Edit Tan

17

Click here to load reader

description

dasda

Transcript of Edit Tan

PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN

9.1. Pancasila Paradigma llmu PengetahuanMembicarakan ilmu pengetahuan sejak kelahirannyaidentik dengan lsafat, kemudian filsafat berkembangsetapak demi setapak menjadi ilmu pengetahuan, sehinggadinyatakan filsafat adalah induk segala ilmu. Dan sampaisaat sekarang ini banyak temuan ilmiah yang baru, yangkemudian menghasilkan ilmu pengetahuan baru yangsebelumnya tidak terbayangkan.Perkembangannya dewasa ini ilmu pengetahuanbeserta anak kandungnya yaitu teknologi, dengan temuan-temuan barunya yang melaju dengan cepat, mendasar, danspektakuler, ternyata bukan lagi hanya sekadar sarana bagikehidupan umat manusia masa kini. Ilmu pengetahuandan teknologi telah menjadi sesuatu yang substansif, dandalam kedudukannya sesuatu yang substansif, telahmenyentuh semua segi dan Sendi kehidupan secara ekstensif.Implikasinya adalah perbenturan tata nilai dalam segala

aspek kehidupan.Dalam perubahan tata nilai ini, bangsa Indonesia harusdapat menyusun strategi kebudayaan, yang menggunakannilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri dalam Pancasila,sebagai kerangka acuan untuk membina dan mengem-bangkan ilmu pengetahuan, demi dan atas nama pening-katan harkat dan martabat manusia Indonesia.9.1.1. Perkembangan Ilmu PengetahuanKelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan dalambuku Filsafat Ilmu yang disusun oleh Tim Dosen FilsafatIlmu Fakultas Filsafat UGM (2007), dan juga dalam bukuKapita Selekta Pendidikan Pancasila penyunting HamdanMansoer (dkk) Dirjen Dikti (2002), Koento WibisonoSiswomiharjo menjelaskan tentang kelahiran dan perkem-bangan ilmu pengetahuan secara singkat sejak kelahiran-nya. Koento Wibisono Siswomiharjo, dalam kedua bukutersebut menjelaskan bahwa, pada saat kelahirannya ilmupengetahuan adalah identik dengan filsafat mempunyaicorak mitologik dengan segala sesuatu yang ada dan yangmungkin ada diterangkan. Berbagai macam kosmogonimenjelaskan bagaimana kosmos dengan berbagai aturan-nya terjadi, dan dengan theogoninya diuraikan peranan paradewa yang merupakan unsur penentu terhadap se-galasesuatu yang ada. Bagaimanapun corak mitologik telahmendorong upaya manusia untuk berani menerobos lebihjauh dunia pergejalaan, untuk mengetahui adanya sesuatuyang eka, tetap, abadi, di balik yang bhineka, berubah,dan sementara.

Barulah setelah dilakukan gerakan demitologisasi yangdipeloporin para filsuf pra-Socrates, filsafat setapak demisetapak berkat kemampuan rasionalitasnya telah mencapaipuncak perkembangannya sebagaimana ditunjukkanmelalui pemikiran trio filsuf besar, yaitu Socrates, Plato,dan Aristotelesa Semenjak itu filsafat yang semula bercorakmitologik berkembang menjadi Ilmu. Pengetahuan yangmeliputi berbagai macam bidang. Hal ini terbukti daripernyataan Aristoteles yang mengemukakan bahwa filsafat,sebagai semua kegiatan yang dapat dipertanggungjawab-kan secara akaliah; dan membaginya menjadi ilmupengetahuan poietis (terapan), ilmu pengeatahuan praktis(dalam arti normatif seperti etika, politik), dan ilmu pengetahuanteoretik. Ilmu pengetahuan inilah yang dikatakansebagai yang tenpenting, dan membaginya menjadi ilmualam, ilmupasti, dan filsafat pertama yang kemudian dikenalsebagai metasika.

Koento Wibisono Siswomiharjo menjelaskan bahwapasca Aristoteles, filsafat Yunani Kuno menjadi ajaranpraksis, bahkan mistis, sebagaimana diajarkan oleh Stoadan Epicuxi, dan kemudian Plotinus. Bersamaan denganmulai pudarnya kekuasaan Romawi, semuanya itu merupa-kan isyarat datangnya tahapan baru,,yaitu filsafat yangharus mengabdi kepada agama. Ancilla Theologiael Filsufbesar pada saat itu yaitu Augustinus dan Thomas Aquinastelah memberi ciri khas kepada filsafat pada abad tengah.Filsafat Yunanin Kuno yang sekuler telah dicairkan dariantinominya. dengan doktrin gerejani. Filsafat menjadi bercorak teologik. Biar tidak saja menjadi pusat kegiatanagama, akan tetapi juga menjadi pusat kegiatan intelektual.

Dalam pada itu tidak dapat dilupakan kehadiran parafilsuf Arab seperti: Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd,A1 Ghazali, yang telah menyebarkan lsa fat Aristoteles denganmembawanya ke Cordova (Spanyol) untuk kemudian diwarisioleh dunia Barat melalui kaum Patristik dan Skolastik.Wells dalam karyanya the Outline of History (1951) me-nyimpulkan bahwa "jika orrmg Yunani adalah Bapak metode ilmiah, maka orang muslim adalah Bapak angkatnya". Dipelopori oleh gerakan Renaissance di abad ke-15dan dimatangkan oleh gerakan Aufklarung di abad ke-18,dengan langkah-langkah revolusionernya filsafat memasukitahap yang baru atau modern. Kepeloporan revolusioneryang telah dilakukan oleh anak-anak Renaissance danAufklarung seperti: Copernicus, Galileo Galilei, Kepler,Descartes, Immanuel Kant, telah memberikan implikasiyang amat luas dan mendalam. Di satu pihak otonomibeserta segala kebebasannya telah dimiliki kembali olehumat manusia, sedang di lain pihak manusia kemudianmengarahkan hidupnya ke dunia sekuler, yaitu suatu kehi-dupan pembebasan dari kedudukannya yang semulamerupakan koloni dan subkoloni agama dan gereja.

Selanjutnya Koento Wibisono Siswomiharjo menjelas-kan bahwa, bersamaan dengan itu agama yang semulamenguasai dan manunggal dengan filsafat, segera ditinggal-kan oleh filsafat. Masing-masing berdiri mandiridan ber-kembang menurut dasar dan arah pemikirannya sendiri-sendiri. Dalam perkembangan berikutnya filsafat ditinggal-kan oleh ilmu-ilmu cabang yang dengan metodologinyamasing-masing mengembangkan spesialismenya sendiri-sendiri secara intens. Lepasnya ilmu-ilmu cabang Dari.batang filsafatnya diawali oleh ilmu-ilmu alam{ atau fisika,melalui tokoh-tokohnya seperti berikut ini: Copernicus (1473-1543) yang dengan astronominyamenyelidiki putaran benda-benda angkasa. Karyanyade Revolutionibus Orbium Caelistium yang kemudiandikembangkan dan disebarluaskan oleh Galileo Galilei(1564-1642) dan Johannes Kepler (1571-1630) ternyatatelah menimbulkan revolusi tidak di kawasan ilmupengetahuan saja, akan tetapi juga di masyarakat denganimplikasinya yang amat jauh dan mendalam. Versalinus (1514-1564) dengan karyanya De HumaniCorporis Fabrica telah melahirkan pembaruan persepsidalam bidang anatomi dan biologi. Issaac Newton (1642-1727) melalui Philosopie NaturalisPrincipia Mathematica telah menyumbangkan bentukdefinitif bagi mekanika klasik.Dengan dilatarbelakangi situasi dan kondisi semacamitu maka tidaklah mengherankan apabila model-modelyang dipergunakan ilmu-ilmu sosial yang mulai munculpada abad ke-18 juga menggunakan model-model ala ilmualam, karena dianggap sebagai sesuatu yang akurat dandapat dibuktikan secara empirik bagi apa yang disebutkebenaran atau kenyataan itu.Selanjutnya Koento Wibisono Siswomiharjo menje-laskan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan jugailmu sosial dengan gaya semacam itu mencapai bentuknyasecara definitif dengan kehadiran Auguste Comte (1798-1857)dengan grand-theory-nya yang digelar dalam karya utama-nya Cours de Philosophie Positive yang mengajatkan bahwacara berpikir manusia, juga masyarakat di mana pun akan

mencapai puncaknya pada tahap positif, setelah melampauitahap Theoliogik dan metafisik. Istilah positif olehnya diberiarti eksplisit dengan muatan filsafat, yaitu untuk mene-rangkan bahwa yang benar dan yang nyata haruslah konkrit,eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan.Metode observasi, eksperimentasi, dan komparasi yangdipelopori Francis Bacon (1561-1626) telah semakin men-dorong pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di inanaHelmholtz, Pasteur, Darwin, Clerk Maxwell, berhasil mene-Mukan hal-hal baru dalam penelitian ilmiahnya. Semua itumemberi isyarat bahwa dunia Barat telah berliasil mela-kukan tinggal landas untuk mengarungi dirgantara ilmupengetahuan yang tiada bertepi.Battle cry-nya Francis Bacon yang menyerukan bahwa"knowledge is power" bukan sekadar mitos, melainkan sudahmenjadi" etos, telah melahirkan corak dan sikap pandangmanusia yang meyakini kemampuan rasionalitasnya untukmenguasai dan meramalkan masa depan, dan denganoptimismenya, berinovasi secara kreatif untuk membukarahasia-rahasia alam. Didukung oleh roh kebebasan Renais-sance dan Aufklarung, menjadikan masyarakat Baratsebagai masyarakat yang tiada hari tanpa temuan-temuanbaru yang muncul secara historis kronologis berurutan danberdampingan sebagai alternatif. Koento Wibisono Siswomiharjo selanjutnya menjelas-kan bahwa revolusi ilmu pengetahuan telah berlanjut diabad ke-20 berkat teori relativitas-nya Einstein yang telahmerombak filsafat Newton yang semula sudah mapan, disamping teori kuatum-nya yang telah mengubah persepsidunia ilmu tentang sifat-sifat dasar dan perilaku materi

sedemikian rupa sehingga para pakar dapat melanjutkanpenelitian-penelitiannya, dan berhasil mengembangkanilmu-ilmu dasar seperti: astronomi, fisika, kimia, biologimolekuler, seperti hasilnya dapat dinikmati oleh manusiasekarang ini.Optimisme, namun bersamaan dengan itu juga pesimisme merupakan sikap manusia masa kini dalam meng-hadapi perkembangan ilmu pengetahuan dengan penemuan-penemuan spektakulernya. Di satu pihak telah mening-katkan fasilitas hidup yang berarti menambah kenikmatan.Namun di pihak lain gejala-gejala adanya catastrophemenjadi semakin meningkat dengan akibat-akibat yangcukup fatal.Koento Wibisono Siswomiharjo Selanjutnya menjelas-kan tentang Klasifikasi Ilmu Pengetahuan, bahwa sejalandengan ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal pulasebagai Bapak Sosiologi, suatu ensiklopedi telah disusundengan meletakkan matematika sebagai dasar bagi semuacabang ilmu, dan di atas matematika, secara berurutan iatunjukkan ilmu astronomi, fisika, kimia, biologi, dan fisikasosial atau sosiologi dalam suatu susunan hierarkhis atasdasar kompleksitas gejala-gejala yang dihadapi oleh masing-masing cabang ilmu. Ia menjelaskan bahwa sampai denganilmu kimia, suatu tahapan positif telah dapat dicapai; sedangbiologi dan fisika sosial masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai theologik dan metafisik.Klasifikasi ala Auguste Comte tersebut hingga kinimenjadi semakin aktual dan relevan untuk mendukungsikap pandang yang meyakini bahwa masyarakat industrisebagai tolok ukur bagi tercapainya modernisasi, harus

disiapkan melalui penguasaan basic sciences yaitu matematika,sika, Kimia, dan biologi dengan penyediaan dana dan fasilitasdalam skala prioritas utama.Koento Wibisono SisWomiharjo menjelaskan bahwa,bersamaan dengan itu logico-positivisme, yaitu sebuah modelepistemologi yang di dalam langkah-langkah progresinyamenempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi, dankomparasi, sebagaimana 'diterapkan dalam penelitian ilmualam, mendapatkan apresiasi yang berlebihan, sehinggamodel ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian-penelitian ilmu-ilmu sosial.Logico-positivisme merupakan model atau teknik pene-litian yang menggunakan presisi, verifiabilitas, konfirmasi,dan eksperimentasi dengan derajat optimal dengan maksudagar sejauh mungkin dapat melakukan prediksi denganderajat ketepatan yang optimal pula. Dengan demikianmaka keberhasilan dan kebenaran ilmiah diukur secarapositivistik. Dalam arti yang benar dan yang nyata haruslahkonkret, eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan.Kemudian Koento Wibisono Siswomiharjo menjelas-kan tentang akibatnya adalah bahwa dimensi-dimensikehidupan yang abstrak dan kualitatif menjadi terabaikan,terlepas dari pengamatan. Kebenaran dan kenyataan diukurserta dimanipulasikan secara positivistik. Keresahan danpenderitaan seseorang atau masyarakat tidak tersentuh,dan objektivitas dijelaskan secara matematis dengan hiasanangka-angka statistik yang di sana-sini sering menjadi tidakmempunyai makna. Kritik dan koreksi terhadap positivismedilancarkan, karena sifatnya yang naturalistik dan deter-ministik. Manusia dipandang hanya sebagai dependent, dan bukan sebagai independent variabel.Oleh karena itu Koento Wibisono Siswomiharjvz men ge-mukakan klasikasi yang lain, yaitu dari WilhelmDilthey(1833-1911) yang mengajukan klasifikasi ilmu penge-tahuan, dan membaginya ke dalam natuurwissenschaft dangeisteswissenchaft dengan menjelaskan bahwa yang satusebagai science of the world. Sedang yang lain adalah scienceof Geist. Yang satu menggunakan metode Erklaeren dan yanglain verstehen_ Lebih dari itu Juergen Habermas salah seorang tokohdi kalangan mazhab Frankfrut mengajukan klasifikasidengan the basic human interest sebagai dasar, denganmengemukakan klasifikasi ilmu-ilmu empiris-analitis,sosial-kritis dan historis-Hermeneutis, yang masingmasingmenggunakan metode empirik, intelektual rasionalistik,dan hermeneutik. 'Dengan adanya faktor-faktor heuristik yang mendoronglahirnya cabangcabang ilmu yang baru seperti: ilmulingkungan, ilmu komputer, futurologi, dan lain sebagai-nya, sehingga seribu-satu model pengklasifikasian pastiakan kita jumpai, seperti yang kita lihat Dalam kehidupanPerguruan Tinggi dengan munculnya berbagai macamfakultas dan program studi yang baru.Penjelasan tentang perkembangan ilmu pengetahuanKoento Wibisono Siswomiharjo mengakhiri bahwa dalamperkembangannya dewasa ini ilmu pengetahuan besertaanak kandungnya yaitu teknologi bukan lagi sekadarsarana bagi kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuandan teknologi (Iptek) kini telah menjadi suatu yang sub-stanstif, bagian dari harga diri (prestige) dan mitos, yang akanmenjamin survival suatu bangsa, prasyarat (prerequisite)untuk mencapai kemajuan (progress) dan kedigdayaan(power) yang dibutuhkan dalam hubungan antar sesamabangsa.Dalam keduduknnnya sebagai sesuatu yang substantiftadi, Iptek telah menyentuh semua segi dan sendi kehidupansecara ekstensif, dan pada gilirannya mengubah budayamanusia secara intensif.9.1.2, Paradigma Ilmu PengetahuanFenomena perubahan budaya manusia dalam masya-rakat Indonesia, Koento Wibisono Siswomiharjo menjelas-kan juga bahwa fenomena perubahan tadi tercermin dalammasyarakat Indonesia yangndewasa ini sedang mengalamimasa transisi simultan, yaitu: Masa transisinya masyarakat dengan budaya agraris Tradisional menuju masyarakat dengan budaya industri-modern. Peran mites mulai diambil oleh logos (akal pikir).Bukan lagi kekuatan-kekuatan kosmis yang secaramitologik dianggap sebagai penguasa alam sekitar,melainkan sang akal pikir dengan daya penalarannyayang handal yang kini dijadikan kerangka acuan untukmeramalkan dan mengatur kehidupan. Pandanganmengenai. ruang dan waktu, etos kerja, kaidah-kaidahnormatif yang semula dijadikan panutan, bergesermencari format baru yang dibutuhkan untuk mela-yani masyarakat yang berkembang menuju masyara katindustri. Yang dituntut adalah prestasi, siap pakai,keunggulan kompetitif, efisiensi, produktif, dan kreatif, Masa transisinya budaya etnis-kedaerahan menuju budaya nasional kebangsaan. Puncak-pucak kebudayaandaerah sebagaimana disebutkan dalam penjelasanpasal 32 UUD 1945 mencair secara konvergen menujusatu kesatuan pranata demi tegak-kokohnya suatunegara kebangsaan (nation-state) yang berwilayah dariSabang sampai ke Merauke. Penataan struktur pemerin-tahan, sistem pendidikan, pembentukan dan peng-aturan lembaga-lembaga sosial, penanaman nilai-nilaietik dan moral secara intensif, merupakan upaya seriusuntuk membina dan mengembangkan jati diri sebagaisatu kesatuan bangsa. Masa transisinya budaya nasional-kebangsaan menujubudaya global-mondial. Visi, orientasi, dan persepsimengenai nilai-nilai universal seperti hak-hak asasi,demokrasi, keadilan, kebebasan, juga mengenai masalahlingkungan dilepaskan dari ikatan fanatisme primordialkesukuan, kebangsaan, ataupun keagamaan, mengen-dor menuju ke kesadaran mondial dalam satu kesatuansintesis yang lebih konkret dalam tataran operasional.Batas-batas sempit menjadi terbuka, eklektis, namuntetap mentoleransi adanya pluriformitas sebagaimanadigerakkan oleh paham post-modernism.Implikasi globalisasi menunjukkan pula berkembang-nya suatu standardisasi yang sama dalam kehidupan diberbagai bidang. Negara atau pemerintahan di mana pun,terlepas dari sistem ideologi atau sistem sosial yang dimiliki-nya, dipertanyakan apakah hak-hak asasi dihormati, apakahdemokrasi dikembangkan, apakah kebebasan dan keadilandimiliki oleh setiap warganya, bagaimanakah lingkunganhidup dikelola.

1. Berbagai Alternatif Untuk MengantisipasiDalam era globalisasi ini Koento Wibisono siswomiharjo menjelaskan bahwa implikasi globalisasi menjadisemakin kompleks, karena di sisi lain masyarakat hidupdengan standar ganda. Di satu pihak sementara orang inginmempertahankan nilai-nilai budaya lama yang diimpro-visasikan untuk melayani perkembangan baru yang kemudian disebut sebagai lahirnya budaya sandingan(sub-culture)sedang di pihak lain muncul tindakan-tindakan yang ber-sifat melawan terhadap perubahan-perubahan yang dirasakan sebagai penyebab nestapa dari mereka yang merasadipinggirkan, tergeser dan tergusur dari tempat ke tempatdan dari waktu ke waktu, tidak terlayani oleh masyarakat,yang disebut sebagai budaya tandingan (counter culture)Era globalisasi memang penuh dengan paradoks.Di lingkungan masyarakat akademis sering munculpendapat sebagai alternatif untuk mengantisipasi masatransisi pola budaya tersebut. Sultan Takdid Alisyahbana yang menyatakan bahwabangsa Indonesia harus merebut dan menguasai budayaBargat, yaitu budaya renaissance yang mengandungunsur-unsur kebebasan, individualisme, rasionalisme,Optimisme, kreatif, dan inovatif. Suatu perangkatbudaya yang telah dapat mengantarkan masyarakatBarat sebagai negara maju, pemilik dan penguasa Iptek,berkat tiada hari tanpa temuan-temuan baru yangbermunculan secara kronologis-bersambungan danberdampingan sebagai alternatif. Masa depan akansemakin dikuasai lptek, sehingga apabila bangsa Indo-nesia ingin survive maka kita harus menguasai budaya

Barat tersebut. Pendapat ala Karl Popper, yang menyatakan bahwatidak ada desain mana pun yang mampu merekayasamasa depan. Masa depan akan semakin dikuasai Iptekyang implikasinya masa depan akan semakin cepatmengalami perubahan. Setiap rekayasa pasti segeraakan kadaluwarsa, ketinggalan zaman. Iptek seandiriakan sulit diramalkan ke mana aran perkembangan-nya, karena manusia sebagai pengendali Iptek semakinsulit diramalkan tingkah Iaku dan arah ambisinya. Sesuai dengan komitmen bangsa Indonesia untukmelaksanakan pembangunan sebagai pengamalanPancasila, maka bangsa Indonesia harus dapat me-nyusun strategi kebudayaan, yaitu suatu strategi,pembangunan yang menggunakan nilai-nilai budaya bangsaIndonesia sendiri sebagaimana termanifestasikan dalamPancasila, sebagai kerangka acuan untuk membina danmengembangkan ilmu pengetahuan, demi dan atasnama penjngkatan harkat dan martabat manusia Indonesia khususnya dan umat manusia umumnya.2. Pancasila sebagai Paradigma Ilmu PengetahuanPancasila sebagai paradigma pengembangan ilmupengetahuan menurut Koento Wibisono Siswomiharjo perludipahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspekontologis, epistemologis, dan aksiologianya. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuanmerupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titikhenti dalam upayanya untuk mencari dan menemukankebenaran dan kenyataan.

Epistemologis, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilaiyang terkandung di clalamnya dijadikan metode ber-pikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah di dalammengembangkan ilmu pengetahuan. Aksiologis, yaitu bahwa kemanfaatan dan efek pengem-bangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak berten-tangan dengan ideal Pancasila dan secara positif men-dukung atau mewujudkan nilainilai ideal Pancasila.Dengan menggunakan Pancasila sebagai paradigma,merupakan keharusan bahwa Pancasila harus dipahamisecara benar, karena pada gilirannya nilai-nilai Pancasila dijadi-kan asumsi-asumsi dasar bagi pemahaman di bidangontologis, epistemologis, dan aksiologisnya.'Menempatkan Pancasila sebagai paradigma harusdiawali dengan pemahaman Secara utuh mendasar dansikap pandang yang tidak meragukan lagi akan kebenaranPaneasila. Nilai-nilai Pancasila memang bersifat abstrak-universal, namun menjadi sangat konkretpada kondisikehidupan masyarakat merasakan kehilangan nilai-nilaiyang terkandung dalam Pancasila.Dengan demikian berarti Pancasila harus dipahamisebagai satu kesatuan organik, dan masing-masing sila salingmenyifati sila yang lain, mengarahkan, dan membatasi.Pemahaman mengenai Pancasila juga harus diletakkandalam satu kesatuan integratif dengan pokok-pokok pikiranyang digariskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar1945. Tanpa pemahaman seperti itu Pancasila akan kehi-langan maknanya. Hubungan antara Pancasila dan ilmu pengetahuanmenurut Koento Wibisono Siswomiharjo tidak dapat lagi

ditempatkan secara dikotomis saling bertentangan. Panca-sila tanpa disertai sikap kritis ilmu pengetahuan, akan men-jadikan Pancasila itu sebagai sesuatu yang represif dankontra produktif. Sebaliknya ilmu pengetahuan tanpa di-dasari dan diarahkan oleh nilai-nilai Pancasila akan kehilangan arah konstruktifnya dan terdistorsi menjadi sesuatuyang akan melahirkan akibat-akibat fatal bagi kehidupanumat manusia.