Efusi Pleural

20
PATOLOGI KLINIK “Cairan Pleural” (Efusi Pleura) Disusun oleh: Ricky Kartika C.N.L 105130100111001 Arif Rahmatullah 105130100111002 Rizki Annur R. 105130100111003 Mugi Paramita K. 105130100111004 Syarofina 105130100111005 Reny Purnama H. 105130100111006 Rahmatul Laili P. 105130100111007 Ivan Risna Y. 105130100111008 Fransiska P. Anggy 105130100111009 Muhammad Wildan 105130100111010 Nurfahmi I. 105130100111011

description

makalah patologi klinik

Transcript of Efusi Pleural

Page 1: Efusi Pleural

PATOLOGI KLINIK

“Cairan Pleural”(Efusi Pleura)

Disusun oleh:

Ricky Kartika C.N.L 105130100111001

Arif Rahmatullah 105130100111002

Rizki Annur R. 105130100111003

Mugi Paramita K. 105130100111004

Syarofina 105130100111005

Reny Purnama H. 105130100111006

Rahmatul Laili P. 105130100111007

Ivan Risna Y. 105130100111008

Fransiska P. Anggy 105130100111009

Muhammad Wildan 105130100111010

Nurfahmi I. 105130100111011

PENDIDIKAN DOKTER HEWAN

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: Efusi Pleural

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Pleura merupakan membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan

plera parietalis. Kedua lapisan bersatu di hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan

cabang utama bronkus, arteri, dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe (Halim,

2007).

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit

primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat

berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah

atau pus (Baughman C Diane, 2000).

Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan

suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat

mengancam jiwa penderita (WHO).

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan

protein dalam rongga pleura. Normalnya cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi

melalui pembuluh darah kapiler. Proses penumpukan cairan bisa terjadi karena radang. Bila

proses radang terjadi karena bakteri piogenik akan terbentuk nanah, sehingga terjadi

emfisema/piothoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat

menyebabkan hemothoraks (Halim, 2007).

Efusi pleura merupakan penyebab yang paling sering dari kesulitan bernafas yang

dialami oleh anjing dan kucing. Kedua spesies tersebut memungkinkan untuk mengalami

berbagai jenis dari efusi pleura dengan beraneka ragam jenis penyakit yang mungkin

mendasarinya. Pada anjing dan kucing, efusi pleura paling sering disebabkan karena

tuberkulosis. Namun, penyakit lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara

lain chylothorax, Feline Infectious Peritonitis ,pyothorax, pneumonia, empiema toraks, sirosis

hepatis, gagal jantung kongestif, dan lain-lain.

2

Page 3: Efusi Pleural

BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1. Kasus

Seekor anjing, usia 10 tahun, datang dengan sejarah keluhan sulit bernafas, batuk,

muntah dan tidak nafsu makan. Pada parameter klinik seperti temperature rectal, denyut nadi,

dan angka respirasi, diperoleh hasil lebih tinggi dari normal. Setelah diauskultasi pada paru-

paru, terlihat moderate dyspnoea dan moist rale. Anjing tersebut sebelumnya telah diberi

treatment dengan parental amoxicillin dan cloxacillin selama 5 hari dan dexamethasone serta

chlorpheneramine untuk 3 hari pertama. Setelah 2 hari terapi gejala mulai berkurang, dan

setelah 5 hari anjing mulai sehat dengan nafsu makan dan respirasi yang normal.

Namun setelah 60 hari, pada anjing tersebut terdapat keluhan tachypnoea berat, susah

bernafas, batuk, dan in-somnolence. Selain itu, anjing tersebut juga mengalami muntah-

muntah yang sering, penurunan berat badan, anorexia, gelisah, dan kurang tidur pada

beberapa hari terahir. Parameter kliniknya sedikit lebih tinggi dan dari pemeriksaan fisik

diketahui adanya subcutaneous emphysema pada rongga thorax, muffled heart sounds, tidak

adanya suara paru-paru pada cranio ventral thorax setelah diauskultasi, serta low-pitched dull

sounds saat dilakukan perkusi.

2.2. Diagnosa

Berdasarkan gejala dan pemriksaan berupa Parameter kliniknya yang sedikit lebih

tinggi dan dari pemeriksaan fisik diketahui adanya subcutaneous emphysema pada rongga

thorax, muffled heart sounds, tidak adanya suara paru-paru pada cranio ventral thorax setelah

diauskultasi, serta low-pitched dull sounds saat dilakukan perkusi, diduga anjing tersebut

mengalami efusi pleural, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan radiografi. Namun, anjing

tiba-tiba meninggal saat akan dipersiapkan untuk pemeriksaan radiografi. Sehingga, autopsy

dilakukan segera untuk mencari tahu penyebab kematiannya.

Pada pemeriksaan complete blood picture (CBP), diperoleh hasil: 7.6×106

erythrocytes/mL, 12 g/dL hemoglobin, 42% packed cell volume, 7.4 x 103 leucocytes/mL

dengan neutrophilia(82%), Lymphopenia(10%), dan monocytes(3%) serta eosinophils(5%)

pada tingkat yang normal.

3

Page 4: Efusi Pleural

Pada analisis biokimia diperoleh hasil: mild hypoglycemia(49 mg/dL),

hypoprotenemia(3.8g/dL) dengan hypoalbuminemia(1.8 g/dL), dan moderate

hyperkalemia(6.2 mEq/L).

Pada pemeriksaan autopsy ditemukan akumulasi cairan dalam jumlah yang besar pada

rongga thorax, yang berwarna merah muda-keputihan, keruh, dan tidak berbau. Setelah

disentrifugasi, pada sampel muncul lapisan tipis berwarna merah pada sedimen dengan

akumulasi cairan sangat keruh. Analisis dari cairan pleura menunjukkan adanya

leukocytes(3000/mL) dengan predominan dari neutrophils(57%) dan lymphocytes(36%), dan

1.6 x 106 erythrocytes/mL. Pada pemeriksaan ether clearance test, didapati sampel larut

dalam ether. Tidak ada abnormalitas pada jantung, trakea, dan bronchi, tetapi pada

pemeriksaan lebih dalam di paru-paru didapati adanya torsio pada left cranial lobe. Lobe

yang terkena menjadi atrophi dan cyanotic.

Berdasarkan dari seluruh pemeriksaan dan analisis yang dilakukan, baik secara

laboratorium maupun pada pemeriksaan autopsy, didiagnosa anjing tersebut mengalami efusi

pleura dengan chyle, serta chylothorax yang disertai lung lobe torsion.

2.3 Treatment

Treatment yang dilakukan dalam kasus efusi pleura, yang pertama kali adalah mencari

tahu penyebab dasar dari timbulnya efusi pleura tersebut. Penanganan pada efusi pleura

berbeda-beda tergantung jenis penyakit yang mendasarinya. Dalam kasus chylothorax,

treatment yang dilakukan dapat berupa penanganan secara medis ataupun operasi, tergantung

dari penyebab efusi. Terapi medis yang dilakukan dapat berupa thoracocentesis yang

bertujuan untuk membuang akumulasi cairan dan mengurangi gangguan klinis dari susah

bernafas. Dietary management juga dapat dilakukan dengan member makanan rendah lemak

untuk mengurangi jumlah lipid yang diserap melalui intestine lymphatic. Penanganan dengan

operasi biasanya dilakukan ketika terapi medis yang dilakukan tidak berhasil.

4

Page 5: Efusi Pleural

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru

serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis

membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut sebagai

refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali manuver

pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga

pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang

bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni bagian kostal,

diafragama, mediastinal, dan servikal.

Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antarmembran maupun

yang mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang mendukung kontak antarmembran

adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus

(yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang

mendukung terjadi pemisahan antarmembran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2)

elastisitas paru. Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini

dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n.

interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).

Gambar 1 – Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)

Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh

sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak 0,3 5

Page 6: Efusi Pleural

ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler

di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg -1 jam-1.

Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu

mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga pleura memiliki

faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20 kali baru akan

menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga

pleura sehingga muncul efusi pleura.

3.2 Efusi Pleura

Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh

permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura

parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian

cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-

20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter

seharinya.

Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila

keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat

inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal

jantung). Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampaui absoprsi

(drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah

dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga

peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila

terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal,

dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik).

Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter cairan

pleura serta keadaan sistemik. Efusi perlu dibedakan antara hemorrhagic, transudat (yang

umumnya terjadi akibat faktor sistemik) dan eksudat (akibat faktor lokal). Hemorrhagic pada

rongga pleural seringkali disebabkan karena adanya trauma atau karena gangguan secondary

hemostasis. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai

peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang

menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar

langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga

mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali

6

Page 7: Efusi Pleural

atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. Transudat dan eksudat dapat dibedakan dengan

mengukur LDH dan protein, sehingga dapat disimpulkan bahwa eksudat dicirikan dengan:

1. Rasio protein cairan pleura/serum > 0,5

2. Rasio LDH cairan pleura/serum >0,6

3. LDH cairan pleura lebih dari 2/3 batas atas LDH serum

Perlu pula dilakukan pengukuran gradien protein antara serum dengan pleura, yang mana

gradien yang lebih dari 3,1 g/dL menggambarkan jenis transudat. Temuan karakteristik

eksudat membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, seperti kadar glukos, hitung jenis, studi

mikrobiologis, dan sitologi.

Efusi pleura bisa diketahui secara tiba-tiba atau dapat juga terlebih dahulu

menyebabkan gangguan pernafasan. Efusi pleura dalam jumlah yang sedikit mungkin tidak

akan terlihat pada pemeriksaan fisik. Pada kebanyakan kasus diperlukan 10 ml/kg efusi untuk

menampakkan hasil pada pemeriksaan radiografi dari cairan pleural, dan lebih dari 30 ml/kg

efusi untuk memperlihatkan hasil pada pemeriksaan fisik. Kesulitan bernafas mungkin tidak

terjadi hingga akumulasi efusi melebihi 50-60 ml/kg.

Gejala klinis yang menyertai efusi pleura dapat berupa tachypnea, sulit bernafas,

respirasi yang dangkal, penurunan suara bronchovesicular paru pada dependant portion dari

thorax atau peningkatan suara bronchovesicular pada remainder dari thorax, serta adanya

hyporesonance sounds saat dilakukan perkusi pada dasar thorax. Batuk-batuk jarang sekali

menyertai pleural disease tetapi dapat ditemukan pada gangguan yang berasal dari paru-paru

atau saluran pernafasan.

Tujuan pengobatan dari efusi pleura adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk

mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta

dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (contoh: gagal jantung

kongestif, pneumonia, sirosis). Thoracocentesis dilakukan untuk membuang cairan yang

terkumpul pada rongga thorax, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan

untuk menghilangkan dispnoe. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali

dalam beberapa hari atau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan

protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan

pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-

seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru. Agen yang

secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk

mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Pengobatan

7

Page 8: Efusi Pleural

lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan

terapi diuretic.

3.3 Chylothorax

Dalam kasus diatas, efusi pleura terjadi akibat adanya chylothorax. Chylothorax

terjadi ketika chyle, cairan yang mengandung chylomicrons dan lymph dalam jumlah yang

tinggi, keluar dari system thoracic duct-cistem chili, dan masuk kedalam rongga pleura dan

menyebabkan efusi pleura. Chylothorax pada anjing atau kucing dapat terjadi karena gagal

jantung, trauma, infeksi cacing jantung, atau thoracic granuloma tetapi kondisi tersebut

seringkali idiopathic. Chyle itu sendiri dapat mengiritasi dan menyebabkan fibrotic pleuritis

pada anjing dan kucing.

Pada umumnya cairan chylothorax berwarna putih susu atau milky appearance, yang

mengandung sedikit molekul lemak. Setelah makan, pakan yang masuk ke dalam tubuh akan

dicerna dan terbagi menjadi molekul yang lebih kecil yang mengandung chylomicrons.

Molekul yang lebih kecil tersebut akan diserap oleh usus dan menuju system limfatik

kemudian didistribusikan ke cisterna chyle yang terletak di cranial-dorsal abdomen. Cisterna

chyle adalah lymphatic reservoir yang berfungsi untuk menerima chyle dari intestinal, juga

berfungsi menerima cairan limfa dari rongga abdomen dan pelvic limb. Ductus thoracic

merupakan bagian depan dari cisterna chyle yang membawa chyle ke rongga thorax yang

kemudian cairan tersebut akan dikosongkan dari rongga thorax menuju ke vena cava cranial

yang dekat dengan jantung.

Pada hewan yang terkena chylothorax, terjadi abnormalitas pada ductus thoracic yang

menimbulkan kebocoran chyle ke rongga thorax. Hewan ini mengalami kesulitan bernapas

akibat chyle yang menumpuk di rongga thorax yang mencegah pertukaran udara pada paru-

paru. Penumpukan cairan chyle pada rongga thorax juga akan melemahkan system imun

hewan penderita dan bisa menimbulkan metabolic disorder. Chyle juga merupakan iritan dan

8

Page 9: Efusi Pleural

menimbulkan paparan infeksi pada pleura dan pericardium, yang menimbulkan peradangan

permukaan selaput pembungkus dengan konsekuensi adanya peradangan lebih lanjut, hingga

kegagalan fungsi organ.

Penanganan secara medical atau operasi tidak selalu berhasil. Medical treatment dengan

suplemen makanan rendah lemak dengan MCT oil, rutin, dan bahkan octreotide sudah

dilakukan namun tidak disertai dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.

Prosedur pemeriksaan yang dilakukan pertama kali adalah pemeriksaan fisik, yakni

auskultasi pada daerah rongga thorax, apakah ada cairan di daerah tersebut. Setelah itu, untuk

memastikan diagnose adanya efusi pleura, maka dilakukan pemeriksaan radiografi.

Penggunaan thoracocentesis merupakan prosedur setelah dilakukan pemeriksaan radiografi,

yaitu sebagai pengambilan specimen cairan di rongga thorax serta untuk mengurangi

akumulasi cairan. Efek samping yang terjadi kemungkinan besar adanya kebocoran udara

dalam paru-paru atau pneumothorax, atau bahkan ada infeksi. Thoracocentesis dilakukan

dalam keadaan teranestasi. Untuk memastikan apakah cairan yang ada adalah chyle atau

bukan, maka juga dilakukan pemeriksaan pendukung yaitu tes darah, lebih tepatnya uji

kandungan trigliserida. Apabila kasus yang terjadi adalah chylothorax maka kadungan

trigliserida pada cairan rongga thorax lebih tinggi daripada kandungan trigliserida pada darah.

Treatment yang diberikan dalam efusi pleura terutama karena chylothorax, yaitu

dengan mengevakuasi seluruh cairan pada rongga thorax. Tujuannya untuk mempermudah

pernapasan dan mengurangi akumulasi cairan. Kemudian dapat dilakukan pemberian pakan

low-fat untuk mengurangi chyle pada cairan rongga thorax. Dapat diberikan nutriceutical,

yaitu benzopyrone serta suplemen untuk stimulasi pembongkaran protein dan mengurangi

bahkan menghilangkan protein dari pembuluh limfatik. Pembedahan yang dilakukan untuk

kasus ini, jarang yang berhasil. Pembedahan yang dilakukan adalah Thoracic Duct Ligation,

dengan melakukan sayatan diantara rusuk. Ligase dilakukan pada titik yang paling dekat

dengan diafragma, dari arah caudal rongga thorax. Tujuannya adalah untuk membuat saluran

9

Page 10: Efusi Pleural

limfatik baru menuju vena di daerah abdomen sehingga chyle yang ada tidak lagi

terakumulasi di rongga thorax.

Teknik pembedahan lainnya adalah Cisterna Chyle Ablation. Yaitu prinsipnya adalah

menghancurkan cisterna chyle yang merupakan reservoir chyle, sehingga tubuh akan

membuat jalur alternative lymphatic fluid agar masuk mengikuti aliran darah, jadi akan

mengurangi tekanan pada thorax.

10

Page 11: Efusi Pleural

BAB IV

KESIMPULAN

Efusi pleura merupakan penyebab yang paling sering dari kesulitan bernafas yang

dialami oleh anjing dan kucing. Kedua spesies tersebut memungkinkan untuk mengalami

berbagai jenis dari efusi pleura dengan beraneka ragam jenis penyakit yang mungkin

mendasarinya. Pada anjing dan kucing, efusi pleura paling sering disebabkan karena

tuberkulosis. Namun, penyakit lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara

lain chylothorax, Feline Infectious Peritonitis ,pyothorax, pneumonia, empiema toraks, sirosis

hepatis, gagal jantung kongestif, dan lain-lain. Chylothorax terjadi ketika chyle, cairan yang

mengandung chylomicrons dan lymph dalam jumlah yang tinggi, keluar dari system thoracic

duct-cistem chili, dan masuk kedalam rongga pleura dan menyebabkan efusi pleura.

Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila

keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat

inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal

jantung). Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampaui absoprsi

(drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah

dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga

peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila

terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal,

dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik).

Gejala klinis yang menyertai efusi pleura dapat berupa tachypnea, sulit bernafas,

respirasi yang dangkal, penurunan suara bronchovesicular paru pada dependant portion dari

thorax atau peningkatan suara bronchovesicular pada remainder dari thorax, serta adanya

hyporesonance sounds saat dilakukan perkusi pada dasar thorax. Batuk-batuk jarang sekali

menyertai pleural disease tetapi dapat ditemukan pada gangguan yang berasal dari paru-paru

atau saluran pernafasan.

Tujuan pengobatan dari efusi pleura adalah untuk menemukan penyebab dasar,

untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan

serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (contoh: gagal jantung

kongestif, pneumonia, sirosis). Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk

mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.

Terkadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke 11

Page 12: Efusi Pleural

system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan

pengembangan paru. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi

dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

12

Page 13: Efusi Pleural

DAFTAR PUSTAKA

Ettinger, Feldman. 2005.Textbook of Veterinary Internal Medicine. Diseases of the

dog and cat. 6th ed. Elsevier Inc. pp.204-207.

Karlapudi Satish Kumar, and Palaniswamy Ramesh. 2007. Chylothorax associated

with lunglobe torsion in a dog - a case report. Veterinarski Arhiv 77 (6), 561-566,

2007. Department of Veterinary Clinical Medicine, College of Veterinary Science, Sri

Venkateswara Veterinary University, (formerly A.N.G.R. Agricultural University),

Rajendranagar, Hyderabad, Andhra Pradesh, India

Leah Cohn. 2006. Pleural Effusion In The Dog and Cat. International Congress of the

Italian Association of Companion Animal Veterinarians. University of Missouri.

College of Veterinary Medicine, Columbia.

S. Sabev, A. Rusenov, N. Rusenova, K. Uzunova. 2008. A Case of Hydrothorax In A

Dog-Clinical, Blood Laboratory and Electrocardiographic Changes. Trakia Journal

of Sciences, Vol. 6, No. 2, pp 61-65, 2008. ISSN 1312-1723. Copyright © 2007.

Trakia University. Faculty of Veterinary Medicine, Trakia University, Stara Zagora,

Bulgaria

13