adanya peradilan

Nurenberg dan Tokyo.

Sifat ad hoc untuk kedua peradilan baik Yugoslavia maupun rwanda

tidak mengatur ketentuan yang belum diatur dan diterapkan hukumnya (ex

post facto law) bagi pelaku kejahatan tetapi karena badan peradilan yang

permanen yang berpegang pada asas legalitas belum terbentuk.6

Pandangan yang berbeda terdapat dalam penerapan terhadap

kejahatan kemanusiaan sebagai salah satu bentuk kejahatan Hak Asasi

Manusia yang berat. Apabila diterapkan secara retroaktif dianggap tidak

melanggar standar asas legalitas dalam hukum pidana internasional, sebab

kejahatan tersebut semata-mata merupakan perluasan yurisdiksi

(jursidiction extention) dari kejahatan perang (an outgrowth of war crimes)

dan diterima sebagai hukum kebiasaan internasional (international

customary law) serta telah diputuskan oleh pengadilan internasional yang

bersifat ad hoc.

Praktek peradilan-peradilan di atas memberikan paradigma dalam

perkembangan hukum yang bergeser yakni adanya pandangan yang semula

berpegang teguh pada nullum crimen sine lege menjadi nullum crimen

sine iure (tiada kejahatan tanpa penghukuman), dan yang terakhirlah yang

6PBHI, Ad Hoc Extra Judicial National Tribunal adalah Alternatif Paling baik, ExecutivePointers, Februari 2000.

Page 83: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

72

menjadi dasar legalitas dari hukum pidana internasional. Prinsip ini

menjadikan setiap perbuatan yang merupakan bentuk kejahatan

internasional akan dihukum walaupun belum ada hukum yang

mengaturnya. Argumen lainnya yaitu bahwa nullum crimen sine lege

sebenarnya bukan batasan kedaulatan tetapi merupakan prinsip keadilan

(principle of justice) sehingga menjadi tidak adil ketika yang bersalah

tidak dalam dihukum dan dibiarkan bebas (unpunished).7Tapi semuanya

kembali kepada aturan yang sudah ada bahwa ketetapan asas legalitas sebagai

dasar hukum dalam Kitab Undang Hukum Pidana merupakan bentuk bahwa

kita harus merujuk kepada asas tersebut dan ketika asas retroaktif di gunakan

dalam kasus ini maka adanya pertentangan yang terjadi sehingga harus adanya

jalan keluar dalam merubah asas retroaktif mau pun asas legalitas sehingga

tidak adanya kepentingan yang dapat bermain di dalam kasus yang di tangani

oleh pengadilan Hak Asasi Manusia.

Keberadaan pengadilan Hak Asasi Manusia yang bertujuan untuk dapat

mencapai kehendak masyarakat dalam perlindungan Hak Asasi Manusia

dalam kenyataannya menghadapi persoalan sehubung dengan penerapan asas

retroaktif maupun prinsip daluarsa dalam sistem hukum di Indonesia. Selain

itu, di pengaruhi pula oleh adanya kehendak kuat untuk melakukan eliminasi

7Atas dasar International Customary Law, alasan dapat digunakan asas retroaktif adalah 1)atas dasar principle of justice yang artinya bahwa impunity terhadap pelaku pelanggaran Hak AsasiManusia yang berat akan dirasakan lebih tidak adil dibandingkan dengan tidak menerapkan asaslegalitas, yang juga ditujukan untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan, dan b) dalam hal initidak ada persoalan asas legalitas, sebab tidak ada perundang-undangan yang baru. Yang terjadiadalah penerapan hukum kebiasaan internasional dalam peradilan ad hoc dengan locus dan temposdelicti tertentu yang sudah dikenal dalam praktek hukum internasional (Nurenberg, Tokyo, Rwandadan Yugoslavia) dalam hal ini berlaku asas nullum delictum nulla poena sine iure. Lihat Muladi,Mekanisme Domestik untuk Mengadili Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat melalui sistemPengadilan atas Dasar UU No. 26 Tahun 2000, Makalah dalam Diskusi Panel 4 Bulan PengadilanHak Asasi Manusia Kasus Tanjung Priok, Jakarta, 20 Januari 2004

Page 84: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

73

atas ketentuan daluarsa dalam sistem hukum pidana . kedua hal tersebut, asas

retroaktif maupun prinsip daluarsa, merupakan asas yang fundamental dari

pengakuan asas kepastian hukum sebagai arah makna yang tegas dari asas

legalitas yang menjadi tumpuan primer dari sistem hukum pidana Indonesia.

Justifikasi normatif atas penerapan asas retroaktif dalam pengadilan

Hak Asasi Manusia di Indonesia berpijak pada pasal 43 ayat (1) Undang-

Undang 26 Tahun 2000. Kedudukan ketentuan ini berada di bawah Undang-

Undang Dasar RI Tahun 1945 dan TAP MPR RI No.III/MPR/2000 tentang

sumber hukum dan tata urutan peraturan Perundang-undangan.

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 ini secara tegas

melanggar asas kepastian hukum, karena berdasarkan amandemen II Undang-

Undang Dasar RI tahun 1945 pasal 28 huruf (i) menyebutkan :” Hak untuk

hidup,hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani,

hak agama, hak untuk tidak diperbudak ,hak untuk diakui sebagai pribadi

dihadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku

surut adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun”.

Kehendak eksistensi asas retroaktif nyatanya justru dapat menimbulkan

anggapan buruk pada sistem hukum di Indonesia. Semangat untuk

memberlakukan eksistensi asas retroaktif seperti sekarang ini justru dianggap

kemunduran dan menimbulkan suatu dekstruktif terhadap sistem hukum yang

ada, bahkan meletakkan asas Lex Talionis sebagai sumber primaritas.

Page 85: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

74

Selain itu, pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tersebut

juga melanggar asas Doelmatigeheid karena bertentangan dengan pasal 4 ayat

(1) TAP MPR No. III/MPR/2000, dengan demikian penerapan asas retroaktif

dalam pengadilan Hak Asasi Manusia bertentangan dengan asas Lex Superior

Derogat Lex Inferior (Kalau terjadi konflik/pertentangan antara peraturan

perundang-undangan yang tinggi dengan yang rendah maka yang tinggilah

yang harus didahulukan).

Pemberlakuan asas retroaktif dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia

berat masih dilematis karena sebab, pertama, pelanggaran Hak Asasi Manusia

merupakan peristiwa baru dalam sejarah bangsa Indonesia dan tidak atau

belum ada pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku

diIndonesia. Kedua, Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat tidak identik

dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan pidana yang

berlaku, dan untuk itu larangan penafsiran analogi masih tetap berlaku. Ketiga,

pemberlakuan surut Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia dengan

muatan materi mengenai ketentuan pidana disatu sisi melanggar asas hukum

tidak berlaku surut, tetapi disisi lain, jika asas hukum tidak berlaku surut

diabaikan, berarti KUHP diberlakukan terhadap pelanggaran Hak Asasi

Manusia berat. Hal ini berarti pelanggaran Hak Asasi Manusia berat dianggap

sama dengan kejahatan biasa (Ordinary crime) dikarenakan bahwa jika

pengadilan Hak Asasi Manusia nasional memandang pelanggaran Hak Asasi

Manusia sebagai kejahatan biasa, maka pengadilan internasional akan

mengantikan pengadilan nasional sekalipun statuta roma tidak mengakui

Page 86: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

75

ketentuan seperti itu karena tidak adanya pertemuan dalam penetapan

hukumnya. keempat, pemberlakuan asas retroaktif memerlukan justifikasi-

justifikasi yang sangat kuat, baik dari sisi pertimbangan filosofis, yuridis,

maupun sosiologis.

C. Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia Dalam Penegakan Hukum

Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Mengkaji dari sejarahnya dengan mempertimbangkan adanya desakan

perkembangan situasi politik dalam negeri dan desakan internasional,

khususnya pasca jajak pendapat di Timor-Timur pada akhir bulan agustus

1999, maka dalam situasi yang amat terpaksa, pemerintah terpaksa

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia pada tanggal 8

Oktober 1999.

Saat ini terlihat bahwa tekanan dari dalam dan luar negeri telah menuntut

Indonesia untuk segera membentuk ataupun mendirikan suatu institusi

penegak hukum di bidang Hak Asasi Manusia untuk memeriksa dan mengadili

kasus-kasus yang terkait dengan pelanggaran atau kejahatan Hak Asasi

Manusia yang terjadi di Indonesia.

Dengan demikian keberadaan PERPU tersebut merupakan solusi untuk

memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia internasional bahwa

pemerintahan Republik Indonesia memiliki kemauan untuk memproses segala

bentuk pelanggaran atau kejahatan Hak Asasi Manusia, salah satunya pasca

jajak pendapat di Timor-Timur.

Page 87: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

76

Istilah Pengadilan Hak Asasi Manusia sendiri, untuk pertama kali di

sebut secara formal pada Bab IX Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia. Pada pasal 104 ayat (1) di nyatakan “untuk

mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di bentuk Pengadilan

Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum”.

Adapun pembentukannya Undang-Undang tentang Pengadilan Hak

Asasi Manusia di Indonesia di dasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :

1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia berat merupakan “extra ordinary

crimes” dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun

internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur di dalam KUHP

serta menimbulkan kerugian baik material maupun inmaterial yang

mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun

masyarakat sehingga perlu segera di pulihkan dalam mewujudkan supremasi

hukum untuk mencapai perdamaian,ketertiban, ketentraman, keadilan dan

kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

2. Terhadap perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di

perlukan langkah-langkah penyelidikan ,penyidikan dan penuntutan yang

bersifat khusus.

3. kekhususan dalam penanganan pelanggaran Hak Asasi Manusia

yang berat adalah:

a. Diperlukan penyidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad

hoc, penuntut ad hoc dan hakim ad hoc.

Page 88: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

77

b. Diperlukan penegasan bahwa penyidikan hanya dilakukan oleh

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, sedangkan penyidik tidak berwenang

menerima laporan atau pengaduan sebagaimana diatur dalam KUHAP.

c. Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk

melakukan penyidikan,penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.

d. Diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi

pelanggaran Hak Asasi Manusia berat.

Bahwa proses pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di mulai dari

UUD 1945 yang telah diamademen sebagai dasar hukum yang tertinggi,

kemudian diikuti berturut-turut oleh UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia,Perpu No.1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, UU

No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Kepres No. 53

Tahun 2001, Kepres No. 96 Tahun 2001.

Roscoe Pound dan Savigny sebagaimana dikutip dalam Satya Arinanto,

masing-masing mengatakan bahwa “Law as a tool of social engineering”

(hukum determinasi atas masyarakat) dan “Society changes, so does law as

well” (masyarakat determinasi atas hukum). Hal tersebut menegaskan bahwa

hukum dapat berubah-ruba sesuai dengan kondisi yang berkembang di tengah-

tengah masyarakat. Demikian pula halnya terjadi pada salah satu bidang

penegakan hukum. Dalam hal ini adalah ditunjukkan dengan adanya keinginan

masyarakat untuk segera memiliki atau membentuk institusi peradilan yang

khusus menagani masalah Hak Asasi Manusia pada wilayah hukum Indonesia.

Page 89: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

78

Kebijakan hukum (legal policy) tentang Hak Asasi Manusia adalah

mencakup kebijakan Negara tentang bagaimana hukum tentang Hak Asasi

Manusia itu telah di buat dan bagaimana pula seharusnya hukum tentang Hak

Asasi Manusia itu di buat untuk membangun masa depan yang lebih baik,

yakni kehidupan Negara yang bersih dari pelanggaran Hak Asasi Manusia,

terutama yang dilakukan oleh penguasa. Sehingga apa yang diinginkan dapat

memberikan angin segara bagi masyarakat Indonesia khususnya dalam kasus

pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 merupakan pengganti Perpu

Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang dalam

penyusunannya telah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai salah

satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini merupakan tanggung

jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB, serta sebagai piranti

hukum lainnya yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia yang telah atau

diterima oleh Indonesia.

Kedua, dalam rangka melaksanakan TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998

tentang Hak Asasi Manusia dan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No.

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hal ini mengingat kebutuhan

hukum sangat mendesak, baik di lihat dari sisi kepentingan nasional, maupun

dari sisi kepentingan internasional, maka segera dibentuk institusi peradilan

Page 90: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

79

Hak Asasi Manusia sebagai lembaga khusus untuk menyelesaikan masalah

pelanggaran Hak Asasi Manusia berat.

Ketiga, untuk menjawab kebutuhan rasa keadilan masyarakat dan

mengatasi keadaan yang tidak menentu dibidang keamanan dan ketertiban

umum.

Keberadaan institusi ini sekaligus di harapkan dapat mengembalikan

kepercayaan masyrakat dan dunia internasional terhadap penegakan hukum dan

jaminan kepastian hukum khususnya di bidang perlindungan Hak Asasi

Manusia di Indonesia. Bila diamati lebih lanjut, dengan mendasarkan pada

semua pertimbangan tersebut, maka pada prinsipnya dapat disimpulkan urgensi

dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur keberadaan

institusi peradilan khusus yang bersifat permanent dalam menagani masalah

pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Keberadaan institusi peradilan khusus ini sangatlah penting untuk

menjaga wibawa hukum dalam mengawal demokrasi dan politik ke depan yang

pada dasarnya dapat diwujudkan melalui politik hukum pemerintah.

Sebagaimana halnya dengan politik hukum dibidang pemberantasan korupsi,

dalam implementasinya telah menunjukkan hasil mengembirakan.

Menyikapi hal ini, maka, maka implementasi penegakan hukum

terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia diharapkan berjalan baik dan dengan

ikhlas menunjukkan kebesaran dan kewibawaan dalam membangun bangsa

yang besar di masyrakat internasional, tanpa menerapkan standar ganda dalam

setiap kebijakan yang berkeadilan.

Page 91: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

80

Dalam upaya menutup masa lalu dan menyongsong masa depan yang

lebih baik dan beradab, tenteram,sejahtera dan damai, sebaiknya dapat dicontoh

apa yang telah dilakukan oleh afrika selatan dalam melaksanakan program

rekonsiliasinya. Suatu Negara yang perna teraniaya oleh bangsa kulit putih

melalui sistem Aparthheid, yang kini dapat hidup berdampingan dengan

mengubur permasalahan masa lalu sedalam-dalamnya untuk menuju menjadi

bangsa yang besar. Rekonsiliasi merupakan alternative process dalam

penyelesaian permasalahan Hak Asasi Manusia melalui pemberian

pengampunan.

Di afrika selatan proses ini dilakukan oleh suatu komisi yaitu komisi

kebenaran dan rekonsiliasi. Komisi ini memilki tugas dan wewenang antara

lain memberikan pengampuan bagi tindakan-tindakan politik tertentu yang

telah dilakukan oleh organisasi politik atau anggota dinas keamanan dalam

tugas dan kewajiban mereka.Komisi ini berwenang untuk memanggiil orang

dan memeriksa dokumen dan artikel sebagai usaha mendapatkan kebenaran.

Selain itu juga menyusun identitas para korban dan membuat proposal

pemulihannya, serta memberikan amnesti, ganti rugi, kompensasi dengan

bantuan dana dari pemerintah.

Memperhatikan fenomena yang sedemikian ikhlasnya, serta

menunjukkan kebesaran dan kewibawaan suatu bangsa dalam menghadapi era

gobalisasi dimasa sekarang ini, maka kiranya bangsa Indonesia dapat berbuat

hal yang sama sehingga dapat membangun bangsa dan Negara secara bersama-

sama menjadi salah satu bangsa yang besar dalam masyarakat internasional.

Page 92: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

81

Pada era pemerintahan Abdurarahman Wahid, sebuah solusi ditawarkan

berbagai pihak dengan menyampaikan alternatif penyelesaaian permasalahan

Hak Asasi Manusia di Indonesia. Solusi yang ditawarkan berupa pembentukan

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang dalam pelaksanaannya lebih

bertujuan pada upaya rekonsiliasi, meskipun faktor pengungkapan kebenaran

juga sangat penting. Solusi ini perlu ditindak lanjuti guna memberikan

jawaban-jawaban atas ketidak adilan melalui tugas dan kewenangannya sebab

adanya keprihatinan masyarakat akan ketidak mampuan melakukan

penanganan terhadap penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia secara

efektif.

Ide ataupun usulan terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

secara formil dimulai dengan dikeluarkannya TAP MPR No. V/MPR/2000

tentang pemantapan persatuan dan kesatuan Nasional yang kemudian

dipertegas dengan Undang-Undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Eksistensi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dalam Undang-Undang

Pengadilan Hak Asasi Manusia tersebut tercantum dalam pasal 47 ayat (1) dan

ayat (2).

Komisi yang dibentuk dengan Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 ini

dimaksudkan sebagai lembaga ekstra yudisial yang ditetapkan dengan Undang-

Undang bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan

penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia pada masa

lampau.

Page 93: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

82

Dengan demikian, penghukuman bagi pelaku pelanggaran Hak Asasi

Manusia tidaklah semata-mata dapat memberikan rasa keadilan bagi korban

dan keluarga korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia tetapi juga dibutuhkan

kompensasi, rehabilitasi dan restitusi.

Persoalan penegakan hukum Hak Asasi Manusia bagi pelaku kejahatan

Hak Asasi Manusia juga banyak terdapat kendalanya baik secara politik

maupun ekonomi, sehingga masih diperlukan adanya good will dari pemegang

sistem dan kekuasaan.

Penegakan hukum di bidang Hak Asasi Manusia merupakan bagian dari

penegakan hukum di Indonesia secara keseluruhan. Penegakan hukum dan

penegakan keadilan adalah dua sisi mata uang yang sama. Dalam kaitan ini,

perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia merupakan perlindungan

konstitusional yang merupakan bagian dari hukum diIndonesia. Dalam aturan

dan penegakan hukumnya terdapat pula pengaturan dan penegakan Hak Asasi

Manusia. Implementasi atas penegakan hukum Hak Asasi Manusia untuk

mencapai keadilan memerlukan bekerjanya keempat faktor pembentukan

sistem hukum, yaitu 1. Adanya peraturan perundnag-undangan, 2. Adanya

aparatur penegak hukum,institusi maupun aparat, 3. Adanya dukungan

perangkat atau sarana prasarana serta, 4. Adanya masyarakat sebagai tempat

berlakunya hukum. Dalam pelaksanaannya harus dilihat baik secara

yuridis,filosofis dan sosiologis.

Page 94: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendirian Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia memang tidak

lepas dari tekanan masyarakat internasional kepada Pemerintah Indonesia

untuk segera mengadili para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan yang

terjadi di Timor Timur,Abepura dll. Pendirian Pengadilan ini merupakan salah

satu bentuk usaha Indonesia untuk memenuhi kewajiban internasional dan

memaksimalkan mekanisme hukum nasional untuk menangani pelanggaran

Hak Asasi Manusia di dalam negeri (exhaustion of local remedies). Hal ini

tentu saja untuk mencegah masuknya sistem hukum internasional untuk

mengadili warga negara Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran berat

Hak Asasi Manusia. Kegagalan pengadilan nasional karena ketidak inginan

mengadili kasus yang Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hal ini berarti bahwa

Indonesia harus memperlihatkan keseriusannya untuk memberikan jaminan

perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap warga negara khususnya melalui

mekanisme penegakan hukum Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Pemberlakuan asas retroaktif dalam pengadilan Hak Asasi Manusia

berat masih dilematis karena Pengadilan Hak Asasi Manusia masih baru, tidak

identik dengan peraturan perundang-undangan pidana yang mempunyai asas

tidak berlaku surut dan masih perlu pandangan-pandangan dari segi filosofis,

yuridis dan sosiologis.

Page 95: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

84

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat banyak sekali

kekurangan dalam Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan Hukum di

Indonesia, baik dari segi instrumen hukum, infrastruktur serta sumber daya

manusia yang bermuara pada ketidak pastian hukum karena tidak dapat

dituntaskannya proses penyelesaian pelanggaran berat Hak Asasi Manusia.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka di kemukakan saran-saran

sebagai berikut:

1. Prinsip Asas Retroaktif yang dapat mengadili perkara pelanggaran

Hak Asasi Manusia berat sebelum Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 yang

memungkinkan legislatif mempengaruhi yudikatif harus dikaji ulang dan

dibenahi, sebab akan tidak ada benang merah ketika asas retroaktif tersebut

digunakan karna bertentangan dengan asas legalitas yang dimana sebagai dasar

ketentuan pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2. Penegakan hukum dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia perlu di

tingkatkan lagi guna untuk memberikan keamanan dan keselamatan masyarakat

untuk membangun masa depan bangsa dan Negara yang lebih baik. Masalah

dengan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia berat perlu ada kewenangan

pemerintah untuk dapat memberikan kompensasi dan restitusi kepada korban

sebab merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk menjaga rakyatnya dan

memberikan kehidupan Negara yang bersih dari pelanggaran Hak Asasi

Manusia.

Page 96: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

85

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. Rozali dan Syamsir, Perkembangan Hak Asasi Manusia danKeberadaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta :Ghalia Indonesia, 2002.

Abubakar, Achmad. Diskursus HAM Dalam Al-Qur’an (Telaah KonseptualAyat-ayat Al-Qur’an atas Problematika Kemanusiaan Universal),Jakarta: Pustaka Mapan, 2007.

Ali. Zainuddin, Sosiologi Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2010

Anwar, Yesmil. Saat Menuai Kejahatan (Sebuah pendekatan SosiokulturalKriminologi, Hukum dan HAM). Bandung: Aditama, 2009.

Arief, Barda Nawawi. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2010.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu politik. Jakarta: PT ramedia PustakaUtama, 2008.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV PenerbitDiponegoro, 2009.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahsa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka , 1990.

Effendy.Rusli dan Lolo.Andi, Azaz-Azaz Hukum Pidana ,Ujung Pandang:LEPPEN-UMI, 1989

Esterberg. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: BumiAksara, 2002.

Fatwa.M.A, Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad hoc Tanjung Priok, Jakarta :Dharmapena, 2005

Gassing, Qadir dan Wahyuddin Halim. Pedoman Penulisan Karya TulisIlmiah: Makalah, skripsi, Tesis Dan disertasi. Makassar: AlauddinPress, Tahun 2009.

Gultom Binsar, Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Keadaan Darurat diIndonesia”Mengapa Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hocIndonesia Kurang Efektif?”,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama ,2010.

Hadjon M. Philipus, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia (sebuahStudi tentang prinsip-prinsipnya, penanganan oleh pengadilandalam lingkungan Peradilan Umum dan pembentukan PeradilanAdministrasi Negara, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987.

Page 97: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

86

Hidayat, Komaruddin dan Azyumardi Azra. Pendidikan Kewargaan:Demokrasi (Hak-hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani).Jakarta: Kencana Prenada Media group, 2008.

Ismatullah Deddy dan Gatara Sahid A. Asep, Ilmu Negara dalam MultiPerspektif (Kekuasaan, Masyarakat,Hukum dan Agama ),Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Tutik Triwulan Titik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia PascaAmandemen UUD 1945, Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher, 2008.

Lopa, Baharuddin. Al-Quran dan Hak asasi Manusia. Yogyakarta: PT, DanaBhakti prima Yasa. 1996.

Maududi, Maulana Abul A’la. Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Jakarta:Bumi Aksara, 2005.

Muhammad Amin Suma, HAM dan KAM dalam perspektif hukum Islam,dalam Tim Pakar Hukum Depkeh-HAM, Gagasan dan Pemikirantentang Pembaharuan Hukum Nasional.Cet. II; Jakarta: Delta CitraGrafindo, 2002.

Muhammad ibn Isa Abu Isa al-Tirmidzi (w.279H), Sunan al-Tirmidzi, (Beirut:Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, t.t), jilid 4, nomor hadis, 2418, h.613; juga di-takhrij oleh Muhammad ibn Hibban Ahmad AbuHatim al-Tamimi, (w.354H),Shahih Ibn Hibban, Jilid. x; Cet. II;Beirut: Mu’assasah al-Risalah,1993M-1414H.

Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim,Jilid. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th.

Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim,Jilid. I; Beirut: Dar al-Fikr, 1988.

Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim,Jilid. II; Beirut: Dar al-Fikr, 1988.

Mustofa Ahmad al-Maraghi ,Tafsir al-Maraghi, Juz 4; Beirut: Dar IkhyaAlturaz al-Arabi, t.th

Nasution, Harun dan Bahtiar Effendy. Hak Asasi Manusia Dalam Islam.Jakarta: Pustaka Firdaus,1987.

Prinst.Darwan, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia,

Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Page 98: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

87

Poelinggomang Edward dan Mapangara Suriadi, Dunia Militer di Indonesia

,Yogyakarta:Gadjah Mada University, 2000.

Rahaem, Abdul “Principles of Muhammadan Jurisprude”, Lahore, t.p., 1958.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 TentangPengadilan Hak Asasi Manusia.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang HakAsasi Manusia. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Setiardja, Gunawan. Hak-hak Asasi Manusia Berdasrkan Ideologi Pancasila.Yogyakarta: Kanisus, 2001.

Simorangking, J.C.T. Prasetyo dan J.T Prasetyo. Kamus Hukum. Jakarta: SinarGrafika, 2004.

Soemitro, Ronny Hanitidjo. Metodologi Penelitian. Jakarta: Data Media, 1994.

Soesilo. R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) serta Komentar-komentarnya lengkap pasal-pasal demi pasal. Bogor : Politeia,1995.

Sugiona. Metodologi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung:Alfabet, 2010.

Suma, Muhammad Amin. “HAM dan KAM dalam perspektif hukum Islam”,dalam Tim Pakar Hukum Depkeh-HAM, Gagasan dan Pemikirantentang Pembaharuan Hukum Nasional, Jakarta: Delta CitraGrafindo, 2002.

Syaukat Hussein, Human Rights in Islam, dalam dalam Achmad AbuBakar,Diskursus HAM dalam Al-Qur’an.Jakarta: Pustaka Mapan, 2007.

Tumpa A. Harifin, Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di

Indonesia, Jakarta: Kencana, 2010.

Ubaedillah.A,Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarkat Madani (edisi ke-3), Jakarta: kencana, 2008.

Page 99: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

BIOGRAFI PENULIS

Abdul Wahab Suwakil Lahir di Ujung Pandang pada

tanggal 17 Agustus 1989 dari pasangan suami dan istri

Usman Suwakil, S.Pdi dan Cahaya yang merupakan

Putera Pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai

pendidikan pada tingkat sekolah dasar di SDN Tamalanrea

Indah . Kel. Tamalanrea Indah , Kec. Tamalanrea Kota Makassar pada tahun 1995

dan tamat pada tahun 2001. Kemudian pada tahun yang sama, penulis

melanjutkan pendidikan pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan Kedua di SMP

IMMIM dan SMA IMMIM dan tamat pada tahun 2007 . Setahun setelah

kelulusan Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di tingkat universitas

tepatnya jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan selesai pada tahun

2012. Penulis juga tercatat sebagai Kordinator Himpunan Mahasiswa Jurusan

(HMJ) Bidang Advokasi periode 2009-2010, serta pengurus daerah pada Ikatan

Alumni Pesantren IMMIM Putra Makassar( IAPIM) Bidang Ke-Almamateran

sejak tahun 2011-Sekarang. Penulis juga menjadi pengurus pada Perhimpunan

Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI).

Page 100: EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIArepositori.uin-alauddin.ac.id/1960/1/SKRIPSI ABDUL WAHAB.pdf · EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

Nama : ABDUL WAHAB SUWAKIL

Tempat tanggal Lahir : Sul-Sel, Kec.Tamalanrea,Kel. Tamalanrea Indah.

Ujung Pandang, 17 Agustus 1989.

Ayah : Usman Suwakil, S.Pdi

Ibu : Cahaya

Alamat/Tempat Tinggal : Jl. Perintis Kemerdekaan KM.10, Kec. Tamalanrea, Kel.Tamalanrea Indah.

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri Tamalanrea Indah Makassar (1996-2001)

2. SMP IMMIM (2001-2004)

3. SMA IMMIM (2004-2007)

4. Diterima di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (2008-sekarang)

C. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Koordinator HMJ HPK Bidang Advokasi Periode 2009-2010.

2. Pengurus Ikatan Alumni Pesantren IMMIM (IAPIM) bidang ke almamateran

periode 2010-2012.

3. Pengurus Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI).