Dr.amru Hipospadi Fian
-
Upload
m-rama-anshorie -
Category
Documents
-
view
229 -
download
7
description
Transcript of Dr.amru Hipospadi Fian
REFRAT
HIPOSPADIA
Oleh:
Agil Wahyu Wicksono G 99141045
Fernando Feliz C G 99141050
Sofi Ariani G 99131081
Pembimbing:
dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP-RE
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
1
A. PENDAHULUAN
Hipospadia dapat didefinisikan sebagai kelainan di ventral penis
dengan beberapa anomali khas seperti :
(1) Pembukaan ektopik meatus urethra yang letaknya diantara glans dan
pangkal penis.
(2) Curvatura ventral (chordae)
(3) Preputium yang menutup glans dan kelebihan kulit pada bagian
dorsal dan kekurangan kulit pada bagian ventral penis.
Insidensi di negara barat telah meningkat secara signifikan menjadi
sekitar 1: 150.300 kelahiran bayi laki-laki. Secara embriologi malformasi ini
terjadi akibat penggabungan yang tidak lengkap antara lipatan uretra yang
biasanya terjadi antara minggu ke 9 sampai 12 masa gestasi.
Walaupun begitu, faktor resiko terjadinya hipospadia sulit diketahui,
tapi diyakini erat kaitannya dengan kelainan familial. Dua penelitian terakhir
membuktikan bahwa selain faktor familial, didapatkan juga korelasi dengan
prematuritas dan usia ibu yang terlalu tua pada saat mengandung serta ibu
yang mengalami diabetus melitus.
Berdasarkan Konfrensi Konsensus Chicago hipospadia terisolasi berat
bisa diklasifikasikan pada kelainan diferensiasi seksual 46, XY yang mana itu
seharusnya disebabkan oleh kelainan kompleks seperti kekurangan 5α-
reduktase atau defek pada kerja androgen. Klasifikasi yang lain adalah
hipospadi ya ng diklasifikasikan pada “grup C”, yang ditentukan berdasarkan
defek embriologi terisolasi. (1,2,3)
B. ANATOMI(4,5,25)
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli
melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan
cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak
pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Secara anatomis
uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu:
2
1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis, terdiri dari: pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan meatus
uretra eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars prostatika, yaitu bagian
uretra yang dilengkapi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Penis manusia tersusun dari dua bagian utama, yaitu pangkal/akar
(radix) dan tubuh (corpus). Pangkal penis terletak di dalam badan, terdiri dari
gelembung penis (bulbus penis) dan sepasang crus penis di kedua sisinya.
Tubuh penis memiliki dua sisi permukaan: dorsal (bagian yang tampak
dari depan jika penis "istirahat") dan ventral atau uretral (mengarah ke
dalam/testis). Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora
kavernosa yang dibungkus oleh tunika albugenia yang tebal dan fibrous
dengan septum di bagian tengahnya. Uretra melintasi penis di dalam
korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur diantara
3
kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glans penis
yang berbentuk konus.
Fascia spermatika atau tunika dartos, adalah suatu lapisan longgar
penis yang terletak pada fascia tersebut. Di bawah tunika dartos terdapat
facia Bucks yang mengelilingi korpora kavernosa dan kemudian
memisah untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah. Berkas
neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks pada diantara kedua
korpora kavernosa.
Penis manusia secara anatomis terdiri dari gland penis serta korpus
spongiosum dengan bulbus penis dan sepasang korpora kavernosa yang mana
dilingkupi oleh struktur otot rangka dan lanjutan tunika albugenia. Korpus
spongiosum sebagian juga diliputi oleh otot rangka. Penis terlihat seperti
organ yang independen karena struktor otot rangka yang menyokongnya.
Jaringan inilah yang menentukan bentuk penis secara keseluruhan.
Tunika albugenia terdiri dari struktur dua lapis, lapisan terdalam
bersama dengan intrakevernosa pilar ,enyokong sinusoid. Lapisan terluar
terdapat dua arah yaitu arah jam 5 dan jam 7 mengalami kontak terdekat
dengan korpus spongiosum.
4
C. ETIOLOGI(2,4,6,7,8,9)
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa
etiologi dari hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik,
endokrin, dan faktor lingkungan. Sekitar 28% penderita ditemukan
adanya hubungan familial. Pembesaran tuberkel genitalia dan
perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testosteron
selama proses embriogenesis. Faktor lain yang mempengaruhi adalah
produksi hormone dari maternal selama kehamilan terutama pada trimester
pertama. jika testis gagal memproduksi sejumlah testosteron atau jika sel-sel
struktur genital kekurangan reseptor androgen atau tidak terbentuknya
androgen converting enzyme (5 alpha-reductase) maka hal-hal inilah yang
diduga menyebabkan terjadinya hipospadia.
Faktor genetik..
5
12 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat
keluarga yang menderita hipospadia. 50 % berpengaruh terhadap kejadian
hipospadia bila bapaknya menderita hipospadia.
Faktor etnik dan geografis..
Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada kaukasoid lebih
tinggi dari pada orang Afrika, Amerika yaitu 1: 3.
Faktor hormonal
Faktor hormon androgen / estrogen sangat berpengaruh terhadap
kejadian hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi
masa embrional. Sharpe dan Kebaek (1993) mengemukakan hipotesis
tentang pengaruh estrogen terhadap kejadian hipospadia bahwa estrogen
sangat berperan dalam pembentukan genital eksterna dari laki-laki saat
embrional.
Faktor pencemaran limbah industri.
Limbah industri berperan sebagai “Endocrin discrupting chemicals” baik
bersifat eksogenik maupun anti androgenik seperti polychlorobiphenyls,
dioxin, furan, peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan
phtalites.
Faktor maternal
Anak dengan hipospadia sering dikaitkan dengan usia kehamilan kurang dari
37 minggu dan biasanya terjadi pada kehamilan pertama. Resiko hipospadia
meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu ketika hamil. Bayi dengan
ibu yang mengalami diabetes melitus mempunyai resiko yang lebih besar
daripada ibu tanpa riwayat diabetes. Namun diabetes dalam hal ini bukan
diabetes gestasional. Insufisiensi plasenta pada bayi kembar juga diyakini
menjadi faktor terjadinya hipospadia.
Sudah diketahui bahwa setelah tingkat indiferen maka perkembangan
genital eksterna laki-laki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang
dihasilkan testis primitif. Suatu hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan
estrogen atau terdapatnya anti androgen akan mempengaruhi pembentukan
genitalia ekterna laki-laki.
6
Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia,
yaitu :
Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans
untuk tumbuh kedalam massa glans bergabung dengan sel-sel
entoderm sepanjang uretra penis. Hal ini mengakibatkan terjadinya
osteum uretra eksternum terletak di glans atau korona glandis di
permukaan ventral.
Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra
– uretral groove kedalam uretra penis yang mengakibatkan osteum
uretra eksternum terletak di batang penis. Begitu pula kegagalan
bumbung genital bersatu dengan sempurna mengakibatkan osteum
uretra ekternum bermuara di penoskrotal atau perineal. Dari
kegagalan perkembangan penis tersebut akan terjadi 5 macam
letak osteum uretra eksternum yaitu di : 1. Glans, 2. Koronal glandis,
3. Korpus penis, 4. Penos skrotal, 5. Perineal.
D. KLASIFIKASI (3,9,10,11,12)
Terdapat beberapa klasifikasi hipospadia telah diperkenalkan, namun
yang sering digunakan saat ini adalah berdasarkan letak dari meatus uretra :
1. Glandular, muara penis terletak pada daerah proksimal glands penis
2. Coronal, muara penis terletak pada daerah sulkus coronalia
3. Penile shaft
4. Penoscrotal
5. Perineal
7
Namun, klasifikasi berdasarkan letak dari meatus uretra tidak cukup
menggambarkan tingkat keparahan dari malformasi. Klasifikasi lain yang
praktis untuk menentukan prosedur operasi adalah berdasarkan tingkat divisi
dari korpus spongiosum :
1. Glandular Hypospadias. Meatus terletak pada glans dibelakang
tempat meatus normal. Meatus tampak ketat namun jarang sekali
menyebabkan obstruksi aliran urin.
2. Hypospadias dengan divisi pada distal corpus spongiosum, bisa disertai
sedikit atau tanpa chordae.
3. Hypospadias dengan divisi pada proksimal corpus spongiosum.
Tipe ini lebih mudah ditangani karena teknik operasi untuk
mengoreksi chordaedan merekonstruksi uretra telah lama
diperkenalkan.
4. Hypospadias cripples. Tipe ini terjadi pada pasien yang telah menjalani
beberapa prosedur operasi namun gagal, dan meninggalkan jaringan
parut, meatus abnormal, striktur, fistula dan gangguan kosmetik dan
psikologis.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan
inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan
ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka
8
biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir. Pada
orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan
untuk mengarahkan pancaran urin. Chordae dapat menyebabkan batang penis
melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual.
Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus
miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan
infertilitas.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
uretroskopi dan sistoskopi untuk memastikan organ-organ seks internal
terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi
ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter
Diagnosis bisa juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika
hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya. Bayi yang menderita
hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk
digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan diupayakan telah
selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, diupayakan
dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan
terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa
nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
Diagnosis hipospadia telah dibuat dengan menggunakan ultrasonografi janin
pralahir, diagnosis biasanya dibuat atas pemeriksaan bayi baru lahir.
Clinical evaluation yang perlu didapatkan pada pasien adalah :
- Umur pasien
- Keasimetrisan alat genitalia
- Panjang dorsal dari tuberkel
- Lebar dari tuberkel
- Aspek ventral dari penis (panjang dari hipoplasia)
- Posisi Meatus
- Kurvatura ventral
- Foreskin
9
- Gonad
- Skrotum
- Anomalia genital yang terkait
- Kelainan lainnya
Hipospadia juga dapat didiagnosis dengan melihat tanda atau gejala
yang khas, yaitu :
Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal
di bagian ventral menyerupai meatus uretra ekternus.
Preputium tidak ada di bagian ventral, menumpuk di bagian dorsal.
Adanya chordae, yaitu jaringan fibrosa yasng mengelilingi meatus
dan membentang ke distal sampai basis glans penis, teraba lebih
keras dari jaringan sekitar.
Kulit penis di bagian ventral, distal dari meatus sangat tipis.
Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada.
Dapat timbul tanpa chordae, bila letak meatus pada basis dan glans
penis.
Chordae dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi
bengkok.
Sering disertai undescended testis.
Kadang disertai kelainan konginetal pada ginjal.(3,6,13)
F. Penanganan
Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan
anatomi baik bentuk penis yang bengkok karena pengaruh adanya
chordae maupun letak osteum uretra eksterna sehingga ada 2 hal pokok
dalam repair hipospadia yaitu:
Chordectomi , merelease chordae sehingga penis bisa lurus
kedepan saat ereksi. Chordectomi komplit dilakukan untuk
mengerahkan korpora kavernosum dan memperpanjang uretra serta
membawa lubang uretra ke ujung glans.
10
Urethroplasty , membuat osteum urethra externa diujung gland penis
sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.
Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu
waktu operasi yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu
berbeda disebut dua tahap. Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan repair hipospadia agar tujuan operasi bisa tercapai yaitu
usia, tipe hipospadia dan besarnya penis dan ada tidaknya chorde. Usia
ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia belum
sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan
operasi dan kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan repair hipospadia
sudah tercapai sebelum anak sekolah.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling sidiq-
chaula, Trierssch- Duplay, Dennis Brown, Cecil culp. Methode Duplay
untuk repair hipospadia tipe penil. Kulit penil digunakan untuk membuat
urethroplastinya atau bisa juga digunakan kulit scrotum. Thiersche dan
Duplay melakukan suatu perbaikan dua tahap dimana tahap pertama
memotong lapisan yang menyebabkan chordae dan meluruskan penis.
Beberapa bulan selanjutnya uretra dibentuk dengan melakukan
pemotongan memanjang ke bawah pada permukaan ventral dari penis
untuk membentuk sebuah uretra. Kelemahan operasi ini bahwa tekhnik
tersebut tidak memperluas uretra menuju ujung glans. Cecil
memperkenalkan tekhnik perbaikan hipospadia tiga tahap dimana pada
tahap ke 2 penis dilekatkan pada skrotum. Baru pada tahap ke 3 dilakukan
pemisahan penis dan skrotum. Tekhnik reparasi yang paling populer
dilakukan oleh dokter bedah plastik adalah tekhnik modifikasi operasi
Thiersch – Duplay. Kelebihan jaringan preputium ditransfer dari dorsum
penis ke permukaan ventral. (14,15,16,17,18,19,20,21)
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari hipospadia yaitu:
a) Infertility
b) Resiko hernia inguinalis
11
c) Gangguan psikososial.
Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor usia pasien, tipe
hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik operasi, serta perawatan paska
repair hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi yaitu :
Perdarahan
Infeksi
Fistel urethrokutan
Striktur urethra, stenosis urethra
Divertikel urethra.
Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula,
divertikulum, penyempitan uretral dan stenosis meatus (Ombresanne,
1913 ). Penyebab paling sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang
disebabkan oleh terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan
sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu
keteter harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh,
dengan harapan tepi-tepinya akan menyatu kembali, sedangkan
kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu.
Penyempitan uretra adalah suatu masalah. Bila penyempitan ini padat,
maka dilatasi dari uretra akan efektif. Pada penyempitan yang hebat,
operasi sekunder diperlukan. Urethrotomy internal akan memadai untuk
penyempitan yang pendek. Sedang untuk penyempitan yang panjang uretra
itu harus dibuka disepanjang daerah penyempitan dan ketebalan penuh dari
graft kulit yang dipakai untuk menyusun kembali ukuran uretra.(22,23,24,25)
H. PROGNOSIS
Prognosis dari hipospadia tergantung pada keparahan kondisi.
Secara umum prognosisnya baik bila dilakukan korekasi lebih awal.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Boris Chertin, Dan Prat, Ofer Z Shenfeld (2010). Outcome of pediatric
hypospadia repair in adulthood. Journal of Urology; p: 57-62.
2. Michael P. Porter, Khurram Faizan, Richard W. Grady, Beth A. Mueller
(2005). Hypospadias in Washington State: Maternal Risk Factor and
Prevalence Trends. Journal of American Academy of Pediatrics; vol 15.
3. Paolo Ghirri, Rosa T Scaramuzzo et al (2009). Prevalence of hypospadias in
Italy according to severity, gestasional, age and birthweight: an
epidemiological study.Italian Journal of Pediatrics; 35:18.
4. Brouwers M M, Feitz W F J et al (2007). Risk Factor for Hypospadias.
European Journal Of Pediatric, 166: 671-678
5. Baskin L, Erol A, Li YW, Cunha G (1998). Anatomical Studies of
Hypospadias. Journal Of Urology, 160: 1108.
6. Sastrasupena H (1995). Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara, Jakarta: 428-435.
7. Nicolas Kalfa, Charles Sultan, Laurence S. Baskin (2011). Hypospadias:
Interactions Between Environment And Genetics. Molecular and Cellular
Endocrinology, 335 (2): 89
8. Nicolas Kalfa, Charles Sultan, Laurence S. Baskin (2010). Hypospadias:
Etiology and Current Research. Urologic Clinics of North America, 37 (2):
159-166
9. N. Djakovic,* J. Nyarangi-Dix,* A. Özturk, and M. Hohenfellner (2008).
Hypospadia. Advances in Urology, 1 : 1-7
10. Antonella Giannantoni (2011). Hypospadias Classification and repair: The
Riddle od The Sphinx. Eurupean Urology, 60 : 1190-1192
11. Baskin LS, Ebbers MB (2006). Hypospadias: anatomy, etiology, and
technique. Journal Of Pediatric Urology, 41:463–72
12. Eberle, U. Schweikert, H. Marberger, G. Bartsch (1987). Diagnosis And
Management Of Patients With Posterior Hypospadias. World Journal of
Urology, 5 (3): 194-200.
13
13. Van der Toorn, Tom de Jong, Robert de Gier (2013). Introducing the HOPE
(Hypospadias Objective Penile Evaluation)-score: A validation study of an
objective scoring system for evaluating cosmetic appearance in hypospadias
patients. Journal Of Pediatric Urology, 9: 1006-1017.
14. Laurence Baskin (2000). Hypospadias Anatomy, Embriology, And
Reconstructive Techniques. Brazilian Journal Of Urology, 26(6): 621-629.
15. Warren Snodgrass, Antonio Macedo, Piet Hoebeke, Pierre D.E. Mouriquand
(2011). Hypospadias Dilemmas: A Round Table. Journal Of Pediatric
Urology, 20: 1-13
16. G.A.Manzoni, L.Reali (2013). Management Of Hypospadias. Journal Of
Pediatric Surgical Specialities, 7 (3): 1- 32
17. Luis Henrique P. Braga, Armando J. Lorenzo (2008). Tubularized Incised
Plate Urethroplasty For Distal Hypospadias: A Literature Review. Indian
Journal Of Urology, 24 (2): 219-225
18. Osama Shahat (2011). Snodgrass’ Tubularized Incised Plate Urethroplasty in
Hypospadias Preliminary Report. Journal Of Plastic Reconstruction Surgery,
35(2): 149-152
19. De Win G, Cuckow P, Hoebeke P, Wood D (2012). Long-Term Outcomes Of
Pediatric Hypospadias And Surgical Intervention , Journal Of Pediatrics, 3:
69-77
20. Mouriquand PD, Persad R, Sharma S (1995). Hypospadias Repair: Current
Principles And Procedures. British Journal Of Urology,73(3): 9-22.
21. Cook A, Khoury AE, Neville C, Farhat WA, Pippi Salle JL (2005). A
Multicenter Evaluation Of Technical Preferences For primary Hypospadias
Repair. Journal Of Urology, 174:2354–7.
22. Springer A, Krois W, Horcher E (2011). Trends In Hypospadias Surgery:
Results Of a Worldwide Survey. Jounal Of European Urology, 60:1184–9
23. Amilal Bhat, Arup Kumar Mandal (2008). Acute Postoperative
Complications Of Hypospadias Repair. Indian Journal Of Urology, 24(2):
1184-9
14
24. Snodgrass W, Macedo A et al (2011). Hypospadias dilemmas: A Round
Table. Journal Of Pediatric Urology, 20(3).
25. Hsu G L, Hsiesh C H, et al. (2004). Anatomy of the Human Penis: The Rhip
of the Architecture Between Skeletal and Smooth Muscle. Journal Of
Andrology,25(3): 426-431
15