Dzikir Dan Urgensinya
-
Upload
ukhti-nur-latifah -
Category
Documents
-
view
26 -
download
0
description
Transcript of Dzikir Dan Urgensinya
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah yang telah memberikan
rahmat dan pertolongan-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Tasawuf ini dengan tema Dzikir dan Urgensinya.
Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Tasawuf dengan dosen pengampu mata kuliah Dr.
Aceng Kosasih, M.Ag.
Penulis mengakui selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan makalah ini.
Penulis juga sadar bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu penulis harapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan di waktu yang akan datang.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan
pembacanya. Amin.
Bandung, September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah............................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................3
A. Pengertian Dzikir..........................................................................................3
B. Landasan Hukum Dzikir...............................................................................4
C. Urgensi Dzikir...............................................................................................5
D. Macam-macam Dzikir...................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................9
A. Dzikir dalam Konteks Tasawuf.....................................................................9
B. Hubungan antara Dzikir dan Wirid serta Perbedaan antara Keduanya.......10
C. Hubungan antara Dzikir dan Doa serta Doa dengan Munajat....................11
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk yang diciptakan oleh Allah. Ia
diciptakan dari tanah dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian ditiupkan
padanya ruh, lalu jadilah ia seorang hamba Tuhan yang menjalani kehidupan di
dunia untuk kembali kepada-Nya di akhirat.
Sebagai seorang hamba, sudah selakyaknya manusia tunduk dan patuh
terhadap apa-apa yang diperintahkan oleh tuhannya. Diantara salah satu perintah-
Nya antara lain mengingat-Nya sebanyak-banyaknya. Hal tersebut dijelaskan
dalam beberapa ayat dalam al-quran. Diantaranya saja Q. S. Al-ahzab: 41:
ا �ير� �ث ك ا ر� ذ�ك �ه� الل وا �ر� اذك �وا آم�ن �ذ�ين� ال �ه�ا ي� أ �ا ي
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”
Berdasarkan ayat di atas, maka manusia harus senantiasa berdzikir
(mengingat) Allah kapan pun, dimana pun dan pada keadaan bagaimana pun.
Namun, sebelum melaksanakan dzikir tersebut, manusia harus mengetahui dan
memahami berbagai hal yang berkaitan dengan dzikir. Hal tersebut dilakukan
guna mencegah manusia melakukan kesalahan dalam berdzikir dan membimbing
manusia supaya dapat melakukan dzikir yang baik dan benar seperti yang
dimaksudkan oleh tuhan.
Selain dalam rangka mengingat Allah, dzikir juga berkaitan dengan salah
satu bidang keilmuan agama islam, yaitu tasawuf. Ilmu tasawuf yaitu ilmu yang
membahas bagaimana mensucikan hati supaya bisa barmarifat kepada Allah.
Dalam kaitannya dengan status kehambaan manusia terhadap Allah, ilmu ini
sangat diperlukan. Akan tetapi, karena kaitannya sangat erat dengan dzikir, maka
untuk melaksankan ilmu ini kita juga harus memhami dzikir dalam konteks
tasawuf. Hal tersebut karena pengetahuan itu dibutuhkan untuk melandasi
perbuatan manusia dalam bertasawuf. Selain itu, pengetahuan mengenai
keterkaitan antara dzikir dan tasawuf juga diperlukan untuk mengetahui bentuk
1
atau cara bertasawuf yang sebenarnya. Karena tidak dipungkiri, dalam ilmu
tasawuf pun ada beberapa yang dikatakan menyimpang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dzikir dalam konteks tasawuf?
2. Bagaimana hubungan antara dzikir dan wirid, dan apa perbedaannya?
3. Bagiamana hubungan antara dzikir dan doa, lalu apa kaitannya dengan
munajat?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui dan memahami konsep dzikir dalam konteks tasawuf.
2. Mengetahui dan memahami hubungan antara dzikir dan wirid serta mengetahui
perbedaan diantara keduanya.
3. Mengetahui dan memahami hubungan antara dzikir dan doa serta mengetahui
dan memahami kaitan antara doa dengan munajat.
2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Dzikir
Secara bahasa dzikir diartikan dalam berbagai makna, diantaranya:
menyebut, mengambil pelajaran, peringatan dan menceritakan. Selain makna-
makna tersebut, Amiruddin & Ilham (2008, hal. 2-13) menyatakan bahwa dzikir
juga merujuk pada makna-makna lain, yakni: al-quran, shalat, jumat dan
mengingat-Nya. Rujukan makna tersebut, dikatakan oleh mereka karena kata
dzikir dn kata-kata tersebut mempunyai korelasi dari segi makna dan fungsi yang
terdapat dalam al-quran.
Sejalan dengan pendapat di atas, al-Mahfani (2006, hal. 30), juga
menyatakan selain berarti mengingat atau menyebut yang merupakan terjemah
dari kata asalnya yaitu - ا- ر� ذ�ك �ر� �ذك ي �ر -kata dzikir juga digambarkan dalam al , ذ�ك
quran mempunyai makna yang lain seperti: al-quran, peringatan, keagungan,
wahyu dan pengajaran.
Adapun dzikir secara istilah Amiruddin & Ilham (2008, hal. 14) menyatakan
bahwa dzikir yaitu suatu cara untuk mengingat allah dalam upaya taqarrub
kepada-Nya. Cara yang dimaksud dapat berupa perbuatan, lisan, atau cukup
dengan melintaskannya dalam hati.
Sementara itu, menurut al-Mahfani (2006, hal. 32) secara istilah dzikir dapat
dikatakan sebagai segala proses komunikasi seorang hamba dengan sang khaliq
untuk senantiasa ingat dan tunduk kepada-Nya dengan mengumandangkan takbir,
tahmid, tasbih, meanatkan doa, membaca quran dan lain-lain yang dapat
dilakukan kapan saja dan dimana saja, baik sendiri atau berjamaah, dengan aturan-
aturan yang ditentukan.
Ahli lainnya, Siroj (2006, hal. 85- 86) menyatakan bahwa dzikir adalah
upaya mengingat Allah yang dapat dilakukan secara diam-diam ataupun bersuara.
Ia merupakan bentuk komitmen dan kontinuitas untuk meninggalkan kondisi lupa
kepada Allah dan memasuki wilayah musyahadah (persaksian) dan untuk
3
mendatangkan rasa takut bersamaan dengan rasa kecintaan yang mendalam. Yang
juga dapat dimaknai berlidung kepada Allah.
Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa dzikir adalah suatu
bentuk komunikasi antara manusia dengan penciptanya untuk senantiasa ingat
dan tunduk kepada-Nya dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah baik dengan
perbuatan, lisan atau pun hati; baik dilakukan sendiri maupun berjamaah; baik
dimanapun atau kapanpun dengan aturan-aturan tertentu.
B. Landasan Hukum Dzikir
Kata dzikir banyak terdapat dalam al-quran. Termasuk juga ayat-ayat yang
memerintah untuk berdzikir . dinataranya:
1. Q. S. Al- Baqarah: 152:
ون� ف�ر� �ك ت و�ال ل�ي وا �ر� ك و�اش �م ك �ر ذك� أ �ي ون �ر� ف�اذك
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku.” (Al- Baqarah: 152).
2. Q. S. An-Nisa: 103:
ق�يم�وا � ف�أ �م ت �ن ن
اطم�أ �ذ�ا ف�إ �م �ك �وب ن ج� و�ع�ل�ى و�ق�ع�ود�ا �ام�ا ق�ي �ه� الل وا �ر� ف�اذك الص�الة� �م� ت ق�ض�ي �ذ�ا ف�إ
�ا م�وق�وت �ا �اب �ت ك �ين� م�ؤم�ن ال ع�ل�ى �ت �ان ك الص�الة� �ن� إ الص�الة�
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di
waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila
kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.” (Q. S. An-Nisa: 103).
3. Q. S. al-Ahzab: 41
ا ( �ير� �ث ك ا ر� ذ�ك �ه� الل وا �ر� اذك �وا آم�ن �ذ�ين� ال �ه�ا ي� أ �ا )٤١ي
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (Q. S. al-Ahzab: 41).
4
4. Sabda Nabi Saw. yang artinya:
“Barang siapa tidak banyak menyebut Allah, maka sesungguhnya dia lepas dari
iman.” (H. R. Thabrani).
C. Urgensi Dzikir
1. Mendapat ketenangan hati
Allah S.W.T berfirman:
ه� �ي �ل إ �هد�ي و�ي اء� �ش� ي م�ن �ض�ل� ي �ه� الل �ن� إ ق�ل @ه� ب ر� م�ن Bة� آي ه� �ي ع�ل ز�ل� ن� أ �وال ل وا �ف�ر� ك �ذ�ين� ال �ق�ول� و�ي
�اب� �ن أ م�ن
Artinya: “Orang-orang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya
(Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?" Katakanlah:
"Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan
menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya" (Ar- Raad: 27)
Dzikir mampu menembus ruang qalbu yang paling dalam, yakni segala
hijab dan tabir kebenaran. Hati pun akan selalu hadir dan siap untuk segala hal
yang menimpa dengan segala kerelaan dan keridhaan, karena yakin Dia akan
selalu menemani. Jadi, jika dzikir semakin sering terucap, maka hati senantiasa
menguatkan iman dan keistiqamahan (Amiruddin & Ilham, 2008, hal. 90)
2. Selalu diingat oleh- Nya
Islam mengharuskan adanya kedekatan antara sesama muslim
(hablumminannas) berupa kedekatan yang berlandaskan pada kasih sayang dan
ketulusan. Jika sudah menjalankan kedekatan ini, niscaya Allah akan menjamin
keabadian dan melahirkan kemanfaatan bersama sesama muslim. Sehingga,
kedekatan manusia dengan Allah pun akan mudah terwujud, yakni kedekatan
yang dibangun atas dasar dzikir (ingat) kepada Allah.
Pada hakikatnya, Allah akan seantiasa menumpahkan segala rahmat kepada
hamba- Nya yang senantiasa berdzikir (membangun kedekatan) kepada- Nya
tanpa batas (Amiruddin & Ilham, 2008, hal. 22- 23).
3. Dapat melepaskan pengikut setan saat bangun tidur
5
Rasulullah S.A.W bersabda:
“Setan mengikat kepala seseorang tatkala tidur dengan tiga ikatan yang dibuat
sepanjang malam. Maka tidurlah, dan jika bangun maka ingat (dzikir) kepada
Allah, lepaskan satu ikatan, kemudian jika dia berwudhu, ikatan keduapun akan
terlepas, kemudian jika dilanjutkan dengan shalat, lepaslah ikatan ketiga. Maka
jadilah diwaktu pagi dalam keadaan cerdas, bersih jiwanya dan jika tidak
melakukannya, dia bangun diwaktu pagi dalam keadaan kotor jiwanya dan
malas.” (HR. Bukhari).
Untuk mewaspadai bujukan setan tersebut, kekuatan dzikir menjadi kunci
utama, karena selain dapat melepaskan ikatan dari bujuk rayu setan, juga dapat
lepas dari segala gerak langkah setan. (Amiruddin & Ilham, 2008, hal. 26- 28).
4. Menjadikan hidup ini lebih hidup
Rasulullah S.A.W bersabda:
“perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya dengan yang tidak (mengingat
tuhannya), bagaikan yang hidup dengan yang mati.” (HR. Bukhari).
Bagi seorang muslim, memaknai hidup haruslah seiring dan sejalan dengan
napas Al- Qur;an dan As- Sunnah. Al- Qur’an secara jelas menggariskan makna
hidup bagi setiap manusia. Dan salah satu upaya pemaknaan hidup adalah dengan
dzikir. Melalui dzikir, hidup terasa lebih bermakna, jiwa tidak akan terasa hampa,
tujuan hidup terpampang luas dan langkah hidup begitu pasti. Karena, dengan
dzikir, akan semakin mengenal dan dekat dengan Allah, namun dengan syarat,
hendaknya dilakukan dengan khusyuk, mendalami dan menjiwai (Amiruddin &
Ilham, 2008, hal. 29- 31).
5. Menjauh dari api neraka
Rasulullah S.A.W bersabda:
“Allah S.W.T telah berfirman, ‘Keluarlah kalian dari neraka karena mengingatku
di hari- harinya atau takut pada- Ku ada disuatu tempat (terlibat maksiat).’ (HR.
Tirmidzi) (Amiruddin & Ilham, 2008, hal. 33)
6
D. Macam-macam Dzikir
Berdasarkan praktiknya, dzikir dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Dzikir bil ‘Amal, yaitu segala perbuatan yang tujuannya untuk mengingat
Allah S.W.T. Contohnya: tidak pernah mencontek, karena dirinya tahu bahwa
Allah selalu mengawasi setiap saat dan keempatan.
2. Dzikir Aqliyah, yaitu dzikir orang- orang berilmu (ulil albab) dengan cara
bertafakur dan tadabur. Dzikir ini sangat diperlukan bagi mereka yang berilmu,
agar mereka terhindar dari sikap sombong terhadap ilmunya tersebut.
3. Dzikir bil lisan, yaitu setiap ucapan yang dilafalkan dengan tujuan untuk
mengingat Allah. Contohnya: ucapan istighfar, takbir, tahmid dan tahlil etelah
selesai shalat fardhu. Dzikir ini dibagi lagi menjadi 2 bagian lagi, yakni:
a. Dzikir Ma’tsur: yaitu dzikir yang bersumber dari Al-Qur’an dan As- Sunnah.
Terdapat banyak dzikir dan do’a yang tertera didalam Al- Qur’an dan telah
diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. lewat hadits- hadits nya.
b. Ghair Ma’ tsur: yaitu dzikir yang tidak berdasarkan pada Al- Qur;an dan As-
Sunnah, semata- mata hanyalah ijtihad para ulama, seperti Hijib Nawawi
(dzikir yang disusun oleh Syaikh Nawawi Al- Bantani), Ratib Al- Haddad
(dzikir yang disusun oleh Al- Habib AlawiAl- Hadad) dan Ratib Al- Aththas
(dzikir yang disusun oleh Al- Habib Ali bin Husain Al- Aththas).
4. Dzikir bil Qalbi, yaitu hati yang selalu mengingat Allah ketika muncul lintasan
untuk berbuat maksiat. Contohnya: berniat mengambil barang orang lain,
namun tidak jadi, karena takut terhadap azab Allah S.W.T.
Dzikir bil ‘Amal dan dzikir bil Qalbi disebut sebagai dzikir ‘Aam (umum)
karena menyangkut segala amal perbuatan yang dilakukan oleh seluruh anggota
badan, termasuk hati. Sedangkan dzikir bil lisan disebut sebagai dzikir Khaash
(khusus) karena hanya berkaitan dengan kalimat- kalimat dzikir yang diucapkan
(Amiruddin & Ilham, 2008, hal. 16- 18).
7
Akan tetapi, berbeda dengan yang dituturkan Siroj (2006, hal. 86), ia
menyatakan bahwa dzikir diklasifikasikan menjadi: zikir bil lisan (yang dituturkan
dan bersuara), zikir al-nafs (tanpa suara dan terdiri dari gerak dan rasa di dalam
hati) zikir al-qalb ( perenungan hati), zikir al-ruh (tembus cahaya dan sifat-sifat
ilahiyah), zikir al-sirr (penyingkapan rahasia ilahi), zikir khafi (penglihatan
realitas kebenaran yang mutlak).
Selain digolongkan berdasarkan prakteknya, macam-macam dzikir juga
digolongkan berdasarkan lafadz yang dilafalkan oleh para dzakir. Diantara
macam-macam lafadnya yaitu sebagai berikut:
1. Tasbih ( الله (maha suci allah- سبحان
2. Tahlil ( الله اال ,(tiada tuhan selain allah-الاله
3. Taqdis (قدوس-tuhan maha bersih dari segala kekurangan)
4. Takbir ( اكبر (allah maha besar-الله
5. Hauqalah ( بالله اال قوة وال حول tidak ada daya dan upaya kecuali dengan-ال
allah)
6. Hasballah ( الله (Allah cukup bagiku-حسبى
7. al-baqiyat shalihat ( اكبر والله الله اال اله وال الله اال اله وال الله (سبحان
8. Istigfar ( العظيم الله (استغفر
9. Basmallah ( الرحيم الرحمن الله (بسم
10. Shalawat kepada Nabi Saw. ( محمد على صلى .(Tebba, 2004, hal. 113) (اللهم
8
BAB III PEMBAHASAN
A. Dzikir dalam Konteks Tasawuf
Anjuran untuk berdzikir dan berdoa itu berlaku bagi semua orang
islam,akan tetapi tradisi ritual ini lebih berkembang di kalangan sufi. Hanya saja,
pelaksanaannya berbeda antara satu tarekat dengan tarekat yang lain (Tebba,
2004, hal. 116).
Dzikir sebagai segala gerak gerik dan aktivitas yang terobsesi pada
kedekatan atau taqarrub kepada allah, melafadzkan atau melafalkan kata-kata
tertentu yang mengandung unsur ingat kepada allah juga termasuk dzikir. Dzikir
sangat penting karena dalam pandangan kesufian ia merupakan langkah pertama
cinta kepada Allah (Siroj, 2006, hal. 86).
Dalam tasawuf, dzikir memerlukan arahan seorang guru. Hal tersebut
karena zikir yang efektif adalah zikir yang diilhami dengan tepat oleh seorang
guru spiritual yang selalu menuntunnya. Hal ini dapat kita saksikan di lingkungan
tradisi pesantren. Dimana para santri dibimbing oleh gurunya melafalkan dzikir
bil lisan dengan khusyu, penuh konsentrasi, istiqomah, kontinu, serta thumaninah
(ketenangan batin). Dzikir ini bukan hanya sebatas dzikir ritual, akan tetapi
merupakan satu tahapan dalam maqam-maqam kesufian. Dengan demikian pada
tahap tertentu, secara otomatis mewujud dalam rutinitas hati dimana hati dengan
sendirinya tergerak ke alam musyahadah (persaksian dengan ilahi) (Siroj, 2006,
hal. 87).
Dalam tasawuf, dzikir juga merupakan pelatihan hati untuk bermusyahadah
kepada allah. Musyahadah adalah upaya pengabaian manusia terhadap segenap
yang destruktif, sekaligus sebagai obsesi untuk menjadi pribadi yang sempurna.
Musyhadah inilah yang merupakan makna hidup yang telah lama menghilang dari
kehidupan sehingga manusia terperangkap ke dalam berbagai krisis sosial, krisis
struktural, hingga krisis moal. Hilangnya musyahadah dari dalam diri manusia
beriringan dengan orientasi hidup uang serba materialistis. Kehidupan manusia
pun tidak lagi berkualitas karena pengabaiannya atas makna dan nilai. Kerja keras
banyak diukur seberapa besar produk yang dihasilkan dan seberapa lama waktu
9
yang telah dihabiskan. Padahal kerja keras juga mencakup seberapa besar manfaat
produk yang dihasilkan bagi kehidupan dan seberapa lama produk itu memeberi
manfaat bagi derajat kemanusian (Siroj, 2006, hal. 88).
Disinilah peran dzikir, yaitu memacu manusia untuk bertindak berdasarkna
pemanfaatan dan kemaslahatan. Abu mahfudz ma’ruf al-karkhi (w. 200 H.)
seorang sufi besar, mengatakan bahwa hidup yang hakiki adalah kepedulian
terhadap yang hakiki dan berpaling dari kepalsuan. Jika demikian, segala rupa
tindakan lahiriah membutuhkan kejujuran, profesionalime serta berorientasi pada
kemaslahatan manusia. Artinya, kesufian seseorang tidaklah menghalangi
aktivitas sehari-harinya sebagai manusia biasa yang membutuhkan pemenuhan
hidup dan perjuangan membangun cita-cita kemausiaan (Siroj, 2006, hal. 88).
Kenyataan ini bukanlah sesuatu yang ganjil sepanjang manusia mempau
menjaga jarak kesimangan antara ilmu, amal dan kebersihan batin (tashfiyatul
qalb). Sebagaimana ditegaskan oleh al-quran:
�ه�اد� ل �ه� الل �ن� و�إ �ه�م �وب ق�ل �ه� ل �ت� ب �خ ف�ت �ه� ب �وا �ؤم�ن ف�ي @ك� ب ر� م�ن ح�ق� ال �ه� ن� أ م� ع�ل ال �وا وت
� أ �ذ�ين� ال �م� �عل �ي و�ل
) T �ق�يم ت م�س Tاط ص�ر� �ل�ى إ �وا آم�ن �ذ�ين� )٥٤ال
Artinya: “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al
Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi
orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Q. S. al-Hajj: 54)
Walhasil, zikir dapat membimbing seseorang untuk beraktivitas dengan
hatinya. Zikir akan mempersembahkan hati manusia sebagai tempat suci yang di
dalamnya alam semesta menjelma menjadi bukti-bukti kehadiran allah, kapan saja
dan dimana saja (Siroj, 2006, hal. 89).
B. Hubungan antara Dzikir dan Wirid serta Perbedaan antara Keduanya
Dalam konteks ingat kepada Allah, umat islam tidak akan pernah lepas dari
tiga hal: doa, wirid dan dzikir. Doa adalah permintaan atau permohonan sesuatu
kepada allah untuk mendapatkan keaikan di dunia dan di akhirat. Wirid
merupakan bacaan tertentu untuk mendapatkan aliran berkah dari allah.
10
Sementara dzikir adalah segala gerak gerik dan aktivitas yang berobsesi pada
kedekatan atau taqarrub kepada Allah (Siroj, 2006, hal. 86).
Pada dasarnya dzikir dan wirid memang hampir sama, akan tetapi dzikir
lebih bersifat lebih umum. Artinya segala upaya yang dilakukan seorang hamba
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan seperti menyebut nama-nama Tuhan (al-
asma al-husna), membaca Al-Quran dan sebagainya. Bahkan merenung sambil
menghayati keagungan dan kebesaran Allah SWT pun sudah termasuk dzikir.
Akan tetapi wirid, ia memiliki pengaturan tata cara, jumlah, dan waktu
tertentu. Misalnya seorang Syekh, mursyid, atau kiai memberikan wirid-wirid
tertentu kepada muridnya yang biasanya melalui proses penyerahan khusus
(ijazah). Pengamalan Wirid diatur tatacaranya, misalnya berapa kali harus dibaca,
apakakah dibaca di pagi hari atau di sore hari atau dalam keadaan tertentu.
C. Hubungan antara Dzikir dan Doa serta Doa dengan Munajat
Dzikir seperti yang diktakan di atas, yaitu merupakan segala gerak gerik dan
aktivitas yang berobsesi pada kedekatan atau taqarrub kepada Allah.
Sementara doa, al-Mahfani (2006, hal. 27) menjelaskan bahwa doa berasl
dari bahasa arab, yakni da’aa- yad’uu- du’aa-an yang berarti memohon atau
meminta. Selain itu, kata doa juga memiliki beberapa makna lain, yakni
permohonan atau permintaan, menyembah, seruan atau panggilan, ucapan dan
keluh kesah.
Sedangkan menurut istilah syar’i dalam kamus lisanul arab dijelskan bahwa
doa adalah permohonan dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Sementara al-
Mahfani menyatakan bahwa doa adalah suatu media komunikasi antara seorang
hamba dengan khaliq dalam rangka memohon dan meminta hajat hidup di dunia
atau di akhirat, mengeluh dan mengadu atas permasalahan hidup yang dihadapi
atau memohon perlindugan dari sgala marabahaya (2006, hal. 27).
Dengan demikian terlihat jelas bahwa hubungan diantara keduanya yaitu,
doa merupakan bagian dari dzikir karena di dalamnya terdapat unsur mengingat
Allah. Begitu pula dalam berdzikir, tidak jarang di dalamnya merupakan
permohonan-permohonan yang tidak lain adalah sebuah doa.
11
Adapun menggenai munajat, menurut bahasa artinya berbisik atau berbicara
secara rahasia. Secara istilah, munajat adalah melakukan ibadah, baik dalam
bentuk perbuatan, ucapan maupun do’a dengan sepenuh hati, khusyu’ dan
tawadhu’ dengan suara lembut sehingga terasa dekat sekali kepada Allah SWT,
untuk mengharap keridhaan, ampunan, hidayah dan pertolongan-Nya. Bermunajat
dapat dilakukan melalui sholat, do’a, dzikir, yaitu dengan cara memusatkan
fikiran dan mengosongkan hati, sehingga yang ada hanya perasaan selalu dekat
kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya (Hamisuto, 2010).
Jadi, jika disimpulkan, doa merupakan bagian dari munajat. Karena di
dalam munajat bisa terkandung berbagai macam aktivitas ibadah yang dilakukan
secara sungguh-sungguh untuk mendpat ridha tuhan.
12
BAB IV KESIMPULAN
1. Dzikir sebagai segala gerak gerik dan aktivitas yang terobsesi pada kedekatan
atau taqarrub kepada Allah sangat penting karena dalam pandangan kesufian ia
merupakan langkah pertama cinta kepada Allah. Dalam tasawuf, dzikir
memerlukan arahan seorang guru. Hal tersebut karena zikir yang efektif adalah
zikir yang diilhami oleh seorang guru spiritual yang selalu menuntunnya.
Dalam tasawuf, dzikir juga merupakan pelatihan hati untuk bermusyahadah
kepada Allah. Dzikir juga memacu manusia untuk bertindak berdasarkan
pemanfaatan dan kemaslahatan. Artinya, kesufian seseorang tidaklah
menghalangi aktivitas sehari-harinya sebagai manusia, selama ia mampu
menjaga jarak keseimbangan antara ilmu, amal dan kebersihan batin. Walhasil,
zikir dapat membimbing seseorang untuk beraktivitas dengan hatinya. Zikir
akan mempersembahkan hati manusia sebagai tempat suci yang di dalamnya
alam semesta menjelma menjadi bukti-bukti kehadiran Allah, kapan saja dan
dimana saja.
2. Pada dasarnya dzikir dan wirid memang hampir sama, akan tetapi dzikir lebih
bersifat lebih umum, sementara wirid lebih khusus. Karena, ia sudah memiliki
pengaturan tata cara, jumlah, dan waktu tertentu.
3.
a. Doa merupakan bagian dari dzikir karena di dalamnya terdapat unsur
mengingat Allah. Begitu pula dalam berdzikir, tidak jarang di dalamnya
merupakan permohonan-permohonan yang tidak lain adalah sebuah doa.
b. Doa merupakan bagian dari munajat. Karena di dalam munajat bisa terkandung
berbagai macam aktivitas ibadah yang dilakukan secara sungguh-sungguh
untuk mendapat ridha tuhan.
13
DAFTAR PUSTAKA
al-Mahfani, M. K. (2006). Keutamaan Doa dan Dzikir untuk Hidup Bahagia
Sejahtera. Jakarta: Wahyu Media.
Amiruddin, A., & Ilham, M. A. (2008). Dzikir: Orang- orang Sukses. Bandung:
Khazanah Intelektual.
Hamisuto. (2010, Juli). Hamisuro's Journal. Dipetik Oktober 2013, dari
Perjalanan Munajat dalam Mi'raj dan Shalat:
http://hamisuto.blogspot.com/2010/07/perjalanan-munajat-dalam-miraj-
sholat.html
Siroj, S. A. (2006). Tawuf sebagai kritik Sosial. Bandung: Mizan.
Tebba, S. (2004). Sehat Lahir Batin. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
14