Efusi Pleural
-
Upload
alphientrissya -
Category
Documents
-
view
205 -
download
0
description
Transcript of Efusi Pleural
PATOLOGI KLINIK
“Cairan Pleural”(Efusi Pleura)
Disusun oleh:
Ricky Kartika C.N.L 105130100111001
Arif Rahmatullah 105130100111002
Rizki Annur R. 105130100111003
Mugi Paramita K. 105130100111004
Syarofina 105130100111005
Reny Purnama H. 105130100111006
Rahmatul Laili P. 105130100111007
Ivan Risna Y. 105130100111008
Fransiska P. Anggy 105130100111009
Muhammad Wildan 105130100111010
Nurfahmi I. 105130100111011
PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Pleura merupakan membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
plera parietalis. Kedua lapisan bersatu di hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan
cabang utama bronkus, arteri, dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe (Halim,
2007).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah
atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan
suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat
mengancam jiwa penderita (WHO).
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Normalnya cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler. Proses penumpukan cairan bisa terjadi karena radang. Bila
proses radang terjadi karena bakteri piogenik akan terbentuk nanah, sehingga terjadi
emfisema/piothoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemothoraks (Halim, 2007).
Efusi pleura merupakan penyebab yang paling sering dari kesulitan bernafas yang
dialami oleh anjing dan kucing. Kedua spesies tersebut memungkinkan untuk mengalami
berbagai jenis dari efusi pleura dengan beraneka ragam jenis penyakit yang mungkin
mendasarinya. Pada anjing dan kucing, efusi pleura paling sering disebabkan karena
tuberkulosis. Namun, penyakit lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara
lain chylothorax, Feline Infectious Peritonitis ,pyothorax, pneumonia, empiema toraks, sirosis
hepatis, gagal jantung kongestif, dan lain-lain.
2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1. Kasus
Seekor anjing, usia 10 tahun, datang dengan sejarah keluhan sulit bernafas, batuk,
muntah dan tidak nafsu makan. Pada parameter klinik seperti temperature rectal, denyut nadi,
dan angka respirasi, diperoleh hasil lebih tinggi dari normal. Setelah diauskultasi pada paru-
paru, terlihat moderate dyspnoea dan moist rale. Anjing tersebut sebelumnya telah diberi
treatment dengan parental amoxicillin dan cloxacillin selama 5 hari dan dexamethasone serta
chlorpheneramine untuk 3 hari pertama. Setelah 2 hari terapi gejala mulai berkurang, dan
setelah 5 hari anjing mulai sehat dengan nafsu makan dan respirasi yang normal.
Namun setelah 60 hari, pada anjing tersebut terdapat keluhan tachypnoea berat, susah
bernafas, batuk, dan in-somnolence. Selain itu, anjing tersebut juga mengalami muntah-
muntah yang sering, penurunan berat badan, anorexia, gelisah, dan kurang tidur pada
beberapa hari terahir. Parameter kliniknya sedikit lebih tinggi dan dari pemeriksaan fisik
diketahui adanya subcutaneous emphysema pada rongga thorax, muffled heart sounds, tidak
adanya suara paru-paru pada cranio ventral thorax setelah diauskultasi, serta low-pitched dull
sounds saat dilakukan perkusi.
2.2. Diagnosa
Berdasarkan gejala dan pemriksaan berupa Parameter kliniknya yang sedikit lebih
tinggi dan dari pemeriksaan fisik diketahui adanya subcutaneous emphysema pada rongga
thorax, muffled heart sounds, tidak adanya suara paru-paru pada cranio ventral thorax setelah
diauskultasi, serta low-pitched dull sounds saat dilakukan perkusi, diduga anjing tersebut
mengalami efusi pleural, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan radiografi. Namun, anjing
tiba-tiba meninggal saat akan dipersiapkan untuk pemeriksaan radiografi. Sehingga, autopsy
dilakukan segera untuk mencari tahu penyebab kematiannya.
Pada pemeriksaan complete blood picture (CBP), diperoleh hasil: 7.6×106
erythrocytes/mL, 12 g/dL hemoglobin, 42% packed cell volume, 7.4 x 103 leucocytes/mL
dengan neutrophilia(82%), Lymphopenia(10%), dan monocytes(3%) serta eosinophils(5%)
pada tingkat yang normal.
3
Pada analisis biokimia diperoleh hasil: mild hypoglycemia(49 mg/dL),
hypoprotenemia(3.8g/dL) dengan hypoalbuminemia(1.8 g/dL), dan moderate
hyperkalemia(6.2 mEq/L).
Pada pemeriksaan autopsy ditemukan akumulasi cairan dalam jumlah yang besar pada
rongga thorax, yang berwarna merah muda-keputihan, keruh, dan tidak berbau. Setelah
disentrifugasi, pada sampel muncul lapisan tipis berwarna merah pada sedimen dengan
akumulasi cairan sangat keruh. Analisis dari cairan pleura menunjukkan adanya
leukocytes(3000/mL) dengan predominan dari neutrophils(57%) dan lymphocytes(36%), dan
1.6 x 106 erythrocytes/mL. Pada pemeriksaan ether clearance test, didapati sampel larut
dalam ether. Tidak ada abnormalitas pada jantung, trakea, dan bronchi, tetapi pada
pemeriksaan lebih dalam di paru-paru didapati adanya torsio pada left cranial lobe. Lobe
yang terkena menjadi atrophi dan cyanotic.
Berdasarkan dari seluruh pemeriksaan dan analisis yang dilakukan, baik secara
laboratorium maupun pada pemeriksaan autopsy, didiagnosa anjing tersebut mengalami efusi
pleura dengan chyle, serta chylothorax yang disertai lung lobe torsion.
2.3 Treatment
Treatment yang dilakukan dalam kasus efusi pleura, yang pertama kali adalah mencari
tahu penyebab dasar dari timbulnya efusi pleura tersebut. Penanganan pada efusi pleura
berbeda-beda tergantung jenis penyakit yang mendasarinya. Dalam kasus chylothorax,
treatment yang dilakukan dapat berupa penanganan secara medis ataupun operasi, tergantung
dari penyebab efusi. Terapi medis yang dilakukan dapat berupa thoracocentesis yang
bertujuan untuk membuang akumulasi cairan dan mengurangi gangguan klinis dari susah
bernafas. Dietary management juga dapat dilakukan dengan member makanan rendah lemak
untuk mengurangi jumlah lipid yang diserap melalui intestine lymphatic. Penanganan dengan
operasi biasanya dilakukan ketika terapi medis yang dilakukan tidak berhasil.
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru
serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis
membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut sebagai
refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali manuver
pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga
pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang
bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni bagian kostal,
diafragama, mediastinal, dan servikal.
Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antarmembran maupun
yang mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang mendukung kontak antarmembran
adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus
(yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang
mendukung terjadi pemisahan antarmembran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2)
elastisitas paru. Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini
dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n.
interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).
Gambar 1 – Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh
sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak 0,3 5
ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler
di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg -1 jam-1.
Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu
mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga pleura memiliki
faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20 kali baru akan
menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga
pleura sehingga muncul efusi pleura.
3.2 Efusi Pleura
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian
cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-
20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal
jantung). Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampaui absoprsi
(drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah
dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga
peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila
terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal,
dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik).
Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter cairan
pleura serta keadaan sistemik. Efusi perlu dibedakan antara hemorrhagic, transudat (yang
umumnya terjadi akibat faktor sistemik) dan eksudat (akibat faktor lokal). Hemorrhagic pada
rongga pleural seringkali disebabkan karena adanya trauma atau karena gangguan secondary
hemostasis. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang
menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar
langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga
mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali
6
atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. Transudat dan eksudat dapat dibedakan dengan
mengukur LDH dan protein, sehingga dapat disimpulkan bahwa eksudat dicirikan dengan:
1. Rasio protein cairan pleura/serum > 0,5
2. Rasio LDH cairan pleura/serum >0,6
3. LDH cairan pleura lebih dari 2/3 batas atas LDH serum
Perlu pula dilakukan pengukuran gradien protein antara serum dengan pleura, yang mana
gradien yang lebih dari 3,1 g/dL menggambarkan jenis transudat. Temuan karakteristik
eksudat membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, seperti kadar glukos, hitung jenis, studi
mikrobiologis, dan sitologi.
Efusi pleura bisa diketahui secara tiba-tiba atau dapat juga terlebih dahulu
menyebabkan gangguan pernafasan. Efusi pleura dalam jumlah yang sedikit mungkin tidak
akan terlihat pada pemeriksaan fisik. Pada kebanyakan kasus diperlukan 10 ml/kg efusi untuk
menampakkan hasil pada pemeriksaan radiografi dari cairan pleural, dan lebih dari 30 ml/kg
efusi untuk memperlihatkan hasil pada pemeriksaan fisik. Kesulitan bernafas mungkin tidak
terjadi hingga akumulasi efusi melebihi 50-60 ml/kg.
Gejala klinis yang menyertai efusi pleura dapat berupa tachypnea, sulit bernafas,
respirasi yang dangkal, penurunan suara bronchovesicular paru pada dependant portion dari
thorax atau peningkatan suara bronchovesicular pada remainder dari thorax, serta adanya
hyporesonance sounds saat dilakukan perkusi pada dasar thorax. Batuk-batuk jarang sekali
menyertai pleural disease tetapi dapat ditemukan pada gangguan yang berasal dari paru-paru
atau saluran pernafasan.
Tujuan pengobatan dari efusi pleura adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (contoh: gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis). Thoracocentesis dilakukan untuk membuang cairan yang
terkumpul pada rongga thorax, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan
untuk menghilangkan dispnoe. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali
dalam beberapa hari atau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan
protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-
seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru. Agen yang
secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk
mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Pengobatan
7
lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan
terapi diuretic.
3.3 Chylothorax
Dalam kasus diatas, efusi pleura terjadi akibat adanya chylothorax. Chylothorax
terjadi ketika chyle, cairan yang mengandung chylomicrons dan lymph dalam jumlah yang
tinggi, keluar dari system thoracic duct-cistem chili, dan masuk kedalam rongga pleura dan
menyebabkan efusi pleura. Chylothorax pada anjing atau kucing dapat terjadi karena gagal
jantung, trauma, infeksi cacing jantung, atau thoracic granuloma tetapi kondisi tersebut
seringkali idiopathic. Chyle itu sendiri dapat mengiritasi dan menyebabkan fibrotic pleuritis
pada anjing dan kucing.
Pada umumnya cairan chylothorax berwarna putih susu atau milky appearance, yang
mengandung sedikit molekul lemak. Setelah makan, pakan yang masuk ke dalam tubuh akan
dicerna dan terbagi menjadi molekul yang lebih kecil yang mengandung chylomicrons.
Molekul yang lebih kecil tersebut akan diserap oleh usus dan menuju system limfatik
kemudian didistribusikan ke cisterna chyle yang terletak di cranial-dorsal abdomen. Cisterna
chyle adalah lymphatic reservoir yang berfungsi untuk menerima chyle dari intestinal, juga
berfungsi menerima cairan limfa dari rongga abdomen dan pelvic limb. Ductus thoracic
merupakan bagian depan dari cisterna chyle yang membawa chyle ke rongga thorax yang
kemudian cairan tersebut akan dikosongkan dari rongga thorax menuju ke vena cava cranial
yang dekat dengan jantung.
Pada hewan yang terkena chylothorax, terjadi abnormalitas pada ductus thoracic yang
menimbulkan kebocoran chyle ke rongga thorax. Hewan ini mengalami kesulitan bernapas
akibat chyle yang menumpuk di rongga thorax yang mencegah pertukaran udara pada paru-
paru. Penumpukan cairan chyle pada rongga thorax juga akan melemahkan system imun
hewan penderita dan bisa menimbulkan metabolic disorder. Chyle juga merupakan iritan dan
8
menimbulkan paparan infeksi pada pleura dan pericardium, yang menimbulkan peradangan
permukaan selaput pembungkus dengan konsekuensi adanya peradangan lebih lanjut, hingga
kegagalan fungsi organ.
Penanganan secara medical atau operasi tidak selalu berhasil. Medical treatment dengan
suplemen makanan rendah lemak dengan MCT oil, rutin, dan bahkan octreotide sudah
dilakukan namun tidak disertai dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan pertama kali adalah pemeriksaan fisik, yakni
auskultasi pada daerah rongga thorax, apakah ada cairan di daerah tersebut. Setelah itu, untuk
memastikan diagnose adanya efusi pleura, maka dilakukan pemeriksaan radiografi.
Penggunaan thoracocentesis merupakan prosedur setelah dilakukan pemeriksaan radiografi,
yaitu sebagai pengambilan specimen cairan di rongga thorax serta untuk mengurangi
akumulasi cairan. Efek samping yang terjadi kemungkinan besar adanya kebocoran udara
dalam paru-paru atau pneumothorax, atau bahkan ada infeksi. Thoracocentesis dilakukan
dalam keadaan teranestasi. Untuk memastikan apakah cairan yang ada adalah chyle atau
bukan, maka juga dilakukan pemeriksaan pendukung yaitu tes darah, lebih tepatnya uji
kandungan trigliserida. Apabila kasus yang terjadi adalah chylothorax maka kadungan
trigliserida pada cairan rongga thorax lebih tinggi daripada kandungan trigliserida pada darah.
Treatment yang diberikan dalam efusi pleura terutama karena chylothorax, yaitu
dengan mengevakuasi seluruh cairan pada rongga thorax. Tujuannya untuk mempermudah
pernapasan dan mengurangi akumulasi cairan. Kemudian dapat dilakukan pemberian pakan
low-fat untuk mengurangi chyle pada cairan rongga thorax. Dapat diberikan nutriceutical,
yaitu benzopyrone serta suplemen untuk stimulasi pembongkaran protein dan mengurangi
bahkan menghilangkan protein dari pembuluh limfatik. Pembedahan yang dilakukan untuk
kasus ini, jarang yang berhasil. Pembedahan yang dilakukan adalah Thoracic Duct Ligation,
dengan melakukan sayatan diantara rusuk. Ligase dilakukan pada titik yang paling dekat
dengan diafragma, dari arah caudal rongga thorax. Tujuannya adalah untuk membuat saluran
9
limfatik baru menuju vena di daerah abdomen sehingga chyle yang ada tidak lagi
terakumulasi di rongga thorax.
Teknik pembedahan lainnya adalah Cisterna Chyle Ablation. Yaitu prinsipnya adalah
menghancurkan cisterna chyle yang merupakan reservoir chyle, sehingga tubuh akan
membuat jalur alternative lymphatic fluid agar masuk mengikuti aliran darah, jadi akan
mengurangi tekanan pada thorax.
10
BAB IV
KESIMPULAN
Efusi pleura merupakan penyebab yang paling sering dari kesulitan bernafas yang
dialami oleh anjing dan kucing. Kedua spesies tersebut memungkinkan untuk mengalami
berbagai jenis dari efusi pleura dengan beraneka ragam jenis penyakit yang mungkin
mendasarinya. Pada anjing dan kucing, efusi pleura paling sering disebabkan karena
tuberkulosis. Namun, penyakit lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara
lain chylothorax, Feline Infectious Peritonitis ,pyothorax, pneumonia, empiema toraks, sirosis
hepatis, gagal jantung kongestif, dan lain-lain. Chylothorax terjadi ketika chyle, cairan yang
mengandung chylomicrons dan lymph dalam jumlah yang tinggi, keluar dari system thoracic
duct-cistem chili, dan masuk kedalam rongga pleura dan menyebabkan efusi pleura.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal
jantung). Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampaui absoprsi
(drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah
dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga
peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila
terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal,
dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik).
Gejala klinis yang menyertai efusi pleura dapat berupa tachypnea, sulit bernafas,
respirasi yang dangkal, penurunan suara bronchovesicular paru pada dependant portion dari
thorax atau peningkatan suara bronchovesicular pada remainder dari thorax, serta adanya
hyporesonance sounds saat dilakukan perkusi pada dasar thorax. Batuk-batuk jarang sekali
menyertai pleural disease tetapi dapat ditemukan pada gangguan yang berasal dari paru-paru
atau saluran pernafasan.
Tujuan pengobatan dari efusi pleura adalah untuk menemukan penyebab dasar,
untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan
serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (contoh: gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis). Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk
mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Terkadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke 11
system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan
pengembangan paru. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi
dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ettinger, Feldman. 2005.Textbook of Veterinary Internal Medicine. Diseases of the
dog and cat. 6th ed. Elsevier Inc. pp.204-207.
Karlapudi Satish Kumar, and Palaniswamy Ramesh. 2007. Chylothorax associated
with lunglobe torsion in a dog - a case report. Veterinarski Arhiv 77 (6), 561-566,
2007. Department of Veterinary Clinical Medicine, College of Veterinary Science, Sri
Venkateswara Veterinary University, (formerly A.N.G.R. Agricultural University),
Rajendranagar, Hyderabad, Andhra Pradesh, India
Leah Cohn. 2006. Pleural Effusion In The Dog and Cat. International Congress of the
Italian Association of Companion Animal Veterinarians. University of Missouri.
College of Veterinary Medicine, Columbia.
S. Sabev, A. Rusenov, N. Rusenova, K. Uzunova. 2008. A Case of Hydrothorax In A
Dog-Clinical, Blood Laboratory and Electrocardiographic Changes. Trakia Journal
of Sciences, Vol. 6, No. 2, pp 61-65, 2008. ISSN 1312-1723. Copyright © 2007.
Trakia University. Faculty of Veterinary Medicine, Trakia University, Stara Zagora,
Bulgaria
13