e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

7
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721 150 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT REMATIK PADA LANSIA DI WILAYAH PUSKESMAS KASSI-KASSI KOTA MAKASSAR Andi Ahdaniar 1 , Hasanuddin 2 , H. Indar 3 1 STIKES Nani Hasanuddin Makassar 2 STIKES Nani Hasanuddin Makassar 3 Universitas Hasanuddin Makassar ABSTRAK Rematik adalah penyakit yang menyerang anggota tubuh yang bergerak, yaitu bagian tubuh yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain dengan perantaraan persendian, sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengatuhi adanya hubungan obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia di wilayah Puskesmas Kassi- kassi Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar. Jenis penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitik dan menggunakan metode “Cross Sectional” dengan jumlah sampel 78 responden. Analisa data menggunakan lembar kuesioner dan SPSS, untuk mengetahui adanya hubungan antara obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia dengan uji Chi-Squer dengan tingkat pemaknaan (α< 0,05). Berdasarkan hasil uji statistik hubungan obesitas dengan kejadian penyakit rematik pada lansia didapatkan nilai p= 0,038 (p<0,005). Hasil uji statistik hubungan pola makan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia didapatkan nilai p= 0,012 (p>0,005) dan hasil uji statistik hubungan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia didaptkan nilai p= 0,021 (p<0,005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia. Berdasarkan dari hasil penelitian maka disarankan bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang lain dan menggunakan sampel yang lebih banyak agar hasil penelitian dapat lebih objektif. Bagi pegawai Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar agar lebih melakukan pembinaan bagi pasien penyakit rematik di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar tentang hubungan antara obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia. Kata Kunci : Rematik, Obesitas, Pola Makan Dan Aktivitas Fisik PENDAHULUAN Penyakit rematik adalah penyakit yang tidak hanya menyerang sendi, tetapi juga menyerang organ atau bagian tubuh lainnya.Secara umum, penyakit rematik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur atau jaringan penunjang di sekitar sendi. Penyakit rematik yang paling umum adalah osteoarthritis akibat degenerasi atau proses penuaan, arthritis rematoid (penyakit autoimun), dan goat karena asam urat tinggi. (Iskandar Junaidi, 2012). Rematik adalah penyakit yang menyerang anggota tubuh yang bergerak, yaitu bagian tubuh yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain dengan perantaraan persendian, sehingga menimbulkan rasa nyeri. Semua jenis rematik menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu. Kemampuan gerak seseorang dapat terganggu oleh adanya penyakit rematik Penyakit yang kronis dapat mengakibatkan gangguan gerak, hambatan dalam bekerja maupun melaksanakan kegiatan sehari-hari sehingga dapat menimbulkan frustasi atau gangguan psikososial penderita dan keluarganya.( Dewa Gede Basudewa, 2009 ). Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari sutu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak waktu permulaan kehidupan. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, figur tubuh yang tidak proporsional. Sering kali keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini mendorong semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lanjut usia. Lanjut usia cenderung dipandang masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang sakit –

Transcript of e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

Page 1: e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

150

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT REMATIK PADA LANSIA DI WILAYAH PUSKESMAS

KASSI-KASSI KOTA MAKASSAR

Andi Ahdaniar1, Hasanuddin2, H. Indar3

1STIKES Nani Hasanuddin Makassar 2STIKES Nani Hasanuddin Makassar

3Universitas Hasanuddin Makassar

ABSTRAK

Rematik adalah penyakit yang menyerang anggota tubuh yang bergerak, yaitu bagian tubuh yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain dengan perantaraan persendian, sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengatuhi adanya hubungan obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar. Jenis penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitik dan menggunakan metode “Cross Sectional” dengan jumlah sampel 78 responden. Analisa data menggunakan lembar kuesioner dan SPSS, untuk mengetahui adanya hubungan antara obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia dengan uji Chi-Squer dengan tingkat pemaknaan (α< 0,05). Berdasarkan hasil uji statistik hubungan obesitas dengan kejadian penyakit rematik pada lansia didapatkan nilai p= 0,038 (p<0,005). Hasil uji statistik hubungan pola makan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia didapatkan nilai p= 0,012 (p>0,005) dan hasil uji statistik hubungan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia didaptkan nilai p= 0,021 (p<0,005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia. Berdasarkan dari hasil penelitian maka disarankan bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang lain dan menggunakan sampel yang lebih banyak agar hasil penelitian dapat lebih objektif. Bagi pegawai Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar agar lebih melakukan pembinaan bagi pasien penyakit rematik di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar tentang hubungan antara obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia.

Kata Kunci : Rematik, Obesitas, Pola Makan Dan Aktivitas Fisik

PENDAHULUAN Penyakit rematik adalah penyakit yang

tidak hanya menyerang sendi, tetapi juga menyerang organ atau bagian tubuh lainnya.Secara umum, penyakit rematik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur atau jaringan penunjang di sekitar sendi. Penyakit rematik yang paling umum adalah osteoarthritis akibat degenerasi atau proses penuaan, arthritis rematoid (penyakit autoimun), dan goat karena asam urat tinggi. (Iskandar Junaidi, 2012).

Rematik adalah penyakit yang menyerang anggota tubuh yang bergerak, yaitu bagian tubuh yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain dengan perantaraan persendian, sehingga menimbulkan rasa nyeri. Semua jenis rematik menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu. Kemampuan gerak seseorang dapat terganggu oleh adanya penyakit rematik Penyakit yang kronis dapat mengakibatkan gangguan gerak, hambatan dalam bekerja maupun melaksanakan kegiatan sehari-hari sehingga dapat menimbulkan

frustasi atau gangguan psikososial penderita dan keluarganya.( Dewa Gede Basudewa, 2009 ).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari sutu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak waktu permulaan kehidupan. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, figur tubuh yang tidak proporsional.

Sering kali keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini mendorong semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lanjut usia. Lanjut usia cenderung dipandang masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang sakit –

Page 2: e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

151

sakitan. Persepsi ini muncul karena memandang lanjut usia hanya dari kasus lanjut usia yang sangat ketergantungan dan sakit – sakitan. Persepsi seperti ini tidak tentu semuanya benar banyak pula yang lanjut usia justru berperang aktif, tidak saja dalam keluarganya, tetapi juga dalam masyarakat sekitarnya. (Wahyudi Nugroho, 2012 ).

WHO dan Undang – undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur – angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian. ( Wahyudi Nugroho, 2012 ).

Saat ini, di seluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa ( satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun ), dan pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju, pertambahan populasi/penduduk lanjut usia telah diantisipasi sejak awal abad ke-20. Tidak heran bila masyarakat dinegara maju sudah lebih siap menghadapi pertambahan populasi lanjut usia dengan aneka tantangannya. Namun, saat ini, negara berkembang pun mulai menghadapi masalah yang sama. Fenomena ini jelas mendatangkan sejumlah konsekuensi, antara lain timbulnya masalah fisik, mental, social, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan, terutama kelainan degeneratif. (Wahjudi Nugroho, 2012).

Secara demografis, berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk. Selanjutnya, pada tahun 1980, jumlah ini meningkat menjadi ± 8 juta ( 5,5 % ) dari jumlah penduduk dan pada tahun 1990, jumlah ini meningkat menjadi ± 11,3 juta ( 6,4 %). Pada tahun 2000, diperkirakan meningkat sekitar 15,3 juta ( 7,4 % ) dari jumlah penduduk, dan pada tahun 2005, jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi ±18,3 juta ( 8,5 % ). (Wahjudi Nugroho, 2012).

Pada tahun 2005 – 2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa (± 9 %) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020 – 2025, Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, dan Amerika Serikat, dengan umur harapan hidup diatas 70 tahun. ( Wahjudi Nugroho, 2012).

Di Indonesia, jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan secara cepat setiap tahunnya, sehingga Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population). Para

ahli memproyeksikan pada tahun 2020 mendatang usia harapan hidup lansia di Indonesia menjadi71,7 tahun dengan perkiraan jumlah lansia menjadi 28,8 juta jiwa atau 11,34% (Utomo,2004). Data KESRA (2006) diketahui bahwa pada tahun 2006, jumlah penduduk lansia di Indonesia mencapai 19 juta atau sekitar 8,90%,tahun 2010 diperkirakan meningkat menjadi 23,9juta atau sekitar 9,77%, dan bahkan pada tahun2020 diperkirakan mencapai angka 28,8 juta atausekitar 11,34% dari total penduduk di Indonesia. ( Reni Zulkifli 2009).

Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 9,6 persen dari jumlah penduduk. Karena itu, Kementerian Kesehatan akan menambah jumlah Puskesmas yang santun bagi lanjut usia karena bertambahnya jumlah penduduk lansia akibat meningkatnya umur harapan hidup menyebabkan pelayanan kesehatan yang ramah bagi kelompok tersebut semakin dibutuhkan. ( Abdi Susanto 2013 ).

Peningkatan jumlah lansia juga terjadi dikota Pekanbaru. Data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2008), didapatkan pada tahun 2000 jumlah lansia mencapai 16.274 orang atau sekitar27%, tahun 2006 meningkat menjadi 20.876 orang dan pada tahun 2008 mencapai 48.320orang. Dengan demikian disimpulkan bahwa jumlah lansia di kota Pekanbaru juga mengalami perkembangan yang sangat cepat setiap tahunnya. ( Reni Zulkifli,2009 ).

Menurut BPS Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008, jumlah lansia mencapai 448.805 dari 7.771.671 penduduk Sulawesi Selatan ( Dinas Kesehatan Provinsi SulSel, 2009 ). Sedangkan jumlah penduduk yang tergolong lansia di kota Makassar mencapai 40.508 dari 1.248.436 penduduk kota Makassar dan jumlah penduduk yang tergolong lansia di kabupaten Gowa mencapai 27.856 dari 702.433 penduduk kabupaten Gowa.

BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi, dan sampel penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kassi – Kassi Kota Makassar dan waktu penelitian yang direncanakan pada 17 Juni sampai dengan 17 Juli 2013.

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang di tentukan. Dimana populasi dalam penelitian ini adalah pasien rematik yang datang berobat ke Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar.

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sampel(Issac dan Michel) dimana diperoleh besar sampel yakni 78 orang pasien rematik

Page 3: e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

152

yang datang berobat ke Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar. Adapun kriteria sampel yakni : Kriteria inklusi : 1. Pasien yang bersedia diteliti. 2. Pasien yang kooferatif. 3. Berada di wilayah kerja Puskesmas Kassi –

Kassi Kota Makassar. Kriteria eksklusi : 1. Pasien yang tidak bersedia diteliti. 2. Pasien yang tidak kooferatif. 3. Tidak berada diwilayah Puskesmas Kassi –

Kassi Kota Makassar.

Pengumpulan data dan pengolahan data Data primer diperoleh dengan

menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti kepada responden. Data sekunder juga digunakan sebagai data pelengkap untuk data primer yang berhubungan dengan masalah yang diteliti seperti jumlah keseluruhan di Puskesmas Kassi – Kassi Kota Makassar. Data ini diperoleh dari instansi yang terkait yaitu di Puskesmas Kassi – Kassi Kota Makassar.

Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi kuesioner atau wawancara yang di sediakan). Adapun langkah – langkah pengolahan data yaitu sebagai berikut : 1. Selecting.

Selecting merupakan pemilihan untuk mengklasifikasikan data menurut kategori.

2. Editing. Editing di lakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah di isi, meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban.

3. Coding. Coding merupakan tahap selanjutnya yaitu dengan memberi kode pada jawaban responden.

4. Tabulasi Data. Setelah dilakukan editing dan koding dilanjutkan dengan pengolahan data kedalam suatu table menurut sifat - sifat yang di miliki sesuai dengan tujuan penelitian

Analisis data

Setelah data ditabulasi, selanjutnya dilakukan analisa data yaitu sebagai berikut : 1. Analisa Univariat

Dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara mendiskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam penelitian dengan melihat distribusi frekuensi, mean, median dan modus.

2. Analisa Bivariat. Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas secara sendiri sendiri dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik Chi-Square, SPSS.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan dengan mengambil sampel sebanyak 78 penderita demam tifoid yang ada di perawatan interna RSUD Labuang Baji Makassar selama periode 17 Juni sampai 17 Juli 2013, sebagai berikut : Analisis Univariat Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar, 2013

Umur n % 60-70 tahun 71-90 tahun

53 25

67.9 31.2

Total 78 100.0 Berdasarkan hasil penelitian dapat

diketahui bahwa jumlah responden yang menderita rematik lebih banyak terjadi pada laki - laki sebanyak 56 responden (71,8%), sedangkan pada perempuan sebanyak 22 responden (28,2%).

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar, 2013

Pekerjaan n % Pensiunan

IRT Wiraswasta

Dll

21 22 19 16

26.9 28.2 24.4 20.5

Total 78 100.0 Dan dari tabel di atas juga diketahui

bahwa pekerjaan responden berbeda-beda ada yang sebagai Pensiunan sebanyak 21 responden (26,9%), sebagai IRT sebanyak 22 responden (28,2%), sebagai Wiraswasta sebanyak 19 responden (24,4%), dan yang lain - lain sebanyak 16 responden (20,5%) Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Obesitas Pada Pasien Penyakit Rematik Di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar, 2013

Obesitas n % Obesitas

Tidak obesitas 39 39

50.0 50.0

Total 78 100.0

Page 4: e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

153

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang mengalami Obesitas adalah sebanyak 39 responden (50,0%) dan yang tidak Obesitas sebanyak 39 responden (50,0%).

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pola Makan Pada Pasien Penyakit Rematik Di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar, 2013

Pola Makan n % Tidak teratur

Teratur 38 40

48.7 51.3

Total 78 100.0 Selain itu, diketahui bahwa responden

memiliki asupan pola makan yang tidak teratur yaitu sebanyak 38 responden (48,7%) dan sebagiannya lagi yang pola makan teratur sebanyak 40 responden (51,3%). Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Aktivitas Fisik Pada Pasien Penyakit Rematik Di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar, 2013

Aktivitas Fisik n % Berat

Tidak berat 40 38

51.3 48.7

Total 78 100.0

Berdasarkan hasil penelitian juga dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden yang memilki aktivitas fisik yang berat yaitu sebanyak 40 responden (51,3%) dan sebagiannya yang memiliki aktivitas yang tidak berat sebanyak 38 responden (48,7%).

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Rematik Pada Pasien Penyakit Rematik Di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar, 2013

Rematik n % Berat

Tidak berat 32 46

41.0 59.0

Total 78 100.0 Dan berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa sebagian besar responden yang berisiko rematik yaitu sebanyak 32 responden (41,0%) dan sebagiannya lagi yang tidak berisiko rematik sebanyak 46 responden (59,0%).

Analisa Bivariat Tabel 7. Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Penyakit Rematik Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar, 2013

Obesitas Kejadian Rematik

Total Berat Ringan n % n % N %

Obesitas 11 14,1 28 35.9 39 50

T. Obesitas 21 26,9 18 23.1 39 50 Total 32 65.9 46 59.0 78 100.0

p= 0.038 Berdasarkan hasil penelitian dapat

diketahui frekuensi responden tingkat obesitas dengan kejadian penyakit rematik pada lansia obesitas dan beresiko sebanyak 11 responden (28,2%), sedangkan yang tidak obesitas sebanyak 28 responden (71,8%). Responden dengan tingkat obesitas dengan kejadian rematik pada lansia tidak obesitas dan yang obesitas sebanyak 21 responden (53,8%), sedangkan yang tidak obesitas sebanyak 18 responden (46,2%).

Hasil uji statistik chi-square yaitu fisher antara variabel tingkat obesitas dengan kejadian penyakit rematik pada lansia diperoleh P= 0,038 (P < 0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian penyakit rematik pada lansia.

Tabel 8. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Penyakit Rematik Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar, 2013

Pola Makan Kejadian Rematik

Total Berat Ringan

n % n % N % T. Teratur 10 12.8 28 35.9 38 48.7

Teratur 22 28.2 18 23.1 40 51.3 Total 32 41.0 46 59.0 78 100

p= 0.012 Berdasarkan hasil penelitian dapat

diketahui frekuensi responden pola makan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia yang tidak teratur dan berisiko sebanyak 10 responden (26,3%), sedangkan yang tidak berisiko sebanyak 28 responden (73,7%). Responden dengan tingkat pola makan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia yang teratur dan berisiko sebanyak 22 responden (55,0%), sedangkan yang tidak berisiko sebanyak 18 responden (45,0%).

Hasil uji statistik chi-square yaitu fisher antara variabel tingkat pola makan terhadap kejadian penyakit rematik pada lansia diperoleh P= 0,012 (P < 0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia.

Page 5: e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

154

Tabel 9. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Penyakit Rematik Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar,2013

Aktivitas Fisik

Kejadian Rematik Total Berat Ringan

n % n % N %

Berat 11 14,1 29 35.9 40 50

Ringan 21 26,9 17 23.1 38 50 Total 32 65.9 46 59.0 78 100.0

p= 0.021 Berdasarkan hasil penelitian dapat

diketahui frekuensi responden tingkat aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia yang berat dan berisiko sebanyak 11 responden (27,5%), sedangkan yang tidak berisiko sebanyak 29 responden (72,5%). Responden dengan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia yang tidak berat dan berisiko sebanyak 21 responden (55,3%), sedangkan yang tidak berisiko sebanyak 17 responden (44,7%).

Hasil uji statistik chi-square yaitu fisher antara variabel tingkat aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia diperoleh P= 0,021 (P < 0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik terhadap kejadian rematik pada lansia

PEMBAHASAN 1. Hubungan Obesitas terhadap Kejadian

Rematik Pada Lansia Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan rata-rata responden menjalani tingkat obesitas dengan kejadian penyakit rematik pada lansia yang obesitas yaitu 39 responden atau 50,0% dari total sampel. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara obesitas dengan kejadian penyakit rematik pada lansia di wilayah puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar (P= 0,038).

Dengan demikian faktor obesitas sebagai faktor yang berhubungan kejadian rematik pada lansia hingga Ha diterima dan Ho ditolak dengan Interpretasi ”Ditemukan Adanya Hubungan Obesitas dengan kejadian rematik pada lansia di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar.

Berdasarkan dari hasil penelitian ini pasien penyakit rematik pada lansia disebabkan oleh ketidakmampuan pasien untuk memelihara berat badan idealnya. Selain itu, dipicu oleh ketidakseimbangan antara kalori yang masuk dari makanan dengan jumlah kalor yang keluar melalui aktivitas fisik atau olahraga. Pasien penyakit rematik pada lansia harus mengontrol berat

badannya sesuai dengan tinggi badan yang dimiliki pasien.

Dalam hal ini obesitas sangat berhubungan dengan kejadian rematik pada lansia dibanding yang tidak obesitas. Orang yang mengalami obesitas atau kegemukan juga beresiko Tinggi terserang penyakit rematik, terutama orang yang ketika muda berbadan kurus, tetapi setelah berusia 50 tahun berbadan gemuk. Jadi dapat disimpulkan bahwa obesitas sangat berhubungan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia.

Obesitas atau kegemukan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya penumpukan lemak tubuh yang melebihi batas normal. Penumpukan lemak tubuh yang berlebihan itu sering dapat terlihat dengan mudah. Tingkat obesitas ditentukan oleh jumlah kelebihan lemak dalam tubuh. (IP Suiraoka, 2012 )

Orang yang mengalami obesitas atau atau kegemukan juga beresiko Tinggi terserang penyakit rematik, terutama orang yang ketika muda berbadan kurus, tetapi setelah berusia 50 tahun berbadan gemuk. Hal ini terjadi karena sebenarnya kaki orang tersebut kecil, sehingga tidak mampu menopang berat badannya yang bertambah. (Iskandar Junaidi, 2012 )

Osteoartritis sering dihubungkan dengan peningkatan berat badan. Obesitas merupakan penyebab yang mengawali osteoartritis, bukan sebaliknya bahwa obesitas disebabkan imobilitas akibat rasa sakit karena osteoartritis. Bagi pasien yang berat badanya lebih, setiap penurunan berat badan walau hanya 5 kg akan mengurangi faktor risiko osteoartritis dikemudian hari 50 % ( Depkes RI, 2008 )

Obesitas (Kegemukan) merupakan salah satu pendorong terjadinya osteoartritis (Pengapuran sendi) yang bisa memunculkan rematik. Itu terjadi karena timbunan lemak di tubuh bisa membebani persendian, panggul, pinggang, dan terutama lutut. Untuk itu, mereka yang kegemukan disarangkan untuk lebih sering berolahraga agar mengurangi risiko terjadinya rematik. ( Adellia S. 2011 )

Jika berat badan penderita rematik berlebih (kegemukan), sebaiknya ia menurunkan berat badannya. Hal ini penting karena beban berlebih pada sendi dapat memperburuk penyakit rematik atau radang sendi. Jadi penderita rematik harus menjaga berat badannya agar tetap ideal. Diet terutama ditekankan dan penderita harus menghindari minuman alkohol, dan makanan yang mengandung protein (purin) tinggi, seperti jeroan dan kuah daging (Iskandar Junaidi, 2012 ).

Page 6: e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

155

2. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Penyakit Rematik Pada Lansia

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui frekuensi responden pola makan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia yang tidak teratur dan berisiko sebanyak 10 responden (12,8%), sedangkan yang tidak berisiko sebanyak 28 responden (35,9%). Responden dengan tingkat pola makan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia yang teratur dan berisiko sebanyak 22 responden (28,2%), sedangkan yang tidak berisiko sebanyak 18 responden (23,1%) dengan nilai P= 0,012.

Dengan demikian faktor pola makan sebagai faktor yang berhubungan kejadian rematik pada lansia hingga Ha diterima dan Ho ditolak dengan Interpretasi ”Ditemukan Adanya Hubungan Pola Makan dengan kejadian rematik pada lansia di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar.

Rematik goat merupakan rematik yang serangannya sangat di pengaruhi oleh pola makan. Mengkomsumsi makanan yang banyak mengandung purin dapat menyebabkan terjadinya pengkristalisasian dalam sendi. Agar terhindar dari rematik goat salah satu caranya adalah menjaga makanan yang mengandung purin dalam darah dalam posisi normal yaitu 5 – 7 mg%( Sutanto, 2008 ).

Makanan hasil olahan, makanan yang tidak segar, justru membuat orang rentang terkena penyakit, makanan hasil olahan cendrung berproses lebih lambat di saluran pencernaan ketimbang makanan yang masih segar. Makanan yang berproses lambat di saluran pencernaan akan mengalami permentasi sehingga menyebabkan pembentukan gas, kembung, nyeri di kelapa, dan beragam penyakit. Juga limbah beracun dalam saluran cerna dapat terserap ke dalam pembuluh darah, sehingga berpotensi memicu munculnya penyakit kronis, seperti penyakit rematik. (Iskandar Junaidi, 2012).

3. Hubungan antara Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Penyakit Rematik Pada Lansia

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar (P= 0,021).

Dengan demikian faktor aktivitas fisik sebagai faktor yang berhubungan kejadian rematik pada lansia hingga Ha diterima dan Ho ditolak dengan Interpretasi ”Ditemukan Adanya Hubungan Aktivitas Fisik dengan kejadian rematik pada lansia di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar.

Berdasarkan hasil data penelitian yang didapatkan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia. Dimana pasien yang saat melakukan kegiatan, seperti membersihkan, memasak sering merasakan nyeri pada sendi. Meskipun pasien telah beristirahat rasa nyeri tersebut masih dirasakan oleh pasien. Saat pasien penyakit rematik duduk rasa nyeri pun dirasakan.

Aktivitas fisik adalah adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori misalnya menyapu, naik turun tangga, atau berkebun. Olahraga juga membakar kalori tapi olahraga aerobik mengikuti serangkaian gerak yang berurutan untuk menguatkan dan mengembangkan otot dan semua bagian dari pada tubuh. Termasuk didalamnya adalah jalan, berenang, bersepeda atau senam.

Istilah aktivitas fisik yang dimaksud adalah semua gerakan otot bergaris yang membakar energi tubuh. Aktifitas fisik itu mencakup semua olahraga, semua gerakan tubuh, semua pekerjaan, rekreasi, kegiatan sehari – hari, sampai pada kegiatan pada waktu libur atau waktu senggang. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan suatu beban yang diterima, tulang tetap kuat dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti penyakit rematik. ( IP Suiraoka, 2012 )

Aktivitas fisik membutuhkan pengunaan sendi- sendi kecil seperti sendi jari tangan dan pergelangan tangan pada kebanyakan penyakit rematik seperti OA,RA dan spondiloartritis, sendi- sendi besar sering terlibat, maka kebanyakan penderita rematik mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas yang melibatkan sendi-sendi kecil. (IP Suirako, 2012)

Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori misalnya menyapu, naik turun tangga, setrika, atau berkebun. Olahraga jugamembakar kalori, tapi olahraga aerobik mengikuti serangkaian gerak yangberurutan untuk menguatkan dan mengembangkan otot dan semua bagian dari pada tubuh . Banyak manfaat kesehatan dan kesegaran jasmani yang dapat diperoleh dengan melakukan latihan gerak badan secara teratur dan terukur, antara lain tidak mudah mengalami cedera karena kelenturan dan kekuatan otot koordinasi gerakan serta kecepatan reaksi terpelihara baik daripada tubuh. Termasuk didalamnya adalah jalan, berenang, bersepeda, jogging,atau senam.Pada umumnya lansia akan mengalami

Page 7: e-library stikes nani hasanuddin--andiahdani-450-1-42141501-1-1.pdf

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

156

kemunduran dalam aktifitas fisiknya. (Iskandar Junaedi, 2013

KESIMPULAN 1. Ada hubungan antara obesitas dengan

kejadian penyakit rematik pada lansia di wilayah puskesmas kassi – kassi kota Makassar.

2. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian penyakit rematik pada lansia di wilayah puskesmas kassi – kassi kota Makassar.

3. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada lansia di wilayah kerja puskesmas kassi-kassi kota Makassar.

SARAN 1. Bagi Institusi

Pengunaan kuesioner penilaian ketidakmampuan fungsional dalam praktek harus dijadikan suatu kebiasaan antara pihak dokter dan dapat mengunakan alat ini sebagai bantuan dalam pengambilan keputusan secara klinis dan melakukan

program tambahan, seperti penyuluhan tentang melakukan aktivitas fisik setiap 30 menit perhari, seperti senan.

2. Bagi Pasien a. Diharapkan pasien yang menderita

penyakit rematik dapat melakukan olahraga secara konsisten dan mengambil istirahat yang secukupnya untuk memperbaiki kondisi fungsi fisik mereka.

b. Diharapkan pasien rematik juga harus mengamalkan hidup yang sehat dengan mengkomsumsi makanan dengan diet yang benar.

c. Diharapkan pada pasien rematik lebih sering mengkomsumsi makanan yang banyak mengandung kalsium.

3. Bagi Peneliti Penelitian lanjutan yang relevan mengenai umur yang masih perlu diperhatikan sebagai faktor yang masih berhubungan dengan penyakit rematik pada lansia sebagai pelengkap dalam penelitian.

DAFTAR PUSTAKA Basudewa, DewaGede. 2009. Menjaga Kesehatan Di Usia Lanjut Dan Mengenali Berbagai Penyakit Yang Mungkin

Timbul. (Online). (http://www.sasmitaconsulting.com/Artikel%20Kesehatan%20Lansia.htm, Akses, 29 Maret 2013).

Dalimartha, Setiawan.2008. Herbal Untuk Pengobatan Reumatik. Penebar Swadaya : Jakarta. Depatemen Kesehatan, 2008. Penatalaksanaan Penyakit Rematik. Jakarta Hidayat, A.Aziz Alimul.2008. Metode penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Edisi Pertama Salemba

Medika.: Jakarta. Junaedi, Iskandar.2013. Rematik dan Asam Urat. PT Bhuana Ilmu Populer : Jakarta. Nugroho, Wahjudi, H.2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik.Edisi 3. Buku Kedokteran EGC: Jakarta Ramadhan. 2009. Penyakit Yang Sering Terjadi Pada Lansia, (Online). (http://stikeskabmalang.

wordpress.com/2009/10/03/penyakit-yang-sering-terjadi-pada-lansia/, Akses, 29 Maret 2013). S, Adellia. 2011. Libas Rematik dan Nyeri Otot dari Hidup Anda.Cetakan 1. Brilliant Books: Yogyakarta Susanto, Abdi. 2013. Jumlah lansia Indoneisa Lima Besar terbanyak di Dunia. (Online). (http://health

.liputan6.com/read/541940/jumlah-lansia-indonesia-lima-besar-terbanyak-di-dunia, Akses, 09 April 2013). Susanto, 2008. Penanggulangan Penyakit Rematik. Jakarta. Sugiyono, 2011.Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suirako, IP.2012. Penyakit Degeneratif. Cetakan 1. Nuha Medika.: Yogyakarta Yenny dan Elly Herwana.2006. Prevalensi penyakit kronis dan kualitas hidup pada lanjut usia di Jakarta Selatan,

( Online ). (http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2012/04/Yenny.pdf, Akses, 30 Maret 2013). Zulfitri, Reni. 2011. Konsep Diri Dan Gaya Hidup Lansia Yang Mengalami Penyakit kronis Di Panti Sosial Tresna

Werdha (PSTW) Khusnul Khotimah Pekanbaru,(Online). (http://ejournal.unri.ac.id/index.php /JNI/article/view/ 636, Akses, 07 April 2013).