FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

89
POTENSI EKOWISATA UNTUK MENDUKUNG MIKROHIDRO DI DESA BATANGURU KABUPATEN MAMASA OLEH : FADILA AYU HAPSARI M111 08 851 FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Transcript of FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

Page 1: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

POTENSI EKOWISATA UNTUK MENDUKUNG

MIKROHIDRO DI DESA BATANGURU

KABUPATEN MAMASA

OLEH :

FADILA AYU HAPSARI

M111 08 851

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

2

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Potensi Ekowisata untuk Mendukung Mikrohidro di

Desa Batanguru Kabupaten Mamasa

Nama Mahasiswa : Fadila Ayu Hapsari

Nomor Pokok : M 111 08 851

Skripsi ini Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan

Fakultas Kehutanan

Universitas Hasanuddin

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc. Asrianny, S.Hut., M.Si.

NIP. 19670620 21198503 1 002 NIP. 19760514200801 2 009

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kehutanan

Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc

NIP. 19540418197903 1 001

Tanggal Pengesahan : 2013

Page 3: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,

rahmat dan karunia-Nya sehingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaannya

terdapat cukup banyak kendala dan tantangan. Namun berkat bantuan, arahan dan

bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu, dengan segala kebesaran dan kerendahan hati penulis menyampaikan

terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc. dan Ibu Asrianny, S.Hut. M.Si.

selaku pembimbing penelitian yang dengan ikhlas dan penuh kesabaran telah

meluangkan waktu, pikiran dan perhatiannya dalam membimbing dan

mengarahkan penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Supratman,

S.Hut., M.P. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Djamal Sanusi selaku penguji. Terima

kasih atas segala saran dan masukan yang diberikan kepada penulis.

3. Bapak-Ibu Dosen dan Staf di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

atas segala bantuan moril dan ilmu yang diberikan kepada penulis.

4. Masyarakat Desa Batanguru, terkhusus untuk Bapak Ir. Linggi dan Istri,

Christin, Axel Adventur sekeluarga atas bantuan dan perhatiannya kepada

penulis selama melakukan kegiatan penelitian di lapangan.

5. Kawan-kawan dan senior-senior di Laboratorium Konservasi Sumberdaya

Hutan dan Ekowisata, terima kasih atas dukungan moril serta kebersamaannya

selama ini.

Page 4: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

4

6. Kawan-kawan Forester angkatan 2008 dan senior-senior di Fakultas

Kehutanan, terima kasih atas segala canda tawa dan kebersamaannya.

7. Kawan-kawan di Rumah Ide Makassar (RIM) dan Bapak-Ibu di Bursa

Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) atas segala kerjasama,

inspirasi, motivasi, informasi dan perhatian yang diberikan kepada penulis.

8. Teman-teman finalis Bayer Young Environmental Envoy (BYEE) angkatan 9,

atas kebersamaan, sharing ilmu dan pengalaman tak terlupakan selama

pelaksanaan acara, serta Bapak-Ibu dewan juri dan pemateri atas dorongan

semangat, inspirasi, arahan dan bimbingannya selama pelaksanaan BYEE 2012.

9. Saudari-saudariku tersayang, Arifah Fikriyani, Reiny Rezkyani, Iin

Nurjannah, St. Aisyah Nurul Ramadhani, A. Tenriyani Maulana dan

Wardani Anwar atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini.

Ucapan terima kasih terkhusus dan sebesar-besarnya kepada keluarga, Ibunda

tercinta Hj. Zullaika, S.E. dan Almarhum Ayahanda Ir. Suparman, M.Sc. yang tak

pernah putus mencurahkan kasih sayang, perhatian, pengorbanan baik moril maupun

materil, doa serta dukungannya kepada penulis. Adik-adik tersayang, Hady Yudha

dan Fatia Ayu Hastuti atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis

hingga kini. Untuk kakek dan nenek yang penulis sayangi, Apo Yasmin dan Hj.

Zaharabi atas segala kasih sayang dan dukungan yang diberikan sampai saat ini. Tak

lupa pula ucapan terima kasih kepada para sahabat dan kerabat lainnya yang tidak

dapat disebutkan satu per satu, atas segala motivasi, inspirasi, saran dan kritik yang

diberikan kepada penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Akhirnya penulis menyadari tentunya tulisan ini tidak luput dari berbagai

kekurangan. Namun demikian, penulis berharap kiranya tulisan ini dapat memberikan

Page 5: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

5

manfaat untuk berbagai pihak, khususnya kepada masyarakat Desa Batanguru terkait

dengan ekowisata, serta dapat menjadi dasar ataupun acuan dalam penelitian

selanjutnya yang terkait dengan penyusunan rencana dan identifikasi potensi

ekowisata di daerah-daerah lainnya dengan memanfaatkan energi terbarukan,

khususnya mikrohidro sebagai minat utama—point of interest untuk kegiatan

ekowisata.

Makassar, Mei 2013

Penulis

Page 6: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

6

ABSTRAK

Fadila Ayu Hapsari (M111 08 851). Potensi Ekowisata untuk Mendukung

Mikrohidro di Desa Batanguru, Kabupaten Mamasa, di bawah bimbingan

Amran Achmad dan Asrianny.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi macam-

macam potensi ekowisata yang dapat dipadukan dengan pengelolaan mikrohidro

di Desa Batanguru, serta hubungan antara potensi ekowisata tersebut dan

masyarakat setempat terhadap mikrohidro. Dalam penelitian ini dilakukan

beberapa pengumpulan data berdasarkan potensi-potensi yang ada di lokasi, yaitu

aspek potensi ekowisata meliputi keanekaragaman jenis burung, potensi

pemanfaatan mikrohidro dan obyek wisata yang dapat dikembangkan, kemudian

aspek calon wisatawan dan aspek komunitas. Pengumpulan data jenis burung

dilakukan dengan metode line transect dan count point. Pengumpulan data

kuesioner dilakukan pada dua subjek responden, yaitu masyarakat Desa

Batanguru dan calon wisatawan potensial. Sedangkan informasi mengenai

potensi-potensi ekowisata dikumpulkan melalui pengambilan koordinat di

lapangan dengan menggunakan GPS untuk selanjutnya di olah ke dalam peta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi ekowisata dapat mendukung

mikrohidro yang sudah ada karena keduanya memiliki unsur konservasi untuk

pelestarian keanekaragaman hayati, ekosistem dan budaya, unsur edukasi untuk

masyarakat dan calon wisatawan dalam hal pengelolaan lingkungan, serta unsur

pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan ekonomi. Berdasarkan potensi yang

ada, terdapat beberapa paket wisata yang potensial untuk dilakukan, seperti wisata

alam dan lingkungan, wisata mikrohidro, wisata adat dan budaya, wisata kebun

dan wisata hiburan.

Page 7: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

7

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iii

ABSTRAK ………………………………………………………………… vi

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. ix

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… x

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………... 1

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………… 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Energi Terbarukan dan Krisis Energi…......……………………….. 5

B. Mikrohidro..............................…………………………………….. 7

C. Ekowisata sebagai Bagian dari Kegiatan Pariwisata……………….. 9

D. Ekowisata dan Masyarakat……..…………………………………... 14

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ……………………......………………………… 20

B. Alat dan Bahan Penelitian …………....……………………………... 20

C. Objek Penelitian.……………............................……………………. 21

D. Metode dan Sumber Pengumpulan Data…........................................ 22

E. Metode Pelaksanaan…………......…………………………………... 22

1. Orientasi Lapangan .............................………………………..… 22

2. Pengumpulan Data ...................................................................... 23

3. Analisis Data ............................................................................... 26

Page 8: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

8

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

A. Keadaan Fisik ................................................................................... 30

1. Letak dan Luas ……………………………………..………...... 30

2. Topografi ......……….………………………………………….. 30

3. Tanah dan Geologi .....….…………………………………….... 31

4. Iklim dan Curah Hujan .......……………………………………. 31

5. Penggunaan Lahan ……………………………………………... 33

6. Hidrologi dan Sungai ................................................................. 34

7. Aksesibilitas ............................................................................... 34

8. Sarana dan Prasarana ................................................................. 38

B. Profil Masyarakat ............................................................................. 39

1. Penduduk ................................................................................... 39

2. Mata Pencaharian ...................................................................... 40

3. Pendidikan ................................................................................. 40

4. Keadaan Sosial dan Budaya ...................................................... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ……………………………………………....……………….. 42

1. Aspek Potensi Ekowisata …………………....………………… 42

2. Aspek Calaon Wisatawan …………………....………………... 51

3. Aspek Komunitas (Masyarakat Desa Batanguru) …………..... 57

B. Pembahasan ………………………………………………….......…. 59

1. Hubungan Mikrohidro, Ekowisata dan Masyarakat ………….... 59

2. Paket Ekowisata Desa Batanguru ……………………….......…. 61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………………………………………………………... 68

B. Saran ………………………………………………….……………. 69

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….……………... 70

LAMPIRAN ……………………………………….……………................. 72

Page 9: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

9

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Klasifikasi Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener 27

2. Rata-Rata Curah Hujan Bulanan Kecamatan Sumarorong 32

Tahun 2001-2011

3. Luas Lahan Menurut Jenis Penggunaan di Desa Batanguru 34

4. Jarak dan Kondisi Jalan dari Kota Makassar ke Desa Batanguru 35

5. Sarana dan Prasarana di Desa Batanguru 39

6. Jumlah Penduduk di Desa Batanguru 39

7. Jenis-Jenis Mata Pencaharian Penduduk di Desa Batanguru 40

8. Jenjang Pendidikan di Desa Batanguru 41

9. Jumlah Penganut Agama di Desa Batanguru 41

10. Jumlah Keseluruhan Jenis Burung yang Dijumpai pada Tiap Jalur 44

Pengambilan Data di Desa Batanguru

11. Indeks Ekologi pada Tiap Jalur Pengambilan Data di Desa 45

Batanguru

12. Pengetahuan Masyarakat Desa Batanguru Tentang Mikrohidro / 48

Turbin Pembangkit Listrik

13. Manfaat Mikrohidro / Turbin Pembangkit Listrik bagi Masyarakat 49

Desa Batanguru

14. Jenis Wisata yang Diharapkan oleh Masyarakat Desa Batanguru 50

15. Profil Calon Wisatawan untuk Kegiatan Ekowisata di Desa 52

Batanguru

16. Pengetahuan Calon Wisatawan Tentang Mikrohidro 53

17. Pengetahuan Calon Wisatawan Tentang Ekowisata 53

18. Tipe dan Motivasi Kunjungan Calon Wisatawan untuk Kegiatan 54

Ekowisata di Desa Batanguru

19. Aktivitas Wisata yang Diminati Calon Wisatawan Berdasarkan 56

Jenis Wisata yang Telah Dipilih

20. Pengetahuan Masyarakat Mengenai Ekowisata dan Jenis Kegiatan 57

Wisata

21. Respon Masyarakat Terhadap Kunjungan Wisatawan, Pelaksanaan 58

dan Partisipasi dalam Kegiatan Ekowisata

Page 10: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

10

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Jalur Pengumpulan Data Jenis Burung dengan Metode 24

Line Transect

2. Plot Pengamatan Burung dengan Metode Count Point 25

3. Kondisi Jalan di Desa Batanguru 36

4. Peta Potensi Ekowisata di Desa Batanguru 42

5. Model Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Desa 48

Batanguru

Page 11: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

11

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Kuesioner untuk Masyarakat Desa Batanguru 72

2. Kuesioner untuk Calon Wisatawan Potensial 74

3. Paket-Paket Ekowisata 76

4. Foto Kegiatan dan Potensi Ekowisata 77

Page 12: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

12

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis energi listrik merupakan salah satu masalah serius yang tengah

dihadapi oleh masyarakat global, khususnya di Indonesia. Hal tersebut terjadi

karena terdapat peningkatan kebutuhan akan energi listrik yang mengakibatkan

tingginya permintaan, sementara ketersediaannya cukup sedikit sehingga

terjadilah kelangkaan atau biasa disebut dengan krisis. Permintaan akan energi

listrik bertambah sebanyak 18% tiap tahunnya dan diperkirakan akan terus

meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta adanya

industrialisasi.

Krisis energi listrik tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan, namun juga

terjadi di wilayah pedesaan. Pada tahun 2010 terdapat sekitar 13.995 desa di

Indonesia yang tidak memiliki akses listrik. Namun, terdapat sebuah desa di

Sulawesi Barat yang berlokasi di Kabupaten Mamasa bernama Desa Batanguru,

dimana masyarakatnya memanfaatkan potensi sumber daya alam berupa aliran air

sungai setempat melalui pemanfaatan energi terbarukan mikrohidro untuk

menghasilkan listrik.

Selain memiliki potensi mikrohidro yang berasal dari aliran air sungai,

Desa Batanguru memiliki potensi keindahan alam seperti hutan, perbukitan, lahan

persawahan dan perkebunan serta potensi budaya dan adat seperti upacara

tradisional, rumah adat, pemakaman tradisional dan kerajinan kain tenun. Untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat Desa Batanguru bekerja dan

memanfaatkan segala sesuatu yang disediakan oleh alam sekitarnya, salah

Page 13: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

13

satunya melalui kegiatan bertani. Agar kebutuhan masyarakat dapat selalu

terpenuhi, alam tersebut harus lestari dan berkelanjutan karena selain dapat

menyediakan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat desa, alam juga dapat

menyediakan sumber listrik yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya alam

berupa aliran air sungai melalui mikrohidro. Apabila masyarakat Desa Batanguru

mampu memenuhi kebutuhan energi listrik dengan membuat sendiri sistem

mikrohidro mereka, maka sangat memungkinkan bagi masyarakat tersebut untuk

membuat kegiatan ekowisata di desa mereka berdasarkan potensi mikrohidro,

potensi alam, serta potensi budaya dan adat setempat.

Dalam kegiatan ekowisata diperlukan tiga aspek penting yang harus

dilaksanakan yaitu aspek edukasi, ekologi dan ekonomi. Aspek edukasi

merupakan aspek dimana masyarakat setempat perlu mendapatkan pengetahuan

tentang ekowisata, tahap-tahap pelaksanaan ekowisata dan mengapa ekowisata

penting dilakukan di desa mereka. Aspek ekologi merupakan aspek dimana

masyarakat setempat mempunyai kesadaran untuk dapat melakukan aksi

langsung dalam melestarikan lingkungannya, sebab hal ini terkait dengan

kegiatan konservasi, dimana masyarakat harus mampu menjaga alamnya dari

kerusakan akibat perambahan hutan dan pencemaran lingkungan. Apabila alam di

Desa Batanguru tidak dijaga untuk terus berkelanjutan, hal tersebut tidak hanya

berdampak terhadap keberlangsungan ekosistem setempat, melainkan juga

terhadap ketersediaan listrik melalui mikrohidro yang bersumber dari air sungai

dan berdampak pula terhadap keberlangsungan kegiatan ekowisata. Sedangkan

aspek ekonomi merupakan aspek dimana masyarakat setempat akan mendapatkan

Page 14: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

14

lapangan pekerjaan baru dan keuntungan ekonomi melalui kegiatan ekowisata di

desanya dengan menjadi pemandu wisata, pengelola, ataupun penjual

cinderamata. Hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraan dan menumbuhkan

kreativitas masyarakat setempat.

Selain dibutuhkan aspek edukasi, ekologi dan ekonomi, masyarakat Desa

Batanguru perlu mempunyai rasa memiliki terhadap mikrohidro sebagai penghasil

energi listrik dan ekowisata sebagai salah satu sumber pendapatan setempat.

Sebab tanpa adanya rasa memiliki, masyarakat tidak akan menghargai alam dan

lingkungannya yang berkontribusi besar terhadap kebutuhan masyarakat sehari-

hari. Dengan adanya rasa memiliki tersebut, masyarakat akan turut menghargai

alamnya dengan cara menjaga, tidak merusak dan merawatnya agar selalu lestari

dan berkelanjutan.

Agar kegiatan ekowisata di Desa Batanguru dapat terlaksana, maka perlu

dilakukan tahap perencanaan paket wisata berdasarkan potensi yang ada, sasaran

pengunjung, serta persiapan sumberdaya manusia. Berdasarkan hal-hal tersebut,

maka perlu dilakukan penelitian tentang Potensi Ekowisata untuk Mendukung

Mikrohidro di Desa Batanguru, Kabupaten Mamasa.

Page 15: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

15

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui

dan mengidentifikasi macam-macam potensi ekowisata yang dapat dipadukan

dengan pengelolaan mikrohidro di Desa Batanguru, serta hubungan antara

ekowisata dan masyarakat (komunitas) terhadap keberlangsungan sumberdaya

alam yang memiliki beragam potensi, seperti mikrohidro. Penelitian ini

diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah bagi pemerintah, lembaga-

lembaga profit dan non profit, masyarakat umum, wisatawan dan pegiat

ecotourism untuk melakukan kegiatan ekowisata, serta menjadi bahan informasi

atau referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan ekowisata

dan bagi desa lain yang memiliki potensi serupa.

Page 16: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

16

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Energi Terbarukan dan Krisis Energi

Konsep energi terbarukan (renewable energy) diperkenalkan pada tahun

1970-an sebagai bagian dari usaha mencoba bergerak melewati pengembangan

bahan bakar nuklir dan fosil. Defenisi paling umum dari energi terbarukan adalah

sumber energi yang dapat dengan cepat diisi kembali oleh alam melalui proses

yang berkelanjutan (sustainable), di antaranya panas bumi, cahaya matahari,

angin, bahan-bahan organik dan air (Chadidjah dan Wiyoto, 2011).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sidang umum pada bulan

Desember 2011 menyatakan bahwa tahun 2012 adalah Tahun Internasional

Energi Terbarukan (International Year of Sustainable Energy for All). Secara

resmi, PBB meluncurkan Program Energi Terbarukan pada 16 januari 2012 silam

di ajang World Future Energy Summit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Target

penetapan tahun 2012 sebagai Tahun Internasional Energi Terbarukan adalah pada

2030, dimana semua orang di dunia sudah menggunakan energi dari sumber-

sumber terbarukan. Tujuan dari penetapan tahun 2012 sebagai Tahun

Internasional Energi Terbarukan adalah guna meningkatkan kepedulian

masyarakat dunia pada isu kemiskinan energi dan menunjukkan bahwa akses ke

energi bersih, aman dan terjangkau bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat

(Trace, 2011).

Tanpa adanya komitmen global untuk menggunakan energi terbarukan

(renewable energy) maka jumlah masyarakat dunia yang kekurangan listrik hanya

berkurang dari 1,4 milliar pada saat ini menjadi 1,2 milliar pada 2030. Jumlah

Page 17: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

17

penduduk yang menggunakan sumber energi tradisional, seperti kayu, sekam,

dedaunan dan sebagainya, justru naik dari 2,7 milliar saat ini ke 2,8 milliar pada

2030. Selain itu, masalah perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang

mendunia semakin menegaskan pentingnya dunia untuk beralih ke energi baru

dan terbarukan (PPLH Sumapapua, 2010).

Krisis energi merupakan kondisi dimana terdapat peningkatan kebutuhan

akan energi (minyak, listrik dan lain-lain) yang memicu tingginya permintaan

terhadap energi hingga akhirnya energi tersebut mejadi sulit diakses. Salah satu

masalah krisis energi yang cukup serius di Indonesia adalah krisis listrik. Limbah

produksi energi listrik konvensional dari sumber daya energi fosil, sebagian

besarnya memberi kontribusi terhadap polusi udara akibat dari emisi yang

dihasilkan, khususnya berpengaruh terhadap iklim. Pembakaran energi fosil akan

membebaskan karbondioksida (CO2) dan beberapa gas yang merugikan lainnya ke

atmosfir sebagai emisinya. Emisi ini merubah komposisi kimia lapisan udara dan

mengakibatkan terbentuknya efek rumah kaca, yang memberi kontribusi pada

peningkatan suhu bumi. Guna mengurangi pengaruh negatif tersebut, sudah

sepantasnya dikembangkan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan dalam

produksi energi listrik (Amsir, 2010).

Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam mendorong upaya

pengembangan sumber energi terbarukan, antara lain meningkatkan kegiatan studi

dan penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi

sumber daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah, perbaikan

kontinuitas penyediaan energi listrik, pengumpulan pendapat dan tanggapan

Page 18: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

18

masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan tersebut, serta

memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis

dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dan

pendekatan Community Development dalam proses pengembangannya sehingga

setiap proyek tidak hanya dirasakan sebagai proyek “top-down” tetapi milik

masyarakat juga sehingga pada akhirnya diharapkan muncul efek domino dari

pelibatan ini berupa upaya masyarakat dalam menjaga kelestarian alam yang

menjadi unsur penopang penting dari pengembangan sumber energi terbarukan.

(Amsir, 2010).

B. Mikrohidro

Tenaga air (hydropower) adalah energi yang diperoleh dari air yang

mengalir. Tenaga air yang memanfaatkan gerakan air biasanya didapat dari sungai

yang dibendung, dimana pada bagian bawah bendungan tersebut terdapat lubang-

lubang saluran air. Pada lubang-lubang tersebut terdapat turbin yang berfungsi

mengubah energi kinetik dari gerakan air menjadi energi mekanik yang dapat

menggerakkan generator listrik. Energi listrik yang berasal dari energi kinetik air

disebut hydroelectric (Chadidjah dan Wiyoto, 2011).

Trace (2011), mengemukakan bahwa tenaga air (hydropower) yang

dihasilkan dari hydroelectric terbagi atas enam, yaitu large-hydro yang memiliki

kapasitas lebih dari 100 MW dan biasanya dipergunakan untuk pembangkit listrik

berkapasitas besar. Medium-hydro memiliki kapasitas 15-100 MW, biasanya

dipergunakan untuk jaringan listrik berkapasitas sedang. Small-hydro memiliki

kapasitas 1-15 MW, biasanya dipergunakan untuk jaringan listrik berkapasitas

Page 19: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

19

kecil. Mini-hydro memiliki kapasitas di atas 100 kW, tapi di bawah 1 MW dan

dapat berdiri sendiri namun sering dimasukkan sebagai komponen pembangkit

listrik. Micro-hydro memiliki kapasitas mulai dari 5 kW sampai dengan 100 kW,

dimana biasanya menghasilkan tenaga untuk komunitas kecil (small community)

atau industri pedesaan (rural industry) di wilayah pedalaman yang jauh dari akses

listrik konvensional Pembangkit Listrik Negara (PLN). Sedangkan Pico-hydro

memiliki kapasitas mulai dari beberapa ratus watt sampai dengan 5 kW. Hal

tersebut berdasarkan dari kapasitas air (debit dan luasan) serta kemampuan turbin

dalam menghasilkan energi listrik. Dimana tiap kilowatt (kW) sama dengan 1.000

watt listrik dan tiap megawatt (MW) sama dengan 1.000.000 watt atau 1.000 kW.

Tenaga air untuk pembangkit tenaga listrik ternyata tidak hanya dapat

dilakukan dalam skala besar, atau makro-hidro. Air dalam jumlah kecil

(mikrohidro) juga dapat dipergunakan untuk membangkitkan energi listrik untuk

pemenuhan skala kecil. Jumlah air yang melimpah di wilayah nusantara

khususnya yang terdapat di daerah pedesaan sangat berpotensi untuk membangun

Pembagkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) (Chadidjah dan Wiyoto, 2011).

Mikrohidro adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang

menggunakan tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti, saluran irigasi,

sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head) dan

jumlah debit air. Secara teknis, mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu

air, turbin dan generator. Pada dasarnya, mikrohidro memanfaatkan energi

potensial jatuhan air (head). Semakin tinggi jatuhan air maka semakin

besar energi potensial air yang dapat diubah menjadi energi listrik. Di samping

Page 20: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

20

faktor geografis, tinggi jatuhan air dapat pula diperoleh dengan membendung

aliran air sehingga permukaan air menjadi tinggi. Air dialirkan melalui

sebuah pipa pesat ke dalam rumah pembangkit yang pada umumnya dibagun di

bagian tepi sungai untuk menggerakkan turbin mikrohidro. Energi mekanik yang

berasal dari putaran poros turbin akan diubah menjadi energi listrik oleh

sebuah generator (IBEKA, 2008).

C. Ekowisata sebagai Bagian dari Kegiatan Pariwisata

Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan

didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, pemerintah ataupun pemerintah daerah. Menurut Mahdayani (2009),

pariwisata harus didukung oleh berbagai komponen, yaitu:

1. Obyek dan daya tarik wisata. Ada banyak alasan mengapa orang berwisata ke

suatu daerah. Beberapa yang paling umum adalah untuk melihat keseharian

penduduk setempat, menikmati keindahan alam, atau menyaksikan budaya yang

unik. Intinya, wisatawan datang untuk menikmati hal-hal yang tidak dapat

mereka temukan dalam kehidupan mereka sehari-hari, dimana alam, budaya

serta sejarah tersebut merupakan bagian dari obyek dan daya tarik wisata.

2. Transportasi dan infrastruktur. Tersedianya alat transportasi adalah salah satu

kunci sukses kelancaran aktivitas pariwisata. Komponen pendukung lainnya

adalah infrastruktur yang secara tidak langsung mendukung kelancaran kegiatan

pariwisata misalnya: air, jalan dan listrik. Namun, meskipun tidak semua daerah

Page 21: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

21

tujuan wisata memiliki komponen pendukung yang baik, suatu daerah tetap bisa

menarik wisatawan untuk berkunjung karena ada hal-hal unik yang hanya bisa

ditemui atau dilihat di tempat tersebut.

3. Akomodasi atau sarana penginapan. Akomodasi adalah tempat dimana

wisatawan bermalam untuk sementara di suatu daerah wisata. Jenis-jenis

akomodasi beragam, antara lain guest house, homestay, losmen, perkemahan

dan vila.

4. Jasa pendukung lainnya. Jasa pendukung adalah hal-hal yang mendukung

kelancaran berwisata, misalnya penjualan cinderamata, warung makan, pusat

informasi, jasa pemandu dan lain-lain. Jasa pemandu merupakan salah satu

faktor penting dalam mendukung kesuksesan suatu daerah tujuan wisata. Selain

melalui pemandu, wisatawan bisa memperoleh informasi di pusat informasi

wisata, baik berupa penjelasan langsung maupun bahan cetak seperti brosur,

buku, poster, peta dan lain sebagainya.

Pada prinsipnya, pariwisata haruslah berkelanjutan, dimana setiap aktivitas

wisata yang ada harus tetap memperhatikan keseimbangan alam, lingkungan, budaya

dan ekonomi. Dengan kata lain, pengelolaannya haruslah dapat memberikan

keuntungan secara ekonomi bagi seluruh pihak terkait baik itu pemerintah, sektor

swasta, serta masyarakat setempat. Pariwisata berkelanjutan harus mencakup

kualitas, kesinambungan serta keseimbangan aspek-aspek lingkungan, budaya dan

manusia. Untuk mewujudkannya, ada berbagai jenis pariwisata yang dapat kita pilih,

di antaranya adalah ekowisata (Mahdayani, 2009).

Page 22: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

22

The International Ecotourism Society—TIES (1991), mendefeniskan

ekowisata sebagai perjalanan bertanggungjawab yang dilakukan pada kawasan alam

dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat lokal. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang

menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan

kesejahteraan mesyarakatnya tetap terjaga. Namun dalam perkembangannya ternyata

bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan yang pada

akhirnya dapat menciptakan kegiatan bisnis.

Bahkan di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang terkait

dengan pengertian ekowisata. Fenomena pendidikan dirasa perlu dalam bentuk

pariwisata ini. Hal tersebut kemudian didefenisikan oleh Australian Department of

Tourism yaitu ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan

aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat

dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Defenisi ini memberi penegasan bahwa

aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi

lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest

tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam (Black, 1999).

Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini tidak hanya sekedar

untuk melakukan pengamatan burung (birdwatching), mengendarai kuda,

penelusuran jejak di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian

hutan dan penduduk lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari

berbagai minat yang tumbuh atas keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan

sosial (Fandeli, 2000).

Page 23: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

23

Menurut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (2001), adanya

kegiatan ekowisata berbasis komunitas sangat dipengaruhi oleh keberadaan unsur-

unsur yang harus ada dalam kegiatan itu sendiri, yaitu:

1. Sumberdaya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Keanekaragaman hayati

merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata sehingga

keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan

budaya menjadi sangat penting. Ekowisata juga dapat memberikan peluang

yang sangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati

Indonesia di tingkat internasional, nasional maupun lokal.

2. Masyarakat. Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya

tarik wisata kawasan dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu

pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga

pada tingkat pengelolaan.

3. Pendidikan. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam,

nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai

tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan

pengalaman. Nilai tambah ini secara langsung maupun tidak langsung akan

dapat memengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan

pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai

peninggalan sejarah dan budaya. Hal tersebut kemudian akan medorong

upaya pelestarian potensi ekowisata lebih lanjut agar dapat berkelanjutan

(sustainable).

4. Pasar. Kenyataan memperlihatkan kecenderungan meningkatnya permintaan

Page 24: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

24

terhadap produk ekowisata baik di tingkat internasional dan nasional. Hal ini

disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berprilaku

positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan

yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan

kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat.

5. Ekonomi. Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan

bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat melalui kegiatan-

kegiatan yang non ekstraktif, sehingga meningkatkan perekonomian daerah

setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata

mewujudkan ekonomi berkelanjutan.

6. Kelembagaan. Pengembangan ekowisata pada mulanya lebih banyak

dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, pengabdi masyarakat dan

lingkungan. Hal ini lebih banyak didasarkan pada komitmen terhadap upaya

pelestarian lingkungan, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan

masyarakat secara berkelanjutan.

D. Ekowisata dan Masyarakat

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan

konservasi yang mengedepankan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan

sumber daya alam untuk waktu kini dan mendatang. Area alami suatu ekosistem

sungai, danau, rawa, gambut, daerah hulu atau muara sungai dapat dimanfaatkan

untuk kegiatan ekowisata melalui pendekatan yang dapat menjamin kelestarian

ekosistem dan proses ekologis di dalamnya. Kemudian pendekatan lainnya adalah

pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu

Page 25: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

25

mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya

(Fandeli, 2000).

Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF (2009),

ekowisata berbasis komunitas (community based ecotourism) adalah pola

pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan

penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan dan

pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata

berbasis komunitas merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif

masyarakat (komunitas). Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa

masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi

potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat

menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis komunitas mengakui hak masyarakat

lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat

maupun sebagai pengelola. Ekowisata berbasis komunitas dapat menciptakan

kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan mengurangi kemiskinan dimana

penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis. Ekowisata

membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli

setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan

rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan

ekowisata.

Menurut Denman (2001), mengikutsertakan masyarakat merupakan hal

yang sangat penting sekaligus kompleks dalam pelaksanaan ekowisata berbasis

komunitas. Ekowisata berbasis komunitas membutuhkan pengertian dan

Page 26: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

26

penguatan atas hak-hak legal dan tanggungjawab masyarakat terhadap wilayah,

sumberdaya dan pembangunan, serta menyediakan kegiatan-kegiatan yang dapat

menstimulus masyarakat untuk mendapatkan pendapatan dari kegiatan wisata.

Sangat penting diingat bahwa ekowisata adalah kegiatan bisnis, sebagaimana

terdapat inisiatif masyarakat, usaha-usaha kecil dan investasi di dalamnya yang

bila memungkinkan harus memadai antara struktur yang menyediakan keuntungan

ekonomi bagi komunitas serta penguatan lembaga agar masyarakat dapat

mengambil keputusan dalam pelaksanaan kegiatan wisata alam di wilayahnya.

Strategi yang ada dalam merencanakan kegiatan ekowisata harus

berdasarkan usulan masyarakat dan berfokus untuk masyarakat, sebab masyarakat

setempatlah yang akan merasakan langsung dampak dari kegiatan yang akan

dilakukan nantinya. Namun diperlukan pula orang-orang yang memiliki

pengalaman dan pengetahuan dalam hal pariwisata dan konservasi dalam

persiapan kegiatan ekowisata tersebut. Orang-orang yang terlibat harus memiliki

kemampuan pendekatan terhadap masyarakat lokal, pandai dalam menjalankan

kegiatan wisata, berjiwa entrepreneur, serta merupakan pemegang kebijaksanaan

lokal. Selain itu, yang terpenting adalah prinsip edukasi, ekonomi dan ekologi

dapat berjalan di dalam pelaksanaannya (Denman, 2001).

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF (2009), menyebutkan

beberapa aspek kunci dalam ekowisata khususnya yang berbasis komunitas, yaitu:

1. Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung

lingkungan dan sosial-budaya masyarakat (versus mass tourism).

2. Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi).

Page 27: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

27

3. Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata).

4. Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal (nilai ekonomi).

5. Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi

masyarakat dan ekonomi).

Dalam kegiatan ekowisata berbasis komunitas perlu diperhatikan prinsip-

prinsip sebagai berikut (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 2001):

1. Konservasi

a. Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu

sendiri.

b. Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan

kegiatannya bersifat ramah lingkungan.

c. Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai pembangunan

konservasi.

d. Dapat memanfaatkan sumberdaya lokal secara lestari

e. Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk

berperan serta dalam program konservasi, mendukung upaya pengawetan jenis.

2. Pendidikan

Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat

tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

3. Ekonomi

a. Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan,

penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat.

b. Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional maupun

Page 28: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

28

nasional.

c. Dapat menjamin kesinambungan usaha.

d. Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota,

provinsi bahkan nasional.

4. Peran aktif masyarakat

a. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat.

b. Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap

peleksanaan serta monitoring dan evaluasi.

c. Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan

ekowisata.

d. Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak

terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat.

e. Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi

masyarakat sekitar kawasan.

5. Wisata

a. Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi

pengunjung. Hal tersebut bisa di akses pengunjung melalui papan informasi,

brosur wisata, website, blog dan pemandu wisata setempat.

b. Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai

fungsi konservasi.

c. Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian

lingkungan.

d. Memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.

Page 29: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

29

Menurut Kiss (2004), ekowisata berbasis komunitas telah menjadi sarana

populer untuk upaya konservasi sumberdaya hayati. Ada banyak contoh kegiatan

yang menghasilkan keuntungan bagi masyarakat lokal dan meningkatkan

kepedulian terhadap konservasi, namun kontribusi dari ekowisata berbasis

komunitas terhadap konservasi dan pembangunan ekonomi lokal terbatas. Hal

tersebut tergantung dari beberapa faktor, seperti wilayah yang kecil, hanya sedikit

masyarakat yang terlibat, penghasilan masyarakat yang tidak menentu, hubungan

yang lemah antara keuntungan dari sumberdaya hayati dan kesuksesan komersial,

serta alam yang kompetitif dan terspesialisasi oleh industri pariwisata. Banyak

kegiatan ekowisata berbasis komunitas yang sukses, khususnya apabila hanya

terdapat sedikit perubahan pada wilayah alami lokal dan praktek pemanfaatan

sumber daya alam, menyediakan kebutuhan hanya bagi kehidupan masyarakat

lokal dan tetap bergantung pada dukungan eksternal untuk jangka waktu yang

lama.

Page 30: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

30

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu bulan Oktober

sampai dengan bulan Desember 2012. Lokasi penelitian yaitu di Desa Batanguru,

Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Global Positionong System (GPS), digunakan untuk mengetahui koordinat

posisi, arah, jarak tempuh, rata-rata kecepatan dan pemetaan.

2. Jam digital dan stopwatch untuk mencatat waktu tempuh.

3. Kamera digital dan video dengan lensa tele 18/200, digunakan untuk

pengamatan burung dan mendokumentasikan objek serta kegiatan di lokasi

penelitian.

4. Perekam suara, digunakan untuk merekam hasil wawancara.

5. Alat tulis menulis, digunakan untuk mencatat segala data dan informasi yang

diperoleh di lokasi penelitian.

6. Tally sheet, untuk mengisi segala informasi yang terdapat di lokasi penelitian.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Peta wilayah Desa Batanguru, digunakan sebagai pedoman di lapangan dalam

penentuan rencana pengembangan kegiatan wisata di lokasi penelitian.

2. Buku panduan lapangan burung-burung di Sulawesi, sebagai panduan dalam

Page 31: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

31

mengidentifikasi jenis burung di lokasi penelitian.

3. Kuesioner dan panduan wawancara untuk warga sekitar, calon wisatawan,

dan tokoh masyarakat setempat, digunakan sebagai pedoman dalam

mengumpulkan informasi terkait dengan objek penelitian.

C. Objek Penelitian

Pengumpulan data di dalam penelitian ini didasarkan pada potensi-potensi

ekowisata di Desa Batanguru yang meliputi:

1. Aspek Potensi Ekowisata. Variabel yang dikumpulkan terdiri atas:

a. Kondisi biologi, dengan fokus utama meliputi keanekaragaman jenis

burung.

b. Potensi pemanfaatan energi terbarukan mikrohidro.

c. Obyek wisata yang dapat dikembangkan, meliputi jenis dan keunikan.

2. Aspek Calon Wisatawan. Variabel yang dikumpulkan terdiri atas:

a. Karakteristik calon wisatawan potensial, meliputi profil calon pengunjung

atau masyarakat umum (jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan).

b. Persepsi calon wisatawan potensial, meliputi pengetahuan akan

mikrohidro dan ekowisata, serta tipe/motivasi kunjungan yang ingin

dilakukan atau diharapkan dan waktu-waktu kunjungan.

3. Aspek Masyarakat. Variabel yang dikumpulkan yaitu potensi masyarakat untuk

pelaksanaan ekowisata, seperti pengetahuan masyarakat tentang kegiatan

ekowisata dan berapa besar minat masyarakat serta kelompok masyarakat yang

ada untuk perencanaan pengelolaan ekowisata.

Page 32: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

32

D. Metode dan Sumber Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.

Sumber data dalam penelitian ini meliputi:

1. Data primer, yaitu data yang diambil langsung dari lapangan, berupa

pengambilan data keanekaragaman jenis burung, data koordinat potensi

ekowisata, wawancara, kuesioner dan dokumentasi.

2. Data sekunder, yaitu data pendukung bagi penelitian, yaitu data yang diperoleh

dari literatur dan penelitian sebelumnya mengenai mikrohidro, kondisi fisik

dasar, profil masyarakat lokal, serta peta Desa Batanguru.

E. Metode Pelaksanaan

1. Orientasi Lapangan

Kegiatan orientasi lapangan dilakukan sebagai langkah awal untuk

memberikan gambaran mengenai kondisi lokasi penelitian, agar kegiatan

penelitian dapat terstruktur dengan baik. Kegiatan orientasi lapangan ini dilakukan

selama satu minggu, mulai tanggal 10-17 Oktober 2012 di Desa Batanguru,

Kabupaten Mamasa.

2. Pengumpulan Data

Dalam kegiatan penelitian ini, dilakukan beberapa pengumpulan data, meliputi

pengumpulan data jenis burung, untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung

pada tiga lokasi berbeda, kuesioner dan pengambilan titik koordinat potensi

ekowisata. Pengumpulan data tersebut dilakukan selama satu bulan.

Page 33: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

33

a. Jenis Burung

Pengumpulan data jenis burung dilakukan pada 3 jalur yang memiliki

peruntukan lahan berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data

jenis burung antara lain metode line transect pada dua jalur pengamatan dan count

point pada beberapa plot pengamatan.

1.) Metode Line Transect

Metode line transect dilakukan pada dua lokasi yang berbeda. Jalur line

transect 1, meliputi tepi hutan sekunder yang berbatasan dengan sungai, ladang

dan areal persawahan. Sedangkan untuk jalur line transect 2, meliputi jalan poros

desa yang berbatasan dengan pemukiman penduduk, hutan pinus, sungai, semak

dan areal persawahan. Prosedur pengumpulan data jenis burung menggunakan

metode line transek yaitu dengan membuat satu jalur line transek sepanjang 2 km

dan lebar 50 m. Di sepanjang 2 km itu, dilakukan pengamatan di tengah transek

(sambil berjalan) tiap 200 m, kemudian hasil pengamatan burung yang ditemukan

baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan suara) di catat pada tally

sheet yang berisi informasi mengenai titik koordinat GPS awal dan akhir dari

masing-masing jalur trekking, waktu awal dan akhir pengumpulan data, cuaca,

ketinggian lokasi, jenis burung, jumlah burung, waktu kemunculan burung,

bentuk penampakan fisik ataupun suara dan aktivitas, lalu di dokumentasikan.

Pengumpulan data jenis burung tersebut dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi

dan sore hari antara pukul 07.30 – 10.30 Wita dan pukul 15.00 - 18.00 Wita

sebanyak tiga kali pengulangan untuk masig-masing jalur pengamatan. Plot

Page 34: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

34

pengamatan fauna dengan metode line transek dapat dilihat pada gambar di

bawah ini :

Gambar 1. Jalur Pengumpulan Data Jenis Burung dengan Metode Line Transect

2.) Metode Count Point

Pengumpulan data jenis burung menggunakan metode count point dilakukan

pada areal persawahan dengan membuat plot berbentuk lingkaran berdiameter 50

m (jari-jari 25 m). Masing-masing plot berjarak 150 m dengan jumlah plot

sebanyak 5 buah. Pengamatan dilakukan pada titik tengah masing-masing plot

selama 10 menit. Hasil pengamatan burung yang ditemukan baik secara langsung

maupun tidak langsung (dengan suara) di catat pada tally sheet yang beisi

informasi mengenai titik koordinat GPS dari masing-masing plot, waktu awal dan

akhir pengumpulan data, cuaca, ketinggian lokasi, jenis burung, jumlah, waktu

kemunculan burung, bentuk penampakan fisik ataupun suara dan aktivitas,

kemudian di dokumentasikan. Pengumpulan data jenis burung tersebut dilakukan

dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari antara pukul 08.00 – 09.30 Wita dan

pukul 15.00 – 16.30 Wita sebanyak tiga kali pengulangan untuk masig-masing

Page 35: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

35

point pengamatan. Plot pengamatan burung dengan metode count point dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2. Plot pengamatan burung dengan metode count point

b. Kuesioner dan Wawancara

Pengumpulan data kuesioner dilakukan kepada dua subjek responden yang

berbeda, yaitu masyarakat Desa Batanguru sebanyak 20 responden dan calon

wisawatan potensial sebanyak 20 responden secara acak. Penyebaran kuesioner

dan wawancara untuk penduduk Desa Batanguru bertujuan untuk memperoleh

informasi lebih lanjut dalam identifikasi potensi kelembagaan, seperti

karakteristik masyarakat, persepsi masyarakat, partisipasi serta keinginan dan

harapan masyarakat. Sedangkan penyebaran kuesioner untuk calon wisatawan

potensial bertujuan untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai

karakteristik calon wisatawan potensial, serta persepsi calon wisatawan potensial.

c. Data Koordinat

Data koordinat dibutuhkan dalam pembuatan peta yang memuat informasi

geografis mengenai perencanaan lokasi ekowisata. Informasi tersebut berisi potesi

25 m 25 m 25 m 25 m 150 m

Page 36: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

36

objek wisata, seperti jalur trekking, point pengamatan burung, area untuk wisata

hiburan dan rekreasi, lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH),

bengkel turbin dan data sosial budaya.

3. Analisis Data

a. Jenis Burung

Setelah diperoleh data analisa morfologi, langkah selanjutnya adalah

melakukan input data dengan menggunakan sejumlah rumus.

1.) Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

Keanekaragaman jenis suatu individu dapat ditentukan dengan

menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener:

H’ = - ∑ {(ni/n)ln (ni/n)}

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

ni = Jumlah individu setiap jenis

n = Jumlah individu seluruh jenis

Untuk menentukan keanekaragaman jenis burung, maka digunakan

klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

Nilai Indeks Kategori

> 3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis

tinggi dan kestabilan komunitas tinggi

1 – 3 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap jenis

sedang dan kestabilan komunitas sedang

< 1 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap jenis

rendah dan kestabilan komunitas rendah

Page 37: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

37

2.) Indeks Kekayaan Jenis (R)

Indeks kekayaan jenis burung dapat diketahui dengan rumus sebagai

berikut:

R = S/√n

Keterangan:

R = Indeks kekayaan

S = Jumlah jenis yang ditemukan

n = Jumlah total individu

Untuk menentukan kekayaan jenis burung, maka digunakan klasifikasi

yang sama dengan nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener.

3.) Indeks Kemerataan Jenis (E)

Untuk mengetahui derajat kemerataan jenis pada lokasi pengambilan data

jenis burung digunakan rumus sebagai berikut:

E = _H’

Ln S

Keterangan:

E = Indeks kemerataan jenis

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

S = Jumlah jenis yang ditemukan

Apabila nilai E mendekati 1 (satu) maka dikatakan merata, sedangkan jika

nilai E mendekati 0 (nol) maka dikatakan tidak merata.

Page 38: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

38

b. Kuesioner

Untuk mengetahui persentase dari masing-masing kategori pertanyaan

yang diajukan kepada responden digunakan rumus sebagai berikut:

f

P = ______ x 100 %

N

Keterangan:

P = Persentase

f = Frekuensi

N = Jumlah responden

100% = Bilangan tetap

c. Data Koordinat

Setelah data koordinat di masukkan dalam peta dengan menggunakan

program ArcGIS 10, maka akan ditemukan gambaran Desa Batanguru beserta

informasi potensi ekowisatanya. Informasi tersebut kemudian digunakan untuk

menentukan di wilayah bagian mana dari Desa Batanguru yang potensial untuk

kegiatan ekowisata, seperti seperti jalur trekking, point pengamatan burung, area

untuk wisata hiburan dan rekreasi, lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro

(PLTMH), bengkel turbin dan data sosial budaya.

Page 39: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

39

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

A. Keadaan Fisik

1. Letak dan Luas

Desa Batanguru merupakan salah satu dari delapan desa dan dua kelurahan

yang terletak di Kecamatan Sumarorong, Kabupatan Mamasa, Provinsi Sulawesi

Barat. Desa Batanguru memiliki luas area sebesar 30,90 km2 (3.090 ha) yang

terletak antara 03°10'51.28" Lintang Selatan (LS) dan 119°24'3.52" Bujur Timur

(BT). Terdapat empat dusun di Desa Batanguru, yaitu Dusun Ratte, Dusun

Salubungin, Dusun Minanga dan Dusun Kollonglau.

Adapun batas-batas Desa Batanguru adalah sebagai berikut:

(a) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Banea

(b) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Batanguru Timur

(c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tabone

(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Banea

2. Topografi

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Kabupaten Mamasa (2011), Desa

Batanguru memiliki keadaan topografi yang bergelombang karena wilayahnya

yang bergunung-gunung dan terjal. Desa ini berada pada ketinggian 900-1000

meter di atas permukaan laut dengan kelerengan terjal, yaitu >40%.

Page 40: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

40

3. Tanah dan Geologi

Jenis tanah yang terdapat di Desa Batanguru adalah Dystropepts yang

merupakan jenis tanah golongan inceptisol. Tanah ini tergolong tanah muda yang

mengalami tahap perkembangan lebih lanjut. Jenis inceptisol dicirikan oleh

adanya perkembangan pencucian hara dan liat pada lapisan atas dan penimbunan

bahan-bahan tersebut pada lapisan bawah yang belum intensif. Warna tanah

lapisan atas bervariasi, mulai dari coklat sampai coklat kekuningan dan lapisan

bawah coklat kekuningan sampai merah. Tekstur bervariasi dari liat sampai

lempung berpasir, struktur bergumpal agak bersudut, konsistensi teguh (lembab),

lekat dan plastis. Kedalaman tanah dangkal sampai dalam (Dishut, 2011).

Wilayah Desa Batanguru di dominasi oleh batuan granite, rhyolite dan

granodiorite. Jenis batuan granite dan rhyolite merupakan batuan beku asam tipe

intrusive dengan kandungan asam silikon dioksida (SiO2) lebih besar dari 66%.

Sedangkan jenis batuan granodiorite adalah batuan beku intermediate dengan

kandungan asam silikon dioksida (SiO2) antara 45-66% dan bersifat intrusive.

Kata grano tersebut menggambarkan kenampakan mineral-mineral penyusun

batuan yang memiliki bidang kristal yang jelas (Dishut, 2011).

4. Iklim dan Curah Hujan

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, wilayah Desa Batanguru

termasuk daerah dengan tipe iklim A (sangat basah). Desa tersebut dan desa-desa

sekitarnya yang termasuk dalam Kecamatan Sumarorong memiliki jumlah bulan

basah selama 12 bulan. Hasil analisis data curah hujan bulanan dan tahunan

Page 41: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

41

selama 10 tahun terakhir (2001-2011) di Kecamatan Sumarorong disajikan dalam

Tabel 2. Dari tabel tersebut, dapat diketahui perbandingan curah hujan di Desa

Batanguru yang merupakan bagian dari Kecamatan Sumarorong pada ke empat

stasiun pengamatan yang ada. Perbandingan rata- rata bulan kering, bulan basah

dan bulan lembab berdasarkan pengklasifikasian dari Schmidt dan Ferguson

adalah sebagai berikut :

(a) Bulan Kering (BK) dengan curah hujan setiap bulan di bawah 60 mm.

(b) Bulan Lembab (BL) dengan curah hujan setiap bulan antara 60 mm – 100 mm.

(c) Bulan Basah (BB) dengan curah hujan setiap bulan lebih besar dari 100 mm.

Tabel 2. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Kecamatan Sumarorong Tahun 2001-

2011

No

Curah

Hujan

(mm)

Stasiun

Jumlah Rata-

Rata Mamasa Mambi Massu Mesawa

1 Jan 147 231 154 328 860 215

2 Feb 162 186 132 262 742 185.5

3 Mar 198 213 245 271 927 231.75

4 Apr 267 356 402 330 1355 338.75

5 Mei 253 331 185 349 1118 279.5

6 Jun 205 236 158 234 833 208.25

7 Jul 141 220 134 159 654 163.5

8 Agt 119 205 71 99 494 123.5

9 Sept 115 251 100 143 609 152.25

10 Okt 137 214 125 180 656 164

11 Nov 208 247 216 276 947 236.75

12 Des 170 264 213 314 961 240.25

Jumlah 2122 2954 2135 2945 10156 2539

Rata-Rata 176.83 246.16 177.91 245.41 846.33 211.58 Sumber: Stasiun Klimatologi Kabupaten Mamasa, 2011.

Page 42: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

42

5. Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di Desa Batanguru berupa tegalan, kebun

campuran, hutan tanaman Pinus merkusii, hutan alam yang masih sangat perawan

serta heterogen, sawah dan semak belukar. Tegalan umumnya dijumpai pada

kemiringan >40% dengan jenis tanaman pangan yang umumnya kurang dari satu

tahun masa tanam seperti padi, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, jagung dan lain

sebagainya. Jenis tanaman pangan tersebut biasanya ditanam pada awal musim

hujan. Tanaman dominan yang dapat dijumpai pada kebun campuran di Desa

Batanguru adalah kopi Robusta (Coffea robusta), kopi Arabica (Coffea arabica),

kakao (Theobroma cacao) dan cengkeh (Syzygium aromaticum), namun luasnya

masih sangat terbatas.

Sawah yang terdapat di Desa Batanguru merupakan sawah pasang surut

teknis yang mengandalkan sistem irigasi dan hujan. Sawah tersebut umumnya

menempati teras sungai dan kaki bukit. Selain itu, terdapat semak dan belukar

yang umumnya dapat dijumpai pada tegalan atau ladang yang ditinggal oleh

penggarap pada wilayah Desa Batanguru. Semak dan belukar adalah jenis

pertumbuhan sekunder yang belum mencapai kategori hutan dan mempunyai

tingkat penutupan lahan yang cukup tinggi dibanding yang lainnya, sebab hal

tersebut umum dijumpai pada kelerengan >40%. Luas wilayah Desa Batanguru

menurut jenis penggunaan lahannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 43: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

43

Tabel 3. Luas Lahan Menurut Jenis Penggunaan di Desa Batanguru

Jenis Penggunaan Lahan Luas Wilayah (Km2)

Sawah 1,06

Tegalan 1,2

Pekarangan 0,27

Perkebunan 2,4

Padang Rumput 1

Hutan 0,1

Ladang 1

Lainnya 23,87

Jumlah 30,90 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamasa, 2012

6. Hidrologi dan Sungai

Sebagian wilayah Desa Batanguru merupakan tubuh air berupa sungai

permanen yang mengalir secara konsekuen setiap tahun. Sungai yang melintasi

Desa Batanguru adalah Sungai Batanguru yang merupakan anak Sungai Mamasa.

Aliran air sungai tersebut dimanfaatkan sebagai sumber Pembangkit Listrik

Tenaga Mikrohidro (PLTMH) lokal yang menghasilkan energi listrik

menggunakan bantuan turbin. Selain itu, aliran sungai tersebut juga dipakai untuk

irigasi persawahan bagi penduduk setempat. Selain Sungai Batanguru, Desa

Batanguru dibatasi oleh Sungai Banea, yang menjadi batas antara Desa Batanguru

dengan Desa Banea.

7. Aksesibilitas

Desa Batanguru berjarak sekitar 290 Km dari Kota Makassar, Provinsi

Sulawesi Selatan yang dapat di akses melalui jalur darat dengan menggunakan

mobil pribadi ataupun bus selama sepuluh jam. Jarak dan kondisi jalan dapat

dilihat pada Tabel 4.

Page 44: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

44

Tabel 4. Jarak dan Kondisi Jalan dari Kota Makassar ke Desa Batanguru

No. Provinsi Kota/Kabupaten Kota/Kabupaten Jarak

(Km)

Kondisi

Jalan

1

Sulawesi

Selatan

Makassar Maros 30 Aspal (baik)

2 Maros Pangkep 21

Aspal

(baik-sebagian

dalam perbaikan)

3 Pangkep Barru 51 Aspal

(dalam perbaikan)

4 Barru Pare-Pare 53

Aspal

(dalam perbaikan –

baik)

5 Pare-Pare Pinrang 27 Aspal

(baik)

6 Pinrang Polewali 65 Aspal

(baik)

7 Sulawesi

Barat Polewali

Mamasa

(Batanguru) 43

Aspal

(baik-berlubang)

Total (Km) 290

Selain melalui jalur darat dari Kota Makassar, Desa Batanguru Kabupaten

Mamasa dapat di tempuh lewat jalur udara dengan pesawat, melalui Bandar Udara

Tampapadang yang berada di Kecamatan Kaluku, Kabupaten Mamuju yang

berjarak sekitar 35 Km dari Kota Mamuju. Dari Kota Mamuju, perjalanan

dilanjutkan ke Kota Mamasa sejauh 120 Km melalui Desa Le’beng, Lahakang,

Aralle, Mambi dan Mala’bo’ dengan menggunakan kendaraan offroad roda empat

selama kurang lebih 6 jam, dikarenakan kondisi jalan yang sempit dan rusak

parah. Saat ini, Pemerintah Sulawesi Barat membangun jalan beton di jalur trans

Sulawesi antara Kabupaten Mamuju menuju Kabupaten Mamasa sepanjang 60

Km, demi memaksimalkan arus transportasi dari kedua Kabupaten tersebut yang

kini ditetapkan menjadi daerah tujuan wisata Sulawesi Barat. Selain jalur udara

melalui Mamuju, Desa Batanguru, Kabupaten Mamasa dapat di akses melalui

Pelabuhan Belang-Belang yang jaraknya sekitar 20 Km dari Bandar Udara

Page 45: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

45

Tampapadang dan sekitar 48 Km dari Kota Mamuju. Untuk memudahkan akses

menuju Kabupaten Mamasa, saat ini Pemerintah Kabupaten Mamasa sedang

merencanakan pembangunan Bandar Udara Sumarorong, di Kecamatan

Sumarorong untuk memacu peningkatan perekonomian di Kabupaten Mamasa,

khususnya dalam bidang pariwisata.

Desa Batanguru berjarak kurang lebih 14 Km dari Ibukota Kecamatan

Sumarorong, dimana aksesibilitasnya kurang baik karena jalanan poros beraspal

sudah berlubang-lubang dan pada beberapa titik rawan longsor. Namun pada

jalan masuk ke Desa Batanguru melalui Desa Tabone sudah dilakukan

pengecoran sepanjang 1 Km, serta sedang dilakukan pembangunan jembatan

permanen, dari sebelumnya hanya jembatan kayu untuk pengguna kendaraan

bermotor.

Gambar 3. Kondisi Jalan di Desa Batanguru

Jarak dari Desa Batanguru ke Ibukota Kabupaten Mamasa sejauh 50 Km

dapat di tempuh selama kurang lebih tiga jam, dikarenakan kondisi jalanan yang

kurang memadai, sebagian jalan beraspal namun kondisinya sudah berlubang,

sedangkan sebagian ruas jalan belum di aspal. Jarak dari Desa Batanguru ke

Ibukota Provinsi Mamuju dapat di tempuh sejauh 288 Km melalui Ibukota

Kabupaten Mamasa. Selain dapat diakses melalui jalur laut dan udara melalui

Page 46: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

46

Kabupaten Mamuju, serta jalur darat melalui Polewali dan Kota Mamasa, Desa

Batanguru juga dapat diakses melalui Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi

Selatan selama dua hingga tiga hari dengan berjalan kaki (trekking).

Rute pada hari pertama melalui Kabupaten Tana Toraja, jalur yang

dilewati adalah dari Kota Makale, Ibukota Tana Toraja menuju Kelurahan

Bittuang di Kecamatan Bittuang sejauh 40 Km, selama kurang lebih tiga jam

dengan menggunakan kendaraan roda empat. Sepanjang jalan dari Kota Makale,

kondisi jalan cukup baik namun, memasuki Kecamatan Bittuang, kondisi jalan

kurang memadai, karena sebagian jalan belum di aspal. Setelah itu, perjalanan

dilanjutkan dengan berjalan kaki (trekking) menyusuri wilayah desa, hutan dan

perbukitan sejauh 16 Km menuju Desa Paku yang terletak di Kecamatan

Masanda. Desa tersebut dapat ditempuh selama tiga hingga empat jam berjalan

kaki. Di beberapa check point, terdapat sejumlah desa yang memiliki penginapan

(homestay) sederhana untuk para wisatawan yang ingin menginap dan makan.

Pada rute hari kedua, perjalanan dari Desa Paku dilanjutkan sejauh 7 Km

selama kurang lebih dua jam menuju Desa Pondingao’, yang berbatasan langsung

dengan Kecamatan Tabang, Kabupaten Mamasa. Perjalanan dari Desa Podingao’

menuju Kelurahan Tabang, Kecamatan Tabang adalah sejauh 5 Km yang dapat

ditempuh kurang lebih selama 1,5 jam melalui jalan setapak, melewati sungai,

pedesaan dan persawahan. Setelah melewati Kecamatan Tabang, perjalanan

dilanjutkan menuju Kelurahan Pana, Kecamatan Pana sejauh 7 Km. Wisatawan

dapat memilih penginapan ataupun rumah warga untuk beristirahat dan

melanjutkan perjalanan esok hari. Selain dengan berjalan kaki, perjalanan

Page 47: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

47

tersebut dapat ditempuh dengan mengendarai kuda yang umum dipergunakan

masyarakat setempat menuju ke Mamasa.

Pada rute hari ketiga, perjalanan dari Kecamatan Pana dilanjutkan sejauh

16 Km menuju Kelurahan Nosu, Kecamatan Nosu sejauh kurang lebih empat jam

melalaui wilayah hutan dan perbukitan. Dari Nosu, perjalanan menuju Desa

Batanguru, Kecamatan Sumarorong dapat ditempuh dengan menggunakan bus,

mobil pribadi, mobil offroad ataupun sepeda motor sejauh 12 Km yang dapat

ditempuh selama kurang lebih dua jam. Kondisi jalan yang dilalui berbukit-bukit

dengan jurang-jurang terjal dan jalanan yang belum di aspal. Sepanjang

perjalanan dari Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan menuju Desa

Batanguru, wisatawan dapat menikmati pemandangan alam berupa sungai,

pegunungan dan perbukitan, hutan, persawahan dan pedesaan.

8. Sarana dan Prasarana

Desa Batanguru memiliki sejumlah sarana dan prasarana yang

diperuntukkan bagi masyarakat setempat. Jenis serta jumlah sarana dan prasarana

tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Sarana dan Prasarana di Desa Batanguru

No. Uraian Jumlah

(Unit)

1. Jalan Umum 1 (4 Km)

2. Jembatan 1

3. Kantor Desa 1

4. Gereja 6

5. Mushalla 1

6. Mandi, Cuci, Kakus (MCK) Umum 16

7. Puskesmas 1

8. Posyandu 1

9. Pembangkit Listrik 1

Page 48: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

48

B. Profil Masyarakat

1. Penduduk

Jumlah penduduk Desa Batanguru adalah 1105 orang yang terdiri atas 579

orang laki-laki dan 526 orang perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK)

sebanyak 247 KK. Rincian jumlah penduduk pada empat dusun di Desa

Batanguru disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk di Desa Batanguru

No DUSUN JUMLAH KELOMPOK USIA (TAHUN)

KK LK PR 0-6 7-12 13-18 19-24 25-55 56-60 > 60

1 Ratte 65 129 128 20 25 36 50 66 42 25

2 Salubungin 67 185 147 21 32 46 52 87 60 30

3 Minanga 53 117 109 18 19 28 48 66 30 16

4 Kollonglau 62 148 142 16 22 31 47 80 62 30

TOTAL 247 579 526 75 98 141 197 299 194 101

Sumber: Kantor Desa Batanguru, 2011

2. Mata Pencaharian

Sebagian besar masyarakat Desa Batanguru berprofesi sebagai petani kopi,

coklat, padi, vanili dan cengkeh. Sebagian kecil penduduk Desa Batanguru

berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pedagang. Selain itu terdapat

beberapa industri rumah tangga seperti industri meubel, tenun, CV. Hidro

Batanguru (bengkel turbin mikrohidro), adapula yang beternak sapi, kerbau dan

babi. Jenis-jenis mata pencahariaan penduduk di Desa Batanguru disajikan dalam

Tabel 7.

Page 49: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

49

Tabel 7. Jenis-Jenis Mata Pencaharian Penduduk di Desa Batanguru

No DUSUN

MATA PENCAHARIAN (ORANG)

Tani /

Kebun Dagang PNS Tenun Meubel

Bengkel

Hidro Pensiun

1 Ratte 240 3 8 10 1 15 2

2 Salubungin 295 4 2 14 1 12 2

3 Minanga 200 3 4 16 - 8 1

4 Kollonglau 225 - - 14 - 5 -

TOTAL 960 10 14 54 2 40 5

Sumber: Kantor Desa Batanguru, 2011

3. Pendidikan

Sebagian besar masyarakat Desa Batanguru mengenyam pendidikan di

tingkat Sekolah Dasar (SD) karena di Desa Batanguru hanya terdapat dua SD di

Dusun Ratte dan Dusun Minanga, yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) 004 dan

SDN 009. Untuk melanjutkan tingkat pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,

masyarakat usia sekolah melanjutkan pendidikannya di Kecamatan Sumarorong.

Adapula penduduk yang melanjutkan perkuliahan pada jenjang perguruan tinggi

(S1) di luar Kabupaten Mamasa. Jumlah masyarakat yang mengenyam

pendidikan di Desa Batanguru dapat di lihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Jenjang Pendidikan di Desa Batanguru

No DUSUN JENJANG PENDIDIKAN (ORANG)

SD SMP SMA S1

1 Ratte 61 20 14 8

2 Salubungin 24 18 7 2

3 Minanga 84 10 10 4

4 Kollonglau 20 5 - -

TOTAL 189 53 31 14

Sumber: Kantor Desa Batanguru, 2011

4. Keadaan Sosial dan Budaya

Sebagian besar penduduk di desa Batanguru menganut agama Kristen

Protestan. Agama lain yang dianut oleh penduduk Desa Batanguru adalah Kristen

Katolik, Islam dan agama tradisional leluhur Ada’ Mappurondo atau Aluk

Page 50: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

50

Tomatua. Nama “Ada’” sama saja dengan kata “Aluk” yaitu “Aturan” yang harus

ditaati manusia. Kata “Mappurondo” Berarti “Lisan”. Maka “Ada’ Mappurondo”

adalah suatu ajaran yang diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan”, tidak

tertulis.

Budaya di Kabupaten Mamasa, khususnya Desa Batanguru banyak yang

menyerupai kebudayaan Toraja, utamanya dalam hal bahasa, arsitektur bangunan

rumah, pemakaman serta upacara-upacara adat, seperti pesta kematian

(pa’tomatean) dan pesta adat lainnya, seperti pernikahan (basse pentabenan).

Rincian jumlah penganut agama di Desa Batanguru disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Penganut Agama di Desa Batanguru

No AGAMA JUMLAH

(ORANG)

1 Islam 45

2 Protestan 716

3 Katolik 98

4 Ada’ Mappurondo / Aluk Tomatua 246

TOTAL 1105

Sumber: Kantor Desa Batanguru, 2011

Page 51: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Aspek Potensi Ekowisata

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengumpulan data pada lokasi

penelitian di Desa Batanguru Kabupaten Mamasa, dijumpai sumberdaya alam,

meliputi keanekaragaman jenis burung, sungai yang dimanfaatkan untuk PLTMH.

Selain itu, terdapat pula kebudayaan setempat, meliputi pemakaman tradisional,

upacara adat dan kerajinan tradisional seperti sarung tenun dan tas anyaman.

Sumberdaya alam dan kebudayaan tersebut berpotensi untuk dijadikan sebagai

bagian dari paket ekowisata yang nantinya akan dilaksanakan di Desa Batanguru.

Gambar 4. Peta Potensi Ekowisata di Desa Batanguru

Page 52: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

52

a. Jenis Burung

Berdasarkan hasil pengambilan data yang dilakukan pada tiga lokasi

berbeda di Desa Batanguru, dijumpai 30 jenis burung yang beberapa di antaranya

adalah jenis endemik di Pulau Sulawesi. Jenis entemik tersebut yakni Blibong

Pendeta (Streptocitta albicollis), Jalak Alis Api (Enodes erythrophris), Gagak

Sulawesi (Corvus typicus), Kacamata Makassar (Zosterops anomalus), Walet

Maluku (Collocalia infuscata), Cikrak Sulawesi (Phylloscopus sarasinorum),

Punggok Tutul (Ninox punctulata) dan Ceret Coklat (Bradypterus castaneus).

Berdasarkan hasil pengambilan data di lapangan, jenis burung yang paling

banyak dijumpai pada jalur 1 adalah Walet Sapi (Collocalia esculenta) sebanyak

144 ekor. Sedangkan jenis burung yang paling sedikit dijumpai selama

pengambilan data di jalur 1 adalah Uncal Ambon (Macropygia amboinensis),

Myzomela Merah-tua (Myzomela sanguinolenta) dan Decu Belang (Saxicola

caprata), masing-masing sebanyak 1 ekor. Pada jalur 2, diketahui bahwa jenis

burung yang paling banyak dijumpai selama pengambilan data adalah Walet Sapi

(Collocalia esculenta) sebanyak 79 ekor, Walet Maluku (Collocalia infuscata)

sebanyak 57 ekor dan Kacamata Gunung (Zosterops montanus) sebanyak 44 ekor.

Sedangkan jenis burung yang paling sedikit dijumpai selama pengambilan data di

jalur 2 adalah Elang Kelabu (Butastur indicus), Burung-madu Sriganti (Nectarinia

jugularis), Punggok Tutul (Ninox punctulata) dan Burung-gereja Erasia (Passer

montanus), masing-masing sebanyak 1 ekor. Sedangkan pada jalur 3, diketahui

bahwa jenis burung yang paling banyak dijumpai selama pengambilan data adalah

Walet Sapi (Collocalia esculenta) sebanyak 94 ekor dan Blekok Sawah (Ardeola

Page 53: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

53

speciosa) sebanyak 20 ekor. Sedangkan jenis burung yang paling sedikit dijumpai

selama pengambilan data di jalur 3 adalah Cici Merah (Cisticola exilis), Cekakak

Sungai (Halcyon chloris) dan Sikep-Madu Sulawesi (Pernis celebensis), masing-

masing sebanyak 2 ekor. Jumlah keseluruhan jenis burung pada jalur

pengambilan data di Desa Batanguru dapat dilihat pada Tabel 10, sedangkan hasil

perhitungan nilai indeks ekologi pada ketiga jalur pengambilan data diperlihatkan

pada Tabel 11.

Tabel 10. Jumlah Keseluruhan Jenis Burung yang Dijumpai pada Tiap Jalur

Pengambilan Data di Desa Batanguru

No. Nama Ilmiah Nama Umum Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3

1 Collocalia esculenta Walet Sapi 144 79 94

2 Zosterops montanus Kacamata Gunung 43 44 10

3 Corvus enca Gagak Hutan 7 7 5

4 Haliastur indus Elang Bondol 8 4 3

5 Halcyon chloris Cekakak Sungai 3 5 2

6 Pernis Celebensis Sikep-madu Sulawesi 2 5 2

7 Collocalia infuscata Walet Maluku 20 57 -

8 Orthotomus cuculatus Cinenen Gunung 9 14 -

9 Corvus typicus Gagak Sulawesi 6 2 -

10 Butastur indicus Elang Kelabu 3 1 -

11 Macropygia amboinensis Uncal Ambon 1 2 -

12 Myzomela sanguinolenta Myzomela Merah-tua 1 2 -

13 Phylloscopus sarasinorum Cikrak Sulawesi - 21 16

14 Cisticola exilis Cici Merah 6 - 2

15 Culicicapa helianthea Sikatan Matari 17 - -

16 Lonchura malacca Bodol Rawa 15 - -

17 Motacilla cinerea Kicuit Batu 9 - -

18 Enodes erythrophris Jalak Alis-api 8 - -

19 Dendrocygna arcuata Belibis Kembang 7 - -

20 Streptocitta albicollis Blibong Pendeta 4 - -

21 Saxicola caprata Decu Belang 1 - -

Page 54: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

54

Lanjutan Tabel 10.

22 Zosterops anomalus Kacamata Makasar - 8 -

23 Accipter soloensis Elang-alap Cina - 2 -

24 Phylloscopus borealis Cikrak Kutub - 2 -

25 Nectarinia jugularis Burung-madu Sriganti - 1 -

26 Ninox punctulata Punggok Tutul - 1 -

27 Passer Montanus Burung-gereja Erasia - 1 -

28 Ardeola speciosa Blekok Sawah - - 20

29 Bradypterus castaneus Ceret Coklat - - 8

30 Alcedo atthis Raja-udang Erasia - - 4

TOTAL 314 258 166

Tabel 11. Indeks Ekologi pada Tiap Jalur Pengambilan Data di Desa Batanguru

No. Jalur Pengambilan Data R E H'

1 Jalur 1 1,13 0,68 2,05

2 Jalur 2 1,18 0,70 2,06

3 Jalur 3 0,85 0,64 1,55

Berdasarkan data pada Tabel 11, diketahui bahwa nilai indeks

keanekaragaman jenis burung (H’) pada jalur pengambilan data 3 lebih rendah

dibandingkan dengan kedua jalur lainnya. Hal tersebut disebabkan karena tutupan

lahan berupa hamparan sawah yang kurang memiliki variasi jenis tumbuhan.

Berdasarkan klasifikasi Shannon-Wiener, keanekeragaman jenis burung pada jalur

tersebut tergolong sedang, yang berarti penyebaran jumlah individu tiap jenis

sedang dan kestabilan komunitas yang ada sedang karena nilainya berada pada

selang 1 – 3. Pada jalur pengambilan data 1 dan 2, nilai H’ lebih besar

dikarenakan tutupan wilayah jelajah yang lebih besar melingkupi hutan sekunder,

semak dan hutan pinus. Nilai kekayaan (R) jenis burung pada jalur pengambilan

data 3 tergolong lebih rendah di antara jalur lainnya, yang berarti penyebaran

jumlah individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas yang ada rendah,

Page 55: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

55

sebab nilainya < 1. Nilai kemerataan (E) jenis burung di semua jalur pengambilan

data memiliki nilai kurang dari 1 (satu). Hal tersebut menunjukkan bahwa di

semua lokasi terdapat dominasi satu atau beberapa spesies. Artinya satu atau

beberapa spesies memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan

dengan spesies yang lain.

Setiawan, dkk. (2006) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis burung

berkorelasi positif dengan keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada. Makin

tinggi keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada dalam suatu vegetasi seperti

pada wilayah hutan, maka keanekaragaman jenis burung yang ditemui semakin

tinggi. Komposisi vegetasi yang relatif heterogen di wilayah hutan menciptakan

relung ekologi yang lebih bervariasi, mulai dari daratan yang relatif terbuka

sampai daratan yang dipadati pepohonan bagi burung. Dengan makin banyaknya

jenis pohon berarti akan tercipta banyak relung ekologi yang memungkinkan

berbagai jenis burung dapat hidup secara bersama. Keanekeragaman jenis vegetasi

yang tinggi pada wilayah hutan di jalur pengambilan data 1 dan 2 merupakan

tempat sumber pakan, tempat bersarang, maupun tempat berlindung bagi jenis-

jenis burung yang ada. Sedangkan pada jalur pengambilan data 3 yang memiliki

komposisi vegetasi relatif sama yaitu sawah, menciptakan relung ekologi yang

lebih sedikit. Menurut Andrian (2012), terdapat hubungan antara keanekaragaman

dengan keseimbangan jenis dalam satu komunitas. Apabila nilai keanekaragaman

jenis tinggi, maka keseimbangan jenis juga tinggi. Selain itu, apabila ekosistem

memiliki keanekaragaman yang tinggi berarti ekosistem tersebut akan berada pada

kondisi stabil.

Page 56: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

56

b. Potensi Pemanfaatan Energi Terbarukan Mikrohidro

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang berada di Desa

Batanguru terletak di Dusun Ratte dan dibangun pada tahun 2008 dengan

memanfaatkan air sungai Batanguru. Saat ini, kapasitas listrik yang terpasang

pada PLTMH tersebut adalah sebesar 30 kW, atau setara dengan 30.000 watt

listrik. Debit air sungai yang dimanfaatkan untuk penggunaan PLTMH sebesar

600 l/det dari 1500 l/det yang tersedia, serta tinggi jatuhan air 6 m. Saat ini,

PLTMH yang terdapat di Desa Batanguru telah melayani kebutuhan listrik lebih

dari 140 KK di wilayah Desa Batanguru dan sekitarnya secara gratis, serta

beroperasi selama 24 jam. Model PLTMH di Desa Batanguru dapat dilihat pada

Gambar 5.

PLMTH Desa Batanguru menggunakan sistem run off river, dimana pada

sistem ini air tidak ditahan pada sebuah bendungan, sehingga sebagian air sungai

dapat diarahkan ke saluran pembawa (headrace), kemudian dialirkan melalui pipa

pesat (penstock) menuju turbin dan sebagian aliran air sungai masih dapat

mengalir pada aliran utamanya. Jenis turbin yang dipergunakan pada PLTMH

Desa Batanguru adalah jenis cross flow yang diproduksi lokal oleh salah seorang

warga, di Bengkel Hidro Batanguru. Jumlah karyawan yang bekerja di Bengkel

Hidro Batanguru sebanyak 40 orang yang menangani pemasaran, pengerjaan,

pemasangan dan perawatan turbin mikrohidro untuk sejumlah PLTMH baik di

dalam maupun diluar wilayah Kabupaten Mamasa. Pada bagian kiri dan kanan

sungai di sekitar lokasi PLTMH tidak diperbolehkan melakukan kegiatan

Page 57: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

57

pembukaan lahan ataupun penebangan pohon untuk menjaga kelestarian hutan,

serta debit air sungai.

Gambar 5. Model Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Desa

Batanguru

c. Pengetahuan Masyarakat Tentang Mikrohidro dan Manfaatnya

Berdasarkan hasil rekapitulasi data kuesioner dan wawancara yang

dilakukan kepada 20 responden masyarakat Desa Batanguru, diperoleh hasil

mengenai persentase pengetahuan penduduk setempat akan mikrohidro. Data

tersebut disajikan dalam Tabel 12. Dari tabel tersebut diketahui bahwa sebanyak

90% dari 20 orang responden tahu mengenai mikrohidro/turbin pembangkit listrik

yang terdapat di desa mereka. Sisanya, sebanyak 10% tidak mengetahui

mikrohidro.

Page 58: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

58

Tabel 12. Pengetahuan Masyarakat Desa Batanguru Tentang Mikrohidro/Turbin

Pembangkit Listrik

No. Kriteria Jawaban Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1. Tahu

- Sebagai penghasil listrik

- Pembangkit listrik yang

memanfaatkan aliran air sungai

untuk menghasilkan listrik

melalui turbin

- Sebagai penghasil listrik untuk

desa, karena Perusahaan

Listrik Negara (PLN) tidak

mampu untuk membuat

pembangkit dari arus sungai

18 90

2. Tidak

Tahu - 2

10

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dan wawancara yang dilakukan

kepada 20 responden masyarakat Desa Batanguru, diperoleh informasi mengenai

manfaat yang dirasakan oleh masyarakat setempat dari adanya mikrohidro/turbin

pembangkit listrik di desa mereka. Data tersebut disajikan pada Tabel 13. Dari

tabel tersebut, diketahui bahwa sebanyak 100% dari 20 orang responden

merasakan manfaat dari adanya mikrohidro/turbin pembangkit listrik yang

terdapat di desa mereka.

Tabel 13. Manfaat Mikrohidro/Turbin Pembangkit Listrik bagi Masyarakat

Desa Batanguru

No. Kriteria Jawaban Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1. Ya

- Mempermudah aktivitas sehari-hari,

khususnya dapat digunakan untuk

penerangan lampu di malam hari

- Tidak perlu lagi mengantri minyak tanah

dan menggunakan petromaks

- Membantu kegiatan perekonomian seperti

usaha rumahan dan warung

- Dapat digunakan untuk mengakses

informasi dan hiburan dari televisi,

ataupun alat elektronik lainnya

20 100

2. Tidak - - -

Page 59: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

59

d. Potensi Wisata dan Keunikan

Kabupaten Mamasa dikenal sebagai daerah tujuan wisata minat khusus

(special interest tourism), dengan atraksi wisata meliputi kegiatan petualangan

(adventure), seperti trekking (berjalan kaki menyusuri hutan dan pegunungan),

camping (berkemah), rafting (arung jeram). Karena akses transportasi setempat

belum memadai, serta memiliki medan jalanan cukup menantang dan sebagian

besar wilayahnya terdiri dari kawasan hutan yang masih asli, Kabupaten Mamasa

memiliki segmentasi wisatawan tersendiri. Wisatawan yang berkunjung umumnya

adalah penyuka kegiatan berpetualang di alam, seperti pecinta alam dan

backpacker. Sebagian besar wisatawan tersebut masuk melalui rute Kabupaten

Tana Toraja melewati Desa Batanguru dengan metode trekking maupun dengan

menggunakan kendaraan umum dari Kabupaten Polewali. Selain kegiatan

berpetualang di alam, wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Mamasa

umumnya mengunjungi lokasi permandian alam, seperti air terjun dan permandian

air panas yang banyak terdapat di sekitar wilayah Kabupaten Mamasa, dengan

segmen wisatawan sebagian besar adalah keluarga/masyarakat Kabupaten

Mamasa, Sulawesi Barat dan sekitarnya.

Desa Batanguru memiliki beragam potensi ekowisata yang cukup menarik,

baik dari segi pemanfaataan energi terbarukan mikrohidro, alam dan juga budaya.

Ketiga unsur tersebut dapat dikembangkan menjadi paket-paket wisata yang dapat

dikelompokkan berdasarkan minat calon wisatawan. Berdasarkan hasil

rekapitulasi kuesioner dan wawancara yang dilakukan kepada 20 responden

masyarakat Desa Batanguru, diperoleh informasi mengenai jenis wisata yang

Page 60: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

60

diharapkan ada di desa mereka untuk pengembangan kegiatan ekowisata kedepan.

Data tersebut disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Jenis Wisata yang Diharapkan oleh Masyarakat Desa Batanguru

No. Jawaban Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1. Permandian 10 50

2. Agrowisata (Wisata Kebun) 2 10

3. Berjalan menikmati pemandangan desa 1 5

4. Melihat kerajinan sarung tenun Mamasa 2 10

5. Melihat rumah adat dan pemakaman tradisional 2 10

6. Melihat dan belajar mengenai alam dan turbin 3 15

Dari hasil kuesioner dan wawancara kepada responden, diperoleh jawaban

sebanyak 50% dari 20 orang responden mengharapkan adanya lokasi permandian.

10% responden mengharapkan jenis kegiatan agrowisata (wisata kebun). Adapula

responden yang mengharapkan jenis wisata berkeliling wilayah desa untuk

menikmati pemandangan sekitar sebanyak 5%. 10% dari 20 orang responden

mengharapkan adanya pengembangan kerajinan sarung tenun Mamasa untuk

menarik minat wisatawan. Responden lainnya, sebanyak 10% mengharapkan ada

paket wisata melihat rumah adat dan pemakaman tradisional yang terdapat di

Desa Batanguru, serta 15% responden mengharapkan adanya paket wisata alam

dan pendidikan mengenai turbin pembangkit listrik.

2. Aspek Calon Wisatawan

a. Karakteristik Calon Wisatawan Potensial

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner yang dilakukan kepada 20 orang

responden, diperoleh informasi mengenai profil calon wisatawan potensial

sebagaimana disajikan pada Tabel 15. Dari tabel tersebut diketahui bahwa jenis

kelamin responden adalah 45% laki-laki dan 55% perempuan. Sebagian besar

Page 61: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

61

responden tersebut berasal dari Kota Makassar dan sekitarnya, ada pula yang

berasal dari Kota Mamasa. Berdasarkan usia, diketahui bahwa jumlah responden

yang berumur ≤19 tahun sebanyak 15%, berumur 20-25 tahun sebanyak 50%,

berumur 26-31 tahun sebanyak 25% dan berumur 32-37 tahun sebanyak 10%

dengan tingkat pendidikan, yaitu 50% SMA dan 50% sisanya adalah dari

perguruan tinggi. Sedangkan untuk jenis pekerjaan, sebanyak 10% adalah PNS,

20% pegawai swasta, 50% pelajar/mahasiswa dan sisanya sebanyak 20%

berprofesi sebagai wiraswasta dan lain-lain.

Tabel 15. Profil Calon Wisatawan untuk Kegiatan Ekowisata di Desa Batanguru

b. Pengetahuan akan Mikrohidro dan Ekowisata

Berdasarkan hasil rekapitulasi data kuesioner terhadap 20 orang responden

yang merupakan calon wisatawan potensial untuk kegiatan ekowisata di Desa

Batanguru, diperoleh informasi mengenai pengetahuan calon wisatawan tentang

mikrohidro, sebagaimana pada Tabel 16. Dari tabel tersebut diketahui bahwa

No. Parameter Kriteria Jumlah

(Orang)

Persentase (%)

1. Jenis Kelamin a. Laki-Laki

b. Perempuan

9

11

45

55

2. Umur (Tahun)

a. ≤19

b. 20-25

c. 26-31

d. 32-37

e. ≥38

3

10

5

2

0

15

50

25

10

0

3. Pendidikan

a. SD

b. SMP

c. SMA

d. Perguruan Tinggi

e. Dan Lain-Lain

0

0

10

10

0

0

0

50

50

0

4. Pekerjaan

a. PNS

b. Pegawai Swasta

c. Pelajar/Mahasiswa

d. Dan Lain-Lain

2

4

10

4

10

20

50

20

Page 62: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

62

sebanyak 75% responden mengetahui tentang mikrohidro sebagai penghasil

energi listrik dengan memanfaatkan aliran air sungai melalui bantuan turbin.

Sedangkan, 25% responden belum mengetahui tentang mikrohidro.

Tabel 16. Pengetahuan Calon Wisatawan Tentang Mikrohidro

No. Kriteria Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1. Tahu 15 75

2. Tidak Tahu 5 25

Berdasarkan hasil rekapitulasi data kuesioner terhadap 20 orang responden

yang merupakan calon wisatawan potensial untuk kegiatan ekowisata di Desa

Batanguru, diperoleh informasi mengenai pengetahuan calon wisatawan tentang

ekowisata, sebagaimana terdapat pada Tabel 17. Dari tabel tersebut diketahui

bahwa jumlah responden yang mengetahui tentang ekowisata sama dengan jumlah

responden yang mengetahui tentang mikrohidro, yaitu sebanyak 75%. Sisanya

sebanyak 25% responden belum mengetahui tentang ekowisata. Sebagaian besar

responden menjawab bahwa ekowisata adalah salah satu jenis kegiatan wisata

yang dilakukan di alam atau pedesaan dengan berbagai tujuan, seperti untuk

melihat pemandangan, serta belajar mengenai kebudayaan dan sejarah dari

masyarakat setempat.

Tabel 17. Pengetahuan Calon Wisatawan Tentang Ekowisata

c. Tipe dan Motivasi Kunjungan

Berdasarkan hasil rekapitulasi data kuesioner terhadap 20 orang responden

yang merupakan calon wisatawan potensial untuk kegiatan ekowisata di Desa

No. Kriteria Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1. Tahu 15 75

2. Tidak Tahu 5 25

Page 63: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

63

Batanguru, diperoleh informasi mengenai tipe dan motivasi kunjungan dalam

berwisata, sebagaimana pada Tabel 18. Dari tabel tersebut diketahui bahwa calon

wisatawan umumnya mendapatkan informasi wisata dari website / blog (40%) dan

tujuan kunjugan sebagian besar adalah untuk melakukan kegiatan rekreasi /

liburan, wisata alam dan budaya, serta traveling / backpacking (25%). Umumnya

pada saat berwisata, responden melakukannya dengan rombongan (50%) dan

melakukan kegiatan menginap (70%). Untuk alat transportasi, umumnya

responden menggunakan mobil pribadi (40%) dengan waktu kunjungan yang

tidak menentu (55%). Atraksi wisata yang paling diminati oleh responden adalah

atraksi budaya dan atraksi alam / adventure (30%). Selain itu, pada saat berwisata,

sebagian besar responden mengharapkan adanya fasilitas berupa papan informasi /

peta serta penginapan (25%) untuk memudahkan kegiatan berwisata mereka.

Tabel 18. Tipe dan Motivasi Kunjungan Calon Wisatawan untuk Kegiatan

Ekowisata di Desa Batanguru

No. Parameter Kriteria Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1. Informasi Wisata

a. Website/Blog

b. Brosur/Pamflet

c. BiroPerjalanan

d. Pusat Informasi

e. Iklan di Media

f. Lainnya

8

5

0

0

4

3

40

25

0

0

20

15

2. Tujuan Kunjungan

a. Rekreasi/Liburan

b. Wisata Alam dan Budaya

c. Penelitian

d. Belajar di Alam

e. Traveling/Backpacking

f. Lainnya

5

5

2

3

5

0

25

25

10

15

25

0

3. Sifat Kedatangan

a. Sendiri

b. Rombongan

c. Keluarga

2

10

8

10

50

40

4. Menginap a. Menginap

b. Tidak Menginap

14

6

70

30

Page 64: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

64

Lanjutan Tabel 18.

No. Parameter

Kriteria

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

5. Alat Transportasi

a. Sepeda Motor

b. Mobil Pribadi

c. Bus

d. Angkutan Umum

e. Lainnya

3

8

4

4

1

15

40

20

20

5

6. Waktu Kunjungan a. Liburan

b. Tidak Menentu

9

11

45

55

7. Atraksi Wisata

Paling Diminati

a. Atraksi Budaya

b. Atraksi Alam/adventure

c. Edukasi

d. Hiburan/Rekreasi

Keluarga

e. Lainnya

6

6

3

5

0

30

30

15

25

0

8. Fasilitas yang

Diharapkan ada

a. Toilet Umum

b. Papan Informasi/Peta

c. Kios Souvenir

d. Penginapan

e. Warung Makan/Kedai

Minuman

f. Lainnya

3

5

3

5

4

0

15

25

15

25

20

0

d. Aktivitas Wisata yang Diminati

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner kepada 20 responden calon

wisatawan potensial yang masing-masing telah memilih jenis wisata paling

diminati, diperoleh informasi mengenai kriteria aktivitas wisata, dengan beberapa

parameter sesuai dengam minat calon wisatawan dan potensi yang ada, yaitu

wisata alam, wisata pendidikan, wisata budaya dan wisata huburan atau rekreasi

sebagaimana pada Tabel 19. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa dari 6

responden yang memilih jenis wisata alam, persentase yang memilih aktivitas

birdwatching adalah sebanyak 33,33%, sedangkan yang memilih aktivitas

trekking adalah sebanyak 66,66%. Dari 3 responden yang memilih jenis wisata

pendidikan, persentase yang memilih aktivitas melihat PLTMH adalah sebanyak

66,66%, sedangkan yang memilih aktivitas berkunjung ke bengkel turbin adalah

Page 65: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

65

sebanyak 33,33%. Dari 6 responden yang memilih jenis wisata budaya, persentase

yang memilih aktivitas melihat kerajinan tradisional adalah sebanyak 33,33%,

memilih aktivitas melihat kegiatan masyarakat sebanyak 16,66%, melihat tarian

tradisional sebanyak 0%, melihat upacara tradisional sebanyak 33,33% dan

berkeliling desa melihat arsitektur tradisional sebanyak 33,33%. Sedangkan dari 5

responden yang memilih jenis wisata keluarga/rekreasi, persentase yang memilih

aktivitas pemandian adalah sebanyak 40%, memilih aktivitas agrowisata sebayak

40% dan responden yang memilih aktivitas olahraga sebanyak 20%.

Tabel 19. Aktivitas Wisata yang Diminati Calon Wisatawan Berdasarkan Jenis

Wisata

yang telah Dipilih

No. Parameter Kriteria Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1. Wisata Alam - Birdwatching

- Trekking

2

4

33,33

66,66

2. Wisata

Pendidikan

- Melihat PLTMH

- Berkunjung ke bengkel

turbin

2

1

66,66

33,33

3. Wisata Budaya

- Melihat kerajinan

tradisional

- Melihat kegiatan

masyarakat (bertani, dll)

- Melihat tarian tradisional

- Melihat upacara

tradisional

- Berkeliling desa melihat

arsitektur tradisional

2

1

0

2

1

33,33

16,66

0

33,33

16,66

4. Wisata

keluarga/rekreasi

- Pemandian

- Agrowisata

- Olahraga

2

2

1

40

40

20

3. Aspek Komunitas (Masyarakat Desa Batanguru)

a. Pengetahuan Masyarakat Setempat tentang Ekowisata

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dan wawancara yang dilakukan

kepada 20 responden masyarakat Desa Batanguru, diperoleh infromasi mengenai

Page 66: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

66

pemahaman masyarakat akan ekowisata serta jenis kegiatan apa saja yang

dilakukan terkait dengan ekowisata, sebagaimana disajikan pada Tabel 20. Dari

tabel tersebut, diketahui bahwa sebanyak 80% masyarakat Desa Batanguru sudah

mengetahui istilah ekowisata serta jenis kegiatan wisata yang termasuk dalam

kategori ekowisata, sementara sebanyak 20% masyarakat belum mengetahui

istilah pariwisata dan ekowisata.

Tabel 20. Pengetahuan Masyarakat Mengenai Ekowisata dan Jenis Kegiatan

Wisata

No. Kriteria Jumlah

(Orang)

Jenis Kegiatan Wisata yang

Diketahui

Persentase

(%)

1. Tahu 16

Rekreasi/berlibur di alam, seperti

sungai, air terjun, hutan dan melihat

pemandangan di desa

80

2. Tidak Tahu 4 - 20

b. Respon Masyarakat Terhadap Kunjungan Wisatawan, Pelaksanaan

Ekowisata dan Partisipasi Mengelola Ekowisata

Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner dan wawancara yang dilakukan

kepada 20 responden masyarakat Desa Batanguru, diperoleh informasi mengenai

respon terhadap kunjungan yang dilakukan oleh para wisatawan di desa mereka

selama ini, respon terhadap pelaksanaan ekowisata dan partisipasi untuk

mengelola ekowisata kedepannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 21. Dari

tabel tersebut, diketahui bahwa sebanyak 100% responden mengapresiasi dan

merespon dengan baik hal-hal tersebut.

Page 67: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

67

Tabel 21. Respon Masyarakat Terhadap Kunjungan Wisatawan, Pelaksanaan dan

Partisipasi dalam Kegiatan Ekowisata

No. Parameter Kriteria Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1. Kunjungan Wisatawan Setuju 20 100

2. Pelaksanaan Ekowisata

Tidak

Setuju 0 0

3. Partisipasi Mengelola

Ekowisata

Terdapat beberapa kelompok dan lembaga masyarakat di Desa

Batanguru, diantaranya Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), Pembinaan

Kesejahteraan Keluarga (PKK), Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Unit

Pelaksana Teknis (UPT) mikrohidro dan Kelompok Tani. Selama ini, kegiatan di

Bengkel Hidro Batanguru telah bekerjasama dengan sejumlah pihak, seperti pihak

pemerintah Kabupaten Mamasa dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM), baik dari dalam maupun luar negeri serta sejumlah konsultan teknik dan

organisasi seperti United Nations Development Programme (UNDP), Direktorat

Energi dan Sumberdaya Mineral—Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan

Energi Republik Indonesia melalui program Integrated Microhydro Development

and Application Program (IMIDAP), Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat-Lingkungan Mandiri Pedesaan (PNPM-LMP), dan lain sebagainya.

Selain itu, diperlukan perizinan pelaksanaan kegiatan pariwisata yang ditujukan

kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa dan kepada pemerintah daerah

setempat untuk mendapatkan legalitas izin usaha.

Page 68: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

68

B. Pembahasan

Berdasarkan potensi obyek wisata di Desa Batanguru, dapat dilakukan dua

strategi dalam upaya perencanaan pelaksanaan kegiatan ekowisata. Strategi

pertama adalah merancang paket wisata berdasarkan potensi-potensi yang ada,

sedangkan strategi kedua adalah melalui capacity building, yaitu peningkatan

kapasitas masyarakat yang akan membentuk suatu unit kelembagaan, dalam hal

ini meliputi kemampuan, keterampilan dan kompetensi masyarakat untuk

mengelola ekowisata yang akan dilakukan.

1. Hubungan Mikrohidro, Ekowisata dan Masyarakat

Sumberdaya alam di Desa Batanguru memiliki beragam potensi. Salah

satu potensi yang telah dimanfaatkan masyarakat setempat adalah sungai. Aliran

sungai yang merupakan energi terbarukan tersebut kemudian dikembangkan

sebagai penghasil tenaga listrik skala mikro (mikrohidro). Mikrohidro tersebut

juga bernilai ekonomi, sebab masyarakat sendiri dapat memasarkan turbin

produksi mereka ke beberapa daerah dengan potensi yang sama. Dengan adanya

mikrohidro, secara tidak langsung masyarakat sadar akan pentingnya menjaga

ekosistem setempat (hutan) demi keberlangsungan mikrohidro yang bersumber

dari alam. Selain itu, adanya mikrohidro menumbuhkan rasa kepemilikan

masyarakat terhadap sumber-sumber terbarukan disekitarnya, seperti hutan dan

sumber air.

Dengan adanya ekowisata, maka sumber air untuk mikrohidro dapat tetap

berjalan sebab ekowisata merupakan salah satu bentuk upaya proteksi terhadap

Page 69: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

69

sumberdaya alam yang merupakan bagian dari konservasi ekologi. Selain itu,

ekowisata juga dapat memberi peningkatan ekonomi bagi masyarakat setempat

melalui kegiatan wisata ramah lingkungan. Mikrohidro dan ekowisata dapat saling

mendukung satu sama lain. Dengan adanya masyarakat yang terlibat langsung

dalam pengelolaan, kedua hal tersebut dapat berjalan dengan baik dimana ada

unsur pemanfaatan dan pelestarian yang berkelanjutan.

Ekowisata merupakan salah satu usaha strategi konservasi dan dapat

membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat setempat. Dengan ekowisata,

masyarakat dapat memanfaatkan potensi sumberdaya alamnya yang masih utuh,

serta nilai-nilai adat dan budaya yang ada tanpa merusak atau menjual isinya.

Ekowisata dapat mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh masyarakat

mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pengelolaan. Ekowisata dapat

menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dari jasa-jasa wisata,

seperti pemandu, penjual kerajinan dan lain sebagainya. Ekowisata dapat

membawa dampak positif bagi pelestarian lingkungan dan budaya setempat yang

pada akhirnya akan menumbuhkan rasa bangga serta kepemilikan masyarakat

terhadap potensi-potensi di desanya. Dengan demikian, maka ekowisata di Desa

Batanguru sangat potensial untuk dijalankan sebab mengandung unsur konservasi

untuk melestarikan keanekaragaman hayati, ekosistem dan budaya, unsur edukasi

yang dapat berperan dalam mendidik masyarakat setempat maupun calon

wisatawan untuk ikut melestarikan alam melalui kegiatan-kegiatan berkelanjutan,

seperti pemanfaatan sungai untuk mikrohidro, serta unsur pemberdayaan

Page 70: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

70

masyarakat dimana ekowisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

setempat melalui kegiatan ekonomi.

2. Paket Ekowisata Desa Batanguru

Selain mikrohidro, Desa Batanguru memiliki potensi yang lain, yaitu

panorama alam, keanekaragaman jenis burung, lahan pertanian, serta adat dan

budaya. Potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan menjadi paket-paket wisata

menarik, seperti wisata alam dan lingkungan, wisata kebun (agrowisata), wisata

adat dan budaya, serta wisata hiburan, sedangkan mikrohidro yang sudah ada

berpotensi untuk dibuatkan paket wisata mikrohidro (hidrowisata).

a. Paket Wisata Alam dan Lingkungan

1.) Trekking

Sebagian besar wilayah Desa Batanguru terdiri atas kawasan hutan, semak

dan pegunungan, sehingga sangat potensial untuk kegiatan penjelajahan hutan,

seperti trekking (berjalan kaki menyusuri wilayah desa). Oleh karena itu,

pembuatan jalur trekking, utamanya di areal hutan dan pegunungan sekitar Desa

Batanguru akan dapat membantu wisatawan dalam melakukan penjelajahan

mereka di alam.

2.) Pengamatan Burung (Birdwatching)

Selain menyusuri dan menikmati pemandangan hutan, pegunungan, serta

pedesaan, wisatawan juga dapat melakukan kegiatan pengamatan burung

Page 71: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

71

(birdwatching) pada beberapa titik dan jalur pengamatan. Kegiatan ini selain

memberi manfaat pro-lingkungan, nilai edukasi, juga memberikan manfaat

ekonomi bagi masyarakat. Adapun aktivitas yang biasa dilakukan dalam

pengamatan burung adalah mengamati jenis burung dan tingkah lakunya.

Jalur birdwatching di Desa Batanguru terbagi atas tiga, yaitu jalur

birdwatching 1 yang dimulai dari Bengkel Hidro, menuju ke perbatasan Desa

Batanguru dengan Desa Banea yang dipisahkan oleh Sungai Banea berarus deras.

Jalur tersebut melewati perbukitan, tepi hutan sekunder, tepi sungai, ladang dan

sawah, mulai dari ketinggian 937 mdpl hingga 1.045 mdpl. Jalur birdwatching 2

merupakan jalur dimana wisatawan dapat melewati pemukiman penduduk

melalui jalan utama desa menuju ke perbatasan Desa Batanguru Timur. Selain

pemukiman yang terletak di sisi perbukitan dan tepi sungai, wisatawan juga dapat

melihat pemandangan alam seperti perbukitan pinus, semak dan persawahan yang

dilalui oleh aliran Sungai Batanguru berarus tenang dan lebar sambil mengamati

jenis-jenis burung yang ada. Wisatawan dapat melakukan pengamatan jenis

burung predator yang umumnya dapat dengan mudah di lihat pada areal

persawahan yang ada di jalur pengamatan ini. Kemudian jalur birdwatching 3

merupakan jalur yang terletak di areal persawahan. Lokasi pengamatan tersebut

terletak di sebeleh timur, sekitar dua kilometer dari Bengkel Hidro dan PLTMH.

b. Paket Wisata Mikrohidro (Hidrowisata)

Berdasarkan potensi pemanfaatan energi terbarukan mikrohidro yang ada

di Desa Batanguru, maka sangat potensial dikembangan bentuk wisata mikrohidro

Page 72: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

72

(hidrowisata) bagi pelajar, mahasiswa, peneliti dan masyarakat umum yang

tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk beluk mengenai mikrohidro. Wisata

mikrohidro yang dapat dikembangkan di Desa Batanguru adalah berupa

laboratorium alam yang memungkinkan wisatawan belajar langsung di alam

mengenai sistem dan cara kerja turbin mikrohidro serta PLTMH. Selain itu,

wisatawan dapat melihat langsung proses pengerjaan turbin mikrohidro di

Bengkel Hidro (workshop) dan berkunjung ke rumah turbin berisi perangkat

PLTMH yang dipergunakan sebagai penghasil listrik Desa Batanguru, seperti

turbin cross flow, generator dan panel kontrol. Tak hanya sebagai pembangkit

listrik, uap panas yang dihasilkan oleh turbin dan umumnya tidak terpakai dapat

dimanfaatkan dalam bentuk lain, yaitu untuk memanaskan bak air, sehingga

dengan modifikasi pada turbin dan saluran uap, panas yang dihasilkan dapat

digunakan untuk pemandian air panas. Namun saat ini pemanfaatan uap panas

dari turbin mikrohidro untuk pemandian air panas sedang dalam tahap kajian.

c. Paket Wisata Adat dan Budaya

1.) Upacara Adat

Jenis upacara adat yang biasa dilakukan di Desa Batanguru antara lain

upacara perkawinan (Basse Pentabenan) dan upacara kematian (Pa’tomatean).

Jenis upacara adat Mamasa ini dapat dijadikan salah satu atraksi wisata adat dan

budaya untuk wisatawan yang berkunjung. Urutan rangkaian prosesi perkawinan

adat Mamasa (Basse Pentabenan) di Desa Batanguru terbagi atas tiga, yaitu

Mangngusik, merupakan prosesi penjajakan awal antara ibu pihak calon mempelai

Page 73: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

73

pria dengan ibu pihak calon mempelai wanita. Kemudian Ma’randang,

merupakan prosesi pelamaran calon mempelai wanita yang dilakukan oleh

orangtua kedua calon mempelai. Pada prosesi ini, pihak orangtua perempuan

mengenakan pakaian adat bayu berwarna putih dengan lengan panjang yang

hanya digunakan khusus untuk upacara adat. Selain itu, ibu calon mempelai

mengenakan topi tradisional Mamasa yang disebut sarong patongko yang khusus

dipergunakan untuk acara adat. Topi/tudung tersebut berukuran besar dan lebar

seperti payung yang terbuat dari lapisan dalam pohon bambu dan memiliki enam

bongkolan benang putih di atasnya. Sedangkan yang terakhir adalah Massarak,

merupakan rangkaian akhir dari prosesi upacara perkawinan secara adat Mamasa,

dimana kedua pengantin di antar ke rumah orangtua pengantin laki-laki untuk

mengadakan resepsi pernikahan.

Pelaksanaan upacara kematian secara adat Mamasa (Pa’tomatean) di Desa

Batanguru dilakukan sesuai dengan tingkatan kemampuan ekonomi dan status

sosial masyarakat setempat. Umumnya prosesi upacara kematian tersebut mirip

dengan upacara rambu solo’ yang dilakukan di Tana Toraja. Upacara kematian

Pa’tomatean menggunakan kurban babi, anjing, ayam dan kerbau. Jenazah

kemudian disemayamkan selama beberapa hari bahkan bisa hingga setahun di

dalam peti kayu yang disimpan dalam rumah duka. Selanjutnya, jenazah

dikeluarkan dari peti kayu dan dibungkus kain berwarna putih, kemudian

dilanjutkan dengan prosesi pemakaman.

Page 74: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

74

2.) Kerajinan Tradisional

Mamasa terkenal dengan kain tenunnya yang khas. Di Desa Batanguru,

kain/sarung tenun tradisional (sambu’) tersebut umumnya belum dipasarkan dan

hanya ditenun untuk pemakaian pribadi. Kain sambu’ berukuran panjang dengan

lubang yang lebar dan cukup tebal, sehingga masyarakat umumnya

mempergunakannya sebagai selimut untuk tidur dan kegiatan sehari-hari agar

selalu merasa hangat. Sambu’ Mamasa bertekstur kasar yang terdiri atas

bermacam-macam warna dan motif bergaris-garis, ditenun dengan menggunakan

alat tenun tradisional. Sambu’ Mamasa terdiri atas bermacam-macam jenis,

beberapa di antaranya adalah Sambu’ muane yang berukuran panjang yang

umumnya dipergunakan oleh pria, dengan cara dipasang seperti selendang dari

pundak lengan kanan ke pinggang kiri bagian bawah. Sedangkan untuk

perempuan, sambu’ tersebut biasa disebut dengan dodo baine, berukuran agak

kecil dan dipakai dengan cara dililitkan pada pinggang hingga memanjang ke

bawah kaki sampai semua bagian kaki hingga telapak kaki tertutup. Selain kain

tenun, di Desa Batanguru terdapat pula kerajinan tas tradisional sepu’ atau sampa,

terbuat dari rotan dan daun lontar yang dianyam. Tas tersebut berukuran kecil dan

dapat digantung pada bagian pundak layaknya tas ransel. Tas sepu’ atau sampa

berfungsi untuk menyimpan sirih, pinang, rokok, maupun botol minum dan gelas

bagi petani yang hendak bekerja di kebun. Dengan adanya kegiatan ekowisata di

Desa Batanguru pada masa yang akan datang diharapkan kerajinan kain tenun dan

tas anyam tersebut dapat meningkat sehingga warga setempat bisa meningkatkan

perekonomiannya dari sektor tersebut.

Page 75: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

75

3.) Pemakaman Tradisional

Di Desa Batanguru terdapat sejumlah pemakaman adat pada puncak bukit

dan persawahan. Pemakaman tersebut ada yang terbuat dari kayu berbentuk

rumah adat Mamasa (liang batutu) ataupun dibangun seperti layaknya rumah batu

yang tersusun atas batu bata. Dari kompleks pemakaman adat tersebut, wisatawan

dapat menikmati keindahan alam, pegunungan, hutan, sungai dan persawahan

Desa Batanguru yang indah.

d. Paket Wisata Kebun (Agrowisata)

Desa Batanguru memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tujuan

wisata kebun (agrowisata) karena memiliki areal perkebunan yang luas. Luas

lahan sawah Desa Batanguru adalah 1,06 Km2, sedangkan luas lahan perkebunan

adalah 2,4 Km2. Agrowisata adalah kegiatan wisata yang berlokasi di kawasan

pertanian, terutama tanaman perkebunan seperti kopi, cokelat dan tanaman buah-

buahan lainnya. Salah satu daya tarik dari jenis wisata ini adalah wisatawan

berkesempatan untuk memetik langsung buah hasil perkebunan. Selanjutnya, hasil

panen ditimbang dan dibayar oleh wisatawan sesuai dengan harga yang telah

ditetapkan oleh pengelola, dalam hal ini masyarakat Desa Batanguru. Dengan cara

tersebut, pengunjung dapat memperoleh kepuasan dan pengalaman yang tak

terlupakan. Selain itu, wisatawan dapat belajar mengenai pengelolaan pertanian

dan cara merawat tanaman pertanian melalui penduduk setempat. Selanjutnya,

masyarakat setempat juga dapat menyiapkan pondok peristirahatan di tengah

Page 76: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

76

kebun ataupun sawah bagi wisatawan yang ingin beristirahat dan makan sembari

menikmati pemandangan sekitar.

Keuntungan yang dapat diperoleh penduduk Desa Batanguru melalui jenis

wisata tersebut adalah apabila dikelola dengan baik, penduduk yang mayoritas

berprofesi sebagai petani tidak perlu jauh-jauh menjual hasil kebun diluar desa

atau untuk konsumsi pribadi saja, melainkan dapat dijual dengan harga yang bisa

ditetapkan sendiri, tanpa harus melalui perantara. Selain itu, dengan adanya

agrowisata penduduk setempat juga dapat terus berusaha meningkatkan produksi

pertanian dan perkebunan serta melakukan inovasi-inovasi dalam bidang tersebut.

e. Paket Wisata Hiburan

Salah satu bagian dari yang dapat menjadi paket wisata hiburan di Desa

Batanguru adalah pemandian air panas dengan memanfaatkan uap mikrohidro

sebagai sumber panas. Walaupun saat ini hal tersebut masih pdalam tahap

pengkajian dan pengembangan, namun tidak menutup kemungkinan dapat

terealisasi sebagai bagian dari paket wisata di Desa Batanguru. Jenis wisata ini

ditujukan untuk umum dengan jumlah wisatawan yang dibatasi sesuai dengan

kapasitas kolam dan peruntukan ekowisata. Selain itu, terdapat areal khusus yang

sudah dipersiapkan warga untuk kegiatan hiburan lainnya, seperti kolam

pemancingan, penginapan model rumah adat Mamasa (banua longkarrin) dengan

menggunakan material bangunan dari kayu, kios-kios penjual kerajinan (souvenir)

dan komoditi khas setempat seperti sarung tenun (sambu’), tas tradisional

(sepu’/sampa), serta biji kopi dan kopi bubuk. Perencanaan lokasi wisata hiburan

Page 77: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

77

dan rekreasi di Desa Batanguru terletak di sebelah selatan Bengkel Hidro

Batanguru. Area yang dipersiapkan untuk jenis wisata ini memiliki luas 1 Ha dan

terletak sejauh 250 m dari lokasi PLTMH.

Page 78: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

78

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai potensi

ekowisata untuk mendukung mikrohidro di Desa Batanguru, Kabupaten Mamasa

adalah:

1. Desa Batanguru sangat potensial untuk dilakukan kegiatan ekowisata, sebab

memiliki potensi sumberdaya alam, budaya dan pemanfaatan energi

terbarukan (mikrohidro). Potensi ekowisata dapat mendukung mikrohidro

yang sudah ada karena di dalam pelaksanaan ekowisata terdapat beberapa

unsur, antara lain unsur konservasi untuk pelestarian keanekaragaman

hayati, ekosistem dan budaya. Unsur edukasi untuk mendidik masyarakat

setempat maupun calon wisatawan dalam pengelolaan lingkungan, salah

satunya melalui pemanfaatan energi terbarukan dan unsur pemberdayaan

masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat setempat.

2. Berdasarkan potensi-potensi yang ada, terdapat beberapa paket wisata yang

dapat dilakukan, seperti wisata alam dan lingkungan, meliputi kegiatan

trekking dan birdwatching. Wisata mikrohidro, meliputi laboratorium alam

mikrohidro. Wisata adat dan budaya, meliputi upacara adat, kerajinan

tradisional, serta pemakaman tradisional. Wisata kebun, meliputi kegiatan

menyusuri lahan pertanian dan perkebunan. Wisata hiburan, meliputi

pemandian air panas dengan tenaga mikrohidro, serta fasilitas lainnya.

Page 79: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

79

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai potensi ekowisata untuk

mendukung mikrohidro di Desa Batanguru, maka dapat disarankan untuk:

1. Penyiapan kualitas sumberdaya manusia, dalam hal ini masyarakat

setempat beserta kelambagaan yang akan dibentuk untuk mengelola

potensi obyek wisata secara profesional.

2. Mikrohidro dan ekowisata sangat bergantung terhadap kondisi alam dan

lingkungan sekitar, sehingga disarankan masyarakat dapat terus menjaga

dan mengelola alamnya melalui pemanfaatan mikrohidro yang

berkelanjutan.

Page 80: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

80

DAFTAR PUSTAKA

Amsir, A. A. 2010. Renewable Energy, Peran dan Potensinya terhadap

Pengurangan Emisi. Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pusat

Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sulawesi, Maluku dan Papua.

Makassar.

Andrian, A. G. 2012. Keanekaragaman Jenis Mamalia, Burung dan Herpetofauna

di Arboretum Bambu Kampus IPB Darmaga. Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian

Bogor (IPB). Bogor.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 2001. Pengembangan Ekowisata

Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman

Hayati, Jakarta (online).www.ekowisata.info/pengembangan_ekowisata.html.

Diakses pada tanggal 26 April 2012.

Black, R. 1999. Ecotour Guides: Performing a Vital Role in the Ecotourism

Experience. World Ecotourism Conference. Sabah.

Chadidjah, S. dan Wiyoto. 2011. Konsep Teknologi Renewable Energy, Upaya

Mengatasi Kelangkaan Sumber Energi dan Menciptakan Energi Baru Masa

Depan. Genta Pustaka. Jakarta.

Denman, R. 2001. Guidelines for Community-Based Ecotourism Develompment.

World Wildlife Fund (WWF) International. United Kingdom.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF . 2009. Prinsip dan Kriteria

Ekowisata Berbasis Mayarakat. Direktorat Jenderal Pengembangan

Destinasi Pariwisata. Jakarta.

Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Mamasa. 2011. Statistik Kehutanan

Kabupaten Mamasa. Dinas Kehutanan Pemerintah Kabupaten Mamasa.

Mamasa.

Fandeli, C. 2000. Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata. Pustaka Pelajar

Offset.Yogyakarta.

IBEKA. 2008. Manual Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro.

Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) – Japan

International Cooperation Agency (JICA). Jakarta.

Kiss, A. 2004. Is Community-Based Ecotourism a Good Use of Biodiversity

Conservation Funds? Elsevier. Washington.

Page 81: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

81

Mahdayani, W. 2009. Ekowisata: Panduan Dasar Pelaksanaan. Environmental

Sciences Unit of United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization (UNESCO). Jakarta.

PPLH Sumapapua. 2010. Energi Terbarukan untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Pusat Pengelolaan Lingkungan

Hidup Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Makassar.

Setiawan, A., HS Alikodra, A. Gunawan dan D. Darnaedi. 2006.

Keanekaragaman Jenis Pohon dan Burung di Beberapa Areal Hutan Kota

Bandar Lampung. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, Vol. XII No 1. Institut

Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

The International Ecotourism Society-TIES. 1991. What is Ecotourism? (online)

http://www.ecotourism.org. Di akses pada tanggal 30 Maret 2012.

Trace, S. 2011. Micro-Hydro Power. Practical Action, The Schumacher Centre

for Technology and Development, United Kingdom.

Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Page 82: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

82

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner untuk Masyarakat Desa Batanguru

KUESIONER UNTUK MASYARAKAT DESA BATANGURU

A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : ..................................................................

2. Jenis Kelamin :

( ) Laki-Laki

( ) Perempuan

3. Umur : .................................................................. thn

4. Pendidikan Terakhir :

( ) Sekolah Dasar (SD)

( ) Sekolah Menengah Pertama (SMP)

( ) Sekolah Menengah Atas (SMA)

( ) Dan Lain-Lain, sebutkan ………………………

5. Pekerjaan :

( ) Pegawai Negeri Sipil (PNS)

( ) Pegawai Swasta

( ) Petani

( ) Dan Lain-Lain, sebutkan ....................................

B. TOPIK PERTANYAAN 1. Apakah Anda mengetahui tentang mikrohidro?

( ) Ya ( ) Tidak

Penjelasan: ..............................................................................................................

..................................................................................................................................

2. Apa sajakah manfaat yang Anda rasakan dari adanya mikrohidro?

Jawaban: .................................................................................................................

............................................................................................................................

3. Apakah Anda mengetahui tentang pariwisata/ekowisata?

( ) Tahu ( ) Tidak Tahu

Penjelasan:

....................................................................................................................................

...................................................................................................................................

4. Apakah pernah ada kerjasama dengan pihak lain dalam hal pengembangan

desa?

( ) Ya ( ) Tidak

Apa saja bentuk kerjasamanya?

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Page 83: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

83

5. Apakah pernah ada pendatang (lokal maupun asing) yang melakukan

kunjungan dengan tujuan khusus ke Desa Batanguru?

( ) Ya ( ) Tidak

Apakah jenis kegiatan yang dilakukan?

.............................................................................................................................

.............................................................................................................................

6. Apakah Anda setuju bila ada kegiatan pariwisata (ekowisata) di desa Anda?

( ) Setuju ( ) Tidak Setuju

7. Jenis wisata (kegiatan) apa yang Anda harapkan ada di desa Anda?

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

8. Apakah Anda berminat untuk ikut mengelola kegiatan ekowisata di desa Anda?

( ) Ya ( ) Tidak

9. Sarana dan prasarana apa saja yang kira-kira dibutuhkan masyarakat untuk

menunjang pengembangan kegiatan ekowisata di desa Anda?

......................................................................................................................

........................................................................................................................

10. Apa yang Anda harapkan dari adanya rencana pengembangan kegiatan

ekowisata di desa Anda?

....................................................................................................................................

......................................................................................................................

Page 84: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

84

Lampiran 2. Kuesioner untuk Calon Wisatawan Potensial

KUESIONER UNTUK CALON WISATAWAN

A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : ..................................................................

2. Jenis Kelamin :

( ) Laki-Laki

( ) Perempuan

3. Umur : .................................................................. thn

4. Domisili : ..................................................................

5. Pendidikan Terakhir :

( ) Sekolah Menengah Atas (SMA)

( ) Strata 1 (S1)

( ) Dan Lain-Lain (Sebutkan) .................................

6. Pekerjaan :

( ) Pegawai Negeri Sipil (PNS)

( ) Pegawai Swasta/BUMN

( ) Pelajar/Mahasiswa

( ) Dan Lain-Lain (Sebutkan) ..................................

B. MOTIVASI BERWISATA 1. Apakah Anda mengetahui tentang mikrohidro (PLTMH)?

( ) Tahu ( ) Tidak Tahu

Jelaskan:

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………............………………

2. Apakah Anda mengetahui tentang ekowisata?

( ) Tahu ( ) Tidak Tahu

Jelaskan:

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………............………………

3. Dari manakah Anda biasa mengetahui tentang lokasi wisata?

( ) Website/Blog ( ) Brosur/Pamflet ( ) Biro Perjalanan

( ) Pusat Informasi ( ) Lainnya, sebutkan .......... ( ) Iklan di Media

4. Apakah tujuan utama Anda berwisata?

( ) Rekreasi/Liburan ( ) Berwisata Alam dan Budaya ( ) Penelitian

( ) Belajar di Alam ( ) Travelling/Backpacking

( ) Lainnya, sebutkan .................

5. Dengan siapakah Anda biasa melakukan aktivitas wisata?

( ) Sendiri ( ) Rombongan ( ) Keluarga

Page 85: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

85

6. Apakah Anda biasa menginap di lokasi wisata?

( ) Ya ( ) Tidak

7. Alat transportasi apa yang biasa Anda gunakan untuk berwisata?

( ) Sepeda Motor ( ) Mobil Pribadi ( ) Bus

( ) Angkutan Umum ( ) Lainnya, sebutkan .........................

8. Kapan Anda biasa melakukan kunjungan wisata?

( ) Libur ( ) Tidak Menentu

9. Jenis wisata apa yang paling Anda minati sehingga membuat Anda ingin

mengunjungi tempat tersebut?

( ) Atraksi Budaya ( ) Atraksi Alam/adventure

( ) Edukasi ( ) Hiburan/rekreasi keluarga

( ) Lainnya, sebutkan .........................

10. Fasilitas apa saja yang Anda harapkan ada di lokasi wisata?

( ) Toilet Umum ( ) Papan Informasi/Peta

( ) Kios souvenir ( ) Penginapan

( ) Warung Makan/Kedai Minum ( ) Lainnya, sebutkan ................

11. Untuk aktivitas wisata alam/adventure, kegiatan apa yang paling Anda minati?

( ) Bird Watching ( ) Trekking

( ) Lainnya, sebutkan……………………………………

12. Untuk aktivitas wisata pendidikan terkait dengan mikrohidro, kegiatan apa

yang paling Anda minati?

( ) Melihat Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

( ) Berkunjung ke bengkel pembuatan turbin mikrohidro

( ) Lainnya, Sebutkan ………………………………………………………….

13. Untuk aktivitas wisata budaya, kegiatan apa yang paling Anda minati?

( ) Melihat kerajinan tradisional (tenun dan tas anyam)

( ) Melihat kegiatan masyarakat setempat (bertani)

( ) Melihat upacara tradisional (pernikahan dan kematian)

( ) Melihat tarian tradisional

( ) Berkeliling desa melihat arsitektur tradisional (rumah dan makam)

( ) Lainnya, Sebutkan ………………………………………………………

14. Untuk kegiatan wisata keluarga/rekreasi, kegiatan apa yang paling Anda

minati?

( ) Pemandian ( ) Olahraga

( ) Agrowisata ( ) Memancing

( ) Lainnya, sebutkan………………………………

Page 86: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

86

Lampiran 3. Paket-Paket Ekowisata

No. Jenis Wisata Jenis

Kegiatan

Lokasi Sasaran

1.

Wisata Alam

dan

Lingkungan

- Trekking

- Bird

Watching

Jalan Desa

Sebelah Barat dan

Timur

- Pelajar/Mahasiswa

- Peneliti

- Pecinta Alam

- Adventurer

2.

Wisata

Mikrohidro

(Hidrowisata)

- Laboratoriu

m Alam

Mikrohidro

Bengkel Turbin

Hidro Batanguru

dan Rumah

Turbin PLTMH

- Pelajar/Mahasiswa

- Peneliti

- Wisatawan Umum

- LSM/Organisasi

Keilmuan Lainnya

3. Wisata Adat

dan Budaya

- Upacara

Adat

- Kerajinan

Tradisional

- Pemakaman

Tradisional

Sentra Kerajinan

Rumah Tangga

dan Kompleks

Pekuburan

Tradisional

- Pelajar/Mahasiswa

- Peneliti

- Budayawan

- Seniman

- Wisatawan

Umum

4.

Wisata

Kebun

(Agrowisata)

- Menyusuri

Lahan

Pertanian

dan

Perkebunan

sambil

Menikmati

Hasil Kebun

Setempat

Perkebunan dan

Persawahan

- Keluarga

-Wisatawan

Umum

5.

Wisata

Hiburan dan

Rekreasi

- Pemandian

Air Panas

dari Tenaga

Mikrohidro

Di Depan

Bengkel Hidro

Batanguru, Arah

Jalan Desa

Sebelah Timur

- Keluarga

- Pelajar

- Wisatawan

Umum

Page 87: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

87

Lampiran 4. Foto Kegiatan dan Potensi Ekowisata

1. Jenis Burung Endemik pada Jalur Pengamatan di Desa Batanguru

2. Pemandangan yang Dapat Dijumpai pada Jalur dan Titik Pengamatan

Page 88: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

88

3. Bengkel Hidro Desa Batanguru

4. Rumah Turbin Berisi Perangkat PLTMH

4. Sarung Tenun (Sambu’), Alat Tenun dan Tas Tradisional (Sepu’/Sampa)

Page 89: FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN …

89

4. Kuburan Tradisional di Desa Batanguru

5. Areal Persawahan dan Perkebunan di Desa Batanguru