Economic Development

10
TUGAS GBE TEMATIK ECONOMIC DEVELOPMENT Dosen Pengampu: Lincolin Arsyad, M.Sc., Ph.D., Prof. Oleh Aditya Achmad Narendra Whindracaya 13/ 358202/ PEK/ 18491 Master Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Transcript of Economic Development

Page 1: Economic Development

TUGAS GBE TEMATIK

ECONOMIC DEVELOPMENT

Dosen Pengampu: Lincolin Arsyad, M.Sc., Ph.D., Prof.

Oleh

Aditya Achmad Narendra Whindracaya

13/ 358202/ PEK/ 18491

Master Manajemen

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gadjah Mada

2014

Page 2: Economic Development

BAB I

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) adalah perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat

bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat

dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan kemampuan

memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya

tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya.

Pertambahan potensi memproduksi seringkali lebih besar dari pertambahan produksi yang

sebenarnya. Dengan demikian perkembangan ekonomi adalah lebih lambat dari potensinya.

(Sadono Sukirno, 1994;10).

Pertumbuhan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai kenaikan GDP riil per kapita.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai pasar keluaran total sebuah negara, yang

merupakan nilai pasar semua barang jadi dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu

tertentu oleh faktor-faktor produksi yang berlokasi di dalam sebuah daerah. pertumbuhannya

untuk mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan daerah. Pendapatan

perkapitanya dipergunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk, sebab semakin

meningkat pendapatan perkapita dengan kerja konstan semakin tinggi tingkat kemakmuran

penduduk dan juga produktivitasnya.

Kami moncoba mengukur tingkat pertumbuhan suatu daerah dan kemudian

membandingkan dengan kesejahteraan rakyat di daerah Yogyakarta. Karena pertumbuhan

ekonomi penting untuk melihat indikator kesejahteraan rakyat suatu daerah, kami mengambil DI

Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kebudayaan ini telah banyak berkembang dari tahun ke

tahun. Perkembangan daerah tanpa mengandalkan sector industri besar dan hanya mengandalkan

pemasukan dari non industry. Maka seberapa besar kompetitifnya dibandingkan daerah lain di

pulau jawa.

Page 3: Economic Development

BAB II

PEMBAHASAN

DI Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan ekonomi

yang menggembirakan. Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

2013 yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

konstan 2000 meningkat 5,40 persen terhadap PDRB tahun 2012. Semua sektor perekonomian

tumbuh positif dan pertumbuhan tertinggi dicapai sektor industri pengolahan sebesar 7,81

persen. Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tahun 2013 tercatat sebesar Rp 63,69

triliun. Nilai tersebut setara dengan Rp 24,57 triliun jika dihitung dengan harga konstan tahun

2000 (PDRB riil). Dibandingkan dengan PDRB riil tahun 2012 yang mencapai Rp 23,31 triliun,

maka kinerja perekonomian DIY selama tahun 2013 mampu tumbuh positif sebesar 5,40 persen

(Gambar 1). Angka 5,40 persen ini menjadi angka pertumbuhan tertinggi yang mampu dicapai

DIY selama lebih dari satu dekade pasca krisis ekonomi 1997/1998.

Gambar 2.1 PDRB D.I. Yogyakarta 2007-2013 Atas Dasar Harga Berlaku, Harga Konstan 2000 (Rp

Triliun) dan Pertumbuhan Ekonomi (Persen)

Page 4: Economic Development

Hal tersebut adalah respon positif dari rencana pembangunan beberapa proyek besar,

seperti Pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo, Kawasan Industri Baja, Pembangunan

Inland Port di Kabupaten Bantul, Pembangunan Jalan tol Yogyakarta – Bawen Provinsi DIY-

Jateng, Pengembangan kawasan perekonomian Stasiun Tugu dan Malioboro Kota Yogyakarta,

Pengembangan Baron Technopark dan Industri perikanan tangkap skala nasional di

Gunungkidul. Selain itu, terdapat beberapa proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan seperti

pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarto di Temon dan infrastruktur pendukungnya antara

lain tempat pelelangan ikan (TPI), shelter nelayan, pabrik es, docking atau tempat perbaikan

kapal dan pemecah ombak.

Tabel 2.2 Nilai PDRB ADHB, ADHK 2000, Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi DIY

menurut Lapangan Usaha Tahun 2012 dan 2013

Tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama tahun 2013 didorong oleh

pertumbuhan positif di semua sektor perekonomian (Tabel 2.2). Pertumbuhan yang tertinggi

terjadi di sektor industri pengolahan yang mampu tumbuh sebesar 7,81 persen, setelah pada

tahun sebelumnya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 2,28 persen. Golongan

industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil, produk tekstil, alas kaki dan kulit;

dan industri furnitur memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan di sektor industri

pengolahan yang produksinya sangat dipengaruhi oleh permintaan domestik melalui kegiatan

pariwisata maupun permintaan ekspor. Pertumbuhan tertinggi berikutnya dihasilkan oleh sektor

Page 5: Economic Development

listrik, gas dan air bersih sebesar 6,54 persen dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar

6,30 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa yang cukup dominan

dalam struktur perekonomian DIY juga mampu tumbuh meyakinkan masing-masing sebesar

6,20 persen dan 5,57 persen. Sektor pertanian menjadi lapangan usaha yang memiliki laju

pertumbuhan terendah, meskipun masih tumbuh positif sebesar 0,63 persen dan mengalami

perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Besarnya andil atau sumbangan masing-masing sektor dalam menghasilkan

pertumbuhan ekonomi di DIY didominasi oleh sektor-sektor yang memiliki nilai nominal besar,

walaupun pertumbuhan sektor yang bersangkutan relatif kecil. Sektor yang memberi sumbangan

terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2013 adalah sektor perdagangan, hotel dan

restoran dengan andil 1,31 persen. Besarnya andil yang diberikan oleh sektor industri pengolahan

dan sektor jasa-jasa terhadap pertumbuhan ekonomi DIY masing-masing sebesar 0,98 persen,

meskipun dari sisi pertumbuhan yang dihasilkan sektor industri pengolahan menjadi yang

tertinggi. Andil yang terendah terhadap pertumbuhan DIY diberikan oleh sektor pertambangan

dan penggalian sebesar 0,03 persen (Tabel 2.2)

Sejalan dengan perkembangan perekonomian DIY, beberapa indikator kesejahteraan di

Yogyakarta mengalami perbaikan. Pendapatan per kapita masyarakat di Yogyakarta per kapita

tahun 2013 mencapai Rp 17,98 juta. Nilai ini meningkat 9,95 persen dibandingkan dengan tahun

2012 yang sebesar Rp 16,35 juta. Persentase tingkat kemiskinan sedikit mengalami perbaikan,

yaitu turun dari 15,88% menjadi 15,03%; tingkat pengangguran terbuka di Yogyakarta turun

menjadi 5,69% pada tahun 2010; nilai Indeks Pembangunan Manusia tahun 2012 tercatat sebesar

76,75 meningkat dibandingkan indeks pada tahun sebelumnya sebesar 75,77. Sebagai tambahan,

peningkatan kinerja ekonomi juga didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia terdidik

yang berkualitas. Ketersediaan ini sebagai hasil dari keberadaan lembaga-lembaga pendidikan

yang berkualitas pula di Yogyakarta, seperti Universitas Gadjah Mada yang merupakan

universitas negeri tertua setelah kemerdekaan Indonesia.

Page 6: Economic Development

BAB III

KESIMPULAN

Keberhasilan perekonomian suatu daerah dapat diukur melalui berbagai indikator

ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan daerah, pendapatan per kapita daerah,

tingkat kesempatan kerja, tingkat harga umum, dan posisi neraca pembayaran. Jika dilihat dari

data indikator BPS DI Yogyakarta, kontribusi PDRB DIY terhadap total PDRB 33 provinsi di

triwulan IV 2013 sebesar 0,84 persen dan memiliki peringkat terendah di Pulau Jawa. Secara

nasional, andil PDRB DIY menempati peringkat ke-20. Rendahnya peringkat andil PDRB DIY

disebabkan karena cakupan wilayah dan jumlah penduduk yang relatif kecil. Di samping itu,

dalam perkembangannya wilayah DIY menjadi daerah pusat pendidikan dan kebudayaan

sehingga tidak terlalu banyak aktivitas ekonomi yang berskala besar berlokasi di wilayah ini.

Page 7: Economic Development

DAFTAR PUSTAKA

Sadono Sukirno, 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Penerbit Raja Grafindo, Jakarta

Reksohadiprodjo, Sukanto, 2001. Ekonomi Perkotaan. Penerbit BPFE, Yogyakarta

http://yogyakarta.bps.go.id/index.php?r=site/page&view=sosduk.kemiskinan Diakses pada

tanggal 27 Maret 2014, pukul 19:39WIB

http://yogyakarta.bps.go.id/download/BRS/2014/Februari/1.%20BRS%20DIY%20No.

%2011%20-%205%20Februari%202014%20-20Pertumbuhan%20Ekonomi

%20PDRB%20 Tahun%202013.pdf Diakses pada tanggal 27 Maret 2014, pukul

19:43WIB

http://www.jogjainvest.jogjaprov.go.id/id/mengapayogyakarta/makroekonomi

#sthash.04j1Xcc7.dpuf Diakses pada tanggal 27 Maret 2014, pukul 20:09WIB