Laporan Revisi Fian Fix

78
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Public Relation atau dalam bahasa Indonesia dimaknai sebagai hubungan masyarakat (Humas), telah merupakan profesi yang lahir pada awal abad ke-20. Salah satu pionirnya adalah Ivy Ledbetter Lee, seorang direktur biro publisitas pada Pennsylvania Railroad. Ivy mempengaruhi evolusi press agentry dan publisitas dalam bidang PR dengan mengeluarkan “Declration of Principles”. Inti Declaration of Principles adalah sebagai berikut : Ringkasnya, rencana kami adalah, secara terus terang dan terbuka, atas nama kepedulian bisnis dan institusi publik, memberikan kepada pers dan publik AS. Informasi yang segera dan akurat berkenaan dengan subjek-subjek yang berharga dan menarik perhatian publik untuk diketahui. (morse dalam cutlip 2009 :115) inti dari pernyataan ini adalah penentangan terhadap penipuan dan pengabaian publik yang jamak dilakukan oleh para pers agentry di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Alasan mengapa publik harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan dikarenakan publik -atau bisa kita sebut sebagai khalayak- menjadi elemen terpenting dari profesi ini. Penulis menggunakan kata terpenting dikarenakan tujuan utama humas adalah untuk membangun hubungan baik antara menciptakan hubungan yang saling mengerti antara organisasi dan khalayaknya. British Institute of Public Relation dalam jefkins mendefinisikan humas sebagai keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambugan dalam

Transcript of Laporan Revisi Fian Fix

Page 1: Laporan Revisi Fian Fix

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Public Relation atau dalam bahasa Indonesia dimaknai sebagai hubungan

masyarakat (Humas), telah merupakan profesi yang lahir pada awal abad ke-20.

Salah satu pionirnya adalah Ivy Ledbetter Lee, seorang direktur biro publisitas

pada Pennsylvania Railroad. Ivy mempengaruhi evolusi press agentry dan

publisitas dalam bidang PR dengan mengeluarkan “Declration of Principles”. Inti

Declaration of Principles adalah sebagai berikut :

Ringkasnya, rencana kami adalah, secara terus terang dan terbuka, atas nama kepedulian bisnis dan institusi publik, memberikan kepada pers dan publik AS. Informasi yang segera dan akurat berkenaan dengan subjek-subjek yang berharga dan menarik perhatian publik untuk diketahui. (morse dalam cutlip 2009 :115)

inti dari pernyataan ini adalah penentangan terhadap penipuan dan pengabaian

publik yang jamak dilakukan oleh para pers agentry di Amerika Serikat pada

akhir abad ke-19.

Alasan mengapa publik harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan

dikarenakan publik -atau bisa kita sebut sebagai khalayak- menjadi elemen

terpenting dari profesi ini. Penulis menggunakan kata terpenting dikarenakan

tujuan utama humas adalah untuk membangun hubungan baik antara menciptakan

hubungan yang saling mengerti antara organisasi dan khalayaknya. British

Institute of Public Relation dalam jefkins mendefinisikan humas sebagai

keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambugan dalam

Page 2: Laporan Revisi Fian Fix

2

rangka menciptakan dan memelihara nat baik (good will) dan saling pengertian

antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.

Khalayak disini tidak didefinisikan sebagai masyarakat umum akan tetapi

pihak-pihak yang berhubungan dengan organisasi. Frank Jefkins mendefinisikan

khalayak atau publik sebagai kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi

dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal. Jika kita kaitkan

dengan definisinya maka Humas dari sebuah organisasi dituntut mampu menjalin

hubungan baik dengan khalayaknya. Salah satu caranya adalah mengetahui apa

yang publik inginkan dari organisasi.

Penciptaan hubungan baik ini dapat dilakukan dalam berbagai cara. IPRA

lebih lanjut mendefinisikan 15 tugas pokok PR oleh dalam Nova (2009:39) antara

lain :

1. Memberikan konseling yang didasari pemahaman masalah perilaku

manusia

2. Membuat analisis “trend” masa depan dan ramalan akan sebab-akibatnya

bagi manusia

3. Melakukan riset pendapat, sikap dan harapan masyarakat terhadap institusi

dan memberikan saran tindakan-tindakan yang diperlukan institusi untuk

mengatasinya.

4. Menciptakan dan membina komunikasi dua arah berlandaskan kebenaran

dan informasi yang utuh.

5. Mencegah konflik dan salah pengertian.

6. Meningkatkan rasa saling hormat dan tanggung jawab sosial.

7. Melakukan penyerasian kepentingan institusi terhadap kepentingan umum.

Page 3: Laporan Revisi Fian Fix

3

8. Meningkatkan itikad baik institusi terhadap anggota, pemasok dan

konsumen.

9. Memperbaiki hubungan industrial.

10. Menarik tenaga kerja yang baik agar menjadi anggota dan mengurangi

keinginan anggota untuk keluar dari institusi.

11. Memasyarakatkan produk atau layanan.

12. Mengusahakan perolehan laba yang maksimal.

13. Menciptakan jati diri institusi

14. Memupuk minat mengenai masalah-masalah nasional maupun

internasional

Meningkatkan pengertian mengenai demokrasi

Meskipun Humas baru menjadi suatu profesi khusus dengan tugas yang

didefinisakan diatas pada awal abad ke-20, namum kegiatan Humas telah

dilakukan berabad-abad silam. Basham dalam Cutlip menjelaskan bahwa mata-

mata raja India, selain melakukan tugas spionase mereka juga menjaga agar raja

bisa mengetahui opini publik, mendukung raja di hadapan publik, dan

menyebarkan rumor yang mendukung pemerintahan. Begitu pula pada era modern

ini, sebuah organisasi perlu untuk mengetahui opini publik terhadap organisasi.

Tak terkecuali lembaga pemerintahan dan lembaga milik negara, salah satunya

adalah Bank Indonesia (BI).

Bank Indonesia yang ditetapkan sebagai badan hukum publik sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, mempunyai otonomi penuh dalam

Page 4: Laporan Revisi Fian Fix

4

merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya. Hal tersebut

mengakibatkan Bank Indonesia bebas intervensi dari pihak manapun dalam

melaksanakan tugasnya yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia berwenang menetapkan

peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang

yang mengikat seluruh masyarakat luas. Walaupun mempunyai kekebalan

terhadap intervensi pihak luar namun Bank Indonesia tidak serta merta buta dan

tuli terhadap pendapat stakeholder-nya. Hal tersebut tertuang dalam salah satu

sasaran strategisnya yaitu memperkuat institusi melalui good governance,

efektivitas komunikasi dan kerangka hukum.

(www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/

akses ke laman pada tanggal 21 September 2010, pukul 10.12 WIB).

Dalam upaya mencapaian sasaran strategis ini Bank Indonesia membagi

tugas kepada beberapa satuan kerja salah satunya Biro Humas Bank Indonesia.

Biro Humas Bank Indonesia tergabung dalam Direktorat Perencanaan Strategis

dan Humas (DPSHM). Biro Humas Bank Indonesia terbagi menjadi empat bagian

antara lain tim internal, relasi eksternal dan tim riset.

Keempat tim dalam Biro Humas BI bekerja saling berkesinambungan

dalam melaksanakan manajemen PR agar meraih tujuannya. Denny Griswold

dalam (Nova, 2009 :33) mendefenisikan manjemen PR sebagai berikut :

Hubungan masyarakat adalah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mempelajari kebijakan dan prosedur individual atau organisasi sesuai dengan kepentingan publik, dan menjalankan program untuk mendapatkan pemahaman dan penerimaan publik.

Cutlip menggambarkan lebih lanjut 4 tahapan manajemen PR sebagai berikut:

1. Mendefinisikan problem

Page 5: Laporan Revisi Fian Fix

5

2. Perencanaan dan pemrogaman

3. Mengambil tindakan dan berkomunikasi

4. Mengevaluasi program

Pelaksanaan manajemen PR yang efektif akan memudahkan Biro Humas BI untuk

membuat sebuah strategi komunikasi. Hal ini dikarenakan melalui manajemen PR

strategi komunikasi tentunya dapat dirancang dengan matang bila didukung oleh

data yang akurat. Data tersebut dapat diperoleh melalui riset kehumasan.

Riset PR secara garis besar merupakan sebuah kegiatan untuk

menghimpun, mencatat, dan menganalisis data. Menurut Mubaraq Ishak & Simon

Koh Siew leng dalam Ruslan pengertian PR adalah :

Process of gathering, recording and analysing relevant facts about any problem in any branch of human activity. It refers to a critical and searching study and investigation of a problem, a proposed course of action, a hypothesis of or theory.

Kegiatan riset dapat dilakukan diawal proses manajemen PR atau akhir

manajemen PR. Hal tersebut dikarenakan fungsi riset PR mencakup proses untuk

mengetahui informasi tentang publik hingga untuk megevaluasi kinerja. Seperti

yang diungkapkan oleh kriyantono (2007:289) :

1. Membantu mengantisipasi munculnya masalah.

2. Mengevaluasi program kerjanya.

3. Melakukan tes awal mengenai keefektifan alat-alat komunikasi yang

digunakannya.

4. Memperoleh profil publik beserta sikap mereka.

5. Mengakumulasi informasi tentang keefektifan penggunaan media.

6. Melakukan evaluasi terhadap keseluruhan program dan kampanye

public relation.

Page 6: Laporan Revisi Fian Fix

6

Pada Biro Humas BI, terdapat bagian khusus untuk melakukan kegiatan

Riset PR. Tugas tersebut diamanatka pada tim riset dan analisis kehumasan. Tim

ini secara khusus bertugas untuk memantau, menganalisis, dan menjaga

keseimbangan pemberitaan harian terkait bank Indonesia di media massa.

1.2 Alasan Pemilihan Tempat

Setelah menasionalisasi De Javeniche Bank (DJB) pada 1 Juli 1953, BI

telah melewati puluhan tahun untuk melaksanakan tugasnya. Berbagai krisis pun

telah dilewati dan terbukti perekonomian Indonesia mampu kembali berdiri pasca

krisis moneter 1998 bahkan pada krisis perekonomian global pada 2008 silam,

perekonomian Indonesia pun tetap tegar meski diterpa badai. Hal ini

membuktikan bahwa Bank Indonesia mempunyai kredibelitas dalam

melaksanakan tugasnya.

Pada 2009 Bank Indonesia diberi kepercayaan penuh oleh pemerintah

untuk melaksanakan tugasnya secara indipenden. Pemberian kepercayaan ini

tentunya menuntut adanya tanggung jawab terhadap tugas yang diemban. Oleh

karena itu Bank Indonesia sebagai badan hukum publik dituntut untuk mampu

menjaga akuntabilitas lembaganya.

Mengingat betapa banyak pengalaman yang dimiliki oleh BI atas tugas

yang diembannya, penulis tertarik untuk memilih BI sebagai tempat pelaksanaan

PKN. Terlebih BI jakarta merupakan tempat dimana kebijakan perekonomian

Indonesia dibuat tentunya akan sangat banyak pengalaman yang diperoleh

penulis. Tentunya pengalaman ini akan sangat berharga, karena penulis ikut ambil

bagian dalam beberapa kegiatan BI.

Page 7: Laporan Revisi Fian Fix

7

1.3 Tempat dan Waktu Kegiatan Magang

Tempat kegiatan magang yang dipilih adalah Bank Indonesia yang terletak

di Jl. M.H. Thamrin no.2 Jakarta Pusat Kegiatan PKN berjalan selama satu bulan,

dimulai sejak

tanggal 16 Agustus 2010 sampai dengan 17 September 2010.

1.4 Tujuan

Kegiatan Praktek Kerja Nyata ini bertujuan :

1. Memberikan pembelajaran dan pembekalan langsung kepada mahasiswa

mengenai situasi kerja sesungguhnya dalam sebuah instansi.

2. Agar memiliki bekal dalam menghadapi permasalahanpermasalahan yang akan

muncul nanti saat benar-benar terjun di dunia kerja yang sesungguhnya.

1.5 Manfaat

1. Manfaat bagi Mahasiswa

Dengan melaksanakan kegiatan program kerja nyata, diharapkan

mahasiswa bisa mendapatkan pengalaman berharga mengenai dunia kerja tempat

aplikasi ilmu yang didapat mahasiswa di kampus. Sehingga nantinya, mahasiswa

telah siap menjadi tenaga profesional muda ketika harus terjun dalam dunia kerja.

Selain memberikan pengalaman, program magang ini dapat menambah

pengetahuan dan melatih cara berpikir mahasiswa serta soft skill mahasiswa.

Dalam dunia kerja nyata, mahasiswa akan banyak berhadapan dengan realitas

lapangan yang lebih kompleks serta tantangan yang lebih berat.

Page 8: Laporan Revisi Fian Fix

8

2. Manfaat bagi Fakultas

Mahasiswa PKN di tiap institusi merupakan wakil civitas akademika

tempat mahasiswa berkuliah. Tentunya apa yang mereka lakukan selama PKN

akan mencitrakan civits akademika yang mereka wakili secara langsung kepada

pihak luar.

Kegiatan ini bisa menjadi alat publisitas universitas di dunia kerja. Tanpa

mengeluarkan biaya, universitas bisa mempromosikan dirinya melalui peserta

didiknya. Tentunya bila mahasiswa telah dididik dengan baik oleh pihak

universitas maka citra diri universitas menjadi baik.

3. Manfaat bagi Lembaga

Sebagi lembaga yang menerima para mahasiswa magang, BI dapat

menyeleksi dan memperoleh tenaga profesional muda tanpa mengadakan proses

rekruitmen formal. Hal ini akan jauh lebih efisien bagi institusi tersebut. Selama

jangka waktu program magang, perusahaan magang mendapatkan bantuan

personil dalam pelaksanaan aktivitas sehari-harinya.

Page 9: Laporan Revisi Fian Fix

9

BAB II

KERANGKA KONSEP KEGIATAN

Salah satu tujuan kegiatan PKN menurut buku pedoman PKN Fakultas

Ilmu Sosial dan Imu Politik Universitas Brawijaya, adalah untuk menghasilkan

sarjana yang menghayati permasalahan masyarakat dalam konteks

pembangunan dan mampu memecahkannya secara pragmatis. Dalam

hubungan ini, PKN memberikan pengalaman belajar tentang masyarakat

kepada mahasiswa sekaligus memecahkan masalah yang mereka hadapi.

Intinya mahasiswa dituntut untuk mampu menyelesaikan masalah yang

dihadapi dalam dunia kerja berbekal dari ilmu yang telah ditimbanya saat

mengenyam bangku kuliah.

Ada pepatah mengucapkan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik.

Sesuai dengan tujuan dari PKN, pengalaman yang didapat selama menjalani

kegiatan tentunya akan memberikan pelajaran berharga bagi mahasiswa. Hal ini

disebabkan karena mahasiswa akan mendapatkan pengalaman baru yang belum

pernah didapatkan selama mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan formal.

Dalam upaya untuk meraih tujuan tersebut, maka mahasiswa memilih Bank

Indonesia sebagai lokasi PKN.

Lokasi PKN yang diambil penulis menyandang status badan hukum publik

mulai 2009. Sehingga penulis akan mendapatkan pengalaman baru dalam

menangani kegiatan kehumasan dalam Badan Hukum Publik. Status Badan

Page 10: Laporan Revisi Fian Fix

10

Hukum Publik ini juga menuntut lembaganya untuk mewujudkan prinsip

akuntabilitas. Hal ini tertuang dalam salah satu kebijakan strategis BI yaitu

memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan

kerangka hukum

Demi memenuhi prinsip akuntabilitas, efektivitas komunikasi mutlak

dibutuhkan oleh BI, karena publik mereka yang mencakup seluruh elemen

masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh salah satu prinsip komunikasi yaitu

semakin mirip latar belakang budaya maka komunikasinya semakin efektif.

Sehingga sangat beragamnya latar belakang budaya masyarakat Indonesia

menuntut pengemasan pesan yang efektif, agar pesan dapat diterima dengan baik.

Dalam 15 tugas pokok PR yang didefinisikan oleh IPRA, salah satu poin

tugas PR adalah untuk menciptakan dan membina komunikasi dua arah

berlandaskan kebenaran dan informasi yang utuh. Maka bagian Biro Humas BI

bertanggung jawab untuk membuat dan memberikan pesan sefektif mungkin agar

fungsi memasyarakatkan produk -dalam hal ini kebijakan- dapat dimengerti dan

difahami secara baik pula oleh semua khalayak. Akan tetapi apabila ada beberapa

pihak yang kurang paham atau ingin memberikan counter opini terhadap pesan

yang diberikan, Biro Humas BI wajib untuk menanganinya agar resiko timbulnya

krisis dapat diminimalisir.

Dalam pembuatan pesan, tentunya pihak Biro Humas BI tidak bisa

sembarangan melakukannya. Butuh sebuah manajemen khusus agar pesan yang

dibuat bisa seefektif mungkin. Maka manajemen PR sangat dibutuhkan dalam

bidang ini. Melalui prinsip R-A-C-E yang dikemukakan oleh John Marston, dari

keempat langkah manajeman PR maka langkah yang didahulukan adalah riset.

Page 11: Laporan Revisi Fian Fix

11

Hal ini dikarenakan riset akan memberikan informasi dan data yang akurat kepada

pengambil keputusan dalam menjalankan manajemen PR.

Mengingat betapa pentingnya kegiatan riset bagi MPR maka penulis akan

memfokuskan pada kajian riset PR. Terlebih selama mengikuti kegiatan PKN

penulis ditempatkan di tim riset Biro Humas BI. Dalam tim riset ini, penulis

terbantu untuk melaksanakan salah satu fungsi PR menurut Cutlip, Center and

Broom yakni memantau kesadaran, pendapat, sikap dan perilaku di dalam dan

diluar organisasi; dan menganalisis dampak kebijaksanaan, prosedur, dan tindakan

terhadap masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan media

monitoring yang dilakukan penulis selama mengikuti kegiatan PKN. Ringkasnya,

dalam penyusunan laporan ini, penulis ingin menjelaskan fungsi riset PR berupa

media monitoring yang dilakukan Biro Humas BI sebagai sebuah instrumen untuk

menganalisis dan mendefinisikan masalah yang terjadi dan menjadikan hasil

tersebut sebagai bahan pembuatan kebijakan strategi komunikasi BI dalam

menghadapi sebuah isu.

Riset PR mengambil peranan penting dalam kegiatan manajemen PR. Hal

ini dikarenakan informasi dan data akurat sebagai dasar pengambilan langkah

berikutnya dapat diperoleh dari kegiatan riset. Hal tersebut terlihat pada salah satu

tugas pokok PR menurut IPRA yaitu melakukan riset pendapat, sikap dan harapan

masyarakat terhadap institusi dan memberikan saran tindakan-tindakan yang

diperlukan institusi untuk mengatasinya.

Kegiatan riset pada proses MPR mengambil peran pada proses fact finding

dan evaluasi. Pada kedua tahap tersebut riset dapat dilakukan baik menggunakan

metode informal dan formal. Pada laporan ini penulis memfokuskan diri pada

Page 12: Laporan Revisi Fian Fix

12

kegiatan riset media monitoring dikarenakan jenis riset tersebutlah yang rutin

dilakukan oleh penulis. Selain itu riset media monitoring juga sangat membantu

tugas yang diamanantkan kepada tim riset dan analisis kehumasan dimana penulis

tergabung selama mengikuti kegiatan PKN. Melalui laporan ini penulis juga dapat

semakin memahami pentingnya riset dalam proses MPR, bagaimana riset media

monitoring ini dilakukan, apa keluaran yang dihasilkan, dan bagaimana keluaran

dari riset ini dilaksanakan oleh BI.

Page 13: Laporan Revisi Fian Fix

13

BAB III

KEGIATAN MAGANG

3.1 Profil Bank Indonesia

Kemerdekaan yang diraih Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak serta

merta membuat Republik muda ini mempunyai struktur kenegaraan yang lengkap.

Butuh waktu untuk menata struktur lembaga negara. Kondisi negara yang tidak

menentu pada era 10 tahun awal kemerdekaan juga turut menghambat Republik

Indonesia (RI) untuk berkembang. Pada era ini Indonesia masih belum punya

sebuah lembaga yang dikelola oleh putra bangsa untuk menangani kebijakan

ekonomi.

Perjuangan untuk memperoleh kedaulatan penuh butuh perjuangan baik di

medan perang atau meja perundingan. Puncaknya melalui Konferensi Meja

Bundar, Indonesia akhirnya memperoleh kedaulatan penuh atas wilayah Aceh

hingga Maluku. Melalui perundingan ini pula De Javasche Bank (DJB) ditetapkan

sebagai Bank Sirkulasi dan Bank Sentral Indonesia.

DJB tidak secara otomatis menjadi milik RIS, Karena DJB masih tunduk

pada Oktroi. Oktroi merupakan ketentuan dan pedoman bagi DJB dalam

menjalankan usahanya dalam hal ini menjadi dasar DJB untuk menjalankan

organisasinya. Sehingga perlu untuk mengganti peraturan ini. Perombakan

Oktrooi ini dilakukan dengan mengganti De Javasche Bank Wet 1922 serta

Undang-Undang tanggal 31 Maret 1922 (Staatsblad 1922 No. 181). Dalam upaya

untuk menasionalisasi DJB pemerintah segera mengagendakan pembahasan

Page 14: Laporan Revisi Fian Fix

14

Undang-Undang Pokok Bank Indonesia 1953 (UUP BI). UUP BI ini akhirnya

diumumkan dalam lembaran Negara No. 40. Dengan demikian UUP BI telah

mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1953 yang menyatakan “Dengan nama Bank

Indonesia, didirikan suatu Bank yang bermaksud menggantikan De Javasche Bank

dan bertindak sebagai Bank Sentral Indonesia. Semenjak itulah Bank Indonesia

menjadi Bank Sentral resmi Indonesia. “

Puluhan tahun berlalu dan babak baru pun dimulai. Bank Indonesia

mendapatkan status sebagai Bank Sentral yang independen melalui UU No.

23/1999 tentang Bank Indonesia. UU tersebut berlaku mulai 17 Mei 1999 dan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/

2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan bagi BI sebagai

suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali

untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

BI mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan

setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang

tersebut. Pihak luar tidak seharusnya mencampuri pelaksanaan tugas BI, dan BI

juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk

apapun dari pihak manapun juga.

Penetapan status dan kedudukan khusus tersebut sangat diperlukan oleh

BI. Sehingga BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas

moneter secara lebih efektif dan efisien. Status Bank Indonesia baik sebagai badan

hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan oleh undang-undang.

Sebagai badan hukum publik BI berwenang menetapkan peraturan-peraturan

Page 15: Laporan Revisi Fian Fix

15

Gambar 3.1 tiga pilar bidang tugas Bank Indonesia

hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh

masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum

perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam

maupun di luar pengadilan.

BI sendiri mempunyai visi untuk menjadi Lembaga Bank Sentral yang

dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai

strategis yg dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Secara umum

misi utama yang diemban BI adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan

nilai Rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan

stabilitas sistem keuangan. Tugas tersebut bertujuan untuk pembangunan nasional

jangka panjang yang berkesinambungan.

Dalam upaya meraih dan memelihara kestabilan nilai rupiah, terdapat tiga

bidang tugas BI yaitu :

1. Penetapan dan melaksanakan kebijakan moneter

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

3. Mengatur dan Mengawasi Bank

Page 16: Laporan Revisi Fian Fix

16

3.1.2 Visi dan Misi Bank Indonesia

1. Visi BI

Menjadi Lembaga Bank Sentral yang dipercaya secara nasional

maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

serta pencapaia inflasi yang rendah dan stabil.

2. Misi BI

Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui

pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem

keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang

berkesinambungan.

3.1.3 Logo Bank Indonesia

Gambar 3.2 Logo Bank Indonesia

3.1.4 Struktur Organisasi Bank Indonesia

Sebuah organisasi tentunya butuh sebuah struktur dalam melaksanakan

tugasnya. Berikut ini adalah struktur organisasi BI :

Page 17: Laporan Revisi Fian Fix

17

Berada di puncak pimpinan terdapat Dewan Gubernur yang terdiri dari

seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan 4 hingga 7 orang Deputi

Gubernur yang diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam upaya meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparasi dan

kredibilitas Bank Indonesia, dibentuklah Badan Supervisi. Badan Supervisi ini

akan membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawan di bidang tertentu

terhadap BI. Tugas dari badan ini adalah :

a. Telaah atas laporan keuangan tahunan BI;

b. Telaah atas anggaran operasional dan investasi BI;

c. Telaah atas prosedur pengambilan keputusan kegiatan operasional diluar

kebijakan moneter atas pengelolaan asset BI.

Secara garis besar, tugas BI dilaksanakan melalui 4 sektor satuan kerja

(yaitu sector moneter, sektor perbankan, sektor sistem pembayaran, dan sector

manajemen intern). Keempat sektor tersebut terbagi menjadi direktorat-direktorat

yang mempunyai tugas lebih spesifik lagi antara lain :

1. Sector moneter terbagi menjadi lima direktorat, yaitu :

- Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM),

Gambar 3.3 Struktur Organisasi Bank Indonesia

Page 18: Laporan Revisi Fian Fix

18

- Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter (DSM),

- Direktoat Pengelolaan Moneter (DPM),

- Direktorat Pengelolaan Devisa (DPD) dan,

- Direktorat Internasional (Dint).

2. Sektor Perbankan terbagi menjadi sembilan direktorat, yaitu :

- Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP),

- Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP),

- Direktorat pengawasan Bank 1 (DPB 1),

- Direktorat Pengawasan Bank 2 (DPB 2),

- Direktorat pengawasan Bank 3 (DPB 3),

- Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM (DKBU),

- Direktorat Inestigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP) dan

- Direktorat Perbankan Syaria (DPbS)

3. Sektor Sistem Pembayaran terbagi menjadi dua sector yaitu :

- Direktorat Pengendaran Uang (DPU) dan

- Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP)

4. Sektor Manajemen Internal dibagi menjadi sepuluh direktorat yaitu :

- Direktorat logistic dan Pengamanan (DLP),

- Direktorat Teknologi Informasi (DTI),

- Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM),

- Direktorat Keuangan Intern (DKI),

- Direktorat Pengawasan Intern (DPI),

- Direktorat Hukum (DHk),

- Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK),

Page 19: Laporan Revisi Fian Fix

19

- Unit Khusus Manajemen Informasi (UKMI),

- Direktorat Perencanaan Strategi dan Hubungan Masyarakat (PSHM)

dan

- Biro Kesentralan (BSk).

Dalam penjelasan diatas dapat kita lihat, posisi Biro Humas BI berada dibawah

naungan Direktorat Perencanaan Strategi dan Hubungan Masyarakat (DPSHM).

Berikut adalah struktur keorganisasian DPSHM :

Gambar 3.4 Struktur Organisasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan

Masyarakat Bank Indonesia

Posisi Biro Humas BI yang berada dibawah direktorat PSHM tidak mengurangi

pentingnya keberadaan Biro Humas dalam struktur kelembagaan BI. Hal tersebut

dapat kita lihat dalam visi dan misi Biro Humas sebagai berikut :

1. Visi

a. Mendukung visi bank Indonesia melalui citra lembaga

Page 20: Laporan Revisi Fian Fix

20

b. Kantor bank Indonesia dan kantor perwakilan bank Indonesia yang

melaksanakan kegiatan kehumasan, serta satuan kerja yang

membidangi kegiatan kehumasan di kantor pusat bank Indonesia

wajib mengembangkan nilai-nilai transparasi, akurasi, tepat waktu,

konsisten dan beroperasi pada kepentingan stakeholder

2. Misi

Mencapai dan meningkatkan citra bank Indonesia melalui rangkaian

kegiatan komunikasi yang efektif kepada stakeholder untuk menciptakan

iklim yang kondusif dalam melakukan pelaksaan misi bank Indonesia

Biro Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi kepada publik baik

internal maupun eksternal tentang kegiatan-kegiatan BI. Sehingga tujuan untuk

menjadi penghubung dan penyampaian informasi untuk memperoleh saling

pengertian antara publik dan lembaga. Secara khusus Fungsi dari kegiatan

kehumasan bank Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Sebagai juru bicara bank Indonesia

b. Sebagai fasilitator antara bank Indonesia dan stakeholders

c. Sebagai penasihat kehumasan bagi anggota dewan gubernur bank

Indonesia yang berkaitan dengan pengelolaan saling pengertian

antara bank Indonesia dan stakeholdersnya

Ketiga fungsi tersebut bertujuan untuk menciptakan hubungan baik antara

lembaga atau instansi dengan publik internal maupun publik eksternal.

Pelaksanaan ketiga tugas tersebut dalam ruang lingkup kegiatan kehumasan yang

mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

Page 21: Laporan Revisi Fian Fix

21

a. Menganalisis kondisi umum lingkungan di sekitar bank Indonesia

yang berkaitan dengan perilaku dan opini dari masing-masing

kelompok stakeholders serta pengaruhnya terhadap bank Indonesia

b. Mengantisipasi hal-hal yang menjadi ketakutan, keterbatasan,

peluang dan tantangan bank Indonesia dalam berhubungan denga

stakeholders

c. Melaksanakan langkah-langkah strategi kehumasan

d. Melaksanakan kegiatan-kegiatan serta kebutuhan masing-masing

kelompok stakeholders termasuk pelaksanaan fungsi pendidikan

bagi masing-masing kelompok stakeholders

e. Mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan dan melaksanakan

perbaikan sepanjang diperlukan

Melihat pentingnya terciptanya hubungan saling pengertian, BI senaniasa

bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga. Baik lembaga-lembaga

negara hingga unsur-unsur masyarakat lainnya. Hubungan dan kerjasama ini perlu

dijaga dengan baik dan seimbang. Hal ini dilakukan agar dukungan dari bebagai

pihak dapat diraih. Sebagai lembaga yang independen, BI berhubungan dengan

lembaga lain untuk menciptakan sinergi. Selain itu hubungan ini dapat

menjelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum

yang lebih efektif.

Dalam upaya mencapai tujuanya secara efektif, Biro Humas BI

membentuk tiga tim yang bekerja secara berkesinambungan. Ketiga tim tersebut

terdiri dari tim relasi eksternal, tim riset dan analis serta tim relasi internal dan

Page 22: Laporan Revisi Fian Fix

22

publikasi. Setiap tim mempunyai tugas masing-masig berikut ini job description

dari tiap tim :

1. Tim eksternal

a. Melakukan pemantauan dan analisis pemberitaan harian terkait

bank Indonesia di media massa (issue management)

b. Memberikan rekomendasi kepada dewan gubernur mengenai isu2

strategis terkini yang diperoleh dari media massa yang dapat

mempengaruhi citra bank Indonesia

c. Menjadi fasilitator bagi media massa dalam memenuhi kebutuhan

informasi mengenai kebijakan bank Indonesia

d. Mengelola pemberitaan di media massa

e. Melaksanakan program kehumasan yang disusun oleh tim riset dan

analisis kehumasan bersama kelompok relasi media guna

peningkatan citra bank Indonesia melalui pembinaan hubungan

dengan media massa (jejaring)

f. Mengkomunikasikan kebijakan dan produk Bank Indonesia kepada

masyarakat melalui media massa

g. Melakukan pemantuan dan analisa pendangan/harapan lembaga

tinggi negaran dan pemerintaha terhadap kebijakan bank Indonesia

dan produk hokum yang berkaitan dengan bank Indonesia serta

merekomendasikan tindak lanut kepada dewan gubernur

h. Menjadi fasilitator bagi lembaga tinggi negara dan pemerintah

dalam memenuhi kebutuhan informasi mengenai kebijakan bank

Indonesia

Page 23: Laporan Revisi Fian Fix

23

i. Menyusun dan melaksanakan program guna peningkatan citra bank

Indonesia melalui pembinaan hubungan dengan lembaga tinggi

negara dan pemerintah

j. Mengkomunikasikan kebijakan bank Indonesia kepada lembaga

tinggi Negara dan pemerintah

k. Melakukan pemantauan dan analisis pandangan stakeholders di

luar pemerintah, lembaga tinggi Negara dan media massa terhadap

kebijakan bank Indonesia serta merekomendasikan tindak lanjut

kepada dewan gubernur

l. Mengkomunikasikan dan menjadi fasilitator bagi stakeholders

diluar lembaga tinggi Negara, pemerintah dan media massa dalam

rangka memenuhi kebutuhan informasi, pemgetahuan dan

kebijakan Bank Indonesia

m. Membina hubungan dengan stakeholders di lembaga tinggi Negara,

pemerintah dan media massa

2. Tim internal dan publikasi

a. Mengelola, memelihara dan mengembangkan informasi situs bank

Indonesia (content management system) untuk memenuhi

kebutuhan stakeholders

b. Melaksanakan program peningkatan pelayanan penyediaan

informasi public termasuk melakukan kerjasama dengan pihak

penyedia jasa informasi lainnya

Page 24: Laporan Revisi Fian Fix

24

c. Memberikan respon terhadap permintaan informasi melalui

layanan hotline Bank Indonesia seperti telepon, fax, surat, dan e-

mail

d. Menyusun, menerbitkan, dan mendistribusikan publikasi Bank

Indonesia untuk keperluan public seperti media massa, akademisi,

pakar dan pihak lainnya dalam upaya pemberian pemahaman

tentang Bank Indonesia

3. Tim riset dan analisis kehumasan

a. Melakukan pemantauan dan analisis pemberitaan harian terkait

bank Indonesia di media massa

b. Menganalisa keseimbangan pemberitaan terkait kebijakan di

bidang stabilitas moneter dan stabilitas sistem perbankan

3.2 Kegiatan Harian PKN

Dalam melakukan Praktek Kerja Nyata (PKN), penulis berkewajiban

melakukan beberapa aktivitas baik yang berhubungan dengan kegiatan PR

maupun tidak. Pada hari pertama mengikuti kegiatan PKN, penulis sangat

antusias untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukan

tugas tersebut. Penulis pun belajar banyak dari rekan sesama mahasiswa yang

lebih dulu melakukan kegiatan magang di BI. Melalui mereka pula penulis

mengerti bagaimana dan untuk apa tugas tersebut dilakukan. Pihak Biro Humas

juga menerima baik kami sehingga penulis tidak mendapatkan kesulitan untuk

beradaptasi dengan lingkungan kerja. Selama mengikuti kegiatan PKN penulis

ditempatkan di tim riset dan analisis kehumasan. Meskipun penulis ditempatkan

Page 25: Laporan Revisi Fian Fix

25

di tim riset dan analisis kehumasan, kegiatan yang penulis lakukan tidak hanya

berkutat dalam kegiatan pemantauan dan analisi pemberitaan harian saja.

Selama 16 Agustus 2010 hingga 17 september 2010 Penulis juga

mempraktikan konsep-konsep PR yang selama ini diperlajari. Adapun kegiatan

yang dilakukan secara rutin adalah sebagai berikut :

a. Kegiatan Riset

• Melakukan media tracking seputar pemberitaan mengenai BI, baik

secara harian, mingguan maupun bulanan.

• Membantu mensortir pemberitaan OJK.

• Membantu membuat transkrip pidato gubernur BI.

b. Kegiatan Relasi Eksternal

• Turut membantu konferensi pers yang digelar oleh Biro Humas BI

terkait Sosialisasi BI Rate bulan September.

• Mendampingi Kepala Biro Humas dalam talk show di Sun TV.

• Membantu acara buka bersama wartawan di lobi ruang pers room.

• Membantu Tim Relasi Eksternal melaksanakan pembagian ta’jil

bagi pengendara kendaraan bermotor di sekitar lingkungan BI

dalam rangka safari ramadhan.

• Membantu mendampingi wartawan harian KOMPAS dan

KONTAN untuk melakukan pemotretan kegiatan kliring pasca

liburan

c. Kegiatan Relasi Internal • Mengikuti kegiatan rutin sharing issue pemberitaan dominan dalam

sepekan ‘Ngoran’ di Humas BI.

• Mengikuti kegiatan halal bihalal pasca libur hari raya ‘idul fitri

Page 26: Laporan Revisi Fian Fix

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Riset PR Sebagai Bagian dari Proses MPR

Riset secara umum bertujuan untuk untuk menghimpun, mencatat, dan

menganalisis data. Memang bagi orang awam hal ini terlihat remeh. Akan tetapi

bila seorang praktisi PR mengabaikan proses riset saat dia merancang sebuah

program PR atau kebijakan lainnya bisa dipastikan produk kebijakan tersebut

tidak akan efektif. Dapat dianalogikan praktisi tersebut bagaikan orang buta yang

disuruh menjelaskan apa itu gajah. Orang buta tersebut hanya bisa meraba-raba,

saat ia meraba belalainya maka mereka akan mengatakan bahwa gajah itu seperti

ular. Sama halnya dengan praktisi PR yang mencoba menjelaskan situasi tanpa

didukung data akurat. Mereka hanya bisa meraba kondisi lapangan hanya

berdasarkan intuisi. Maka dalam proses MPR kegiatan riset tidaklah bisa

diabaikan.

Sebuah kebijakan strategi komunikasi tidaklah bisa dibuat sembarangan

karena komunikasi bukanlah proses yang simpel. Sekali saja kesalahan terjadi,

maka efek yang terjadi bisa sangat destruktif. Sebaliknya bila sebuah kebijakan

strategi dibuat dengan data riset yang akurat maka efek yang didapatkan akan

sangat efektif.

Dalam proses pembuatan strategi dan program komunikasinya, BI

memiliki bagian khusus yaitu Biro Humas BI yang tergabung dalam Direktorat

Humas dan Perencanaan Strategis. Terdapat tiga macam produk kebijakan strategi

dan program komunikasi BI yaitu :

Page 27: Laporan Revisi Fian Fix

27

1. Strategi dan program komunikasi kebijakan.

2. Strategi dan program komunikasi isu strategis.

3. Strategi dan program komunikasi isu kritikal.

Dalam pembuatan ketiga strategi dan program komunikasi tersebut, Biro Humas

BI membuatnya tidak hanya berdasarkan intuisi tapi berdasarkan fakta akan

situasi yang sedang terjadi. Fakta tersebut diperoleh dari hasil riset yang dilakukan

oleh tim riset dan analisis kehumasan Biro Humas BI. Tim riset dan kehumasan

BI akan memberikan data akurat tentang objek sasaran atau deskripsi inti masalah

kepada pembuat kebijakan melalui riset.

Dalam kasus orang buta dan seekor gajah, terlihat bahwa memiliki

informasi tentang objek sasaran sangatlah penting. Sama halnya pada proses

MPR, sebelum sebuah kebijakan dibuat seorang praktisi PR membutuhkan

dukungan data yang didapat dari riset. Tanpa riset seorang praktisi tidak bisa

mengatakan mereka tahu situasi lingkungan sasaran dan bisa merekomendasikan

sebuah usulan. Cutlip, Center & Broom (2007:323) menjelaskan tentang

pentingnya sebuah proses riset :

Dengan riset dan analisis, mereka bisa menyajikan dan mengajukan proposal yang didukung oleh bukti dan teori. Dalam konteks ini, riset adalah pengumpulan informasi secara sistematis untuk mendeskripsikan dan memahami situasi dan untuk mengecek asumsi tentang publik dan konsekuensi PR. Ini adalah alternatif ilmiah untuk intuisi dan otoritas. Tujuan utamanya adalah mengurangi ketiakpastian dalam pembuatan keputusan. Kendati tidak bisa menjawab semua pertanyaan atau memengaruhi semua keputusan, riset yang sistematis dan metodis adalah dasar dari PR yang efektif.

Dapat kita simpulkan bahwa melalui riset, biro Humas BI dapat memberikan

rekomendasi kepada top manager atau tim Humas lainnya tentang situasi yang

terjadi. Sehingga kebijakan strategi komunikasi dapat dibuat seefektif mungkin.

Page 28: Laporan Revisi Fian Fix

28

Jika efektifitas strategi komunikasi dapat dicapai maka tujuan utama dari riset

yaitu untuk mengurangi ketidakpastian dalam pembuatan kebijakan dapat

tercapai.

Banyak ahli yang menekankan pentingnya riset dalam proses MPR. Ann

H. Barkelew, senior vice president of Fleisman-Hillard’s Minneapolis Office

dalam Kriyantono (2007:7) menekankan pentingnya riset PR : You cannot

practice public relations today succesfully or effectifully without research. Begitu

pentingnya riset bahkan kegiatan ini tak hanya dilakukan di awal saja. Hal

tersebut dinyatakan oleh Doug Newson, Alan Scott & Judy turk dalam

kriyantono (2007:7) :

If you’re a skillful PR practicioner, you do research first for backgrounding and planning. Then you continue the research process to monitor what you are doing. And finally you measure your work’s effectiveness to find out how well it turned out. Research and honest evaluation make the practice or PR more precise

Secara singkat proses riset dilakukan pada awal perencanaan program, memonitor

bagaimana program berjalan hingga mengevaluasi program tersebut melalui riset.

Dapat kita simpulkan posisi riset dalam MPR berada di tahapan fact finding dan

evaluasi. Hal ini diperjelas oleh pernyataan Kriyantono (2007:289) bahwa proses

MPR diawali dan diakhiri oleh riset.

Begitu halnya yang terjadi di Biro Humas BI. Setiap kegiatan yang

dilakukan oleh Biro Humas BI selalu didasari oleh data yang didapat melalui riset.

Misalnya saja saat Biro Humas BI diminta oleh salah satu stasiun televisi untuk

menjadi narasumber dalam suatu acara talkshow terkait dengan topik kebijakan

OJK. Maka kepala Biro Humas BI akan turun dan memberikan statement yang

Page 29: Laporan Revisi Fian Fix

29

tentunya didapatkan dari hasil riset monitor lingkungan dan arah strategi dan

program komunikasi kebijakan.

Riset monitor lingkungan dibutuhkan BI untuk mengeksplorasi dan

mengumpulkan informasi agar inti permasalahan dapat diketahui. Riset ini

umumnya dilakukan pada tahapan fact finding atau pencarian fakta. Riset pada

tahapan fact finding digunakan untuk mengumpulkan informasi secara sistemtis

untuk menjelaskan dan memahami inti permasalahan yang sedang terjadi. Dalam

tahapan ini seorang praktisi PR dituntut untuk mampu ‘mendengarkan’ secara

efektif. Mendengar dalam konteks ini tidak kita artikan secara harfiah sebagai

kegiatan untuk menerima rangsangan suara melalui indra pendengaran. Kegiatan

‘mendengar’ dalam hal ini adalah upaya untuk menerima umpan balik atau

feedback dari pihak lain. Internasional Listening Association dalam Cutlip,

Center, & Broom (2007:324) menjelaskan bahwa mendengar merupakan proses

menerima, mengkonstruksi makna dari, dan merespons pada pembicara dan/atau

pesan nonverbal.

Feedback dari pihak lain atas tindakan lembaga terkadang berupa berita

yang termuat di media massa atau surat. Lalu apa pentingnya kita harus

memahami feedback dari pihak lain? Wilbur Schramm menjelaskan pentingnya

feedback sebagai berikut :

Feedback adalah alat yang amat berguna. Ketika umpan balik tidak ada atau ditunda atau meredup... maka akan muncul situasi keraguan dan kekecewaan di antara para komunikator, dan lalu muncul frustasi dan bahkan terkadang permusuhan. (cutlip, :324)

dapat kita simpulkan apabila feedback ini tak dihiraukan maka akan muncul benih-

benih krisis.

Page 30: Laporan Revisi Fian Fix

30

Apabila BI tak mau memperdulikan feedback yang diberikan oleh publik,

bisa jadi krisis akan membesar dan mengakibatkan efek yang merugikan

organisasi. Misalnya pada wacana redenomisasi, publik sangat ramai

membicarakan wacana ini. Banyak bermunculan opini pro dan kontra. Pihak

pemerintah pun seakan ingin lepas tangan dengan menyatakan bahwa wacana ini

tidak akan pernah masuk agenda pembahasan oleh pemerintah. Opini kontra pun

banyak mempertanyakan kebijakan ini. Maka melalui riset pada tahapan fact

finding maka pihak Biro Humas pun dapat merekomendasikan langkah-langkah

yang harus diambil oleh Dewan Gubernur dalam menghadapi masalah ini.

Selain menemukan masalah dan merekomendasikan langkah

penyelesaiannya, feedback juga membantu agar penyelesaian konflik semakin

efektif. John Fiske menyatakan bahwa feedback akan membantu komunikator

menyesuaikan pesannya kebutuhan dan respons dari penerimanya. (2005:35).

Dapat kita simpulkan bahwa seandainya BI tidak peduli dan tak mau mendengar

maka penanganan krisis juga tidak akan efektif karena organisasi tidak mengetahui

inti permasalahan yang ada. Selain itu langkah-langkah penyelesaikan masalah

juga tidak tepat karena organisasi tidak mampu membuat pesan yang sesuai

dengan kebutuhan dan respons penerimanya.

Memang kegiatan ‘mendengar’ ini tidak mudah tapi bila dapat dilakukan

secara efektif maka krisis dapat dimimalisir. Hal tersebut dikarenakan dengan

‘mendengar’ maka organisasi dapat mengetahui inti permasalahan sehingga

langkah-langkah untuk menghadapinya pun dapat dibuat sefektif mungkin.

Kegiatan ‘mendengar’ ini dapat dilakukan organisasi dengan berbagai cara, salah

satunya adalah riset. Cutlip, Center, & Broom (2007:326) menjelaskan bahwa

Page 31: Laporan Revisi Fian Fix

31

dengan riset maka kegiatan ‘mendengar’ ini dapat dikembangkan secara

sistematis dalam proses komunikasi. Lebih lanjut Cutlip, Center, & Broom

menjelaskan bahwa dengan mendengarkan secara sistematik melalui riset akan

memungkinkan organisasi mendapatkan umpan balik yang dapat dipercaya.

Maksud dari umpan balik yang dapat dipercaya adalah umpan balik

tersebut didapatkan melalui metode-metode yang telah ada. Melalui metode yang

digunakan maka umpan balik dapat diolah oleh tim riset dan analisis kehumasan

BI dan diinformasikan kepada Dewan Gubernur sistematis dan dapat dipercaya.

Sehingga BI tidak bertindak berdasarkan kabar burung semata, tapi berdasarkan

informasi yang terjaga kebenarannya.

Jika pada tahapan factfinding, riset diposisikan sebagai alat untuk

digunakan untuk mengumpulkan informasi agar organisasi mampu memahami inti

permasalahan, maka berbeda halnya pada proses evaluasi. Riset pada tahapan

evaluasi digunakan untuk mengetahui hasil akhir dari sebuah program. Cutlip,

Center, & Broom (2007:416) menekankan manfaat riset ini hanya dipakai untuk

mempelajari apa yang terjadi dan mengapa, bukan untuk membuktikan atau

melakukan sesuatu. Evart G. Routzahn dalam Cutlip, Center, & Broom (2007:417)

menambahkan bahwa hasil riset tersebut dapat digunakan oleh praktisi PR sebagai

pelajaran untuk diaplikasikan pada proyek berikutnya. Maksudnya adalah, hasil

yang didapat dari riset evaluasi tersebut akan menjadi acuan bagaimana program

selanjutnya dilakukan.

Seitel dalam ruslan (2006:53) mendefinisikan riset evaluasi sebagai berikut :

Riset evaluatif ini juga disebut summative research (riset sumatif) yang merupakan riset untuk menentukan apakah program PR/Humas tersebut memiliki pengetahuan mengenai sasaran yang dicapai (goals), dan tujuan (objective) tertentu secara jelas dan efektif.

Page 32: Laporan Revisi Fian Fix

32

dalam riset evaluasi ini kita juga dapat mengetahui bagaimana sebuah program

berjalan. Dari sini kita juga dapat mengetahui perkembangan dari program

tersebut.

Riset evaluasi juga dilakukan oleh tim riset dan analisis kehumasan BI.

Seperti yang telah disebutkan, riset evaluasi digunakan untuk mengetahui

bagaimana sebuah program berjalan. Misalkan saja saat awal bulan Biro Humas

BI rutin mengadakan konferensi pers untuk mensosialisasikan penetapan BI rate

dan tingkat inflasi kepada media massa. Dalam kegiatan ini tim riset dan analisis

kehumasan bertugas untuk melihat bagaimana dampak pesan yang telah

disampaikan terhadap pemberitaan media massa. Apakah pemberitaan lebih

condong ke sisi negatif, positif atau berimbang/netral.

Melalui riset dalam proses MPR, Biro Humas BI dapat mengevaluasi

program komunikasinya dan melakukan fact finding atas masalah yang terjadi.

Kedua fungsi tersebut dijalankan oleh tim riset dan analisis kehumasan BI. fungsi

evaluasi dan factfinding dilakukan tim riset dan analisis kehumasan BI melalui

kegiatan sebagai berikut :

a. Melakukan pemantauan dan analisis pemberitaan harian terkait bank

Indonesia di media massa

b. Menganalisa keseimbangan pemberitaan terkait kebijakan di bidang

stabilitas moneter dan stabilitas sistem perbankan

Kedua tugas yang diemban oleh tim riset dan analisis kehumasan BI ini

ditujukan untuk mendapatkan data tentang situasi sekitar terkait kebijakan BI.

Sehingga Biro Humas BI ‘mendengarkan’ dan mengamati bagaimana publik

bersikap atas kebijakan BI. Misalkan saja pada isu redonomisasi. Saat isu ini

Page 33: Laporan Revisi Fian Fix

33

mencuat dihadapan publik, muncul pro dan kontra atas isu ini. Di satu sisi

mendukung karena akan meningkatkan derajat mata uang rupiah serta

menyederhanakan proses akuntansi. Akan tetapi bagi pihak yang kontra, mereka

berpendapat bahwa redenomisasi sama saja dengan sanering sehingga mereka

menolak usulan ini. Pemerintah pun tak mau ambil resiko dengan menyatakan

redonomisasi tidak akan masuk agenda pemerintahan. Melalui riset maka BI dapat

mengetahui fakta tersebut dan memilih langkah apa yang akan diambil.

Mendengar dan mengamati sikap publik sangatlah penting. Hal ini

disebabkan feedback dari publik terkait kebijakan BI dapat berupa opini yang

termuat di pemberitaan media massa. Apabila feedback melalui media massa ini

diabaikan maka efeknya tentu akan berbahaya. Mengapa dikatakan berbahaya?

Karena feedback yang diutarakan melalui media massa dapat dikatakan inilah

opini publik terkait kebijakan BI. Kriyantono menjelaskan bahwa, riset PR pada

dasarnya berkaitan dengan upaya mengukur opini publik. Sehingga melalui riset

opini publik dapat diawasi dan dikontrol.

Biro Humas BI dalam melaksanakan riset pada kedua tahapan tersebut

dapat melakukan riset PR dengan menggunakan berbagai jenis metode riset PR.

Praktisi PR dapat memilih pendekatan dan metode tergantung pada problem apa

yang ditangani. Secara garis besar metode riset PR dibagi menjadi dua

berdasarkan sifatnya yaitu riset informal dan formal. Secara umum riset PR dibagi

menjadi dua macam berdasar sifatnya yaitu riset formal dan informal. Menurut

kriyantono (2007:290) metode riset formal merupakan riset yang menggunakan

prosedur-prosedur ilmiah baik itu secara kualitatif maupun kuantitatif. Sedangkan

Page 34: Laporan Revisi Fian Fix

34

riset informal merupakan riset yang dilakukan tanpa dibatasi oleh aturan-aturan

baku dalam riset-riset ilmiah.

Kedua sifat riset ini mempunyai kelemahan dan kelebihan. Riset informal

tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar perencanaan sebuah program. Hal ini

disebabkan penggunaan sampel yang diragukan untuk dapat mewakili opini

mayoritas. Cutlip, Center, & Broom menegaskan bahwa metode informal hanya

cocok untuk mencari tahu kondisi publik jika dilihat sebagai metode yang baik

untuk mendeteksi dan mengeksplorasi situasi problem dan untuk uji awal riset dan

strategi program, maka metode informal sangatlah berguna (2007:334). Termasuk

didalam riset metode informal adalah Publicity Analysis. Riset ini merupakan riset

untuk mengetahui seberapa sering media massa memberitakan lembaganya dan

berita apa saa yang terkait dengan BI.

Biro Humas BI mengimplementasikan metode Publicity Analysis dengan

mengkliping pemberitaan sehari yang terkait dengan kebijakan BI. Pemberitaan

sehari ini akan dikompilasi menjadi satu laporan bulanan dengan dilengkapi

analisis seberapa sering pemberitaan tentang BI beserta bagaimana kecenderungan

pemberitaan terkait BI. Tahap analisis data ini tidak lagi menggunakan metode

yang bersifat informal tapi formal, karena hasil analisis tersebut harus dapat

dipertanggung jawabkan sehingga dapat menjadi dasar perencanaan.

Jika BI ingin menjadikan hasil riset sebagai bahan dasar perencenaan

sebuah program maka metode formalah yang cocok. Hal ini dikarenakan metode

formal ini dilengkapi alat pencari fakta baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Sesuai dengan tujuan dari metode formal adalah untuk mengumpulkan data dari

sampel ilmiah. Sehingga metode formal ini mampu menjawab pertanyaan tentang

Page 35: Laporan Revisi Fian Fix

35

situasi yang tidak dijawab dengan memuaskan bila kita menggunakan metode

informal. Termasuk dalam riset formal adalah analisis isi. Riset tersebut

digunakan untuk menentukan secara objektif apa yang dilaporkan dalam media.

Analisis ini digunakan oleh BI saat melakukan pantauan terhadap pemberitaan

sehari.

Kedua macam sifat metode riset tersebut ini juga dilakukan oleh tim riset

dan analisis kehumasan BI, yaitu berupa kegiatan media monitoring baik secara

harian, mingguan atau bulanan. Setiap hari Biro Humas BI mendapatkan kliping

pemberitaan sehari dari konsultan PR yang disewanya. Data berupa kliping

tersebut telah diolah dan ditentukan arah pemberitaannya. Pada akhirnya kilping

berita selama sebulan akan menjadi bahan rekomendasi arah kebijakan strategi

komunikasi BI yang ditentukan oleh Dewan Gubernur.

4.2 Media monitoring sebagai bagian dari riset PR

Bagaimana proses media monitoring tersebut berjalan? Mengapa data

yang didapat bisa jadi bahan rekomendasi arah kebijakan strategi komunikasi BI?

Sebelum menjawab kedua pertanyaan tersebut, akan lebih baik bila kita menilik

terlebih dahulu seperti apakah kegiatan media monitoring. Kegiatan media

monitoring ini dilakukan untuk mengevaluasi program yang telah berjalan,

terutama kegiatan media relations. Wardhani (2008:139) menjelaskan bahwa

program yang dievaluasi adalah keseluruhan aktivitas mulai dari pengiriman

siaran pers,konferensi pers, kunjungan pers, resepsi pers dan lainnya.

Kegiatan pengiriman siaran pers, konferensi pers, kunjungan pers

ditujukan untuk memberikan informasi langsung kepada pers tentang program

Page 36: Laporan Revisi Fian Fix

36

yang dilakukan oleh organisasi. Harapannya informasi tersebut akan termuat

dalam media massa dan dapat tersampaikan kepada publik. Iriantara (2005:29)

menjelaskan bahwa kegiatan inti kegiatan media relations adalah mempromosikan

organisasi melalui media massa. Melalui media relations pula organisasi dapat

berkomunikasi dengan publiknya. Maka diperlukan usaha khusus yaitu dengan

media relations untuk mempelihara arus informasi kepada publik ini.

Pada Biro Humas BI, kegiatan ini dilaksanakan oleh kelompok media

yang tergabung dalam tim relasi eksternal. Kelompok ini bertugas untuk meng-

handle media massa melalui kunjungan pers, konferensi pers, pers release, atau

memberikan konfirmasi kepada media. Kelompok ini tak bekerja sembarangan,

akan tetapi kinerja mereka di-back up oleh tim riset dan analisis kehumasan. Tim

riset dan analisis kehumasan ini membantu kelompok media dalam hal

pengawasan pemberitaan media massa dan membuat program kehumasan guna

peningkatan citra bank Indonesia melalui pembinaan hubungan dengan media

massa (jejaring).

Kegiatan media relations yang dilakukan Biro Humas BI ini tak hanya

sekedar mempromosikan organisasi, tapi juga mengolah feedback yang muncul.

Melalui pemeliharaan arus informasi yang tepat maka pesan yang di berikan oleh

BI melalui berbagai media akan mendapatkan feedback. Feedback ini haruslah

diolah, Oemi dalam Irianta (2005:30) menekankan bahwa organisasi harus pandai

menerima informasi. Konsekuensi dari pernyataan bagi BI adalah Biro Humas BI

harus mengikuti dan mengelola informasi yang masuk. Hal ini ditujukan agar

tercipta komunikasi dua arah yang efektif.

Page 37: Laporan Revisi Fian Fix

37

Informasi yang masuk dapat berupa tanggapan terhadap pesan yang

disampaikan organisasi dalam pernyataan langsung maupun kinerja organisasi.

Feedback ini dapat berupa pernyataan aspirasi, harapan, keinginan bahkan kritik.

Feedback dari publik dapat muncul dikarenakan stakeholder ingin memberikan

opininya terhadap organisasi baik tentang kelembagaan atau kinerjanya.

Tidak terkecuali BI, sebagai lembaga pembuat kebijakan ekonomi maka

BI tidak bisa tuli terhadap umpan balik yang diberikan publiknya terkait dengan

kebijakan yang dibuat atau kelembagaan BI. Misalnya pada kebijakan (Loan to

Deposit Rasio-Giro Wajib Minimum (LDR-GWM) yang cukup memancing

kontroversi. Kebijakan yang ditujukan agar dunia perbankan lebih terbuka dalam

memberikan pinjaman ini banyak ditentang oleh bank-bank besar. Hal tersebut

dikarenakan rasio yang ditetapkan oleh BI dirasa sangat memberatkan. Melalui

komunikasi yang dibuka secara dua arah oleh BI maka BI dapat

mempertimbangkan aspirasi berbagai bank sehingga penetapan LDR-GMW tidak

terlalu memberatkan dunia perbankan.

Selain membuka arus informasi kepada stakeholder BI juga membuka arus

informasi kepada media massa. Irianta menjelaskan bahwa kegiatan media

relations terkait dengan pemberian informasi atau memberi tanggapan pada

media. Pemberian tanggapan ini dilakukakan sebagai lanjutan proses pengelolaan

informasi yang masuk. Disinilah riset media monitoring mengambil peran.

Melalui riset ini tim riset dan analisis kehumasan BI dapat memperhatikan dengan

seksama apa isi feedback yang termuat di berita. Setelah itu feedback diolah bisa

menjadi bahan rekomendasi tim riset dan analisis kehumasan untuk membuat

Page 38: Laporan Revisi Fian Fix

38

program komunikasi ataukah langsung memberi tanggapa atas pemberitaan yang

kurang berkenan.

Melalui kegiatan media monitoring ini kelompok media tim relasi

eksternal dapat memberikan jawaban atas feedback yang masuk melalui media

massa. Bisa melalui pers release, wawancara langsung, pers conference atau

menjadi narasumber pada acara talkshow di stasiun TV. Hal ini ditujukan untuk

membangun komunikasi dua arah yang efektif. Misalnya saja saat menghadapi isu

uang palsu menjelang hari raya ‘idul fitri. Kelompok eksternal mendapatkan

informasi tentang isu tersebut dari tim riset dan analisis kehumasan. Lalu

kelompok eksternal berupaya untuk mengatasi isu tersebut dengan memberikan

konfirmasi di acara Apa Kabar Indonesia di TV One. Lalu kelompok ini

menghubungi pejabat dari sektor sistem pembayaran untuk menjadi narasumber

dan mendampingi narasumber tersebut saat memberikan informasi pada acara

yang disiarkan langsung tersebut.

Selain sebagai salah satu upaya dalam membangun komunikasi dua arah,

media monitoring juga menjadi sarana evaluasi program. Tim riset dan analisis

kehumasan tentunya tidak membiarkan saja program kehumasan yang telah

dibuatnya berjalan begitu saja. Sesuai dengan tahapan MPR, setelah pelaksanaan

maka langkah selanjutnya adalah evaluasi melalui riset. Hal ini dikarenakan

dengan melakukan riset evaluasi maka dapat diketahui seberapa efektifkah

program media relations ini berjalan.

Tentunya dalam sebuah riset evaluasi butuh sebuah skala pengukuran

apakah program tersebut berjalan efektif atau tidak. Wardhani (2008:139)

menjelaskan bahwa tolak ukur keberhasilan program media relations ini diukur

Page 39: Laporan Revisi Fian Fix

39

dari publikasi yang optimal. Kata optimal disini berarti publikasi tersebut sesuai

dengan media dan target sasaran khalayak yang diinginkan, isi

pemberitaan/tulisan membentuk image positif dan dukungan publik yang baik

terhadap organisasi yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Melalui media monitoring inilah pengukuran tersebut dapat dilakukan.

Riset media monitoring ini cukup unik. Hal tersebut dikarenakan riset ini

menggunakna metode formal dan informal. Dikatakan seperti itu karena, media

monitoring diawali dengan proses pengklipingan berita yang terkait dengan

kinerja organisasi. Setelah itu kliping tersebut akan dianalisis menggunakan

metode analisis isi. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui isi pemberitaan dan

kecenderungan pemberitaan media. dan mengetahui citra organisasi di mata

publik.

Melalui riset media monitoring ini tentunya tujuan Biro Humas BI untuk

Mencapai dan meningkatkan citra Bank Indonesia melalui rangkaian kegiatan

komunikasi efektif dapat tercapai karena didukung dengan data yang akurat. Data

tersebut lalu akan diolah menjadi program dan strategi komunikasi baik dalam

jangka pendek atau jangka panjang. Secara garis besar Wardhani (2008:140)

mendefinisikan upaya-upaya dalam mengevaluasi dan memonitoring media

sebagai berikut :

1. Menghitung media yang mempublikasi

2. Melihat posisi letak halaman

3. Melihat luas kolom publikasi

4. Metode analisa isi

Page 40: Laporan Revisi Fian Fix

40

Akan tetapi pada pelaksanaan media monitoring oleh BI, poin ketiga yaitu melihat

luas kolom publikasi tidak dilakukan. Tim riset BI lebih memfokuskan pada

jumlah pemberitaan, porsi pemberitaan yang termuat dalam media, siapa opinion

leader-nya, arah kecenderungan pemberitaan, dan isu dominan.

4.3 Media Monitoring dan Opini Publik

Secara garis besar opini publik merupakan kumpulan pandangan publik

terhadap isu yang sama. Opini tersebut diungkapkan oleh pihak yang dianggap

mewakili keseluruhan publik. Menurut Wlliam Albiq dalam Helena Olii dan Lidia

Evelina, opini publik merupakan suatu jumlah dari pendapat individu-individu

yang diperoleh melalui perdebatan dan opini publik merupakan hasil interaksi

antar individu dalam suatu publik. Dapat disimpulkan bahwa opini publik muncul

karena ada masalah tertentu sehingga bermunculanlah pendapat-pendapat yang

saling bertentangan akibat interaksi antar individu.

Feedback berupa opini publik telah berulang kali didapatkan oleh BI. Baik

pada kasus Bail-Out Bank Century hingga yang terbaru adalah isu redenomisasi.

Isu-isu tersebut menimbulkan pro dan kontra. Media pun dengan senang hati

memblow-up isu tersebut karena the bad news is a good news. Semakin

kontroversial sebuah isu semakin menarik isu tersebut dan publik yang ingin tahu

tentu akan semakin banyak pula. Saat isu tersebut diangkat oleh media massa

maka terbentuklah opini pro dan kontra terhadap BI terkait isu tersebut.

Pendapat-pendapat yang saling bertentangan tersebut dapat dipertemukan

dalam media massa. Baik dalam acara talkshow atau dalam berita. Dalam

pemberitaan atau talkshow tentunya akan dilakukan secara cover both side,

Page 41: Laporan Revisi Fian Fix

41

sehingga opini pro dan kontra pun bertemu. Bertemunya kedua macam opini ini

dapat mempengaruhi publik. Hal tersebut dikarenakan media massa mempunyai

kemampuan untuk menciptakan persepsi tentang dunia di sekitar masyarakat.

Kebanyakan dari anggota publik tidak punya akses langsung untuk

mengetahui kondisi ‘dunia’ di sekitar mereka. Maksudnya adalah banyak orang

yang tidak bisa secara langsung mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ketidak

tahuan ini ‘dimanfaatkan’ media massa untuk menciptakan apa yang disebut oleh

Lippman dalam Cutlip, Center dan Broom (2007:234) sebagai gambaran yang

terpercaya atas dunia yang berada di luar jangkauan dan pengalaman langsung

publik.

Nolle-Neumann dalam West-turner (2007:127) menambahkan penciptaan

gambaran atas dunia yang berada diluar jangkauan publik ini diperkuat oleh tidak

diberikannya interpretasi peristiwa dalam berita yang luas dan seimbang kepada

publik oleh media massa. Nolle-Neumann berpendapat bahwa media massa

memberi publik pandangan mengenai realitas yang terbatas. Sehingga melalui

pendekatan yang terbatas ini maka persepsi seseorang dapat dipersempit.

Pada awal munculnya wacana redenomisasi, media massa langsung mem-

blow up wacana tersebut dengan mengangkat opini tentang masyarakat yang tidak

memahami apa arti redenomisasi sesungguhnya dan menyamakannya dengan

sanering. Sehingga seolah-olah masyarakat panik dan keseluruhannya menentang

wacana tersebut. Ditambah lagi dengan pemunculan opinion leader yang kontra

terhadap wacana tersebut. Sehingga anggota publik dalam hal ini masyarakat dapat

beranggapan bahwa hampir semua orang menganggap negatif wacana ini.

Page 42: Laporan Revisi Fian Fix

42

Media massa juga kurang memberikan ruang terhadap opini yang pro

terhadap wacana redenomisasi. Langkah ini tentunya semakin mempersempit

persepsi masyarakat terhadap wacana redenomisasi. Hal tersebut dikarenakan

media massa tidak memberikan ruang yang cukup agar opini yang pro terhadap

wacana tersebut untuk berkembang.

Pengaruh media massa terhadap opini publik ini diperkuat dengan adanya

tiga karakteristik media yaitu ubiquity, cumulativeness, dan consonance

menyebabkan media semakin kuat mempengaruhi publik. Noelle & Noeman

dalam West & Turner (2007:127) menjelaskan maksud ketiga karateristik tersebut

sebagai berikut :

1. Ubiquity : merupakan keyakinan bahwa media ada dimana-mana dan

banyak orang yang bergantung pada media saat ingin mendapatkan

informasi. Misalnya saja saat isu redonomisasi mencuat. Banyak

masyarakat yang ingin mengetahui apa itu redonomisasi, bagaimana

efek yang akan terjadi saat kebijakan ini terealisasi, mengapa BI perlu

melakukan kebijakan ini, dan kapan kebijakan ini akan dilaksanakan.

Maka masyarakat akan mencaritahu informasi terkait redonomisasi ke

media massa, karena hal tersebut lebih terjangkau daripada bertanya

langsung ke BI.

2. Cumulativeness : media selalu mengulangi dirinya sendiri. Maksudnya

adalah berita yang dimuat oleh media massa terkadang sama dan

diulang-ulang. Sehingga dapat muncul pembenaran akan informasi

tersebut. Hal tersebut dikarenakan kebenaran dapat ditarik dari

informasi yang konsisten membahas suatu hal. Misalkan pada

Page 43: Laporan Revisi Fian Fix

43

pemberitaan pengadaan kas keliling menjelang hari raya ‘idul fitri.

Pada tahun-tahun sebelumnya masyarakat selalu kesusahan saat ingin

menukarkan uangnya menjelang hari karena harus mengantri berjam-

jam bahkan ada yang harus sampai menginap hanya untuk menukarkan

uang. Pada saat kebijakan ini dikeluarkan mungkin beberapa pihak

meragukan program tersebut berhasil. Akan tetapi dengan publikasi

berulang kali melalui media massa diikuti dengan kinerja yang

maksima,l maka opini keraguan tersebut dapat dibalik menjadi opini

positif terhadap BI.

3. Consonance : keyakinan bahwa semua media massa sama dalam hal

sikap, nilai dan keyakinan. Sehingga publik yang mempunyai opini

sama dengan yang diungkapkan oleh media akan merasa dirinya berada

pada posisi mayoritas karena semua menganggap semua media massa

sama. Noelle-Neumann juga menjelaskan bahwa media akan berfokus

pada opini mayoritas dan tidak mengindahkan opini minoritas.

Contohnya pada saat kasus Bail-Out Bank Century mencuat, opini

publik yang berkembang adalah BI dinilai gegabah dalam pemberian

kucuran dana tersebut. Publik yakin bahwa pemerintah salah karena

menganggap semua media massa juga menyalahkan kedua lembaga

pemerintahan itu. Opini publik negatif ini menjadi dominan saat

hampir semua media massa membahas kasus ini dan beramai-ramai

menyalahkan pemerintah dan BI. Sehingga publik merasa mendapatkan

pembenaran dari media massa menyajikan opini negatif yang

merupakan opini mayoritas.

Page 44: Laporan Revisi Fian Fix

44

Luasnya jangkauan media massa menyebabkan opini yang diangkat

melalui pemberitaan media tersebut akan disebarkan ke masyarakat luas. Sehingga

peluang opini ‘mayoritas’ dalam media massa akan mempengaruhi masyarakat

semakin banyak. West-turner menyatakan bahwa karena kekuasaan media massa

yang begitu besar, media memiliki dampak yang awet dan mendalam terhadap

opini publik. Media massa bekerja secara berkesinambungan dengan menyuarakan

opini mayoritas untuk membungkam opini minoritas. (2007:121).

Inilah yang dimaksud dengan spiral keheningan. Spiral keheningan ini

diciptakan oleh media massa sehingga opini mayoritas pun berkuasa atas opini

minoritas. Dalam kasus Hal ini diperkuat dengan pernyataan Nancy Erickson dan

Paul Turman dalam West-Turner (2007:126) mereka yakin bila media massa

adalah pihak yang memberikan dorongan di balik spiral keheningan. Hal tersebut

disebabkan karena media merupakan alat komunikasi satu arah. Sehingga publik

yang mendapatkan pesan tidak langsung tersebut tak mampu untuk memberikan

respon.

Pada kasus Bail-Out Bank Century suara-suara yang membela pemberian

bail-out tersebut seolah tenggelam. Hal ini dikarenakan media massa lebih

memihak kepada opini mayoritas yaitu opini yang kontra terhadap kebijakan ini.

Efeknya hanya orang-orang dengan pendirian kuat dan memiliki pengetahuan

tentang kasus tersebut yang berani menyatakan mendukung kebijakan tersebut.

Contohnya saja politisi-politisi partai demokrat.

West-turner menjelaskan bagaimana semena-menanya media massa dalam

membentuk persepsi publik. Selain dengan tidak memberikan informasi secara

lengkap, media massa juga men-setting agenda apa yang ingin dibahas. West-

Page 45: Laporan Revisi Fian Fix

45

Turner (2007:122) menjelaskan bahwa sering kali media menentukan subjek apa

yang menarik bagi publik dan media sering membuat suatu subjek menjadi

kontroversial. Contohnya saja isu redonomisasi, penukaran uang menjelang

lebaran dan peredaran uang palsu. Pada Agustus ketiga isu yang termasuk pada

topik sistem pembayaran ini mendominasi pemberitaan tentang BI di media massa.

Sebanyak 360 berita membahas ketiga isu tersebut dan yang paling kontroversial

adalah isu redonomisasi.

Melihat bagaimana media massa dapat mempengaruhi opini publik melalui

spiral keheningan maka citra sebuah lembaga berada dalam ancaman. Selain

jangkauannya yang luas, media massa juga mampu memainkan opini publik.

Maka diperlukanlah sebuah alat yang dapat menjadi instrumen untuk mengatasi

masalah ini.

Media Monitoring yang dilakukan Biro Humas BI mampu menjawab

tantangan ini. Hal ini dikarenakan riset ini memiliki metode formal yaitu analisis

isi yang hasilnya dapat dipertanggunggjawabkan. Melalui riset ini tim riset dan

analisis kehumasan dapat mengawasi bagaimana opini publik yang berkembang

dalam pemberitaan sehari-hari. Selain itu Biro Humas BI dapat memberikan

konfirmasi tentang informasi yang benar tentang sebuah isu. Kedua hal ini

dilakukan sebagai upaya untuk menangani opini publik yang berkembang di mata

masyarakat. Helena Olii dan Lidia Evelina menjelaskan bahwa Humas harus

memberikan publik lebih banyak keterangan atau penjelasan tentang hal-hal

kontroversial. Selain itu Humas juga dituntut untuk mampu menimbulkan

perhatian yang lebih besar pada individu-individu sebagai kelompok yang

menghadapi hal-hal yang bersifat kontroversial.

Page 46: Laporan Revisi Fian Fix

46

Sejelek apapun opini yang berkembang, Biro Humas BI dituntut agar dapat

bersikap secara rasional dalam menghadapi opini negatif tersebut. Helena Olii dan

Lidia Evelina (2006:60) menjelaskan bahwa Humas harus mampu untuk

mengembangkan strategi dan program komunikasi dalam menghadapi opini

negatif secara rasional bukan hanya berdasar emosi. Maka inilah tugas

sesungguhnya yang harus diemban oleh tim riset dan analisis kehumasan BI. Hal

tersebut dikarenakan program dan strategi komunikasi yang akan dilaksanakan

oleh tim eksternal dan internal bersumber dari hasil kerja tim riset dan analisis

kehumasan BI. Apabila program dan strategi komunikasi dapat dilaksanakan

dengan efektif sehingga tujuan Biro Humas untuk menyokong visi BI melalui citra

positif dapat tercapai.

4.4 Opini Publik dan Citra

Proses pembungkaman opini minoritas dalam spiral keheningan ini terkait

upaya media massa untuk membentuk persepsi publik. Bicara tentang persepsi,

tentu kita tak jauh-jauh bahasan tentang citra. Hal ini dikarenakan citra lahir dari

persepsi publik tentang apapun kegiatan BI. Seperti yang dikatakan Kriyantono

dalam buku Public Relations Writing :

citra adalah gambaran yang ada dalam publik tentang perusahaan. Citra adalah persepsi publik tentang perusahaan menyangkut pelayanannya, kualitas produk, budaya perusahaan, perilaku perusahaan, atau perilaku individu-individu dalam perusahaan dan lainnya. (2008 : 8).

Dapat kita lihat bahwa dengan adanya persepsi ini akan lahirlah sebuah citra

tentang organisasi di mata publik padahal persepsi dapat dengan mudah

dipengaruhi oleh media massa. Hal ini dikarenakan media massa hanya

memberikan ruang terbatas kepada publik terkait apa yang sebenarnya terjadi.

Page 47: Laporan Revisi Fian Fix

47

Jumlah informasi yang dimiliki oleh seseorang akan menentukan

bagaimana persepsinya terhadap suatu objek. Frank Jefkins menjelaskan (2003:20)

ada beberapa jenis citra yang mungkin terbentuk akibat jumlah informasi yang

ada. sebagai berikut :

• Citra bayangan (mirror image)

Citra ini melekat pada anggota-anggota organisasi mengenai anggapan

pihak luar tentang organisasinya. Seringkali citra ini tidak tepat karena

tidak memadainya informasi, pengetahuan atau pemahaman yang dimiliki

pihak internal terhadap pendapat atau pandangan pihak luar.

• Citra yang berlaku (current image)

Citra ini adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak

luar mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra

bayangan, citra yang berlaku tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini

dikarenakan minimnya informasi yang didapatkan pihak luar mengenai

organisasi. Citra yang berlaku ini dapat terlihat pada opini publik terhadap

BI. Terbatasnya informasi yang didapat oleh publik tentang BI

mengakibatkan persepsi publik menjadi negatif.

• Citra yang diharapkan (wish images)

Citra ini adalah citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Biasanya

citra yang diharapkan lebih baik daripada citra yang berlaku. Biasanya citra

yang diinginkan ini dibentuk dan diterapkan untuk sesuatu yang baru.

• Citra perusahaan (corporat images)

Merupakan citra yang terbentuk dari berbagai hal seperti sejarah

perusahaan, prestasi, kualitas produk, hubungan dengan stakeholder yang

Page 48: Laporan Revisi Fian Fix

48

baik. Citra perusahaan atau lembaga yang baik tentunya akan mendukung

kinerja lembaga tersebut.

Dalam upaya membentuk dan menciptakan citra, BI melalui Biro Humas-

nya bekerja secara berkesinambungan melalui ketiga timnya. Tim riset dan analisis

kehumasan BI bertugas untuk mengetahui opini publik dan citra yang berlaku di

masyarakat terhadap BI. Melalui tim ini maka Biro Humas BI akan memperoleh

data tentang bagaimana persepsi publik terhadap BI. Data tersebut lalu diolah dan

didistribusikan kepada tim relasi eksternal, tim relasi internal dan kepada Dewan

Gubernur.

Tim relasi eksternal akan menindak lanjuti pemberitaan dengan

memberikan pernyataan yang berupaya untuk memberikan informasi kepada

publik sehingga citra negatif yang berlaku dapat ditangani. Rekomendasi kepada

Dewan Gubernur akan diolah sehingga melahirkan tiga macam strategi dan

program komunikasi. Ketiga macam strategi tersebut lalu akan didistribusikan

oleh tim relasi internal agar citra bayangan yang dimiliki oleh internal BI dapat

mendekati kenyataan. Maksudnya adalah agar pegawai BI memahami apa yang

sedang terjadi pada lembaganya dan dapat meluruskan pemahaman yang kurang

tepat.

4.5 Implementasi Media Monitoring di Bank Indonesia

Dalam pelaksanaan media monitoring, Biro Humas BI punya tim khusus

untuk melaksanakannya. Adalah tim riset dan analisis kehumasan yang bertugas

untuk melakukan riset ini. Riset media monitoring digunakan karena riset ini

dapat mempermudah tugas tim riset kehumasan yaitu untuk memantauan dan

Page 49: Laporan Revisi Fian Fix

49

analisis pemberitaan harian terkait bank Indonesia di media massa. Selain itu

metode ini juga digunakan tim riset dan analisa kehumasan untuk menganalisa

keseimbangan pemberitaan terkait kebijakan di bidang stabilitas moneter dan

stabilitas sistem perbankan.

Terdapat berbagai macam hasil keluaran akhir dari kegiatan media

monitoring antara lain strategi & program komunikasi kebijakan, isu strategis dan

isu kritikal. Hasil keluaran tersebut dibuat berdasarkan data yang telah diolah

dengan cara kodifikasi, interpretasi data, grup diskusi dan analisis isi. Data yang

didapat akan diolah lebih lanjut melalui MPR.

4.5.1 Proses awal : Mapping Berita Harian

Media monitoring ini difungsikan tim riset dan analisis kehumasan BI

sebagai riset evaluasi. Riset ini digunakan untuk mempelajari dan mengeksplorasi

bagaimana situasi yang terjadi. Cutlip, Center & Broom (2007:423) proses ini

biasanya dilakukan dengan cara menghitung jumlah publikasi cetak; news release

yang didistribusikan; berita yang ditempatkan di media; dan pembaca, pemirsa,

atau pendengar. Dapat disimpulkan tahapan riset evaluasi ini adalah menghitung

pesan yang didistribusikan, jumlah pesan yang termuat di media massa, jumlah

orang yang mungkin menerima pesan program dan jumlah orang yang

memperhatikan pesan.

Akan tetapi dikarenakan dalam media monitoring ini menggunakan

metode analisis isi, maka proses untuk mengetahui jumlah jumlah orang yang

mungkin menerima pesan program dan jumlah orang yang memperhatikan pesan

ditiadakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Cutlip, Center & Broom

Page 50: Laporan Revisi Fian Fix

50

(2007:345) bahwa analisis isi hanya menjelaskan apa yang dicetak atau disiarkan,

bukan apa yang dibaca atau didengar. Analisis isi tidak mengukur apakah audien

memahami atau percaya kepada isi pesan itu atau tidak.

Proses media monitoring yang dilakukan oleh tim riset dan analisa

kehumasan dimulai dengan melakukan mapping berita harian. Pada pagi hari Biro

Humas BI akan menerima kliping pemberitaan di media cetak hari ini dan

beberapa pemberitaan media elektronik pada hari kemarin. Kliping ini dikirim

beserta news alert dari konsultan PR yang disewanya yaitu Fortune PR. Ini

merupakan riset yang bersifat informal dikarenakan tidak dibatasi oleh aturan

baku riset ilmiah.

Tim riset dan analisa kehumasan BI lebih memilih untuk memonitor

pemberitaan di media cetak daripada media elektronik. Hal ini dikarenakan untuk

mengawasi media cetak lebih mudah dikarenakan fisiknya yang mudah dibawa

dan sifatnya yang dapat dibaca berulang kali kapan saja tanpa menggunakan alat

khusus. Dibandingkan dengan media cetak, pemberitaan di media elektronik lebih

susah dilakukan karena berita yang termuat di televisi atau radio tidak dapat

diulang sehingga butuh alat khusus untuk merekamnya. Selain itu Biro Humas BI

belum membuat klasifikasi penilaian khusus untuk memonitor pemberitaan di

media elektronik, seperti rating, jam tayang, durasi dan sebagainya.

Page 51: Laporan Revisi Fian Fix

51

Sedangkan pemberitaan di new media juga susah dilakukan karena sifat

beritanya yang selalu update setiap waktu dan jumlah medianya sangat banyak

sehingga terlalu susah untuk diamati. Sehingga kliping tentang pemberitaan di

media elektronik –yang berupa transkrip- dan media internet hanya menjadi data

pembanding saja.

Kliping pemberitaan harian pada media cetak yang telah diterima lebih

lanjut oleh tim riset dan analisis kehumasan akan diolah. Pengolahan data ini

menggunakan pengelompokan jenis berita beserta analisis kecenderungan

pemberitaan di media tersebut. Berikut adalah contoh pengolahan data yang

dilakukan oleh tim riset dan analisis kehumasan Biro Humas BI :

Tabel 4.1 : contoh kliping dalam bentuk soft copy oleh Fortune PR. Selain mendapatkan kliping dalam bentuk soft copy BI juga mendapatkan kliping pemberitaan harian dalam bentuk hard copy

Page 52: Laporan Revisi Fian Fix

52

Dalam gambar diatas dapat kita amati beberapa kategori yang digunakan untuk

proses pengelompokan ini antara lain :

1. Kategori berita

Setiap hari jumlah kliping berita cukup bervariasi mulai puluhan

hingga ratusan. Tergantung isu yang sedang diangkat oleh media.

Semakin hangat isu terkait BI yang diangkat maka semakin banyak

pemberitaan di media massa. Maka diperlukan upaya untuk

mengklasifikasikan jenis topik berita agar mudah untuk diamati.

2. Nama media

Biro Humas telah memilih media mana saja yang beritanya akan

dikliping. Pemilihan ini dilakukan dikarenakan tidak semua media

cetak akan dimonitor akan tetapi hanya media-media yang dipandang

punya target pembaca yang diinginkan oleh BI. Seperti halnya yang

dikatakan oleh wardhani (2008:140) bahwa pemilihan media ini

didasarkan pada target sasaran dari organisasi.

3. Judul berita

Tabel 4.2 : contoh data kliping pemberitaaan harian yang telah dikelompokkan dalam berbagai kategori dan dinilai oleh tim riset dan analisis kehumasan Biro Humas BI

Page 53: Laporan Revisi Fian Fix

53

Pengklasifikasian judul berita ini akan membantu praktisi PR dalam

mengkatagorikan topik berita. Misalnya pada berita berjudul “Di

Depan Kuasa Modal, Hilang Daulat Negara” maka tim riset dan

analisis kehumasan akan memasukkan berita tersebut pada kategori

topik makro ekonomi karena membahas masalah arus investasi.

4. Halaman

Posisi berita ditampilkan akan berpengaruh pada tingkat

keterbacaannya. Hal ini dikarenakan posisi berita yang terpasang di

halaman kedua tidak sestrategis berita pada halaman pertama koran.

5. Summary (kesimpulan berita)

Penarikan kesimpulan ini dibutuhkan untuk menentukan

kecenderungan pemberitaan oleh media. Sehingga anggota tim riset

tak perlu lagi membaca seluruh berita untuk menentukan

kecenderungan berita.

6. Tone (kecenderungan berita)

Kesimpulan berita yang telah dibuat lalu dianalisis dan ditentukan

apakah berita ini bersifat netral, negatif atau positif.

7. Kutipan, pada kolom ini dibedakan menjadi empat yaitu :

a. Key opinion leader (narasumber inti)

Pada laporan pemberitaan harian, tim riset akan menentukan siapa

narasumber dari berita tersebut. Hal ini akan memudahkan tim riset

untuk mengetahui siapakah yang dijadikan media sebagai opinion

leader terkait isu tertentu.

b. Jabatan

Page 54: Laporan Revisi Fian Fix

54

Tim riset dan analisis kehumasan BI menilai bahwa jabatan dan

lembaga yang diwakilinya akan menentukan krebilitas opini yang

dikeluarkannya. Hal ini terlihat dari pemberian nilai pada kolom

kredibilitas narasumber. Misalkan saja direktur Bank BCA dengan

direktur Bank BII saat ditanyai oleh media cetak terkait isu

redonomisasi. Keduanya memiliki jabatan yang sama, akan tetapi

tim riset BI memberi nilai lebih terhadap direktur Bank BCA yaitu

1,5 pada kolom penilaian sedangkan direktur Bank BII hanya 0,75.

c. Statement dari narasumber

Statement narasumber dibutuhkan untuk menentukan

kecenderungan opininya serta pemberitaan oleh media. Selain itu

dengan pencantuman statement ini maka tim riset dapat mudah

mengawasi statement dari narasumber.

d. Tone (kecenderungan opini narasumber)

Statemen yang telah dicantumkan lalu dianalisis dan ditentukan

apakah berita ini bersifat netral, negatif atau positif.

8. Penilaian berita, kolom ini dibutuhkan agar tim riset dapat

mengklasifikasikan berita mana yang patut diperhitungkan. Hal ini

dikarenakan seringkali pemberitaan media tidak menggunakan

narasumber, hanya berdasar data statistik lapangan. Ada enam macam

penilaian yaitu :

a. Messege Accuracy

Page 55: Laporan Revisi Fian Fix

55

Tim riset akan menilai apakah berita tersebut berkaitan dengan

kebijakan atau tidak. Tim riset akan memberi nilai antara 1 hingga

3 pada kriteria penilaian ini.

b. Klasifikasi media

Media yang telah dipilih tim riset untuk dimonitor lebih lanjut akan

diklasifikasikan sesuai kredibilitas media dan ketepatan sasaran

target. Nilai yang diberikan adalah 1 hingga 3.

c. Posisi artikel

Posisi artikel akan mempengaruhi keinginan orang untuk membaca

berita tersebut. Wardhini (2008) menjelaskan bahwa bila berita

berada pada posisi yang strategis maka akan mudah mendapat

perhatian dari pembaca. Posisi yang strategis juga akan

memberikan dampak yang kuat bagi pembaca. Nilai yang

diberikan adalah 0.5, 0.75, atau 1.5.

d. Eksistensi foto

Adanya foto atau grafik tentunya akan lebih menarik minat

pembaca dibanding dengan berita tanpa foto. Nilai yang diberikan

adalah 0.25, 0.5, atau 0.75.

e. Kredibilitas narasumber

Kredibilitas narasumber ini ditentukan oleh jabatan dan lembaga

apa yang diwakilinya. Nilai yang diberikan adalah 0.25, 0.5, atau

0.75.

f. Jumlah nilai

Page 56: Laporan Revisi Fian Fix

56

Setelah semua penilaian dilakukan maka akan ditotal. Penjumlahan

nilai ini akan membantu tim riset nanti pada saat membuat monthly

report. Berita dengan nilai kurang dari 6 berita tersebut tidak akan

dimasukkan hitungan karena efeknya dianggap lemah.

Melalui kegiatan pengolahan data berita harian akan menghasilkan produk

laporan harian pemberitaan, news alert, LD key messeges, dan tindak lanjut

pemberitaan lainnya. Tindak lanjut pemberitaan ini dimaksudkan untuk

memberikan tanggapan ke media apabila terdapat kekeliruan dalam pemberitaan

sebagai upaya pengguanaan hak jawab BI. Disinilah media monitoring mengambil

peran dalam apa yang disebut Irianta sebagai tujuan media relations yaitu melalui

pengolahan informasi masuk lalu memberikan informasi atau memberi tanggapan

pada media.

Tim riset dan analisis kehumasan BI menempatkan kegiatan mapping

berita harian pada tahapan evaluasi. Selain mengeksplorasi kondisi citra BI dimata

publik, kegiatan media monitoring ini juga digunakan untuk mengetahui arah

kecenderungan pemberitaan oleh media massa. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan menggunakan analisis isi media, maka tim riset dan analisis kehumasan BI

dapat mendefinisikan 3 hal yang merupakan tujuan analisis isi menurut wardhani

(2008:141) yaitu :

a. Mengetahui kecenderungan opini publik atas infromasi di media

massa.

b. Mengetahui kecenderungan isu yang makin menghangat atau mulai

menurun pemberitaannya.

c. Mengetahui posisi perusahaan di mata publik eksternal.

Page 57: Laporan Revisi Fian Fix

57

Melalui analisis isi ini juga maka hasil yang didapat dapat dipertanggungjawabkan

dan dapat digunakan sebagai bahan dasar perencenaan sebuah program. Hal

tersebut dikarenakan analisis isi merupakan salah satu metode riset formal. Akan

tetapi jumlah anggota tim riset dan analisis kehumasan BI hanya berjumlah 2

orang maka Biro Humas BI pun menyewa konsultan PR untuk melakukan analisis

isi ini.

Melalui metode analisis isi maka tim riset dan analisis kehumasan BI akan

mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Cutlip, Center &

Broom (2007:342) menjelaskan bahwa metode formal ini dapat memberikan

informasi tentang fenomena dan situasi dengan akurasi dan toleransi kesalahan

yang bisa diterima. Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh metode publicity

analisys. Publicity analisys hanyalah metode informal yang mengeksplorasikan

seberapa sering pemberitaan tentang BI dimuat oleh media massa melalui kliping.

Selain sebagai instrumen evaluasi proses daily media monitoring

digunakan Biro Humas BI untuk bersikap reaktif dan antisipatif atas pemberitaan

pada hari tersebut. Misalkan pada hari tersebut tim riset menemukan opini dengan

kecenderungan negatif maka tim riset dan analisis kehumasan akan meminta

kelompok media untuk memberikan konfirmasi kepada media massa.

4.5.2 Proses Pendistribusian Data kepada Seluruh Tim melalui

Komunikasi Horizontal

Kegiatan penyusunan laporan harian pemberitaan akan menghasilkan

laporan pemberitaan Senin hingga Sabtu. Pemberitaan Minggu tidak dibuat

dikarenakan Sabtu adalah hari libur bagi dunia perekonomian. Sehingga media

Page 58: Laporan Revisi Fian Fix

58

massa tidak mempunyai topik untuk membahas isu ekonomi. Setelah sepekan

maka tim riset dan analisis kehumasan BI akan menjadikan laporan harian Senin

hingga Sabtu sebagai bahan presentasi “Ngoran”.

“Ngoran” adalah sebuah forum diskusi internal Biro Humas BI sebagai

tempat untuk mendiskusikan isu apa yang sedang berkembang minggu kemarin

dan mencari solusi untuk mengatasinya. Selain membahas isu seminggu kemarin,

forum ini juga digunakan untuk mengkoordinasikan rencana kegiatan seminggu

kedepan. Dalam pengkoordinasian rencana kedepan juga dibahas langkah apa

yang harus diambil tim relasi internal atau relasi eksternal dalam menghadapi isu

tersebut. Pada forum ini, dijabarkan pula daftar opinion leader pemberitaan

sepekan dan media tracking weekly dari Fortune PR. Dibawah ini merupakan

contoh bahan presentasi “ngoran” dan daftar opinion leader pemberitaan sepekan.

Gambar 4.1 Hasil kesimpulan pemberitaan sepekan

Page 59: Laporan Revisi Fian Fix

59

Gambar 4.2 Kegiatan “ngoran”

Pada tahapan “ngoran” ini data tentang isu dominan yang didapat selama

sepekan kemudian ditarik menjadi satu kesimpulan. Lalu salah satu anggota Biro

Humas akan mempresentasikan data yang telah didapat. Data ini berupa evaluasi

kinerja BI selama sepekan. Sehingga opini publik yang dapat muncul dari hasil

kinerja BI juga dapat dipantau dan dicari cara penyelesaiannya bersama. Dalam

forum ini semua anggota sejajar

dan semua orang berhak

menyatakan pendapat. Proses

komunikasi ini dinamakan

sebagai komunikasi horizontal.

Pace dan Faules (2002:195)

menjelaskan bahwa komunikasi

Tabel 4.3 : tabel opinion leader pemberitaan sepekan

Page 60: Laporan Revisi Fian Fix

60

horizontal merupakan penyampaian informasi diantara rekan sejawat dalam unit

kerja yang sama.

Menurut Pace dan Faules komunikasi horizontal yang terjadi di kegiatan

“ngoran” mempunyai beberapa tujuan diantaranya :

1. Berbagi informasi yang terdapat dalam sebuah organisasi

Biro Humas BI memiliki tiga tim, tiap tim mempunyai kegiatan dan tugasnya

masing-masing. Sehingga butuh sebuah forum dimana semua anggota tim

dapat mengetahui kegiatan tim lainnya. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi

salah paham yang mungkin bisa terjadi. Misalkan saja akan diadakan kegiatan

“ngarsip” dimana semua arsip yang dimiliki oleh pegawai BI akan diperiksa

kerapihannya. Melalui kegiatan “ngoran” maka informasi ini dapat disebarkan

kesemua pegawai Biro Humas BI dan pada akhirnya Biro Humas tidak

mendapat rapor merah dalam hal kerapihan arsip

2. Memecahkan masalah yang timbul.

Saat muncul opini publik negatif mencuat pada pemberitaan seminggu, maka

tiap anggota Biro Humas BI akan bersama-sama membicarakan solusi

masalah tersebut. Misalnya pada pemberitaan terkait Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). Muncul berbagai opini terkait polemik asal pendanaan OJK apakah

didanai oleh negara atau dengan memungut iuran dari industri keuangan.

Maka Biro Humas BI saat “ngoran” akan membahas langkah apa yang harus

diambil oleh kelompok relasi lembaga publik. Dalam hal ini kelompok relasi

lembaga publik bertugas untuk memfasilitasi keinginan antara BI dan DPR

temmpat dimana UU terkait pembentukan OJK dibuat. Seluruh pegawai Biro

Huma BI akan membantu apa yang seharusnya oleh kelompok relasi lembaga

Page 61: Laporan Revisi Fian Fix

61

publik agar apa yang BI inginkan dapat dikomunikasikan kepada DPR secara

efektif.

3. Menjamin pemahaman yang sama.

Dalam menghadapi isu, diperlukan kesepahaman antar semua anggota tim

agar program dapat dilaksanakan secara efektif.

4. Mengkoordinasikan penugasan kerja

Saat ada undangan untuk menjadi narasumber acara talkshow di media TV,

saat “ngoran” dapat dilakukan pembagian tugas siapa yang akan menjadi

narasumber pada acara tersebut.

4.5.3 Proses Akhir : Monthly Report

Setelah sebulan, maka tim riset dan analisis kehumasan BI akan membuat

laporan bulanan dalam bentuk monthly report. Monthly report ini dibuat dari

kompilasi laporan pemberitaan harian selama sebulan. Pada Monthly report

kesuluruhan berita selama sebulan akan dibedakan sesuai topiknya yaitu stabilitas

moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan kelembagaan BI &

goverment. Pada akhirnya tim riset dan analisis kehumasan BI akan mendapatkan

data mengenai kondisi pemberitaan selama sebulan.

Fortune PR juga membuat Media tracking monthly akan tetapi, data

tersebut hanya dijadikan pelengkap saat pembuatan produk laporan oleh tim riset

dan analisis kehumasan BI. Monthly report yang telah dibuat lalu diolah lagi

menjadi tiga produk laporan tersebut antara lain :

a. analisis pemberitaan bulanan.

b. mapping stakeholder.

Page 62: Laporan Revisi Fian Fix

62

c. analisis isu khusus (isu kritikal).

Tujuan monthly media monitoring adalah untuk mengetahui topik

manakah yang dominan. Pembuatan monthly report ini bertujuan untuk

penyusunan strategi dan program komunikasi. Terdapat tiga macam strategi dan

program komunikasi yaitu strategi dan program komunikasi kebijakan, isu

strategis dan isu kritikal.

Pemberitaan selama sebulan tersebut tidak hanya sekedar digabungkan dan

dikategorikan sesuai topiknya. Ribuan berita yang telah dinilai pada laporan

pemberitaan harian akan difilter. Manakah berita yang terhitung dan yang tak

terhitung. Berita yang terhitung adalah yang mempunyai nilai ≥6. Lalu berita

terhitung tersebut lalu diolah. Pengolahan ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. mengetahui berapa banyak pemberitaan terkait BI dimuat di media massa.

2. Berita dengan topik manakah yang dominan.

3. Mengetahui kecenderungan berita yang termuat di media massa.

Ketiga tujuan tersebut dapat dicapai melalui pengolahan data menjadi tabel

sebagai berikut :

Pada tabel ini semua berita dengan nilai ≥ 6 disatukan. Setelah seluruh

berita terhitung telah menjadi satu tabel, maka langkah berikutnya adalah

Tabel 4.4 tabel berita terhitung

Page 63: Laporan Revisi Fian Fix

63

mentabulasi jumlah berita terhitung dan tidak terhitung, jumlah berita terhitung

per-topik, jumlah berita terhitung per-kategori lalu menentukan 5 kategori berita

dominan, jumlah berita per-kategori dengan kecenderungan tertentu, jumlah berita

per-topik dengan kecenderungan tertentu, dan jumlah berita per-kategori dominan

dengan kecenderungan tertentu. Seperti contoh berikut :

Tabel 4.6 jumlah berita terhitung per-topik

Tabel 4.7 jumlah berita terhitung per-kategori

Tabel 4.5 jumlah berita terhitung dan tak terhitung

Page 64: Laporan Revisi Fian Fix

64

No. Topik Berita-POSITIF Jumlah

1 Stabilitas Moneter 26

2 Stabilitas Sistem

Keuangan 34

3 Sistem Pembayaran 108

4 Governance 16

Jumlah Per-Topik-POSITIF 184

No Isu Dominan Makro Ekonomi Jumlah

1 Netral 173

2 Positif 4

Jumlah Total 177

setelah ditabulasi maka data tersebut akan diolah lebih lanjut menjadi diagram-diagram seperti contoh berikut :

Tabel 4.8 jumlah berita terhitung dengan kecederungan negatif per-kategori

Tabel 4.9 jumlah berita terhitung dengan kecenderungan positif per-topik

Tabel 4.10 jumlah berita dengan kecenderungan positif pada salah satu isu dominan

Gambar 4.3 : diagram proporsi kategori pemberitaan netral Agustus

Page 65: Laporan Revisi Fian Fix

65

Setelah data tabulasi dan grafik pemberitaan didapatkan langkah

selanjutnya adalah menganalisis pemberitaan 5 dominan mengenai BI selama satu

bulan. Analisis terhadap laporan bulanan ini bertujuan menjelaskan pemberitaan

pada 5 topik dominan, dan proporsi kecenderungan pemberitaan pemberitaan.

Analisis ini berisikan interpretasi terhdap presentase tone pemberitaan sesuai

dengan topik dominan. Contohnya adalah sebagai berikut :

Gambar 4.4 analisis topik dominan pemberitaan sebulan

Analisis proporsi kecenderungan pemberitaan menjelaskan interpretasi tim

riset dan analisis kehumasan mengenai presentase pemberitaan ber-tone netral,

positif dan negatif. Setelah itu tim riset dan analisis kehumasan akan melakukan

penghitungan nilai Net Favourable Result (NFR) yaitu takaran untuk mengetahui

Page 66: Laporan Revisi Fian Fix

66

kemanakah arah kecenderungan pemberitaan media massa. Rumus NFR yang

digunakan tim riset dan analisis kehumasan BI adalah sebagai berikut :

NFR = (Jumlah pemberitaan netral + positif) – jumlah pemberitaan negative

Selain menghasilkan monthly report data pemberitaan terhitung juga

diolah menjadi mapping stakeholder. Mapping stakeholder ini merupakan bagian

dari analisis situasi. Analisis situasi merupakan sebuah kegiatan untuk

mengumpulkan latar belakang informasi yang diperlukan untuk menjelaskan

secara rinci apa yang telah didefinisikan dalam tahapan mendefinisikan problem.

(Cutlip, Center & Broom, 2007:329).

Tim riset dan analisis kehumasan BI menggunakan analisis situasi tentang

faktor eksternal salah satunya adalah stakeholder. Dalam analisis situasi ini

terdapat dua faktor yang diperhitungkan yaitu faktor internal dan eksternal. Bila

faktor internal ini segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan organisasi.

Sedangkan pada faktor eksternal, analisis situasi berperan untuk menjelaskan

secara sitematis situasi di luar organisasi. Cutlip, Center & Broom (2007:329)

menambahkan bahwa analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui siapa

yang sekarang ini terlibat atau dipengaruhi dan bagaimana hal itu terjadi. Dengan

Gambar 4.5 contoh anlisis NFR

Page 67: Laporan Revisi Fian Fix

67

kata lain proses ini akan mengidentifikasi siapa yang terlibat dan dipengaruhi

suatu situasi.

Pihak yang terlibat dan dipengaruhi oleh dalam tindakan komunikasi

organisasi adalah stakeholder. Stakeholder merupakan pihak yang terkait

langsung dengan organisasi. Dalam teori sistem stakeholder dipandang sebagai

bagian yang sama seperti organisasi. Cutlip, Center & Broom lebih lanjut

menjelaskan bahwa hubungan antara organisasi dan stakeholder adalah

interdependensi. Maksudnya adalah apa yang mereka tahu, rasa, dan lakukan akan

mempengaruhi organisasi. Maka organisasi perlu untuk memonitor bagaimana

segala tindakan komunikasi dari organisasi akan mempengaruhi stakeholder.

Stakeholder dari Bank Indonesia sangatlah beragam mulai dari setiap

elemen dunia perbankan, pemerintah, DPR, pengusaha, bahkan rakyat biasa.

Maka perlu sebuah usaha khusus untuk menentukan strategi dan program

komunikasi yang sesuai dengan sasaran target.

Mapping stakeholder yang dilakukan tim riset dan analisis kehumasan BI

berisikan data opinion leader yang termuat di pemberitaan. Siapakah sajakah

mereka, bagaimana kecenderungan opini mereka, dan seberapa sering opini

mereka termuat di media massa. Hal ini penting dilakukan karena apa yang

mereka katakan di media massa dapat mempengaruhi publik. Dikatakan demikian

karena opini mereka akan dianggap sebagai opini mayoritas dikarenakan media

massa terkadang memihak pada opini mayoritas. Sehingga dengan kekuatannya,

media massa dapat mempengaruhi persepsi publik tentang BI.

Terkadang dalam sebulan terdapat isu yang diangkat khusus oleh media

massa dan menjadi isu dominan terkait kebijakan BI. Melalui data yang didapat

Page 68: Laporan Revisi Fian Fix

68

dari monthly media monitoring tim riset dan analisis kehumasan BI dapat

mengetahui kebijakan manakah yang sedang mendapatkan sorotan dan kritikan.

Data tersebut lalu diolah oleh tim riset dan analisis kehumasan BI menjadi analisis

isu khusus. Analisis ini digunakan oleh tim riset dan analisis kehumasan sebagai

bahan rekomendasi pembuatan strategi dan program komunikasi isu kritikal.

Pada akhirnya monthly report ini akan digunakan sebagai bahan

rekomendasi kepada Dewan Gubernur BI dari tim riset dan analisis kehumasan

untuk membuat tiga macam program dan strategi komunikasi BI. Ketiga produk

monthly report akan memberikan informasi kepada Dewan Gubernur BI tentang

arah pemberitaan media massa seputar BI. Ketiga produk tersebut juga

menjelaskan bagaimana seharusnya BI menanggapi pemberitaan isu dominan

melalui strategi dan program kominikasi. Terdapat tiga bentuk strategi dan

program komunikasi, yaitu :

1. Strategi dan program komunikasi kebijakan,

2. Strategi dan program komunikasi isu strategis, dan

3. Strategi dan program komunikasi isu kritikal.

Secara garis besar alur kerja media monitoring baik daily, weekly, dan

monthly dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.6

Diagram alur media monitoring tim riset dan analisis kehumasan BI

Page 69: Laporan Revisi Fian Fix

69

Menurut penulis dari apa yang telah dikemukakan di atas penulis

berasumsi bahwa kegiatan media monitoring yang dilakukan oleh tim riset dan

analisis Humas BI dapat digunakan sebagai alat pengawas opini publik. Melalui

kegiatan ini pula upaya Biro Humas untuk menciptakan citra positif BI dapat

tercapai. Hal tersebut dapat dilakukan karena dengan mengawasi opini publik

benih-benih krisis dapat ditangani secara reaktif maupun secara antisipatif.

Dikatan reaktif dikarenakan melalui kegiatan daily media monitoring digunakan

untuk menemukan opini negatif di media massa sehingga dapat langsung

ditangani oleh tim relasi eksternal. Selain secara reaktif langkah proaktif

dilakukan melalui program dan strategi komunikasi yang didapat dari kegiatan

monthly media monitoring. Secara singkat penulis mendefinisikan langkah –

langkah kegiatan media monitoring sebagai alat pengawas opini publik terhadap

BI sebagai berikut :

Page 70: Laporan Revisi Fian Fix

70

Page 71: Laporan Revisi Fian Fix

71

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pelaksanaan PKN bagi penulis sangat bermakna. Hal tersebut dikarenakan

penulis memahami bahwa anggapan terhadap semua lembaga pemerintahan yang

hanya menempatkan bagian Humas sebagai pelengkap tidaklah terbukti. Pada

lembaga sebesar Bank Indonesia, peran Humas sangatlah dibutuhkan. Hal tersebut

dikarenakan Biro Humas BI diberi tugas untuk menunjang kinerja BI dengan

menciptakan citra lembaga yang baik.

Berdasarkan hasil keikutsertaan penulis dalam kegiatan Praktek Kerja

Nyata (PKN) yang dilakukan di Bank Indonesia (BI) yang beralamat di MH.

Thamrin No. 2 Jakarta selama kurang lebih satu bulan lamanya terhitung mulai

tanggal 16 Agustus sampai dengan 17 September 2010. Maka penulis

memperoleh beberapa kesimpulan terkait, antara lain :

• Dalam proses MPR, riset mengambil peran pada tahapan evaluasi dan fact

finding. Pada tahapan factfinding, riset diposisikan sebagai alat untuk

digunakan untuk mengumpulkan informasi agar organisasi mampu

memahami inti permasalahan. Lain halnya riset evaluasi. Riset pada

tahapan ini digunakan untuk mengetahui hasil akhir dari sebuah program.

Hasil riset evaluasi dapat digunakan oleh praktisi PR sebagai pelajaran

untuk diaplikasikan pada proyek berikutnya.

• Dalam kedua tahapan tersebut Tim Riset dan Analisis Kehumasan BI

menggunakan riset media montoring ditujukan untuk memantau arah

Page 72: Laporan Revisi Fian Fix

72

kecenderungan pemberitaan media massa yang berpotensi mempengaruhi

opini publik terkait BI. Sehingga Biro Humas dapat memperoleh data dari

riset tersebut dan mengolahnya menjadi strategi dan program komunikasi.

Hal ini ditujukan agar visi Biro Humas BI dapat tercapai.

• Media monitoring yang dilakukan oleh tim riset dan analisis kehumasan

BI menggunakan dua macam metode, yaitu informal dan formal. Metode

informal yang digunakan adalah metode publicity analisys yaitu berupa

kliping pemberitaan terkait BI. Sedangkan metode formal yang digunakan

adalah analisis isi.

• Riset media monitoring dilakukan oleh Tim Riset dan Analisis Kehumasan

BI secara harian, mingguan atau bulanan. Media monitoring harian

digunakan oleh Biro Humas BI untuk bersikap reaktif dan antisipatif atas

pemberitaan pada hari tersebut. Sedangkan media monitoring mingguan

atau bulanan lebih bersifat evaluasi.

• Hasil yang didapat dari riset media monitoring akan didistribusikan

kepada anggota tim lainnya dan Dewan Gubernur. Tergantung jenis

informasi yang didapatkan.

5.2 Rekomendasi

Setelah melakukan Praktik Kerja Nyata (PKN) selama 20 hari kerja,

penulis mempunyai beberapa saran kepada Biro Humas BI dan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universita Brawijaya.

Page 73: Laporan Revisi Fian Fix

73

1. Saran Untuk Biro Humas BI

Riset kehumasan khususnya media monitoring bukanlah hal yang mudah

untuk dilakukan akan tetapi fungsinya yang begitu besar membuat keberadaan

tim riset dan analisis kehumasan BI sangat vital. Tanpa tim ini tentunya Biro

Humas BI hanya akan bekerja berdasar intuisinya saja, hanya meraba-raba

keadaan diluar lembaga.

Meskipun perannya yang sangat vital namun tim riset dan analisis

kehumasan BI hanya beranggotakan dua orang pegawai. Menurut penulis hal

tersebut sangat memberatkan kinerja tim riset dan analisis kehumasan BI.

Apalagi kedua pegawai tersebut juga sering membantu program tim lain

dengan terjun langsung ke lapangan. Tentunya hal ini akan menghambat

proses riset yang sedang dilakukan.

Kekurangan SDM pada tim ini mungkin dapat ditutupi sementara dengan

menempatkan mahasiswa yang menjalani program magang. Akan tetapi tidak

selamanya Biro Humas BI dapat bergantung pada mahasiswa peserta kegiatan

magang. Hal tersebut dikarenakan tidak semua mahasiswa memiliki bekal

ilmu yang cukup untuk mengemban tanggung jawab yang diberikan.

Maka penulis menyarankan agar Biro Humas BI menambah jumlah

pegawai tim riset dan analisis kehumasan. Agar proses riset yang dilakukan

tidak terhambat akibat kedua anggota tim riset dan analisis kehumasan

terpecah fokus kerjanya. Penambahan jumlah SDM juga dapat meringankan

beban kerja kedua anggota tim yang ada sebelumnya.

Page 74: Laporan Revisi Fian Fix

74

2. Saran untuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Bagi pihak fakultas terutama jurusan ilmu komunikasi, penulis

menyarankan agar mahasiswa lebih diberikan bekal ilmu yang benar-benar

dibutuhkan dan bermanfaat bagi mahasiswa. Penulis merasa kesulitan dalam

menjalankan tugas riset yang diberikan oleh pihak Biro Humas BI

dikarenakan penulis belum pernah mengambil mata kuliah riset PR. Saat

penulis ingin mengambil mata kuliah tersebut, ternyata mata kuliah tersebut

telah ditiadakan. Kedepannya diharapkan ada konsistensi kurikulum dan

pembukaan kelas yang jelas.

Page 75: Laporan Revisi Fian Fix

75

DAFTAR PUSTAKA

Cutlip, Scott M., Allen H. Center, & Glen M. Broom. 2006. Effective Public

Relations. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Fiske, john.2005. Cultural and communication studies. Jogjakarta : Jalasutra.

Iriantara, Yosal. 2005. Media Relation. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Jefkins, Frank.2003. Public Relations. Jakarta: Erlangga.

Kriyantono, Rahmat. 2008. Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Penada Media.

Kriyantono, Rahmat. 2008. Public Relations Writing. Jakarta: Kencana Penada

Media.

Nova, Firsan.2009. Crisis Public Relations. Jakarta : PT. Grasindo

Pace, Wayne R. dan Faules, F. Don. 2001.Komunikasi Organisasi : Strategi

Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Jakarta : Rosda

Ruslan, Rosady.2006. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi.

Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Wardhani, Diah.2008.Media Relations. Jakarta : Graha Ilmu

West, Richard & Turner, Lynn H.Pengantar teori komunikasi buku 2 analisis dan

aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika

www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/

akses ke laman pada tanggal 21 September 2010, pukul 10.12 WIB

Page 76: Laporan Revisi Fian Fix

76

Lampiran

Tanggal Kegiatan

16 Agustus 2010 • Perkenalan

• Melakukan Editing Transkrip Pidato Darmin

Nasution

• Melakukan Daily Mapping Media Trackin

18 Agustus 2010 • Melakukan Daily Mapping Media Tracking

• Mengikuti nonton bersama Film Tanah Air Beta

19 Agustus 2010 • Melakukan Daily Mapping Media Tracking

• Mengikuti sharing issue pemberitaan dominan

dalam sepekan ‘Ngoran’

• Mengerjakan Weekly Mapping

20 Agustus 2010 • Melakukan Daily Mapping Media Tracking

23 Agustus 2010 • Melakukan Daily Mapping Media Tracking

• Melakukan Sortir OJK

• Membantu Mengerjakan Monthly Mapping Juli

2010

• Membantu membagikan takjil di Jl. MH. Thamrin

24 Agustus 2010 • Melakukan Daily Mapping Media Tracking 0

• Membantu mengerjakan Weekly Mapping

• Menyicil Monthly Mapping Agustus 2010

25 Agustus 2010 • Melakukan Daily Mapping Media Tracking

• Menyicil Monthly Mapping Agustus 2010

Page 77: Laporan Revisi Fian Fix

77

26 Agustus 2010 • Memberikan ucapan selamat kepada Darmin

Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia

• Mendampingi Kepala Biro Humas BI dalam

talkshow di Plaza MNC

• Membantu acara buka bersama dengan Gubernur

Bank Indonesia dan Wartawan

• Menganalisi Monthly Mapping Agustus 2010

27 Agustus 2010 • Membantu membagikan takjil di Jl. Kebon Sirih

• Menanalisis Monthly Mapping Agustus 2010

30 Agustus 2010 • Melakukan Daily Mapping Media Tracking

• Membantu mempersiapkan acara Press Release

mengenai BI Rate

• Menganalisis Monthly Mapping Agustus 2010

31 Agustus 2010 • Menghadiri Halal Bi Halal Pegawai Bank Indonesia

• Melakukan Daily Mapping Media Tracking

• Menganalisis Monthly Mapping Agustus 2010

1 September 2010 • Menganalisis Monthly Mapping Agustus 2010

• Melakukan Daily Mapping Media Tracking

• Mengikuti sharing issue pemberitaan dominan

dalam sepekan ‘Ngoran’

2 September 2010 • Menganalisi Monthly Mapping Agustus 2010

• Menanalisi Monthly Mapping Agustus 2010

3 September 2010 • Melakukan Daily Mapping Media Tracking 3

Page 78: Laporan Revisi Fian Fix

78

September 2010

• Membantu mempersiapkan acara Press

Converence mengenai BI Rate

• Menganalisis Monthly Mapping Agustus 2010

14 Sptember 2010 • Menghadiri Halal Bi Halal Pegawai Bank Indonesia

• Menganalisis Daily Mapping Media Tracking 14

September 2010

15 September 2010 • Menganalisis Monthly Mapping Agustus 2010

• Mengerjakan Weekly Mapping

16 September 2010 • Menganalisis Monthly Mapping Agustus 2010

• Menganalisis Daily Mapping Media Tracking 16

September 2010

• Menganalisis Daily Mapping Media Tracking 16

September 2010

17 September 2010 • Mengikuti sharing issue pemberitaan dominan

dalam sepekan ‘Ngoran’

• Membantu mempersiapkan acara Halal Bi Halal dan

diskusi Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan

wartawan media massa