E TABLOID EDISI 3 2012

16
Maret | Tahun 2012 www.tabloidgalangkangin.com ; E-mail:[email protected] Edisi 03 TAHUN II Rp. 6.000,- Luar Bali Tambah Ongkos Kirim Endek memang telah lama dikenal oleh masyarakat Bali. Hanya saja ternyata pemakaiannya tak terlalu populer di kalangan masyarakat Bali, apalagi kaum mudanya. Kesan kuno dan kenggalan zaman bagi pemakainya, melekat pada kain tenun tradisional Bali ini. Di sisi lian harga endek juga relaf mahal. Tentu hal ini akan semakin membuat endek dinggalkan oleh masyarakat. Dan jika ini terus dibiarkan terjadi, bukan mustahil endek hanya akan menjadi sebuah catatan sejarah. Tinggal nama dan kenangan. Pemerha dan praksi endek Bali, I Gus Made Arsawan mengakui memang sejak tahun 2000 ke atas, endek benar-benar memasuki masa kelam. Ada berbagai hal yang membuat kondisi ini terjadi, seper mahalnya harga endek. Endek menjadi mahal karena menggunakan 100% bahan impor yang memang mahal. “Selama ini, perajin juga cenderung kurang berkreasi, sehingga kesan endek, itu-itu saja. Tidak popular, terlebih di kalangan anak muda. Jadilah endek produk yang terpinggirkan,” ujarnya. Kalaupun ada endek yang bisa booming, maka harus bersiap-siap di-copy. Biasanya produk yang dimina akan di-copy di luar Bali untuk dingkatkan kapasitas produksinya. Produk yang datang dari luar memiliki kualitas yang tak jauh beda dari aslinya, sementara harganya jauh lebih murah. Inilah yang membuat endek Bali tak bisa bertahan dan dari hari ke hari semakin banyak perajin yang rontok. Tentu kondisi ini sangat ironis terlebih di tengah pesatnya perkembangan pariwisata Bali. Idealnya endek juga bisa terus berkembang karena endek tak memiliki batasan fungsi. Endek sebagai komodi tenun yang unik bisa dibawa dan disesuaikan dengan fungsi apapun. Budayawan I Wayan Geriya menyebut, kegiatan menenun yang hasilnya berupa produk teksl, bukan hanya berhen sebagai sekadar busana yang menutupi tubuh bagi orang Bali. Kemampuan menenun sangat erat kaitannya dengan keberadaan Dewa Surya (Matahari) dan Dewi Rah (Bulan) sebagai referensi peradaban manusia. Dewa Surya dianggap sebagai sumber energi, pencerahan dan sifat maskulin. Sementara Rah diapresiasi sebagai sumber kesejukan, kecankan dan keterampilan menenun sebagai simbol feminin. Bahkan menurut Geriya, di Bali berkembang kepercayaan bahwa bercak-bercak yang terlihat di bulan merupakan bayangan dari Dewi Rah yang tengah menenun, sehingga umat manusia tak kekurangan pakaian. Kepercayaan ini membuat pada zaman dahulu sebagian besar gadis di Bali belajar dan bisa menenun. Sayangnya kebiasaan menenun ini lambat laun semakin dinggalkan, bahkan salah satu hasilnya seper endek juga kian terpinggirkan.(viani) Tabloid Bulanan MENJADI CATATAN SEJARAH? ENDEK AKANKAH BBBBBBBBBB BBBBBBBBB 16 ........ A walnya, ogoh-ogoh hanya dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seper bambu, kayu dan kertas. Seiring perkembangan yang terjadi, ogoh-ogoh saat ini banyak dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seper stereofoam. Di samping hasilnya lebih baik, kemudahan juga menjadi alasan mengapa bahan-bahan ini digunakan. Apakah ada masalah dengan penggunaan bahan-bahan ini? Mampukah alam menerima hal-hal baru yang digunakan manusia di balik kata praks? Benarkah Pengerupukan yang disertai dengan prosesi nyomya bhuta kala bisa membawa dunia menjadi lebih baik? I Made Suarnatha, seorang akfis lingkungan , mengungkapkan dalam pelaksanaan Nyepi untuk mencapai sepi, k hening, dan damai, beberapa hal dilakukan dan dijadikan reprensentasi nyomya bhuta kala. Salah satunya dengan pembuatan ogoh-ogoh, yang saat Pengerupukan diarak keliling desa. Ogoh-ogoh merupakan wali atau wakil atau juga perwujudan dari bhuta kala. Pembuatan wali ini dilakukan agar manusia lebih mudah dalam membayangkan wujud dari bhuta kala. “Kalau kita dak bisa membuat wakil, maka akan sulit bagi manusia untuk membayangkan. Kesulitan membayangkan inilah kemudian melahirkan ciptaan-ciptaan seper ogoh-ogoh. Sebuah Ogoh-ogoh MEMAKNAI SAKTI YANG SEJATI Ogoh-ogoh tak tak terpisahkan dengan perayaan Nyepi. Digunakan sebagai simbol dari bhuta kala yang akan di-somya pada saat Pengerupukan.

description

mencerahkan, menggerakkan

Transcript of E TABLOID EDISI 3 2012

Page 1: E TABLOID EDISI 3 2012

Maret | Tahun 2012 www.tabloidgalangkangin.com ; E-mail:[email protected]

Edisi 03TAHUN II

Rp. 6.000,-Luar Bali Tambah

Ongkos Kirim

Endek memang telah lama dikenal oleh masyarakat Bali. Hanya saja ternyata pemakaiannya tak terlalu populer di kalangan masyarakat Bali, apalagi kaum mudanya. Kesan kuno dan ketinggalan zaman bagi pemakainya, melekat pada kain tenun tradisional Bali ini. Di sisi lian harga endek juga relatif mahal. Tentu hal ini akan semakin membuat endek ditinggalkan oleh masyarakat. Dan jika ini terus dibiarkan terjadi, bukan mustahil endek hanya akan menjadi sebuah catatan sejarah. Tinggal nama dan kenangan.

Pemerhati dan praktisi endek Bali, I Gusti Made Arsawan mengakui memang sejak tahun 2000 ke atas, endek benar-benar memasuki masa kelam. Ada berbagai hal yang membuat kondisi ini terjadi, seperti mahalnya harga endek. Endek menjadi mahal karena menggunakan 100% bahan impor yang memang mahal.

“Selama ini, perajin juga cenderung kurang berkreasi, sehingga kesan endek, itu-itu saja. Tidak popular, terlebih di kalangan anak muda. Jadilah endek produk yang terpinggirkan,” ujarnya.

Kalaupun ada endek yang bisa booming, maka harus bersiap-siap di-copy. Biasanya produk yang diminati akan di-copy di luar Bali untuk ditingkatkan kapasitas produksinya. Produk yang datang dari luar memiliki kualitas yang tak jauh beda dari aslinya, sementara harganya jauh lebih murah. Inilah yang membuat endek Bali tak bisa bertahan dan dari hari ke hari semakin banyak

perajin yang rontok.Tentu kondisi ini sangat ironis terlebih

di tengah pesatnya perkembangan pariwisata Bali. Idealnya endek juga bisa terus berkembang karena endek tak memiliki batasan fungsi. Endek sebagai komoditi tenun yang unik bisa dibawa dan disesuaikan dengan fungsi apapun.

Budayawan I Wayan Geriya menyebut, kegiatan menenun yang hasilnya berupa produk tekstil, bukan hanya berhenti sebagai sekadar busana yang menutupi tubuh bagi orang Bali. Kemampuan menenun sangat erat kaitannya dengan keberadaan Dewa Surya (Matahari) dan Dewi Ratih (Bulan) sebagai referensi peradaban manusia. Dewa Surya dianggap sebagai sumber energi, pencerahan dan sifat maskulin. Sementara Ratih diapresiasi sebagai sumber kesejukan, kecantikan dan keterampilan menenun sebagai simbol feminin. Bahkan menurut Geriya, di Bali berkembang kepercayaan bahwa bercak-bercak yang terlihat di bulan merupakan bayangan dari Dewi Ratih yang tengah menenun, sehingga umat manusia tak kekurangan pakaian. Kepercayaan ini membuat pada zaman dahulu sebagian besar gadis di Bali belajar dan bisa menenun. Sayangnya kebiasaan menenun ini lambat laun semakin ditinggalkan, bahkan salah satu hasilnya seperti endek juga kian terpinggirkan.(viani)

Tabloid Bulanan

MENJADI CATATAN SEJARAH?

ENDEKAKANKAH

BBBBBBBBBB BBBBBBBBB 16........

Awalnya, ogoh-ogoh hanya dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seperti bambu, kayu dan kertas. Seiring perkembangan yang terjadi, ogoh-ogoh saat ini banyak dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seperti

stereofoam. Di samping hasilnya lebih baik, kemudahan juga menjadi alasan mengapa bahan-bahan ini digunakan.

Apakah ada masalah dengan penggunaan bahan-bahan ini? Mampukah alam menerima hal-hal baru yang digunakan

manusia di balik kata praktis? Benarkah Pengerupukan yang disertai dengan prosesi nyomya bhuta kala bisa membawa dunia menjadi lebih baik?

I Made Suarnatha, seorang aktifis lingkungan , mengungkapkan dalam pelaksanaan Nyepi untuk mencapai sepi, titik hening, dan damai, beberapa hal dilakukan dan dijadikan reprensentasi nyomya bhuta kala. Salah satunya dengan pembuatan ogoh-ogoh, yang saat Pengerupukan diarak keliling desa. Ogoh-ogoh merupakan wali atau wakil atau juga perwujudan dari bhuta kala. Pembuatan wali ini dilakukan agar manusia lebih mudah dalam membayangkan wujud dari bhuta kala.

“Kalau kita tidak bisa membuat wakil, maka akan sulit bagi manusia untuk membayangkan. Kesulitan membayangkan inilah kemudian melahirkan ciptaan-ciptaan seperti ogoh-ogoh. Sebuah

Ogoh-ogohMEMAKNAI SAKTI YANG SEJATI

Ogoh-ogoh tak tak terpisahkan dengan perayaan Nyepi. Digunakan sebagai simbol dari bhuta kala yang akan

di-somya pada saat Pengerupukan.

Page 2: E TABLOID EDISI 3 2012

2 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

EDITORIAL

Team Redaksi Galang KanginDiterbitkan oleh: KSU Kharisma Madani Badan Hukum No.36/BH/DISKOP.PKM/IV/2006

- Pembina & Penasihat : Drh. Komang Suarsana, M.MA, Legawa Partha - Pimpinan Redaksi : I Gede Sumartana - Redaktur Pelaksana : I Gede Luhur Budiharta - Team Redaksi : Ni Komang Erviani, Kecuk Priambada, Nyoman Sarna, SE, Gusti Ayu M. Eka Putri

- Tata Letak : Ketut Rumiarsa - Photografi & dokumentasi : I Nyoman Sudarma, SE, Agus Gita Saputra - Administrasi Umum : Putu Sri Mulyani, SE - Sirkulasi & Distribusi : I Made Agus Antara, I Kadek Joni Artha, SE, I Gede Ardhi Saputra, SE,

I Made Surya Dharma, Agus Gita Saputra - Administrasi Sirkulasi : Agus Gita Saputra - Teknologi informasi : I Gede Dedy Wijaya, ST, Eka Yudi- Marketing : H. Husni Abdulah, - Periklanan : KSU Kharisma Madani KCP Pakerisan Email : [email protected]

Alamat Redaksi: Jln. Bedugul No.1 Sidakarya - Denpasar Selatan Telp:(0361) 727734 Email: [email protected]

Kritik dan Saran yang bersifat membangun bisa dilayangkan ke alamat email kami

Galang Kangin

Masyarakat Indonesia sempat dibuat gusar oleh ulah negara tetangga, Malaysia. Negeri jiran ini mengklaim tari Reog, Pendet dan Angklung sebagai budaya Malaysia. Itu

dilakukan dalam upaya menjual industri pariwisata negeri jiran tersebut.

Budaya bangsa Indonesia, bak untaian mutu manikam dengan beraneka ragam warna yang terhampar di zamrud katulistiwa. Bukan hanya tari-tarian, namun juga berupa kerajinan. Kerajinan, selain memiliki nilai seni, juga mengandung nilai filosofi yang tinggi. Pola atau motif yang dihasilkan, merupakan cara bangsa Indonesia dalam mengekspresikan diri untuk bersyukur dan menghargai kehidupan. Sayang, penghargaan terhadap budaya sebagai hasil kearifan lokal masih rendah. Bahkan ada yang mulai terlupakan tergerus oleh kemajuan zaman.

Masyarakat baru terhenyak ketika ada bangsa lain yang mengklaim sebagai nilai tambah jualan dalam industri pariwisata mereka. Tidak tertutup kemungkinan akan ada lagi budaya Indonesia yang diklaim oleh negara lain, sehingga perlu ada gerakan sadar budaya dan pengkodifikasian apa-apa yang merupakan budaya warisan leluhur.

Tak bisa dipungkiri, identitas dan peradaban suatu bangsa terlihat dari budayanya. Dalam hal ini, upaya Walikota Denpasar IB Rai Mantra mengangkat kain tenun endek sebagai identitas Kota Denpasar, layak diapresiasi.

Di era globalisasi ini, dimana serangan mode dari dunia luar begitu gencar, mengangkat “pamor” endek bukanlah hal mudah. Lantas apa kiat Walikota Denpasar dalam mengangkat daya saing endek ke dunia mode nasional, atau bahkan menjadi trend setter mode dunia? Juga apa pendapat Ida Ayu Selly T. Mantra dan I Gusti Made Arsawan selaku pemerhati endek? Seperti apa pula sejarah kain tenun endek? Ulasan I Wayan Geriya selaku pelaku kain tenun endek, layak untuk disimak guna menambah wawasan demi meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap produksi kain tenun endek.

Di bagian lain, harapan pemerintah untuk mensejajarkan profesionalisme koperasi dengan dunia swasta masih jauh panggang dari api. Berbagai upaya dilakukan. Salah satunya dengan memberi pelatihan terhadap para manajer koperasi agar memiliki standar kompetensi nasional. Fasilatator Lembaga Diklat Profesi, R. Saefurrokhman membeber upaya pemerintah menjadikan SDM koperasi yang professional. Tentunya ada harapan, setelah melalui pendidikan dan latihan, terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan koperasi, sehingga bisa bersaing dan sejajar dengan swasta.

Di bulan Maret ini, aktivitas penggarapan ogoh-ogoh menyambut Tahun Baru Caka yang ditandai dengan Hari Raya Nyepi cukup menonjol. Ogoh-ogoh, ternyata memberi efek domino terhadap para perajin tapel (topeng) untuk melengkapi pembuatan ogoh-ogoh. Bagaimana kiat para perajin yang berusaha meraup untung dari situasi ini, menarik untuk disimak. Ulasan ogoh-ogoh dari sisi filosofi kami sajikan pada rubrik budaya. Dan tulisan LK Budi Martini yang memotivasi, selalu menarik untuk dibaca. Semoga yang kami sajikan, memotivasi dan memberi inspirasi.

Editorial

Minggu, 26 Februari 2012, KSU Kharisma Madani menggelar rapat anggota tahunan (RAT) Tahun Buku 2011. RAT dilaksanakan di meeting room Hotel All Seasons, Denpasar. RAT tak hanya dihadiri jajaran pengurus, pengawas, penasehat dan semua anggota KSU Kharisma Madani. Hadir pula perwakilan dari Dinas Koperasi

dan UKM Provinsi Bali dan perwakilan dari kantor akuntan publik Johan Malonda Mustika dan Rekan.

Sebagaimana dimandatkan dalam undang-undang, RAT diawali dengan pembacaan laporan pertanggungjawaban pengurus dan pengawas di hadapan anggota, laporan keuangan Tahun Buku 2011, rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja (RK/RAPB) Tahun Buku 2012. Untuk objektivitas, laporan keuangan tahun 2011 telah melalui proses audit akuntan publik Johan Malonda Mustika dan Rekan dengan penilaian wajar.

Dari hasil laporan yang dibacakan, Pengurus, Pelaksana Harian dan Pengawas telah bekerja sesuai amanat dan hasil keputusan RAT 2011. Hal ini terlihat dari pengelolaan tata kehidupan KSU Kharisma Madani yang terus dikembangkan oleh pengurus dan pelaksana harian. Pada Tahun Buku 2011, usaha-usaha yang dilakukan oleh koperasi mengalami kenaikan. Ini terlihat dari realisasi pendapatan dan sisa hasil usaha. Berdasarkan hasil pengawasan yang telah dilaksanakan atas tata niaga kehidupan KSU Kharisma Madani, maka laporan tahunan dan neraca yang disertai penjelasan rugi/laba Tahun Buku 2011 dapat dipertanggungjawabkan dan disyahkan. Setelah itu disyahkan juga Rencana Kerja serta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RK/RAPB) Tahun Buku 2012.

Dalam RAT kali ini diadakan juga pergantian dan pemilihan pengurus baru periode 2012-2016. Berdasarkan kesepakatan semua pengurus dan anggota, I Putu Sumedana Wahyu kembali terpilih sebagai Ketua.

Sebagai penutup RAT diisi dengan acara undian berhadiah bagi para pemilik rekening tabungan dengan hadiah utama berupa sepeda motor, computer jinjing, dan sepeda lipat. RAT berlangsung apik dalam kemasan acara bekerjasama dengan Divisi EO dari Khama Bali Travel.

ENDEKKU SAYANG,ENDEKKU MALANG

RAT KHARISMA MADANI

I Putu Sumedana Wahyu

Peserta RAT

Kepengurusan Baru KSU Kharisma Madani dan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali

Page 3: E TABLOID EDISI 3 2012

3 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Keuntungan Rp 78.600.425.08 berhasil dibukukan KSU Satya Dharma pada tahun buku 2011. 40% di antaranya atau sekitar Rp 31 juta lebih dibagikan kepada anggota sesuai dengan perbandingan jasanya

dalam usaha koperasi. Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus dan pengelola KSU Satya Dharma, disampaikan Ketua KSU Made Sudarmawan pada Rapat Anggota Tahunan, 26 Februari 2012. Hingga 31 Desember 2011, KSU Satya Dharma tercatat memiliki 281 anggota, 96 orang di antaranya merupakan anggota aktif dan 185 orang lainnya merupakan anggota tidak aktif.

Dalam tahun buku 2011, unit simpan pinjam merupakan unit usaha yang mengalami peningkatan kinerja yang sangat baik dan memiliki perolehan laba yang cukup baik pula. “Tahun buku 2011 pinjaman yang direalisasi atau dicairkan sebesar Rp 5.396.900.000 (562 peminjam) dimana sampai dengan 31 Desember 2011 Bakidebet pinjaman yang diberikan sebesar Rp 4.762.000.390 (485 peminjam),” ungkapnya. Di samping itu KSU Satya Dharma pada tahun 2011 juga berhasil menghimpun dana Rp 5.452.614.671 dari 1.673 penyimpan.

Di samping unit usaha simpan pinjam, KSU Satya Dharma juga memiliki unit usaha lain mulai dari jasa pembayaran telepon, listrik, penjualan voucher pulsa dan lain-lain. Hanya saja unit usaha ini belum mampu membukukan hasil yang sangat baik. Konsentrasi memang masih diarahkan pada unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan modal yang nantinya bisa digunakan untuk mengembangkan unit usaha lain. Unit usaha lain akan terus dikembangkan guna menunjang unit usaha simpan pinjam.

Jika dibandingkan pada tahun 2010, volume usaha KSU Satya Dharma mengalami peningkatan sebesar 17% dari Rp 5.772.516.367 (2010) menjadi Rp 6.740.021.302 pada 2011. Sementara itu kekayaan bersih juga mengalami peningkatan sebesar 36% dari Rp 901.568.898 pada 2010 menjadi Rp 1.227.253.695 pada 2011. Modal dana pihak ketiga juga turut mengalami peningkatan sebesar 17% dari Rp 4.675.576.715 pada 2010 menjadi Rp 5.452.614.671 pada 2011.(ayu)

Geliat

MENINGKAT, SHU KSU SATYA DHARMA

Setelah melewati persiapan matang, calon Pengurus Jam’iyah Kautsaran Putri (JKP) Kota Denpasar , periode 2012-2017

diresmikan. Sesuai dengan pedoman musyawarah tahunan No.01/MT-23/II/1433 yang dikirim oleh Panitia Musyawarah Tahunan ke-23 Dewan Pimpinan Pusat ke seluruh cabang Jam’iyyah Kautsaran Putri Haajarulloh Shiddiqiyyah, peresmian ditetapkan 16 - 18 Robi’ul akhir 1433H atau tanggal 10 - 12 Maret 2012 M. Peresmian, dilanjutkan dengan musyawarah

tahunan ke23 tersebut diselenggarakan di Yusro Hotel Jombang, Jawa Timur.

Calon Ketua Jam’iyah Kautsaran Putri (JKP) Kota Denpasar, Nurjanah, mengungkapkan, peresmian pengurus diikuti oleh 7 (tujuh) daerah atau cabang yaitu dari cabang Denpasar, Tanggerang, Rantau Prapat, Pekan Baru, Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara dan Balik Papan. Para calon pengurus akan diresmikan langsung oleh Al-Mukarrom shekh Muhtarulloh Al-Mujtaba selaku Murshid Torikhoh Shiddiqiyyah. JKP Kota Denpasar mengirim 14 orang calon pengurus.

“Biayanya murni dari organisasi. Ini menunjukkan bahwa kami telah siap untuk diresmikan. Bahkan menduduki nomor urut satu karena kami secara organisasi pada tahun 2009 telah mengajukan peresmian. Harapan kami pengurus setelah diresmikan akan lebih semangat lagi untuk melaksanakan amanah organisasi,” katanya, sembari berujar JKP Kota Denpasar telah cukup lama terbentuk.

Sementara di tempat terpisah, Ketua DPD Orshid Kota Denpasar H.Husni Abdullah yang akrab dipanggil Bang Doel, mengatakan untuk pembentukan lembaga otonom pengurus DPD Orshid merupakan fasilitator di daerahnya. Jadi DPD memang punya tugas untuk mengembangkan organisasi . Salah satunya memfasilitasi pembentukan

lembaga otonom tersebut. Saya bersyukur JKP cabang Denpasar akhirnya diresmikan karena keberadaan JKP Kota Denpasar pasca terbentuk pada 07 Sofar 1429 H/ 16 Februari 2008 itu banyak ditentang oleh beberapa pengurus baik dari Orshid maupun internal calon pengurus JKP itu sendiri.

“Saya selaku ketua DPD Kota Denpasar sangat mengharapkan kepada semua pihak dapat mendukung kepengurusan ini agar lebih sukses dalam menjalankan tugas-tugas organisasi, baik dalam kegiatan rutin Kautsaran maupun pengembangan pada

kegiatan lain,” ujarnya.

Nama-nama calon Pengurus 1. Tatik Fauziyah :Penasehat 2. Nurjanah : Ketua 3. Sofie Aprilia : Sekretaris 4. Eni Suatmina : Sekretaris5. Tariyani : Bendahara6. Umi nadiroh : bid.Organisasi7. Halimah : Bid.Sosial8. Hj.Nurhidayah : Bid.Ekonomi9. Wijayanti : Bid.Komunikasi10. Sri Hartati :Bid.Pendidikan11. Jamilah :bid.pendidikan12. Suratmi :Bid. Al-Kamilah13. Sri Wahyuni :Bid.Kesejahteraan14. R.R.Nike Atdyah Dewantari

:Pengembangan

DIRESMIKAN,JKP CABANG DENPASAR

Ketua KSU Satya Dharma Made Sudarmawan memimpin RAT

Pengurus Jam’iyah Kautsaran Putri (JKP) Kota Denpasar

Page 4: E TABLOID EDISI 3 2012

4 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Produk tenun tradisional endek yang makin naik kelas, tidak bisa dipisahkan dari sosok Walikota Denpasar Ida Bagus

Rai Dharmawijaya Mantra. Di bawah kepemimpinan sosok pria putra mantan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra ini, Pemerintah Kota Denpasar terus berupaya mengangkat “pamor” endek. Bagaiamana sebenarnya pandangan Rai Dharmawijaya Mantra terhadap kain tenun yang kerap disebut sebagai kain abadi ini? Berikut petikan wawancara Galang Kangin dengan Wali Kota Denpasar itu:

Apa yang melatarbelakangi

kebijakan Anda untuk mengangkat endek?

Produksi endek merupakan bagian dari ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif ini berdampak pada ekonomi rakyat, karena ini diproduksi rakyat secara langsung. Produk ini juga berbasis budaya unggulan. Ini suatu identitas. Makanya kalau bicara masalah budaya, bukan hanya kita terbatas bicara masalah seni, cara bertani, dan lain-lain, tetapi juga masuk pada masalah ekonomi.

Makanya sekarang kalau ingin memajukan dengan pemahaman yang lebih cepat dari masyarakat, apa yang merupakan kebiasaan-kebiasaan masyarakat ini, kita harus berdayakan lagi, kita harus bangkitkan lagi.

Upaya riilnya seperti apa? Kita terus mengampanyekan

endek pada setiap kesempatan. Even tahunan seperti Denpasar Festival dan juga even lain adalah momen yang bagus. Sekarang yang paling penting, kita mengimbau kepada masyarakat agar mendukung hal ini. Cara yang paling sederhana dengan menggunakan endek dalam berbagai kesempatan. Sebagai output daripada market.

Untuk perajinnya sendiri, kita lakukan pembinaan-pembinaan. Termasuk membantu pengadaan mesin tenun. Pembinaan kita lakukan terkait peningkatan kualitas, desain, kemasan segala macam, sehingga akan terjadi suatu transform untuk lebih meningkatkan nilai dan memberikan perajin martabat yang lebih. Dan tentu saja, yang utama, memberikan kesejahteraan kepada para perajin endek.

Apa kendala terbesar dalam

memasyarakatkan endek? Sebetulnya masyarakat pada

intinya perlu informasi dan perlu suatu kebanggaan. Makanya kemarin dari kepala SKPD kita suruh dulu memakai. Terus dari perbankan, dan dari masyarakat. Jadi endek itu bukan hanya untuk uniform (seragam), tapi dia adalah fashionable.

Memang tidak mudah memasyarakatkan endek ini. Itu sama kayak batik maupun tenun-tenun di Indonesia lainnya yang merupakan kebanggaan bangsa. Kalau sekarang umpama, batik. Kalau orang yang sudah biasa buat endek, disuruh membatik kan susah dia. Kalau ini tidak dibangkitkan

lagi, nanti dia nggak ada pekerjaan, juga sulit. Inilah tugas pemerintah, mencari yang lebih dekat pada masyarakat untuk dibangkitkan.

Harga endek yang cukup

tinggi kadang membuat masyarakat enggan menggunakannya. Masyarakat kemudian memilih membeli batik dengan harga yang lebih murah. Bagaimana menurut Anda?

Sebetulnya, batik itu banyak dipakai karena lebih dulu saja. Sebenarnya masalah kain di mana-mana sama, tergantung pada mekanisme pasar. Kalau batik, umpamanya batik tulis, itu juga kita nggak terjangkau untuk membelinya. Selembar kain bisa sampai 5 juta. Tapi karena ini merupakan satu mass product, produk masyarakat, pengusaha-pengusaha itu pintar, ada batik yang murah, yang kualitasnya memang tidak sama dengan produk yang batik tulis itu.

Menurut Anda, apakah endek

perlu juga dibuat versi murahnya?Kalau buat saya, sebenarnya

antara endek dan batik dalam mekanisme pasar, dia akan berkembang sendiri. Sebenarnya kalau batik, endek, batik tulis, itu sebenarnya barang eksklusif, karena semua itu handmade (buatan tangan). Tapi kalau namanya mekanisme pasar, sama kayak rekaman-rekaman video itu, pembajakan, diprint segala macam, akhirnya kesan murah itu ada. Memang sulit kita mengatasi masalah-masalah seperti itu. Tapi yang penting sekarang, yang merupakan produk perajin itu bagaimanapun harus terus kita bantu, kembangkan, dan kita kuatkan.

Bagaimana perkembangan endek saat ini menurut Anda?

Saya lihat endek sudah semakin dikenal. Bahkan sudah sampai ke luar negeri. Di Jakarta pun, banyak sekali desainer-desainer yang mulai menggunakan endek. Saya lihat di acara music sebuah tv swasta, beberapa orang menggunakan endek. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menteri-menteri, sekarang juga suka pakai endek. Ini sebuah kebanggaan.

Apa sebenarnya kekuatan endek

Denpasar dibandingkan dari daerah lain di Bali?

Kita tidak ingin bicara produk endek Denpasar atau luar Denpasar. Yang pasti, memang kekuatan Denpasar adalah sentral market. Denpasar adalah tempat promosi yang efektif. Jadi ya, kita nggak usah bicara desain endek itu khusus desain endek Denpasar. Jangan. Pasar Denpasae terbuka untuk yang lain. Kami hanya bicara masalah endek, dan kami membangkitkan kreativitas dan ide-ide masyarakat. Silahkan berkreasi, dari desainnya, bentuknya, dan lain-lain, silahkan. Mau digabung pakai jeans, dijadikan tas, silahkan. Inilah yang namanya Denpasar kreatif, jangan pemerintahnya saja yang kreatif, tapi masyarakat juga harus kreatif.

Sajian UtamaIB Rai Dharmawijaya Mantra

IDENTITAS BERNILAI EKONOMI

Bicara booming endek tidak bisa dilepaskan dari peran seorang Ida Ayu Selly D. Mantra. Penampilan istri dari Walikota Denpasar ini tidak pernah lepas dari endek. Yang berbeda dari pejabat pejabat pada umumnya, Selly Mantra tidak pernah meninggalkan endek baik dalam

suasana formal maupun informal. Namun bukan berarti itu membuatnya jadi salah kostum.

“Kita bisa menggunakan endek di setiap kesempatan. Baik formal maupun non formal. Tinggal disesuaikan desainnya, dan padu padannya,” jelas Selly.

Selly menegaskan, endek yang dulu terkesan jadul bisa membuat kita tampil fashionable dengan sedikit kreasi. Sebagai contoh, endek bisa dipadukan dengan jenis kain lain seperti sifon atau bahkan jeans sehingga tidak terkesan kuno.

Diakui Selly, endek sebenarnya hal yang agak baru buatnya. Ia mulai serius menekuni endek sejak sekitar tahun 2009. Sejak itu pula, Pemerintah Kota Denpasar mulai serius membangkitkan endek. Selain untuk mendukung program membangkitkan endek, hal itu juga dilakukan karena ia sudah mulai jatuh cinta dengan endek. Tak sekadar mengaplikasikannya pada pakaian, endek juga seringkali diaplikasikan pada pernak pernik seperti bross dan lainnya.

Tak banyak yang tahu, pakaian-pakaian yang dibuat ibu tiga anak ini merupakan kreasinya sendiri. “Saya suka berkreasi. Jadi saya buat desainnya, lalu saya minta tukang jahit untuk mengaplikasinnya. Hasilnya ya, pakaian-pakaian yang biasa saya gunakan,”ujarnya bangga.

Demi bisa tampil fashionable dengan endek, Selly juga kerap hunting ke berbagai daerah untuk mendapatkan kain endek idamannnya. Selain masuk-masuk pasar tradisional, ia juga kerap mendatangi perajin langsung di desa-desa di wilayah Karangasem dan Klungkung. “Setiap ada yang menurut saya unik, bagus, saya beli. Tidak peduli kalau harganya murah, yang penting saya suka, ya saya beli,” kata dia.

Melalui Selly Mantra, Pemerintah Kota Denpasar melakukan banyak gebrakan untuk membangkitkan endek. Diantaranya dengan menggelar even Puspa ragam warna kreasi endek, bordir dan songket kota Denpasar pada rangkaian acara Denpasar Festival, akhir tahun lalu. (viani)

Fashionable dengan Endek

Ida Ayu Selly D. Mantra

Page 5: E TABLOID EDISI 3 2012

5 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Sajian Utama

I Wayan Geriya

ENDEK DAN BAYANGANDEWI RATIH

membangun manusia ke dalam, sehingga tercipta manusia yang utuh.

Lantas kenapa para penenun Bali meninggalkan profesinya? Dalam pandangan Geriya lebih pada sisi ekonomi. Karena para penenun ini mendapatkan upah yang tidak sesuai dibandingkan dengan pekerjaan lain. Pekerjaan sebagai penenun pasti akan kembali diminati jika memang bisa memberikan penghasilan yang baik. “Mana ada yang mau dibayar dengan upah kecil tetapi pekerjaannya berat. Pekerjaan sebagi tukang tenun tidak

bergengsi, karena upahnya kecil. Penenun ini maunya sangat sederhana, mereka mau dibayar dengan baik sehingga hidup mereka terangkat dan berkelanjutan,” ujar antropolog Universitas Udayana ini.

Momen revitalisasi endek yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar menurutnya bisa menjadi angin segar bagi pengusaha maupun perajin endek. Hanya saja pemerintah perlu memperhatikan keseimbangan, sehingga kebangkitan endek ini mampu memberikan manfaat positif bagi semua pihak yang ada di dalamnya. Pengusaha,

perajin maupun masyarakat sebagai penggunanya.

Geriya menilai semangat pemerintah untuk mendorong produksi endek juga harus diimbangi dengan ketersediaan pasar. Dengan demikian perajin maupun pengusaha tak merasa cemas dalam berproduksi. Saat ini endek harusnya tak lagi hanya menyasar pasar lokal, akan tetapi juga nasional dan bahkan internasional. Pembinaan ke dalam serta promosi keluar akan membuat endek menjadi terangkat, namun tetap mengakar. Dengan demikian endek memiliki nilai tambah baik secara ekonomi, kultural maupun teknologi.

Apresiasi UNESCO terhadap Batik sebagai warisan budaya dunia juga bisa menjadi sebuah loncatan dan mendorong kesadaran bahwa endek juga merupakan produk tekstil asli Bali yang bisa menjadi representasi identitas dan menumbuhkan kebanggaan.

Keterbatasan kemampuan alat tenun diakui Geriya memang

menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi perajin. Adanya sambungan kerap menuai kritik karena membuat kain menjadi kurang menarik. Karenanya pemerintah

saat ini berupaya menciptakan alat tenun yang bisa menghasilkan kain dengan lebar 110 cm yang diciptakan seorang pria bernama I Wayan Sarja. Namun alat yang diciptakan I Wayan Sarja saat ini baru ada 3 dan rencananya terus dikembangkan sehingga bisa membantu para perajin endek. (ayu)Kegiatan menenun dengan

hasilnya berupa produk tekstil, ternyata tak hanya berhenti sebagai sekadar busana yang

membalut tubuh bagi orang Bali. Kemampuan menenun sangat erat kaitannya dengan keberadaan Dewa Surya (Matahari) dan Dewi Ratih (Bulan) sebagai referensi peradaban manusia. Dewa Surya dianggap sebagai sumber energi, pencerahan dan sifat maskulin. Sementara Ratih diapresiasi sebagai sumber kesejukan, kecantikan dan keterampilan menenun sebagai simbol feminin.

Budayawan I Wayan Geriya menuturkan, di Bali berkembang kepercayaan bahwa bercak-bercak yang terlihat di bulan merupakan bayangan dari Dewi Ratih yang tengah menenun, sehingga umat manusia tak kekurangan pakaian. Kepercayaan ini membuat pada zaman dahulu sebagian besar gadis di Bali belajar dan bisa menenun. Sayangnya kebiasaan menenun ini lambat laun semakin ditinggalkan, bahkan salah satu hasilnya seperti endek juga kian terpinggirkan.

Padahal menurut Geriya, menenun bukanlah sekadar menghasilkan kain. “Dalam menenun terdapat perpaduan antara logika, teknologi, estetika dan kreativitas. Logika, teknologi dan kreativitas berguna untuk menaikkan kehidupan manusia, sementara itu mitologi seperti Dewi Ratih yang menenun berfungsi untuk

I Wayan Geriya

Page 6: E TABLOID EDISI 3 2012

6 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Bagi sebagian besar orang, menggunakan busana endek membuat mereka tidak nyaman. Terlebih bila harus digunakan pada siang hari, saat cuaca sangat terik.

Bahan kainnya yang cenderung kaku, juga seringkali sulit diaplikasikan pada berbagai jenis busana. Tak cuma itu, harganya yang cenderung tinggi membuat endek tak terjangkau bagi kalangan bawah.

Kondisi itu diakui pula oleh budayawan I Wayan Geriya. Menurutnya, teknologi memang perlu dterapkan jika ingin tetap dikenal oleh masyarakat. Pemerintah yang mengharapkan agar masyarakat mau menggunakan busana endek, tentu tak akan bisa diwujudkan jika harga endek tetap mahal, sehingga sulit dijangkau masyarakat menengah ke bawah.

Para penenun endek dirasa tak perlu risau jika memang akan ada endek yang dibuat secara cetak. Ini karena antara endek tenun dan cetak memiliki pasar, kelas dan juga nilai yang berbeda. “Dalam kerangka teknologi antara handmade (buatan tangan) dan machine made (buatan mesin) selalu bersinergi.

Mesin memang unggul dari segi jumlah dan harganya murah, sehingga bisa digunakan oleh mereka yang ada pada kelas menengah ke bawah. Akan tetapi karena diproduksi secara missal, maka estetikanya kurang. Sementara itu hasil tenunan yang harganya lebih, cenderung diminati oleh mereka yang ada di kelas menengah atas yang menyukai sesuatu yang lebih eksklusif.”

Agar endek bisa semakin dikenal, selain melalui berbagai even seperti Denpasar Festival, maka pengenalan terhadap endek bisa dilakukan sejak anak usia dini. Misalnya melalui penggunaan seragam endek. Saat menggunakan pakaian endek, anak-anak ini juga bisa diberikan cerita yang berkaitan dengan pakaian yang digunakannya. Dengan demikian meraka akan memiliki pengetahuan sekaligus menumbuhkan rasa bangga terhadap produk warisan leluhurnya.

Masa Kelam EndekPemerhati dan praktisi endek Bali, I Gusti Made

Arsawan mengakui memang sejak tahun 2000 ke atas endek benar-benar memasuki masa kelam. Ada berbagai hal yang membuat hal ini terjadi seperti mahalnya harga endek. Endek menjadi mahal karena menggunakan 100% bahan impor yang memang mahal. Tak hanya itu. Para penenun juga pasti menuntut dibayar dengan pantas, sementara kapasitas produksi tak memadai, maka harga endek pun menjadi semakin mahal.

“Selama ini perajin memang kurang berkreasi, sehingga endek kesannya itu-itu saja. Tidak popular, terlebih di kalangan anak muda. Jadilan endek produk yang terpinggirkan. Harga bahan baku juga tinggi karena menggunakan 100% bahan impor. Sudah bahannya mahal, para penenun juga pasti minta dibayar dengan ongkos yang sesuai agar bisa bertahan. Lengkaplah sudah endek

Sajian Utama

menjadi terpinggirkan,” jelasnya. Sementara itu endek juga tak mesti harus ditenun.

Bisa juga dibuat dengan digital print, sehingga harganya menjadi lebih terjangkau. “Sekarang dibuat dulu agar endek bisa lebih dikenal dan harganya bisa dijangkau oleh masyarakat. Jangan terlalu khawatir jika dengan membuat endek dengan metode cetak, maka yang tenun akan punah. Keduanya memiliki segmen pasar sendiri. Mereka yang menengah ke bawah tetapi menyukai endek, bisa memilih hasil digital print. Sedangkan bagi yang kelas atas dan menyukai yang eksklusif, tentu akan tetap menjatuhkan pilihannya pada hasil tenunan. Dengan kondisi ini maka mereka yang kemampuannya pas-pasan tetap bisa menggunakan endek. Para penenun juga tetap bisa hidup dan menghasilkan produk yang eklusif. Hanya saja inovasi design juga harus tetap dilakukan,” ujarnya. (ayu)

TAK hanya sampai di situ. Kalaupun ada endek yang bisa booming, maka harus bersiap-siap di-copy. Biasanya produk yang diminati akan di-copy di luar Bali untuk ditingkatkan kapasitas produksinya. Produk yang datang dari luar memiliki kualitas yang tak jauh beda dari aslinya, sementara harganya jauh lebih murah. Inilah juga yang membuat endek Bali tak bisa bertahan dan dari hari ke hari semakin banyak perajin yang rontok.

Tentu kondisi ini sangat ironis terlebih di tengah pesatnya perkembangan pariwisata Bali. Idealnya endek juga bisa terus berkembang karena endek tak memiliki batasan fungsi. Endek sebagai komoditi tenun yang unik bisa dibawa dan disesuaikan dengan fungsi apapun.

Tak hanya sekadar busana, endek bisa dijadikan sebagai hiasan atau benda-benda fungsional seperti alas makan dan sebagainya. Arsawan berpendapat dengan memanfaatkan perkembangan teknologi endek bisa dibuat lebih terjangkau dan sesuai dengan selera pasar. Sekarang tinggal dirumuskan dengan jelas apa yang diinginkan berkaitan dengan keberadaan endek ini. Jika memang ingin motif endek dikenal dan mampu bertahan, maka para perajin perlu melakukan inovasi mulai dari menciptakan motif yang lebih variatif sehingga endek menjadi lebih menarik terutama bagi anak muda. (ayu)

BOOMING LALU COPY

ENDEK MURAH DAN PRAKTISKENAPA TIDAK?

Page 7: E TABLOID EDISI 3 2012

7 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Sajian Utama

Endek kembali mendapat tempat di hati masyarakat Bali. Kondisi ini tidak disia-siakan oleh para pengusaha endek. Kesempatan tak dibuang begitu saja. Putu Prida Dewi salah satunya. Ibu tiga anak ini pun “menghidupkan” kembali usaha keluarga yang sempat vakum.

“Orangtua saya memang pengusaha endek sejak lama, tapi sempat vakum sekitar lima tahun. Waktu saya lihat endek mulai booming lagi, saya coba mengaktifkan kembali usaha orangtua saya. Ternyata hasilnya lumayan,” ujar perempuan yang membangun usaha dengan merek dagang Wijaya Kusuma ini. Sayang, Prida enggan menyebut omset usahanya.

Meski merupakan produk asal Klungkung, namun pemasaran tetap difokuskan Prida di wilayah Denpasar. “Denpasar pasarnya jauh lebih besar ketimbang di Klungkung. Di Klungkung hampir semua orang sudah bisa buat sendiri, punya alat tenun sendiri,” ujar perempuan asal Desa Sampalan, Klungkung itu.

Kampanye endek yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar, menurutnya sangat membantu pemasaran produk-produknya. Tidak hanya terbatas di wilayah Bali, kata Prida, produknya juga sudah dipasarkan ke wilayah Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. “Yang terpenting bagaimana kita membangun jaringan. Jaringan itulah yang saya andalkan untuk memasarkan produk ke luar Bali. Jadi kalau ada teman-teman saya datang dari Jakarta, mereka pasti mengontak saya untuk membeli endek,” kata Prida.

Namun belakangan, menurut dia, semakin banyaknya pengusaha yang berkecimpung dalam usaha endek, diakuinya membuat persaingan makin ketat. “Masalahnya sekarang banyak sekali yang bikin usaha endek. Persaingannya makin ketat. Kalau kita nggak pintar, bisa kalah,” ujar perempuan yang mengaku bisa menenun endek ini.

Lalu, apa strateginya untuk memenangkan persaingan? “Saya coba bersaing di harga. Jadi, saya nggak mau ambil untung terlalu besar. Margin keuntungan sekitar 10 persen saja sudah cukup, yang penting produk saya laku dan uangnya bisa terus berputar,” katanya.

Prida tak setuju kalau ada yang menyebut bahwa produk endek terlalu mahal. Dikatakan, ia mencoba menawarkan berbagai versi endek dengan harga yang variatif. “Semua variasi harga dan bahan punya pasarnya sendiri-sendiri,” ujarnya. Untuk produk dengan harga termurah, berbahan katun, mencapai harga Rp 150 ribu per lembar kain endek. Sedangkan paling mahal berbahan sutra bisa dijual hingga Rp 500 ribu per lembar kain. “Di antara itu, ada juga yang berbahan campuran katun dan sutra, dan lain-lain. Semua punya harga berbeda, dan penggemarnya juga beda-beda,” tambahnya. (viani)

Meraup peluang ekonomi dari booming endek, bagi Putu Yustrisnasari Dewi, harus dibarengi dengan menciptakan kreasi. Usaha endek tidak boleh sekadar menjual lembaran kain endek. “Kalau kita berkreasi, nilai jualnya tentu lebih tinggi,” kata perempuan yang membangun usaha dengan merk Kwace Bali ini.

Ibu satu anak ini termasuk orang baru menggeluti usaha endek. Ia baru dua tahun berkecimpung di bisnis endek, setelah sebelumnya hanya focus pada usaha bordir. “Saya melihat endek semakin banyak dikenal dan dicari. Karena itu saya beranikan diri berusaha di bidang ini,” ujarnya.

Agar tidak kalah bersaing dengan usaha endek lainnya, Dewi memilih menciptakan berbagai jenis desain pakaian berbahan endek. Tak sekadar desain untuk pakaian kantor, ia juga banyak berkreasi menciptakan pakaian endek untuk suasana bersantai.

Guna menghilangkan kesan kaku, Dewi banyak memadukan bahan endek dengan kain yang lebih ringan seperti sifon atau bahan kaos. Di beberapa kreasinya, Dewi bahkan berani menggunakan aplikasi endek yang sangat tipis.

“Kadang endeknya cuma saya aplikasikan di leher atau lengan saja. Sedikit sekali, tapi kesan endeknya tidak tenggelam. Justru kreasi-kreasi seperti itu yang sekarang banyak dicari. Simpel, tidak kaku, dan tidak terkesan terlalu formal. Bisa digunakan dalam suasana apa saja.”

Konsultasi KonsumenKepada pelanggannya, Dewi biasanya memberikan konsultasi terlebih dahulu tentang

model busana endek yang diinginkan. “Kalau modelnya sudah pas, baru saya jahitkan. Kadang-kadang ada juga pelanggan yang bawa desain sendiri. Biasanya desain itu kita cocokkan dengan bentuk tubuh dan kebutuhannya. Kalau belum pas, saya beri saran-saran, agar hasilnya maksimal,” terangnya.

Selain menjual endek dalam bentuk lembaran dan dalam bentuk pakaian jadi, Dewi juga siap menerima order menjahit pakaian endek. “Jadi kalau pelanggan sudah punya kainnya, tinggal dibawa ke tempat saya, lalu saya jahitkan sesuai keinginannya. Tidak masalah,” katanya.

Bagi pelanggan yang enggan menggunakan endek yang cenderung berbahan berat dan kaku, Dewi juga menawarkan endek print atau sablon. Yang dimaksud endek print adalah kain berbahan ringan yang disablon dengan motif endek. “Sejak saya perkenalkan endek print ini tahun lalu, responnya lumayan bagus. Banyak travel agent yang order, untuk tamunya. Karena endek print ini cenderung lebih praktis dan bisa dipakai untuk berbagai bentuk, termasuk untuk gaun malam,” ujar Dewi.

Dari usaha endeknya yang padat kreasi, Dewi mengaku meraup keuntungan yang lumayan. Dalam sebulan, ia bisa meraup hingga Rp 30 juta. “Tapi ya, tidak selalu segitu. Namanya jualan, kadang dapat banyak, kadang sedikit. Itu memang tantangan berjualan,” tegasnya. (viani)

Putu Prida Dewi

MENIKMATI “BOOMING” ENDEK

Putu Yustrisnasari Dewi

BERKREASI AGAR DIMINATI

Putu Prida Dewi

Putu Yustrisnasari Dewi

Page 8: E TABLOID EDISI 3 2012

8 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Cermin

Banyak usaha di Indonesia yang tidak tangguh

menghadapi terpaan krisis ekonomi. Isu politik, kerusuhan, dan bencana kerap mengancam perekonomian bangsa. Koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, selama ini terbukti lebih tangguh dan mampu bertahan menghadapi berbagai situasi ekonomi dibandingkan badan usaha lain. Potensi koperasi ini membuat pemerintah terus berupaya meningkatkan kemampuan koperasi terutama dari sisi kualitas sumber daya manusia (SDM), sehingga mampu bersaing dalam perekonomian global.

Dalam meningkatkan daya saing koperasi, sertifikasi manajer koperasi, merupakan langkah yang diupayakan pemerintah. Sertifikasi, meningkatkan kompetensi para pengelola koperasi. Selanjutnya, diharapkan berdampak positif pada kualitas koperasi yang dikelola. Penerapan sertifikasi kompetensi SDM ini diberlakukan kepada pengelola koperasi jasa keuangan atau koperasi simpan pinjam.

R. Saefurrokhman, Fasilitator Lembaga Diklat Profesi (LDP) Unisla, menyebut sertifikasi sangat penting dilakukan. Sertifikasi meningkatkan kompetensi para direktur ataupun manajer koperasi, sehingga mampu bersaing dalam pasar global tahun 2015. Kompetensi dari pengelola koperasi, dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat kompetensi.

Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi, seseorang harus mengikuti pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai dengan jabatannya, berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Koperasi Jasa Keuangan (SKKNI-KJK/KSP). Sertifikasi diselenggarakan oleh lembaga diklat profesi jasa keuangan.

Seorang pengelola koperasi yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan, selanjutnya bisa mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi jasa keuangan yang telah berlisensi. Lembaga ini juga yang berhak menerbitkan sertifikat kompetensi bagi para pengelola koperasi.

“Ada berbagai tingkatan diklat.

Tergantung pada jabatan yang

dimiliki oleh seorang pengelola koperasi. Idealnya diklat dilaksanakan selama 11 hari. Bagi direktur dan manajer, diklat dipadatkan jadi 4 hari. Ini dengan pertimbangan para direktur dan manajer telah memahami dengan baik seluk-beluk perkoperasian,” ujar pria yang akrab disapa Asep ini.

Bukti KompetensiPelaksanaan diklat ini juga untuk

memenuhi aturan yang dituangkan dalam peraturan Menteri Negara Koperasi dan UMKM nomor : 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang pedoman pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi, pasal 11 ayat 10.

Dalam aturan ini pengelola wajib memenuhi beberapa persyaratan :

Pertama, memiliki kemampuan yang dibuktikan dengan pelatihan simpan pinjam atau pernah magang dalam usaha simpan pinjam yang berwawasan perkoperasian.

Kedua, memiliki tenaga manajerial yang berkualitas baik, yaitu memiliki keahlian dalam pengelolaan usaha simpan pinjam, yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat standar kompetensi pengelola usaha simpan pinjam.

Diungkapkan sebisa mungkin setiap manajer dan direktur yang mengelola koperasi memiliki sertifikat sertifikasi. Bahkan para pengelola yang sudah berpendidikan S-2 maupun S-3 juga harus turut serta diklat dan uji kompetensi. Asep mengungkapkan ini perlu dilakukan karena ilmu tentang koperasi merupakan ilmu khusus yang tak cukup dipelajari di bangku kuliah saja. Karenanya diperlukan diklat khusus guna meningkatkan kompetensi para pengelola.

“Direktur ataupun manajer baik yang sudah S-2 maupun S-3, tetap harus ikut diklat. Ilmu tentang koperasi itu sifatnya khusus. Yang ikut diklat juga tidak sembarangan. Penilaian siapa yang akan diikutsertakan diklat dilakukan internal koperasi, tetapi pasti yang dipilih mereka yang telah berpengalaman sehingga nantinya mampu meningkatkan kinerja koperasi sehingga koperasi semakin maju,” ujarnya. (ayu)

MANAJER KOPERASI PERLU

SERTIFIKASI?

MESKI dinilai menjadi sarana dalam meningkatkan kompetansi, sertifikasi SDM koperasi diakui masih perlu penyempurnaan. R. Saefurrokhman, Fasilitator Lembaga Diklat Profesi (LDP) Unisla menilai, idealnya setiap tiga bulan ada laporan dari LDP tentang kinerja koperasi yang para pengurusnya telah bersertifikasi.

Ini dilakukan untuk memantau kinerja para pengelola dan sebagai evaluasi keefektivan program, di samping untuk menemukan kelemahan program. Ini penting untuk dicarikan solusinya. “Program ini diharapkan bisa meningkatkan kompetensi pengelola koperasi. Para pengelola koperasi harus diubah perilakunya sehingga tidak terus-menerus bergantung pada batuan pemerintah. Koperasi harus tumbuh mandiri sesuai dengan prinsip-prinsip dasar koperasi,” ujarnya.

Faktor internal seperti perilaku pengurus serta kurangnya kompetensi yang dimiliki dinilai sebagai salah satu penyebab munculnya koperasi-koperasi yang tidak sehat. Karena itu untuk menciptakan koperasi yang sehat maka perlu dilakukan perbaikan dari dalam. Perbaikan perlu dilakukan jika koperasi ingin mampu bersaing dalam persaingan global termasuk dengan bentuk usaha jasa keuangan lainnya.

“Pada prinsipnya koperasi bisa dikategorikan menjadi tiga yakni koperasi sejati, pedati dan merpati. Koperasi sejati yakni koperasi yang akan selalu berjuang dan bekerja dengan ataupun tanpa bantuan pemerintah. Mereka akan sekuat tenaga bekerja keras demi kemajuan koperasi dan kesejahteraan masyarakat dan anggota,” terangnya.

Sementara itu koperasi pedati yakni yang selalu perlu didorong dengan berbagai bantuan pemerintah. Jika tidak ada bantuan, mereka cenderung tidak bergerak. Dan yang terakhir koperasi merpati, yakni koperasi yang hanya muncul karena tertarik dengan program bantuan pemerintah. Saat bantuan telah habis, mereka menghilang. (ayu)

EVALUASIEFEKTIVITAS PROGRAM

Para Peserta Diklat

Page 9: E TABLOID EDISI 3 2012

9 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Cermin

meningkatkan kompetensi dari para pengelola koperasi. Lebih penting lagi diklat dilakukan untuk mengubah paradigma dan perilaku pengelola koperasi.

Hanya saja, mereka yang ingin mengikuti diklat dan uji kompetensi harus rela merogoh koceknya. Sampai saat ini pemerintah pusat hanya menyediakan dana stimulus dan diharapkan ada swadana dari para pengelola koperasi yang akan mengikuti sertifikasi. Tak hanya karena keterbatasan dana. Ini dilakukan mengingat sifat kemandirian dari koperasi.

“Paradigma koperasi harus mulai berubah dan dikembalikan pada hakekatnya dimana koperasi sebenarnya bersifat mandiri. Saat ini koperasi tidak lagi dicekoki dengan berbagai bantuan yang akan membuat mereka manja. Ini dilakukan untuk menciptakan koperasi sejati yang nantinya akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat pada

penentuan hak karyawan bisa dilakukan secara objektif.

Tak hanya pemegang sertifikat, koperasi jasa keuangan ataupun koperasi simpan pinjam tempat orang tersebut bekerja, juga akan sangat diuntungkan. Dengan sertifikat yang dimiliki koperasi bisa dengan lebih mudah dalam proses rekruitmen. Juga penentuan training yang perlu diikuti serta siapa saja yang memerlukan training jenis apa.

Kepemilikan sertifikat juga menghindarkan kesan subjektif dalam pelaksanaan promosi yang rentan memicu konflik internal. Sertifikat menjadi acuan yang objektif termasuk dalam penentuan hak-hak karyawan. Pengelola yang bersertifikat juga akan meningkatkan kepercayaan lembaga lain termasuk pemerintah terhadap koperasi.

Tak hanya itu. Pemerintah juga akan diuntungkan dengan program sertifikasi yang dimiliki pengelola koperasi. Sertifikasi akan memudahkan pemerintah dalam merancang program peningkatan kualitas SDM pengelola koperasi.

Sertifikasi juga bisa membantu seleksi calon peserta program dana penguatan atau dana bergulir, sehingga program ini bisa berjalan dengan sukses. Sertifikasi juga menjadi acuan membangun instrumen pemberdayaan ekonomi rakyat yang sehat dan kuat. Bahkan lembaga keuangan -- bank maupun non bank -- akan diberikan manfaat. Bank akan lebih mudah dalam melakukan seleksi terhadap KJK/KSP calon penerima kredit.

Menciptakan koperasi yang berkualitas sangat penting untuk dilakukan, mengingat pentingnya peran lembaga ini. Koperasi merupakan salah satu instrumen penting dalam upaya memajukan ekonomi kerakyatan.

“Masyarakat terutama yang ada di pedesaan sangat sulit untuk mengakses modal melalui lembaga keuangan semacam bank. Adanya koperasi yang sangat dekat dengan masyarakat akan membuat penyaluran kredit menjadi lebih mudah bagi mereka, sehingga roda perekonomian bisa digerakkan hingga tingkat yang paling bawah.” (ayu)

Manajer koperasi yang telah mengantongi sertifikat diklat SDM, diharapkan mampu menemukan,

memahami, menjelaskan serta merumuskan cara penyelesaian masalah yang dihadapi koperasi. Kompetensi yang dimiliki juga diharapkan mampu menjamin keamanan dan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat umumnya, khususnya yang menabung di koperasi.

Fasilitator Lembaga Diklat Profesi (LDP) Unisla, R. Saefurrokhman, mengungkapkan, diklat bukan cuma untuk

umumnya dan anggota khususnya,” terang pakar koperasi ini.

Bagi koperasi yang pengelolanya telah bersertifikat, tak akan serta merta mendapatkan bantuan dari pemerintah. Hanya saja pengelola yang sudah bersertifikat dan kompeten, akan memiliki kemampuan dalam mengelola koperasinya ke arah kemajuan. Misalnya dalam melakukan analisa kesehatan koperasi. Dengan memiliki pengelola yang kompeten, koperasi akan memperoleh kepercayaan dan kerjasama dengan perbankan atau lembaga keuangan lain.

“Jika pengelolanya kompeten, koperasi akan memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola dana-dana penguatan atau program yang lain.

Bukan karena bersertifikat, langsung mendapat bantuan. Sekarang

paradigmanya harus diubah. Pengelola yang kompeten

akan membuat lembaga lebih mudah mengakses program

pemerintah karena mampu memenuhi persyaratan

yang harus dipenuhi serta menyiapkan lembaganya untuk menerima program,” imbuhnya.

Manfaat Bagi SemuaSertifikasi kompetensi

akan mampu meningkatkan kualitas pribadi

seseorang baik dari sisi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan kepribadian seseorang. Kepemilikan sertifikat, di satu sisi meningkatkan

posisi tawar seorang karyawan,

sehingga dalam penempatan jabatan, jenjang

karier dan

MENGUBAH PERILAKUPENGELOLA KOPERASI

REALITAS yang terjadi seringkali membuat masyarakat menjadi skeptis dengan berbagai program yang dilaksanakan pemerintah. Banyak program dinilai sekadar proyek yang hanya dilakukan alakadarnya, dan hanya memberikan keuntungan pada segelintir pihak. Pandangan seperti ini juga turut menyertai program sertifikasi ini.

Sinyalemen ini dibantah Fasilitator Lembaga Diklat Profesi (LDP) Unisla, R. Saefurrokhman. Menurutnya, progam sertifikasi kompetensi SDM koperasi bukanlah sekadar proyek yang dikerjakan secara asal-asal. Ada standar yang jelas dan target yang ingin dicapi dari program yang diharapkan mampu meningkatkan gengsi koperasi ini.

SEKADAR PROYEK?

R. Saefurrokhman

“Diklat dilaksanakan dengan panduan yang jelas. Tiap pengelola yang ingin mendapatkan sertifikasi wajib mengikuti semua program. Jadi, program ini tidak dilaksanakan secara asal-asalan. Pelaksanaan program dipertanggungjawabkan dengan hasil yang terukur,” jelasnya.

Program sertifikasi bukan sekadar proyek dapat dibuktikan melalui hasil ujian kompetensi. Peserta yang mengikuti uji kompetensi tak bisa lolos dengan mudah. “Sempat ada uji kompetensi dimana hampir 60% peserta yang mengikuti ujian tidak lulus. Ini membuktikan bahwa sertifikat kompetensi bukanlah sesuatu yang sangat mudah untuk didapat.” (ayu)

Page 10: E TABLOID EDISI 3 2012

10 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Peluang Usaha

Sehari sebelum melaksanakan catur brata panyepian, umat Hindu melaksanakan pecaruan yang dikenal sebagai Pengerupukan. Saat

Pengerupukan, biasanya diikuti dengan pengarakan ogoh-ogoh yang merupakan simbol dari bhuta kala yang selanjutnya akan di-somya.

Begitu identiknya Nyepi dengan ogoh-ogoh, membuat kesan bahwa perayaan Nyepi menjadi kurang lengkap tanpa adanya ogoh-ogoh. Dari waktu ke waktu, semakin banyak saja yang mebuat ogoh-ogoh. Bentuknya pun semakin beragam sesuai dengan kreativitas masyarakat. Bahkan tak jarang ogoh-ogoh juga mengadopsi bentuk figur modern dan dijadikan sarana melakukan kritik sosial.

Tingginya animo masyarakat dalam membuat ogoh-ogoh, bagi masyarakat yang kreatif bisa menjadi peluang bisnis. Salah

seorang perajin di Gianyar, A.A. Anom Dasar, memanfaatkan suasana Nyepi untuk menjual tapel atau kepala ogoh-ogoh buatannya. Anom Dasar mengaku terinspirasi untuk menjual tapel ogoh-ogoh karena melihat banyaknya kebutuhan masyarakat di Bali terhadap bahan-bahan yang berkaitan dengan pembuatan ogoh-ogoh ini. Banyak yang membuat ogoh-ogoh, tapi tak banyak yang piawai membuat tapelnya agar ogoh-ogoh terlihat hidup.

Inilah yang menginspirasi Anom, yang melihatnya sebagai sebuah peluang. “Banyak sekali yang membuat ogoh-ogoh, tetapi tidak semua bisa membuat bagian kepalanya (tapel) yang memang terbilang cukup rumit. Diperlukan keahlian dalam membuat bagian ini. Saya merasa tak ada salahnya mencoba, siapa tahu ada yang berminat,” ujar pria asal Banjar Banawah, Petak, Gianyar ini.

Meski memerlukan sebuah keahlian dan keterampilan, Anom tak pernah belajar secara khusus membuat tapel ogoh-ogoh ini. Berawal dari kebiasaannya membuat tapel sejak remaja. Terlebih ia juga bekerja sebagai pengukir pandil dan pintu, sehingga ia telah terbiasa mengolah bentuk dan membuat ukiran yang terkesan hidup.

Kemampuannya membuat tapel ogoh-ogoh didapat karena ia sering terlibat pembuatan ogoh-ogoh di banjar. Dari sini ia mendapat pengetahuan secara langsung tentang bentuk dan teknik pembuatan tapel ogoh-ogoh.

“Semua hanya karena lingkungan dan kebiasaan. Setiap tahun kami selalu membuat ogoh-ogoh. Bahkan di banjar bukan hanya ada satu ogoh-ogoh, tetapi banyak. Ogoh-ogoh di banjar dibuat oleh beberapa kelompok. Tiap orang memiliki kesempatan untuk menyalurkan kreativitasnya dan juga bisa belajar lebih banyak,” ungkap ayah 2 orang anak ini.

Anom menggunakan stereofoam

sebagai bahan pembuatan tapel ogoh-ogohnya. Bahan ini memang banyak digunakan saat ini. Selain mudah didapat, harga pun terjangkau. Proses pengerjaannya juga bisa lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan kayu. Tapel yang berbahan stereofoam juga lebih ringan, sehingga ogoh-ogoh akan lebih enteng saat diarak. “Dulu memang dari kayu, tapi sekarang dari stereofoam,” terang Anom.

Tak hanya stereofoam, rambut ogoh-ogoh Anom menggunakan bulu kuda. Sementara alis dibuat dengan menggunakan bulu kambing. Bahan alami ini dipilih untuk memberikan kesan lebih hidup. Sementara untuk pewarnaan, Anom menggunakan cat minyak dengan metode airbrush.

Mengerjakan satu buah tapel, tak butuh waktu terlalu lama. Yang peling rumit saja cukup dikerjakan dalam waktu sekitar 1 minggu. Ini sudah termasuk bagian pembentukan hingga pengecatan dan finishing. Semua bagian pengerjaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang baik, hanya saja perhatian ekstra harus diberikan saat pengecatan. Bagian pengecatan akan memberikan kesan hidup pada ogoh-ogoh.

Menurutnya, membuat tapel ogoh-ogoh tak hanya sekadar upaya mengadu peruntungan dengan memanfaatkan momen perayaan Nyepi. Bagi Anom, membuat tapel ogoh-ogoh lebih pada penyaluran hobi, di samping partisipasinya dalam upaya melestarikan budaya. Sampai saat ini tak banyak yang menekuni usaha yang sejatinya bisa mendatangkan kentungan ini, meski sifatnya hanya musiman.

Tanpa PromosiUntuk sebuah tapel ogoh-ogoh,

Anom menawarkannya dengan harga yang bervariasi, tergantung kerumitan dan jenis bahan yang akan digunakan. Tapel ogoh-ogohnya ditawarkan di kisaran harga Rp

800 ribu hingga Rp 1,3 juta. Para pemesan juga tak perlu repot-repot menyiapkan design, kecuali untuk ogoh-ogoh berjenis kontemporer. Sementara jika mengambil bentuk tokoh pewayangan, cukup menyebutkan nama tokohnya saja, Anom akan langsung mengerjakannya.

Anom tak melakukan promosi secara khusus. Ia menggantung hasil karyanya di depan toko dengan tulisan “terima pesanan”. Anom mengaku sudah mulai mendapatkan pesana. Toko yang juga sebagai workshop-nya berada di jalur cukup strategis di Jalan Sakah Gianyar.

“Saya tidak khusus melakukan promosi. Contoh cuma saya gantung di depan toko. Di sini banyak yang lewat, siapa tahu ada yang tertarik. Promosi cuma dari mulut ke mulut. Sudah ada orang dari Klungkung yang pesan, ada juga yang sudah melihat-lihat dan katanya sedang dibicarakan dengan kelompoknya.”(ayu)

Tapel Ogoh-Ogoh

Tahun Baru Çaka 1934 dimulai 23 Maret 2012. Diperingati sebagai Hari Raya

Nyepi, di Bali identik dengan ogoh-ogoh.

A.A. Anom Dasar

Tapel Ogoh-ogoh

Peluang yang Belum Dilirik

Page 11: E TABLOID EDISI 3 2012

11 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Potret

Iklan Rupa-rupa

Bale Dana Mesari, I Wayan Jamin.Dengan peningkatan jumlah

anggota yang diikuti peningkatan produktivitas, jelas Jamin, jumlah sisa hasil usaha (SHU) yang diperoleh koperasi pun melonjak dari awalnya hanya Rp 5 juta menjadi Rp 300 juta setahun.

Dahsyatnya harga kopi luwak, kopi yang difermentasi di dalam perut luwak, membawa nilai tersendiri bagi koperasi ini. Untuk satu kilogram kopi misalnya, bisa dijual sampai Rp 5 juta rupiah. “Tetapi konsumen sekarang jeli. Mereka lebih suka minum kopi yang dihasilkan dari luwak yang diliarkan, bukan luwak yang dikandangkan. Ini tantangan, dan kami sudah menjawabnya dengan

membangun sebuah kandang luwak raksasa dengan ratusan batang pohon kopi di dalamnya,” jelas Jamin.

Usaha kopi luwak bukanlah hal mudah. Kepercayaan pasar menurutnya adalah yang terpenting. Karena itu, ia memastikan bahwa semua kopi luwak yang dihasilkan dari koperasinya sudah diproduksi sesuai standar internasional, yakni dihasilkan dari luwak yang dilepasliarkan.

Tak hanya mengandalkan kopi hasil fermentasi perut luwak yang berada di kandang besar, setiap harinya juga sejumlah petani anggota koperasi juga berjalan menelusuri hutan di sekitar perkebunan kopi untuk mencari kotoran luwak. “Luwak-luwak itu biasanya makan

Bagi sebagian besar orang, lubak atau biasa disebut luwak, mungkin merupakan hewan yang biasa saja. Tapi

tidak bagi 520 orang petani di kawasan pegunungan Desa Landih, Bangli. Luwak menjadi istimewa karena mampu memberi kesejahteraan bagi mereka.

Saat pertamakali dibentuk pada 2004, koperasi ini hanya beranggotakan 25 orang. Namun jumlahnya terus membengkak seiring dengan makin banyaknya warga yang merasakan manfaat dari keberadaan koperasi ini. “Semakin banyak warga Desa Landih yang merasakan manfaat koperasi ini, sehingga semakin banyak yang tertarik menjadi anggota,” kata Ketua Koperasi

kopi dari perkebunan kami di malam hari. Jadi tiap pagi, biasanya mereka membuang kotorannya di hutan sekitar perkebunan. Lumayan, setiap harinya bisa dapat total 2 kilogram,” ujarnya.

Kini koperasi ini juga tengah mengembangkan usaha agrowisata kopi luwak di kawasan Desa Landih. Di agrowisata ini, wisatawan diajak keliling di sekitar lahan perkebunan kopi yang juga diselingi perkebunan buah-buahan dan hortikultura. Pengunjung juga akan menyaksikan proses produksi kopi luwak, serta diajak minum kopi luwak. “Aktivitas ini pasti akan sangat mengasyikkan,” Jamin berpromosi.

Keberhasilan Koperasi Bale Dana Mesari mendapat pujian dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang sempat mengunjungi koperasi ini akhir tahun lalu. “Saya pertama dengar istilah kopi luwak waktu nonton film “Basket List”. Tidak banyak pemainnya, tapi film itu bagus sekali. Jadi ceritanya, ada satu orang kaya kulit putih. Kebetulan dia sakit, dirawat dalam satu kamar dengan orang kulit hitam. Tidak kaya sekali, tetapi pintar. Pengetahuannya banyak. Oleh dokter, mereka berdua divonis sakit kanker. Akan mati enam bulan lagi. Pertama mereka marah, membantah, benci, putus asa, nggak percaya, sampai akhirnya mereka diyakinkan bahwa mereka betuk-betul kanker dan akan mati enam bulan lagi,” ceritanya.

Setelah itu mereka berdua berunding. Mau bikin apa, kita akan mati 6 bulan lagi. Setelah itu mereka membuat list, apa yang diinginkan yang belum pernah dicapai selama hidupnya. Yang satu itu orang kulit putih kaya sekali. Dia yang punya rumah sakit itu sebenarnya. Pertama dia marah-marah kenapa dia berdua dalam satu kamar, apalagi dengan orang kulit hitam.

Begitu diingatkan oleh manajernya, “Kan Bapak yang mengharuskan bahwa di rumah sakit ini tidak boleh dihuni sendiri satu kamar, harus berdua,” Pastika melanjutkan ceritanya.

“Setelah membuat list, mereka pergi ke mana-mana. Ingin berburu di hutan safari di Afrika. Pergi dengan pesawat jet pribadinya. Tapi di manapun dia pergi, dia selalu bawa satu kaleng kopi luwak. Dikatakan inilah kopi paling enak di dunia dan paling mahal di dunia. Di situ saya tahu, bahwa kita banyak kopi luwak. Berarti kalau saya minum kopi luwak, sama dong saya hebatnya dengan orang yang kaya raya itu,” ujar Pastika disambut tepuk tangan seluruh petani di Desa Landih. (viani)

Koperasi Bale Dana Mesari

LUWAK CIPTAKAN SEJAHTERA

TENAGA MARKETING SEBANYAK-BANYAKNYA

Hub:Redaksi Galang Kangin

Jl. Bedugul No.1 Sidakarya - Denpasar SelatanTelp: (0361) 727734 Ext. 106

Email: [email protected]

DIBUTUHKAN SEGERA

Kopi Luwak

Page 12: E TABLOID EDISI 3 2012

12 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Agrobis

PERTANIAN PERKOTAANPERLU TEROBOSAN

Sabtu pagi, 18 Februari 2012, seorang petani tampak asyik “matekap “ di sebuah lahan pertanian di Subak Lungatad

Peguyangan Kangin, Denpasar Utara. Sebuah pemandangan yang sangat jarang ditemukan di lahan pertanian di Bali, apalagi di Kota Denpasar.

“Kalau saja petani kita masih mempertahankan budaya matekap ini ya, pasti asyik,” ujar seorang warga yang menyaksikannya.

Sayang memang, aksi sang petani bukanlah aksi sungguhan. Dia hanya sedang mengikuti lomba matekap yang tengah digelar Pemerintah Kota Denpasar dalam rangka hari ulang tahunnya yang ke-20. Kegiatan yang dirangkai dengan Rembug Tani dan Gelar Teknologi Pertanian itu digelar Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar bekerja

sama dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Denpasar dalam rangka melestarikan budaya matekap sebagai salah satu budaya pertanian yang mendukung visi Kota Denpasar sebagai kota berwawasan budaya.

Selain lomba matekap, juga digelar lomba cerdas tangkas yang diikuti petani dan peternak serta

lomba penanaman benih dengan menggunakan alat berteknologi sederhana bernama Sider.

Apakah Pemerintah Kota Denpasar akan kembali menggalakkan budaya matekap? Ternyata tidak. Walikota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menyebut, lomba tersebut hanya dilakukan dalam rangka untuk lebih memantapkan pertanian perkotaan tanpa meninggalkan budaya lokal. Hal tersebut selaras dengan visi kota Denpasar yaitu Denpasar kreatif berwawasan budaya dalam keseimbangan menuju keharmonisan. “Dengan demikian, budaya lokal jangan sampai ditinggalkan. Namun jangan sampai gagap teknologi,” tegas Rai Mantra.

Mempertahankan lahan pertanian di wilayah perkotaan

bukanlah hal mudah. Problema klasik itu pula yang dihadapi para petani di Kota Denpasar. Pesatnya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan, pertokoan, atau bahkan perhotelan, semakin sulit dibendung.

Pemerintah Kota Denpasar kini mulai memperkenalkan teknologi-teknologi sederhana dalam rangka membuat petani lebih senang bertani. Salah satunya yakni pengenalan alat penanaman benih dengan teknologi sederhana bernama Sider. “Upaya tersebut hendaknya dari tahun ke tahun perlu terus ditingkatkan dalam upaya memotivasi petani menerapkan teknologi.

“Seiring dengan perubahan pertanian menuju pertanian perkotaan perlu terus digali dan diupayakan terobosan-terobosan teknologi yang dapat memudahkan petani dalam bekerja di lahan pertaniannya. Di samping itu, dapat meningkatkan produktivitas tanaman pangan di Kota Denpasar,” ujar Rai Mantra yang dalam kesempatan itu juga menyerahkan bantuan 40 unit sider kepada petani dengan harapan petani dapat memaksimalkan penggunaannya.

Dalam kesempatan tersebut, Walikota Denpasar

menyatakan siap memberikan bantuan kepada petani, asalkan apa yang dibutuhkan benar-benar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan petani. Rembuk Tani ini juga digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana harmonisasi antara petani dengan penyuluh mengenai transfer ilmu bidang pertanian.

Untuk tahun 2012 ini, Lomba Gelar Teknologi meliputi Lomba Cerdas Tangkas, Lomba Matekap dan Lomba menggunakan alat sider. Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar, Ambara Putra mengatakan kegiatan seperti ini akan terus dilaksanakan setiap tahun guna mewujudkan kota berwawasan budaya serta mensosialisasikan teknologi hemat tenaga kerja dan waktu. (viani)

Peserta Lomba Matekap

Peserta Lomba Sider

Page 13: E TABLOID EDISI 3 2012

13 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

I Made Pagiartha tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Petani yang menggarap lahan di kawasan elite Renon itu terus menebar senyum. “Kami petani di kawasan Renon sekarang agak lebih tenang, karena kami tidak perlu lagi khawatir kalau nilai jual gabah kami anjlok saat panen raya,” ujar bapak 4 anak itu di usai penandatanganan memorandum of understanding antara Subak Renon dengan Koperasi Kharisma Madani di Balai Subak Lungatad, Peguyangan Kangin, Denpasar Utara, 18 Februari lalu.

MOU tersebut menyangkut penyelenggaraan program bayar panen (Yarnen) Bali Madani, sebuah program yang dirancang Koperasi Kharisma Madani untuk menyejahterakan petani di Bali. Penandatanganan MOU disaksikan Walikota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar, Ir. I Gede Ambara Putra, serta sejumlah pejabat dan perwakilan subak di Kota Denpasar.

Pagiartha merupakan Pekaseh Subak Renon dengan jumlah total 89 petani dan luasan sawah mencapai 90 hektar. Kerjasama dengan Koperasi

Kharisma Madani sebenarnya sudah dirintis sejak sekitar 4 bulan sebelum penandatanganan MOU. “Kami merasakan betul dampak dari program Yarnen dari Kharisma Madani,” tegas Pagiartha.

Lewat program Yarnen Bali Madani, Pagiartha beserta petani lainnya di Subak Renon merasakan manfaat yang luar biasa. Selain mendapat jaminan kredit, program ini juga membantu pendanaan dalam mengolah lahan pertanian beserta pupuknya. “Koperasi Kharisma Madani membeli gabah kering giling kita seharga Rp 3.950 per kilogram. Dari jumlah itu, ke tingkat petani subak menyerahkan Rp 3.500 per kilogram. Selisih Rp 400 digunakan untuk membayar tukang tebas, dan sisanya masuk ke subak. Jadi sangat menguntungkan bagi petani maupun kelompok subak. Biasanya, harga panen kami seringkali dipermainkan oleh tengkulak,” tambah dia.

Selain kepastian harga, petani juga bisa bisa mendapatkan jaminan pembayaran cash dari Kharisma Madani. Penggunaan pupuk organik khusus yang dibiayai Koperasi Kharisma Madani juga cenderung membuat produksi panen mengalami peningkatan. “Jadi untungnya

Agrobis

Yarnen Bali Madani

AJAK PETANI RENONLEBIH SEJAHTERA

dobel,” tambahnya.Ketua Koperasi Kharisma Madani,

Putu Sumedana Wahyu, menegaskan, MOU dengan Subak Renon merupakan langkah penting bagi program Yarnen Bali Madani yang selama ini lebih banyak fokus pada wilayah pertanian di Kabupaten Badung.

“Program ini memang kami rancang untuk membantu petani dalam hal pembiayaan produksi pertanian, sekaligus untuk menjamin pemasarannya,” jelas dia.

Dijelaskan, program Yarnen Bali Madani pada dasarnya dirancang untuk memasyarakatkan kembali pertanian organik di kalangan petani Bali. “Ini murni idealisme kami untuk membantu petani. Kami juga mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan pertanian organik,” ujar pria yang juga anak seorang petani itu.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar Ir. I Gede Ambara Putra menyatakan dukungannya pada program Yarnen. Menurutnya, program yang menjamin pembelian hasil panen petani itu akan sangat mendukung upaya Pemerintah

Kota Denpasar dalam membendung alih fungsi lahan yang kian tak terkendali. Program Yarnen menurutnya harus lebih digalakkan oleh berbagai pihak, karena merupakan program mengajak para pengusaha untuk membantu para petani dimana semua biaya yang timbul baik untuk pembelian bibit maupun pupuk ditanggung pihak ketiga. Petani hanya mengerjakan lahan sawahnya.

Begitu pula setelah musim panen tiba, pengusaha akan membeli gabah sesuai harga pasar. “Harapannya adalah para petani dapat menikmati hasil panen yang sesuai dengan harga pasar, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih tinggi,” tandas Ambara Putra.

Program Yarnen sendiri dilakukan dengan berupaya mendorong dan mengajak pihak ketiga maupun pengusaha untuk dapat membantu petani di Denpasar. Terkait dengan alih fungsi lahan yang semakin tak terkendali, Ambara Putra menjelaskan, selain program Yarnen, program-program berbasis pertanian kreatif dan teknologi akan terus diluncurkan untuk memberdayakan lahan persawahan yang ada. (viani)

Ketua KSU Kharisma Madani, I Putu Sumedana Wahyu menyerahkan beras Bali Madani kepada Walikota Denpasar IB Rai Mantra

Suasana acara Temu Wicara antara Wali Kota Denpasar IB. Rai Mantra dengan Krama Subak Lungatan, Peguyangan Kangin.

Page 14: E TABLOID EDISI 3 2012

14 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Pakar Bicara

T :Usaha kami berdiri kurang lebih 6 tahun. Dalam perkembangannya, kami mempunyai kendala di permodalan untuk membeli alat-alat pendukung usaha kami. Bisakah diberikan solusi kemana kami bisa mengajukan bantuan permodalan?

YohanesJl. Patih Nambi,Denpasar

J : Bantuan permodalan bisa Bapak dapatkan, salah

satunya melalui program KUR yang dimiliki oleh bank. Berikut kami berikan persyaratan pengajuan pada salah satu bank sebagai berikut :

1. Tidak sedang mendapat kredit modal kerja dari bank lain (boleh sedang memiliki kredit konsumsi)

2. Tidak di black list oleh BI3. Usia 21-60 tahun4. Menyerahkan copy KTP suami istri,

KK dan NPWP5. Copy kepemilikan jaminan (SHM/

BPKB) 6. Copy IMB (jika ada)

7. Copy PBB (bukti pembayaran pajak dari sertifikat tanah yang akan menjadi jaminan)

8. Copy rekening tabungan 6 bulan terakhir jika ada

9. Memiliki izin usaha, SIUP, TDP untuk kredit di atas Rp 150 juta

10. Untuk permohonan ≤ 150 juta, izin usaha cukup dengan surat keterangan dari kelurahan/kecamatan.

Kirimkan pertanyaan Anda melalui email ke : [email protected] KLINIK KUKM BALI

ENDEKTEHNIK TINGGI PENUH CITA RASA

Tenun ikat selama ini telah dikenal dunia sebagai salah satu produk tekstil Indonesia.

Berbagai jenis tenun ikat dapat ditemukan di Indonesia. Salah satunya endek yang

menjadi tenun ikat khas Bali.

ENDEK yang dikenal masyarakat Bali sejak lama, makin lama kian terpinggirkan. Berbagai hal memang menjadi penyebab terjadi hal ini. Endek sendiri sifatnya sebagai kerajinan, bukan industri, sehingga tak mungkin diproduksi secara massal. Proses pengerjaan yang membutuhkan waktu relatif panjang, dengan bahan baku yang 100% impor, membuat harga endek menjadi mahal. Para perajin juga kurang berinovasi dan berkreativitas sehingga dari waktu ke waktu motif kain endek hanya itu ke itu saja.

Ketiadaan inovasi dan perubahan motif inilah yang membuat endek menjadi terkesan tua dan kuno. Anak muda menganggap endek bukan bagian dari pakaiannya, sehingga endek kian terpinggirkan. Idealnya, selalu ada inovasi dalam design motif endek karena tak pernah ada pakem yang melarang dalam melakukan perubahan motif. Para perajin dituntut untuk kreatif dan mampu membaca keinginan pasar jika tak ingin ditinggalkan.

Tak berhenti sampai di situ. SDM juga menjadi kendala dalam upaya pengembangan kerajinan endek. Saat ini tak banyak orang yang mau berprofesi sebagai penenun. Terlebih para anak muda sangat jarang yang mau belajar menenun dan menjadikan profesi sebagai tukang tenun sebagai pekerjaan utamanya. Penenun memang sebuah pekerjaan yang menuntut keahlian dan keterampilan. Sayangnya upah yang diterima para perajin seringkali tidak sesuai.

Profesi sebagai penenun memang telah kehilangan gengsi akibat minimnya upah yang diterima. Kehidupan sebagai seorang penenun juga identik dengan kehidupan yang kumuh. Para penenun tak bisa bergaya sebagaimana profesi lain. Inilah mengapa profesi penenun tak dilirik oleh para generasi muda. Bandingkan saja dengan mereka yang bekerja sebagai penjaga counter handphone, setiap hari bisa tampil

modis. Jika pekerjaan ini mampu memberikan penghasilan yang sama atau bahkan lebih, tentu bisa dipastikan menenun tidak akan ditinggalkan.

Tentu kita semua tak ingin hal ini sampai terjadi. Kerajinan tenun harus diselamatkan. Caranya dengan memberikan para penenun ini upah yang pantas, sehingga mereka bisa hidup layak dan memiliki kondisi yang lebih baik, esok. Agar penenun bisa dibayar pantas, maka endek yang dihasilkan juga harus dijual dengan harga yang tinggi (sesuai). Tentu hal ini tak bisa dilakukan begitu saja, karena konsumen tak akan mau membeli sebuah barang dengan harga yang tinggi, jika tanpa diimbangi kualitas yang tinggi pula. Para perajin harus menaikkan value dari barang yang dihasilkan termasuk dengan inovasi motif dengan tetap menjaga kualitas tenunan.

Untuk bisa bersaing dengan serbuan produk luar yang kerap meng-copy produk lokal tetapi bisa dijual dengan harga murah dan kualitas yang tak jauh beda, endek memang perlu sebuah konsep motif yang jelas, sehingga dengan sekali lihat orang akan langsung mengenali bahwa itu merupakan endek. Motif ini harus berakar dari budaya Bali sendiri atau yang telah menjadi ikon semisal patra. Konsep motif ini harus mampu memberikan karakter pada endek dan juga rasa bangga bagi pemakainya. Jika ini dilakukan, sangat mungkin endek akan bersanding dengan produk tekstil lain seperti batik bukan hanya di tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Terlebih saat ini endek juga kerap mendapat apresiasi dari dunia mode internasional dengan berbagai keunikan yang dimilikinya. (ayu)

I Gusti Made ArsawanPemerhati dan Praktisi Endek Bali

Konsultan Design Tekstil

MEMUDARNYA GENGSI PENENUNEndek termasuk dalam jenis kain yang dibuat dengan tekhnik tenun ikat pakan. Seperti pembuatan kain ikat lainnya, pembuatan endek tidaklah

mudah. Untuk menghasilkan sebidang kain yang indah itu, diperlukan waktu, keterampilan, dan tehnik yang tinggi.

Berbeda dengan membuat motif pada kain batik. Motif diberikan pada kain yang telah jadi. Sementara pembuatan motif pada endek, dilakukan dengan menyusun helai per helai benang. Tehnik pembuatan kain endek sangatlah unik. Endek diciptakan dari helaian benang yang telah berisi motif. Benang pakan yang telah diberikan motif ini selanjutnya ditenun sehingga tercipta sebuah kain lengkap dengan motifnya.

Proses pembuatan kain endek sangatlah panjang. Dimulai dengan menyiapkan benang lusi. Benang lusi yang telah ada pertama-tama harus dikelos, benang lusi dimasukkan ke dalam alat yang disebut sebagai kelosan. Proses ini dikenal sebagai pengelosan. Proses selanjutnya yakni penghanian (menghani), yakni proses menggulung benang ke dalam tambur atau boom lusi dengan hitungan tertentu. Setelah jadi lusi dimasukkan ke dalam gun dan sisir tenun yang telah disetel untuk persiapan dimasuki benang pakan.

Proses selanjutnya dilakukan untuk menyiapkan benang pakan yang dimulai dengan melakukan pengelosan. Proses selanjutnya yakni membentangkan benang pakan pada frame yang terbuat dari besi atau kayu atau yang dikenal juga dengan sebutan pidangan. Selanjutnya benang diberi motif dengan berbagai teknik seperti ikat, menggambar langsung di atas benang, mencelup dan sebagainya sehingga terjadi motif di atas benang pakan.

Usai pemberian motif dilanjutkan dengan proses pemalpalan. Proses ini dilakukan dengan mengurai benang dari

bentuk pidangan yang bersatu, diurai sehingga menjadi benang yang terpisah tetapi telah berisi motif jadi. Setelah dipalpal, benang tinggal dimasukkan ke dalam palet (pemaletan). Benang pakan telah siap untuk ditenun. Palet selanjutnya dimasukkan ke dalam teropong atau sekoci tenun.

Teropong selanjutnya dimasukkan ke dalam lusi. Dengan mekanisme tertentu teropong atau sekoci ini akan meluncur ke kiri dan ke kanan, sehingga membentuk anyaman dan menjadi sebuah kain lengkap dengan motif sesuai dengan yang diberikan pada benang pakannya.

Begitu panjanganya proses yang harus dilalui dalam pembuatan kain endek menjadikan endek sebagai sebuah kain yang tercipta dari perpaduan antara keterampilan, tehnik tinggi dan sense of art yang tinggi pembuatnya. Endek dengan kualitas bagus bukan hanya akan menjadi sekadar kain melainkan juga sebuah karya seni yang tercipta dari tehnik yang tinggi.

Cita Rasa TinggiMemang, endek telah ada dan dikenal masyarakat

sejak dulu. Bukan berarti menggunakan endek akan

membuat si pemakai menjadi terkesan tua atau kuno. Terlebih endek tidak memiliki batasan fungsi. Ia bisa digunakan sesuai dengan kreativitas dan kebutuhan pemiliknya. Tentu saja pilihan bahan, motif dan warna harus tetap diperhatikan.

Pemakaian endek bisa menjadi gambaran selera si pemakai. Orang yang menjadikan endek dengan kualitas dan motif bagus sebagai busananya, menggambarkan bahwa orang tersebut memiliki selera dan cita rasa seni yang tinggi. Tak hanya itu. Penggunaan endek akan menjadi simbol penghormatan, penghargaan serta rasa bangga akan produk sendiri warisan para leluhur.

Anda akan dinilai sebagai orang dengan selera pasaran dan biasa-biasa saja, jika menggunakan sebuah barang yang pasaran dengan kualitas yang ala kadarnya. Tetapi Anda akan dinilai berselara tinggi jika menggunakan sesuatu yang bercitarasa tinggi, unik dan memiliki nilai seni. Tentu nilainya akan menjadi semakin tinggi jika mampu menceritakan tentang apa yang Anda gunakan, sehingga pakaian Anda tak hanya menjadi sekadar pakain, tetapi juga menjadi gambaran atas diri dan niali Anda.(ayu)

I Gusti Made Arsawan

Page 15: E TABLOID EDISI 3 2012

15 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

Bale Bengong

Hampir semua orang yang pernah mengenyam pendidikan, minimal pendidikan sekolah lanjutan, pasti pernah mempunyai pengalaman

melakukan presentasi di depan teman sekalas, audiens ataupun sekelompok orang. Perasaan gugup, demam panggung, ketakutan, dan perasaan tertekan, lumrah dirasakan sesaat akan memulai presentasi.

Hampir pasti pula, nervous (perasaan gugup ini) dialami semua orang, bahkan yang telah berpengalaman berbicara di depan umum sekalipun. Ada pakar yang mengatakan bahwa perasaan gugup ini muncul karena melemahnya rasa percaya diri. Ada juga anjuran agar kita mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum presentasi, namun perasaan gugup itu tetap muncul.

Itu berarti, rasa gugup bukanlah hal yang bisa dihindari begitu saja. Jika perasaan seperti itu bisa diatasi dan ditangani secara baik, akan memberi nilai tambah dari presentasi yang dilakukan.

Berikut, tips menangani rasa gugup.

1. Tenangkan Diri Sementara kita

menunggu giliran untuk presentasi, atur nafas. Tarik nafas dalam-dalam, kemudian keluarkan lambat-lambat. Keluarkan energi yang meletup-letup dalam dada melalui hembusan nafas yang teratur. Tenangkan pikiran dan emosi. Bila perlu pejamkan mata. Kumpulkan energi itu sebaik-baiknya. Jangan biarkan mengganggu ketenangan jiwa kita.

2. Kerahkan Energi Lepaskan energi itu dari

“kekangannya”. Jika misalnya kita menjadi pembicara kedua atau ketiga, dan para audiens memberi applause pada pembicara sebelum kita, maka kita kerahkan energi dengan memberikan applause yang tak kalah meriah. Berdirilah dengan

Don’t judge a book from it’s cover, pepatah yang mendunia untuk tidak menilai seseorang dari penampilan semata. Tapi, sejak Malaysia mempatenkan salah satu corak batik sebagai salah satu hasil budaya negaranya, bangsa kita langsung meradang. Batik adalah hasil budaya negeri kita!! Lalu bergaunglah hari Batik Nasional, dan kantor-kantor dengan heboh mewajibkan satu hari dalam seminggu bagi pegawainya untuk menggunakan pakaian batik. Rupanya busana yang menunjang penampilan, sekarang menjadi sangat penting untuk menunjukkan identitas seseorang. Tidak hanya identitas kedudukan sosial, tetapi juga identitas daerah asal. Bali, sejak zaman bahula sudah memiliki kain tenun khas tradisional. Endek Bali adalah salah satu contoh hasil karya besar para leluhur Bali dalam usaha memberi nilai lebih, cara berbusana orang Bali. Namun, seiring perkembangan, bahan-bahan busana ini mulai ditinggalkan, karena selain tidak praktis dan modis, kerumitan pembuatan dan kelangkaan bahan baku menjadikan harganya sangat mahal. Orang Bali beralih ke busana-busana yang lebih praktis dan modern seperti batik, katun, jeans. Kini, warisan tetua Bali itu seakan menjadi mitos.

Pekak Putu memandangi kain endek yang mulai lusuh dipakainya. Ia teringat neneknya, yang sangat menikmati saat-saat menenun kain untuk cucu-cucunya. Saat itu, ia akan memandang takjub pada gerak tangan neneknya yang bergerak otomatis seperti tanpa berpikir. Sekarang baru ia sadari, ternyata kain tenun bukan hanya buah keterampilan turun-temurun bagi masyarakat Bali, melainkan juga bentuk identitas kultural dan artefak ritual. Di luar lingkup tradisi masyarakat daerah tujuan wisata itu, kain tenun Bali pun tidak sebatas cendera mata, tetapi terus berkembang sebagai komoditas berbasis budaya.

Bila batik kemudian menjadikan seluruh warga negara Indonesia demikian euphoria untuk mulai mengenakannya di setiap acara formal, mengapa hal yang sama tidak kita lakukan pada kain endek? Seperti biasa, mulailah Pekak Putu dikungkung oleh sebuah pertanyaan besar. Dan seperti biasa pula, hanya Bli Nyoman Coblong yang sanggup menemani pikiran-pikiran unik Pekak Putu.

Saat ini, sesungguhnya sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan di Bali, sudah mulai menyelipkan 1 hari kerja mengenakan seragam endek. “Tidakkah itu cukup, Pekak?” Tanya Bli Nyoman Coblong.

Pekak Putu menggaruk-garuk dagunya yang tidak gatal. “Menurut pemikiranku, kalau ingin menjadikan kain endek sebagai identitas daerah, ya harusnya lebih dari itu, Nyoman. Namanya identitas, bukankah harus benar-benar khas dan berbeda dari kain tenun daerah lain?”

Sekarang gantian Bli Nyoman yang menggaruk-garuk dagu, sepertinya sih benar-benar gatal. “Ya memang begitu, Pekak. Memangnya endek kita tidak khas?”

“Hhhhmm seharusnya khas ya…karena motif endek biasanya berbentuk flora dan fauna serta motif-motif yang diambil dari mitologi Bali dan wayang. Motif-motif inilah yang menjadi ciri khas kain endek,” sambung Pekak Putu setengah menggumam. “Hanya saja motif dan warna endek konvensional, sekarang menjadi tidak terlalu diminati. Apalagi ibu-ibu sekarang sukanya warna yang ngejreng…hehehe…supaya menarik perhatian layaknya selebriti,” Pekak Putu terkekeh-kekeh.

Bli Nyoman Coblong ikut tertawa membenarkan. “Sekarang pun, kain endek sudah sangat beragam motif dan warnanya, Pekak,” kata Bli Nyoman Coblong. “Kualitasnya juga semakin beragam. Dari yang semeternya puluhan ribu sampai yang selembarnya jutaan.”

“Jadi kain endek sekarang sudah pantas ya penggunaannya seperti batik?” kata Pekak Putu. “Sudah bisa menjadi identitas kita, orang Bali. Dan tidak semata-mata hanya dipakai untuk ke pura, tapi juga untuk busana-busana formal. Hebaaat….hebaaatt ,” Pekak Putu tersenyum senang. Bli Nyoman Coblong menarik nafas lega.Kain endek, sebenarnya dapat dikembangkan dari hasil-hasil pemikiran baru tanpa harus kehilangan ciri yang paling mendasar dari tekstil yang digunakan. Rancangan baru ini mendekatkan rancangan tradisional dengan trend yang berkembang di dunia internasional. Kuncinya adalah mengembangkan motif-motif tradisional menjadi motif-motif yang berorientasi pada pasar global. Jadi, selamat menunjukkan identitas diri dengan menggunakan kain endek khas Bali.

Potensi

sigap. Berjalanlah dengan tegap dan mantap. Bila perlu hembuskan nafas lepas sambil berteriak kecil, “yes”. Atau turut bertepuk tangan menyambut applaus dari audiens.

3. Sebuah Energi Positif Pahami bahwa perasaan gugup

adalah energi positif. Apa yang kita rasakan saat grogi? Dada berdebar-debar, keringat dingin mengucur, bibir bergetar, dan darah seolah mengalir lebih cepat. Pahami bahwa semua itu adalah sebuah dorongan energi yang meluap dari dalam diri kita. Tidak ada yang salah pada energi itu. Ia perlu disalurkan secara positif. Ia semestinya menjadi bahan bakar yang mendorong presentasi menjadi lebih baik. Kita bisa menggunakan energi itu untuk memantapkan penampilan kita.

4. Bersikap “Nothing to Loose” Keinginan kita untuk bersikap sebaik-

baiknya mendorong munculnya perasaan grogi. Secara negatif, pikiran kita biasanya terbebani oleh ketakutan untuk membuat kesalahan, kekhawatiran akan gagal, kecemasan bila melakukan kekonyolan, dan berbagai bayangan negatif. Sebelum kita bisa menggunakan energi gugup itu secara positif, maka terlebih dahulu kita harus menetralisir emosi negatif tersebut. Bersikaplah “nothing to loose”; tak sesuatupun yang patut kita takutkan. Bila toh kita gagal, maka tidak sesuatu yang harus menjadikan kita begitu kehilangan.

5. Berbicaralah Keras dan Lantang Bila kita berbicara lambat, maka bibir kita

akan semakin gemetar, suara pun akan bergetar. Salurkan rasa gugup melalui

suara yang keras dan lantang. Suara keras kita bukan hanya dapat

mengatasi kecemasan, namun juga sarana

menyalurkan energi tersebut. Ada baiknya kita menghafal teks pertama dari materi presentai, namun tetap bersikap wajar. 6. Diam Kita dapat

menyalurkan ketegangan dalam

diri pada para audiens, yaitu dengan memulai

presentasi dengan diam beberapa

detik. Biarkan

ketegangan terserap dan

jadi ketegangan audiens. Bila

kita merasa ketegangan di

audiens sudah cukup meninggi, mulailah kita

melakukan presentasi dengan sebuah pembukaan

yang kuat, tajam dan lantang. 7. Lontarkan Humor yang Wajar

Lenturkan kegugupan dengan sebuah humor yang wajar. Kita

memang perlu merencanakannya dengan baik, namun jangan sampai

kehilangan spontanitas. Dan humor terbaik yang tidak akan melukai

perasaan siapapun adalah humor tentang diri kita sendiri.

Oleh : Geg Aniek

LK Budi Martini, SE.MMDosen Fakultas Ekonomi

Universitas Mahasaraswati Denpasar dan juga seorang

Instruktur Kepribadian, Service Excellent, Komunikasi serta Etika dan Kepribadian

IDENTITASDALAM BALUTAN ENDEK

PRESTASI MENYENANGKAN

Page 16: E TABLOID EDISI 3 2012

16 Galang Kangin

Edisi 03/TAHUN II/MARET 2012

pemerintah bukan hanya menilai estetika hasil akhir, melainkan juga menetapkan standar bahan, sehingga penggunaan bahan-bahan sintetik yang tak bisa diurai alam, bisa diminimalisir.

“Jika ingin sakti, carilah inspirasi alammu yang bisa diterima pertiwi dengan senang hati. Jangan harapkan hasil prima jika justru permasalahan baru yang muncul. Baru diberikan kemudahan, jangan sampai lupa memikirkan dampaknya pada alam. Jangan hanya kemegahan fisik yang dilihat, tetapi spirit dan juga hakekat di baliknya. Jika sudah memahami tetapi tetap saja mengingkari hakekatnyanya, dan tak mau sekuat tenaga mencari makna di baliknya, maka jangan harap ada sakti dan shanti dalam kehidupan.”

Sakti tidak muncul begitu saja hanya karena sesuatu itu indah dilihat. Sakti muncul dari upakara atau yadnya. Yadnya akan menjadi luar bisa jika dilandasi dengan cinta kasih. Cinta kasih yang tulus dan dilakukan secara utuh akan membawa kedamaian atau shanti. Shanti inilah yang akan menjadi dasar dari sakti. Sakti yang sejati hanya milik Sang Pencipta, dan semua terwakili melalui ciptaannya yang ada di alam. (ayu)

Seni Budaya

wali akan menjadi sesuatu yang sakti dan membawa damai jika melewati proses penciptaan, terpelihara dan selanjutnya bisa dimusnahkan,” ujar Ketua Yayasan Wisnu ini.

Dalam konsep nyomya bhuta kala, bukan dimusnahkan. Mereka memang spirit yang tak bisa dimusnahkan melainkan dikembalikan ke tempat yang seharusnya, sehingga tak mengganggu manusia saat melaksanakan brata panyepian.

Penghancuran ogoh-ogoh sendiri usai diarak juga bisa bermakna menghilangkan mala (dasa mala), panca baya dan leteh yang ada pada diri manusia. Masalahnya, saat ini ada dalam realita, pembuatan ogoh-ogoh dengan menggunakan bahan sintetik yang tak bisa dihancurkan oleh alam bisa menjadi pengingkaran konsep sakti yang sejati.

Perlu Standardisasi BahanSuarnatha menilai positif, dukungan

pemerintah untuk melestarikan tradisi dengan melaksanakan lomba ogoh-ogoh. Lomba ini dinilai mampu mendorong kreativitas khususnya kaum muda. Pembuatan ogoh-ogoh juga dapat memupuk rasa kebersamaan dan semangat kerja sama. Tapi tidak itu saja. Perlu diperhatikan bahan yang digunakan untuk ogoh-ogoh.

Mendorong kreativitas di satu sisi, juga harus diperhatikan penjagaan kelestarian alam. Dalam penilaian lomba,

I Made Suarnatha

Ogoh-ogoh yang selalu memeriahkan perayaan Nyepi di Bali

TRADISI membuat ogoh-ogoh sejatinya bukan hal baru. Awalnya ogoh-ogoh hanya dibuat dengan bahan-bahan seperti bambu dan kayu yang hanya dilapisi dengan kertas seperti kertas bekas pembungkus semen. Ketua Yayasan Wisnu, Suarnatha, menilai bahan-bahan ini dipilih oleh para orang zaman dahulu bukan karena unsur ada atau tidak adanya bahan seperti saat ini. Ini lebih pada pemaknaan konsep sakti yang sejati.

Orang tua dulu menilai segala reprentasi sudah disediakan oleh alam. Dengan kreativitas yang diberikan, manusia berusaha menciptakan wakil dengan memanfaatkan segalanya dari alam. Segalanya diciptakan oleh alam, dipelihara oleh alam dan selanjutnya dimusnahkan oleh alam.

“Ini bukan masalah ada atau tidak ada bahan seperti sekarang. Masalahnya mereka mau belajar dari alam. Antara manusia dengan alam ada hubungan dalam hidup dan untuk selanjutnya saling menghidupi. Alam sebagai guru ternyata mampu ditemukan oleh para leluhur untuk kemudian menuntun dalam hidup,” jelasnya.

Apa yang terjadi saat ini juga dinilai sebagai akibat dari mekanisme pasar dimana cenderung menjadikan manusia menginginkan sesuatu yang instan tanpa memikirkan bagaimana menanganinya. Bahkan manusia juga menjadi semakin jauh dengan alam yang sejatinya menjadi tempat dan sumber dari kehidupannya.

Meski sama-sama mengambil bahan dari alam, akan tetapi penggunaan bambu dibandingkan dengan penggunaan stereofoam dampaknya lebih baik bagi alam dan bagi manusia itu sendiri. Stereofoam yang dibuat dari hasil eksploitasi tambang mengorbankan banyak energi dalam proses pengambilan, pembuatan hingga pengirimannya. Penggunaan stereofoam hanya akan menguntungkan perusahaan pembuatnya yang seringkali membayar tenaga kerja yang digunakan dengan upah yang tidak pantas.

Berbeda dengan penggunaan bambu, meski bambu harus ditebang, akan tetapi penggunaan bambu secara bijak tak akan merusak alam. “Peradaban bambu telah ada sejak dulu. Bambu itu tumbuhnya sangat cepat, dan karena merupakan produk lokal, maka akan menguntungkan masyarakat dan petani kita juga.” (ayu)

BELAJAR DARI ALAMSambungan dari Halaman 1