Dunia Keperawatan Asma

38
DUNIA KEPERAWATAN Kumpulan informasi seputar keperawatan. Dapatkan berbagai jenis asuhan keperawatan di berbagai bidang keperawatan: Medikal Bedah, Kegawat Daruratan, Maternitas, Anak, Keluarga dan Komunitas serta Jiwa. Kamis, 26 April 2012 Asuhan Keperawatan Asma Bronkial ( Askep ) BAB II TINJAUAN TEORITIS Asma Bronkhial 1. Definisi Asma Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi menyandang asma (Bull & Price, 2007). Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat; dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).

description

asma

Transcript of Dunia Keperawatan Asma

Page 1: Dunia Keperawatan Asma

DUNIA KEPERAWATANKumpulan informasi seputar keperawatan. Dapatkan berbagai jenis asuhan keperawatan di berbagai bidang keperawatan: Medikal Bedah, Kegawat Daruratan, Maternitas, Anak, Keluarga dan Komunitas serta Jiwa.Kamis, 26 April 2012

Asuhan Keperawatan Asma Bronkial ( Askep )BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Asma Bronkhial

1.      Definisi Asma

Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil

yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi

(peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma

sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua

penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi

menyandang asma (Bull & Price, 2007).

Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas.

Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran

napas membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian

saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat; dan otot-otot

saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi

yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba

menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya

sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).

2.      Klasifikasi Asma

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan

bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut

banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:

a)      Asma Ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi

alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-

apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”.

Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap

serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.

Page 2: Dunia Keperawatan Asma

Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini akan

menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang. Dalam

proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya

temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-

jaringan tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).

b)      Asma Intrinsik

Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini

disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu

tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,

terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik,

misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus

golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan

berusia di atas 30 tahun (Hadibroto & Alam, 2006).

Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks,

sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang

diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi ada

pada satu orang.

Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang kronis, pada

saat menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa hadirnya faktor-faktor

kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya naluriah pada saat

seseorang harus berjuang agar bisa bernapas. Selanjutnya rasa cemas dan panik ini

meneruskan lingkaran setan dan memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat, bahwa

bahan-bahan iritan (pengganggu) dari luar seperti asap rokok dan hairspray akan

memperparah kondisi penderita. Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial (termasuk

asma ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya faktor asma intrinsik.

Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-kanak sering

tumbuh menjadi orang dewasa yang cenderung menderita asma yang alergik, sebagai akibat

kelemahan bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam, 2006).

Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala

(Hadibroto & Alam, 2006).

1.      Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan

gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal

(fungsi) paru masih baik.

2.      Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya

sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam

sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.

Page 3: Dunia Keperawatan Asma

3.      Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas,

serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala

asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.

4.      Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma

malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto & Alam,

2006):

1.      Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak,

gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan,

APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.

2.      Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring, batuk

kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.

3.      Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-

putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE kurang

dari 50%.

3.      Etiologi

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma

(Hadibroto & Alam, 2006):

1.    Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan

(bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk

stimulus sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab dan hawa

pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin

merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan asma kadang-kadang

berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk

sari beterbangan). Selain itu polusi udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok yang

terhirup oleh penderita asma dapat juga memicu terjadinya serangan asma. Ditambah lagi

penderita asma yang memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan misalnya sinusitis dapat

mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita asma harus menjaga kestabilitas dari

emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat menjadi pencetus serangan asma, selain

itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Selain itu, jangan berolahraga

secara berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu dapat menyebabkan udara

terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit bernapas. Kadang-kadang olahraga

dapat menyebabkan serangan asma (Bull & Price, 2007).

2.    Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran

pernapasan. Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk

ingestan dimana alergen masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum) terutama

makanan dan obat-obatan. Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang

masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut. Jenis alergen inhalan yang utama adalah tepung

sari (serbuk) bunga, tanaman, pohon, tungau, serpihan dan kotoran binatang, serta jamur.

Page 4: Dunia Keperawatan Asma

Bentuk lainnya yaitu kontak langsung dengan kulit seperti memakai perhiasan, logam dan

jam tangan.

Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyandang asma

dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007), di antaranya memiliki riwayat asma atau alergi

lainnya dalam keluarga (keturunan) karena asma dapat diwariskan-diturunkan dari satu

anggota keluarga ke anggota keluarga berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dapat

mempengaruhi perkembangan asma. Jika salah satu orangtua menyandang asma, peluang

berkembangnya asma pada anak-anaknya sekitar dua kali dibandingkan anak-anak yang

orangtuanya tidak menyandang asma. Merokok ketika hamil dimana asap rokok berhubungan

dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran

berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko

terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. Baik perokok aktif maupun pasif semasa kanak-

kanan. Selain itu pilek atau infeksi virus dan terpapar iritan di tempat kerja juga dapat

mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan yang berakibat pada

terjadinya serangan asma (Ayres, 2003).

Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009), antara lain

aspek genetik, kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang mudah terserang.

4.      Patofisiologi

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan

bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma ekstriksi

dan asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan klasifikasi tersebut akan

dijabarkan masing-masing dari patofisiologinya.

a)      Asma Ekstrinsik

Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang

mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal.

Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita

yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi

terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi

ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain

daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang

terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan

memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus.

Salah satu contoh yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast

juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti

asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.

Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya eosinofil

dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di dalam sputum

tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil

Page 5: Dunia Keperawatan Asma

terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan

perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan

meninggi dalam darah tepi (Herdinsibuae dkk, 2005).

b)      Asma Intrinsik

Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-mula

akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus yang

akan merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi

lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga

langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus,

sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain itu lendir yang sangat lengket akan

disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran napas

yang hampir total, sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan

akhirnya kematian. Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran

pernapasan oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus

influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan,

dengan demikian merokok juga sangat merugikan (Herdinsibuae dkk, 2005).

5.      Sel Inflamasi

Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast,

limfosit, dan eosinofil.

a)      Sel mast

Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat

melepaskan berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru disintesis,

yang bertanggung-jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi. Berbagai mediator

tersebut antara lain adalah histamine (yang disintesis dan disimpan di dalam granul sel dan

dilepas secara cepat ketika sel mast teraktivasi), prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4

(yang baru disintesis setelah ada aktivasi), dan sitokin (yang disintesis dalam waktu yang

lebih lambat dan berperan dalam reaksi fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui

ikatan suatu alergen dengan IgE yang telah melekat pada reseptornya (Fcereceptor) di

permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking antara alergen dengan IgE tersebut memicu

serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian menyebabkan terjadinya degranulasi sel

mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast yang menyebabkan pelepasan berbagai

mediator inflamasi.

Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat berespon

terhadap allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel mast pada cairan

bronkoalveolar pasien asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat dalam patofisiologi asma.

Selain itu, pada pasien asma yang dijumpai penigkatan kadar histamine dan triptase pada

cairan bronkoalveolarnya, yang diduga kuat berasal dari sel mast yang terdegranulasi.

Beberapa obat telah dikembangkan untuk menstabilkan sel mast agar tidak mudah

terdegranulasi. Peran sel mast pada reaksi alergi fase lambat masih belum diketahui secara

Page 6: Dunia Keperawatan Asma

pasti. Namun,sel mast juga mengandung faktor kemotatik yang dapat menarik eosinofil dan

neutrofil ke saluran nafas.

b)      Limfosit

Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara lain dengan

terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial pasien asma. Selain

itu, sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase

lambat. Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih

terbagi lagi menjadi dua subtipe yaitu Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2

memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin

prainflamasi, seperti IL-3, IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini nampaknya

berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13 misalnya, dia

bekerja mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan

menempel  pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi.

c)      Eosinofil

Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap

patofisiologi penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat antara

keparahan asma dengan  keberadaan eosinofil di saluran nafas  yang terinflamasi, sehiingga

inflamasi pada asma atau alergi sering disebut juga inflamasi eosinofilia. Eosinofil

mengandung berbagai protein granul seperti: major inflamasi eosinifilia (MBP), eosinophil

peroxidase(EPO), dan eosinophil cationic probasic protein (ECP), yang dapat menyebabkan

kerusakan epitelium saluran nafas, menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi

mediatorbdari sel mast dan basofil, serta secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos

saluran nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu, beberapa produk eosinofil seperti LCT4,

PAF, dan metabolit oksigen toksik dapat menambah keparahn asma.

6.      Manifestasi Klinis

a)      Tanda

Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan

tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat

sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-

tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode

serangan dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka

prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”.

Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan

dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung mampat,

batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah

tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan

prestasi dalam penggunaan Preak Flow Meter.

b)      Gejala

(1)   Gejala Asma Umum

Page 7: Dunia Keperawatan Asma

Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang

jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut

dapat memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas

berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).

Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat

mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu mengalaminya

sepanjang hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah

mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull & Price, 2007). Selain itu, angka performa

penggunaan Preak Flow Metermenunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya”

(biasanya antara 50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto &

Alam, 2006).

(2)   Gejala Asma Berat

Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan batuk

yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan

berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal

dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung

mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang

rusuk melesak ke dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit,

bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow

Meter dalam wilayah berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).

7.      Komplikasi Asma

Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada

terjadinya komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit

sebagai berikut yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum, emfisema subkutis,

aspergilosis, atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.

8.      Pemeriksaan Diagnostik

a)      Pemeriksaan Laboratorium

(1)   Pemeriksaan Sputum

Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya

reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga

terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk

melibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap

beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).

(2)   Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)

                                      (a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, atau asidosis.

                                      (b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

                                      (c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3dimana menandakan

terdapatnya suatu infeksi.

(3)   Sel Eosinofil

Page 8: Dunia Keperawatan Asma

Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik

asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.

Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan

telah tepat (Muttaqin, 2008).

b)      Pemeriksaan Penunjang

(1)   Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan

gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga

intercostalis, serta diafragma yang menurun.

(2)   Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan

reaksi yang positif pada asma.

(3)   Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama

serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

(4)   Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai

beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

(5)   Peak Flow Meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan

untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani

dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif

(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM

tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM

mengukur terutama saluran napas besar,  PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat

diagnostik,  APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat

melakukan pemeriksaan FEV1.

(6)   X-ray Dada/Thorax

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.

(7)   Pemeriksaan IgE

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada

kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen

yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan

dengan cararadioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan

(pada dermographism).

(8)   Petanda Inflamasi

Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas

penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan

petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan

melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara

Page 9: Dunia Keperawatan Asma

yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan

antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat

berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi,

tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

9.      Web of Caution (WOC) secara Teorits

10.  Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

a)    Penatalaksanaan Medis

(1)   Terapi Obat

Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-

obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum

terlalu lama ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di

kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa

menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru.

Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah

ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang

terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum

memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase

keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan

risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.

Hal ini membuktikan  bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita

adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian,

dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan

pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan

pencegah peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.

Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan

obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:

a)        Obat-obat anti peradangan (preventer)

(1)   Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang

(2)   Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan

produksi lendir

(3)   Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu

asma yang berupa alergen.

(4)   Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang

(5)   Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat

efektivitasnya ayang terukur.

Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide

[Pulmicort®], fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast

[Singulair®] secara bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan

secara teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam

Page 10: Dunia Keperawatan Asma

bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya

montelukast) tersedia dalam tablet.

b)      Obat-obat pelega gejala berjangka panjang

Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran

adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).

(1)   Salmeterol

Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan

mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila

dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai

pelega seketika dalam hal terjadi serangan asma.

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12

jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering.

Obat ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

(2)   Teofilin

Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir

kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama

seperti kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.

(3)     Albuterol Sulfat atau Salbutamol.

Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur,

obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda

(extended-reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan

yang bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat

menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.

Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat

hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di

Indonesia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, danspray. Merek lain adalah

Ascolen.

c)      Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)

Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®,

Oxis®], dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang

menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega

biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.

d)     Obat-obatan kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan

peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan

jam untuk bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang

dirasakan.

Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi

paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti

Page 11: Dunia Keperawatan Asma

bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang

mengalami serangan asma untuk tidur pada malam harinya.

Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti

perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan,

dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid

ini tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan

kadangkala saja.

(1)   Prednison (Prednisone)

Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini

disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.

(2)   Prednisolon (Prednisolone)

Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan

rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15

mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.

(3)   Metilprednisolon (Methylprednisolone)

Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di

rumah sakit dengan cara intravenuous.

(4)   Deksametason (Dexamethasone)

Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih

lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang

sulit minum obat.

(2)   Alat-alat hirup

Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut

juga inhaler ataupuffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-

obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan

dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar suatu jumlah obat yang

konsisten/terukur dengan setiap semprotan.

Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala

tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan

dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang

menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya

adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau

kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-

paru pemakainya.

b)      Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita asma adalah sebagai

berikut, yaitu memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan), pemberian cairan,

fisiotherapy, dan beri O2 bila perlu.

11.  Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Page 12: Dunia Keperawatan Asma

a)      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.

b)      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme).

c)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkuspasme).

d)     Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan/Kriteria

HasilIntervensi Rasional

1 Tidak efektifnya

bersihan jalan

nafas

berhubungan

dengan

gangguan suplai

oksigen

(bronkospasme),

penumpukan

sekret, sekret

kental

Pencapaian bersihan

jalan napas dengan

kriteria hasil sebagai

berikut:

1.      Mempertahankan

jalan napas paten

dengan bunyi napas

bersih atau jelas.

2.      Menunjukan

perilaku untuk

memperbaiki

bersihan jalan nafas

misalnya batuk

efektif dan

mengeluarkan

sekret.

Mandiri

1.      Auskultasi bunyi

nafas, catat

adanya bunyi

nafas, ex: mengi

2.      Kaji/pantau

frekuensi

pernafasan, catat

rasio

inspirasi/ekspirasi

.

3.      Catat adanya

derajat dispnea,

ansietas, distress

pernafasan,

penggunaan obat

bantu.

4.      Tempatkan posisi

yang nyaman

pada pasien,

contoh:

meninggikan

kepala tempat

tidur, duduk pada

sandara tempat

tidur.

5.      Pertahankan

polusi lingkungan

minimum,

contoh: debu,

asap dll.

6.      Tingkatkan

masukan cairan

1.      Beberapa derajat

spasme bronkus

terjadi dengan

obstruksi jalan nafas

dan dapat/tidak

dimanifestasikan

adanya nafas

advertisius.

2.      Tachipnea biasanya

ada pada beberapa

derajat dan dapat

ditemukan pada

penerimaan atau

selama

stress/adanya proses

infeksi akut.

3.      Disfungsi

pernafasan adalah

variable yang

tergantung pada

tahap proses akut

yang menimbulkan

perawatan di rumah

sakit.

4.      Peninggian kepala

tempat tidur

memudahkan fungsi

pernafasan dengan

menggunakan

gravitasi.

5.      Pencetus tipe alergi

pernafasan dapat

mentriger episode

Page 13: Dunia Keperawatan Asma

sampai dengan

3000 ml/ hari

sesuai toleransi

jantung

memberikan air

hangat.

Kolaborasi

7.      Berikan obat

sesuai indikasi

bronkodilator.

akut.

6.      Hidrasi membantu

menurunkan

kekentalan sekret,

penggunaan cairan

hangat dapat

menurunkan

kekentalan sekret,

penggunaan cairan

hangat dapat

menurunkan spasme

bronkus.

7.      Merelaksasikan otot

halus dan

menurunkan spasme

jalan nafas, mengi,

dan produksi

mukosa.

2 Pola nafas tidak

efektif

berhubungan

dengan

gangguan suplai

oksigen

(bronkospasme)

Perbaikan pola nafas

dengan kriteria hasil

sebagai berikut:

1.      Mempertahankan

ventilasi adekuat

dengan menunjukan

RR:16-20 x/menit

dan irama napas

teratur.

2.      Tidak mengalami

sianosis atau tanda

hipoksia lain.

3.      Pasien dapat

melakukan

pernafasan dalam.

Mandiri

1.      Ajarkan pasien

pernapasan

dalam.

2.      Tinggikan kepala

dan bantu

mengubah posisi.

Berikan posisi

semi fowler.

Kolaborasi

3.      Berikan oksigen

tambahan.

1.      Membantu pasien

memperpanjang

waktu ekspirasi

sehingga pasien

akan bernapas lebih

efektif dan efisien.

2.      Duduk tinggi

memungkinkan

ekspansi paru dan

memudahkan

pernapasan.

3.      Memaksimalkan

bernapas dan

menurunkan kerja

napas.

3 Gangguan

pertukaran gas

berhubungan

dengan

Perbaikan

pertukaran gas

dengan kriteria hasil

sebagai berikut:

Mandiri

1.      Kaji/awasi secara

rutin kulit dan

membrane

1.      Sianosis mungkin

perifer atau sentral

keabu-abuan dan

sianosis sentral

Page 14: Dunia Keperawatan Asma

gangguan suplai

oksigen

(bronkuspasme)

1.      Perbaikan ventilasi.

2.      Perbaikan oksigen

jaringan adekuat.

mukosa.

2.      Palpasi fremitus.

3.      Awasi tanda-

tanda vital dan

irama jantung.

Kolaborasi

4.      Berikan oksigen

tambahan sesuai

dengan indikasi

hasil AGDA dan

toleransi pasien.

mengindikasikan

beratnya

hipoksemia.

2.      Penurunan getaran

vibrasi diduga

adanya pengumplan

cairan/udara.

3.      Tachicardi,

disritmia, dan

perubahan tekanan

darah dapat

menunjukan efek

hipoksemia sistemik

pada fungsi jantung.

4.      Dapat memperbaiki

atau mencegah

memburuknya

hipoksia.

4 Risiko tinggi

terhadap infeksi

berhubungan

dengan tidak

adekuat

imunitas

Tidak terjadinya

infeksi dengan

kriteria hasil sebagai

berikut:

1.      Mengidentifikasikan

intervensi untuk

mencegah atau

menurunkan resiko

infeksi.

2.      Perubahan pola

hidup untuk

meningkatkan

lingkungan yang

nyaman.

Mandiri

1.      Awasi suhu.

2.      Diskusikan

adekuat

kebutuhan nutrisi.

Kolaborasi

3.      Dapatkan

specimen sputum

dengan batuk atau

pengisapan untuk

pewarnaan gram,

kultur/sensitifitas.

1.      Demam dapat

terjadi karena

infeksi dan atau

dehidrasi.

2.      Malnutrisi dapat

mempengaruhi

kesehatan umum

dan menurunkan

tahanan terhadap

infeksi.

3.      Untuk

mengidentifikasi

organisme penyabab

dan kerentanan

terhadap berbagai

anti microbial.

BAB III

KASUS

Page 15: Dunia Keperawatan Asma

ASUHAN KEPERAWATAN Nn. G

DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL

DI RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN AHMAD

A.    Uraian Kasus

Nn. G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi

dan semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari hasil pengkajian

klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih, dan klien merasa

sesaknya berkurang setelah dilakukan pengasapan (nebulizer). Klien juga mengatakan

mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD dan klien mengatakan bahwa ada salah satu

anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya. Dari hasil pemeriksaan fisik

didapatkan hasil: rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), taktil fremitus simetris

antara kiri dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing, resonan pada perkusi dinding

dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil observasi didapatkan hasil: tingkat

kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD = 130/70 mmHg, RR = 36x/menit, HR =

76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr

%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit 260.000/mm3, Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan

terapi: IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.  Pada

pemeriksaan penunjang X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.

B.     Pengkajian

1.      Anamnesa

         Identitas Klien

Nama         : Nn. G

Umur         : 23 tahun

         Alasan Masuk (Keluhan Utama)

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan semakin

meningkat ketika beraktivitas, serta batuk berdahak.

         Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD

         Riwayat penyakit Sekarang

Klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih.

          Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma,

yaitu ibunya.

2.      Pemeriksaan Fisik

Page 16: Dunia Keperawatan Asma

a)      Tingkat Kesadaran: Compos mentis

b)      TTV:

(1)   BP : 130/70  mmHg

(2)   RR: 36 x/menit

(3)   HR: 76 x/menit

(4)   T   : 37oC

c)      Hasil pengkajian:

      Inspeksi

Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih kental.

      Palpasi

Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.

      Perkusi

     Resonan dikedua lapang paru.

      Auskultasi

     Suara napas klien terdengar wheezing.

3.      Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

         Pada pemeriksaan penunjang

 X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.

         Pemeriksaan laboratorium

-    Hb = 15,5 gr%

-    Leukosit = 17.000/mm3

-    Trombosit 260.000/mm3

-    Ht = 47vol%.

4.      Terapi Pengobatan Saat Ini

IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.

C.    Analisa Data

No Data EtiologiMasalah

Keperawatan

1 DS:

1.      Klien

mengatakanbatuk

berdahak dengan

dahak berwarna

putih.

2.      Klien merasa

Pencetus serangan

(alergen)

Reaksi antigen & antibodi

Dikeluarkannya substansi

vasoaktif (histamin,

Tidak

efektifnya

bersihan jalan

nafas

Page 17: Dunia Keperawatan Asma

sesak.

DO:

1.      Tanda-tanda

vital:

BP=130/70

mmHg

RR=36 x/menit

HR=76x/menit

T=37oC

2.      Klien tampak

sesak nafas

disertai batuk

berdahak,

berwarna putih

agak kental.

3.      Suara napas

klien terdengar

wheezing.

4.      Terapi yang

diberikan:

oksigen 2L,

IVFD RL 20 tts/i,

Pulmicort,

Ventolin,

Bisolvon.

bradikinin, & anafilaksin)

↑ permeabilitas kapiler

Kontraksi otot polos

Edema mukosa

Hipersekresi

Obstruksi jalan nafas

Tidak efektifnya bersihan

jalan nafas

2 DS:

1.      Klien merasa

sesak

DO:

1.      Tanda-tanda

vital:

BP=130/70

mmHg

RR=36 x/menit

HR=76x/menit

T=37oC

2.      Klien tampak

sesak nafas

Pencetus serangan

(alergen)

Reaksi antigen & antibodi

Dikeluarkannya substansi

vasoaktif (histamin,

bradikinin, & anafilaksin)

Kontraksi otot polos

Bronkospasme

Pola nafas tidak

efektif

Page 18: Dunia Keperawatan Asma

disertai batuk

berdahak,

berwarna putih

agak kental.

3.      Suara napas

klien terdengar

wheezing.

4.      Terapi yang

diberikan:

oksigen 2L,

IVFD RL 20 tts/i,

Pulmicort,

Ventolin,

Bisolvon.

Suplai O2 menurun

Merangsang kemoreseptor

sentral (spons dan medulla

oblongata)

Hiperventilasi

Sesak

Pola nafas tidak efektif

D.    Web of Caution (WOC)

Page 19: Dunia Keperawatan Asma

 

E.     Asuhan Keperawatan

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan/Kriteria

HasilIntervensi Rasional

1. Tidak efektifnya

bersihan jalan

nafas

berhubungan

dengan

gangguan suplai

oksigen

(bronkospasme),

penumpukan

sekret, sekret

kental.

Pencapaian

bersihan jalan

napas dengan

kriteria hasil

sebagai berikut:

1.      Mempertahanka

n jalan napas

paten dengan

bunyi napas

bersih atau jelas.

2.      Menunjukan

perilaku untuk

memperbaiki

bersihan jalan

nafas misalnya

batuk efektif dan

mengeluarkan

sekret.

Mandiri

1.      Auskultasi

bunyi nafas,

catat adanya

bunyi nafas,

ex: mengi

2.      Kaji/pantau

frekuensi

pernafasan,

catat rasio

inspirasi/ekspi

rasi.

1.      Beberapa

derajat spasme

bronkus terjadi

dengan

obstruksi jalan

nafas dan

dapat/tidak

dimanifestasikan

adanya nafas

advertisius.

2.      Tachipnea

biasanya ada

pada beberapa

derajat dan

dapat ditemukan

pada

penerimaan atau

selama

stress/adanya

proses infeksi

akut.

Page 20: Dunia Keperawatan Asma

3.      Catat adanya

derajat

dispnea,

ansietas,

distress

pernafasan,

penggunaan

obat bantu.

4.      Tempatkan

posisi yang

nyaman pada

pasien,

contoh:

meninggikan

kepala tempat

tidur, duduk

pada sandara

tempat tidur.

5.      Pertahankan

polusi

lingkungan

minimum,

contoh: debu,

asap dll.

6.      Tingkatkan

masukan

cairan sampai

dengan 3000

ml/ hari sesuai

toleransi

jantung

memberikan

3.      Disfungsi

pernafasan

adalah variable

yang tergantung

pada tahap

proses akut yang

menimbulkan

perawatan di

rumah sakit.

4.      Peninggian

kepala tempat

tidur

memudahkan

fungsi

pernafasan

dengan

menggunakan

gravitasi.

5.      Pencetus tipe

alergi

pernafasan dapat

mentriger

episode akut.

6.      Hidrasi

membantu

menurunkan

kekentalan

sekret,

penggunaan

cairan hangat

dapat

menurunkan

kekentalan

sekret,

Page 21: Dunia Keperawatan Asma

air hangat.

Kolaborasi

7.      Berikan obat

sesuai indikasi

bronkodilator.

penggunaan

cairan hangat

dapat

menurunkan

spasme bronkus.

7.      Merelaksasikan

otot halus dan

menurunkan

spasme jalan

nafas, mengi,

dan produksi

mukosa.

2 Pola nafas tidak

efektif

berhubungan

dengan suplai

oksigen

berkurang

(bronkospasme)

Perbaikan pola

nafas dengan

kriteria hasil

sebagai berikut:

1.      Mempertahanka

n ventilasi

adekuat dengan

menunjukan

RR=16-20

x/menit dan

irama napas

teratur.

2.      Tidak

mengalami

sianosis atau

tanda hipoksia

lain.

3.      Pasien dapat

melakukan

pernafasan

dalam.

Mandiri

1.      Tinggikan

kepala dan

bantu

mengubah

posisi.

Berikan posisi

semi fowler.

2.      Ajarkan

pasien

pernapasan

dalam.

Kolaborasi

3.      Berikan

oksigen

tambahan.

1.      Duduk tinggi

memungkinkan

ekspansi paru

dan

memudahkan

pernapasan.

2.      Membantu

pasien

memperpanjang

waktu ekspirasi

sehingga pasien

akan bernapas

lebih efektif dan

efisien.

3.      Memaksimalkan

bernapas dan

menurunkan

kerja napas

F.     Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi

Page 22: Dunia Keperawatan Asma

1.      Penatalaksanan Farmakologi

Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental

keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang

bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru. Cara menangani asma

yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil

penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan

diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang

buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan

ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya

karena asma juga lebih tinggi.

Hal ini membuktikan  bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita

adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian,

dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan

pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan

pencegah peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.

Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan

obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:

a)      Obat-obat anti peradangan (preventer)

(1)   Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang

(2)   Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan

produksi lendir

(3)   Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu

asma yang berupa alergen.

(4)   Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang

(5)   Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat

efektivitasnya ayang terukur.

Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide

[Pulmicort®], fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast

[Singulair®] secara bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan

secara teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam

bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya

montelukast) tersedia dalam tablet.

b)      Obat-obat pelega gejala berjangka panjang

Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran

adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).

(1)   Salmeterol

Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan

mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila

dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai

pelega seketika dalam hal terjadi serangan asma.

Page 23: Dunia Keperawatan Asma

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12

jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering.

Obat ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

(2)   Teofilin

Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir

kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama

seperti kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.

(3)   Albuterol Sulfat atau Salbutamol.

Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur,

obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda

(extended-reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan

yang bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat

menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.

Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat

hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di

Indonesia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, danspray. Merek lain adalah

Ascolen.

c)      Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)

Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®,

Oxis®], dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang

menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega

biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.

d)     Obat-obatan kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan

peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan

jam untuk bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang

dirasakan.

Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi

paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti

bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang

mengalami serangan asma untuk tidur pada malam harinya.

Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti

perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan,

dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid

ini tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan

kadangkala saja.

(1)   Prednison (Prednisone)

Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini

disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.

Page 24: Dunia Keperawatan Asma

(2)   Prednisolon (Prednisolone)

Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan

rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15

mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.

(3)   Metilprednisolon (Methylprednisolone)

Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di

rumah sakit dengan cara intravenuous.

(4)   Deksametason (Dexamethasone)

Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih

lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang

sulit minum obat.

e)      Alat-alat hirup

Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut

juga inhaleratau puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-

obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan

dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar suatu jumlah obat yang

konsisten/terukur dengan setiap semprotan.

Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala

tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan

dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang

menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya

adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau

kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-

paru pemakainya.

f)       Peak Flow Meter

Alat ini memegang peranan yang sangat penting dalam usaha dan program pengendalian

asma, terutama untuk mendeteksi gejala akan datangnya serangan asma. Berpegang pada

prinsip bahwa untuk menatalaksana segala sesuatu dengan baik harus ada tolok ukurnya,

maka orangtua anak penderita asma, maupun anak-anak dan orang dewasa penderita asma

sendiri harus menguasai cara mengukur fungsi paru-paru mereka. Tindakan selanjutnya

kemudian adalah mengambil langkah yang sesuai dengan hasil pengukuran tersebut.

Peak Flow Meter adalah alat sederhana yang bisa digunakan di rumah, termasuk oleh

anak-anak berumur lima tahun ke atas. Alat ini mengukur kekuatan embusan napas

pemakainya. Ada tiga hal yang mempengaruhi kekuatan embusan napas seseorang, yaitu

ukuran paru-parunya, besar usahanya dalam mengembus; dan bukaan (lebar atau sempitnya)

saluran pernapasannya. Untuk menggunakannya, si pemakai menarik napas dan mengisi

paru-parunya sepenuh mungkin, kemudian meniup ke dalam Peak Flow Meter secepatnya

dengan sekuat-kuatnya. Seseorang yang saluran pernapasannya menyempit, tidak akan bisa

meniup sekuat bila saluran pernapasannya terbuka sempurna. Pertanda pertama dari

datangnya serangan asma bisanya terlihat dari menurunnya ukuran catatan Peak Flow

Page 25: Dunia Keperawatan Asma

Meter seseorang. Ini bahkan sebelum muncul gejala-gejala yang lain seperti batuk, lendir

yang berlebihan, atau sesak napas.

Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita membandingkan

hasil pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik dari orang tersebut. Untuk

memperoleh patokan terbaik seseorang, lakukan pengukuran denganPeak Flow Meter pada

waktu orang tersebut berada dalam kondisi asmanya terkendali dengan baik, dan catat

hasilnya.

Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran sesaat ada dalam

rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau); antara 60-80% dari kondisi

terbaik ia memasuki zona kuning, yang berarti harus waspada karena terlihat tanda-tanda

akan datangnya serangan asma. Pengukuran di bawah 60% kondisi terbaik memasuki zona

merah, berarti bahaya, dan orang yang bersangkutan harus segera ke dokter untuk

menghindari keharusan dirawat di UGD.

2.      Penatalaksanan Non Farmakologi

Penatalaksanaan secara non farmakologi dapat memanfaatkan tanaman-tanaman herbal

dalam penyembuhan berbagai penyakit pasien. Pengobatan yang menggunakan tanaman

herbal sebagai medianya biasa disebut sebagai pengobatan secara tradisional atau pengobatan

menggunakan ramuan herbal. Berikut ini beberapa ramuan herbal yang dapat dimanfaatkan

dalam penanganan asma, yaitu:

a)      Resep 1

15 g kulit jeruk mandarin kering

(1)     Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2)     Minum selagi hangat.

(3)     Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

b)      Resep 2

5  g adas

5 batang serai

20 jari kayu manis

20 g jahe merah

30 g pegagan segar (15 g keringi)

Gula aren secukupnya

(1)   Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2)   Minum selagi hangat.

(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

c)      Resep 3

3 g bunga melati kering (10 g segar)

6  lembar daun jinten

Page 26: Dunia Keperawatan Asma

(1)   Cuci bersih, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2)   Minum selagi hangat.

(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

d)     Resep 4

200 g lobak putih

3 siung bawang putih

30     kencur

(1)   Cuci bersih semua bahan, lalu jus atau blender dan saring.

(2)   Panaskan airnya dengan api kecil hingga mendidih. Minum hangat-hangat.

(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

e)      Resep 5 (pemakaian luar)

Jahe secukupnya, iris dengan ketebalan 3-5 mm

(1)   Tempelkan jahe dengan menggunakan koyo hangat pada titik dazhui, yaitu ruas tulang paling

menonjol yang terletak antara ruas tulang belakang leher ketujuh dan ruas tulang belakang

dada yang pertama.

(2)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

f)       Resep 6

         6 buah biji cermai merah

         8 butir buah lengkeng

         4 potong akar kara

         8 butir bawang merah

(1)   Ditumbuk semua bahan dan direbus dengan 2 gelas air hingga satu setengah gelas.

(2)   Diminum satu hari 2 kali minum (Widjadja, 2009).

Selain mengunakan ramuan herbal kita juga bisa menggunakan terapi. Salah satu terapi

yang dapat dilakukan adalah terapi pijat (Hartanti, 2003).

G.    Health Education (Pendidikan Kesehatan)

Pendidikan bagi pasien adalah suatu bagian yang penting dalam usaha meningkatkan cara

penanganan asma. Dasar pemikirannya, asma adalah suatu penyakit biasa yang bisa

dikendalikan. Namun, asma juga penyakit yang bersifat Variabel, dalam arti gejala-gejalanya

bisa membaik dan memburuk dari waktu ke waktu. Karena variabilitas ini, sering

penanganannya harus ditinjau ulang dan diubah. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang

efektif antara sang pasien dengan dokternya (Hadibroto & Alam, 2006). Dalam hal ini

sebaiknya sang pasien mempunyai referensi atau pengetahuan tentang:

Page 27: Dunia Keperawatan Asma

1.      Apakah asma itu, beserta faktor-faktor pemicunya, terutama yang menyangkut dirinya

sendiri.

2.      Seluk beluk pengobatan asma, dan kemungkinan akibat sampingan dari masing-masing obat.

3.      Cara menggunakan alat-alat pengobatan asma  secara benar.

4.      Tujuan pengobatan dan penatalaksanaan.

5.      Pengenalan tanda-tanda dan gejala awal datangnya serangan.

6.      Penulisan rencana tindakan (Action Plan).

Page 28: Dunia Keperawatan Asma

Rencana tindakan adalah suatu rencana mengatasi kondisi asma yang memburuk, dan

rencana ini harus dimiliki oleh setiap penderita asma. Rencana tindakan menyesuaikan

dengan tingakat keparahan gejala, sehingga si penderita punya pegangan dalam usaha

mengendalikan asmanya (Hadibroto & Alam, 2006). Lengkapnya rencana ini bisa:

a)   Memberi pengarahan kapan waktunya untuk mengubah, meningkatkan atau mengurangi, dan

menambah obat-obatan yang digunakan.

b)   Memberitahukan apa yang harus dilakukan, juka kondisi sang pasien tidak membaik.

c)   Memberikan kesempaatan bagi penderita asma untuk segera dan lebih awal memulai

penanganan, menghadapi gejala asma yang memburuk, untuk mencegah serangan yang lebih

gawat.

Memberi arahan akan kapan dan bagaimana usaha mengurangi penggunaan obat-obatan

hingga dosis seminimal mungkin, begitu asma sudah terkendali.

7.      Pengisian Buku Harian asma.

Buku harian asma adalah sarana yang sangat penting untuk mencatat gejala-gejala

asma, obat-obatan yang digunakan, dan catatan prestasi Peak Flow Meter. Jika gejala-gejala

semuanya tercatat, sang pasien akan lebih sadar akan perubahan-perubahan yang

mengindikasikan bahwa asmanya mulai lepas kendali. Dengan demikian ia bisa

menyesuaikan pengobatannya berdasarkan Rencana Tindakan. Buku Harian asma digunakan

bersama dengan Rencana Tindakan, yang disiapkan di bawah pengawasan dan persetujuan

dokter yang merawat.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat

Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka UtamaHartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat. Jakarta:

Pustaka Anggrek

Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media AesculapiusMuttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:

Penerbit Salemba MedikaSyaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara Medis

maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Page 29: Dunia Keperawatan Asma

Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda.

Diposkan oleh Yulius Nuryani di 14.01 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke PinterestLabel: Asuhan Keperawatan, Keperawatan Medikal Bedah (KMB), Penyakit Paru

Tidak ada komentar:

Poskan KomentarPosting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)Cari Blog Ini

Kontributor Yulius Nuryani Yulius Nuryani

Keperawatan

►  2014 (1)

►  2013 (2)

▼  2012 (16)

o ►  Mei (1)

o ▼  April (15)

Asuhan Keperawatan Hipertensi ( Askep Hipertensi )... Asuhan Keperawatan Asma Bronkial ( Askep ) PENGANTAR PROSES MANAJEMEN KEPERAWATAN Laporan Pendahuluan Vertigo Asuhan Keperawatan Osteoporosis ( Askep Osteoporos... Asuhan Keperawatan Gastrointestinal dan Genitourin... Asuhan Keperawatan : Halusinasi ( Askep Jiwa ) Asuhan Keperawatan Molahidatidosa Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik ( Askep GGK... Laporan Pendahuluan : Angina Pektoris LAPORAN PENDAHULUAN : EFUSI PLEURA Asuhan Keperawatan Anak : Demam Rematik Laporan Pendahuluan Penyakit Jantung Rematik ( LP ... Asuhan Keperawatan Kanker Kulit ( Askep Ca Kulit )... KONSEP DIRI LINK TERKAIT

BISNIS ONLINE FollowersTotal Tayangan Halaman

95842Share It

Cari

Page 30: Dunia Keperawatan Asma

Daily Horoscopes

FishTemplate Simple. Gambar template oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.