Ecg

15
PENGUKURAN ELEKTRISITAS JANTUNG Oleh : Nama : Tri Yulia Ningsih NIM : B1J011056 Rombongan : V Kelompok : 2 Asisten : Asri Hestiningsih LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

description

laporan praktikum

Transcript of Ecg

Page 1: Ecg

PENGUKURAN ELEKTRISITAS JANTUNG

Oleh :

Nama : Tri Yulia NingsihNIM : B1J011056Rombongan : VKelompok : 2Asisten : Asri Hestiningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

Page 2: Ecg

2012

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinyal Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu klasifikasi dari bagian

akhir sistem informasi pada analisis jantung. Diagnosis pada klasifikasi kelainan

jantung dilakukan pada pada sinyal gelombang yang terdiri dari 12 lead sadapan

yang masing-masing memiliki variasi yang berbeda. Variasi ini biasa digunakan

dalam ilmu kedokteran dan dikenal dengan sebutan sadapan bipolar, unipolar,

dan prekordial. Pengukuran mengenai saluran Na blokade mengenai sindrom

Brugada dilakukan pada gelombang J.

ECG (elektrocardiogram) adalah rekaman fluktuasi potensial aksi serabut

myocardium selama siklus jantung. ECG menggunakan suatu elektroda aktif atau

eksplorasi yang dihubungkan dengan elektroda indiferen (rekaman unipolar)

pada potensial nol atau diantara dua elektroda aktif (Kay, 1998).

Elektrocardiogram memperlihatkan gelombang-gelombang P, Q, R, S dan T.

Gelombang ini merupakan tegangan listrik yang ditimbulkan oleh jantung dan

direkam oleh ECG dari permukaan tubuh. Gelombang P adalah suatu defleksi

dalam posisi naik pada kurva yang menginterprestasikan data dari kardiogram

yang mempresentasikan depolarisasi umum. Sekitar 0,16 detik setelah timbul

gelombang P, muncul gelombang Q, R, S sebagai akibat dari depolarisasi pada

ventrikel mulai berelaksasi. Gelombang tanaman terjadi sesaat sebelum akhir

kontraksi ventrikel dan gelombang sering disebut repolarisasi. ECG

menggunakan kertas yang bergerak untuk merekam fluktuasi dari denyut

jantung, dimana kertas tersebut bergerak dengan kecepatan yang tetap yaitu 25

mm/detik. Kertas tersebut merupakan kumpulan dari kotak-kotak kecil yang akan

memudahkan pengguna dalam menghitung banyaknya denyut jantung per

menitnya. Sinyal ECG mempunyai amplitudo A= m.V yang dapat mencapai

permukaan tubuh.

P TSQ

R

Page 3: Ecg

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menghitung jumlah detak

jantung per menit pada individu dengan kondisi fisiologis yang berbeda dan

mahasiswa mampu menggunakan peralatan ECG, menginterpretasikan data

kardiogram serta dapat membedakan ada atau tidaknya perubahan gambaran

kardiogram pada individu dengan kondisi fisiologis yang berbeda.

Page 4: Ecg

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Praktikum ini menggunakan detak jantung dari praktikan yang mempunyai

kondisi fisiologis yang berbeda. Kondisi fisiologisnya yaitu lari, diam, jalan

ditempat, merokok, obesitas, dan kurus.

2.2 Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum retensi energi adalah sebagai

berikut :

1. Praktikan dipanggil untuk mewakili kondisi fisiologis yang telah ditetapkan.

2. Praktikan berlari untuk kondisi fisiologis lara dengan waktu ± 2 menit lalu

segera diukur detak jantung per menitnya.

3. Praktikan yang diam diukur detak jantung per menitnya.

4. Praktikan dibiarkan jalan ditempat selam ± 2 menit untuk kondisi fisiologis

jalan ditempat dan diukur detak jantung per menitnya.

5. Praktikan yang merokok dibiarkan merokok, setelah itu segera diukur detak

jantung per menitnya.

6. Praktikan yang mewakili kondisi fisiologis berat badan (obesitas dan kurus)

sebelumnya ditimbang berat badannya, lalu diukur ddetak jantung per

menitnya.

Page 5: Ecg

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel hasil pengamatan

Kelompok

Perlakuan (denyut/menit)

Normal Dingin Panas Alkohol 5%

Suhu ºC DJ Suhu ºC DJ Suhu ºC DJ Konsentrasi DJ

1 28 216 22 256 56 296 5% 268

2 28 300 22 240 54 244 5% 292

3 28 240 22 292 52 196 5% 264

4 28 356 25 368 58 258 5% 348

5 27 288 22 316 46 224 5% 316

6 28 300 25 352 52 306 5% 358

Foto hasil pengamatan

Gambar 1. Daphnia mikroskopis

Gambar 2. Daphnia skematis

Page 6: Ecg

1.2 Pembahasan

Percobaan yang dilakukan menggunakan daphnia. Daphnia mempunyai

tubuh yang transparan, sehingga denyut jantung terlihat jelas di bawah

mikroskop. Hasil praktikum menunjukan saat kondisi suhu normal daphnia

mempunyai denyut jantung 300 denyut/menit, dalam kondisi suhu dingin 244

denyut/ menit, dalam kondisi suhu panas rata-rata denyut jantungnya 240

denyut/menit, serta dalam kondisi di tambah zat kimia yaitu alkohol 5%, daphnia

mempunyai denyut jantung rata-rata adalah 292 denyut/menit. Kondisi ini

memperlihatkan bahwa daphnia akan menurunkan denyut jantungnya jika

keadaan lingkungan extrim (panas, dingin dan zat kimia). Berdasarkan pada data

pengamatan rombongan V, denyut jantung daphnia pada suhu normal yaitu 216,

300, 240, 356, 288 dan 300. Untuk suhu dingin yaitu 296, 244, 196, 258, 224 dan

306. Untuk suhu panas 256, 240, 292, 368, 316 dan 352. Untuk pemberian

alkohol 5% jumlah denyut jantungnya menjadi 268, 292, 264, 348, 316 dan 358.

Menurut Waterman (1980), hewan kecil memiliki frekuensi denyut jantung

yang lebih cepat dari pada hewan besar, baik itu pada suhu atau temperatur

panas, sedang, dingin, maupun alkoholik. Hal ini disebabkan adanya kecepatan

metabolik yang dimiliki hewan kecil tersebut. Menurut Pennak (1953),

mekanisme kerja jantung Daphnia sp. berbanding langsung dengan kebutuhan

oksigen per unit berat badannya pada hewan-hewan dewasa. Daphnia sp.

sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu 22º–31º C dan pH 6,5–7,4

yang mana organisme ini perkembangan larva menjadi dewasa dalam waktu

empat hari (Djarijah, 1995). Menurut Barness (1966) menyatakan bahwa denyut

jantung Daphnia sp. pada keadaan normal sebanyak 120 denyut per menit. Pada

kondisi tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia sp. ini dapat

berubah-ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya denyut jantung lebih

cepat pada waktu sore hari, pada saat densitas populasi rendah dan pada saat

betina mengerami telur. Respon denyut jantung Daphnia yang demikian terjadi

karena Daphnia merupakan hewan poikiloterm dapat juga disebut ektoterm

karena suhu tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan

eksternal yaitu jika suhu lingkungan berubah maka suhu tubuh pada daphnia

juga berubah seiring dengan suhu lingkungan, hal ini dipergunakan daphnia

untuk menyesuaikan diri agar metabolism dalam tubuh tetap berjalan dan dapat

bertahan hidup.

Page 7: Ecg

Pada waktu temperatur turun maka laju metabolisme turun dan

menyebabkan turunnya kecepatan pengambilan oksigen, sehingga denyut

jantung juga menurun. Menurut Waterman (1980) pada lingkungan dengan suhu

tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi

meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp. Namun

berdasarkan hasil praktikum kelompok 2 pad suhu tinggi denyut jantung daphnia

menurun, hal ini dapat disebabkan karena pada saat dilakukan perhitungan

terhadap denyut jantung daphnia suhu dari cavity slide sudah menurun karena

waktu yang terlalu lama. Perlakuan menggunakan alkohol pada hewan uji

dengan keadaan detak jantung normal akan menyebabkan suatu penurunan laju

denyut jantung. Alkohol dengan konsentrasi kecil (15 %) tidak akan

mempengaruhi denyut jantung daphnia. Suatu konsentrasi yang lebih tinggi

mungkin akan memberikan pengaruh, misal alkohol 70% atau 96% (Kamai,

2004).

Baumgartner et al. (2008), mengatakan kecepatan denyut jantung

dipengaruhi oleh temperatur atau suhu air, kandungan oksigen, pH air, nutrisi

dan makanan yang terkandung. Selain itu, dipengaruhi juga oleh :

Siang hari denyut jantung lebih cepat daripada malam hari

Kerapatan populasi tinggi akan menyebabkan kecepatan denyut jantung

semakin besar

Hewan betina yang membawa telur/anaknya dalam kantong pengeraman

akan menyebabkan kecepatan denyut jantungnya akan bertambah

Pada saat pertama masak seksual denyut jantung akan semakin bertambah

cepat

Kenaikan kecepatan metabolisme akan menaikkan kecepatan detak jantung

juga.

Pemberian rangsang dalam beberapa variasi kondisi, semakin besar

rangsangan yang diterima maka semakin tinggi kecepatan denyut jantung.

Perubahan laju denyut jantung merupakan faktor utama dalam

menyelesaikan output kebutuhan metabolisme dari hewan seperti halnya

daphnia menurut Waterman (1980) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

denyut jantung yaitu:

1. Aktifitas dan faktor yang berhubungan

2. Jantung daphnia akan menjadi lambat setelah makan atau dalam

keadaan terang.

Page 8: Ecg

3. Ukuran dan umur.

4. Spesies yang besar cenderung mempunyai denyut jantung lebih lambat.

Embrio daphnia mempunyai denyut jantung 1,3-1,5 dari denyut jantung

daphnia dewasa.

5. Cahaya, daphnia dalam lingkungan gelap mengalami penurunan denyut

jantung, dan sebaliknya.

6. temperatur, denyut jantung bertambah dengan kenaikan temperatur

dalam jangka waktu lingkungan normal.

7. zat kimia, penggunaan eter sering kali menyebabkan penurunan aktifitas

jantung.

Soetrisno (1987) menambahkan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi fisiologi atau denyut jantung, diantaranya adalah :

Faktor kimiawi yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta

pengaruh zat kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik

frekuensi denyut jantungnya.

Temperatur dimana akan mempengaruhi denyut jantung,

dimana denyut jantung akan naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh

Hewan kecil mempunyai denyut cepat daripada hewan besar

Hewan muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan

dengan hewan tua. Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan muda lebih kecil

dan pengaruh hambatan berkurang.

Ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan

(menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan ektoterm cenderung

berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini

adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Menghadapi fluktuasi

suhu lingkungan hewan poikilotermik melakukan konformitas suhu

termokonformitas), suhu tubuhnya terfluktuasi sesuai dengan suhu

lingkungannya (Soraya et al., 2012). Laju kehilangan panas pada hewan

poikilotermik lebih tinggi dari pada laju produksi panas, sehingga suhu tubuhnya

ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya dari pada suhu metabolisme

internalnya. Dilihat dari ketergantungan terhadap suhu lingkungan. Hewan

poikilotermik disebut juga sebagai hewan ektoterm. Menghadapi suhu

lingkunganya, hewan homeotermik melakukan regulasi suhu (termoregulasi),

suhu tubuhnya konstan walaupun suhu lingkungannya berfluktuasi (sampai pada

batas tertentu). Kehilangan panas lebih sedikit dibandingkan dengan laju

Page 9: Ecg

produksi panas internalnya, sehingga suhu tubuhnya lebih ditentukan oleh suhu

internalnya. Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai tahap

proses fisiologi. Misalnya, pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam

batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat

dengan meningkatnya suhu lingkungan. Pada seekor hewan yang memiliki

rentangan suhu toleransi luas, kecepatan konsumsi oksigennya akan meningkat

dengan cepat begitu suhu lingkunganya naik (Waterman, 1980). Ikan dan

amphibi memiliki toleransi yang lebih tinggi pada perubahan suhu lingkungan

dibandingkan dengan daphnia (Minggawati, 2006).

Page 10: Ecg

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil praktikum pengaruh lingkungan terhadap denyut

jantung daphnia dapat disimpulkan :

1. Denyut jantung daphnia pada suhu normal (28º C) adalah 300 denyut

jantung per menit, pada saat dingin (22o C) adalah 240 denyut jantung per

menit, saat panas (54o C) adalah 244 denyut jantung per menit dan pada

saat perlakuan alkohol 5% adalah 292 denyut jantung per menit.

2. Denyut jantung daphnia dipengaruhi oleh temperatur lingkungan dan zat

kimia. Temperatur yang tinggi menyebabkan denyut jantung cepat,

sedangkan temperatur rendah menyebabkan denyut jantung lambat.

Sedangkan zat kimia akan menyebabkan denyut jantung akan semakin

meningkat.

Page 11: Ecg

DAFTAR REFERENSI

Barnes, R. D. 1966. Invertebrata Zoology. W. B. Saunders Company Philadelphia, London.

Baumgartner G., Keshiyu N., Luiz C. G., Andrea B., Paulo V. S., Maristela C. M. 2008. Fish Larva From The Upper Parana River : Do Abiotic Factors Affect Larva Density. Volume 6(4): 551- 558. Neotropical Ichthyology.

Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Kamai, J., dan Allbrett, V. 2004. Kava Decreases the Heart Rate of Daphnia. Halau Lokahi Public Charter School, Hawaii, USA.

Minggawati, I. Pengaruh Padat Penebaran Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Gift (Oreochromis Sp) Yang Dipelihara Dalam Daskom Plastik. Fakultas Perikanan. Universitas Kristen Palangka Raya.

Pennak, R.W. 1953. Fresh Water Invertebrata. The Ronal Company, New York.

Radiopoetro. 1977. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.

Soetrisno. 1987. Fisiologi Hewan. Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto.

Soraya, Yara, Mindriany Syafilla dan Indah Rachmatiah S. Salami. 2012. Pengaruh Temperatur Terhadap Akumulasi dan Depurasi Tembaga (Cu) serta Kadmium (Cd) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Waterman, H. T. 1980. The Physiology of Crustaceae. Academy Press, New York.